Analisis Citra Berformat JPEG Hasil Olahan dari Citra Original Berdasarkan Metode Matching Block dan Deteksi Tepi Block JPEG Terkompresi

(1)

ANALISIS CITRA BERFORMAT JPEG HASIL OLAHAN DARI CITRA ORIGINAL BERDASARKAN METODE MATCHING BLOCK

DAN DETEKSI TEPI BLOCK JPEG TERKOMPRESI

TESIS

Oleh

KASMIR TANJUNG 087034020 / TE

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS CITRA BERFORMAT JPEG HASIL OLAHAN DARI CITRA ORIGINAL BERDASARKAN METODE MATCHING BLOCK

DAN DETEKSI TEPI BLOCK JPEG TERKOMPRESI

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Elektro Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

KASMIR TANJUNG 087034020/TE

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS CITRA BERFORMAT JPEG HASIL OLAHAN DARI CITRA ORIGINAL BERDASARKAN METODE MATCHING BLOCK DAN DETEKSI TEPI BLOCK JPEG TERKOMPRESI

Nama Mahasiswa : Kasmir Tanjung

Nomor Pokok : 087034020

Program Studi : Teknik Elektro

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ir. Usman Baafai Ketua

)

(Prof.Dr. Opim S.Sitompul. M.Sc) (Soeharwinto, ST.MT

Anggota Anggota

)

Sekretaris Program Studi, Dekan,

(Drs. Hasdari Helmi, MT) (Prof. Dr.Ir.Bustami Syam, MSME)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 4 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Ir. Usman Baafai Anggota : Prof.Dr.Opim S.Sitompul, M.Sc

1.Soeharwinto, ST.MT 2.Prof.Drs. Tulus, M.Si.Ph.D 3.Prof.Dr. Muhammad Zarli


(5)

ABSTRAK

Pemalsuan gambar digital umumnya dengan melakukan peng-copy-an bagian tertentu pada gambar dan mem-paste-kan pada bagian yang lain pada gambar yang sama (Cloning), dan, atau melakukan peng-copy-an bagian tertentu dari satu gambar atau lebih lalu mem-paste-kan pada gambar objek yang akan dipalsukan (Splicing), untuk mendeteksi gambar dipalsukan khususnya file gambar berformat JPEG dapat dilakukan dengan mendeteksi data EXIF pada gambar, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah sebuah gambar telah dilakukan pengolahan dengan aplikasi pengolah gambar, lalu kemudian menentukan bagian yang dipalsukan dengan mencari jejak-jejak (artefak) berdasarkan anomali-anomali yang terjadi pada blok-blok ketika file format JPEG di kompres, karena ketika dikompres file gambar berformat JPEG dilakukan berdasarkan Block Oriented sehingga ketika gambar dipalsukan akan terlihat anomali-anomali yang terdapat pada blok-blok tersebut, untuk mendeteksinya dapat dilakukan dengan metode Block Matching dan Deteksi Tepi, metode ini termasuk Pasif Blind Image Forensic (PBIF) pada bidang Image Forensic.


(6)

ABSTRACT

Digital image forgery generally by copying certain parts of an image and paste in the other parts of the same image (Cloning), and, or perform copying an specific part of an image or more ago the paste on the image object to be falsified (splicing), for detecting forged images particularly JPEG image files can be done by detecting the EXIF data in the image, the goal is to determine whether an image has been done processing with image processing applications, and then determining section falsified by finding traces (artifacts) based anomalies that occur in blocks when compressed JPEG format files, because when compressed JPEG format image file made by the Block Oriented so that when the forged image will look anomalies contained in the blocks, to detect it can be done by the method of block Matching and Edge Detection, this method includes Passive Blind Image Forensic (PBIF) in the field of Forensic Image.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat kurikulum Program Studi Magister Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Penelitian tesis ini berjudul, “ Analisis Citra Berformat JPEG Hasil Olahan dari Citra Original Berdasarkan Metode Matching Block dan Deteksi Tepi Block JPEG Terkompresi”.

Penulis terutama sekali mengucapkan terima kasih kepada keluarga atas doa dan semangat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan sini.ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir Usman Baafai, Bapak Prof. Dr. Opim S Sitompul, dan Bapak Soeharwinto ST, MT sebagai pembimbing atas segala saran, bimbingan dan nasehatnya selama penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para penguji : Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan Bapak Prof. Dr. Tulus yang banyak memberikan masukan atas penulisan tesis ini. Tidak lupa juga kepada staf pengajar selama menempuh perkuliahan khususnya staf administrasi pada program Studi Magister Teknik Elektro yang selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan tesis ini.


(8)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan cakrawala baru bagi para pembaca dan memotivasi untuk lebih mengembangkan ilmu pengetahuan yang dapat berguna untuk kedepannya.

Medan, Maret 2015 Penulis,


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Kasmir Tanjung Tempat/Tanggal Lahir : Sibolga, 12 April 1960 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Alamat : Jl.Stella I No. 85, Simpang Selayang Medan Tuntungan

Menerangkan dengan sesungguhnya riwayat hidup sebagai berikut: PENDIDIKAN

1. Tamatan SD Islamiyah, Sibolga : Tahun 1972 2. Tamatan SMPN I, Sibolga : Tahun 1975 3. Tamatan SMAN IX, Bandung : Tahun 1979 4. Tamatan S1, USU : Tahun 1992

PEKERJAAN

 Staf Pengajar Departemen Teknik Elektro

Medan, 2 Maret 2015 Penulis,


(10)

Kasmir Tanjung DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK……… ABSTRACT……….. KATA PENGANTAR……….……… DAFTAR RIWAYAT HIDUP……… DAFTAR ISI……… DAFTAR GAMBAR………... DAFTAR TABEL……… BAB 1 PENDAHULUAN………..

1.1. Latar Belakang Masalah……… 1.2. Perumusan Masalah………... 1.3. Tujuan Penitian………. 1.4. Batasan Masalah……… 1.5. Manfaat Penelitian………. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 2.1. Gambar Digital……….. 2.2. Ruang Warna (Color Space) Gambar Digital…………... 2.3. Definisi dan Pengertian Gambar JPEG………. 2.4. Algoritma Kompresi JPEG……… 2.5. Algoritma Pemalsuan Gambar……….. 2.6. Threshold……… 2.7. Definisi serta Algoritma-Algoritma Pencocokan Blok…. 2.8. Algoritma Deteksi Tepi………...……….. BAB 3 METODELOGI PENELITIAN………...

i ii iii v vi viii ix 1 1 6 7 7 8 9 9 12 14 16 21 24 27 31 37


(11)

3.1. Data………... 3.2. Pengujian………... 3.2.1. Pengujian data EXIF………... 3.2.2. Pengujian gambar cloning……… 3.2.3. Pengujian gambar splicing….……..……….. 3.3. Perangkat yang digunakan………. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAAN………... 4.1. Data Sampel………... 4.2. Hasil Pengujian……….. 4.2.1. Hasil pengujian data EXIF menggunakan

JPEGsnoop_v1_6_0………. 4.2.2. Hasil pengujian menggunakan metode matching Block……….. 4.2.3. Hasil pengujian menggunakan metode deteksi tepi. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN……….. 5.1. Kesimpulan……… 5.2. Saran……….. DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

37 37 38 38 39 41 42 42 43 43 47 51 54 54 54 56 59


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. 2.2.

2.3.

2.4.

2.5. 2.6.

2.7.

2.8.

3.1. 4.1.

4.2.

Kubus warna RGB………..….. Proses mendapatkan nilai koefisien DCT untuk salah satu blok piksel (a). nilai piksel origin, (b). nilai dikurangi 128, (c). nilai koefisien DCT……….…. Nilai hasil proses kuantisasi (a). nilai koefisien sebelum kuantisasi, (b). Tabel Q JPEG (luminance,Q=50), (c). nilai koefisien DCT setelah kuantisasi………. Ilustrasi daerah yang dipalsukan (a) dan (b) adalah piksel-piksel gambar asli, (c) adalah hasil pengolahan... Histogram segmentasi citra berdasarkan threshold…………...…. (a). Histogram dengan threshold tunggal, (b). Histogram dengan threshold adative……….…… (a). Piksel bertetanggan batas blok, (b). Piksel bertetangga dalam blok……….…………... Histogram dari Z’ dan Z’, (a). Histogram H1 dan HII , (b).

Perbedaan HI dan

HII………

Alur pendeteksi………..………... Sampel data uji cloning2.jpg, (a) gambar asli, (b) gambar cloning, yang dilingkari adalah duplikasi (c) gambar hasil deteksi………...……… Gambar 4.2. (a) dan (b) adalah gambar sumber, (c) adalah gambar hasil splicing Q=85, dan (d) adalah hasil deteksi

13

18

19

21 24

25

34

35 40

50


(13)

4.3.

dengan threshold 70 ………...………. Gambar 4.3. (a) dan (b) adalah gambar sumber, (c) adalah gambar hasil splicing Q=85, dan (d) adalah hasil deteksi dengan threshold 70……….

53 DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1.

4.1.

Penelitian yang berkaitan dengan pendeteksian gambar palsu cloning dan splicing………..

Hasil pengujian dengan menggunakan JPEGsnoop_v1_6_0,terhadap seluruh data sampel…………..…..

5


(14)

ABSTRAK

Pemalsuan gambar digital umumnya dengan melakukan peng-copy-an bagian tertentu pada gambar dan mem-paste-kan pada bagian yang lain pada gambar yang sama (Cloning), dan, atau melakukan peng-copy-an bagian tertentu dari satu gambar atau lebih lalu mem-paste-kan pada gambar objek yang akan dipalsukan (Splicing), untuk mendeteksi gambar dipalsukan khususnya file gambar berformat JPEG dapat dilakukan dengan mendeteksi data EXIF pada gambar, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah sebuah gambar telah dilakukan pengolahan dengan aplikasi pengolah gambar, lalu kemudian menentukan bagian yang dipalsukan dengan mencari jejak-jejak (artefak) berdasarkan anomali-anomali yang terjadi pada blok-blok ketika file format JPEG di kompres, karena ketika dikompres file gambar berformat JPEG dilakukan berdasarkan Block Oriented sehingga ketika gambar dipalsukan akan terlihat anomali-anomali yang terdapat pada blok-blok tersebut, untuk mendeteksinya dapat dilakukan dengan metode Block Matching dan Deteksi Tepi, metode ini termasuk Pasif Blind Image Forensic (PBIF) pada bidang Image Forensic.


(15)

ABSTRACT

Digital image forgery generally by copying certain parts of an image and paste in the other parts of the same image (Cloning), and, or perform copying an specific part of an image or more ago the paste on the image object to be falsified (splicing), for detecting forged images particularly JPEG image files can be done by detecting the EXIF data in the image, the goal is to determine whether an image has been done processing with image processing applications, and then determining section falsified by finding traces (artifacts) based anomalies that occur in blocks when compressed JPEG format files, because when compressed JPEG format image file made by the Block Oriented so that when the forged image will look anomalies contained in the blocks, to detect it can be done by the method of block Matching and Edge Detection, this method includes Passive Blind Image Forensic (PBIF) in the field of Forensic Image.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sebuah gambar yang dilihat atau dijumpai terutama dalam dunia digital bisa saja adalah sebuah gambar yang telah dimanipulasi. Dengan maraknya kamera digital termasuk kecanggihan teknologinya dan perangkat lunak pengolah gambar dengan kelengkapan toolsnya menimbulkan hasrat bagi pengguna untuk melakukan manipulasi citra digital baik sekedar hiburan maupun memang bermaksud untuk melakukan pemalsuan content citra apalagi dengan dukungan fasilitas internet semakin memudahkan untuk menyebarluaskannya hal ini semakin menjadi suatu objek yang menghibur tapi sekaligus juga dapat menjadikannya sebagai media “penipuan” akan kebenaran sebuah citra.

