Pengaruh Komite Audit Sebagai Struktur Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dalam Sustainability Report: Studi Empiris Perusahaan Yang Terdaftar di Bei Periode 2010-2014
PENGARUH KOMITE AUDIT SEBAGAI STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM SUSTAINABILITY REPORT
(Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2014) HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Ody Faisal NIM: 1111082000023
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436H / 2015M
(2)
ii
PENGARUHKOMITE AUDIT SEBAGAI STRUKTUR CORPORATE
GOVERNANCE DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM SUSTAINABILITY REPORT
(Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2014) LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Ody Faisal NIM. 1111082000023
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja Yusro Rahma, SE, M.Si NIP. 19490602 197803 1 001 NIP. 19800506 200801 2 016
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini, 9 Februari 2016 telah dilakukan ujian komprehensif atas mahasiswa: 1. Nama : Ody Faisal
2. NIM : 1111082000023 3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Pengaruh Komite Audit Sebagai Struktur Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dalam Sustainability Report. (Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2014)
Setelah mencermati dan memperlihatkan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ketahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Maret 2015 1. Dr. Rini., M.Si, Ak
NIP.
( ) 2. Atiqah, SE., M.Si
NIP.
( )
(4)
(5)
(6)
vi
201
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Ody Faisal
2. Tempat, Tanggal Lahir : DKI Jakarta, 28 November 1993
3. Alamat : Jl.Puskesmas
No.73 Rt.004 Rw.03 Kelurahan : Setu Kecamatan: Cipayung Kotamadya: Jakarta Timur Kode pos :13880
4. Telepon : 081281183689
5. Email : faisal_ody@yahoo.co.id
odyuinjkt@gmail.com
II. PENDIDIKAN
1. SD Negeri 06 Pagi Jakarta (1999 – 2005)
2. SMP Negeri 217 Jakarta (2005 – 2008)
3. SMA Bina Dharma Jakarta (2008 – 2011)
4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta – S1 Akuntansi
(2011 – 2016)
III. PENGALAMAN ORGANISASI
(7)
vii ABSTRACT
This research aims to find empirical evidences regarding the impact of the independence of Audit Committee, the expertise of Audit Committee, frequency of meetings Audit Committee, the number of Audit Committee, and profitability on disclosure of Corporate Social Responsibility in Sustainability Report.
This research use sample of all companies listed in Indonesia Stock Exchange during 2010-2014 period. The number of companies that had became in this research were consist of 11 companies with 5 years observation. This research based on purposive sampling methode. The total of research sample is 55 financial statements and sustainability report. Hypothesis in this research are tested by multiple regression analysis.
The results of this research indicate that independence of Audit Committee, the expertise of Audit Committee, frequency of meetings Audit Committee, and the number of Audit Committee do not impact on disclosure of Corporate Social Responsibility in Sustainability Report. Profitability give impact on the disclosure of Corporate Social Responsibility significantly.
Keywords: The independence of Audit Committee, the expertise of Audit Committee, frequency of meetings Audit Committee, the number of Audit Committee, profitability, disclosure of Corporate Social Responsibility, Corporate Governance.
This research aims to find empirical evidences regarding the impact of workload, auditor industry specialization and audit tenure on audit quality. This research also examine whether the audit committee can strengthen or weaken the impact of workload, auditor industry specialization and audit tenure on audit quality.
This research use sample of manufacturing industry which is listed in Indonesia Stock Exchange during 2011-2013 period. The number of manufacturing industry that had became in this study were consist of 70 companies with 3 years observation. This research based on purposive sampling methode. The total of research sample is 210 financial statements. Hypothesis in this research are tested by multiple regression analysis and MRA (Moderated Regression Analysis).
The results of this research indicate that workload and audit committee give impact on audit quality significantly. Auditor industry specialization and audit tenure do not impact on audit quality significantly. This research find evidence that interaction between workload and audit committee give impact on audit quality significantly. The interaction between the audit tenure and audit committee also give impact on audit quality significantly.
Keywords: Audit Quality, Workload, Auditor Industry Specialization, Audit Tenure, Audit Committee, Earnings Management.
(8)
viii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai pengaruh
Komite Audit sebagai struktur Corporate Governance. Komite Audit pada
penelitin ini menggunakan karakteristik Komite Audit seperti independensi Komite Audit, keahlian Komite Audit, frekuensi Rapat Komite Audit, jumlah
Komite Audit, dan profitabilitas terhadap pengungkapan Corporate Social
Responsibility dalam Sustainability Report.
Penelitian ini menggunakan sample semua perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014 yang berada di Indonesia.. Jumlah perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel penelitian ini adalah 11 perusahaan dengan pengamatan selama 5 tahun. Penelitian ini berdasarkan metode purposive sampling. Total sampel penelitian ini adalah 55 laporan keuangan dan Sustainability Report. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komite Audit sebagai struktur
Corporate Governance yang memiliki karakteristik seperti independensi Komite Audit, keahlian Komite Audit, frekuensi Rapat Komite Audit, jumlah Komite
Audit tidak berpengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility
dalam Sustainability Report. Sedangkan disisi lain, profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility dalam Sustainability Report.
Kata kunci: independensi Komite Audit, keahlian Komite Audit, frekuensi Rapat Komite Audit, jumlah Komite Audit, profitabilitas, pengungkapan
Corporate Social Responsibility, Corporate Governance
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai pengaruh workload, auditor spesialisasi industri, dan audit tenure terhadap kualitas audit. Penelitian ini juga akan menguji apakah komite audit dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh workload, auditor spesialisasi industri, dan audit tenure terhadap kualitas audit.
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011-2013. Jumlah perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel penelitian ini adalah 70 perusahaan dengan pengamatan selama 3 tahun. Penelitian ini berdasarkan metode purposive sampling. Total sampel penelitian ini adalah 210 laporan keuangan. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dan MRA (Moderated Regression Analysis).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa workload dan komite audit berpengaruh terhadap kualitas audit secara signifikan, sedangkan auditor
(9)
ix
spesialisasi industri dan audit tenure tidakpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian ini menemukan bukti bahwa interaksi antara workload dengan komite
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillaahirabbil‟aalamiin.
Tiada kata yang patut saya sampaikan kecuali rasa syukur yang sedalam-dalamnya ke hadirat Allah SWT Sang Pencipta Alam Raya, Yang Maha Agung, Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Komite Audit Sebagai Struktur Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility dalam Sustainability Report”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi
Muhammad SAW, rahmatan lil „alamiin yang telah mengubah kegelapan menjadi
terang benderang bagi kehidupan ummat manusia di dunia maupun akhirat.
Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Kesuksesan dan keberhasilan saya dalam menyusun skripsi ini tak luput dari bantuan berbagai pihak, baik dari dosen, keluarga maupun rekan-rekan seperjuangan. Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati yang paling dalam, saya menyampaikan untaian beribu ucapan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-setingginya kepada : 1. Abah dan Mama tercinta, Syamsul Bahri dan Maryam. Terima kasih atas
untaian doa, cinta, kasih sayang, pengorbanan dan dukungannya baik moril maupun material yang telah diberikan selama ini, sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Ketiga kakak tercinta, Dian Agustian Hadi, Nurul el Badriyati dan
Muhammad Iqbal Pahlefi, yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan untuk kesuksesan saya.
3. Amna Suresti yang merupakan seorang kekasih, motivator pribadi, sang calon
pendamping wisuda yang tanpa henti selalu memberikan dukungan dan semangat untuk kesuksesan saya.
4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini LC., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Yesi Fitria selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
(10)
x
7. Bapak Dr. Yahya Hamja, selaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberi nasihat, semangat, motivasi dan bimbingan terbaiknya selama penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah Bapak berikan. Semoga Bapak lekas sembuh.
8. Ibu Yusro Rahma, SE., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberi kritik dan saran, serta bimbingan terbaiknya selama penulisan skripsi ini. Terima kasih atas saran yang Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi.
9. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan kepada saya selama menempuh masa studi.
10. Rekan-rekan seperjuangan Akuntansi 2011. Terima kasih telah menjadi
teman terbaik dalam menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sukses untuk kita semua.
