Kelas Reguler Angkatan 2015 - 2016

RINGKASAN
ARDIANI AGUSTINA RAHMAWATI. Kajian Efektivitas Pengalihan Dana Tugas Pembantuan
ke Dana Alokasi Khusus Terhadap Pembangunan Pertanian. Dibimbing oleh BAMBANG
JUANDA dan ALLA ASMARA.
Pembangunan sektor pertanian antar daerah di Indonesia, masih terdapat kesenjangan, dan
berdampak terhadap lambatnya laju pembangunan pertanian, sehingga dengan adanya kebijakan
desentralisasi fiskal, melalui top down planning diharapkan adanya pemerataan pembangunan
pertanian. Mekanisme top down planning melalui pengalihan dana Tugas Pembantuan (TP) ke
Dana Alokasi Khusus (DAK) sektor pertanian memiliki tujuan untuk menertibkan sistem
pendanaan di daerah dengan menerapkan prinsip money follow function, yaitu memberikan
kewenangan bagi daerah dalam hal penanganan urusan yang sebelumnya menjadi kewenangan
pusat, serta meningkatkan besaran alokasi dana di daerah melalui transfer daerah, sehingga
diharapkan dengan adanya pengalihan dana TP ke DAK sektor pertanian dapat meningkatkan
pertumbuhan pembangunan sektor pertanian, yang arahnya adalah menciptakan pemerataan
pendapatan daerah serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keefektivan perencanaan dan pelaksanaan
dalam pengalihan TP ke DAK, melihat peranan anggaran TP dan DAK saat tidak ada pengalihan
terhadap pembangunan pertanian, serta menganalisis efektivitas pengalihan anggaran TP ke DAK
terhadap pembangunan pertanian. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif dan analisis regresi panel, yaitu interaksi antara time series dengan cross section,
dengan menggunakan data time series dari tahun 2012-2014 dan data cross section dari 32 provinsi

di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihan dana Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi
Khusus dalam pembangunan pertanian, yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara rata-rata
adalah efektif. Variabel realisasi anggaran efektif terhadap pembangunan pertanian pada saat
pengalihan sebesar 62,50%,realisasi kegiatan efektif terhadap pembangunan pertanian pada saat
pengalihan sebesar 64,06%, variabel pedoman pelaksanaan efektif terhadap pembangunan
pertanian pada saat pengalihan sebesar 57,81%, variabel sumber daya manusia efektif terhadap
pembangunan pertanian pada saat pengalihan sebesar 38,54% dan variabel kelembagaan efektif
terhadap pembangunan pertanian pada saat pengalihan sebesar 53,90%. Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa pengalihan dana Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi Khusus terhadap
pembangunan pertanian dari variabel yang digunakan hanya variabel sumber daya manusia yang
menunjukkan tidak efektif, sedangkan variabel lainnya adalah efektif.
Hasil estimasi model regeresi panel data menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas pengalihan Dana Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi Khusus Terhadap
Pembangunan Pertanian, yaitu 1) Dana Tugas Pembantuan, 2) Dana Alokasi Khusus, 3) Tenaga
Kerja Pertanian, 4) Nilai Tukar Petani, dan 5) Penduduk Miskin di pedesaan, pengaruh positif
kepada dana tugas pembantuan dan dana alokasi khusus terhadap pembangunan pertanian baik
pada saat tidak dilakukan pengalihan, dan juga pada saat pengalihan dilakukan.
Melalui penelitian ini diharapakan kepada para pengambil kebijakan pembangunan
pertanian bahwa dari hasil penelitian, untuk meningkatkan kesejahteraan petani dapat dilakukan

dengan langkah kebijakan, yaitu 1) pengalihan dana tugas pembantuan ke dana alokasi khusus
untuk tetap dilanjutkan, dalam rangka meningkatkan pembangunan pertanian yang merata, di

seluruh daerah di Indonesia, 2) melalui kebijakan desentralisasi fiskal, pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi lebih mudah untuk diwujudkan.
Kata kunci: Pertanian, Tugas Pembantuan, Dana Alokasi Khusus, Efektivitas

RINGKASAN
ASTI. Analisis Kelayakan Ekonomi Program Food Estate dalam Perspektif Perencanaan Wilayah:
Studi Kasus Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO
dan SAHARA.
Program Food Estate merupakan proyek investasi pada subsektor tanaman pangan dalam
bentuk kegiatan usahatani padi skala luas (> 25 ha) yang dilakukan dengan konsep industri
berbasis ilmu pengetahuan, modal, organisasi dan manajemen modern. Program ini dilaksanakan
untuk menciptakan ketahanan pangan nasional dan aktivitas ekonomi di pedesaan sehingga
mendorong kesempatan kerja bagi petani dan masyarakat lokal melalui skema kerjasama
antara pemerintah, BUMN dan petani.
Keberhasilan Program Food Estate sebagai pilot project di Provinsi Kalimantan Barat akan
menjadi pertimbangan untuk keberlanjutan program di seluruh wilayah provinsi, sehingga
informasi mengenai biaya dan manfaat serta dampak perekonomian daerah dari keberadaan

Program Food Estate sangat diperlukan. Pada dasarnya pemerintah daerah telah melakukan
analisis biaya manfaat terhadap Program Pembangunan Food Estate di Kalimantan Barat, namun
analisis yang dilakukan menggunakan pendekatan finansial dimana hasil analisis menggambarkan
bahwa program menguntungkan bagi individu atau kelompok tertentu yang berpengaruh besar
terhadap kepemilikan modal sehingga belum menggambarkan keuntungan bagi masyarakat
banyak khususnya petani.
Tujuan penelitian 1) Menganalisis kelayakan ekonomi Program Food Estate Provinsi
Kalimantan Barat 2) Menganalisis dampak investasi Program Food Estate terhadap perekonomian
di Kalimantan Barat. Alat analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah
analisis biaya manfaat dan analisis input output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program
Food Estate layak dan menguntungkan secara finansial dan ekonomi serta berkontribusi positif
terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Barat.
Kata kunci: Analisis Kelayakan, Food Estate, Perencanaan Wilayah.

RINGKASAN
DANANG PRAMUDITA. Insentif dalam Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di
Kabupaten Kuningan. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN dan BABA BARUS.
Permasalahan konversi lahan pertanian terutama lahan sawah di Indonesia sudah menjadi
perhatian sejak tahun 1980an. Sebagian besar magnitude proses alih fungsi lahan berlangsung,
khususnya pada kawasan perbatasan kota-desa dan perbatasan kawasan budidaya-non budidaya.