Secara umum gambar palsu dapat dikategorikan sebagai penipuan walaupun tidak semua gambar palsu adalah hal yang buruk bisa saja sebagai hiburan tetapi juga dapat dihasilkan untuk tujuan penelitian dan pengembangan misalnya untuk memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kualitas gambar. Mungkin motif yang paling berbahaya didalam menghasilkan gambar palsu adalah untuk


(17)

mendapatkan keuntungan maupun mengubah persepsi masyarakat tentang sebuah kebenaran peristiwa.

Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas diperlukan suatu langkah yang dapat memberikan kepastian terhadap keaslian sebuah gambar. Hal itulah menyebabkan munculnya forensic terhadap keaslian sebuah citra awal munculnya forensic adalah untuk keperluan pembuktian secara hukum didalam suatu persidangan sehingga dari fakta yang dikemukakan dapat diterima sebagai bukti yang membenarkan lalu berkembang menjadi salah satu bidang pengetahuan dikenal sebagai image forensic [1].

Image forensic bisa dibedakan berdasarkan target peng-identifikasiannya yaitu metode aktif dan metode pasif [2][3]. Metode aktif targetnya adalah untuk mendeteksi berdasarkan mencari informasi yang telah ditanamkan sebelumnya pada gambar seperti watermark (misalnya watermark yang ditanamkan pada duit kertas) sedangkan metode pasif biasa disebut PBIF (Passive Blind Image Forensic) adalah mendeteksi dengan mencari informasi secara “membuta” dimana segala jejak yang dapat ditangkap sebagai informasi digunakan untuk dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk pendeteksian spesifiknya mencari inkonsistensi pada gambar target.

Secara umum gambar digital dihasilkan dari suatu proses, gambar digital dapat berasal dari berbagai perangkat pencitraan misalnya, kamera, scanner, teknologi komputer grafis, dll. Namun perangkat pencitraan yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda karena penggunaan alat fisika yang berbeda, berbeda pengolahan gambar, berbeda parameter yang diterapkan di dalam perangkat


(18)

pencitraan, dll. Hasilnya akan menyebabkan berbeda pula pola gambar keluaran. Pola-pola ini dikenal sebagai "sidik jari" yang melekat dari perangkat pencitraan atau dengan kata lain gambar asli selalu mengandung beberapa konsisten karakteristik seperti distribusi kebisingan, kondisi cahaya, korelasi antar piksel, dan sebagainya. Karakteristik akan berubah setelah beberapa operasi pengolahan citra dimana beberapa fitur dari gambar yang diubah akan menjadi lebih atau kurang konsisten, berdasarkan perubahan-perubahan “sidik jari” tersebut, PBIF menggunakannya sebagai sumber informasi untuk pengidentifikasian m

Image forgery (gambar dipalsukan), image tampering (gambar dirusak) adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyatakan gambar palsu [4]. Ada beberapa jenis pemalsuan, seperti cloning, splicing, retouching, rotating, scaling, dll, tapi yang umum dilakukan adalah cloning yaitu menduplikasi bagian tertentu sebuah gambar dan meletakkannya pada bagian lain di gambar yang sama biasa disebut copy-move dan splicing yaitu menduplikasi bagian tertentu dari satu gambar atau lebih dan meletakkannya pada bagian tertentu di gambar target (copy-move pada gambar yang berbeda) [2]. Meskipun banyak jenis pemalsuan yang lain tapi kebanyakan penelitian yang dilakukan adalah untuk kedua jenis tersebut [4].

enemukan perbedaan inilah yang menjadi kunci dalam melakukan deteksi terhadap palsu tidaknya sebuah gambar meskipun deteksi pemalsuan gambar merupakan sesuatu hal yang kompleks tapi berdasarkan pendekatan dan bukti akumulatif yang diperoleh dapat ditafsirkan hasilnya dan memberikan argument yang cukup meyakinkan tentang keaslian konten sebuah gambar [3].


(19)

Secara umum gambar yang beredar didunia digital khususnya internet adalah gambar dengan format JPEG hal ini dikarenakan JPEG memiliki standar untuk pertukaran metadata dikenal dengan format JFIF (JPEG File Interchange Format) yang memungkinkan JPEG dapat dipertukarkan antar platform dan aplikasi [5]. Sementara perangkat pencitraan digital umumnya mempunyai format EXIF yang berisi antara lain informasi standar seperti dimensi gambar, tanggal dan waktu akuisisi, dll [6] tetapi tidak mendukung profil warna sehingga kebanyakan EXIF disimpan dalam format JFIF di dalam pengolahannya walaupun standar EXIF baru menyediakan hampir semua standar JFIF dalam fiturnya [5].

Salah satu ciri khas kompresi JPEG adalah kompresi berbasis blok ukuran 8x8 piksel [6][7], hal ini menyebabkan adanya yang dikenal dengan istilah block artifact karena blok piksel diperlakukan sebagai entitas tunggal dan dikodekan secara terpisah, korelasi antara blok berdekatan tidak diperhitungkan dalam pengkodean sehingga menghasilkan batas blok ketika gambar didekode. Akibatnya perubahan kecil intensitas pada piksel bertetangga apabila melintasi perbatasan blok bisa jatuh ke interval kuantisasi yang berbeda inilah yang dikenal sebagai artefak blok (Block Artifact). Dalam perkembangannya masalah blok tersebut menjadi fokus kebanyakan dari penelitian yang berkaitan dengan pendeteksian gambar JPEG karena apabila sebuah gambar JPEG telah diolah maka akan meninggalkan jejak-jejak tertentu pada blok-blok terkompresi tersebut.

Penelitian berbasis blok ini juga sering digunakan untuk melakukan pendeteksian terhadap pemalsuan gambar secara cloning dan splicing. Pendeteksian


(20)

gambar cloning fokusnya adalah untuk mencari blok yang identik pada gambar kasus sedangkan pendeteksian gambar splicing fokusnya adalah mencari inkonsistensi dari blok yang bertetangga. Banyak metode yang diterapkan untuk mencari pendeteksian berbasis blok pada Tabel 1.1 ada beberapa penelitian yang dilakukan berdasarkan blok terkompresi yang juga penulis jadikan sebagai bahan referensi pada penelitian ini.

Tabel 1.1. Penelitian yang berkaitan dengan pendeteksian gambar palsu cloning dan splicing

No. Peneliti Judul Metode &

Algoritma

Hasil

1. M Sridevi, C Mala, S Sandeep . 2012 [2]

Copy-move image forgery detection in parallel environment

Mencari kemiripin array blok. Paralel sort block Reduksi waktu dan akurasi deteksi cloning 2. Wang Jung Wen,

Liu Guangjie, Wang

Zhiquan,2009.[7]

Detecting JPEG image forgery based on double

compression

Mencari kemiripin array blok. Efek double

compression

Akurasi deteksi cloning

3. Jessica Fridrich, David Soukal, and Jan Lukáš,2003. [8]

Detection of copy-move forgery in digital images Mencari kemiripin array blok. Blok over-lapping robust match. Akurasi deteksi cloning

4. Junfeng He, Zhouchen Lin, Lifeng Wang, Xiaoou Tang. [9]

Detecting doctored JPEG images via DCT coefficient analysis Mencari blok konsisten. Efek double quantization Akurasi deteksi cloning

5. Yanjun Cao, Tiegang Gao, Li

A robust detection algorithm for

copy-Mencari kemiripan array block.

Akurasi deteksi


(21)

Fan, Qunting Yang, 2011. [10]

move foregery in digital image

Membagi blok menjadi 4 subblok circle block.

cloning

Tabel 1.1. (sambungan)

No. Peneliti Judul Metode &

Algoritma

Hasil

6. Weiqi Luo, Zhenhua Qu, Jiwu Huang, Guoping Qiu. [11]

A novel method for detecting cropped and recompressed image block Mencari blok inkonsisten block artifact efek recompressed Akurasi deteksi splicing

7. Wei Wang, JingDong, Tieniu Tan, 2009. [12]

Effective image splicing detection based on image chroma

Mencari

perbedaan array blok.

Deteksi tepi dan gray level co occurance matriks pada saluran chroma Akurasi deteksi splicing

Berkaitan dengan hal tersebut penelitian ini akan melakukan suatu analisa yang mengarah kepada upaya menyelidiki keaslian suatu gambar digital. Dengan memilih beberapa metode yang telah pernah dilakukan, penulis melakukan penelitian sejauh mana tingkat akurasi dari metode yang dipilih.


(22)

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas permasalahan adalah bagaimana mengidentifikasi sebuah gambar apakah telah mengalami proses manipulasi atau tidak (gambar masih original).

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengidentifikasi orisinilitas sebuah gambar berdasarkan metode pasif.

Proses identifikasi tersebut akan dilakukan dengan:

a. melakukan pencarian terhadap blok-blok bagian gambar yang identik sebagai dasar bahwa telah dilakukan cloning.

b. melakukan pencarian terhadap tepi blok-blok bertetangga gambar yang kurang konsisten sebagai dasar bahwa telah dilakukan splicing.

c. menguji hasil penganalisaan terhadap gambar untuk membuktikan apakah telah dilakukan proses manipulasi.

1.4. Batasan Masalah

Tidak semua jenis format gambar akan digunakan dalam penelitian ini demikian pula metode identifikasi yang digunakan. Secara rinci, batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Format gambar : JPEG. b. Ukuran gambar : Variasi.


(23)

d. Teknik pemalsuan: Cloning dan Splicing.

e. Metode analisa: Matching Block dan Deteksi Tepi.

f. Perangkat lunak pendukung: Matlab, Photoshop, dan JPEGsnoop_v1_6_0.

1.5. Manfaat Penelitian

Memperoleh cara untuk mendeteksi apakah telah dilakukan pengolahan terhadap sebuah gambar digital serta untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan dari metode yang diterapkan.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambar Digital

Gambar digital adalah proses digitalisasi dari suatu objek gambar yang umumnya direpresentasikan dalam bentuk matriks dimensi dua (2D) yang isinya berupa kumpulan nilai intensitas dari pixel (picture element/piksel) gambar. Piksel bisa dikatakan sebagai informasi warna pada titik kordinat suatu matriks fungsi f(x,y) dan merupakan suatu unit terkecil pada gambar.

