Intervensi Kemanusiaan Dalam Hukum Internasional
humaniter internasional. Dengan demikian maka motif lain selain hal ini tidak dapat dianggap sebagai sebuah intervensi kemanusiaan.
127
3. Dilakukan tanpa persetujuan negara tempat pelanggaran kemanusiaan terjadi
sebagai mana diakui dalam hukum internasional, suatu negara memiliki kedaulatan dalam batas-batas teritorial yang diakui menjadi miliknya. Oleh
karenanya negara memiliki yuridiksi atas benda, orang, ataupun kejadian yang terjadi didalam wilayahnya tersebut. Hal ini memberikan arti bahwa
negara juga berdaulat penuh untuk mengatasi pelanggaran berat HAM ataupun hukum internasional yang terjadi didalam wilayahnya. Oleh karena
itu sepanjang negara tersebut masih mempunyai kemampuan dan kapasitas untuk mengatasi permasalahan tersebut, negara lain tidak mempunyai hak
untuk mengintervensi. Intervensi kemanusiaan mungkin dilakukan tanpa persetujuan negara tempat pelanggaran kemanusiaan terjadi, ketika negara
tersebut tidak berkeinginan atau tidak mempunyai kemampuan atau kapasitas yang cukup untuk menyelesaikan permasalahan tersebut atau negara tersebut
menjadi pelaku dari pelanggaran berat HAM atau hukum humaniter internasional, contohnya intervensi kemanusiaan yang dilakukan di Somalia
tahun 1992 yang dalam hal ini Somalia dipandang tidak mampu menyelesaikan persoalan kemanusiaan yang terjadi disana karena dianggap
sebagai negara gagal.
128
127
Christoher C. Joyner, International Law in The 21st Century, Rowman Little field Publishers, New York, 2005, hlm. 177.
128
Gerald A.Bunga, Analisis Hukum Terhadap Penanganan Piracy Jure Gentium Dan Armed Robbery Di Wilayah Laut Kajian Terhadap Penanganan Piracy Jure Gentium dan Armed
Robbery di Selat Malaka-Singapura dan di Perairan Somalia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012, hlm. 78-82.
4. Dilakukan dengan atau tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB. Tindakan
intervensi kemanusiaan berdasarkan pengertian dari Danish Institute of International Affairs dapat dilakukan dengan atau tanpa otorisasi dari Dewan
Keamanan PBB. Saat ini masyarakat internasional lebih bisa menerima suatu intervensi kemanusiaan yang dilakukan dengan otorisasi dari Dewan
Keamanan PBB. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruno Simma dalam Boer Mauna bahwa penggunaan kekerasan untuk tujuan humaniter tidak
sesuai dengan tujuan piagam PBB kecuali telah mendapat otorisasi dari Dewan Keamanan PBB. Contohnya adalah intervensi kemanusiaan yang
dilakukan di Somalia, Rwanda, dan Haiti yang dilakukan berdasarkan otoritas Dewan Keamanan PBB sehingga dapat diterima oleh masyarakat
internasional.
129
Sebaliknya, intervensi kemanusiaan yang dilakukan oleh suatu negara tanpa otorisasi Dewan Keamanan PBB, akan diragukan
legalitasnya dan cenderung mendapat penolakan dan kecaman dari masyarakat internasional. Contohya adalah intervensi militer yang dilakukan
NATO di Kosovo pada tahun 1999. Intervensi ini oleh sebagian besar dipandang sebagai tindakan unilateral dari NATO tanpa ada otorisasi dari
Dewan Keamanan PBB.
130
Contoh lainnya adalah intervensi militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat dibeberapa negara seperti di Nicaragua pada
Tahun 1989, di Grenada Pada tahun 1983, dan di Panama tahun 1989. Intervensi ini dipandang lebih bertujuan untuk menggulingkan pemimpin
129
Boer Mauna, Op.Cit., hlm. 652.
130
John Brien, “International Law Routledge Cavendish Humanitarian Intervention and Pretext o
f War”, American Journal of International Law, New York, 2001, hlm. 108.
totaliter
131
dan memungkinkan hidupnya kebebasan memilih secara demokratis di negara-negara tersebut.