11. Kepada pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima kasih telah banyak membantu, mendukung dan mendoakan saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Sehubungan dengan keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang dimiliki, saya benar-benar menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, November 2015
(11)
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAHError! Bookmark not defined. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
ABSTRACT ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil ... 15
1. Teori Keagenan (AgencyTheory) ... 15
(12)
xii
3. Signaling Theory ... 18
4. Teori Legitimasi ... 19
5. Komite Audit ... 20
6. Profitabilitas ... 32
7. Corporate Social Responsibility (CSR) ... 35
8. Sustainability Report ... 36
B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis ... 42
1. Pengaruh Independensi Komite AuditTerhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 42
2. Pengaruh Keahlian Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 44
3. Pengaruh Frekuensi Rapat Komite AuditTerhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 45
4. Pengaruh Jumlah Anggota Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report ... 46
5. Pengaruh ProfitabilitasTerhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 47
C. Penelitian Sebelumnya ... 50
D. Kerangka Berpikir ... 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 54
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 54
B. Metode Penentuan Sampel ... 54
C. Metode Pengumpulan Data ... 55
D. Metode Analisis Data ... 56
1. Statistik Deskriptif... 56
2. Uji Asumsi Klasik ... 56
3. Pengujian Hipotesis ... 60
(13)
xiii
BAB IV ANLISIS DAN PEMBAHASAN ... 68
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 68
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 69
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 69
2. Analisis Uji Asumsi Klasik ... 73
3. Hasil Uji Hipotesis ... 80
C. Pembahasan ... 86
1. Pengaruh Independensi Komite AuditTerhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 86
2. Pengaruh Keahlian Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report ... 89
3. Pengaruh Frekuensi Rapat Komite AuditTerhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report ... 91
4. Pengaruh Jumlah Anggota Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report ... 93
5. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97
A. Kesimpulan ... 97
B. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA... 99
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
Tabel 2.1 Rumus Rasio Profitabilitas ... 34
Tabel 2.2 Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya ... 50
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ... 67
Tabel 4.1 Rincian Perolehan Sampel Penelitian ... 69
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ... 70
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Dengan Uji Kolmogorov-Smirnov ... 74
Tabel 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Dengan Glejser ... 76
Tabel 4.5 Hasil Uji Run Test ... 79
Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Uji VIF ... 80
Tabel 4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 81
Tabel 4.8 Hasil Uji F ... 82
(15)
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir ... 53
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Dengan Grafik Histogram ... 75
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Dengan Grafik Normal Plot ... 75
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
Lampiran 1 Item Pengungkapan CSR ... 104
Lampiran 2 Daftar Kode GRI ... 107
Lampiran 3 Sampel Data Penelitian ... 109
Lampiran 4 Perhitungan CSR ... 112
Lampiran 5 Perhitungan Variabel... 113
(17)
1
1BAB I PENDAHULUAN BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sejak abad ke-18, alat produksi didominasi oleh mesin. Dominasi
mesin ini menimbulkan perubahan teknologi, sosial, ekonomi dan budaya.
Revolusi ini melahirkan industri dan kapitalisme modern dimana uang
memegang peranan yang sangat penting. Hal ini memberikan dampak yang
besar bagi masyarakat, sosial dan lingkungan. Dampak positif dari revolusi
ini telah meningkatkan mutu dan kualitas hidup masyarakat. Namun, disisi
lain industri juga melahirkan kaum buruh dan kerusakan-kerusakan
lingkungan seperti polusi udara, limbah pabrik, eksploitasi alam yang
berlebihan dan lain sebagainya (Purnasiwi, 2010).
Dampak negatif yang ditimbulkan tersebut akibat dari tujuan
perusahaan yang semata-mata untuk mendapatkan laba yang
setinggi-tingginya tanpa memperhatikan dampak yang muncul dari kegiatan usahanya.
Akuntansi konvensional yang memusatkan perhatiannya hanya terhadap
kepentingan stakeholders dan bondholders menuai kritik dari masyarakat,
sebab dinilai belum mampu mengakomodir kepentingan masyarakat secara
luas, sehingga perusahaan dituntut untuk meningkatkan perhatiannya kepada
(18)
2 Pada akhirnya hal tersebut melahirkan konsep akuntansi yang dikenal
sebagai Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial. Akuntansi
Pertanggungjawaban Sosial adalah ilmu Socio Economic Accounting (SEA)
yang merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi mengidentifikasi,
mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek social benefit dan social cost
yang ditimbulkan oleh lembaga (Harahap, 2002). Perusahaan diharapkan
tidak hanya mementingkan kepentingan manajemen dan pemilik modal
(investor dan kreditor) saja, akan tetapi juga mementingkan tanggung
jawabnya terhadap masyarakat dan lingkungan sosial. Tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat ini lebih dikenal dengan Corporate Social
Responsibility (CSR).
Definisi CSR menurut World Bisnis Council for Sustainable
Development (WBCD) merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia
usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan
ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan
dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarga. Dalam
konteks global, istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mulai
digunakan sejak tahun 1970an. (Elkingston, 1998) mengemas CSR dalam
tiga fokus (3P) yaitu profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak
hanya memburu keuntungan ekonomi (profit), tetapi juga memiliki
kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan
(19)
3 Kasus Lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur pada tahun
2006 menjadi salah satu contoh perusahaan yang memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan PT Lapindo Brantas tidak
memenuhi standar operasional pengeboran yang dilakukan oleh perusahaan.
Dalam program tertulis, dinding harus dipasang hingga kedalaman 8.500
kaki, namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dikerjakan oleh
perusahaan, bahkan pengeboran terus dilakukan hingga kedalaman 9,297
kaki. Akibat dari dinding yang tidak dipasang hingga kedalaman tersebut
maka tekanan air dari dalam terus naik ke atas dan mencari celah yang
akhirnya menyembur tidak jauh dari sumur pengeboran
(Suara Pembaruan, 2012)
Kasus Lumpur Lapindo mengakibatkan kerugian yang dialami oleh
berbagai pihak. Protes warga datang terhadap pengeboran minyak dan gas di
sejumlah daerah di Jawa timur karena warga mengalami ketakutan bencana
Lumpur Lapindo akan terulang lagi. Akibatnya, banyak investor minyak dan
gas yang mengalami kerugian karena terpaksa menghentikan kegiatan
eksplorasinya. Hal ini kemudian dapat berdampak terhadap terganggunya
iklim investasi di Jawa timur karena investor menjadi enggan untuk
berinvestasi.
Permasalahan yang sama juga terjadi pada PT Caltex Pacific
Indonesia (CPI) yang berlokasi di wilayah Provinsi Riau. Kegiatan
operasional dari PT Caltex Pacific Indonesia menimbulkan masalah
(20)
4 masyarakat sekitar. Masyarakat menuntut kompensasi atas kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan eksploitasi lingkungan yang
berlebihan. Tuntutan masyarakat tersebut sudah sampai ketingkat DPR pusat
yang terkait dampak negatif operasional perusahaan tersebut terhadap kondisi
ekonomi, kesehatan dan lingkungan yang semakin memburuk (Mulyadi,
2003).
Menurut Anggraini (2006), saat ini kesadaran masyarakat akan peran
perusahaan terhadap lingkungan sosial semakin meningkat. Skandal bisnis
seperti kasus Enron dan WoldCom pada tahun 2001 serta beberapa kerusakan
lingkungan yang terjadi seperti polusi, deplesi sumber daya, pencemaran
lingkungan, hak dan status karawan membuat pertanggungjawaban sosial
perusahaan akan semakin disoroti. Perusahaan diharapkan menciptakan
hubungan timbal balik yang saling sinergis antara perusahaan dengan
masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Harte dan Owen (1991) dalam
Kolk (2003) bahwa pelaporan non financial issues (aspek sosial dan
lingkungan) mengalami peningkatan selama tahun 1998-2002. Masyarakat
membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan telah
melaksanakan aktivitas CSR dalam memenuhi hak-hak masyarakat luas.
Menurut Clarie (1991), alasan dari keputusan untuk menyediakan informasi
yang berkaitan dengan aspek sosial dan lingkungan yaitu pertimbangan stock
market, menentramkan masyarakat dan pemerintah, mengubah persepsi,
(21)
5 Pelaporan non financial issues (aspek sosial dan lingkungan) juga
telah diatur dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan)
No. 1 tahun 2004 tentang Penyajian Laporan Keuangan, bagian Tanggung
Jawab atas Laporan Keuangan paragraf 09, menyatakan bahwa perusahaan
dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement),
khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang
peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai
kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.
Dalam hal ini, PSAK No.1 2004 menginstruksikan kepada perusahaan
khususnya perusahaan yang bergerak di industri yang berkaitan dengan
sumber daya alam, untuk menyajikan laporan tambahan mengenai
pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR) yang telah dilakukan oleh
perusahaan. Peraturan CSR yang sebelumnya bersifat sukarela menjadi wajib
dengan terbitnya beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yaitu
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam Pasal
74 mengatur perseroan yang kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
tersebut, kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan harus dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dilaksanakan dengan
(22)
6 Peraturan lain yang menyinggung CSR adalah UU no. 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Dalam UU no. 25 tahun 2007 dinyatakan bahwa
setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan. Dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut, CSR
menjadi sebuah konsep penting untuk dilaksanakan serta dilaporkan oleh
perusahaan.
