Analisa Harmonisa Pada Sisi Masukan Dan Keluaran Penyearah Terkendali Satu Fasa

(1)

ANALISA HARMONISA PADA SISI MASUKAN DAN

KELUARAN PENYEARAH TERKENDALI

SATU FASA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro

Oleh:

060422004

MESTIKA SETIAWAN TAMBUNAN

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISA HARMONISA PADA SISI MASUKAN DAN KELUARAN PENYEARAH TERKENDALI

SATU FASA

Oleh:

060422004

MESTIKA SETIAWAN TAMBUNAN

Tugas Akhir ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro

Disetujui oleh: Pembimbing Tugas Akhir

NIP. 19610404 198811 1 001 (Ir. RISWAN DINZI, MT)

Diketahui oleh:

Departemen Teknik Elektro FT USU Pelaksana Harian,

NIP. 1946 1020 1973 02 1 001 (Prof. Dr. Ir. USMAN BAAFAI)

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha

Kasih, atas segala berkat, rahmat dan limpahan karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini dalam waktu yang telah ditetapkan, dengan judul:

ANALISA HARMONISA PADA SISI MASUKAN DAN KELUARAN

PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA. Penulisan tugas akhir ini dilakukan

guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Ayahanda W. Tambunan,

Ibunda M.Hutabarat serta Abang-abangku, Kakak, Adik dan semua keluarga yang

telah banyak mendidik, berdoa dan berkorban bagi penulis. Semoga Tuhan Yang

Maha Esa akan membalasnya.

Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Ir. Riswan Dinzi, MT

selaku pembimbing pada penyelesaian tugas akhir ini yang telah memberikan

bimbingan dan kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan tugas akhir ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. Ir. Usman Baafai selaku

Ketua Departemen Teknik Elektro, semua dosen dan seluruh staff pegawai

administrasi pada Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas


(4)

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari akan

kekurangsempurnaan dalam penulisannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan

sumbangan berupa saran atau kritikan yang dapat menambah wawasan.

Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi setiap orang yang

membacanya, dan kiranya anugerah Tuhan selalu menyertai kita semua.

Medan, Mei 2010 Penulis

Mestika Setiawan T. NIM. 060422004


(5)

Abstrak

Pada konverter, untuk menghasilkan tegangan keluaran yang terkendali

digunakan thyristor (phase controlled-thyristor). Tegangan keluaran terkendali

tersebut dapat divariasikan dengan mengontrol atau mengatur sudut penyalaan

thyristor dan faktor dayanya biasa rendah, terutama pada daerah tegangan

keluaran rendah.

Dalam penyearah terkendali, tegangan keluaran konverter akan

membangkitkan harmonisa pada sumber. Beberapa teknik komutasi thyristor

dikembangkan untuk meningkatkan faktor daya sisi masukan dan mengurangi

level harmonisa. Teknik komutasi yang akan dibicarakan adalah kontrol sudut

extinction dan kontrol sudut simetris.

Pada Tugas Akhir ini akan dibandingkan Total Harmonic Distortion

(THD) dan faktor daya penyearah terkendali satu fasa dengan konfigurasi;

semikonverter, kontrol sudut extinction dan kontrol sudut simetris. Pada sudut

tunda 60o diperoleh THD sebesar 76,73% dengan faktor daya 0,78 (lagging) untuk semikonverter, sedangkan pada sudut pemadaman 60o untuk kontrol sudut extinction diperoleh THD sebesar 47,27% dengan faktor daya 0,89 (leading).

Selanjunya sudut konduksi 97,16o, untuk kontrol sudut simetris diperoleh THD sebesar 45,82% dengan faktor daya 0,90 (lagging). Dari hasil menunjukkan

bahwa, kontrol sudut simetris memiliki THD paling kecil dan memiliki faktor

daya yang lebih baik, bila dibandingkan dengan kontrol sudut extinction dan


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ... i

Kata Pengantar ... ii

Abstrak ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Gambar ... vii

Bab I Pendahuluan ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Tujuan Penulisan ... 3

1.3.Pembatasan Masalah ... 3

1.4.Metode Penulisan ... 4

1.5.Sistematika Penulisan ... 4

Bab II Penyearah Terkendali ... 6

2.1.Prinsip Operasi Penyearah Terkendali dengan Thyristor .. 6

2.2.Semikonverter Satu Fasa... 8

2.3.Semikonverter Satu Fasa dengan Beban RL ... 10

2.4.Konverter Penuh Satu Fasa ... 13

2.5.Konverter Penuh Satu Fasa dengan Beban RL ... 15

2.6.Peningkatan Faktor Daya ... 17

2.7.Kontrol Sudut Extinction ... 17

2.8.Kontrol Sudut Simetris ... 18

Bab III Analisa Harmonisa Menggunakan Deret Fourier ... 21

3.1.Harmonisasi... 21

3.2.Deret Fourier ... 23

3.2.1. Simetri Genap ... 25

3.2.2. Simetri Ganjil... 26

3.2.3. Simetri Setengah Gelombang ... 28

3.3.Persamaan Deret Fourier untuk Semikonverter ... 29

3.4.Persamaan Deret Fourier untuk Kontrol Sudut Extinction 31 3.5.Persamaan Deret Fourier untuk Kontrol Sudut Simetris ... 32

Bab IV Analisa Harmonisa Penyearah Terkendali Satu Fasa ... 33

4.1.Tegangan Keluaran Menggunakan Metode Fourier ... 33

4.2.Harmonisa Arus Masukan ... 41

4.3.Riak Tegangan ... 44

4.4.Gambar Rangkaian ... 47

4.5.Bentuk Gelombang Arus Sumber, Arus Beban, dan Tegangan Beban ... 48


(7)

Bab V Kesimpulan dan Saran ... 50 5.1.Kesimpulan ... 50 5.2.Saran ... 51


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Konverter Thyristor Satu Fasa dengan Beban

Resistif 7

Gambar 2.2. Semikonverter Satu Fasa 10

Gambar 2.3. Konverter Penuh Satu Fasa 14

Gambar 2.4. Kontrol Sudut Extinction 18

Gambar 2.5. Kontrol Sudut Simetris 19

Gambar 3.1. Bentuk gelombang sinusoidal dan gelombang

terdistorsi 22

Gambar 3.2. Harmonisa fundamental, ketiga, dan kelima 22

Gambar 4.1. Gambar Rangkaian 47

Gambar 4.2. Gelombang Arus Sumber, Arus Beban, dan Tegangan

Beban 48

Gambar 4.3. Perbandingan Spektrum Harmonisa Arus Masukan antara Semikonverter,Kontrol Sudut Extinction dan


(9)

Abstrak

Pada konverter, untuk menghasilkan tegangan keluaran yang terkendali

digunakan thyristor (phase controlled-thyristor). Tegangan keluaran terkendali

tersebut dapat divariasikan dengan mengontrol atau mengatur sudut penyalaan

thyristor dan faktor dayanya biasa rendah, terutama pada daerah tegangan

keluaran rendah.

Dalam penyearah terkendali, tegangan keluaran konverter akan

membangkitkan harmonisa pada sumber. Beberapa teknik komutasi thyristor

dikembangkan untuk meningkatkan faktor daya sisi masukan dan mengurangi

level harmonisa. Teknik komutasi yang akan dibicarakan adalah kontrol sudut

extinction dan kontrol sudut simetris.

Pada Tugas Akhir ini akan dibandingkan Total Harmonic Distortion

(THD) dan faktor daya penyearah terkendali satu fasa dengan konfigurasi;

semikonverter, kontrol sudut extinction dan kontrol sudut simetris. Pada sudut

tunda 60o diperoleh THD sebesar 76,73% dengan faktor daya 0,78 (lagging) untuk semikonverter, sedangkan pada sudut pemadaman 60o untuk kontrol sudut extinction diperoleh THD sebesar 47,27% dengan faktor daya 0,89 (leading).

Selanjunya sudut konduksi 97,16o, untuk kontrol sudut simetris diperoleh THD sebesar 45,82% dengan faktor daya 0,90 (lagging). Dari hasil menunjukkan

bahwa, kontrol sudut simetris memiliki THD paling kecil dan memiliki faktor

daya yang lebih baik, bila dibandingkan dengan kontrol sudut extinction dan


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tenaga listrik memegang peranan yang penting dalam industri. Pada aplikasi

industri bahwa tenaga listrik ini harus dikontrol terlebih dahulu sebelum diberikan

ke beban. Untuk mengontrol tenaga listrik, biasanya digunakan suatu konverter.