Apabila diasumsikan bahwa sebuah gambar digital adalah berupa kumpulan angka sebagai representasi nilai intensitas L dan terletak pada bidang empat persegi panjang dengan dimensi lebar M dan dimensi tinggi N untuk suatu fungsi f(x,y) yang merupakan matriks dari gambar digital maka gambar digital dapat dinyatakan sebagai fungsi:                 − − − − − − = ) 1 , 1 ( ) 1 , 1 ( ) 0 , 1 ( ... ... ... ... ) 1 , 1 ( ... ) 1 , 1 ( ) 0 , 1 ( ) 1 , 0 ( ... ) 1 , 0 ( ) 0 , 0 ( ) , ( M N f N f N f M f f f M f f f y x f ………...………(2.1) dimana:      ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ L f N y M x y x f 0 0 0 ) , (


(25)

Koordinat f(x,y) gambar digital seperti terlihat pada Persamaan (2.1) dimulai dari kiri atas bergeser kekanan setiap baris dan berakhir pada kanan bawah atau dengan kata lain titik awal f(0,0) terletak pada kiri atas dan titik akhir f(N-1,M-1) terletak pada kanan bawah [13].

Sebuah gambar digital disimpan dalam bit dan juga dapat dicirikan dalam hal kedalaman bit. Kedalaman bit adalah jumlah bit yang digunakan untuk menyimpan satu pixel. Kedalaman bit yang besar dari gambar adalah besar jumlah nada atau warna yang dapat diwakili. Sebuah gambar biner adalah yang diwakili oleh satu bit dengan nilai bit '0’ 'untuk hitam dan '1' untuk putih. Sebuah gambar grayscale adalah terdiri dari pixel diwakili oleh berbagai bit informasi biasanya berkisar antara 2 sampai 8 bit atau lebih dan gambar warna biasanya diwakili oleh kedalaman bit mulai dari 8 sampai 24 atau lebih tinggi [4].

Piksel bisa dikatakan sebagai informasi warna pada titik kordinat suatu matriks fungsi f(x,y) dan merupakan suatu unit terkecil pada gambar.

Gambar digital mempunyai struktur yang dinyatakan dalam format file. Pada dasarnya format file adalah teknik kompresi file yang dikodekan untuk keperluan penyimpanan dan pertukaran data sehingga bisa mereduksi ukuran file dan meminimalkan penggunaan bandwidth. Kedalaman bit adalah jumlah bit yang digunakan untuk menyimpan satu pixel. Kedalaman bit yang besar dari gambar adalah besar jumlah nada atau warna yang dapat diwakili Berdasarkan dari format file, gambar digital dapat dibedakan berdasarkan jenis formatnya misalnya seperti JPEG, PNG, BMP, GIF, dll.


(26)

Secara umum tipe gambar digital dapat dibedakan atas [14]: 1. Binary image (gambar biner).

Gambar biner adalah jenis gambar yang hanya berisi informasi warna hitam atau putih saja berarti setiap piksel pada citra gambar diwakili oleh nilai “1” atau “0”.

2. Grayscale image (gambar abu-abu).

Gambar abu-abu merupakan informasi lebih detail dari gambar biner dengan menunjukkan tingkat kecerahan (level brightness), sebuah gambar grayscale mengandung tingkat kecerahan dari warna putih dan dari warna hitam. Jumlah level tergantung pada kedalaman bit yang digunakan untuk menyimpan level brightness untuk kedalaman n bit maka level brightness adalah 2n level. Umumnya tingkat kedalaman bit yang digunakan adalah 8 sehingga sebuah gambar grayscale bisa mengandung 256 tingkat kecerahan.

3. Color image (gambar berwarna).

Gambar berwarna adalah merupakan informasi dari kecerahan masing-masing dari tiga warna dasar RGB tingkat kecerahan mengontrol intensitas warna merah (R), hijau (G), dan biru (B) yang digunakan dalam gambar, setiap piksel pada gambar merupakan tiga elemen vektor. Untuk kedalaman bit n maka gambar dapat memiliki level warna yang memungkinkan hingga 23n.


(27)

2.2. Ruang Warna (Color Space) Gambar Digital

Warna pada gambar dapat bervariasi untuk menyatakan warna sebagai sebuah nilai, didalam prosesnya dilakukan pendekatan dengan menggunakan ruang warna dimana ukuran-ukuran tertentu yang digunakan menjadi dasar dari pengelompokan ruang warna tersebut. Warna sebagai nilai intensitas mempunyai skala range bergerak dari pencahayaan paling gelap (hitam) sebagai nilai minimal dan pencahayaan paling terang (putih) sebagai nilai maksimal.

Ruang warna mengacu pada sensasi manusia terhadap warna ada beberapa sensasi didefinisikan yang menjadi dasar CIE (komisi internasional yang menangani color space) untuk mengukur warna yaitu [15]:

a. Brightness: sensasi terhadap dimana suatu daerah menunjukkan pencahayaan yang lebih atau kurang.

b. Hue: sensasi terhadap daerah yang mirip dengan salah satu atau lebih dari warna merah, kuning, hijau, dan biru.

c. Colourfulness: sensasi terhadap daerah yang menunjukkan Hue yang lebih atau kurang.

d. Lightness: sensasi terhadap kecerahan relatif mengacu ke warna putih pada lokasi gambar.

e. Chroma: colourfulness dari kecerahan relatif mengacu ke warna putih. f. Saturation: colourfulness mengacu kepada brightness relatif.


(28)

Dari sensasi diatas banyak ruang warna yang didefinisikan maupun transformasi dari bentuk dasarnya diklasifikasikan sesuai dengan HVS (Human Visual Sistem), antara lain adalah:

1. RGB

Salah satu ruang warna yang umum adalah berdasarkan teori tri-chromatic dimana RGB digunakan sebagai parameter untuk menentukan warna ini didasarkan bahwa retina mata mengambil sample warna menggunakan tiga broadband merah (R), hijau (G) dan biru (B). Suatu gambar dalam ruang warna RGB merupakan informasi kecerahan warna merah, hijau dan biru yang digunakan pada gambar nilai intensitas RGB. Konversi nilai piksel RGB divisualisasikan ke CIE-XYZ sebagai kubus dengan titik sudut bawah menjadi nilai R,G, dan B masing-masing sama dengan 0(nol) sebagai representasi warna hitam dan sudut pojok atas berlawanan nilai R,G, dan B masing-masing 255 sebagai representasi warna putih, untuk 8 bit saluran R,G,B inilah yang menjadi dasar operasi ruang warna pada komputer dan fotografi (Gambar 2.1).


(29)

Suatu gambar dalam ruang warna RGB merupakan informasi kecerahan warna merah, hijau dan biru yang digunakan pada gambar nilai intensitas RGB sesuai dengan rata-rata tingkat kecerahan masing-masing saluran R,G,dan B pada piksel tersebut [15][16].

2. YCbCr

YCbCr bukanlah ruang warna absolute melainkan transformasi dari RGB yang di transform menjadi sensasi luminance dan chroma. Y adalah komponen untuk luminance, Cr adalah komponen chroma perbedaan merah dan Cb adalah komponen chroma perbedaan biru.

Tranformasi RGB ke YCrCb didapat berdasarkan Persamaan (2.2).

0.299000 0.587000 0.114000 0 0.168736 0.331264 0.500002 128 0.500000 0.418688 0.081312 128

b

r

Y R

C G

C B

       

  = −    +

       

   − −     

       

…………(2.2)

YCrCb umum digunakan pada citra Video dan TV.

2.3. Definisi dan Pengertian Gambar JPEG

Istilah "JPEG" adalah singkatan untuk Joint Photographic Experts Group yang menciptakan standar Jpeg. Jenis media MIME (Multipurpose Internet Mail Extensions) untuk JPEG adalah image/jpeg (didefinisikan dalam RFC 1341) tipe MIME adalah penggunaan untuk mengidentifikasi bagian non-ASCII dari pesan email yang menggunakan spesifikasi MIME. Tanpa jenis MIME klien email tidak


(30)

akan bisa memahami jika file attachment adalah file grafis atau lainnya dan tidak akan mampu menangani lampiran dengan

JPEG juga memiliki standar untuk pertukaran metadata dikenal dengan format JFIF (JPEG File Interchange Format) yang memungkinkan JPEG dapat dipertukarkan antar platform dan aplikasi.

tepat [5].

Kebanyakan format file gambar adalah JPEG karena umumnya gambar yang beredar adalah hasil kamera digital dan kebanyakan kamera digital mempunyai standar format EXIF (Exchangeable Image File Format) yang berisi antara lain informasi standar seperti dimensi gambar, tanggal dan waktu akuisisi, dll, tetapi karena tidak mendukung profil warna, EXIF disimpan dalam format JFIF di dalam pengolahannya.

Pada JPEG dikenal istilah faktor quality yaitu tingkat kuantisasi yang digunakan pada proses kompresi JPEG, faktor quality menjadi faktor yang menentukan tingkat rasio kompresi dimana berkorelasi langsung dengan besarnya byte yang dihasilkan.

Sebuah gambar JPEG bisa berwarna atau grayscale. Operasi pada encode biasanya dengan nilai pixel kisaran 0 sampai 255 (8-bit). Dalam kasus gambar grayscale, sejumlah 8-bit tunggal mewakili tingkat abu-abu di setiap pixel. Gambar berwarna menggunakan batas yang sama tetapi termasuk tiga 8-bit satu untuk saluran merah, hijau, dan biru. Hal ini memungkinkan untuk penciptaan gambar warna

24-Beberapa tools forensic memanfaatkan informasi EXIF untuk mengetahui apakah sebuah file gambar telah diolah dari gambar asli hasil kamera pada penelitian


(31)

ini digunakan tools JPEGsnoop_v1_6_0 sebagai deteksi awal adanya manipulasi gambar.

2.4. Algoritma Kompresi JPEG

Kompresi di dalam gambar digital adalah suatu teknik yang meminimalisasi ukuran file sehingga mengurangi pemakaian memori dan bandwidth data stream dengan rasio kompresi tertentu.

Ada dua jenis kompresi yang sering digunakan, yaitu kompresi Lossy dan Lossless.

Lossy : gambar dikodekan dengan membuang secara selektif informasi yang dapat meningkatkan rasio kompresi tetapi dengan meminimalkan efek distorsi pada pandangan ketika melihat citra rekonstruksi sebagai piksel aslinya. Umum digunakan untuk kompres data multimedia (gambar dan video) yang berkaitan dengan data streaming pada komunikasi jaringan [17].

Lossless : gambar dikodekan untuk menjamin pemulihan yang persis sama dari setiap piksel aslinya meskipun rasio kompresi lebih kecil. Umumnya digunakan untuk data teks atau dalam kasus dimana penyimpangan data asli bisa merugikan [17].

JPEG umumnya menggunakan kompresi Lossy, kecuali JPEG 2000 yang mendukung kompresi Lossy dan Lossless. Standar kompresi yang ditetapkan ISO (International Standards Organization) dan IEC (International Electro-technical Commission) gambar JPEG menggunakan skema DCT (Discrete Cosine Transform). Domain DCT digunakan untuk mengkonversi sinyal kenilai-nilai koefisien dengan


(32)

kemampuan untuk melakukan operasi pemotongan (truncating) dan pembulatan (rounding) sehingga memungkinkan kompresi sinyal berlangsung.

Kompresi JPEG beroperasi pada setiap komponen saluran warna secara terpisah sehingga hanya akan berurusan dengan 8-bit piksel. Ini memungkinkan berguna untuk memvisualisasikan gambar grayscale (seperti foto hitam putih) dimana setiap pixel dapat disimpan sebagai 8-bit nilai grayscale bukan jumlah merah, hijau dan biru.