Dilling (2010) berpendapat bahwa setiap catatan atas kegiatan CSR
(Corporate Social Responsibility) yang dilakukan, dibuat, dan dipublikasikan
oleh perusahaan dalam bentuk laporan keberlanjutan (sustainability
reporting). Laporan ini telah dikembangkan untuk mencapai keseragaman
dalam penggungkapannya yang dikembangkan berdasarkan panduan yang
diterbitkan oleh Global Reporting Initiative (GRI). Negara-negara di Eropa
telah mewajibkan publikasi laporan ini berdasarkan standar. Laporan ini
berisi semua kegiatan yang menyangkut pertanggungjawaban sosial kepada
para stakeholder. Sustainability Report merupakan bentuk
pertanggungjawaban yang didasarkan pada tiga aspek yaitu ekonomi,
lingkungan, dan sosial yang dikenal dengan triple bottom line (Boyd, 2009).
Carol dan Carlos (2007) berpendapat bahwa sustainability report
merupakan bagian dari komunikasi antara stakeholder dengan perusahaan
sebagai penyedia informasi setiap aktivitas perusahaan yang digunakan
sebagai acuan dari persepsi dan harapan stakeholder terhadap perusahaan.
Kegiatan CSR dalam sustainability report dipandang dapat membantu
(23)
7 meningkatkan brand image dan penjualan, memelihara kualitas kekuatan
kerja, memperbaiki pembuatan keputusan pada isu-isu kritis, menangani
resiko secara lebih efisien dan mengurangi cost jangka panjang. Namun
menurut Runhaar dan Lafferty (2009) dalam hal penerapannya, seringkali
motif perusahaan hanya sebatas karena adanya tuntutan peraturan dan
menghindarkan pandangan yang buruk dari masyarakat.
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen sejak
tahun 2005 mengadakan Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA)
dalam upaya meningkatkan daya saing melalui peningkatan transparansi dan
akuntabilitas perusahaan. ISRA adalah penghargaan yang diberikan kepada
perusahaan-perusahaan yang telah membuat pelaporan atas kegiatan yang
menyangkut aspek lingkungan dan sosial disamping aspek ekonomi untuk
memelihara keberlanjutan (sustainability) perusahaan itu sendiri, baik yang
diterbitkan secara terpisah maupun terintegrasi dalam laporan tahunan
(annual report).
Menurut Wibisono (2007) implementasi CSR pada umumnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor terkait dengan komitmen pemimpin, penerapan
Good Corporate Governance (GCG), ukuran perusahaan, kematangan umur
perusahaan, regulasi dan system perpajakan. Disini peneliti hanya
memfokuskan untuk meneliti penggaruh corporate governance dan
profitabilitas perusahaan terhadap penggungkapan CSR dan sustainability
(24)
8 Penerapan mekanisme GCG menuntut perusahaan tidak hanya
memperhatikan nilai ekonomi dari perusahaannya tetapi juga nilai tambah
lain, seperti keseimbangan kepentingan stakeholder, dan kepatuhan terhadap
peraturan serta norma yang berlaku atas kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan (Putri, 2013). Sehingga semakin baik penerapan GCG maka
semakin baik pengungkapan CSR perusahaan (Handayani, 2007).
Awal bulan September 2015 ini, publik di gegerkan oleh kasus yang
baru-baru ini dialami oleh PT. Pertamina Foundation atas dugaan korupsi
dana CSR senilai Rp.160 Milyar. Dalam kasus ini, Direktur Ekskutif
Pertamina Foundation, Nina Nurlina Pramono, telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Kasus ini masih dalam proses penyelidikan oleh Badan
Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dana CSR yang di
korupsi tersebut sebenarnya digunakan kegiatan CSR PT. Pertamina
Foundation dalam program gerakan menabung pohon, sekolah sobat bumi,
serta sekolah sepak bola Pertamina. Dana CSR yang digunakan untuk
program-program tersebut diragukan kebenarannya dan dindikasi sebagai lahan pencucian uang.
Kasus PT. Pertamina Foundation yang mencerminkan bahwa
kurangnya pengawasan atas pengelolaan dana CSR dan pengungkapannya.
Pada pasal 1 dalam Peraturan Pemerintah No.47 tahun 2012 tentang
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, menyebutkan bahwa Dewan
Komisaris bertugas melakukan pengawasan secara umum dan khusus sesuai
(25)
9 penanggungjawab. Komite Audit sebagai bagian dari Dewan Komisaris ikut
andil bertugas membantu Komisaris dalam mengkaji kebijakan GCG secara
menyeluruh yang disusun oleh Direksi perusahaan serta menilai konsistensi
penerapannya, termasuk yang berkaitan dengan etika bisnis dan tanggung
jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility).
Kasus PT. Pertamina Foundation yang kini sedang menjadi sorotan
publik ini menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut. Berdasarkan kasus
tersebut peneliti tertarik untuk meneliti sejauhmana peran Komite Audit
sebagai struktur corporate governance, yang diukur dari independensi,
keahlian, frekuensi rapat, dan jumlah anggota Komite Audit dapat
mempengaruhi pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam
sustainability report. Peran Komite Audit sebagai penggawas di harap dapat
membantu Dewan Komisaris dalam mengawasi pengganggaran,
penggelolaan, serta pendistribusian dana CSR guna meminimalisir terjadinya
penyelewengan dana CSR.
Menurut Baxter dan Cotter (2009) dalam Risty dan Sanny (2015),
independensi Komite Audit sering dianggap sebagai karakteristik yang
penting dalam mempengaruhi efektivitas Komite Audit dalam mengawasi
proses pelaporan keuangan. Hasil penelitian yang dilakukan Said et. al.
(2009) menemukan bahwa independensi Komite Audit berpengaruh positif
dan signifikan terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility.
Hal tersebut diindikasikan bahwa keberadaan Komite Audit yang independen
(26)
10 objektif yang dapat melindungi seluruh pemangku kepentingan dari tindakan
agen yang menyimpang. Jika pengawasan Komite Audit telah dilakukan
dengan efektif, maka pengelolaan perusahaan akan dilakukan dengan baik
pula, dan manajemen akan menggungkapkan semua informasi yang ada
termasuk tanggungjawab sosial.
Risty dan Sany (2015) menemukan bahwa keahlian Komite Audit
tidak memberikan berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.
Hal ini diindikasi bahwa organisasi yang melakukan pengungkapan
sustainability report tidak sepenuhnya dilatarbelakangi karena adanya Komite
Audit yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan keuangan, sebaliknya
perusahaan yang melakukan penerbitan sustainability report memiliki
keahlian di luar di bidang akuntansi dan keuangan.
Yunita Prastiwi (2011) menemukan bahwa bahwa frekuensi rapat
Dewan Komisaris dan frekuensi rapat Komite Audit tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap luas pengungkapan sustainability report.
Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Waryanto (2010), menemukan hasil yang menunjukkan temuan bahwa tidak
terdapat hubungan antara frekuensi pertemuan dewan komisaris dengan
pengungkapan informasi sosial perusahaan. Namun, Risty dan Sany (2015)
dalam penelitiannya menunjukkan hasil yang berbeda bahwa frekuensi rapat
Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.
Sembiring (2005) menghasilkan temuan bahwa profitabilitas tidak
(27)
11 menunjukkan hasil bahwa variabel profitabilitas dan leverage tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Anggraini (2006) dalam
penelitiannya menunjukkan hasil yang berbeda. Profitabilitas dan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial.
Dari fenomena-fenomena yang terjadi dan dari hasil penelitian
terdahulu terdapat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap
pengungkapan CSR masih menunjukan hasil yang berbeda, bahkan
bertentangan dengan antara hasil penelitian yang satu dengan
yang lainnnya. Hal inilah yang akan menjadi research gap dalam penelitian
ini, sehingga sangat menarik dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang
berkaitan dengan research gap tersebut.