Konverter ac-dc adalah pengontrol tenaga listrik ac yang tersedia dikonversi

menjadi tegangan dc melalui penyearah terkendali.

Untuk menghasilkan tegangan keluaran yang terkendali digunakan

thyristor (phase-controlled-thyristor). Tegangan keluaran penyearah terkendali

dapat divariasikan dengan mengontrol atau mengatur sudut penyalaan thyristor.

Thyristor dinyalakan dengan memberikan satu pulsa pendek pada gerbangnya dan

dimatikan melalui komutasi natural atau komutasi line, dan pada kasus dengan

beban yang sangat induktif, thyristor dimatikan dengan menyalakan thyristor yang

lain pada penyearah pada setengah masa negatif tegangan masukan.

Namun adanya penggunaan konverter dalam sistem akan menimbulkan

tegangan atau arus yang nonsinusoidal. Kadar harmonisa yang tinggi dalam

sistem tidak dikehendaki, karena dapat menimbulkan beberapa kerugian, seperti:

naiknya distorsi terhadap input, kegagalan fungsi dari peralatan elektronik yang

sensitif, menurunkan efisiensi dan pemborosan energi listrik. Dengan demikian


(11)

Berkaitan dengan tegangan keluaran penyearah terkendali (thyristor)

bergantung pada sudut penyalaan α. Konverter tersebut akan membangkitkan harmonisa pada sumber. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi level

harmonisa, dengan mengimplementasikan teknik komutasi. Teknik komutasi

tersebut digunakan pada konverter ac-dc. Teknik dasar komutasi untuk konverter

ac-dc tersebut diklasifikasikan menjadi, kontrol sudut extinction, kontrol sudut


(12)

1.2Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari Tugas Akhir ini:

1. Untuk mempelajari dan mengetahui prinsip kerja dari penyearah terkendali

dengan menggunakan thyristor.

2. Mempelajari harmonisa pada sisi masukan dan keluaran pada penyearah

terkendali.

3. Mempelajari teknik dasar komutasi untuk konverter ac-dc yaitu kontrol

sudut simetris.

4. Mempelajari penggunaan deret fourier dalam menganalisa rangkaian yang

memiliki fungsi-fungsi periodik, domain waktu dan frekuensi.

1.3Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam Tugas Akhir ini, dibuat batasan masalah

sebagai berikut:

1. Penyearah yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah penyearah

terkendali satu fasa yang mengkonversi tegangan ac ke dc yang dikenal

sebagai konverter ac-dc.


(13)

1.4Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah:

1. Studi Literatur

Yaitu dengan membaca buku-buku referensi, bahan ajaran kuliah, jurnal,

artikel, dan lainnya yang berkaitan dengan topik bahasan Tugas Akhir ini.

2. Studi Bimbingan/ Diskusi

Yaitu melakukan diskusi dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh

Departemen Teknik Elektro USU, mengenai masalah yang timbul selama

penulisan Tugas Akhir ini.

1.5Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini terdiri atas 5 bab, yang disusun dalam sistematika berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian singkat dari latar belakang, tujuan penulisan,

pembatasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II PENYEARAH TERKENDALI

Bab ini menguraikan hal-hal yang berhubungan dengan penyearah

terkendali satu fasa, semikonverter satu fasa, konverter penuh satu

fasa, kontrol sudut extinction dan kontrol sudut simetris.

BAB III ANALISA HARMONISA MENGGUNAKAN DERET FOURIER Bab ini menentukan harmonisa pada penyearah terkendali melalui


(14)

BAB IV ANALISA HARMONISA PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA

Bab ini membahas hasil pengamatan penyearah terkendali dan hasil

perhitungan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran


(15)

BAB II

PENYEARAH TERKENDALI

Untuk menghasilkan tegangan keluaran yang terkendali digunakan pengendali

fasa thyristor. Tegangan keluaran penyearah terkendali dapat divariasikan dengan

mengontrol atau mengatur sudut penyalaan thyristor. Thyristor dinyalakan dengan

memberikan satu pulsa pendek pada gerbangnya dan dimatikan melalui komutasi

natural atau komutasi line, dan pada kasus dengan beban yang sangat induktif,

thyristor dimatikan dengan menyalakan thyristor yang lain pada penyearah pada

setengah masa negatif tegangan masukan.

2.1 Prinsip Operasi Penyearah Terkendali dengan Thyristor

Pada gambar 2-1a rangkaian dengan beban resistif. Selama setengah siklus positif

dari tegangan masukan, anode thyristor relatif positif terhadap katode sehingga

thyristor disebut terbias-maju. Ketika thyristor T dinyalakan pada ωt = α, Thyristor T akan tersambung dan tegangan masukan akan muncul di beban.

Ketika tegangan masukan mulai negatif pada ωt = π, anode thyristor akan negatif terhadap katodenya dan thyristor T akan disebut terbias-mundur; dan dimatikan.

Waktu setelah tegangan masukan mulai positif hingga thyristor dinyalakan pada ωt = α disebut sudut delay atau sudut penyalaan α.


(16)

Gambar 2-1b memperlihatkan daerah operasi dari konverter, dengan tegangan

dan arus keluaran memiliki polaritas tunggal. Gambar 2-1c memperlihatkan

bentuk gelombang tegangan masukan, tegangan keluaran, arus beban dan

tegangan sepanjang thyristor T.

(a) Rangkaian (b) Kuadran

(c) Bentuk gelombang

Gambar 2-1 Konverter thyristor satu fasa dengan beban resistif

Jika Vm merupakan puncak tegangan masukan, tegangan keluaran rata-rata

Vdc dapat diperoleh dari Vp Vs= Vm sin η t

+

R io T

-+

VT1

Vo +

-Vdc

0 Idc Io V0


(17)

Vdc =

( )

απ

π

α ω ω π ω

π sin 2 ( cos )

2 1 t V t td V m

m = −

= ( α)

π 1 cos

2 +

m

V ... (2-1)

dan Vdc bervariasi dari Vm/π hingga 0 dengan mengubah-ubah α antara 0 hingga π. Tegangan keluaran rata-rata akan menjadi maksimum bila α = 0 dan tegangan keluaran maksimum Vdm akan menjadi

Vdm =

π

m

V

... (2-2)

Normalisasi tegangan keluaran terhadap Vdm , diperoleh tegangan keluaran

ternormalisasi menjadi ) cos 1 ( 5 ,

0 + α

= dm dc n V V

V ... (2-3)

Tegangan keluaran-rms diberikan oleh

rms

V = ( ) ( ) ( )

2 / 1 2 2 / 1 2

2 1 cos2

4 sin 2 1       =      

πα

π

α ω ω π ω ω

π t d t

V t td V m m = 2 / 1 2 2 sin 1 2        

π α+ α

π

m

V ... (2-4)

2.2 Semikonverter Satu Fasa

Kontrol rangkaian semikonverter satu fasa dapat diperlihatkan pada gambar 2-2a

dengan beban induktif tinggi. Arus beban diasumsikan kontinyu tanpa ripple.

Selama setengah siklus positif, thyristor T1 terbias-maju. Ketika thyristor T1

dinyalakan pada ωt = α, beban dihubungkan dengan suplai masukan melalui T1 dan D2 selama periode α ≤ ωt ≤ π. Selama periode π ≤ ωt ≤ (π + α), tegangan


(18)

masukan negatif dan diode freewheeling Dm terbias maju. Dm akan tersambung sehingga memberikan arus yang kontiniu pada beban induktif. Arus beban akan di

transfer dari T1 dan D2 ke Dm ; dan thyristor T1 dan diode D2 dimatikan. Selama

setengah siklus negatif tegangan masukan, thyristor T2 terbias maju dan

menyalakan thyristor T2 pada ωt = π + α akan mengakibatkan Dm terbias mundur. Diode Dm dimatikan dan beban dihubungkan ke suplai melalui T2 dan D1.

Gambar 2-2b memperlihatkan daerah operasi konverter, dengan kedua

tegangan dan arus keluaran memiliki polaritas positif. Gambar 2-2c

memperlihatkan bentuk gelombang tegangan masukan, tegangan keluaran, arus

masukan dan arus yang melalui T1, T2, serta D1 dan D2.