Dari sudut pandang ekonomi konversi lahan pertanian disebabkan oleh tarikan permintaan lahan
untuk kegiatan non pertanian dan dorongan petani pemilik lahan. Konversi lahan pertanian, secara
langsung berdampak terhadap kehilangan produksi pertanian, kehilangan lapangan pekerjaan, dan
kerugian investasi infrastruktur irigasi terutama untuk tanaman padi. Upaya penyelamatan lahan
pertanian pangan dilakukan Pemerintah dengan menerbitkan Undang-Undang No. 41 tahun 2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Terbitnya UU No. 41 tahun
2009 merupakan bentuk kewajiban bagi setiap daerah (kabupaten/kota) di Indonesia untuk
melindungi ketersediaan pangannya. Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat merupakan salah
satu kabupaten yang telah menetapkan luas usulan LP2B di dalam Peraturan Daerah (Perda) No.
26 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan yang
didukung dengan Perda No. 7 tahun 2015 tentang LP2B yang mengatur mengenai penetapan
LP2B, sosialisasi dan pemberiaan insentif.
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: (1) mengetahui karakteristik sosial
ekonomi di wilayah yang menjadi usulan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten
Kuningan; (2) menentukan jenis dan mekanisme insentif yang dapat dilaksanakan untuk
melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Kuningan; dan (3) menentukan
konsep pembiayaan untuk perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten
Kuningan. Data dianalisis dengan menggunakan metode statistic deskriptif, sistem dinamik dan
SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat sembilan kriteria sosial ekonomi LP2B di

Kabupaten Kuningan, yaitu; tingkat konversi lahan, neraca pangan, ketimpangan pendapatan
usahatani dan non usahatani, jumlah rumah tangga pertanian, jumlah tenaga kerja pertanian, status
kepemilikan lahan, kelompok tani, kebijakan RTRW dan persepsi petani. Petani mempunyai
persepsi positif terhadap program LP2B, sehingga secara umum upaya perlindungan LP2B dapat
dilaksanakan di lokasi penelitian. Kecamatan Ciawigebang dan Kecamatan Cilimus yang
berdasarkan kriteria fisik lahan luas LP2B lebih besar dari Kecamatan Cibingbin, dari segi sosial
ekonomi kurang mendukung.
Berdasarkan analisis jenis insentif, insentif jaringan irigasi menjadi prioritas pertama yang
diinginkan oleh responden di Kecamatan Cibingbin dan Kecamatan Ciawigebang, sedangkan di
Kecamatan Cilimus insentif prioritas pertama yang diinginkan petani adalah modal usahatani.
Hasil simulasi insentif LP2B menggunakan model dinamik menunjukkan skenario moderat
merupakan skenario yang memberikan hasil terbaik di ketiga kecamatan. Skenario moderat terdiri
dari kebijakan kenaikan harga gabah, pengurangan pajak, perbaikan irigasi serta pengurangan
subsidi pupuk dan benih. Penerapan skenario ini, juga meningkatkan tingkat kesejahteraan petani
yang ditunjukkan oleh nilai NTP. Pada penerapan skenario moderat, penghapusan subsidi pupuk
dan subsidi benih yang diimbangi dengan kenaikan harga gabah serta perbaikan irigasi mampu
meningkatkan produksi secara signifikan. Subsidi pupuk dan benih yang dihapus pada skenario
moderat dapat dialokasikan untuk perbaikan infrastrukutur pertanian.

Dari aspek pembiayaan, kebutuhan dana untuk pelaksanaan insentif LP2B yang paling

besar adalah kebutuhan untuk pembangunan irigasi teknis, diikuti oleh penyediaan modal dan
subsidi pupuk. Konsep pembiayaan yang bisa dilakukan diantaranya adalah transfer fiskal pusatdaerah, transfer fiskal antar daerah (propinsi ke kabupaten atau antar kabupaten) yang diberikan
dalam bentuk hibah, dana masyarakat dan dana dari pihak swasta. Berdasarkan hasil analisis
SWOT sumber dana untuk pelaksanaan insentif LP2B di Kabupaten Kuningan masih didominasi
sumber dana dari APBN dan APBD I.
Kecamatan Cilimus merupakan prioritas perlindungan utama dalam pelaksanaan LP2B
dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya. Laju konversi yang tinggi dan kesesuaian kriteria
sosial ekonomi yang rendah menjadi informasi pendukung pelaksanaan prioritas insentif LP2B.
Kecamatan Ciawigebang merupakan prioritas perlindungan kedua dengan penerapan skenario
moderat, sedangkan Kecamatan Cibingbin menjadi prioritas terakhir dengan skenario yang rendah.
Selain penerapan insentif, dari hasil penelitian juga perlu dibuat adanya disinsentif terutama di
Kecamatan Cilimus. Disinsentif ditujukan kepada pihak di luar petani yaitu pengusaha yang ingin
mengkonversi lahan pertanian menjadi hotel dan perumahan. Disinsentif terhadap pelaku usaha
dapat diberikan melalui pemberian pajak atau retribusi yang tinggi terhadap lahan yang dikonversi,
pengetatan izin dan juga pembatasan pembangunan sarana transportasi dan fasilitas pendukung
kegiatan perekonomian sektor non pertanian. Alternatif pembiayaan LP2B dapat dilakukan
melalui dana transfer antar wilayah (berdasar pada nilai surplus ekonomi pangan), dana
masyarakat serta dana CSR badan usaha.
Kata Kunci : insentif, konversi lahan, LP2B, sosial ekonomi


RINGKASAN
DEWI SISKA. Strategi Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agroindustri di Kawasan
Andalan Kandangan Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh SETIA HADI dan MUHAMMAD
FIRDAUS.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Kalimantan Selatan
tahun 2005-2025 menjadikan agroindustri sebagai pilar utama pembangunan. Konsep agroindustri
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Pengembangan
agroindustri tersebut di arahkan di Kawasan Andalan Kandangan. Penelitian ini bertujuan untuk;
(1) mengidentifikasi perkembangan ekonomi wilayah, (2) mengidentifikasi komoditas unggulan,
(3) mengidentifikasi sarana penunjang agroindustri, dan (4) merumuskan strategi pengembangan
wilayah berbasis agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan.
Hasil analisis entropi menunjukkan bahwa perekonomian Kawasan Andalan Kandangan
berkembang (3,09), yang didominasi sektor pertanian (0,81), subsektor tanaman bahan makanan
(1,45). Hasil analisis LQ dan SSA menunjukkan bahwa padi dan jagung merupakan komoditas
unggulan. Wilayah basis berada di Kabupaten Tapin (1,10 ; 0,48), Hulu Sungai Selatan (1,05 ;
0,67), Hulu Sungai Utara (1,05 ; 1,12), Hulu Sungai Tengah (1,03 ; 1,27), Tabalong (1,03 ; 1,27),
dan Balangan (1,00 ; 1,83). Identifikasi terhadap sarana penunjang agroindustri menunjukkan
bahwa ketersediaan infrastruktur dasar (jalan, listrik dan air bersih) masih kurang secara kuantitas
dan kualitas. Kondisi kelembagaan belum sepenuhnya mendukung dalam hal keberadaan lembaga
keuangan, penyuluh pertanian, dan dukungan teknologi. Dukungan sumberdaya manusia pada