Proses kompresi JPEG dimulai dengan mengubah ruang warna RGB ditransformasi menjadi YCbCr dengan Persamaan (2.2), lalu masing-masing saluran Y, Cb, dan Cr dibagi menjadi blok-blok ukuran 8x8 piksel jika tidak mewakili integer jumlah blok maka kompresor mengisi area sisa blok dengan angka dummy [6].

Sebelum dilakukan transform DCT setiap piksel di subtract dalam range [-128,127] agar pergeseran nilai piksel grayscale berpusat ke nol jadi nilai piksel origin dikurangi dengan 128 (Gambar 2.2b), nilai piksel inilah yang dihitung untuk mendapatkan koefisien DCT (Gambar 2.2c) berdasarkan rumus berikut:

JPEG umumnya menggunakan kompresi Lossy, kecuali JPEG 2000 yang mendukung kompresi Lossy dan Lossless

∑∑

= =            +             + = 7 0 7 0 , , 2 1 8 cos 2 1 8 cos ) ( ) ( x y y x v

u u v g x u y v

G α α π π …………... (2.3)

       = = lainnya n untuk n , 8 2 0 , 8 1 ) (


(33)

dimana: Gu,v

u adalah frekuensi bidang horizontal, untuk 0 ≤ u ≤ 8. adalah koefisien DCT pada kordinat (u,v).

v adalah frekuensi bidang vertikal, untuk 0 ≤ u ≤ 8. gx,y adalah nilai piksel pada koordinat (x,y)

x u

                          100 108 92 75 77 74 77 66 101 90 94 88 94 87 67 69 98 76 84 96 85 81 68 77 89 83 80 71 70 72 71 74 89 74 79 72 79 89 91 91 71 73 78 82 98 99 102 92 69 76 87 92 90 101 107 88 72 98 106 93 78 85 90 92                           − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − 28 20 36 53 51 54 51 62 27 38 34 40 34 41 61 59 30 52 44 32 43 47 60 51 39 45 48 57 58 56 57 54 39 54 49 56 49 39 37 37 57 55 50 46 30 29 26 36 59 52 41 36 38 27 21 40 56 30 22 35 50 43 38 36 y                           − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − 3 2 8 4 1 2 5 5 2 3 1 4 5 0 1 1 2 8 4 5 0 2 1 10 1 3 5 13 12 24 18 13 8 8 2 10 15 5 20 4 2 7 4 16 13 9 18 20 1 4 6 14 14 8 53 15 3 6 3 7 3 2 8 677 v

(a) (b) (c)

Gambar 2.2. Proses mendapatkan nilai koefisien DCT untuk salah satu blok piksel (a). Nilai piksel origin, (b) nilai dikurangi 128, (c) nilai koefisien DCT

Dari Gambar 2.2c nilai yang terletak pada posisi G(0,0) atau pada pojok kiri atas dinamai koefisien DC sisanya dinamai koefisien AC. Kecenderungan DCT adalah mengumpulkan sebagian besar sinyal signifikan disalah satu sudut dan dilanjutkan dengan proses kuantisasi yang juga menonjolkan efek ini sekaligus mengurangi ukuran keseluruhan koefisien DCT sehingga sinyal mudah dikompres secara efisien pada langkah pengkodean.


(34)

Matriks yang berisi 64 koefisien DCT lalu dikuantisasi dengan Persamaan (2.5) sehingga didapat nilai koefisien DCT sesudah kuantisasi (Gambar 2.3) dimana koefisien sebelum kuantisasi dibagi dengan sebuah matriks standar kuantisasi untuk JPEG dengan faktor quality yang ditentukan (Gambar 2.3b) dengan hasil bilangan integer sebagai nilai koefisien DCT terkuantisasi.

} 7 , 6 , 5 , 4 , 3 , 2 , 1 , 0 { , ∈        

= i j

Q G round D ij ij ij …………...……(2.5) dimana: Dij G

adalah koefisien DCT sesudah kuantisasi. ij

Q

adalah koefisien DCT sebelum kuantisasi. ij adalah matriks tabel kuantisasi standar JPEG.

                          − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − 3 2 8 4 1 2 5 5 2 3 1 4 5 0 1 1 2 8 4 5 0 2 1 10 1 3 5 13 12 24 18 13 8 8 2 10 15 5 20 4 2 7 4 16 13 9 18 20 1 4 6 14 14 8 53 15 3 6 3 7 3 2 8 677                           99 103 100 112 98 95 92 72 101 120 121 103 87 78 64 49 92 113 104 81 64 55 35 24 77 103 109 68 56 37 22 18 62 80 87 51 29 22 17 14 56 69 57 40 24 16 13 14 55 60 58 26 19 14 12 12 61 51 40 24 16 10 11 16                           − − − − − − − − 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 4 1 0 0 0 0 0 0 1 42

(a) (b) (c)

Gambar 2.3. Nilai hasil proses kuantisasi (a) nilai koefisien sebelum kuantisasi, (b) Tabel Q JPEG (luminance,Q=50), (c) nilai koefisien DCT setelah kuantisasi.


(35)

Tabel kuantisasi adalah standar dalam proses kuantisasi kompresi DCT, nilai faktor kuantisasi berkisar antara 0 -100 pada Gambar 2.3b adalah tabel kuantisasi Luminance untuk Q = 50, untuk faktor kuantisasi berbeda nilai tabel kuantisasi tidak sama, bila S adalah skala faktor kuantisasi maka nilai setiap elemen tabel kuantisasi pada skala tersebut dapat dihitung dengan Persamaan (2.6). Untuk mengembalikan kembali menjadi visual gambar (dekompresi) dilakukan proses yang yang mirip dengan proses kompresi hanya dalam urutan terbalik.

Ts

[ ]

i=S*T100b

[ ]

i+50………... (2.6)

Dimana:

Ts

T

[i] = nilai elemen tabel kuantisasi baru

b

S = skala faktor kuantisasi.

[i] = nilai elemen tabel kuantisasi standar (Q=50)

S dihitung berdasarkan Q baru yang ditentukan berdasarkan Persamaan (2.7).

   

> −

< =

50 ,

2 200

50 ,

5000

Q jika Q

Q jika Q

S ………... (2.7)

Setelah koefisien terkuantisasi Dij didapat kemudian disusun dalam urutan

zig-zag dikodekan menggunakan algoritma Huffman, hasil pengkodean inilah yang menjadi bit stream yang membentuk file JPEG kompressi [18][19].


(36)

Untuk mengembalikan kembali menjadi visual gambar (dekompresi) dilakukan proses yang yang mirip dengan proses kompresi hanya dalam urutan terbalik. Walapun nilai piksel yang dihasilkan dekompresi tidak seperti nilai piksel gambar aslinya tetapi secara sensasi mata tidak terdapat perbedaan yang mencolok. 2.5. Algoritma Pemalsuan Gambar

Pemalsuan gambar pada prinsipnya adalah merubah piksel dengan nilai intesitas yang baru umumnya secara spasial (Gambar 2.4) atau sederhananya adalah mengubah gambar yang sudah ada yang telah dihasilkan oleh kamera atau perangkat pencitraan lainnya.

(a) (b) (c)

Gambar 2.4. Ilustrasi daerah yang dipalsukan [20]

(a) dan (b), adalah piksel-piksel gambar asli, (c) adalah hasil pengolahan.


(37)

Ciri-ciri fisik dari gambar yang dapat dideteksi antara lain meliputi perubahan–perubahan yang dilakukan terhadap elemen-elemen dasar suatu citra.

Citra digital mengandung sejumlah elemen-elemen dasar yang sering berkaitan dengan pemalsuan gambar, beberapa kesalahan yang memungkinkan untuk dideteksi adalah antara lain [21]:

1. Kecerahan (brightness) dikenal sebagai intensitas cahaya. Kecerahan pada suatu titik didalam suatu citra sebenarnya adalah intensitas rata-rata dari suatu area yang melingkupinya.

2. Kontur (contour) adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada piksel-piksel yang bertetangga dengan adanya perubahan inilah maka tepi-tepi (edge) objek pada citra dapat dideteksi.

3. Tekstur (texture) adalah pencirian distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan piksel-piksel yang bertetangga. Tekstur merupakan karakteristik untuk menganalisa permukaan berbagai jenis citra objek.

Sebuah inkonsistensi umum ditemukan bila konten gambar diubah. Efek kamera yang paling signifikan adalah ketajaman tepi dipengaruhi oleh difraksi lensa, fokus, dan blur, geometri perspektif, dan sifat kebisingan, biasanya dari detektor dan kompresi.

Ketika sebuah objek yang ditambahkan atau dihapus dari gambar, tepi yang dibuat biasanya memiliki ketajaman yang tidak konsisten dengan seluruh gambar. Perilaku kabur di foto tersebut dapat dipahami dan dimodelkan dengan baik secara


(38)

matematis jika desain kamera dikenal. Bahkan jika desain kamera tidak diketahui, pengukuran dalam gambar dapat menghasilkan model matematika yang relatif akurat dari kamera yang dapat memberikan prediksi yang wajar. Memotong objek dari satu gambar dan memasukkan ke gambar lain akan menciptakan tepi tajam pada batas dari objek (Gambar 2.4) ketajaman ini dapat dideteksi dan mengindikasikan kemungkinan bahwa gambar telah diubah meskipun perangkat lunak pengolah gambar bisa digunakan untuk mengurangi visibilitas tepi ini.

Semua benda dalam foto juga harus mengandung perspektif dan geometri yang benar. Jika geometri objek tidak konsisten dengan obyek lain dalam gambar maka itu kemungkinan adalah daerah yang ditambahkan dari gambar lain.

Kebanyakan gambar akan menunjukkan beberapa jumlah kebisingan terutama dari detektor atau dari kompresi gambar yang diterapkan. Karakteristik kebisingan dari bagian yang berubah dari suatu gambar dapat menjadi tidak konsisten dengan seluruh gambar.

Sehingga dengan mengenal pendekatan algoritma pemalsuan gambar kita dapat melakukan pendeteksian berdasarkan hal-hal yang mungkin dilakukan pemalsu terhadap sebuah gambar asli walaupun menurut Thomas Gloe suatu ketidak kepercayaan terhadap image forensic muncul diakibatkan kurangnya diskusi mengenai pemalsu strategis yang mampu mengantisipasi adanya teknik forensik [1].

Efek kamera yang paling signifikan adalah ketajaman tepi dipengaruhi oleh difraksi lensa, fokus, dan blur, geometri perspektif, dan sifat kebisingan, biasanya dari detektor dan kompresi.


(39)

2.6. Threshold

Thresholding adalah langkah pendekatan yang dilakukan dalam segmentasi citra, metodenya adalah dengan membagi piksel (biasanya dalam grayscale) kedalam kelompok piksel atau fitur tertentu sering digunakan histogram citra untuk menentukan pengaturan terbaik untuk nilai threshold (Gambar 2.5) [22][23].

Gambar 2.5. Histogram segmentasi citra berdasarkan threshold [24].

Threshold dapat dibedakan atas threshold tunggal dan adaptive [22], Threshold tunggal atau global threshold adalah membagi histogram citra menggunakan ambang batas global tunggal (Gambar 2.6a) keberhasilan teknik ini sangat kuat tergantung pada seberapa baik histogram dapat dipartisi. Sebuah histogram distribusi gray-level dihasilkan untuk setiap sub-gambar dan ambang batas yang optimal untuk sub-gambar tersebut dihitung berdasarkan histogram ini.