Tegangan keluaran rata-rata dapat ditentukan dari

Vdc = π

( )

[

]

πα

α ω ω π ω

π t

V t d t

V m

m cos

2 2 sin

2 2

− =

= (1 cosα)

πm +

V

... (2-5)

dan Vdc dapat menvariasikan dari 2Vm/π hingga 0 dengan mengubah α dari 0 sampai π. Tegangan rata-rata keluaran maksimum adalah Vdm = 2Vm/π dan tegangan keluaran rata-rata ternormalisasi adalah

Vn = =0,5(1+cosα)

dm dc

V V

... (2-6)

Tegangan kaluaran rms didapatkan sebagai

Vrms = ( ) ( ) ( )

2 / 1 2

2 / 1 2

2 1 cos2

2 sin

2 2

   

=    

 

V td t Vm t d t

m ω ω π ω ω

π

π

α π

α

=

2 / 1

2 2 sin 1

2 

 

  

π α+ α

π

m


(19)

(a) Rangkaian (b) Kuadran

(c) Bentuk gelombang

Gambar 2-2 Semikonverter satu fasa

2.3 Semikonverter Satu Fasa dengan Beban RL

Secara praktis, suatu beban memiliki induktansi yang berhingga. Arus beban

bergantung pada nilai resistansi beban R, induktansi beban L dan tegangan baterai

Vp Vs

+

R

L E

is

D1 D2 T1 T2

DM Vo +

_

Io = Ia

iDm iD2 iD1

iT1 iT2

-Vdc

0 Idc Io


(20)

E terlihat pada gambar 2-2a . Operasi konverter dapat dibagi menjadi dua mode:

mode 1 dan mode 2.

Mode 1. Mode ini berlaku untuk 0 ≤ ωt ≤ α, selama diode freewheeling Dm tersambung. Arus beban iL1 selama mode 1 digambarkan dengan

0

1

1 + + =

E Ri dt di L L L

... (2-8)

dengan kondisi awal iL1 (ωt = 0) = IL0 pada keadaan tunak, akan memberikan

) 1 ( ( / ) ) / ( 0 1 t L R t L R L L e R E e I

i = − − − − untuk iL1 ≥ 0 ... (2-9) Pada akhir setiap mode ωt = α, arus beban akan menjadi IL1, yaitu

] 1

[ )

( 0 ( / )( / ) ( / )( / )

1 1 ω α ω α α

ω R L R L

L L L e R E e I t i

I = = = − − − − untuk IL1 ≥ 0 ... (2-10)

Mode 2. Mode ini berlaku untuk α ≤ ωt ≤ π, ketika thyristor T1 tersambung. Jika (vs = 2 Vs) merupakan tegangan masukan, arus beban iL2

selama mode 2 dapat ditentukan dari

t V E Ri dt di

L L L s ω

sin 2

2

2 + + −

... (2-11)

yang solusinya berbentuk

R E e A t Z V

iL = s − + R Lt

−( / ) 1

2 sin( )

2

θ

ω untuk iL2 ≥ 0

dengan impedansi beban Z = [R2 + (ωL)2)1/2 dan sudut impedansi θ = tan-1(ωL/R). Konstanta A1 yang dapat ditentukan dari kondisi awal: pada ωt = α, iL2 = IL1, diperoleh sebagai ) / )( / ( 1

1 sin( )

2 α ω

θ

α R L

s L e Z V R E I A         − − + =


(21)

Substitusi A1 akan menghasilkan ) / )( / ( 1

2 sin( )

2 )

sin(

2 s R L t

L s L e Z V R E I R E t Z V

i − −

        − − + + − −

= ω θ α θ α ω . (2-12)

Pada akhir mode 2 persamaan keadaan tunak: I L2(ωt = π) = I L0. Dengan menerapkan kondisi ini pada persamaan (2-9) dan menyelesaikan untuk I L0,

diperoleh R E e e Z V

I R L

L R s Lo − − − − − = ( / )( / )− − / ) )( / ( 1 ) sin( ) sin( 2 ω π ω π α θ α θ

π ... (2-13) ; Untuk ILo ≥ 0 dan θ≤ωt ≤α

Arus rms thyristor dapat juga ditentukan dari persamaan (2-12) sebagai

2 / 1 2

2 ( )

2 1       =

π

α ω

π i d t

IR L

Arus rata-rata thyristor dapat juga ditentukan dari persamaan (2-12) sebagai

) ( 2

1 2

2d t

i

IA L ω

π π α

=

Arus rms keluaran dapat ditentukan dari persamaan (2-9) dan (2-12) sebagai

2 / 1 2 2 0 2

1 ( )

2 2 ) ( 2 2     +

= π

αi d ωt π

απi d ωt

Irms L L

Arus keluaran rata-rata dapat ditentukan dari persamaan (2-9) dan (2-12) sebagai

+

= π α ω π απ (ω )

2 1 ) ( 2 1 2

0 i 1d t i d t


(22)

2.4 Konverter Penuh Satu Fasa

Rangkaian untuk konverter penuh satu fasa diperlihatkan pada gambar 2-3a

dengan beban sangat induktif sehingga arus beban bersifat kontiniu dan tanpa

ripple. Sepanjang setengah siklus positif, thyristor T1 dan T2 terbias-maju; dan

ketika thyristor-thyristor ini dinyalakan secara bersamaan pada ωt = α, beban akan terhubung ke suplai melalui T1 dan T2. Akibat beban yang bersifat indukt if, thyristor T1 dan T2 akan terus bersambung saat waktu yang telah melewati

t

ω = π, walaupun tegangan masukan telah negatif. Selama setengah siklus tegangan masukan negatif, thyristor T3 dan T4 akan terbias-maju; dan penyalaan

thyristor T3 dan T4 akan memberikan tegangan suplai sebagai tegangan

bias-mundur bagi T1 dan T2 ke T3 dan T4. gambar 2-3b memperlihatkan daerah operasi

konverter dan gambar 2-3c yang memperlihatkan gelombang tegangan keluaran

dan arus masukan serta keluaran.

Selama periode dari α ke π, tegangan masukan vs dan arus masukan is akan

positif; daya akan mengalir dari catu ke beban. Saat itu konverter dikatakan

berada pada mode operasi penyearahan. Selama periode dari π ke π + α. Tegangan vs akan negatif, sedangkan is akan positif; sehingga terdapat aliran daya balik dari beban ke suplai. Saat ini konverter disebut berada pada keadaan mode operasi

invers. Konverter jenis ini digunakan secara ekstensif pada banyak aplikasi

industri sampai level daya 15 kW. Tergantung pada nilai α, tegangan keluaran rata-rata dapat positif ataupun negatif dan memberikan operasi pada dua kuadran.


(23)

(a) Rangkaian (b) Kuadran

(c) Bentuk gelombang

Gambar 2-3 konverter penuh satu fasa

Tegangan keluaran rata-rata dapat ditentukan dari

Vdc =

( )

[

]

πα α

α π

α ω ω π ω

π +

+

− =

Vm td t Vm cos t

2 2 sin

2 2

= α

π cos

2Vm

... (2-14)

Vp Vs

+ T1 T3

T4 T2

Vo

R

L E

io = ia

+

-is

Vdc 0 -Vdc

Idc Io V0


(24)

dan Vdc dapat bervariasi dari 2Vm/ π ke -2Vm/ π dengan mengubah α antara 0 sampai dengan π. Tegangan keluaran rata-rata maksimum adalah Vdm=2Vm/ π dan tegangan keluaran rata-rata ternormalisasi adalah

Vn = =cosα

dm dc

V V

... (2-15)

Nilai rms tegangan keluaran diberikan oleh

Vrms = ( ) ( ) ( )

2 / 1 2

2 / 1 2

2 1 cos2

2 sin

2 2

   

 

− =

   

 

+

+

t d t V

t td

V m

m ω ω π ω ω

π

α π

α α

π

α

=

s m

V V

=

2

... (2-16)

Dengan beban yang resistif murni, thyristor T1 dan T2 akan tersambung dari α ke

π, dan thyristor T3 dan T4 akan tersambung dari α + π ke 2π.

2.5 Konverter Penuh Satu Fasa dengan Beban RL

Operasi konverter pada Gambar 2-3a dapat dibagi menjadi dua mode identik;

mode 1 ketika T1 dan T2 tersambung, dan mode 2 ketika T3 dan T4 yang

tersambung. Arus keluaran pada mode in semua mirip dan kita perlu

memperhatikan hanya pada satu mode untuk memperoleh arus keluaran iL.