aspek ketenagakerjaan secara kuantitas dan kualitas sudah cukup mendukung, terkait dengan
tingkat pendidikan dan usia produktif.
Strategi prioritas untuk mendukung pengembangan wilayah berbasis agroindustri
dirumuskan melalui analisis SWOT dan AHP adalah (1) mendorong potensi SDM; (2)
meningkatkan keberadaan kelembagaan dan infrastruktur dasar. Pelaksanaan strategi tersebut
menjadi agenda penting bagi pemerintah daerah sebagai aktor utama dalam pengembangan
agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan.
Kata kunci : agroindustri, kawasan andalan, pengembangan wilayah

RINGKASAN
DINA ISNAINI. Pengaruh Tata Kelola Keuangan Daerah terhadap Pembangunan Daerah.
Dibimbing oleh DS PRIYARSONO dan WIWIEK RINDAYATI.
Pembangunan selain ditujukan untuk pertumbuhan ekonomi, juga untuk meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat yang dapat ditandai dengan penurunan angka kemiskinan. Sukses
atau gagalnya Indonesia dalam mencapai tujuan pembangunan sangat dipengaruhi oleh bagaimana
pemerintah menjalankan tata kelola pemerintahan. Salah satu upaya tata kelola kepemerintahan
yang baik (good governance) yaitu dengan dicanangkannya kebijakan otonomi daerah dan
mereformasi peraturan di bidang pengelolaan keuangan yang berorientasi hasil atau kinerja dan
didasari oleh prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yaitu transparansi, akuntabilitas dan value for
money.

Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) menunjukkan kenaikan persentase opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari tahun ke
tahun, menggambarkan adanya perbaikan yang dicapai oleh entitas pemerintahan daerah dalam
menyajikan suatu laporan keuangan, namun jumlahnya baru 23% pada tahun 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tata kelola keuangan daerah
terhadap pembangunan daerah. Penelitian ini terbagi menjadi empat analisis utama. Analisis
pertama fokus pada perkembangan tata kelola keuangan daerah di Indonesia, analisis kedua fokus
pada perkembangan pembangunan daerah dengan melihat pertumbuhan ekonomi, indeks gini dan
angka kemiskinan. Dilakukan penghitungan terhadap indeks Gini untuk kabupaten/kota di
Indonesia karena ketidak tersediaan data. Analisis ketiga meneliti mengenai pengaruh tata kelola
keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Analisis keempat meneliti mengenai
pengaruh pertumbuhan ekonomi dan indeks gini terhadap angka kemiskinan.
Penelitian menggunakan dua model ekonometrika, model pertama merupakan model
pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan variabel bebas berupa pertumbuhan ekonomi tahun
sebelumnya, derajat desentralisasi fiskal, derajat realisasi kebutuhan modal, dummy opini WTP,
dan dummy kota. Model kedua menguji mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi dan indeks
gini terhadap persentase kemiskinan.
Ditemukan beberapa permasalahan pada tata kelola keuangan dan pembangunan daerah di
Indonesia, antara lain masih rendahnya derajat desentralisasi fiskal dan derajat realisasi kebutuhan
modal, serta persentase opini WTP dari LKPD. Meski pertumbuhan ekonomi relatif meningkat

dan persentase kemiskinan relatif berkurang, akan tetapi ketimpangan pendapatan yang
dicerminkan oleh indeks Gini relatif meningkat dari tahun ke tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata kelola keuangan yang dilakukan daerah
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kapasitas ekonomi daerah yang
digambarkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya (Gr(t-1)) berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kabupaten/kota yang mempunyai pertumbuhan ekonomi
lebih tinggi di tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi ditahun berjalan cenderung lebih baik
dibandingkan kabupaten/kota dengan pertumbuhan ekonomi rendah.
Kabupaten/kota yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dari BPK terhadap
laporan keuangannya mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding
kabupaten/kota yang mendapatkan predikat selain wajar tanpa pengecualian. Akan tetapi opini
yang baik atas laporan keuangan pemerintah daerah tidak menggambarkan kinerja tata kelola
keuangan daerah secara keseluruhan, baik itu dari sisi penerimaan yang digambarkan dengan

derajat desentralisasi fiskal, maupun dari sisi pengeluaran yang digambarkan dengan derajat
realisasi kebutuhan modal. Kabupaten/kota yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian
justru mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan
kabupaten/kota yang mendapatkan opini selain wajar tanpa pengecualian dengan tingkat derajat
desentralisasi dan derajat realisasi kebutuhan modal yang sama.
Pemerintah kota mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan

pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten. Akan tetapi daerah kota justru mempunyai
pertumbuhan ekonomi yang rendah dibandingkan dengan kabupaten yang mempunyai tingkat
derajat desentralisasi fiskal yang sama. Begitu juga dengan kota dan kabupaten dengan derajat
realisasi kebutuhan modal yang sama, daerah kota justru mempunyai pertumbuhan ekonomi yang
rendah dibandingkan dengan kabupaten. Hal ini kemungkinan disebabkan Karena kota
mempunyai fungsi yang lebih kompleks dari kabupaten, sehingga lebih kompleks juga dalam
pengelolaan keuangan daerahnya.
Derajat desentralisasi fiskal dan derajat realisasi kebutuhan modal berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien positif. Pengaruh peningkatannya relatif kecil,
hal ini diduga disebabkan besarnya derajat desentralisasi fiskal dan derajat realisasi kebutuhan
modal yang masih rendah.
Kemiskinan suatu daerah dapat dikurangi dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
serta mengurangi ketimpangan pendapatan di daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi tidak
dinikmati secara merata oleh masyarakat dengan ketimpangan pendapatan yang tinggi.
Pertumbuhan ekonomi sebagian besar hanya akan dinikmati oleh kelompok masyarakat yang kaya.
Hal ini akan berdampak pada berkurangnya keefektifan pertumbuhan ekonomi untuk
mengentaskan kemiskinan. Hal yang sebaliknya terjadi pada masyarakat dengan ketimpangan
pendapatan rendah (relatif merata). Pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh sebagian besar
masyarakat dan kemiskinan bisa berkurang.
Berdasarkan temuan hasil penelitian, maka disimpulkan diperlukan strategi untuk
mengatasi permasalahan tata kelola keuangan dan pembangunan daerah dengan perencanaan
kebijakan fiskal yang mensinergiskan antara peran pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat
perlu mendorong terjadinya pemerataan dengan memberikan insentif terhadap daerah yang masih
rendah perekonomiannya serta tinggi kemiskinannya karena pemerataan lebih efektif
menurunkan kemiskinan.
Kata kunci : pembangunan daerah, pemerintah daerah, tata kelola keuangan