Penelitian ini mengadopsi GRI (Global Reporting Initiative) versi 3.0
yang telah disesuaikan dengan kondisi pelaksanaan CSR di Indonesia sebagai
item pengukur variabel dependen pada sustainability report perusahaan. Penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Komite Audit Sebagai Struktur
Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Corporate Social
Responsibility Dalam Sustainability Report. Studi Empiris Perusahaan yang
Terdaftar di BEI Periode 2010-2014”.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya,
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Risty dan Sanny (2015). Namun ada
yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
1. Terdapat penambahan variabel independen yaitu profitabilitas perusahaan
(28)
12 2. Penggungkapan sustainability report pada penelitian ini memfokuskan
kepada aktifitas CSR yang penggukurannya mengadopsi GRI (Global
Reporting Initiative) versi 3.0. Sedangkan penelitian sebelumnya hanya
menggunakan variabel dummy jika menerbitkan sustainability report.
3. Sempel yang digunakan dalam penelitian ini lebih luas yaitu mencakup
seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4. Periode pada penelitian ini dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah independensi Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan
CSR dalam sustainability report?
2. Apakah keahlian Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan CSR
dalam sustainability report?
3. Apakah frekuensi rapat Komite Audit berpengaruh terhadap
pengungkapan CSR dalam sustainability report?
4. Apakah jumlah anggota Komite Audit berpengaruh terhadap
pengungkapan CSR dalam sustainability report?
5. Apakah profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan
(29)
13 C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh independensi Komite Audit terhadap
pengungkapan CSR dalam sustainability report.
2. Menganalisis pengaruh keahlian Komite Audit terhadap pengungkapan
CSR dalam sustainability report.
3. Menganalisis frekuensi rapat Komite Audit terhadap pengungkapan CSR
dalam sustainability report.
4. Menganalisis jumlah anggota Komite Audit terhadap pengungkapan CSR
dalam sustainability report.
5. Menganalisis profitabilitas perusahaan terhadap pengungkapan CSR dalam
sustainability report.
D. Manfaat Penelitian 1. Kontribusi Teoritis
a. Bagi Mahasiswa. Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah studi
literatur terkait dengan pengaruh Komite Audit sebagai struktur
corporate governance terhadap pengungkapan Corporate Social
Responsibility dalam sustainability report.
b. Bagi peneliti berikutnya. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
(30)
14
lebih lanjut mengenai topik penggungkapan Corporate Social
Responsibility dalam sustainability report ini.
2. Manfaat Bagi Praktisi
a. Dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana peran Komite Audit
yang terdapat pada perusahaan terhadap pengungkapan Corporate
Social Responsibility dalam sustainability report.
b. Dapat digunakan oleh perusahaan untuk digunakan sebagai referensi
untuk pengambilan kebijakan oleh manajemen perusahaan mengenai
pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan dalam laporan
keuangan yang disajikan. Selain itu juga untuk memberikan sumbangan
pemikiran tentang pentingnya penggungkapan Corporate Social
Responsibility serta sebagai pertimbangan dalam penerapan Good
Corporate Governance.
c. Dapat digunakan oleh investor dan calon investor untuk memberikan
gambaran tentang laporan keuangan tahunan sehingga dijadikan sebagai
acuan untuk pembuatan keputusan investasi. Penelitian ini diharapkan
akan memberikan wacana baru dalam mempertimbangkan aspek-aspek
yang perlu diperhitungkan dalam investasi yang tidak terpaku pada
ukuran-ukuran moneter.
d. Dapat digunakan oleh badan pembuat standar pemerintah selaku
regulator, seperti Bapepam, IAI, Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) dan sebagainya, sebagai masukan dalam
(31)
15
2BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil 1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan memberikan penjelasan mengenai hubungan agensi
yaitu hubungan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent).
Berikut beberapa pandangan mengenai teori keagenan menurut beberapa
ahli ekonomi:
Jansen dan Meckling (1976) dalam Adityasih (2010) menyatakan
teori keagenan merupakan hubungan kontrak antara pemilik (principal)
dengan manajemen (agent) untuk melakukan beberapa jasa bagi pemilik
berdasarkan pendelegasian wewenang dari pemilik kepada agen untuk
mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik. Hal tersebut
memunculkan konflik sebab terdapat kecenderungan masing-masing pihak
mementingkan kepentingannya.
Menurut Belkaoui (2007) hubungan agensi dikatakan telah terjadi
apabila suatu kontrak antara prinsipal dengan agenuntuk memberikan jasa
demi kepentingan principal termasuk pemberian kekuasaan kepada agen
untuk pengambilan keputusan. Masing-masing pihak baik principal
maupun agen termotivasi hanya untuk memaksimalkan kepentingan
(32)
16 Ujiyantho dan Bambang (2007) dalam Waryanto (2010)
menyatakan bahwa terdapat tiga asumsi sifat manusia dalam teori
keagenan yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri
(self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi
masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu
menghindari risiko (risk averse).
Jansen dan Meckling (1976) dalam Adityasih (2010) menjelaskan
bahwa didalam hubungan antara pemilik dan manajemen memunculkan
konflik kepentingan yang terjadi karena adanya pemisahan fungsi antara
kepemilikan perusahaan dan pengendalian. Pemilik dan manajemen
memiliki tujuan yang berbeda, dimana pemilik menginginkan
pengembalian yang sebesar-besarnya dan secepat-cepatnya atas penyertaan
modal kedalam perusahaan dengan melihat kenaikan proporsi dividen dari
tiap tahun. Disisi lain manajemen memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan diri sendiri.
Menurut Putri (2013), konflik keagenan atau perbedaan
kepentingan antara agen dan prinsipal dapat diatasi dengan menerapkan
corporate governance sebagai mekanisme yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan. Corporate governance merupakan salah satu
elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi
serangkaian hubunga dan pengungkapan informasi yang lengkap antara
Manajemen Perusahaan, Dewan Komisaris, para pemegang saham dan
(33)
17 2. Teori Stakeholders
Menurut Ghozali dan Chariri (2007), keberadaan suatu perusahaan
sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada
perusahaan. Stakeholders menurut Wibisono (2009) merupakan pemangku
kepentingan yaitu pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik
langsung maupun tidak langsung, terhadap eksistensi atau aktivitas
perusahaan, dan karenanya kelompok tersebut mempengaruhi dan atau
dipengaruhi oleh perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk stakehoders
yaitu pemasok, pelanggan, pemerintah, masyarakat lokal, investor,
karyawan, kelompok politik, asosiasi perdagangan dan lainnya.
Keberadaan Stakeholders ini berperan menentukan keberhasilan
perusahaan.
Teori stakeholders adalah teori yang menjelaskan mengenai
tanggung jawab dan bagaimana perusahaan menciptakan nilai bagi
organisasi dan lingkungannya. Tujuan dari teori ini adalah untuk
menjelaskan sifat hubungan antara organisasi dan orang-orang yang
memiliki kepentingan dalam operasi dalam hal kegiatan usaha organisasi
(Benn dan Bolton, 2013).
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas
yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus
memberikan manfaat bagi stakeholder-nya. Stakeholder dapat
mengendalikan atau mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi
(34)
18
stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya kekuatan yang dimiliki
stakeholder atas sumber tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007).
Kekuatan tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi
pemakaian sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses
terhadap media yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur
perusahaan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi atas barang
dan jasa yang dihasilkan perusahaan (Deegan, 2000 dalam Ghozali dan
Chariri, 2007). Oleh karena itu, ketika sumber ekonomi perusahaan
dikuasai oleh stakeholder, maka perusahaan akan bereaksi dengan cara
yang memuaskan keinginan stakeholder (Ullman, 1982 dalam Ghozali dan
Chariri, 2007). Perusahaan akan mempertimbangkan kepentingan dari
para stakeholder, salah satunya dalam hal pertanggungjawaban aktifitas
sosial perusahaan.
3. Signaling Theory
Teori sinyal merupakan teori yang menjelaskan tentang bagaimana
perusahaan memberikan sinyal-sinyal kepada pengguna laporan keuangan.
Perusahaan yang memiliki kualitas baik dapat membedakan dirinya
dengan perusahaan yang berkualitas buruk melalui sinyal yang
ditunjukkan kepasar modal tentang kualitas kinerjanya. Sinyal yang
diberikan oleh seorang manajer menggambarkan kondisi perusahaan yang
dapat berbentuk negatif maupun positif (Spance, 1973).
Menurut Spance (1973), asymmetric information yang timbul dari
(35)
19 yang dilakukan oleh manajer terhadap investor. Pemberian sinyal yang
dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asymmetric information, yang
merupakan kondisi dimana manajer lebih mengetahui informasi lebih
banyak dibanding dengan investor. Manajer sebenarnya mengetahui
distribusi yang sebenarnya dari tingkat pengembalian laba perusahaan,
tetapi investor tidak mengetahuinya (Ross, 1977). Hal ini yang
menyebabkan terjadinya asymmetric information, dimana terdapat
perbedaan informasi yang diterima oleh manajer dan investor, maka
pemberian sinyal kepada pihak eksternal sangat penting sebagai upaya
mengurangi terjadinya asymmetric information.