Mode 1 valid untuk α ≤ ωt ≤ (α + π). Jika vs= 2 Vs sin ωt merupakan tegangan masukan, ωt = α , iL = IL0 persamaan memberikan iL sebagai

IL = sin( ) ( / )( / )

2 2 )

sin(

2 s R L t

Lo

s V e

R E I R E t

Z

V

   

+

+ −

θ α θ α ω


(25)

Pada akhir dari mode 1 pada kondisi keadaan tunak iL (ωt = π + α) = IL1 = IL0. Dengan penerapan kondisi ini pada persamaan (2-17) dan menyelesaikan untuk iL0

diperoleh

R E e

e Z

V I

I R L

L R s

L

Lo

−− −

− −

=

= ( / )( / ) −

/ ) )( / ( 1

1

) sin( ) sin( 2

ω π

ω π θ

α θ

α ... (2-18)

; Untuk ILo ≥ 0

Nilai kritis dari α ketika I0 menjadi nol dapat diselesaikan untuk nilai yang diketahui dari θ, R, L, E, dan Vs. Arus rms thyristor dapat ditentukan dari

persamaan (2-17) sebagai

2 / 1 2

) ( 2

1

   

  = π

α ω

π i d t

IR L

Arus keluaran rms dapat ditentukan dalam bentuk

R R

R

rms I I I

I =( 2 + 2)1/2 = 2

Arus rata-rata thyristor dapat ditentukan dari persamaan (2-17) sebagai

+

= π α

α ω

π ( )

2 1

t d i

IA L

Arus keluaran rata-rata dapat ditentukan dari

A A A

dc I I I


(26)

2.6 Peningkatan Faktor Daya

Pada konverter, untuk menghasilkan tegangan keluaran yang terkendali

digunakan thyristor (phase controlled-thyristor). Tegangan keluaran terkendali

tersebut dapat divariasikan dengan mengontrol atau mengatur sudut penyalaan

thyristor dan faktor dayanya biasa rendah, terutama pada daerah tegangan

keluaran rendah. Dalam penyearah terkendali, tegangan keluaran konverter akan

membangkitkan harmonisa pada sumber. Beberapa teknik komutasi thyristor

dikembangkan untuk meningkatkan faktor daya sisi masukan dan mengurangi

level harmonisa. Teknik komutasi yang akan dibicarakan adalah kontrol sudut

extinction dan kontrol sudut simetris.

2.7 Kontrol Sudut Extinction

Gambar 2-4a memperlihatkan semikonverter satu fasa, dengan thyristor T1 dan T2

diganti dengan saklar S1 dan S2. Pada kontrol sudut extinction, saklar S1 akan dinyalakan pada ωt = 0 dan dimatikan dengan komutasi paksa pada ωt = π – β. Saklar S2 dinyalakan pada ωt = π dan dimatikan pada ωt = (2π – β). Tegangan keluaran dikendalikan dengan mengubah-ubah sudut extinction β. Gambar 2-4b memperlihatkan tegangan masukan, tegangan keluaran, arus masukan dan arus

yang melewati saklar thyristor.

Tegangan keluaran rata-rata diperoleh dari

) cos 1 ( ) ( sin 2

2

0 ω ω π β

π β π

+ =

=

m

m dc

V t td V

V ... (2-19)

dan Vdc dapat diubah-ubah dari 2Vm/π sampai 0 dengan mengubah β dari 0 sampai


(27)

Vrms =

2 / 1 0

2 2

) ( sin 2

2

  

π−β

ω ω

π Vm td t

=

2 / 1

2 2 sin 1

2 

 

  

π β + β π

m

V

... (2-20)

(a) Rangkaian

(b) Bentuk Gelombang


(28)

2.8 Kontrol Sudut Simetris

Kontrol sudut simetris memperbolehkan operasi pada satu kuadran dan gambar

2-5a memperlihatkan semikonverter satu fasa, dengan saklar S1 dan S2 yang

dikomutasi paksa. Saklar S1 dinyalakan pada ωt =(π −β)/2dan dimatikan pada 2

/ ) (π β

ωt = + . Saklar S2 dinyalakan pada ωt =(3π −β)/2 dan dimatikan pada 2

/ ) 3 ( π β

ωt = + . Tegangan keluaran dikendalikan dengan mengubah-ubah sudut konduksi β. Gambar 2-5b memperlihatkan bentuk gelombang tegangan masukan, tegangan keluaran, dan arus yang melalui saklar-saklar.

Tegangan keluaran rata-rata diperoleh sebagai

Vdc =

+

2 / ) (

2 / ) (

2 2 π β

β π

π Vm sin ωt d (ωt) = sin 2

2 β

πm

V

... (2-21)

dan Vdc dapat bervariasi dari 2Vm/π ke 0 dengan mengubah β dari π ke 0. Tegangan keluaran rms diberikan oleh

Vrms =

[

+

]

2 / ) (

2 / ) (

2 / 1

sin2 V2m 2

2 π β β

π ω

π

=

2 / 1

) sin (

1

2 

 

β+ β

π

m

V

... (2-22)

(a) Rangkaian

Vs

S1 S2

Vo

+

-+

iT1

iT2

B e b a n

Is

D1 D2 Dm

iDM


(29)

(b) Bentuk gelombang


(30)

BAB III

ANALISA HARMONISA MENGUNAKAN DERET FOURIER

Kita akan membahas analisis rangkaian dengan mempelajari fungsi-fungsi

periodik, baik dalam domain waktu maupun frekuensi. Fungsi-fungsi semacam ini

dapat direpresentasikan sebagai jumlah dari sedemikian banyak fungsi sinus dan

kosinus yang secara harmonik saling membentuk hubungan.

Topik mengenai deret Fourier sangat penting untuk berbagai bidang

aplikasi, seperti penggunaan teknik-teknik berbasis Fourier untuk membantu kita

dalam menganalisa rangkaian dan pada masa sekarang, dimana kita sering

berhadapan dengan peralatan-peralatan yang menggunakan catu daya modulasi

(contohnya komputer) maka subjek harmonisa dalam sistem daya listrik dan

elektronika daya dengan cepat tumbuh menjadi suatu permasalahan yang sangat

serius, bahkan pada pembangkit-pembangkit daya berdaya besar sekalipun. Dalam

hal ini, hanya analisis berbasis Fourierlah yang menjadi dasar dari permasalahan

tersebut dan oleh karenanya solusinya akan dapat ditemukan.

3.1 Hamonisa

Harmonisa didefenisikan sebagai cacat gelombang sinus yang terjadi yang

disebabkan oleh interaksi antara bentuk gelombang sinus sistem dengan

gelombang lain yang mempunyai frekuensi kelipatan bilangan bulat dari frekuensi


(31)

Hal ini disebut frekuensi harmonisa yang timbul pada bentuk gelombang aslinya

sedangkan bilangan bulat pengali frekuensi dasar disebut angka urutan harmonisa.

Gambar 3.1. Bentuk gelombang sinusoidal dan gelombang terdistorsi

Misalnya, frekuensi dasar suatu sistem tenaga listrik adalah 50 Hz (di Indonesia),

maka harmonisa kedua adalah gelombang dengan frekuensi 100 Hz, harmonisa

ketiga adalah gelombang frekuensi 150 Hz dan seterusnya.

Gelombang-gelombang ini menumpang pada Gelombang-gelombang aslinya sehingga terbentuk

gelombang cacat yang merupakan jumlah antara gelombang asli dengan

gelombang harmonisanya.


(32)

Harmonisa ketiga dapat didefenisikan sebagai 3 periode gelombang yang

terbentuk pada saat gelombang fundamentalnya masih berlangsung dalam satu

periode. Harmonisa kelima juga terbentuk menjadi 5 periode gelombang yang

lebih kecil amplitudonya saat gelombang fundamentalnya masih berlangsung

dalam satu periode. Dapat dilihat pada gambar 3.2 diatas.

Jumlah antara frekuensi fundamental dan kelipatannya, akan menyebabkan

frekuensi fundamental tidak lagi berbentuk sinus murni, tetapi mengalami distorsi.