RINGKASAN
EDO PRAMANA PUTRA. Dampak Program Bantuan Sosial Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
dan Kemiskinan Kabupaten Tertinggal di Indonesia. Dibimbing oleh YETI LIS
PURNAMADEWI dan SAHARA.
Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi merupakan dua tujuan pembangunan
yang seharusnya dapat dicapai secara bersamaan dalam proses pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi tanpa diikuti oleh pemerataan ekonomi akan memperlebar jurang pemisah
antara satu kelompok masyarakat dan kelompok lainnya, sementara pemerataan ekonomi tanpa
pertumbuhan ekonomi sama halnya dengan meningkatkan kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010-2013 mengalami peningkatan akan tetapi
pada saat yang bersamaan terjadi ketimpangan pembangunan. Kesenjangan atau ketimpangan
antar daerah (yang maju dan yang tertinggal) semakin melebar. Indikasi dari ketimpangan wilayah
adalah munculnya daerah tertinggal dan masalah ketimpangan pembangunan ini merupakan
permasalahan disparitas wilayah yang membahayakan kesatuan nasional. Percepatan
pembangunan dan pengurangan ketimpangan di daerah tertinggal diupayakan melalui pemberian
bantuan sosial (bansos) yang dioperasionalisasikan melalui program bantuan, yang meliputi: (1)
peningkatan sumberdaya daerah tertinggal, (2) peningkatan infrastruktur daerah tertinggal, (3)
pembinaan ekonomi dan dunia usaha daerah tertinggal, (4) pembinaan kelembagaan dan sosial
budaya daerah tertinggal, dan (5) pengembangan daerah khusus.
Bantuan sosial untuk daerah tertinggal sudah diberikan sejak tahun 2009. Namun secara
umum kondisi daerah tertinggal di Indonesia belumlah terlalu baik, tingkat kemiskinan masih
tinggi yaitu 11 persen dan masih banyaknya jumlah kabupaten tertinggal, yakni 133 kabupaten
atau 32,2 persen dari jumlah kabupaten di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengkaji
dinamika kemiskinan, perekonomian, dan bantuan sosial di kabupaten tertinggal di Indonesia, (2)
menganalisis pengaruh program bantuan sosial Kementerian PDT terhadap pertumbuhan ekonomi
kabupaten tertinggal di Indonesia, (3) menganalisis hubungan pertumbuhan ekonomi dengan
tingkat kemiskinan di kabupaten tertinggal di Indonesia.
Selama tahun 2010-2013 sebagian besar kabupaten tertinggal mengalami penurunan
tingkat kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan PDRB, namun juga terdapat daerah kabupaten
tertinggal yang mengalami peningkatan tingkat kemiskinan dengan pertumbuhan PDRB yang
kecil. Kabupaten tertinggal yang mengalami peningkatan tingkat kemiskinan juga diiringi dengan
pertumbuhan PDRB yang paling kecil, seperti yang terjadi pada provinsi Kepulauan Riau dan
Sumatera Utara. Kondisi berbeda terjadi pada wilayah tertinggal di kawasan timur, dimana pada
wilayah yang mengalami peningkatan kemiskinan justru diiringi dengan tingginya pertumbuhan
PDRB nya. Kondisi tersebut mengidentifikasikan bahwa terdapat ketimpangan yang lebih tinggi
di daerah tertinggal kawasan timur Indonesia.
Bantuan yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal adalah
bantuan infrastruktur dan bantuan kelembagaan sosial dan budaya. Terdapat hubungan negatif
antara tingkat PDRB dan kemiskinan di daerah tertinggal, dimana peningkatan nilai PDRB
memberikan efek terhadap penurunan kemiskinan.
Kebijakan yang direkomendasikan untuk mempercepat pembangunan dan memperkecil
ketimpangan antar wilayah di daerah tertinggal yaitu dengan memberikan bantuan yang lebih besar
dan kontiniu bagi daerah tertinggal, yaitu bantuan infrastruktur dan bantuan kelembagaan sosial
dan budaya.
Kata kunci : bantuan sosial, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, daerah tertinggal

RINGKASAN
GRACE OCTAVIA NAPITUPULU. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan di Provinsi
Jawa Barat. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO dan SAHARA.
Provinsi Jawa Barat memiliki potensi perikanan yang cukup besar, hal tersebut terlihat dari
volume dan nilai produksi perikanannya yang mengalami kenaikan selama 10 tahun terakhir.
Ironisnya, besarnya potensi subsector perikanan di Provinsi Jawa Barat tersebut tidak diikuti oleh
kontribusi penyerapan tenaga kerja yang yang tinggi. Perkembangan jumlah tenaga kerja subsektor
perikanan di Provinsi Jawa Barat selama 10 tahun terakhir baik sebagai nelayan maupun
pembudidaya secara umum cenderung mengalami penurunan. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk 1) mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja
subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat, dan 2) merumuskan strategi pengembangan subsektor
perikanan agar dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.
Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian ini melingkupi 17
wilayah kabupaten/kota untuk subsektor perikanan tangkap dan 26 wilayah kabupaten/kota untuk
subsektor perikanan budidaya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, dengan menggunakan data berkala 5 tahun mulai tahun 2009 sampai dengan 2013.
Pendekatan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif. Analisis data secara kuantitatif
melalui model regresi linear berganda dengan data panel untuk mengkaji faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat. Dalam
analisis ini terdapat dua model regresi tenaga kerja subsektor perikanan yaitu perikanan tangkap
dan perikanan budidaya di Provinsi Jawa Barat. Data ditabulasi dan diolah secara matematik
menggunakan program komputer (software) E-views 7. Analisis data secara deskriptif untuk
merumuskan strategi pengembangan subsektor perikanan agar dapat berkontribusi terhadap
penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat mampu
menyerap tenaga kerja yang relatif besar, sehingga akan berdampak pada pengurangan angka
pengangguran. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor
perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat adalah nilai produksi perikanan tangkap, jumlah kapal
penangkap ikan, dan jumlah rumah tangga perikanan/perusahaan perikanan tangkap. Faktor yang
berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan budidaya di Provinsi Jawa
Barat adalah luas lahan budidaya, nilai produksi perikanan budidaya, jumlah rumah tangga
perikanan budidaya, dan minapolitan budidaya. Strategi pengembangan subsektor perikanan agar
dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat adalah dengan
menambah nilai produksi perikanan tangkap dan budidaya, jumlah kapal penangkap ikan, luas
lahan budidaya, jumlah rumah tangga perikanan/perusahaan perikanan tangkap dan budidaya,
serta minapolitan budidaya melalui pengembangan kawasan minapolitan khususnya
pengembangan sentra produksi baik sentra produksi perikanan tangkap maupun budidaya.
Kata kunci : tenaga kerja, subsektor perikanan, regresi data panel