(40)

Untuk histogram tertentu (Gambar 2.6b) diperlukan lebih dari satu threshold dengan membagi gambar menjadi beberapa sub-gambar digunakan threshold secara individual karena ambang batas untuk setiap pixel tergantung pada lokasi pada gambar teknik ini dikatakan adaptif secara umum thresholding bertingkat kurang dapat diandalkan dibandingkan thresholding tunggal kebanyakan karena sangat sulit untuk menentukan nilai ambang yang cukup terpisah dari objek penting [22].

(a) (b) Gambar 2.6 (a) Histogram dengan threshold tunggal

(b) Histogtam dengan threshold adaptive [22]

Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menentukan threshold, yaitu Chow & Kanenko dan Lokal [23].

Menurut Chow & Kanenko gambar asli dibagi menjadi array tumpang tindih gambar [23]. Sebuah histogram distribusi gray-level dihasilkan untuk setiap sub-gambar dan ambang batas yang optimal untuk sub-sub-gambar tersebut dihitung berdasarkan histogram ini.


(41)

Metode ini memberikan hasil yang wajar namun kelemahan utamanya adalah fakta bahwa hal itu memerlukan perhitungan banyak. Hal ini menyebabkan terlalu lambat dan berat untuk aplikasi real-time (yaitu untuk digunakan dalam Computer Vision).

Pendekatan Lokal adalah dengan memeriksa statistik nilai intensitas dari lingkungan lokal masing-masing pixel. Masalah yang di hadapi ketika memilih metode ini adalah pilihan statistik dimana pengukuran dilakukan. Statistik yang tepat dapat bervariasi dari satu gambar dengan yang lain dan sebagian besar tergantung pada sifat dari gambar. Dalam menentukan threshold statistik yang umum digunakan adalah dengan menghitung rata-rata, median, atau rata-rata minimal dan maksimal dari gray level dari satu lingkungan yang sering menjadi kendala adalah lingkungan besar semakin buruk hasilnya karena lebih dipengaruhi oleh gradien iluminasi di sisi lain jika lingkungan terlalu kecil maka ada risiko terkena data tidak memadai yang mengakibatkan hasil buruk karena dipengaruhi kebisingan

Untuk menghitung dasar global threshold T adalah sebagai berikut [17]: (noise).

1. Pilih perkiraan awal untuk T (biasanya tingkat abu-abu rata-rata pada gambar).

2. Bagi gambar menggunakan T untuk menghasilkan dua kelompok piksel, G1 terdiri dari piksel dengan tingkat abu-abu >T dan G2 terdiri dari piksel dengan tingkat abu-abu <= T.

3. Hitung tingkat abu-abu rata-rata piksel pada G1 sebagai μ1 dan pada G2 sebagai μ2.


(42)

4. Hitung nilai threshold yang baru berdasarkan:

5. Ulangi langkah 2 – 4 sampai perbedaan T iterasi kurang dari batas yang ditetapkan.

Global threshold secara matematis dinyatakan dalam bentuk:

...(2.8)

dimana:

g(x,y) adalah nilai piksel biner hasil pengambangan pada kordinat (x,y) f(x,y) adalah nilai piksel pada gambar asli pada koordinat (x,y)

T adalah nilai threshold yang ditentukan.

2.7. Definisi serta Algoritma-Algoritma Pencocokan Blok

Salah satu kelebihan JPEG adalah metode kompresi yang digunakan kompresi yang digunakan JPEG dalam transformasi data adalah DCT dua dimensi yang bekerja berbasis pemrosesan blok dimana proses dilakukan pada masing-masing blok pada satu waktu dengan ukuran blok yang sama untuk seluruh gambar lalu setelah diproses blok-blok tersebut berkumpul kembali untuk membentuk output gambar. Karena beroperasi secara independen pada masing-masing blok hal ini juga menciptakan blok

2

2 1

µ

µ

+

=

T

   ≤ > = T y x f T y x f y x g ) , ( jika 0 ) , ( jika 1 ) , (


(43)

artefak. Blok artefak sering digunakan sebagai bahan informasi Passive Blind Image Forensic dalam mendeteksi image tamper gambar berformat JPEG.

Untuk pemalsuan gambar secara region duplication (cloning) dapat dideteksi dengan mencocokkan blok dari daerah yang diduplikasi tetapi berdasarkan citra tersebut berasal dari perangkat penangkap citra yang sama bisa dikatakan bahwa tekstur maupun arah cahaya relatif akan sama sehingga menyulitkan untuk mendeteksi daerah yang digandakan apalagi untuk gambar alam memungkinkan untuk menjumpai banyak blok yang sama sehingga perlu mengekstraksi fitur tersebut dengan pendekatan tertentu agar dapat menentukan lokasi daerah duplikasi.

Ada 3 jenis pendekatan pencocokan blok yaitu [4]:

1. Direct Matching dengan menganalisa piksel blok dan mencocokkan secara langsung dengan blok lainnya.

2. Matcing Coefficient DCT Quantized dengan menghitung koefisien DCT terkuantisasi masing-masing blok piksel dan mencari pencocokan blok. 3. Matching PCA Eigen Blocks dengan menganalisis komponen utama blok

dan mencocokkan blok berdasarkan nilai Eigen.

Salah satu ide untuk deteksi pencocokan blok berdasarkan Matching Coefficient DCT Quantized adalah robust match detection [8][25] yang mengatur pencocokan dengan representasi koefisien DCT terkuantisasi bukan pencocokan atas representasi piksel.


(44)

Langkah pencocokan blok adalah dengan melakukan proses segmentasi dengan membentuk blok berukuran BxB piksel lalu blok tersebut digeser per satu piksel terhadap gambar mulai dari sudut kiri teratas hingga sudut kanan terbawah (blok overlapping). Bila sebuah blok dilambangkan sebagai Bij

B

maka:

ij

dimana x,y Є {0,...,B-1), i Є {1,...,M-B+1} dan j Є {1,...,N-B+1}

= f(x+j, y+i) ...(2.9)

Untuk setiap posisi blok BxB nilai-nilai piksel dari blok yang diambil oleh kolom menjadi baris dari array dua dimensi A dengan kolom BxB dan (M-B+1)(N-B+1) baris. Untuk setiap blok dilakukan DCT transformasi menggunakan rumus Persamaan 2.4 dan Persamaan 2.5, nilai koefisien DCT dikuantisasi sehingga didapat koefisien DCT terkuantisasi Persamaan 2.6 , tabel Q yang digunakan tergantung dari skala faktor kuantisasi yang dipilih Persamaan 2.7 dan Persamaan 2.8, penentuan skala kuantisasi diperlukan dalam pendeteksian berbasis blok karena karakteristik DCT adalah energi hanya berfokus pada frekuensi rendah bila dilakukan pencarian blok yang identik maka sangat memungkinkan akan banyak ditemukan blok identik “palsu”, untuk mengantisipasinya salah satu adalah dengan membuat faktor kuantisasi harus besar sekitar 95 maka nilai skala faktor kuantisasi Q sangat menentukan ketika proses identifikasi dilakukan [20].

Blok yang berisi koefisien DCT terkuantisasi tersebut disimpan sebagai salah satu baris dalam matriks A. Setiap baris sesuai dengan satu posisi dari blok geser, dua baris identik dalam matriks A sesuai dengan dua identik B × B blok. Untuk


(45)

memudahkan mengidentifikasi blok yang identik, baris dari matriks A diurut secara leksikografis sehingga mengurangi waktu membandingkan pencocokan.

Baris-baris A yang diurutkan secara leksikografis lalu dibandingkan koefisien DCT terkuantisasi untuk blok piksel berurutan yang identik, nilai vektor pergeseran antara dua blok piksel yang identik dihitung [8]. Secara formal misalkan (i1, i2) blok pertama dan (j1, j2) menjadi posisi kedua pencocokan blok. Vektor pergeseran s antara dua blok pencocokan dihitung sebagai:

)

,

(

)

,

(

s

1

s

2

i

1

j

1

i

2

j

2

s

=

=

……….…(2.10) Dimana S adalah selisih positif antara piksel (i1,j1) dan (i2,j2).

Algoritma pencocokan blok mungkin menemukan terlalu banyak pencocokan palsu untuk itu jika dua baris matriks identik berurutan ditemukan algoritma menyimpan posisi blok yang cocok

dalam daftar yang terpisah dan mengenalnya sebagi vektor pergeseran ternormalisasi C kemudian untuk setiap blok pasangan yang identik, vektor pergeseran ternormalisai C dinaikkan satu.

1

)

,

(

)

,

(

s

1

s

2

=

C

s

1

s

2

+

C

………..….……(2.11)

Vektor-vektor pergeseran dihitung dan C bertambah untuk setiap pasangan baris beurutan yang identik, vektor pergeseran ternormalisasi C diinisialisasi ke nol sebelum algoritma dimulai. Pada akhir proses pencocokan, algoritma akan menemukan semua vektor pergeseran ternormalisasi C [s (1), s (2), ..., s (K)] yang


(46)

kemunculannya melebihi ambang batas yang ditentukan pengguna T: C (s (r)) > T untuk semua r = 1, ..., K [23].

Untuk semua vektor pergeseran ternormalisasi pencocokan blok yang memberikan kontribusi terhadap vektor pergeseran tertentu yang diindikasikan melebihi batas ambang T dapat di identifikasi sebagai wilayah yang mungkin telah di duplikasi.

Nilai ambang T berkaitan dengan ukuran segmen terkecil yang dapat diidentifikasi oleh algoritma. Nilai yang lebih besar dapat menyebabkan algoritma kehilangan beberapa blok yang cocok sementara terlalu kecil nilai T dapat menyebabkan terlalu banyak “cocok palsu”. Perlu digaris bawahi bahwa yang mengontrol kepekaan algoritma untuk tingkat pencocokan antara blok adalah Q faktor sementara ukuran blok B dan ambang T mengontrol ukuran minimal dari segmen yang dapat dideteksi diasumsikan blok B lebih kecil dari daerah yang dicloning.

2.8. Algoritma Deteksi Tepi

Tepi suatu citra dapat didefinisikan sebagai daerah dimana intensitas piksel bergerak dari nilai yang rendah ke nilai yang tinggi atau sebaliknya. Untuk mendeteksi tepi citra dilakukan hubungan antara piksel yang bertetanggga umumnya dilakukan untuk setiap piksel tetangga yang bisa secara horizontal, vertikal, maupun diagonal [12].


(47)

Algoritma deteksi tepi adalah salah satu pengolahan citra yang sangat signifikan dalam pendeteksian karena dapat memberikan informasi tekstur, ukuran dan bentuk sehingga dapat memperlihatkan anomali yang tersembunyi disekitar objek yang dirusak. Kebanyakan deteksi untuk gambar palsu splicing menggunakan deteksi tepi pada penelitian ini, untuk pemalsuan dengan cara splicing menggunakan algoritma deteksi tepi, pilihan ini berdasarkan bahwa apabila gambar digabung secara splicing maka akan terlihat tepi citra lebih tajam dari sekitarnya karena berasal dari dua gambar yang berbeda, arah dan pencahayaan yang berbeda dan juga faktor kuantisasi yang berbeda.