Gambar 3.1 dan 3.2, menunjukkan gelombang sinus yang terdistorsi akibat

adanya haronisa pertama, ketiga, dan kelima. Nampak bahwa bentuk gelombang

berubah sama sekali dari bentuk sebuah gelombang sinus. Hal ini akan

menyebabkan perubahan pada nilai besaran-besaran gelombang tersebut

(misalnya nilai rms).

Pada era sekarang, penyebab munculnya harmonisa sebagian besar adalah

elektronika daya. Rangkaian elektronika daya digunakan secara luas pada

Swicthing Power Supplies, UPS, komputer, printer, lampu fluorescent yang

menggunakan elektronik ballast, kendali kecepatan motor, motor induksi, baterai

charger, proses elektroplating, dan lain-lain.

3.2 Deret Fourier

Setiap fungsi periodik f(ωt) dapat diuraikan menjadi deret trigonometri tak berhingga dan disebut deret Fourier. Supaya dapat diuraikan menjadi deret


(33)

- Fungsi tersebut merupakan fungsi periodik dan memenuhi relasi f(ωt) = f(ωt + 2π) dengan periode 2π.

- Integral

[

( )

]

( )

2 t d t f t t ω ω π ω ω

+

mempunyai harga tertentu untuk setiap harga ωt. - Fungsi f(ωt) merupakan fungsi kontiniu atau fungsi yang tidak kontiniu

yang diskontiniuitasnya tertentu dalam satu periode.

- Dalam satu periode fungsi f(ωt) mempunyai harga maksimum dan minimum yang jumlahnya tertentu.

Ambil suatu fungsi periodik f(ωt) maka deret Fourier untuk fungsi tersebut sebagai berikut :

... ) 3 cos( ) 2 cos( ) cos( )

( t = A +A1 wt +A2 wt + A3 wt +

f ω n

... ) 3 sin( ) 2 sin( )

sin( 2 3

1 + + +

+B wt B wt B wt

[

]

= +

+ =

1

0 cos( ) sin( )

) (

n

n

n n t B n t

A A

t

f ω ω ω ... (3-1)

A0, An, dan Bn disebut koefisien Fourier dan ditentukan dengan rumus:

= π 2π ω ω

0

0 ( ) ( )

2 1 t d t f

A ... (3-2a)

=π 2π ω ω ω

0 ) ( ) cos( ) ( 1 t d t n t f

An ... (3-2b)

=π 2π ω ω ω

0 ) ( ) sin( ) ( 1 t d t n t f

Bn ... (3-2c)


(34)

Beberapa kondisi khusus bentuk fungsi dapat lebih mudah dinyatakan

dalam deret Fourier yaitu bila fungsi tersebut mempunyai bentuk simetri.

3.2.1 Simetri genap

Suatu fungsi dikatakan simetri genap bila memenuhi persamaan sebagai

berikut :

f(ωt) = f(-ωt)

ini berarti fungsi tersebut simetri terhadap sumbu vertikal. Untuk fungsi ini dapat

dibuktikan bahwa koefisien Bn, sama dengan nol.

=π 2π ω ω ω

0 ) ( ) sin( ) ( 1 t d t n t f Bn

− = π π ω ω ω

π ( )sin( ) ( )

1 t d t n t f Bn ] ) ( ) sin( ) ( ) ( ) sin( ) ( [ 1 0 0

+ = − π π ω ω ω ω ω ω

π f t n t d t f t n t d t

Bn

Bila variabel ωt pada integral pertama diganti dengan -σ dan dilakukan pengubahan batas integral di dapat:

] ) ( ) sin( ) ( ) ( ) sin( ) ( [ 1 0 0

− − + − = π

π σ σ σ ω ω ω

π f n d f t n t d t

Bn ] ) ( ) sin( ) ( ) ( ) sin( ) ( [ 1 0 0

+ −

= π σ σ σ π ω ω ω

π f n d f t n t d t

Bn

Simbol yang digunakan pada variabel integral tidak mempengaruhi nilai


(35)

Bn = 0

Karena fungsi simetri genap maka koefisien A0 dan An dapat ditentukan sebagai

berikut :

= π 2π ω ω

0

0 ( ) ( )

2 1

t d t f A

= π ω ω ω

π

2 0

) ( ) cos( ) ( 1

t d t n t f An

=π π ω ω ω

0

) ( ) cos( ) ( 2

t d t n t f An

Sehingga untuk fungsi simetri genap berlaku :

[

]

= + =

1

0 cos( )

) (

n

n n t

A A

t

f ω ω ... (3-3a)

=π π ω ω

0

0 ( ) ( )

1

t d t f

A ... (3-3b)

= π ω ω ω

π 0

) ( ) cos( ) ( 2

t d t n t f

An ... (3-3c)

3.2.2 Simetri ganjil

Fungsi simetri ganjil mempunyai sifat simetri terhadap titik awal dan mempunyai

hubungan:

f(ωt) = - f(-ωt)

Untuk fungsi simetri ganjil dapat dibuktikan bahwa koefisien An = 0 atau


(36)

=π 2π ω ω ω

0 ) ( ) cos( ) ( 1 t d t n t f An

− = π π ω ω ω

π ( )cos( ) ( )

1 t d t n t f An ] ) ( ) cos( ) ( ) ( ) cos( ) ( [ 1 0 0

+ = − π π ω ω ω ω ω ω

π f t n t d t f t n t d t

An

Variabel ωt integral pertama diganti dengan -σ dan dilakukan pengubahan batas integral di dapat:

] ) ( ) cos( ) ( ) ( ) cos( ) ( [ 1 0 0

− − + − = π

π σ σ σ ω ω ω

π f n d f t n t d t

An ] ) ( ) cos( ) ( ) ( ) cos( ) ( [ 1 0 0

− +

= π σ σ σ π ω ω ω

π f n d f t n t d t

An ] ) ( ) cos( ) ( ) ( ) cos( ) ( [ 1 0 0

+ −

=π π f σ nσ d σ π f ωt nωt d ωt

An

0 =

n

A

Dengan cara yang sama dapat dibuktikan bahwa :

A0 = 0

Karena fungsi ganjil, maka koefisien Bn dapat ditentukan sebagai berikut:

=π 2π ω ω ω

0 ) ( ) sin( ) ( 1 t d t n t f Bn

=π π ω ω ω

0 ) ( ) sin( ) ( 2 t d t n t f Bn


(37)

Sehingga untuk fungsi simetri ganjil berlaku:

[

]

= = 1 ) sin( ) ( n

n n t

B t

f ω ω ... (3-4a)

=π π ω ω ω

0 ) ( ) sin( ) ( 2 t d t n t f

Bn ... (3-4b)

3.2.3 Simetri setengah gelombang

Fungsi f(ωt) mempunyai sifat simetri setengah gelombang bila : f(ωt) = - f(ωt ± π)

Deret Fourier fungsi ini hanya mengandung komponen ganjil

=π 2π ω ω ω

0 ) ( ) cos( ) ( 1 t d t n t f An

= 1 0 ( )cos( ) ( )

π

ω ω ω

π f t n t d t

An ] ) ( ) cos( ) ( ) ( ) cos( ) ( [ 1 0 0

+ = − π π ω ω ω ω ω ω

π f t n t d t f t n t d t

An

Misalkan integral pertama ruas kanan sama dengan F dan dengan mengambil ωt = σ - π maka integral pertama ruas kanan dapat diuraikan menjadi :

F

= 1 0 ( )cos( ) ( )

π

ω ω ω

π f t n t d t

− −

= 0 ( )cos[( )] ( )

π

σ π σ π

σ n d

f

− +

=π σ σ π σ π σ

0 ) ( )] sin( ) sin( ) cos( ) )[cos(

( n n n n d


(38)

Mengingat sin (nπ) = 0 maka di dapat :

F =−

π σ σ σ π 0 ) ( ) cos( ) ( )

cos(n f n d

Kemudian dimasukkan lagi ke dalam koefisien An di dapat :

=π π π ω ω ω

0 ) ( ) cos( ) ( )] cos( 1 [ 1 t d t n t f n An

Faktor

[

1−cos(nπ)

]

menunjukkan bahwa An = 0 bila n genap, sehingga di dapat :

= π ω ω ω

π 0 ) ( ) cos( ) ( 2 t d t n t f

An , n ganjil

= 0 , n genap ... (3-5)

Dengan perhitungan yang sama di dapat:

=π π ω ω ω

0 ) ( ) sin( ) ( 2 t d t n t f

Bn , n ganjil

= 0 , n genap ... (3-6)

3.3 Persamaan Deret Fourier Untuk Semikonverter Satu Fasa Tegangan keluaran sesaat dapat dinyatakan dalam deret Fourier sebagai

) sin cos ( ) ( ,.. 3 , 2 , 1

∞ = + + = n n n dc

o t V a n t b n t

V ω ω

Semikonverter Satu Fasa

) sin cos ( ) ( ,.. 3 , 2 , 1

∞ = + + = n n n dc

o t V a n t b n t


(39)

dengan

Vdc =

π α

ω ω

π sin ( )

2 2

t td

Vm = (1 cosα)

πm +

V

; α = sudut tunda

n

a =

π α

ω ω ω

π sin cos ( )

1 t td n t Vm =     −− −

++ 1

) 1 cos( 1 ) 1 cos( n n n n

Vm α α

π

n

b =

π

α ω ω ω

π sin sin ( )

1 t td n t Vm =     −− −

++ 1

) 1 sin( 1 ) 1 sin( n n n n

Vm α α

π

Impedansi beban

[

2 2

]

1/2

) ( )

(n L R n L

j R

Z = + ω = + ω < θn

dan θn= tan ( / ).