132
Berdasarkan fakta-fakta tentang intervensi kemanusiaan sangatlah diperlukan bila
suatu negara yang sedang mengalami konflik kemanusiaan tidak luput dari otorisasi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB. Fenomena Arab Spring,
yang awalnya terjadi lebih dahulu di Tunisia, Yaman, dan Mesir pada awal tahun 2011, akhirnya juga hingga ke Libya.
Demonstrasi terjadi secara masif terhadap rezim Kolonel Muammar Gaddafi yang
dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang menginginkan perubahan menuju ke arah negara yang lebih demokratis. Demi mempertahankan kendalinya atas
kepemimpinan Libya, Gaddafi tidak segan untuk menggunakan kekuatan militer menghadapi para demonstran. Alhasil, banyak penduduk sipil Libya yang menjadi
korban karenanya dan atas dasar itu PBB bertindak. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No. 1970, dilanjutkan Resolusi No. 1973. Resolusi 1973
ini yang kemudian dijadikan legitimasi NATO untuk melakukan intervensi ke Libya, dengan nama intervensi kemanusiaan humanitarian intervention.
133
Keberadaan NATO di Libya tampak jelas sebagai bentuk perpanjangan tangan
Amerika Serikat yang hampir selalu mengatasnamakan hak asasi manusia dan demokrasi sebagai basis instrumen untuk melakukan intervensi. Padahal, bukti-
131
bentuk pemerintahan dengan kekuasaan mutlak negara terhadap hampir seluruh bidang kehidupan masyarakat. kendali pemerintahan biasanya diserahkan kepada satu partai
politik dan umumnya dipimpin oleh seorang diktator.
132
Rosalyn Higgins, Problem and Process International Law How We Use It, Clarendon Press Oxford, Oxford, 2001, hlm. 6.
133
http:www.nbcnews.comid44229170nsbusiness-oil_and_energytrestoring-libyan- oil-output-could-take-years.UWze-Erddfw, diakses pada 19 januari 2014 pada pukul 20.40 WIB
bukti tentang pelanggaran hak asasi manusia dan demokrasi yang dilakukan Amerika Serikat sesungguhnya tidak sulit ditemukan. Dalam setiap peristiwa
kekerasan atau konflik pada umumnya Amerika Serikat selalu mengambil peran. Jika konflik telah meluas menjadi perang terbuka seperti di Libya.
134
Alasan lain dari intervensi militer terhadap Libya menjadi jelas jika
mempertimbangkan logika terjadinya Arab Spring. Hanya dua bulan sejak diktator Tunisia, Zine El Abidine Ben Ali digulingkan oleh rakyat, Presiden Mesir
Hosni Mubarak pun harus turun tahta. Akibatnya, kekuatan Barat telah kehilangan dua sekutu utama mereka di wilayah ini. Seperti halnya dengan Gaddafi, Amerika
Serikat dan Eropa telah bekerja sama erat dengan para diktator ini sampai menit terakhir. Intervensi ke Libya memiliki kepentingan yang sama seperti intervensi
NATO di Irak tahun 2003 lalu. Tujuan utamanya adalah untuk mengambil alih cadangan minyak negara itu, destabilisasi perusahaan minyak nasional, dan
akhirnya memprivatisasikan industri minyak, dengan transfer kendali dan kepemilikan kekayaan minyak Libya kepada tangan-tangan asing. Terminologi
intervensi kemanusiaan di Libya, negara dimana sumber daya energinya telah menjadi obyek intrik imperialis selama beberapa dekade, kini sedang disalah
gunakan untuk mengamankan akses minyak.
135
Situasi di Libya tidak cukup terlihat serius alasan mengintervensi demi
menurunkan rezim Gaddafi, atau lebih tepatnya memaksakan perubahan rezim oleh pihak-pihak eksternal yang mendukung perjuangan pemberontak Libya.
134
http:www.huffingtonpost.com20110308newt-gingrich-libya-no-fly- zone_n_832967.html, diakses pada 19 januari 2014 pada pukul 21.00 WIB
135
http:www.nbcnews.comid44229170nsbusiness-oil_and_energytrestoring-libyan- oil-output-could-take-years.UWze-Erddfw, diakses pada 19 januari 2014 pada pukul 21.20 WIB
Bahaya dari perubahan rezim lebih besar daripada intervensi kemanusiaan. Banyak dari penduduk sipil tak berdosa akan terbunuh dan kemungkinan
terjadinya instabilitas kawasan akan membesar.
136