RINGKASAN
HAKIM MIFTAKHUL HUDA. Pembangunan Perikanan dalam Kerangka Pengembangan
Ekonomi Wilayah di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI dan
MUHAMMAD FIRDAUS.
Provinsi Jawa Timur dihadapkan pada permasalahan ketimpangan ekonomi. Pada sisi yang
lain perikanan di Jawa Timur mempunyai potensi yang besar baik perikanan laut, darat maupun
pengolahan ikan. Namun pengembangan perikanan sejauh ini belum memberikan kontribusi yang
besar dalam perekonomian di Jawa Timur. Pengembangan perikanan secara terintegrasi
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pembangunan ekonomi wilayah
di Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan 1) mengkaji dan memetakan keragaan perikanan sektoral
dan regional di Provinsi Jawa Timur, 2) menganalisis peran subsektor perikanan dalam
perekonomian daerah di Provinsi Jawa Timur, 3) menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap
pembangunan subsektor perikanan dalam kerangka pengembangan wilayah di Provinsi Jawa
Timur, dan 4) merumuskan strategi pembangunan perikanan dalam kerangka pengembangan
wilayah di Provinsi Jawa Timur. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif, shift share
analysis, analisis input output dan regresi berganda data panel.
Berdasarkan keragaan secara sektoral, dari sisi jumlah pelaku usaha, produksi dan nilai
produksi menunjukkan bahwa perikanan di Provinsi Jawa Timur didominasi oleh perikanan laut.
Berdasarkan keragaan regional, secara total 10 kabupaten/kota terbesar dalam hal jumlah pelaku
usaha, sedikit berbeda dengan 10 kabupaten terbesar dari sisi produksi dan nilai produksi.
Kabupaten/kota yang termasuk 10 terbesar baik dari sisi pelaku usaha, produksi maupun nilai
produksi adalah Kabupaten Lamongan, Gresik dan Sumenep. Hasil analisis daya saing dengan
menggunakan analisis shift-share menunjukkan bahwa lima daerah di Jawa Timur mempunyai
keunggulan kompetitif dan spesialisasi perikanan yang terdiri dari Kabupaten Lamongan,
Pamekasan, Banyuwangi, Trenggalek, dan Pacitan. Di Jawa Timur terdapat 15 kabupaten yang
dominan perikanan laut dan 23 kabupaten yang dominan perikanan darat.
Hasil analisis input-output menunjukkan bahwa subsektor pengolahan ikan mempunyai
nilai keterkaitan ke belakang yang terbesar dari seluruh sektor dan nilai keterkaitan ke depan yang
relatif kecil sehingga sektor tersebut mempunyai total nilai pengganda terbesar. Nilai keterkaitan
ke belakang subsektor pengolahan yang terbesar adalah dengan subsektor perikanan darat.
Analisis ekonometrik menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja dan anggaran belanja bidang
kelautan dan perikanan berpengaruh signifikan secara positif dan inelastis terhadap produksi
perikanan. Menurut tipologi usahanya, jumlah tenaga kerja pada perikanan tangkap laut, budidaya
kolam, dan budidaya laut memberikan pengaruh secara signifikan dan positif terhadap produksi
perikanan. Trip penangkapan memberikan pengaruh secara signifikan dan positif pada perikanan
tangkap laut dengan elastisitas yang lebih rendah daripada jumlah tenaga kerja. Sementara itu, luas
lahan budidaya juga memberikan pengaruh secara signifikan dan positif pada produksi perikanan
budidaya kolam dan laut dengan elastisitas yang lebih rendah dari jumlah tenaga kerja. Jumlah
bibit yang ditebar juga memberikan pengaruh secara signifikan dan positif pada produksi
perikanan budidaya tambak dan kolam dengan elastisitas yang lebih rendah dari jumlah tenaga
kerja. Kebijakan minapolitan memberikan pengaruh secara signifikan dan positif pada produksi
perikanan budidaya laut.
Strategi pembangunan perikanan dapat diprioritaskan pada usaha pengolahan ikan yang
diharapkan memacu produksi perikanan khususnya perikanan darat yang mempunyai keterkaitan

terbesar dengan pengolahan ikan. Pembangunan usaha pengolahan ikan dilaksanakan di daerah
yang dominan perikanan darat serta diutamakan pada daerah yang tertinggal secara perekonomian
(PDRB perkapita rendah dan angka kemiskinan tinggi). Beberapa daerah yang mempunyai
dominasi perikanan darat dan termasuk daerah tertinggal diantaranya adalah Pacitan, Lamongan,
Malang, Ponorogo, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Kediri, Jombang, dan Nganjuk.
Pembangunan perikanan dalam kerangka pengembangan ekonomi wilayah dapat
difokuskan pada empat daerah tertinggal yang mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi
perikanan (Pamekasan, Pacitan, Lamongan, dan Trenggalek) diikuti dengan daerah tertinggal yang
hanya mempunyai keunggulan kompetitif atau terspesialisasi perikanan (Bangkalan, Sumenep,
Sampang, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Kota Probolinggo, Madiun, Ngawi, Bojonegoro dan
Kediri). Jumlah tenaga kerja masih menjadi variabel yang paling elastis dalam meningkatkan
produksi perikanan, sehingga fokus pembangunan perikanan dapat diprioritaskan pada
peningkatan jumlah tenaga kerja perikanan khususnya perikanan budidaya yang mempunyai
potensi lahan yang masih luas untuk dikembangkan.
Dalam rangka mendukung strategi pengembangan perekonomian di Jawa Timur, khusus
pada sektor perikanan dapat mengutamakan daerah yang memiliki keunggulan kompetitif dan
spesialisasi sebagai prioritas pembangunan perikanan, serta didukung oleh daerah yang hanya
unggul secara kompetitif atau spesialisasi saja. Subsektor pengolahan ikan dapat dijadikan
prioritas dalam pengembangan perikanan karena memberikan pengganda tenaga kerja, output dan
nilai tambah yang terbesar diantara subsektor perikanan, tentunya didukung dengan pembangunan
perikanan laut dan darat. Nilai elastisitas tenaga kerja dan anggaran belanja bidang perikanan yang
masih rendah diperlukan peningkatan keterampilan dan inovasi teknologi kepada tenaga kerja
perikanan dan evaluasi alokasi anggaran agar lebih efektif dalam mendukung peningkatan
produksi perikanan.
Kata kunci : shift share, input output, perikanan, ekonomi wilayah