1

R L nω

Dengan membagi Vo(t) dengan impedansi beban dan

menyederhanakan suku sinus dan kosinus yang menghasilkan arus beban sesaat.

Io(t) = Idc +

=1,3,5,.. + −

) sin( 2 n n n

n n t

I ω φ θ

dengan Idc = (Vdc – E)/R φn = tan-1(a /n b ) dan n

In = 2 2 2 / 1 2 2 ) ( ) ( 2 1 L n R b

an n

ω +


(40)

3.4 Persamaan Deret Fourier untuk Kontrol Sudut Extinction Tegangan keluaran sesaat dapat dinyatakan dalam deret Fourier sebagai

) sin cos ( ) ( ,.. 3 , 2 , 1

∞ = + + = n n n dc

o t V a n t b n t

V ω ω

dengan

Vdc =

−β π ω ω π 0 ) ( sin 2 2 t td

Vm = (1 cosβ)

πm +

V

; β = sudut padam/pemadaman

n

a =

−β π ω ω ω π 0 ) ( cos sin 1 t td n t Vm =     −− −

++ 1

) 1 cos( 1 ) 1 cos( n n n n

Vm β β

π

n

b =

−β π ω ω ω π 0 ) ( sin sin 1 t td n t Vm =     −− −

++ 1

) 1 sin( 1 ) 1 sin( n n n n

Vm β β

π

Impedansi beban

[

2 2

]

1/2

) ( )

(n L R n L

j R

Z = + ω = + ω < θn

dan θn= tan−1(nωL/R). Dengan membagi Vo(t) dengan impedansi beban dan menyederhanakan suku sinus dan kosinus yang menghasilkan arus beban sesaat.

Io(t) = Idc +

=1,3,5,.. + −

) sin( 2 n n n

n n t

I ω φ θ

dengan Idc = (Vdc – E)/R φn = tan-1(a /n b ) dan n

In = 2 2 2 / 1 2 2 ) ( ) ( 2 1 L n R b

an n

ω +


(41)

3.5 Persamaan Deret Fourier Untuk Kontrol Sudut Simetris

[

]

∞ = + + = ,.. 3 , 2 , 1 ) sin( ) cos( ) ( n n n dc

o t V a n t b n t

V ω ω

dengan

Vdc =

+ − 2 / ) ( 2 / ) ( ) ( sin 2

2 π β β

π ω ω

π Vm td t =

2 sin

2 β

πm

V

; β = sudut konduksi

n

a =

+ − 2 / ) ( 2 / ) ( ) ( cos sin 2 π β

β

π ω ω ω

π Vm t n td t

=     − − − + + 1 2 / ) 1 cos( 1 2 / ) 1 cos( n n n n

Vm β β

π

n

b =

+ − 2 / ) ( 2 / ) ( ) ( sin sin 2 π β

β

π ω ω ω

π Vm t n td t

=     − − − + + 1 2 / ) 1 sin( 1 2 / ) 1 sin( n n n n

Vm β β

π

Impedansi beban

[

2 2

]

1/2

) ( )

(n L R n L

j R

Z = + ω = + ω < θn

dan θn= tan−1(nωL/R). Dengan membagi Vo(t) dengan impedansi beban dan menyederhanakan suku sinus dan kosinus yang menghasilkan arus beban sesaat.

Io(t) = Idc +

=1,3,5,.. + −

) sin( 2 n n n

n n t

I ω φ θ

dengan Idc = (Vdc – E)/R φn = tan-1(a /n b ) dan n

In = 2 2 2 / 1 2 2 ) ( ) ( 2 1 L n R b

an n

ω +


(42)

BAB IV

ANALISA HARMONISA PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA

Konverter dioperasikan pada tegangan masukan puncak Vm = 63,64 V, 60 Hz. Beban induktansi L = 25 mH, dan beban resistansi R = 33.33 Ω. Tegangan baterai E = 5 V.

4.1 Tegangan Keluaran Menggunakan Metode Fourier dan Arus Beban Tegangan keluaran sesaat dapat dinyatakan dalam deret Fourier sebagai

) sin cos

( )

(

,.. 3 , 2 , 1

= +

+ =

n

n n

dc

o t V a n t b n t

V ω ω

) sin cos

( )

(

,.. 3 , 2 , 1

= +

+ =

n

n n

dc

o t V a n t b n t

V ω ω

Tegangan keluaran dan arus beban untuk Semikonverter

dengan

Vdc =

π

α ω ω

π sin ( )

2 2

t td

Vm = (1 cosα)

πm +

V

; α = sudut tunda

n

a =

π

α ω ω ω

π sin cos ( )

1

t td n t Vm

=

  

−− −

++ 1

) 1 cos( 1

) 1 cos(

n n n

n

Vm α α


(43)

n

b =

π

α ω ω ω

π sin sin ( )

1 t td n t Vm =     −− −

++ 1

) 1 sin( 1 ) 1 sin( n n n n

Vm α α

π

Impedansi beban

[

2 2

]

1/2

) ( )

(n L R n L

j R

Z = + ω = + ω < θn dan θn= tan ( / ).

1

R L nω

Dengan membagi Vo(t) dengan impedansi beban dan

menyederhanakan suku sinus dan kosinus yang menghasilkan arus beban sesaat.

Io(t) = Idc +

=1,3,5,.. + −

) sin( 2 n n n

n n t

I ω φ θ

dengan Idc = (Vdc – E)/R φn = tan-1(a /n b ) dan n

In = 2 2 2 / 1 2 2 ) ( ) ( 2 1 L n R b

an n

ω +

+

Nilai rms dari arus harmonik orde terendah pada beban

α = 60o ; E = 5 V ; L = 25 mH ; R = 33.33 Ω

ω = 2π x 60 = 377 rad/s Vm = 2 x 45 = 63,64 V

Vdc = (1 cosα)

πm +

V

= (1 cos60) 14

, 3 63,64

+ = 30,40 Volt

Idc = 0,76

33 , 33 5 40 , 30 = − A


(44)

1

a =

−− −

++ 1

) 1 cos( 1 ) 1 cos( n n n

n α α

b1 =

    −− −

++ 1

) 1 sin( 1 ) 1 sin( n n n

n α α

=     −− −

++ 1 1

) 1 1 cos( 1 1 ) 1 1

cos( α α

=     −− −

++ 1 1

) 1 1 sin( 1 1 ) 1 1

sin( α α

= -0,25 = 0,433

3

a = 0,125 b3 = -0,649

5

a = 0,292 b5 = 0,216

7

a = 0,229 b 7 = 0,108

9

a = 0,0125 b 9 = -0,195

1

φ =tan-1 ( a1/b1) θ1 = tan

-1

(nωL/R)

= tan-1 (-0,25/0,433) = tan-1 (1x377x0,025/33.33)

=-30o = 15,79o

3

φ = 10,9o θ3 = 40,31o

5

φ = 53,5o θ5 = 54,72o

7

φ = 64,8o θ7 = 26,80o

9

φ = -3,7o θ9 = 68,55

o

iL =

[

] [

0,499( 30 15,79 )

) ( 76

,

0 1/2

2 2 o o m t L n R V − − + + ω ω π

]

