4. Hitung nilai threshold yang baru berdasarkan:
5. Ulangi langkah 2 – 4 sampai perbedaan T iterasi kurang dari batas yang
ditetapkan.
Global threshold secara matematis dinyatakan dalam bentuk:
..............................................2.8
dimana: gx,y adalah nilai piksel biner hasil pengambangan pada kordinat x,y
fx,y adalah nilai piksel pada gambar asli pada koordinat x,y T adalah nilai threshold yang ditentukan.
2.7. Definisi serta Algoritma-Algoritma Pencocokan Blok
Salah satu kelebihan JPEG adalah metode kompresi yang digunakan kompresi yang digunakan JPEG dalam transformasi data adalah DCT dua dimensi yang bekerja
berbasis pemrosesan blok dimana proses dilakukan pada masing-masing blok pada satu waktu dengan ukuran blok yang sama untuk seluruh gambar lalu setelah diproses
blok-blok tersebut berkumpul kembali untuk membentuk output gambar. Karena beroperasi secara independen pada masing-masing blok hal ini juga menciptakan blok
2
2 1
µ µ
+ =
T
≤
= T
y x
f T
y x
f y
x g
, jika
, jika
1 ,
Universitas Sumatera Utara
artefak. Blok artefak sering digunakan sebagai bahan informasi Passive Blind Image Forensic dalam mendeteksi image tamper gambar berformat JPEG.
Untuk pemalsuan gambar secara region duplication cloning dapat dideteksi dengan mencocokkan blok dari daerah yang diduplikasi tetapi berdasarkan citra
tersebut berasal dari perangkat penangkap citra yang sama bisa dikatakan bahwa tekstur maupun arah cahaya relatif akan sama sehingga menyulitkan untuk
mendeteksi daerah yang digandakan apalagi untuk gambar alam memungkinkan untuk menjumpai banyak blok yang sama sehingga perlu mengekstraksi fitur tersebut
dengan pendekatan tertentu agar dapat menentukan lokasi daerah duplikasi. Ada 3 jenis pendekatan pencocokan blok yaitu [4]:
1. Direct Matching dengan menganalisa piksel blok dan mencocokkan
secara langsung dengan blok lainnya. 2.
Matcing Coefficient DCT Quantized dengan menghitung koefisien DCT terkuantisasi masing-masing blok piksel dan mencari pencocokan blok.
3. Matching PCA Eigen Blocks dengan menganalisis komponen utama blok
dan mencocokkan blok berdasarkan nilai Eigen.
Salah satu ide untuk deteksi pencocokan blok berdasarkan Matching Coefficient DCT Quantized adalah robust match detection [8][25] yang mengatur
pencocokan dengan representasi koefisien DCT terkuantisasi bukan pencocokan atas representasi piksel.
Universitas Sumatera Utara
Langkah pencocokan blok adalah dengan melakukan proses segmentasi dengan membentuk blok berukuran BxB piksel lalu blok tersebut digeser per satu
piksel terhadap gambar mulai dari sudut kiri teratas hingga sudut kanan terbawah blok overlapping. Bila sebuah blok dilambangkan sebagai B
ij
B maka:
ij
dimana x,y
Є
{0,...,B-1, i
Є
{1,...,M-B+1} dan j
Є {1,...,N-B+1}
= fx+j, y+i ................................................................2.9
Untuk setiap posisi blok BxB nilai-nilai piksel dari blok yang diambil oleh kolom menjadi baris dari array dua dimensi A dengan kolom BxB dan M-B+1N-
B+1 baris. Untuk setiap blok dilakukan DCT transformasi menggunakan rumus Persamaan 2.4 dan Persamaan 2.5, nilai koefisien DCT dikuantisasi sehingga didapat
koefisien DCT terkuantisasi Persamaan 2.6 , tabel Q yang digunakan tergantung dari skala faktor kuantisasi yang dipilih Persamaan 2.7 dan Persamaan 2.8, penentuan
skala kuantisasi diperlukan dalam pendeteksian berbasis blok karena karakteristik DCT adalah energi hanya berfokus pada frekuensi rendah bila dilakukan pencarian
blok yang identik maka sangat memungkinkan akan banyak ditemukan blok identik “palsu”, untuk mengantisipasinya salah satu adalah dengan membuat faktor
kuantisasi harus besar sekitar 95 maka nilai skala faktor kuantisasi Q sangat menentukan ketika proses identifikasi dilakukan [20].
Blok yang berisi koefisien DCT terkuantisasi tersebut disimpan sebagai salah satu baris dalam matriks A. Setiap baris sesuai dengan satu posisi dari blok geser,
dua baris identik dalam matriks A sesuai dengan dua identik B × B blok. Untuk
Universitas Sumatera Utara
memudahkan mengidentifikasi blok yang identik, baris dari matriks A diurut secara leksikografis sehingga mengurangi waktu membandingkan pencocokan.
Baris-baris A yang diurutkan secara leksikografis lalu dibandingkan koefisien DCT terkuantisasi untuk blok piksel berurutan yang identik, nilai vektor pergeseran
antara dua blok piksel yang identik dihitung [8]. Secara formal misalkan i1, i2 blok pertama dan j1, j2 menjadi posisi kedua pencocokan blok. Vektor pergeseran s
antara dua blok pencocokan dihitung sebagai:
, ,
2 2
1 1
2 1
j i
j i
s s
s −
− =
=
…………….…2.10 Dimana S adalah selisih positif antara piksel i1,j1 dan i2,j2.
Algoritma pencocokan blok mungkin menemukan terlalu banyak pencocokan palsu untuk itu jika dua baris matriks identik berurutan ditemukan algoritma
menyimpan posisi blok yang cocok dalam daftar yang terpisah dan mengenalnya
sebagi vektor pergeseran ternormalisasi C kemudian untuk setiap blok pasangan yang identik, vektor pergeseran ternormalisai C dinaikkan satu.
1 ,
,
2 1
2 1
+ =
s s
C s
s C
…………………..….……2.11
Vektor-vektor pergeseran dihitung dan C bertambah untuk setiap pasangan baris beurutan yang identik, vektor pergeseran ternormalisasi C diinisialisasi ke nol
sebelum algoritma dimulai. Pada akhir proses pencocokan, algoritma akan menemukan semua vektor pergeseran ternormalisasi C [s
1
, s
2
, ..., s
K
] yang
Universitas Sumatera Utara
kemunculannya melebihi ambang batas yang ditentukan pengguna T: C s
r
T untuk semua r = 1, ..., K [23].
Untuk semua vektor pergeseran ternormalisasi pencocokan blok yang memberikan kontribusi terhadap vektor pergeseran tertentu yang diindikasikan
melebihi batas ambang T dapat di identifikasi sebagai wilayah yang mungkin telah di duplikasi.
Nilai ambang T berkaitan dengan ukuran segmen terkecil yang dapat diidentifikasi oleh algoritma. Nilai yang lebih besar dapat menyebabkan algoritma
kehilangan beberapa blok yang cocok sementara terlalu kecil nilai T dapat menyebabkan terlalu banyak “cocok palsu”. Perlu digaris bawahi bahwa yang
mengontrol kepekaan algoritma untuk tingkat pencocokan antara blok adalah Q faktor sementara ukuran blok B dan ambang T mengontrol ukuran minimal dari
segmen yang dapat dideteksi diasumsikan blok B lebih kecil dari daerah yang dicloning
.
2.8. Algoritma Deteksi Tepi