RINGKASAN
IZZAN FARUQI. Kajian Pembangunan Wilayah di Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.
Dibimbing oleh SETIA HADI dan SAHARA.
Pembangunan wilayah ditandai dengan adanya pertumbuhan. Pertumbuhan pun dapat
bernilai positif namun jika tidak dibangun secara komprehensif akan menimbulkan dampak negatif
di sisi lain. Pembangunan wilayah seharusnya mengedepankan beberapa aspek seperti
mengupayakan pemanfaatan potensi wilayah dengan efektif dan efisien, adanya pemerataan
pembangunan di seluruh wilayah dengan prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan masalah
dan karakteristik masing-masing dan adanya keberlanjutan dalam pengelolaan sumberdaya alam
baik yang terbaharukan maupun yang tidak terbaharukan. Pembangunan yang terus berorientasi
terhadap pertumbuhan tanpa melihat pemerataan dan keberlanjutan akan mengakibatkan
ketimpangan atau kesenjangan pembangunan wilayah.
Penelitian ini bertujuan menganalisis perkembangan wilayah di Kabupaten Sukabumi,
menganalisis potensi daerah dan kesenjangan pembangunan antar wilayah di Kabupaten Sukabumi
dan merumuskan strategi pembangunan yang tepat dalam pembangunan di Kabupaten Sukabumi.
Evaluasi perkembangan wilayah dilakukan dengan menggunakan tipologi klassen dan
menganalisis capaian sasaran strategis (stranas) dari Kementerian Desa, Pembangunan daerah
Tertinggal dan Transmigrasi. Identifikasi potensi dengan tipologi kecamatan dan analisis Input
Output. Analisis kesenjangan pembangunan dilakukan dengan analisis Skalogram dan analisis
Theil Entropi. Merumuskan strategi pembangunan dengan menggunakan Analisis AHP (analytical
Hierarchy Process).
Hasil analisis menunjukkan bahwa Perkembangan wilayah Kabupaten Sukabumi
berdasarkan kriteria dari Kementerian Desa, Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi
menunjukkan bahwa dapat dikatakan sebagai daerah tertinggal. Terdapat kesenjangan
pembangunan daerah antara Kabupaten Sukabumi bagian utara dan bagian selatan. Kabupaten
Sukabumi bagian utara memiliki tingkat perkembangan daerah lebih baik dibandingkan
Kabupaten Sukabumi bagian selatan. Sektor unggulan yang dapat dikembangkan secara optimal
pada Kabupaten Sukabumi bagian utara adalah sektor perdagangan dan jasa serta sektor pertanian
dan perkebunan. Sedangkan pada Kabupaten Sukabumi bagian selatan adalah sektor pertanian dan
perkebunan serta sektor industri. Sektor pariwisata dan sektor pertambangan tersebar di seluruh
daerah Kabupaten Sukabumi. Urutan prioritas strategi utama pembangunan wilayah Kabupaten
Sukabumi diantaranya strategi pertama adalah membangun sarana dan prasarana infrastruktur,
strategi kedua adalah mengoptimalkan pengembangan potensi sumberdaya berbasis lokal dan
strategi ketiga adalah meningkatkan kesejahteraan sosial.
Kata kunci : potensi daerah, kesenjangan daerah, strategi pembangunan

RINGKASAN
JOKO MULYONO. Strategi Pembangunan Sektor Pertanian di Zona Agro Ekologi (ZAE)
Kawasan Perdesaan Kabupaten Bantul. Dibimbing oleh SETIA HADI dan KHURSATUL
MUNIBAH.
Masalah yang dihadapi sektor pertanian adalah pemanfaatan sumberdaya belum optimal,
kurangnya informasi dan penguasaan teknologi pertanian, kurangnya akses terhadap modal, pasar
dan kelembagaan pendukung lainnya, penguasaan lahan usahatani terbatas, produktivitas
cenderung turun, harga sarana produksi semakin meningkat, harga panen rendah dan konversi
lahan pertanian. Lahan pertanian yang telah dikonversi bersifat permanen, sehingga dibutuhkan
teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan mempertahankan produksi.
Penelitian ini bertujuan menganalisis konversi lahan pertanian, menentukan komoditas
unggulan berdasarkan zona agro ekologi, menganalisis usahatani komoditas unggulan berdasarkan
zona agro ekologi dan menyusun strategi pembangunan sektor pertanian yang optimal di
Kabupaten Bantul. Konversi lahan pertanian dianalisis secara diskriptif. Komoditas unggulan
ditentukan berdasarkan nilai LQ > 1, nilai SSA positif dan pewilayahan komoditas pertanian
berdasarkan zona agro ekologi. Usahatani komoditas unggulan dianalisis dengan R/C, NKB dan
Titik Impas. Penyusunan strategi pembangunan sektor pertanian dengan pendekatan A’WOT.
Hasil analisis menunjukkan bahwa konversi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian
sebesar 213 ha dalam kurun waktu 5 tahun (2010-2014) atau 42,61 ha/tahun. Komoditas
unggulannya adalah padi sawah, jagung, kedelai, kacang tanah, cabe, kacang panjang, kangkung,
bayam dan sawi. Usahatani padi sawah sebagai komoditas unggulan lebih optimal (R/C = 2,17)
dibandingkan komoditas non unggulan (R/C=1,99) dengan nilai keuntungan bersih (NKB = 1,13).
Usahatani jagung sebagai komoditas unggulan lebih optimal (R/C = 1,78) dibandingkan non
unggulan (R/C = 1,58) dengan nilai keuntungan bersih (NKB = 1,22). Usahatani kacang tanah
sebagai komoditas unggulan lebih optimal (R/C = 1,54) dibandingkan non unggulan (R/C = 1,40)
dengan nilai keuntungan bersih (NKB = 1,28). Usahatani cabe sebagai komoditas unggulan lebih
optimal (R/C = 1,59) dibandingkan non unggulan (R/C = 1,52) dengan NKB = 1,12. Titik impas
produksi padi sawah masing-masing (2.729kg/ha dan 2.883 kg/ha), jagung (2.645 kg/ha dan
2.946), kacang tanah (876 kg/ha dan 943 kg/ha) dan cabe (6.662 kg/ha dan 6.882 kg/ha). Prioritas
strategi pembangunan sektor pertanian yang optimal di Kabupaten Bantul adalah melalui budidaya
komoditas unggulan dan peningkatan kapasitas dan frekuensi penyuluhan, ketersediaan saprodi,
kerjasama antar stakeholder, penyuluhan pengendalian konversi, saprodi murah dan berkualitas,
motivasi kepada generasi muda, implementasi perlindungan lahan pertanian dan pemanfaatan
lahan sesuai tata ruang wilayah.
Kata kunci: komoditas unggulan, zona agro ekologi, strategi pembangunan pertanian