... ) 72 , 54 5 , 53 5 sin( 363 , 0 ) 31 , 40 9 , 10 3 sin( 661 ,

0 − + + + − +

+ o o o o

t

t ω

ω =

[

] [

0,499( 45,79 )

) 425 , 9 ( 33 , 33 64 , 63 76 ,

0 1/2

2 2 o t xn − + + ω π

]

... ) 22 , 1 5 sin( 0363 ) 41 , 29 3 sin( 661 ,

0 + + − +

+ o o

t

t ω


(45)

Harmonik pertama merupakan harmonik terendah, nilai rms adalah

I1 =

( )

2

) ( 2 2 1/2

2 2

n n

m a b

L n R V + + ω π =

[

]

(

)

      + 2 499 , 0 ) 1 425 , 9 ( 33 . 33 ( 64 , 63 2 2 x π

= 0,206 A

) sin cos ( ) ( ,.. 3 , 2 , 1

∞ = + + = n n n dc

o t V a n t b n t

V ω ω

Tegangan keluaran dan arus beban untuk Kontrol Sudut Extinction

dengan

Vdc =

−β π ω ω π 0 ) ( sin 2 2 t td

Vm = (1 cosβ)

πm +

V

n

a =

−β π ω ω ω π 0 ) ( cos sin 1 t td n t s Vm =     −− −

++ 1

) 1 cos( 1 ) 1 cos( n n n n

Vm β β

π

n

b =

−β π ω ω ω π 0 ) ( sin sin 1 t td n t Vm =     −− −

++ 1

) 1 sin( 1 ) 1 sin( n n n n

Vm β β

π

Impedansi beban

[

2 2

]

1/2

) ( )

(n L R n L

j R

Z = + ω = + ω < θn

dan θn= tan−1(nωL/R). Dengan membagi Vo(t) dengan impedansi beban dan menyederhanakan suku sinus dan kosinus yang menghasilkan arus beban sesaat.


(46)

Io(t) = Idc +

=1,3,5,.. + −

) sin( 2 n n n

n n t

I ω φ θ

dengan Idc = (Vdc – E)/R φn = tan-1(a /n b ) dan n

In =

2 2 2 / 1 2 2 ) ( ) ( 2 1 L n R b

an n

ω +

+

Nilai rms dari arus harmonik orde terendah pada beban

β = 60o ; E = 5 V ; L = 25 mH ; R = 33.33 Ω

ω = 2π x 60 = 377 rad/s Vm = 2 x 45 = 63,64 V

Vdc = (1 cosβ) πm +

V

= (1 cos60) 14 , 3 64 , 63 + = 30,40 Volt

Idc = 0,76

33 , 33 5 40 , 30 = − A 1

a =

−− −

++ 1

) 1 cos( 1 ) 1 cos( n n n

n β β

b1 =

    −− −

++ 1

) 1 sin( 1 ) 1 sin( n n n

n β β

=     −− −

++ 1 1

) 1 1 cos( 1 1 ) 1 1

cos( β β

=     −− −

++ 1 1

) 1 1 sin( 1 1 ) 1 1

sin( β β

= -0,25 = 0,433

3

a = 0,125 b3 = -0,649

5


(47)

7

a = 0,229 b 7 = 0,108

9

a = 0,0125 b 9 = -0,195

1

φ =tan-1 ( a1/b1) θ1 = tan-1 (nωL/R)

= tan-1 (-0,25/0,433) = tan-1 (1x377x0,025/33.33)

=-30o = 15,79o

3

φ = 10,9o θ3 = 40,31

o

5

φ = 53,5o θ5 = 54,72o

7

φ = 64,8o θ7 = 26,80o

9

φ = -3,7o θ9 = 68,55

o

iL =

[

] [

0,499( 30 15,79 )

) ( 76

,

0 1/2

2 2 o o m t L n R V − − + + ω ω π

]

... ) 72 , 54 5 , 53 5 sin( 363 , 0 ) 31 , 40 9 , 10 3 sin( 661 ,

0 − + + + − +

+ o o o o

t

t ω

ω =

[

] [

0,499( 45,79 )

) 425 , 9 ( 33 , 33 64 , 63 76 ,

0 1/2

2 2 o t xn − + + ω π

+0,661sin(3ωt+29,41o)+0363sin(5ωt−1,22o)+...

]

Harmonik pertama merupakan harmonik terendah, nilai rms adalah

I1 =

( )

2

) ( 2 2 1/2

2 2

n n

m a b

L n R V + + ω π =

[

]

(

)

      + 2 499 , 0 ) 1 425 , 9 ( 33 . 33 ( 64 , 63 2 2 x π


(48)

Tegangan keluaran dan arus beban untuk Kontrol Sudut Simetris

[

]

∞ = + + = ,.. 3 , 2 , 1 ) sin( ) cos( ) ( n n n dc

o t V a n t b n t

V ω ω

dengan

Vdc =

+ − 2 / ) ( 2 / ) ) ( sin 2

2 π β β

π ω ω

π Vm td t =

2 sin 2 β πm V n

a =

+ − 2 / ) ( 2 / ) ( ) ( cos sin 2 π β

α β π ω ω ω

π Vm t n td t

=     −− −

++ 1

) 1 cos( 1 ) 1 cos( n n n n

Vm β β

π

n

b =

+ − 2 / ) ( 2 / ) ( ) ( sin sin 2 π β

β π

ω ω ω

π Vm t n td t

=     −− −

++ 1

) 1 sin( 1 ) 1 sin( n n n n

Vm β β

π

Impedansi beban

[

2 2

]

1/2

) ( )

(n L R n L

j R

Z = + ω = + ω < θn

dan θn= tan ( / ).

1

R L nω

Dengan membagi Vo(t) dengan impedansi beban 2 dan

menyederhanakan suku sinus dan kosinus yang menghasilkan arus beban sesaat.

Io(t) = Idc +

=1,3,5,.. + −

) sin( 2 n n n

n n t

I ω φ θ

dengan Idc = (Vdc – E)/R φn = tan-1(a /n b ) dan n

In = 2 2 2 / 1 2 2 ) ( ) ( 2 1 L n R b

an n

ω +

+


(49)

β = 97,16o ; E = 5 V ; L = 25 mH ; R = 33,33 Ω

ω = 2π x 60 = 377 rad/s Vm = 2 x 45 = 63,64 V

Vdc =

2 sin 2 β πm V = 2 16 , 97 sin 14 , 3 64 , 63 2x

= 30,40 Volt

Idc = 0,76

33 , 33 5 30,40 = − A 1 a =     −− −

++ 1

) 1 cos( 1 ) 1 cos( n n n

n β β

b1 =

    −− −

++ 1

) 1 sin( 1 ) 1 sin( n n n

n β β

=     − − − + + 1 1 16 , 97 ) 1 1 cos( 1 1 16 , 97 ) 1 1 cos( =     − − − + + 1 1 16 , 97 ) 1 1 sin( 1 1 16 , 97 ) 1 1 sin(

= -0,484 = -0,124

3

a = 0,703 b3 = 0,24

5

a = -0,341 b5 = -0,039

7

a = 0,189 b 7 = 0,026

9

a = -0,098 b 9 = -0,199

1

φ = 75,63o θ1 = 15,79o

3

φ = 70,85o θ3 = 40,31o

5

φ = 83,47o θ5 = 54,72o

7

φ = 82,16o θ7 = 26,80o

9


(50)

iL =

[

] [

0,499( 75,63 15,79 )

) ( . 2 76 ,

0 1/2

2 2 o o m t L n R V − + + + ω ω π

]

... ) 72 , 54 47 , 83 5 sin( 343 , 0 ) 31 , 40 85 , 70 3 sin( 744 ,

0 + − + + − +

+ o o o o

t

t ω

ω =

[

] [

0,499( 59,84 )

) 425 , 9 ( 33 . 33 64 , 63 2 76 ,

0 1/2

2 2 o t xn x + + + ω π

]

... ) 75 , 28 5 sin( 343 , 0 ) 54 , 30 3 sin( 744 ,

0 + + + +

+ o o

t

t ω

ω

Harmonik pertama merupakan harmonik terendah, nilai rms adalah

I1 =

( )

2

2 . 2 2 1 L n R Vm ω + =

[

]

(

)