Setiap kali gambar JPEG dikompres, fenomena yang berbeda terjadi. Sehingga jika dua gambar digunakan untuk membuat pemalsuan ada kemungkinan bahwa keduanya memiliki tingkat kompresi berbeda khususnya faktor kualitas mungkin berbeda dalam kedua gambar sumber maka ketika disimpan sebagai gambar splicing seolah-olah seperti rekompres oleh karena itu sangat mungkin meninggalkan beberapa petunjuk apalagi dengan karakteristiknya yang berbasis blok maka akan menghasilkan suatu fenomena yang dikenal dengan Block Artefact.

Sebuah tepi citra dapat dihasilkan dengan menerapkan detektor tepi ke gambar dengan detektor sederhana seperti deteksi tepi Sobel, Canny, atau Prewitt bisa didapat nilai empat tepi citra masing-masing untuk piksel “bertetangga” dalam arah horizontal, vertikal, dan diagonal seperti dilambangkan dibawah.

Untuk mendeteksi tepi citra dilakukan hubungan antara piksel yang bertetanggga umumnya dilakukan untuk setiap piksel tetangga yang bisa secara horizontal, vertikal, maupun diagonal.


(48)

) , ( ) 1 , 1 ( ) , ( ) , ( ) 1 , 1 ( ) , ( ) , ( ) 1 , ( ) , ( ) , ( ) , 1 ( ) , ( j i x J i x j i E j i x j i x j i E j i x j i x j i E j i x j i x j i E d d v h − − + = − + + = − + = − + = − ……….…(2.12)

Dimana x(i,j) menunjukkan nilai abu-abu dari piksel dilokasi (i,j). Sedangkan Eh, Ev, Ed, E-d berturut-turut adalah menyatakan masing-masing untuk arah horizontal (00), vertical (900), diagonal (450), dan inverse diagonal (1350

Prinsip kerja metode deteksi tepi adalah berdasarkan analisa terhadap standar JPEG terkompresi dimana setiap gambar JPEG yang telah terkompresi akan meninggalkan “sidik jari” dalam rangkaian blok 8 x 8 karena perbedaan antar blok akan berbeda disebabkan artefak blok untuk mendeteksi perbedaan tersebut gambar yang akan dideteksi dipecah kembali menjadi blok 8 x 8 lalu dihitung perbedaan dalam blok mencakup seluruh batas blok. Dengan asumsi gambar target dan gambar asal (Gambar 2.4) mempunyai faktor kuantisasi yang berbeda maka gambar target seolah di recompressed sehingga dengan menghitung nilai piksel bertetangga akan didapat perbedaaan yang signifikan [3][11][28]. Dapat terlihat pada Gambar 2.7.

). Dari hasil deteksi tepi akan terlihat tepi citra pada gambar yang telah dilakukan splicing akan terlihat perubahan nilai piksel akan tampak lebih tajam [12][26][27].

Untuk mendeteksi tepi citra dilakukan hubungan antara piksel yang bertetanggga umumnya dilakukan untuk setiap piksel tetangga yang bisa secara horizontal, vertikal, maupun diagonal.


(49)

(a) (b) Gambar 2.7 (a) Piksel bertetangga batas blok

(b)Piksel bertetangga dalam blok

Menurut Jonathan R Sturak bila koordinat dari A, B, C dan D yang berada dalam blok maka perbedaaan energi antara piksel yang bertetangga akan kecil seperti A ke D dan E ke H (Gambar 2.7b) [28], diasumsikan A,B,C,D,E,F,G,dan H didalam blok 8x8 tetapi apabila koordinat A,B,C, dan D melewati batas blok perbedaan energi tersebut akan besar.

Perbedaan energi tersebut dapat dilihat dari histogram dengan menghitung: Z’(x,y)=(A+D-B-C) , Z’’(x,y)

dimana:

= (E+H-F-G) ... (2.13)

x,y menyatakan posisi koordinat A. HI

H

adalah histogram Z’.

II adalah histogram Z’’.


(50)

K(x,y)(n) = |HI(n) – HII(n)|…………...

………....(2.14)

(a) (b)

Gambar 2.8. Histogram dari Z’ dan Z’,(a) Histogram HI dan HII

(b) Perbedaan H

,

I dan HII [17]

Berdasarkan metode diatas maka diasumsikan piksel A,B,C, dan D terletak pada setiap tepi dibatas blok (Gambar 2.7a), bila piksel A pada salah satu blok dianggap sebagai nilai piksel blok(i,j), sehingga untuk setiap blok akan didapat masing-masing : A adalah nilai piksel pada (8*i,8*j), B adalah nilai piksel pada (8*i, [8*j]+1), C adalah nilai piksel pada ([8*i]+1, 8*j), dan D adalah nilai piksel pada ([8*i]+1, [8*j]+1).

Dengan menghitung e(i,j) pada masing-masing tepi blok dengan rumus : e(i,j) = |(A + D) – (B + C) ……….…... (2.15) dimana e(i,j) adalah nilai efektif mewakili derajat variasi piksel yang hadir pada piksel blok(i,j) dan 3 piksel tetangganya. Setelah e(i,j) didapat untuk semua blok lalu


(51)

dihitung perbedaaan antara e(i,j) setiap blok terhadap blok dikanannya dan blok dibawahnya dengan Persamaan 2.16.

Drigth = | e(i, j) – e(i, j+1) | dan Dbottom = | e(i, j) – e(i+1, j) | ...(2.16) Dimana:

Drigth adalah perbedaan e(i,j) sebuah blok dengan blok dikanannya Dbottom adalah perbedaaan e(i,j) sebuah blok dengan blok dibawahnya [28]

Untuk menentukan lokasi yang dirusak maka suatu nilai thresold T ditentukan dan dibandingkan terhadap nilai Drigth dan Dbottom untuk nilai Drigth dan Dbottom lebih besar atau sama dengan T maka tepi tersebut diduga sebagai tepi dari daerah splicing.


(52)

BAB 3

METODELOGI PENILTIAN

3.1. Data

Untuk melakukan suatu pendeteksian terhadap palsu tidaknya suatu gambar digital perlu ditentukan jenis citra gambar yang akan diteliti karena struktur dari masing-masing citra mempengaruhi proses dari pengolahan terhadap citra tersebut pada penelitian ini yang dipilih adalah citra JPEG yang block oriented.

Sampel data diambil dari gambar yang didapat dari hasil kamera pribadi yaitu kamera digital Sony 14.1 Mega pixels dan kamera HP Nokia N97 5 Mega pixels, gambar yang dijadikan sampel data dipilih model citranya dengan latar berbeda. Lalu gambar tersebut diolah dengan menggunakan aplikasi pengolah citra Photoshop CS6 untuk melakukan proses cloning dan splicing dimana bagian daerah yang di copy-move ukurannya bervariasi sedangkan gambar lainnya dibiarkan dalam kondisi asli. Kemudian gambar yang telah diolah tersebut disimpan dalam format JPEG data inilah yang dijadikan sebagai kasus dalam penelitian ditambah gambar asli sebagai bahan perbandingan dalam pengujiannya.

3.2. Pengujian

Pengujian dilakukan tiga tahap, pertama adalah melakukan pengujian terhadap gambar data untuk menentukan bahwa gambar telah diolah, informasi ini bisa didapat


(53)

dari EXIF file gambar. Pengujian kedua adalah menguji pemalsuan cloning dan pengujian ketiga adalah menguji pemalsuan splicing.

3.2.1. Pengujian data EXIF

Pengujian ini bertujuan untuk mengidentifikasi data EXIF gambar hasil kamera apakah telah dilakukan pengolahan dengan aplikasi pengolah gambar atau belum.

Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tools JPEGsnoop_v1_6_0 dengan menjalankan aplikasi setiap data diuji output yang diharapkan adalah originalitas data apakah masih dalam keadaan original atau telah diolah dan kapan dilakukan pengolahan. Kelemahan dari pengujian ini adalah apabila gambar telah disimpan dengan menggunakan aplikasi pengolah walaupun tidak ada gambar yang dirusak dianggap telah dilakukan pengolahan.

3.2.2. Pengujian gambar cloning

Pengujian ditujukan untuk mencari blok identik dari gambar yang dianggap telah diolah berdasarkan pengujian 3.2.1, alur pengujian dilakukan seperti Gambar 2.9a.

Pada penelitian ini aplikasi yang digunakan adalah Matlab R2010b, proses yang dilakukan adalah membentuk blok overlapping (Persamaan 2.9) pada pengujian ukuran blok yang dipilih 8x8 kemudian menghitung koefisien DCT untuk masing-masing blok dengan menggunakan fasilitas fungsi Matlab. Koefisien DCT yang


(54)

diperoleh dikuantisasi (Persamaan 2.6) pada pengujian digunakan Tabel Q untuk skala faktor quality QF=50 (Persamaan 2.7 & Persamaan 2.8). Koefisien DCT terkuantisasi setiap blok dibandingkan untuk lebih memudahkan dilakukan sorting secara leksikografi, blok yang dianggap identik dikelompokkan (Persamaan 2.10) & (Persamaan 2.11). Kemudian diputuskan daerah yang dianggap cloning berdasarkan blok yang identik dibandingkan dengan suatu nilai threshold global yang ditentukan berdasarkan perkiraan dari histogram gambar kasus untuk yang lebih besar dari threshold dibuat menjadi nilai 1 menyatakan warna putih dan nilai 0 menyatakan warna hitam (Persamaan 2.8). Pada percobaan dipilih beberapa nilai threshold karena threshold yang berbeda menghasilkan gambar berbeda [24].

Semua gambar yang diuji dengan pengujian untuk cloning di resize tujuannya mereduksi waktu berdasarkan lamanya proses ketika melakukan percobaan.

Output yang diharapkan dari percobaan adalah dapat menemukan daerah objek cloning dan daerah duplikatnya.

3.2.3. Pengujian gambar splicing

Pengujian ditujukan untuk mencari inkonsisten piksel bertetangga dari JPEG terkompresi berdasarkan perbedaan energi pada blok batas (Persamaan 2.12, Persamaan 2.13 & Persamaan 2.14), alur pengujian dilakukan seperti Gambar 3.1b.


(55)

Input data Input data

a. pemalsuan secara cloning b. pemalsuan secara splicing

Gambar 3.1. Alur pendeteksi Blok

overlapping

Ekstrak fitur (DCT)

Sortir secara Leksiografikal

Algoritma deteksi

Hasil Deteksi

Blok non-overlapping

Deteksi tepi kontur Ekstrak fitur

Hasil Deteksi Algoritma deteksi

MULAI MULAI


(56)

Pada penelitian ini aplikasi yang digunakan Matlab R2010b proses yang dilakukan adalah dengan membagi gambar dalam blok 8x8 non-overlapping dengan asumsi gambar splicing ketika disimpan dalam format JPEG sehingga blok 8x8 tersebut berupa blok JPEG terkompresi. Lalu dihitung perbedaan energi piksel pada batas blok untuk setiap blok (Persamaan 2.15). Nilai yang didapat dibandingkan terhadap blok dikanan dan blok dibawahnya (Persamaan 2.16) apabila kedua nilai tersebut lebih besar dari nilai threshold yang ditentukan maka blok tersebut diduga sebagai tepi daerah splicing. Pada percobaan dilakukan untuk beberapa nilai threshold yang berbeda diperkirakan dari histogram gambar kasus karena untuk gambar yang berbeda menghasilkan nilai threshold berbeda [24].