Penggungkapan CSR yang tepat dan sesuai harapan stakeholder
digunakan sebagai sinyal goodnews yang diberikan kepada pihak
manajemen kepada publik bahwa perusahaan memiliki prospek bagus di
masa depan dan memastikan terciptanya sustainability development (Putri,
2013)
4. Teori Legitimasi
Teori Legitimasi didasarkan atas gagasan bahwa bisnis
perusahaan yang beroperasi di masyarakat memiliki kontrak sosial
dimana organisasi diharapkan melakukan tindakan yang diingkan oleh
masyarakat sebagai balasan atas diterimanya tujuan perusahaan,
kelangsungan hidup perusahaan, dan penghargaan lainnya (Guthrie dan
(36)
20 Menurut Wartick dan Mahon (1994) dalam Risty dan Sany
(2015), kesenjangan legitimasi diakibatkan karena kinerja perusahaan
yang berubah sementara harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan
tetap sama, harapan masyarakat terhadap kierja perusahaan berubah,
sementara kinerja perusahaan sendiri tetap sama dan baik kinerja
perusahaan dan harapan masyarakat sama-sama berubah, tetapi bergerak
kearah yang berbeda atau bergerak kearah yang sama tetapi waktunya
berbeda.
Pengurangan dari gap legitimasi menurut O’Donovan (2002)
dalam Djuataningsih dan Marsyah (2012) dapat dilakukan dengan
memperluas wilayah kesesuaian antara operasi perusahaan dengan
pengharapan masyarakat dengan cara melakukan strategi legitimasi dan
melakukan pendekatan social disclosure. Social disclosure ini dilakukan
dalam hal menanggapi ekspektasi masyarakat dan perubahan persepsi
masyarakat terhadap organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengkomunikasikan dalam bentuk laporan sustainability report yang
berisi tanggung jawab perusahaan terhadap sosial dan lingkungan.
5. Komite Audit
Pengertian Komite Audit menurut Komite Nasional Kebijakan
Governance dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia 2006 yaitu sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang
lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan
(37)
21
klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam
mempertahankan independensinya dari manajemen.
Berikut ketentuan dan peraturan mengenai Komite Audit sebagai
berikut:
a. Surat Edaran BAPEPAM No.SE-03/PM/2000 tentang pelaksanaan
pembentukan Komite Audit bagi perusahaan go-public.
b. Keputusan Direksi BEJ No.Kep-339/BEJ/07-2001 tentang aturan
jumlah dan kualifikasi keanggotaan Komite Audit.
c. Surat Keputusan Ketua BAPEPAM No.Kep-412/PM/2003 mengenai
pedoman pembentukan Komite Audit.
d. Kep-117/M-MBU/2002 mewajibkan BUMN memiliki Komite Audit.
e. Peraturan No.IX.1.5 mengenai pembentukan dan pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit dalam Lampiran Keputusan Ketua
BAPEPAM No.29/PM/2004.
Dewan Komisaris umumnya membentuk komite-komite di
bawahnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan peraturan
perundangan yang berlaku untuk membantu Dewan Komisaris dalam
melaksanakan tanggung jawab dan wewenangnya secara efektif. Komite
yang dibentuk oleh Dewan Komisaris tersebut adalah Komite Audit,
Komite Kebijakan Risiko, Komite Remunerasi dan Nominasi, dan Komite
Kebijakan CorporateGovernance. Namun, menurut peraturan BEJ Nomor
KEP-339/BEJ/07-2001, yang sifatnya wajib dimiliki oleh perusahaan yang
(38)
22 Peran dan tanggungjawab Komite Audit menurut Komite Nasional
Good Corporate Governance (KNGCG, 2002) yaitu:
a. Pelaporan Keuangan
Peran dan tanggung jawab Komite Audit dalam pelaporan keuangan:
1) Pengawasan atas proses pelaporan keuangan dengan menekankan
agar standar dan kebijaksanaan keuangan yang berlaku terpenuhi.
2) Memeriksa ulang laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan
standar dan kebijaksanaan tersebut dan apakah sudah konsisten
dengan informasi lain yang diketahui oleh anggota Komite Audit.
3) Mengawasi audit laporan keuangan eksternal dan menilai mutu
pelayanan dan kewajaran biaya yang diajukan auditor eksternal.
b. Manajemen Risiko dan Kontrol
Dalam hal manajemen risiko dan kontrol, peran dan tanggung jawab
Komite Audit adalah:
1) Mengawasi proses manajemen risiko dan kontrol, termasuk
identifikasi risiko dan evaluasi kontrol untuk mengecilkan risiko.
2) Mengawasi laporan auditor internal dan auditor eksternal untuk
memastikan bahwa semua bidang kunci risiko dan kontrol
diperhatikan.
3) Menjamin bahwa pihak manajemen melaksanakan semua
rekomendasi yang terkait dengan risiko dan kontrol, yang dibuat
(39)
23 c. Corporate Governance
Tanggungjawab Komite Audit di bidang corporate governance adalah
memberikan kepastian bahwa perusahaan tunduk pada undang-undang
dan peraturan yang berlaku, dan mempertahankan kontrol yang efektif
terhadap benturan kepentingan pegawai. Peran dan tanggung jawab
Komite Audit harus termasuk juga:
1) Mengawasi proses corporate governance
2) Memastikan bahwa manajemen senior membudayakan GCG
3) Mengerti semua pokok persoalan yang mungkin dapat
mempengaruhi kinerja finansial atau non-finansial perusahaan
4) Memonitor bahwa perusahaan tunduk pada tiap undang-undang dan
peraturan yang berlaku
5) Mengharuskan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil
pemeriksaan corporate governance dan temuan lainnya
Struktur Komite Audit di Indonesia diatur dalam Keputusan
Ketua BAPEPAM Nomor Kep-41/PM/2003 tentang Peraturan Nomor
IX.I.5: Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit
adalah sebagai berikut:
a. Anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan
Komisaris dan dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.
b. Anggota Komite Audit yang merupakan komisaris independen
(40)
24 independen yang menjadi anggota Komite Audit lebih dari satu
orang maka salah satunya bertindak sebagai ketua Komite Audit.
Rekomendasi yang dibentuk oleh Forum for Corporate
Governance in Indonesia 2002 adalah penting bahwa perusahaan harus
memperhatikan karakteristik yang dimiliki oleh setiap anggota Komite
Auditnya. Hal ini disebabkan karakteristik komite akan berpengaruh
pada peran Komite Audit dalam pemberian bantuan kepada Dewan
Komisaris dalam melaksanakan tugasnya tentang pengendalian internal
dan pelaporan keuangan dan manajemen.
Persyaratan keanggotaan Komite Audit sesuai dengan
Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-29/PM/2004 sebagai berikut:
a. Memiliki intregitas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang
pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.
b. Salah seorang dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang
pendidikan akuntansi atau keuangan.
c. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan di bidang lainnya.
d. Bukan merupakan orang dari KAP, kantor konsultan hukum, atau
pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non-audit, atau jasa
(41)
25
e. Bukan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab
dalam merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan
perusahaan dalam waktu enam bulan terakhir.
f. Tidak memiliki saham di perusahaan.
g. Tidak memiliki hubungan keluarga karena perkawinan dan
keturunan dengan komisaris, direksi atau pemegang saham utama
perusahaan.
h. Tidak memiliki hubungan usaha, baik langsung maupun tidak
langsung, yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan.
a. Independensi Komite Audit
Menurut Sukrisno (2012), Independensi artinya tidak mudah
dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa auditor
tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab
bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimiliki, auditor akan
kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk
mempertahankan kebebasan pendapatanya.
Pengertian independensi juga terdiri dari tiga jenis yaitu:
1) Independensi dalam penampilan (Independent In Appearance)
merupakan independensi yang selama bertugas selalu menghindari
keadaan yang dapat menyebabkan pihak lain meragukan
(42)
26
2) Independensi dalam kenyataan/fakta (Independent In Fact)
merupakan sikap auditor dalam menjalankan tugasnya selalu
mematuhi kode etik internal auditor dan professional framework of
internal auditor.
3) Independensi dalam pikiran (Independent In Mind) merupakan
sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan professional
auditor.
Dari ketiga pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa
independensi yaitu sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh pihak lain, serta tidak bergantung pada orang lain.