RINGKASAN
NIA PERMATASARI. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Wilayah Berbasis Pertanian dalam
Rangka Pengurangan Kemiskinan di Kalimantan Barat. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO
PRIYARSONO dan AMZUL RIFIN.
Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang mempunyai perkembangan
perekonomian lebih lambat dibandingkan perekonomian nasional dan memiliki jumlah penduduk
miskin terbanyak di Pulau Kalimantan. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan
perekonomian daerah agar dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Kunci keberhasilan suatu
pembangunan adalah perencanaan yang tepat. Perencanaan pada hakekatnya harus didasarkan
pada masalah, kebutuhan dasar dan potensi wilayah agar pembangunan yang dilakukan tepat guna
dan tepat sasaran sehingga mampu meningkatkan perekonomian daerah. Perencanaan
pembangunan perlu dukungan anggaran agar keberhasilan tujuan, sasaran, program dan kegiatan
dapat tercapai. Sektor pertanian merupakan kontribusi utama dalam struktur perekonomian
masyarakat Kalimantan Barat. Pertanian menjadi sektor yang diharapkan mampu mengurangi
kemiskinan, tetapi alokasi anggaran untuk sektor pertanian masih sangat kecil.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja keuangan daerah, kinerja sektor pertanian
dan kemiskinan di Kalimantan Barat; mengidentifikasi keterkaitan antara kinerja keuangan daerah,
kinerja sektor pertanian dan kemiskinan di Kalimantan Barat; serta merumuskan strategi
pembangunan ekonomi wilayah berbasis pertanian dalam mengurangi kemiskinan di Kalimantan
Barat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis
regresi berganda dengan data panel terhadap 14 kabupaten/kota dengan periode penelitian tahun
2008-2013.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa masih rendahnya kinerja keuangan daerah
Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat. Hal tersebut tergambar melalui derajat desentralisasi fiskal
yang relatif rendah yaitu kurang dari 10%, nilai derajat potensi daerah hanya sebesar 15% dan
derajat ketergantungan daerah yang masih cukup tinggi yaitu sebesar 80%. Penduduk miskin yang
paling besar jumlahnya adalah yang bekerja pada subsektor perkebunan yakni 63.18% dari
total penduduk miskin sektor pertanian.
Hasil analisis data panel menunjukkan pengaruh positif antara anggaran pertanian dengan
PDRB pertanian. Adapun hubungan antara share pertanian terhadap tingkat kemiskinan adalah
negatif. Temuan ini memperkuat keyakinan perlunya mendorong lebih kuat lagi pembangunan
pertanian untuk mengurangi angka kemiskinan. Kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi dan pengurangan kemiskinan yang tinggi (pro poor-growth) dilakukan dengan
meningkatkan anggaran sektor pertanian terutama anggaran untuk pembangunan dan diarahkan
untuk memperbaiki program-program penanggulangan kemiskinan.
Kata kunci: kemiskinan, pembangunan ekonomi wilayah, sektor pertanian

RINGKASAN
WINA DWI FEBRINA. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Konversi Lahan Sawah dan
Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Pulau Jawa. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO
PRIYARSONO dan NOER AZAM ACHSANI.
Lahan merupakan sumberdaya yang secara fisik tidak dapat diproduksi sehingga
persediaan lahan terbatas. Tingginya permintaan lahan untuk berbagai kegiatan yang cenderung
melebihi persediaan lahan yang ada dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan lahan. Kelangkaan
lahan mendorong terjadinya persaingan penggunaan lahan dimana peningkatan kebutuhan lahan
untuk suatu kegiatan akan mengurangi ketersediaan lahan untuk kegiatan lainnya. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya konversi lahan.
Terkait dengan permasalahan konversi lahan sawah di Indonesia, tentunya tidak terlepas
dari peranan Pulau Jawa sebagai sentra produksi padi. Pulau Jawa adalah produsen padi terbesar
dengan lahan sawah terluas di Indonesia. Berdasarkan sebarannya, Pulau Jawa memiliki lahan
sawah terluas yakni kurang lebih 3.231 ribu hektar atau 43% dari total luas lahan sawah di
Indonesia. Oleh karena itu, terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di Pulau
Jawa perlu mendapat perhatian karena mempunyai opportunity cost yang sangat besar, diantaranya
dapat mempengaruhi kapasitas produksi padi lokal/nasional mengingat Pulau Jawa merupakan
produsen padi terbesar di Indonesia, sehingga jika tidak diantisipasi, diduga akan berdampak pada
kondisi pangan di masa depan.
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan
konversi lahan sawah, faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah dan dampaknya
terhadap produksi padi di Pulau Jawa. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data
panel terkait konversi lahan sawah tahun 1995-2013. Data dianalisis menggunakan analisis
deskriptif kuantitatif, analisis regresi data panel dan fungsi produksi Cobb Douglas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sepanjang tahun 1995-2013 konversi lahan sawah terjadi di
seluruh provinsi di Pulau Jawa dengan total luas konversi sebesar 370 ribu hektar atau sekitar 19
ribu hektar per tahun dengan laju sekitar 0,57 persen per tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh
secara signifikan terhadap terjadinya konversi lahan di Pulau Jawa adalah nilai tukar petani dan
PDRB sektor industri pengolahan. Berdasarkan nilai elastisitasnya, secara parsial dapat diketahui
bahwa nilai tukar petani dan PDRB sektor industri bersifat inelastis terhadap konversi lahan sawah
di Pulau Jawa. Berdasarkan metode analisis deskriptif kuantitatif dan fungsi produksi Cobb
Douglas diketahui bahwa konversi lahan sawah yang terjadi di Pulau Jawa selama kurun waktu 19
tahun (1995-2013) telah menyebabkan hilangnya kapasitas produksi padi sebesar 57,733 juta ton
gabah atau sekitar 3,038 juta ton gabah per tahun. Bila dikonversikan setara beras, maka konversi
lahan sawah menyebabkan hilangnya produksi sebesar 36,222 juta ton beras atau sekitar 1,906 juta
ton beras per tahun. Berdasarkan elastisitasnya, luas lahan sawah bersifat elastis terhadap produksi
padi.
Kata kunci: konversi lahan sawah, faktor yang memengaruhi, dampak terhadap produksi padi.