3.3. Perangkat yang digunakan

Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. JPEGsnoop_v1_6_0

b. Aplikasi photoshop CS6 c. Aplikasi matlab R2010b

Dengan menggunakan PC notebook dengan spesifikasi: d. Acer Aspire V3-471G

e. CPU IntelCore i5-2450M 2.5 GHz f. Memori 4 GB DDR3


(57)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAAN

Pada penelitian ini, semua data gambar yang dijadikan data sampel diberi nama sesuai dengan kondisi gambar, kemudian dilakukan pengujian. Urutan pelaksanaan pengujian dibagi atas tiga tahapan:

1. Menggunakan JPEGsnoop_v1_6_0 memeriksa semua file data sampel untuk mengetahui apakah terhadap data tersebut telah dilakukan pengolahan menggunakan perangkat aplikasi tertentu.

2. Mendeteksi gambar cloning. 3. Mendeteksi gambar splicing.

4.1. Data sampel

Gambar yang akan diteliti diambil dari hasil kamera digital Sony 14.1 Mega pixels dan kamera HP Nokia N97 5 Mega pixels, gambar-gambar tersebut dibagi 3 bagian, masing-masing adalah gambar asli, gambar yang digunakan sebagai bahan untuk melakukan proses cloning dan splicing sebanyak 13(tiga belas) gambar, 5 (lima) gambar hasil cloning, dan 5 (lima) gambar hasil splicing. Untuk gambar yang asli diberi nama file Asli1 s/d Asli13, gambar hasil cloning diberi nama file cloning1 s/d cloning5, dan gambar hasil splicing diberi nama file splicing1 s/d splicing5. Proses cloning dan splicing dilakukan dengan menggunakan photoshop lalu disimpan dalam format JPEG dengan quality 5 (medium) skala photoshop. File gambar hasil


(58)

proses cloning dan splicing diatas adalah campuran file gambar kamera digital Sony dan kamera HP Nokia N97.

Pada gambar yang dilakukan pemalsuan besar wilayahnya bervariasi, disesuaikan dengan posisi yang memungkinkan untuk dicloning atau displicing.

4.2. Hasil Pengujian

4.2.1. Hasil pengujian Data EXIF menggunakan JPEGsnoop_v1_6_0

JPEGsnoop_v1_6_0 adalah sebuah software yang dapat “membedah” file gambar dengan memaparkan status atau signature dari sebuah file berdasarkan informasi EXIF. Pada penelitian ini, tools tersebut digunakan hanya untuk memeriksa apakah sebuah file telah dilakukan pengeditan atau masih original sehingga untuk masalah data status yang lain tidak dibahas pada tulisan ini.

Semua file yang digunakan pada penelitian diperiksa dengan menggunakan JPEGsnoop_v1_6_0. Dari file Asli1 s/d Asli13 untuk file gambar hasil kamera Sony, terlihat hasil penilaian pada akhir file seperti dibawah:

*** Searching Compression Signatures ***

Signature: 01B95B9EB7508DC0C23E40DFC6BE2512 Signature (Rotated): 011599F2B12AC57E3846AB3F9B84F65C File Offset: 0 bytes

Chroma subsampling: 2x1

EXIF Make/Model: OK [SONY] [DSC-W350] EXIF Makernotes: OK

EXIF Software: NONE

Searching Compression Signatures: (3347 built-in, 1 user(*) )

EXIF.Make / Software EXIF.Model Quality Subsamp Match?


(59)

-- --- --- ---

CAM:[SONY ] [DSC-F88 ] [ ] Yes

Based on the analysis of compression characteristics and EXIF metadata:

ASSESSMENT: Class 4 - Uncertain if processed or original

While the EXIF fields indicate original, no compression signatures

in the current database were found matching this make/model

sedangkan untuk gambar hasil kamera HP Nokia N97 terlihat:

*** Searching Compression Signatures ***

Signature: 0155D875C95B74D0F3C5835A62516F48 Signature (Rotated): 01D38A25358EB7649A254E19F1D46600 File Offset: 0 bytes

Chroma subsampling: 1x2

EXIF Make/Model: OK [Nokia] [N97] EXIF Makernotes: OK

EXIF Software: NONE

ASSESSMENT: Class 4 - Uncertain if processed or original

While the EXIF fields indicate original, no compression signatures

in the current database were found matching this make/model

Seperti terlihat pada hasil diatas, untuk file yang asli tertera “ASSESSMENT: Class 4 - Uncertain if processed or original”,yang menyatakan bahwa gambar tersebut

belum dilakukan pengolahan dengan software tertentu.

Untuk file cloning1 s/d cloning5 dan file splicing1 s/d splicing5, akan terlihat hasil penilaian akhir seperti dibawah:

*** Searching Compression Signatures ***

Signature: 01B7D42A6678B6F1F20EB05FFC2A8EB9 Signature (Rotated): 01B7D42A6678B6F1F20EB05FFC2A8EB9 File Offset: 0 bytes

Chroma subsampling: 2x2

EXIF Make/Model: OK [SONY] [DSC-W350] EXIF Makernotes: NONE


(60)

Searching Compression Signatures: (3347 built-in, 1 user(*) )

EXIF.Make / Software EXIF.Model Quality Subsamp Match? --- --- --- ---

SW :[Adobe Photoshop] [Save As 05 ]

NOTE: Photoshop IRB detected

NOTE: EXIF Software field recognized as from editor

Based on the analysis of compression characteristics and EXIF metadata:

ASSESSMENT: Class 1 - Image is processed/edited

*** Searching Compression Signatures ***

Signature: 01B7D42A6678B6F1F20EB05FFC2A8EB9 Signature (Rotated): 01B7D42A6678B6F1F20EB05FFC2A8EB9 File Offset: 0 bytes

Chroma subsampling: 2x2

EXIF Make/Model: OK [Nokia] [N97] EXIF Makernotes: NONE

EXIF Software: OK [Adobe Photoshop CS6 (Windows)]

Searching Compression Signatures: (3347 built-in, 1 user(*) )

EXIF.Make / Software EXIF.Model Quality Subsamp Match? --- --- --- ---

SW :[Adobe Photoshop ] Save As 05]

NOTE: Photoshop IRB detected

NOTE: EXIF Software field recognized as from editor

Based on the analysis of compression characteristics and EXIF metadata:

ASSESSMENT: Class 1 - Image is processed/edited

Terlihat untuk masing-masing gambar hasil kamera Sony dan Nokia yang diedit menggunakan Photoshop CS6, hasil akhirnya adalah : “ASSESSMENT: Class 1 - Image is processed/edited

Dari hasil diatas terlihat bahwa JPEGsnoop_v1_6_0 akan memberikan penilaian terhadap sebuah file apakah telah dilakukan pengeditan atau masih original dan juga memberikan jenis kamera yang digunakan seperti yang terlihat pada tulisan yang ditebalkan. Dari beberapa percobaan yang dilakukan bila daftar software editing


(61)

terdapat pada library JPEGsnoop_v1_6_0, maka akan ditampilkan software editing tersebut. Terlihat juga tanggal pengambilan dan tanggal modifikasi gambar tersebut seperti tampak pada salah satu bagian bedah file yang dilakukan JPEGsnoop_v1_6_0 untuk contoh file kasus yang telah diolah.

[Software ] = "Adobe Photoshop CS6 (Windows)" [DateTime ] = "2012:12:02 11:05:12"

………….. ………

[DateTimeOriginal ] = "2011:09:01 17:22:36" [DateTimeDigitized ] = "2011:09:01 17:22:36"

Pada hasil diatas terlihat pengeditan gambar menggunakan software photoshop CS6 dan waktunya adalah tgl 2 Desember 2012 jam 11:05:12.

Pada Tabel 4.1. ditampilkan hasil pengujian dengan menggunakan JPEGsnoop_v1_6_0, terhadap seluruh data sampel.

Tabel 4.1. Hasil pengujian dengan menggunakan

JPEGsnoop_v1_6_0,terhadap seluruh data sampel

Nama Sumber Edited Tgl edit Asli Pengolah

Asli1 Sony DSC- - Original None

Asli2 Sony DSC- - Original None

Asli3 Sony DSC- - Original None

Asli4 Sony DSC- - Original None

Asli5 Nokia N97 - Original None

Asli6 Nokia N97 - Original None

Asli7 Sony DSC- - Original None

Asli8 Sony DSC- - Original None

Asli9 Sony DSC- - Original None


(62)

Tabel 4.1. (sambungan) Nama

Sumber Edited Tgl edit Asli Pengolah

Asli11 Sony DSC- - Original None

Asli12 Sony DSC- - Original None

Asli13 Sony DSC- - Original None

Cloning1 Sony DSC- Edited "2012:12:02 11:48:29"

- Photoshop CS6 Cloning2 Sony DSC- Edited "2012:10:27 - Photoshop

CS5.1

Cloning3 Sony DSC- Edited "2012:12:02 - Photoshop CS6 Cloning4 Sony DSC- Edited "2012:12:02

12:22:31"

- Photoshop CS6 Cloning5 Sony DSC- Edited "2012:12:02 - Photoshop CS6 Splicing1 Sony DSC- Edited "2012:12:02 - Photoshop CS6 Splicing2 Sony DSC- Edited "2012:12:02

11:12:24"

- Photoshop CS6 Splicing3 Sony DSC- Edited "2013:02:10 - Photoshop CS6 Splicing4 Sony DSC- Edited "2012:12:02

11:39:29"

- Photoshop CS6 Splicing5 Nokia N97 Edited "2013:02:10

12:00:51"

- Photoshop CS6

4.2.2. Hasil pengujian menggunakan metode matching block

Semua proses pengujian digunakan dengan perangkat MatLab setiap file data sampel diuji sesuai dengan langkah-langkah alur pendeteksian pada Gambar 2.6a.

Metode matching block digunakan untuk mendeteksi gambar dipalsukan dengan metode copy-move atau cloning, tujuannya adalah untuk mencari blok yang


(63)

identik sebagai presentase adanya duplikasi dari blok-blok tertentu. Gambar yang dideteksi diasumsikan adalah gambar palsu yang tidak dilakukan attack (penyerangan) yang dimaksud penyerangan adalah pasca proses yang dilakukan terhadap region copy-move seperti penghalusan, pengaburan dll, karena sebuah metode pendeteksian akan berkurang tingkat keberhasilannya apabila dilakukan attack [25]. Walaupun dari sampel data yang diuji untuk gambar cloning1.jpg dan cloning5.jpeg penulis melakukan peng-copy-an dengan menggunakan fasilitas photoshop yang mungkin bisa dianggap sebagai attack, untuk file cloning1.jpg penulis melakukan peng-copy-an dengan fasilitas select sebuah region berdasarkan kemiripan warna sehingga tidak semua objek pada region tersebut ter-copy sedang untuk file cloning5.jpeg penulis menggunakan fasilitas content aware yang berfungsi menghilangkan objek citra dari sebuah gambar.

Langkah pertama dalam pencocokan blok adalah dengan membagi gambar menjadi blok overlapping 8x8 dengan sift per satu piksel semua proses dilakukan dalam ruang warna grayscale.