Independensi juga berarti adanya kejujurean dalam mempertimbangkan
fakta dan adanya pertimbangan objektif. Independensi anggota Komite
Audit dapat dilihat dari persyaratan keanggotaan Komite Audit, seperti
tertuang dalam Peraturan No. IX.1.5 tentang pembentukan dan
pedoman pelaksanaan kerja Komite Audit, lampiran ketua Bapepam
No. 29/PM/2000.
Menurut Islahuzzaman (2012), Independensi adalah: “Auditor yang independen adalah auditor yang tidak dipengaruhi oleh berbagai
kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan
fakta yang dijumpainya dalam audit. Independensi lebih banyak
ditentukan faktor luar diri auditor.”
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa auditor dalam
(43)
27 menimbulkan konflik kepentingan atau menimbulkan prasangka yang
meragukan untuk dapat melaksanakan tugas dan profesinya secara
objektif.
b. Keahlian Komite Audit
Keahlian Komite Audit merupakan professional yang
mempunyai latar belakang pendidikan dan berpengalaman dalam
bidang akuntansi dan auditing. Menurut Hiro Tugiman (2006)
Peningkatan keahlian internal auditor secara signifikan dilakukan
memalui program sertifikasi profesi, baik sertifikasi tingkat nasional
maupun internasional.
Berdasarkan pendapat di atas untuk pengembangan keahlian
Komite Audit dibutuhkan pelatihan, namun tetap mengikuti
perkembangan zaman dan terus menjaga tingkat kemampuannya salama
karier profesinya. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PER-211/K/JF/2010
tentang standar keahlian auditor bahwa keahlian auditor adalah ukuran
kemampuan minimal yang harus dimiliki auditor yang mencakup aspek
pengetahuan (knowledge), keterampilan/keahlian (skill), dan sikap
perilaku (attitude) untuk dapat melakukan tugas-tugas dalam jabatan
fungsional auditor dengan hasil baik.
Berdasarkan keputusan diatas seorang auditor diakatakan
kompeten jika memiliki pengetahuan, keterampilan/keahlian, dan sikap
(44)
28 melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Keahlian seseorang juga
memiliki pengaruh positif terhadap pekerjaan yang dilakukannya yaitu
sejauh mana peran orang itu dapat dinilai sebagai individu dalam
pengambilan keputusan dan efektif dalam penyelesaian pekerjaannya.
c. Frekuensi Rapat Komite Audit
Dalam setiap audit committee charter yang dimiliki oleh
masing-masing anggota, Komite Audit akan mengadakan pertemuan
untuk rapat secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau
rapat-rapat khusus bila diperlukan. Pertemuan secara periodik ini
sebagaimana ditetapkan oleh Komite Audit sendiri dan dilakukan
sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan rapat Dewan Komisaris
yang ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan. Komite Audit
biasanya perlu untuk mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali
dalam satu tahun untuk melaksanakan kewajiban dan
tanggungjawabnya (FCGI, 2002).
Komite Audit juga dapat mengadakan pertemuan eksekutif
dengan pihak-pihak luar keanggotaan Komite Audit yang diundang
sesuai dengan keperluan atau secara periodik. Pihak-pihak luar tersebut
antara lain komisaris, manajemen senior, kepala auditor internal dan
kepala auditor eksternal. Hasil rapat Komite Audit dituangkan dalam
risalah rapat yang ditandatangani oleh semua anggota Komite Audit.
Ketua komite audit bertanggung jawab atas agenda dan
(45)
29 pertemuan Komite Audit kepada Dewan Komisaris. Apabila Komite
Audit menemukan hal-hal yang diperkirakan dapat mengganggu
kegiatan perusahaan, Komite Audit wajib menyampaikannya kepada
Dewan Komisaris selambat-lambatnya sepuluh hari kerja.
Laporan yang dibuat dan disampaikan Komite Audit kepada
komisaris utama adalah:
1) Laporan triwulanan mengenai tugas yang dilaksanakan dan realisasi
program kerja dalam triwulan bersangkutan.
2) Laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Komite Audit.
3) Laporan atas setiap penugasan khusus yang diberikan oleh Dewan
Komisaris.
Dalam laporan Komite Audit kepada Dewan Komisaris, Komite
Audit memberikan kesimpulan dari diskusi dengan auditor eksternal
tentang temuan mereka yang berhubungan dengan peninjuan tengah
tahun dan laporan keuangan tahunan, rekomendasi atas pengangkatan
auditor eksternal dan setiap masalah pengunduran diri, penggantian dan
pemberhentian perikatannya, kesimpulan tentang nilai fungsi audit
internal dan tanggapan atas penemuan audit internal, serta kesimpulan
atas kinerja sistem kontrol internal. Pertemuan Komite Audit berfungsi
sebagai media komunikasi formal anggota Komite Audit dalam
mengawasi proses corporate governance, untuk memastikan bahwa
manajemen senior membudayakan corporate governance, memonitor
(46)
30 persoalan yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja keuangan atau
non-keuangan perusahaan, memonitor bahwa perusahaan patuh pada
tiap undang-undang dan peraturan yang berlaku, dan mengharuskan
auditor internal melaporkan secara tertulis hasil pemeriksaan corporate
governance dan temuan lainnya.
d. Ukuran Komite Audit
Ukuran Komite Audit merupakan salah satu karakteristik yang
mendukung efektifitas kinerja Komite Audit dalam suatu perusahaan.
Destika (2011) menyatakan bahwa karakteristik Komite Audit yang
mendukung fungsi pengawasan terhadap manajemen (agen) agar tidak
merugikan pemilik perusahaan (prinsipal) adalah ukuran Komite Audit.
Karena dengan semakin besarnya ukuran Komite Audit akan
meningkatkan fungsi monitoring pada Komite Audit terhadap pihak
manajemen.
Siswanto Sutojo (2005) dalam Ristifani (2009) menyatakan
bahwa Komite Audit harus beranggotakan lima orang, diangkat untuk
masa jabatan lima tahun. Dua diantara lima orang anggota tersebut
pernah menjadi akuntan publik. Tiga orang anggota yang lain bukan
akuntan publik. Ketua komite audit dipegang oleh salah seorang
anggota Komite akuntan publik, dengan syarat selama lima tahun
terakhir mereka tidak berprofesi sebagai akuntan publik. Ketua dan
anggota Komite Audit tidak diperkenankan menerima penghasilan dari
(47)
31
Sedangkan Task Force Komite Audit yang dibentuk oleh Komite
Nasional Good Corporate Governance dan diwakili tim kerja dari
FCGI untuk menyusun Pedoman Pembentukan Komite Audit yang
Efektif tanggal 30 Mei 2002 sebagai berikut :
1) Dewan Komisaris harus membentuk suatu Komite Audit.
2) Harus ada ketentuan-ketentuan tertulis yang mengatur dengan jelas
kewenangan dan tugas Komite Audit.
3) Tugas utama Komite Audit termasuk pemeriksaan dan pengawasan
tentang proses pelaporan keuangan dan kontrol internal.
4) Anggota Komite Audit harus diangkat dari anggota Dewan
Komisaris yang tidak melaksanakan tugas-tugas eksekutif dan
paling sedikit terdiri dari tiga anggota.
Keanggotaan Komite Audit diatur dalam Surat Keputusan Direksi PT
Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-339/BEJ/07/2001 bagian C, yaitu
sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang anggota.
Dalam rekomendasi yang dibentuk oleh Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI, 2002) adalah penting bahwa
perusahaan harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki oleh setiap
anggota Komite Auditnya. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa perusahaan di Indonesia khususnya yang terdaftar di BEI harus
memiliki Komite Audit dengan anggota minimal 3 orang yang dibentuk
oleh Dewan Komisaris perusahaan. Komite Audit berfungsi juga untuk
(48)
32 untuk itu Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris
dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya.
6. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham.
Mahdiyah (2008) dalam Honimah (2011) profitabilitas merupakan faktor
yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk
mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham.
Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin
besar pengungkapan informasi sosial. Profitabilitas adalah hasil akhir
bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh
perusahaan (Brigham dan Houston, 2006) dalam Dewa Sancahya (2010),
dimana rasio ini digunakan sebagai alat pengukur atas kemampuan
perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian pengukuran
profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan tingkat efektifitas manajemen
secara menyeluruh dan secara tidak langsung para investor jangka panjang
akan sangat berkepentingan dengan analisis ini. Selain itu keuntungan
(profitabilitas) sangat penting bagi perusahaan bukan saja untuk terus
mempertahankan pertumbuhan bisnisnya namun juga memperkuat kondisi
keuangan perusahaan.
Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan
gabungan pengaruh dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada
(49)
33 untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas adalah gross
profit margin, operating profitmargin, net profitmargin, Return on Equity
dan Return on assets.
Gross profit margin merupakan rasio profitabilitas yang
menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba. Gross profit margin merupakan presentase dari laba kotor
dibandingkan dengan sales. Operating profit margin adalah rasio yang
menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba sebelum adanya pajak dan bunga dari penjualan yang dilakukan.
Rasio ini menggambarkan apa yang biasanya disebut "pure profit" yang
diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan.
Operating profit disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa
jumlah tersebut yang benar-benar diperoleh dari hasil operasional
perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa
bunga serta kewajiban terhadap pemerintah berupa pembayaran pajak. Net
profit margin adalah rasio profitabilitas yang menghitung sejauh mana
perusahaan dalam menghasilkan laba setelah dipotong pajak dan bunga
dari penjualan yang dilakukan. Semakin tinggi net profit margin, maka
makin baik profitabilitas suatu perusahaan.
Return on equity (ROE) menunjukkan kemampuan manajemen
perusahaan dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan net
(50)
34 semakin baik karena berarti dividen yang dibagikan atau ditanamkan
kembali sebagai retained earning juga akan makin besar.
Return on assets (ROA) menunjukkan kemampuan manajemen
perusahaan dalam menghasilkan income dari pengelolaan aset yang
dimiliki untuk menghasilkan laba. Rasio ini menunjukkan seberapa besar
efektivitas perusahaan dalam menggunakan asetnya. Semakin tinggi rasio
ini, maka semakin efektif penggunaan aktiva tersebut.
Kelima rumus rasio untuk menhitung profitabilitas ini dicantumkan
pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1
Rumus Rasio Profitabilitas
Rasio Rumus
Gross Profit Margin GPM = Sales - Cost Of GoodSales
Sales
Operating Profit Margin OPM = Operating Profit
Sales
Net profit Margin NPM = Net profit After Tax
Sales
Return on Equity ROE = NetProfitAfterTax
StockholderEquity
Return on assets ROA = Netlncome
TotalAssets
Sumber: Dewa Sancahya (2010)
Pada penelitian ini profitabilitas perusahaan diukur dengan rasio
return on assets yang diambil dari data keuangan perusahaan perbankan
yang menjadi objek penelitian, yang listing pada Bursa Efek Indonesia
selama periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Rasio ini
merupakan rasio yang terpenting untuk mengetahui profitabilitas suatu
perusahaan. Return on asset merupakan ukuran efektifitas perusahaan di
dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang
(51)
35
7. Corporate Social Responsibility (CSR)
Pada dasarnya, CSR merupakan sebuah konsep tentang perlunya
sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat
dan stakeholder lainnya. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai
tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para stakeholder-nya,
terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan
operasinya. CSR berusaha memberikan perhatian terhadap lingkungan dan
sosial ke dalam operasinya. Sebagaimana dijelaskan oleh Darwin (2004)
dalam Anggraini (2006) Pertanggungjawaban sosial adalah mekanisme
bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian
terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, operasi
bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tidak hanya berkomitmen dengan
ukuran keuntungan secara finansial saja,tetapi juga harus berkomitmen
pada pembangunan sosial ekonomi secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Definisi CSR dalam ISO 26000 (www.csrindonesia.com) adalah
sebagai berikut:
Responsibility of an organization for the impact of its decisional and activities on society and the environment through transparent and ethical behaviour that is consistent with sustainable development and welfare of society; takes into account the expectation of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent international norms of behavior; and is integrated throughout the organization.
(52)
36 Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa CSR
merupakan tanggung jawab perusahaan atau organisasi atas dampak yang
ditimbulkan dari keputusan dan aktivitas yang telah diambil dan dilakukan
oleh organisasi tersebut, melalui perilaku yang transparan dan etis.
Berdasarkan konsep ISO 26000, penerapan tanggung jawab sosial
perusahaan hendaknya terintegrasi pada seluruh aktivitas organisasi yang
mecakup isu-isu pokok berikut ini:
a. Pengembangan Masyarakat
b. Konsumen
c. Praktek Kegiatan Institusi yang sehat.
d. Lingkungan
e. Ketenagakerjaan
f. Hak Asasi Manusia
g. OrganizationalGovernance
Dengan demikian, jika suatu perusahaan hanya berfokus pada
isu-isu tertentu saja, misalnya perusahaan hanya peduli terhadap isu-isu
lingkungan dan mengabaikan isu mengenai ketenagakerjaan atau isu-isu
lainnya, maka perusahaan tersebut sesungguhnya belum melaksanakan
tanggung jawab sosialnya secara utuh dan menyeluruh.
8. Sustainability Report
Pengungkapan tanggung jawab sosial adalah proses pengkomunikasin
efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan
(53)
37 secara keseluruhan (Gray et.al., 1987 dalam Waryanto, 2010). Dengan
mengungkapakan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan
sehubungan dengan lingkungan diharapkan perusahaan bisa mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat bahwa dalam melaksanakan aktivitasnya,
perusahaan tidak hanya berfokus pada keuntungan semata melainkan
perusahaan juga memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap
lingkungan.
Selain itu, Darwin (2007) dalam Waryanto (2010) menyatakan bahwa
pengungkapan tanggung jawab sosial bertujuan untuk menjalin hubungan
komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan
Stakeholder lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan
CSR dalam setiap aspek kegiatan operasinya. Pengungkapan kinerja
lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan
terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas, responsibilitas,
dan transparasi perusahaan kepada investor dan stakeholder lainnya.
Kewajiban pengungkapan CSR di Indonesia telah diakomodasi dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 tentang penyajian
laporan keuangan yang menyatakan bahwa perusahaan dapat pula menyajikan
laporan tambahan, khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan
hidup memegang peranan penting. Berdasarkan hal tersebut, sudah
selayaknya perusahaan melaporkan semua aspek yang mempengaruhi
(54)
38 Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi perusahaaan
dapat dilakukan dengan mengungkapkan hal tersebut ke dalam laporan
tahunan perusahaan atau mengungkapkannya ke dalam laporan yang terpisah.
Mengungkapkan laporan CSR ke dalam Laporan tahunan lebih lazim
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Laporan tahunan
merupakan alat yang digunakan oleh manajemen utnuk melakukan
pengungkapan dan pertanggungjawaban kinerja perusahaan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat. Para pengguna laporan
tahunan seperti analis, investor, masyarakat dan lainnya membutuhkan
informasi yang lengkap mengenai laporan tentang suatu perusahaan.
Namun, menurut Darwin, saat ini berkembang pelaporan perusahaan
mengenai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berdiri sendiri dan
terpisah dari laporan tahunan perusahaan, yang dikenal dengan sustainability
report (SR). Sustainability report merupakan sebuah laporan yang tidak
hanya berpijak pada single bottom line, yaitu kondisi keuangan perusahaan
saja tetapi berpijak pada triple bottom line, yaitu selain informasi keuangan
juga menyediakan informasi sosial dan lingkungan.
Pengungkapan Laporan Keberlanjutan (sustainability report) semakin
mendapat perhatian dalam praktik bisnis global dan menjadi salah satu
kriteria dalam menilai tanggung jawab sosial suatu perusahaan. Para
pemimpin perusahaan-perusahaan dunia semakin menyadari bahwa
pengungkapan laporan yang lebih komprehensif (tidak hanya sekedar laporan
(55)
39 Laporan keberlanjutan (sustainability report) harus benar-benar
menunjukkan bahwa perusahaan yang melaporkannya diyakini telah berada
pada kondisi keberlanjutan atau minimal telah berada di jalan yang tepat
menuju ke kondisi tersebut. Tentu saja, untuk mengetahui apakah perusahaan
telah sampai atau berada di jalan menuju keberlanjutan, diperlukan
pemahaman atas apa itu perusahaan yang berkelanjutan. Jalal (2007) dalam
Yunita Prastiwi (2011) ada empat konsep yang membangun keberlanjutan
suatu perusahaan, yaitu pembangunan berkelanjutan, CSR, teori pemangku
kepentingan, dan teori akuntabilitas perusahaan. Hanya perusahaan yang telah
memenuhi berbagai kondisi yang dijelaskan oleh masing-masing konsep
itulah yang bisa dikatakan telah menjadi perusahaan yang berkelanjutan.