RINGKASAN
WULAN METAFURRY. PERANAN COMMUNITY DEVELOPMENT PERUSAHAAN
BATUBARA DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH, Studi Kasus Kabupaten Tanah Bumbu,
Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan EKA INTAN KUMALA
PUTRI.
Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi dengan potensi batubara yang cukup
besar. Pada tahun 2013, total produksi batubara di Kalimantan Selatan sebesar 163,815,779.23 mt.
Salah satu kabupaten yang menjadi penghasil batubara di provinsi ini adalah Tanah Bumbu yang
merupakan kabupaten kedua penghasil batubara terbanyak di Kalimantan Selatan. Namun,
ironisnya pertumbuhan ekonomi Tanah Bumbu tidak sepesat pertumbuhan pertambangan
batubara, dimana pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kesejahteraan
masyarakat. Salah satu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah
pertambangan adalah dengan melaksanakan program community development (comdev).
Comdev adalah kegiatan pengembangan komunitas yang diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan komunitas dalam mencapai kondisi sosial-ekonomibudaya yang lebih baik bila
dibandingkan dengan sebelumnya (Budimanta 2002; Rudito dan Famiola 2013). Dengan adanya
programcomdev, komunitas diharapkan menjadi lebih mandiri dan memiliki kualitas kehidupan
serta kesejahteraan yang lebih baik. Comdev merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban
perusahaan pengelola pertambangan terhadap masyarakat dan lingkungan setempat yang
disalurkan secara rutin. Akan tetapi, tidak setiap program comdev memberikan dampak yang
positif, dimana salah satunya disebabkan oleh implementasi program yang tidak efektif.
Penelitian ini bertujuan (1) mengkaji manfaat pelaksanaan program comdev perusahaan
batubara bagi masyarakat dan lingkungan di Kabupaten Tanah Bumbu, (2) mengkaji efektivitas
pelaksanaan program comdev oleh perusahaan batubara di Kabupaten Tanah Bumbu, serta (3)
menghitung kontribusi program comdev perusahaan batubara terhadap perekonomian wilayah
Kabupaten Tanah Bumbu. Analisis yang digunakan untuk mengukur manfaat comdev adalah
Second Order Confirmatory Factor Analys (2nd CFA) (secara keseluruhan) dan Community
Development Index (CDI) untuk analisis secara spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara umum manfaat dari program comdev telah dirasakan oleh masyarakat. Manfaat yang paling
besar dirasakan oleh masyarakat adalah comdev di bidang kesehatan. Manfaat comdev di bidang
ekonomi juga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Bantuan modal yang berikan melalui
kegiatan comdev dirasakan masyarakat cukup membantu perekonomian masyarakat. Selain dalam
bentuk bantuan modal, salah satu program comdev adalah memberikan pelatihan dan
pendampingan kepada masyarkat untuk membangun usaha madiri. Sedangkan bantuan di bidang
pendidikan dan infrastruktur meskipun manfaatnya cukup dirasakan oleh masyarakat namun
kurang signifikan kontribusinya. Hal ini disebabkan bantuan infrastruktur sangat besar dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat yang tinggal sangat dekat dengan perusahaan dan sebaliknya.
Sementara itu, untuk melihat efektivitas comdev dalam penelitian ini diukur melalui lima
indikator yaitu manfaat, kesesuaian, keberlanjutan, dampak, dan partisipasi yang diuji dengan
menggunakan Structural Equation Model (SEM). Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel
yang berpengaruh terhadap efektivitas comdev adalah manfaat, kesesuaian, keberlanjutan dan
partisipasi masyarakat dengan kontribusi sebesar 42 persen. Bila dilihat dari besarnya pengaruh
antar variabel, maka variabel partisipasi masyarakat paling menentukan suatu program dikatakan
efektif, kemudian variabel manfaat diurutan kedua, selanjutnya ikuti oleh variabel keberlanjutan

dan kesesuaian program. Efektivitas suatu program tercermin dari manfaat dirasakan oleh
masyarakat penerima program. Dari model yang dibangun, pengaruh langsung efektivitas
terhadapmanfaat adalah sebesar 1.02 dengan kontribusi sebesar 62 persen yang berarti bahwa
program yang diberikan sudah cukup efektif sehingga manfaatnya dirasakan oleh masyarakat
setempat.
Disisi lain, variabel dampak tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
keefektifan program. Disadari comdev memang memberikan dampak positif, namun manfaat yang
diterima dari kegiatan comdev tidak sebanding dengan dampak negatif yang diterima oleh
masyarakat setempat. Selain itu, tidak semua program yang diberikan oleh perusahaan mampu
menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan pertambangan, terutama
masalah di bidang lingkungan. Meskipun demikian, kegiatan ini mampu meredam konflik
yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat setempat.
Hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan Principal Component Analysis
(PCA) untuk menghitung kontribusi comdev terhadap perekonomian wilayah menunjukkan
program comdev yang dilakukan oleh perusahaan tambang di Kabupaten Tanah Bumbu telah
memberikan manfaat yang signifikan terhadap perekonomian wilayah setempat serta dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Kata kunci: comdev, efektivitas program, perekonomian wilayah

RINGKASAN
YELLY REFITA.Evaluasi Efektivitas dan Strategi Pengembangan Program Sarjana Membangun
Desa. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan ARIF IMAM SUROSO.
Program Sarjana Membangun Desa (SMD) merupakan suatu program Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian dengan menempatkan
para lulusan perguruan tinggi bidang peternakan dan kesehatan hewan di kelompok ternak guna
mengatasi kendala rendahnya kualitas SDM peternakan di pedesaan melalui transfer ilmu
pengetahuan dan teknologi dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Program SMD sudah
dilaksanakan sejak tahun 2007 dengan total kelompok penerima program 2.694 kelompok
SMD.Namun sejauh ini dampak program SMD belum dapat meningkatkan kesejahteraan anggota
kelompoknya.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap
pelaksanaan program SMD. Evaluasi dilakukan melalui analisis kesesuaian potensi daerah
penerima program SMD, evaluasi efektivitas program SMD hingga merumuskan strategi
pengembangan program SMD.
Analisis kesesuaian potensi daerah penerima program SMD dilakukan dengan analisis
Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Evaluasi C