Lalu semua blok tersebut dibentuk menjadi sebuah matriks baris setiap baris berisi blok piksel 8 x 8 tersebut urutan dari baris matriks adalah sesuai dengan pergeseran blok mulai dari sisi kiri atas bergeser kekanan dan berakhir pada sisi kanan bawah dari gambar.

Untuk setiap blok dihitung koefisien DCT dengan menggunakan DCT transform lalu kemudian nilai koefisien DCT yang didapat dikuantisasi dengan matriks kuantisasi standar JPEG. Blok yang berisi koefisien DCT terkuantisasi


(64)

tersebut disusun dalam bentuk array baris sehingga data berbentuk matriks baris dan setiap baris berisi matriks blok 8 x 8.

Matriks baris tersebut di sort secara leksikografi sehingga blok yang identik akan berdekatan ini juga untuk mereduksi waktu ketika dilakukan pencocokan blok yang identik sehingga blok yang dibandingkan cukup blok yang berdekatan (Persamaan 2.7) blok berpasangan yang identik dikelompokkan sehingga didapat matriks baru yang berisi blok berpasangan tadi. Matriks baru tersebut disusun berdasarkan vektor sift dari elemen piksel sebagai presentase dari blok berpasangan yang identik.

Lalu dengan nilai threshold yang ditentukan pasangan blok yang identik tadi dibandingkan apabila besar dari nilai threshold maka dapat diduga sebagai blok yang diduplikasi. Untuk menentukan wilayah duplikasi, blok-blok yang identik tadi diubah pikselnya menjadi putih (255), sebelumnya gambar yang hendak diuji tadi pikselnya diubah menjadi hitam(0) maka pada hasil outputnya akan terlihat kumpulan kelompok berwarna putih yang diduga sebagai wilayah yang diduplikasi dan duplikatnya.

Dalam percobaan, ukuran dimensi gambar yang diproses di resizing (diubah ukurannya) alasannya adalah untuk melakukan pengurangan waktu proses karena untuk melakukan proses hingga selesai seperti pada contoh diatas (gambar di resize dengan ukuran 256 x 256) membutuhkan waktu lebih kurang 30 menit dengan total blok 62001.


(65)

Untuk uji data dengan sampel cloning2.jpg hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

(a) (b) (c)

Gambar 4.1. Sampel data uji cloning2.jpg, (a) gambar asli, (b) gambar cloning, yang dilingkari adalah duplikasi (c) gambar hasil deteksi

Dari hasil diatas terlihat terlalu banyak pencocokan palsu mungkin algoritma yang digunakan dalam penulisan program masih perlu direvisi. Berhasilnya pendeteksian gambar palsu cloning tergantung kepada ukuran-ukuran yang digunakan untuk menentukan identiknya blok dan bila blok betul-betul identik maka dapat diduga kuat bahwa telah terjadi cloning, menurut Hieu Cuong Nguyen berdasarkan penelitian yang dilakukannya tingkat keberhasilan deteksi copy-move berbasis block JPEG dengan melakukan pencocokan blok rata-rata mencapai 95 % [25], berdasarkan itu penulis beranggapan bahwa kesalahan pengujian dalam penelitian ini besar kemungkinan adalah pada penulisan program.


(66)

4.2.3. Hasil pengujian menggunakan metode deteksi tepi

Semua proses pengujian digunakan dengan perangkat MatLab setiap file data sampel diuji sesuai dengan langkah-langkah pada Gambar 2.6b.

Gambar yang akan dideteksi adalah file splicing1.jpg s/d splicing5.jpg, file tersebut adalah hasil dari olahan menggunakan photoshop dan disimpan dalam format JPEG sehingga berupa file JPEG terkompres dengan kualitas medium skala photoshop.

Dalam pengujian ini gambar tersebut dibagi dalam blok non-overlapping dengan ukuran standar kompres JPEG yaitu blok ukuran 8 x 8 tujuannya adalah untuk mendapatkan blok artefak yang dihasilkan oleh fenomena DCT kompres.

Selanjutnya untuk setiap blok dihitung perbedaan nilai piksel batas blok e(i,j), dari nilai e(i,j) untuk masing-masing blok dibandingkan terhadap nilai e(i,j) blok dikanannya (Dright) dan dengan blok dibawahnya (Dbottom

Untuk menentukan daerah splicing nilai D ).

rigth dan Dbottom dibandingkan

terhadap suatu nilai ambang batas yang ditentukan (threshold), jika Drigth dan Dbottom

Pada pengujian ini, gambar yang diuji ukurannya sesuai dengan aslinya pengujian dilakukan terhadap gambar untuk skala faktor kuantisasi bervariasi diubah keduanya lebih besar dari threshold semua piksel blok (i,j) diubah menjadi warna putih dan diduga sebagai tepi splicing, blok (i,j) yang lain diubah menjai warna hitam.


(67)

dengan perintah Matlab tujuan awalnya adalah untuk mengantisipasi gambar alam pepohonan [11] nilai threshold yang diterapkan juga bervariasi.

Berdasarkan hasil pengujian untuk gambar alam tetap mempunyai banyak pencocokan palsu tetapi untuk yang bukan gambar alam hasilnya sudah mendekati target yang diharapkan. Sebagai perbandingan dapat dilihat dari hasil percobaan dibawah ini.

Pada Gambar 4.2. berturut-turut adalah gambar asli (a dan b) yang digunakan sebagai sumber gambar hasil splicing dan gambar hasil deteksi.

(a) Gambar sumber 1 (b) Gambar sumber 2

(c) Gambar hasil splicing (d) Hasil deteksi

Gambar 4.2. (a) dan (b) adalah gambar sumber, (c) adalah gambar hasil splicing Q=85, dan (d) adalah hasil deteksi dengan threshold 70


(68)

Hasil yang didapat untuk gambar alam banyak menghasilkan pencocokan palsu walaupun telah dilakukan skala faktor kuantisasi yang lebih besar sehingga hasil yang didapat jauh dari target yang diharapkan. Pada Gambar 4.3 bisa dilihat hasil yang didapat ketika splicing dilakukan pada gambar alam.

(a) Gambar sumber 1 (b) Gambar sumber 2

(c) Gambar hasil splicing (d) Hasil deteksi

Gambar 4.3. (a) dan (b) adalah gambar sumber, (c) adalah gambar hasil splicing Q=85, dan (d) adalah hasil deteksi dengan threshold 70

Semua pengujian dilakukan dengan Aplikasi Matlab kode programnya terlampir pada Lampiran 1 hasil pengujian untuk gambar lainnya terlampir pada


(69)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Aplikasi JPEGsnoop dapat mendeteksi apakah sebuah gambar JPEG telah dimanipulasi atau orisinil tetapi tidak dapat menentukan area yang dimanipulasi.

2. Hasil pengujian terhadap gambar cloning dari 5 data uji tidak ada yang sesuai dengan target yang diharapkan terlalu banyak pencocokan palsu. 3. Hasil pengujian terhadap gambar splicing, dari 5 data uji untuk gambar

alam pepohonan hasilnya kurang memuaskan banyak pencocokan palsu tetapi untuk gambar non alam, tingkat keberhasilan sesuai dengan target penelitian.

4. Tingkat keberhasilan pendeteksian tergantung pada skala faktor kuantisasi dan nilai threshold.

5.2. Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan metode pencocokan blok yang akurat.


(70)

2. Dibutuhkan metode tertentu yang dapat mengantisipasi tekstur gambar alam sehingga dapat meminimalisasi pencocokan palsu.

3. Perlu melakukan penggabungan dari metode-metode penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatlkan hasil yang lebih sempurna.


(71)

DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas Gloe, dkk, “Can We Trust Digital Image Forensic?”, www. citeseerx.ist.psu.edu. (2007).

2. M.Sridevi, dkk, “Copy-move Image Forgery Detection in a Parallel Environment” 3. Wei Luo, dkk, “A Survey of Passive Technology for Digital Image Forensics”, Front. Comput. Sci. China, 2(1) : 1 – 11.(2007).

4. Voruganti Arun Kumar Raj, “Digital image tamper detection tools”, Thesis:

University of Applied Sciences.(2005).

5. Wikipedia, The Free Encyclopedia.

6. Giuseppe Messina, “DCT Based Digital Forgery Identification”, Presentasi pada Interpol Crime Againts Children Group, Lyon, 25 maret 2009. 7. Wang Jung Wen, dkk, “Detecting JPEG image forgery based on double

compression”, Journal of Systems Engineering and Electronics Vol. 20, No. 5, 2009.

8. Jessica Fridrich, David Soukal, and Jan Lukáš , “Detection of Copy-Move Forgery in Digital Images”,

(2003). 9. Hwei Jen Lin, dkk, “Fast Copy-Move Forgery Detection”, WSEAS

Transactions on Signal Processing, Issue 5, Volume 5, May 2009. 10. Junfeng He, dkk, “Detecting Doctored JPEG Images Via DCT Coefficient

Analysis”, http://ijcns.uacee.org/vol1iss1/files/68.pdf .

11. Yanjun Cao, dkk, “A Robust Detection Algorithm for Region Duplication in Digital Images”, Qunting Yang International Journal of Digital Content Technology and its Applications. Volume 5, Number 6, June 2011.


(72)

12. Weiqi Luo, dkk, “A Novel Method For Detecting Cropped and Recompressed Image Block”, Sumber

13. Wei Wang, Jing Dong and Tieniu Tan , “Effective Image Splicing Detection Based on Image Chroma”,

14.

15. Jonathan Sach , “Digital Image Basics Copyright © 1996-1999 Digital Light & Color.

16. Adrian Ford & Alan Roberts, “Colour Space Convertion”, edition Aug.1998, Sumber downloa

17. Wikipedia, The Free Encyclopedia

18. Wikipedia, The Free Encyclopedia,

19. Yao Wang, “DCT and Transform Coding”, Polytechnic University, Brooklyn, NY

20. Nageswara Rao Thota, Srinivasa Kumar Devireddy, “Image compression using Discrete Cosine Transform”, Georgian Electronic Scientific Journal:

Computer Science and Telecommunications 2008/No.3(17). 2008. 21. Wei Wang, Jing Dong, dan Tieniu Tan, “Tampered Region Localization of

Digital Color Images Based on JPEG Compression Noise”, National Laboratory of Pattern Recognition,Institute of Automation, Chinese Academy of Sciences. (2010).

22. Jhon C Russ, “Forensic Uses of Digital Imaging”, CRC Press LLC. 2001.

23. Brian MacNamee ,” Image Segmentation: Thresholding” Course website :

24. Nir Milstein, “Image Segmentation by Adaptive Thresholding”, Technion – Israel Institute of Technology The Faculty for Computer Sciences. 1998


(1)

Gambar Cloning5.jpg, yang dilingkari dihilangkan dengan fasilitas Content Aware Photoshop


(2)

Lamp, 2.2 Hasil uji coba gambar Splicing


(3)

Gambar Splicing2.jpg, yang dilingkari Splicing


(4)

Gambar Splicing3.jpg, yang dilingkari Splicing


(5)

Gambar Splicing4.jpg, yang dilingkari Splicing

Hasil Deteksi splicing4.jpg


(6)

Gambar Splicing4.jpg, yang dilingkari Splicing