Konsep pembangunan berkelanjutaan menjelaskan bahwa perusahaan
adalah alat bagi manusia untuk mencapai tujuan bersama, yaitu keadilan intra
dan antargenerasi dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Berikut
manfaat yang diperoleh perusahaan yang menerbitkan sustainability report:
a. Meningkatkan Citra Perusahaan
Pembangunan citra merupakan hal yang penting bagi perusahaan. Salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membangun kepedulian
perusahaan kepada lingkungan dan sosial masyarakat. Dengan
menerbitkan sustainability report, masyarakat dapat mengetahui bahwa
perusahaan telah melaksanakan komitmennya kepada lingkungan dan
(56)
40
b. Disukai Konsumen
Hasil survei di Inggris menyatakan bahwa 60% konsumen akan membeli
produk yang dipersepsikan sedikit merusak lingkungan (ramah
lingkungan). Begitu pula sebaliknya, konsumen tidak akan membeli
produk yang dipersepsikan dapat merusak lingkungan.
c. Diminati oleh Investor
Investor tidak hanya berfokus untuk mencarai return yang besar tetapi
juga mencari perusahaan yang ramah lingkungan dan menjalankan
tanggung jawab sosial.
d. Dipahami oleh Stakeholder
Dalam pembuatan sustainability report, perusahaan harus memahami
para stakeholder-nya. Perusahaan harus membangun komunikasi dengan
para stakeholder-nya. Dalam melakukan komunikasi, perusahaan perlu
mengidentifikasi sifat dan kebutuhan stakeholder-nya. Dialog antara
perusahaan dan para stakeholder-nya akan membantu perusahaan
mengantisipasi berbagai isu yang mungkin terjadi, memenuhi kebutuhan
stakeholder, dan membangun bisnis yang lebih baik.
Pengungkapan sustainability report dalam standar yang
dikembangkan oleh GRI (Global Reporting Initiatives). Dalam standar GRI
(GRI, 2006) indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu:
a. Indikator kinerja ekonomi meliputi:
1) Aspek kinerja ekonomi.
(57)
41
3) Dampak ekonomi tidak langsung.
b. Indikator kinerja sosial meliputi:
1) Praktik Kerja: karyawan, hubungan manajemen dengan karyawan,
keselamatan dan kesehatan kerja, kesempatan kerja.
2) Hak Asasi Manusia: praktik dan investasi pengadaan, non
diskriminasi, kebebasan berserikat dan berkumpul, buruh anak, kerja
paksa, keamanan praktik, masyarakat asli.
3) Masyarakat: komunitas, anti korupsi, kebijakan publik, kompetisi,
kepatuhan
4) Tanggung jawab produk: kesehatan dan keamanan pelanggan, labeling
produk dan jasa, komunikasi pemasaran, privasi konsumen.
c. Kinerja lingkungan
1) Bahan baku, Energi, Air.
2) Keanekaragaman hayati.
3) Emisi, sungai, dan limbah.
4) Produk dan jasa.
5) Ijin pelaksanaan.
6) Transportasi.
7) Pakaian kerja.
Dengan menerbitkan sustainability report, banyak manfaat yang
diperoleh perusahaan. Namun ternyata di Indonesia sendiri, belum banyak
(58)
42 karena kendala-kendala seperti berikut (Witoelar, 2005) dalam Taufiq
Sanjaya (2013):
a. Rendahnya Political Will
Pengungkapan sustainability report di Indonesia masih bersifat sukarela
(voluntary) bukan mandatory untuk itu dalam pelaporannya diperlukan
political will yang kuat dari top management sebab mereka yang
menentukan kebijakan perusahaan.
b. Tidak Ada Pengukuran Kinerja
Kinerja keuangan dapat diukur dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan. Rasio-rasio keuangan ini dapat secara langsung dihitung dari
laporan keuangan, misalnya rasio likuiditas dan rasio solvabilitas. Kinerja
sustainability report tidak dapat diukur secara langsung dari kegiatan
perusahaan. Tidak ada kepastian apakah kenaikan penjualan perusahaan
merupakan pengaruh langsung dari adanya kegiatan sosial perusahaan.
Namun, kendala ini dapat diatasi yaitu dengan membuat
indikator-indikator atas dampak kegiatan perusahaan. Indikator ini biasanya bersifat
nonkeuangan.
B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh Independensi Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report.
Untuk mendukung implementasi Good Corporate Governance
(1)
114
Lampiran 6 Hasil Output SPSS
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CSRD 55 ,12 1,08 ,5870 ,28685
AUINDP 55 ,25 1,00 ,5522 ,16636
AUEXCT 55 ,25 1,00 ,5502 ,22095
AUMEET 55 4,00 59,00 17,3091 13,70033
AUSIZE 55 3,00 7,00 4,1455 1,19285
ROA 55 ,00 ,48 ,1065 ,10603
Valid N (listwise) 55
Correlations
CSRD AUINDP AUEXCT AUMEET AUSIZE ROA
Pearson Correlation CSRD 1.000 .450 -.017 .062 -.401 .545
AUINDP .450 1.000 -.174 -.006 -.550 .390
AUEXCT -.017 -.174 1.000 .256 .039 .004
AUMEET .062 -.006 .256 1.000 -.210 .123
AUSIZE -.401 -.550 .039 -.210 1.000 -.270
ROA .545 .390 .004 .123 -.270 1.000
Sig. (1-tailed) CSRD . .000 .450 .326 .001 .000
AUINDP .000 . .102 .483 .000 .002
AUEXCT .450 .102 . .030 .390 .489
AUMEET .326 .483 .030 . .062 .185
AUSIZE .001 .000 .390 .062 . .023
ROA .000 .002 .489 .185 .023 .
N CSRD 55 55 55 55 55 55
AUINDP 55 55 55 55 55 55
AUEXCT 55 55 55 55 55 55
AUMEET 55 55 55 55 55 55
AUSIZE 55 55 55 55 55 55
(2)
115
Variables Entered/Removeda
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 ROA, AUEXCT,
AUSIZE, AUMEET, AUINDPb
. Enter
a. Dependent Variable: CSRD b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .624a .390 .327 ,23528 1.768
a. Predictors: (Constant), ROA, AUEXCT, AUSIZE, AUMEET, AUINDP b. Dependent Variable: CSRD
Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea -.02678
Cases < Test Value 27
Cases >= Test Value 28
Total Cases 55
Number of Runs 27
Z -.406
Asymp. Sig. (2-tailed) .685
a. Median
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.731 5 .346 6.254 .000b
Residual 2.712 49 .055
Total 4.443 54
a. Dependent Variable: CSRD
(3)
116
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficientst Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .480 .268 1.791 .079
AUINDP .312 .249 .181 1.254 .216 .599 1.669
AUEXCT .039 .152 .030 .253 .801 .903 1.108
AUMEET -.001 .003 -.038 -.318 .752 .866 1.154
AUSIZE -.047 .033 -.196 -1.414 .164 .651 1.536
ROA 1.154 .332 .427 3.482 .001 .829 1.206
b. Dependent Variable: CSRD
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue
Condition Index
Variance Proportions
(Constant) AUINDP AUEXCT AUMEET AUSIZE ROA
1 1 5.001 1.000 .00 .00 .00 .01 .00 .01
2 .452 3.325 .00 .00 .01 .01 .01 .73
3 .332 3.881 .00 .01 .00 .79 .02 .00
4 .115 6.581 .00 .17 .53 .04 .00 .14
5 .089 7.476 .00 .12 .37 .08 .26 .11
6 .010 22.399 .99 .70 .09 .06 .71 .01
a. Dependent Variable: CSRD
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value ,3225 1,0965 ,5870 ,17904 55
Std. Predicted Value -1.477 2.846 .000 1.000 55
Standard Error of Predicted
Value .045 .127 .075 .020 55
Adjusted Predicted Value ,3078 1,1361 ,5899 ,18485 55
Residual -,45378 ,59212 ,00000 ,22412 55
Std. Residual -1.929 2.517 .000 .953 55
Stud. Residual -1.965 2.587 -.006 1.011 55
Deleted Residual -,53546 ,62913 -,00292 ,25346 55
Stud. Deleted Residual -2.027 2.756 .000 1.035 55
Mahal. Distance 1.003 14.826 4.909 3.311 55
Cook's Distance .000 .253 .023 .044 55
(4)
117
(5)
118
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 55
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation .22411863
Most Extreme Differences Absolute .087
Positive .087
Negative -.052
Test Statistic .087
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) .388 .159 2.445 .018
AUINDP -.105 .147 -.128 -.716 .478
AUEXCT -.139 .090 -.224 -1.538 .131
AUMEET .000 .001 .021 .142 .888
AUSIZE -.019 .020 -.162 -.943 .350
ROA -.038 .196 -.029 -.193 .847
(6)