      + 2 499 , 0 ) 425 , 9 ( 33 . 33 ( 64 , 63 2 2 2 xn x π = 0,413 A

4.2 Harmonisa Arus Masukan KOMPONEN FOURIER


(51)

THD = 76.73% = 0,7673 φ1 = 170,9

DF = cos φ1 = cos (170,9) = 0,987

PF = 0,987

) 7673 , 0 1 (

1 cos

) 1

( 1

2 / 1 2 1

2 / 1

2 x

THD = +

+ φ

= 0,78 (lagging)

Kontrol Sudut Extinction

THD = 47,27% = 0,4727 φ1 = -171,1

DF = cos φ1 = cos (171,1) = 0,988

PF = 0,988

) 4727 , 0 1 (

1 cos

) 1

( 1

2 / 1 2 1

2 / 1

2 x

THD = +

+ φ


(52)

Kontrol Sudut Simetris

THD = 45,82% = 0,4582 φ1 = 172,3

DF = cos φ1 = cos (172,3) = 0,99

PF = 0,99

) 4582 , 0 1 (

1 cos

) 1

( 1

2 / 1 2 1

2 / 1

2 x

THD = +

+ φ

= 0,90 (lagging)

Pada penggunaan penyearahan terkendali semikonverter satu fasa pada sudut

α = 60o akan menimbulkan harmonisa arus masukan pada orde 3, 5 dan ke-7. Penyearahan terkendali satu fasa tipe kontrol sudut extinction pada sudut β = 60o akan menimbulkan harmonisa arus masukan pada orde ke-3, tipe kontrol sudut simetris pada sudut β =97,16o akan menimbulkan harmonisa arus masukan pada orde ke-5. Dapat dilihat pada gambar 4-5.


(53)

4.3 Riak Tegangan

Pada sisi keluaran menimbulkan riak tegangan atau faktor ripple. Untuk

menghitung riak tegangan pada semikonverter, kontrol sudut extinction dan

kontrol sudut simetris, kita peroleh:

Keluaran tegangan Dc rata-rata (Vdc) pada sudut penyalaan 60o untuk semikonverter.

Riak Tegangan Semikonverter

Vdc =

[

α

]

πm 1+cos

V

= (1 cos60 ) 14

, 3

64 ,

63 + o

= 30,40 volt dan tegangan efektkif

Vrms =

2 / 1

2 2 sin 1

2 

 

  

π α + α π

m

V

=

2 / 1

2 2 sin 3 / 1

2 64 , 63

  

  

π π + α

π = 41,29 Volt Vac = Vrms2 −Vdc2

= 2 2

40 , 30 29 ,

41 −

= 27,94 volt

Faktor ripple yang mengukur kandungan ripple

RF =

dc ac

V V

= 40 , 30

94 , 27


(54)

Keluaran tegangan Dc rata-rata (Vdc) pada sudut penyalaan 60o untuk kontrol sudut extinction.

Riak Tegangan Sudut Kontrol Extinction

=

[

β

]

πm 1+cos

V

= (1 cos60 ) 14

, 3

64 ,

63 + o

= 30,40 volt dan tegangan efektkif

Vrms =

2 / 1

2 2 sin 1

2 

 

  

π β + β π

m

V

=

2 / 1

2 2 sin 3 / 1

2 64 , 63

  

  

π π + β

π = 41,29 Volt

Vac =

2 2

dc rms V

V

= 41,292 −30,402 = 27,94 volt

Faktor ripple yang mengukur kandungan ripple

RF =

dc ac

V V

= 40 , 30

94 , 27

= 0,9190 atau 91,90%

Keluaran tegangan Dc rata-rata (Vdc) pada sudut konduksi 97,16o untuk kontrol sudut simetris.

Riak Tegangan Kontrol Sudut Simetris

Vdc =

2 sin

2 β

πm


(55)

=

2 16 , 97 sin 14 , 3

55 2x

= 30,40 volt dan tegangan efektkif

Vrms =

(

)

2 / 1

sin 1

2 

 

β + β

π

m

V

=

2 / 1

16 , 97 sin 85 , 1 1 2 64 , 63

   

  

 π + o

π = 41,85 Volt

Vac =

2 2

dc rms V

V

= 41,852 −30,402 = 28,76 volt

Faktor ripple yang mengukur kandungan ripple

RF =

dc ac

V V

= 30,40 28,76

= 0,9460 atau 94,60%

dari perhitungan kandungan riak tegangan, untuk semikonverter satu fasa

kandungan riak tegangan sebesar 91,90%, untuk kontrol sudut extinction

kandungan riak tegangan sebesar 91,90% dan untuk kontrol sudut simetris


(56)

4.4 Gambar Rangkaian

Semikonverter

Kontrol Sudut Extinction

Kontrol Sudut Simetris

Gambar 4-1 Gambar Rangkaian Semikonverter, Kontrol Sudut Extinction dan


(57)

4.5 Bentuk Gelombang Arus Sumber, Arus Beban, dan Tegangan Beban

Semikonverter

Kontrol Sudut Extinction

Kontrol Sudut Simetris


(58)

4.6 Grafik Analisa Harmonisa

.

Harmonisa ke-

Gambar 4-3 Perbandingan Spektrum Harmonik Arus Masukan antara Semikonverter, Kontrol Sudut Extinction dan Kontrol Sudut Simetris.

Analisa Harmonisa

0.00E+00 5.00E-01 1.00E+00 1.50E+00 2.00E+00 2.50E+00 3.00E+00 3.50E+00 4.00E+00

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Harmonisa

ke-A

m

pl

it

udo

Semikonverter Sudut Extinction Sudut Simetris


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

(1).Pada penyearahan terkendali satu fasa semikonverter pada sudut α = 60o akan menimbulkan harmonisa arus masukan pada orde ke-3, ke-5 dan ke-7. Penyearahan terkendali satu fasa tipe kontrol sudut

extinction pada sudut β = 60o akan menimbulkan harmonisa arus masukan pada orde ke-5, dan tipe kontrol sudut simetris pada sudut β = 97,16o akan menimbulkan harmonisa arus masukan pada orde ke-3. (2).Pada semikonverter α = 60o (sudut tunda), mempunyai input THD

sebesar 76,73% dan faktor daya 0,78 (lagging). Sudut extinction β = 60o (sudut pemadaman), mempunyai input THD sebesar 47,27 dan faktor daya 0,89 (leading). Sudut simetris β = 97,16o (sudut konduksi), mempunyai input THD sebesar 45,82% dan faktor daya


(60)

5.2. SARAN

Untuk pembahasan lebih lanjut perlu membandingkan tipe kontrol simetris


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Hayt, William H.,Kemmerly, Jack E., & Durbin, Steven M., Rangkaian Listrik, Jilid 2, Edisi keenam Penerbit Erlangga, Jakarta, 2005.

Rashid, Muhammad H., Elektronika Daya, Jilid 1, PT. Prenhallindo, Jakarta.1999. Rashid, Muhammad H., Power Electronis Circuits, Devices,and Applications,

Third Edition, Pearson Prentice Hall.2004.

Rashid, Muhammad H., SPICE for Power Electronics and Electric

Power,Prentice Hall International, Inc. 1993.

Tront, Joseph G., PSPICE For Basic Circuit Analysis, International Edition, Published by McGraw-Hill, 2005.


(1)

4.4 Gambar Rangkaian

Semikonverter

Kontrol Sudut Extinction

Kontrol Sudut Simetris

Gambar 4-1 Gambar Rangkaian Semikonverter, Kontrol Sudut Extinction dan Kontrol Sudut Simetris


(2)

4.5 Bentuk Gelombang Arus Sumber, Arus Beban, dan Tegangan Beban Semikonverter

Kontrol Sudut Extinction

Kontrol Sudut Simetris

Gambar 4-2 Gelombang Arus Sumber, Arus Beban, dan Tegangan Beban


(3)

4.6 Grafik Analisa Harmonisa

.

Harmonisa ke-

Gambar 4-3 Perbandingan Spektrum Harmonik Arus Masukan antara Semikonverter, Kontrol Sudut Extinction dan Kontrol Sudut Simetris. Analisa Harmonisa 0.00E+00 5.00E-01 1.00E+00 1.50E+00 2.00E+00 2.50E+00 3.00E+00 3.50E+00 4.00E+00

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Harmonisa ke-A m pl it udo Semikonverter Sudut Extinction Sudut Simetris


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1).Pada penyearahan terkendali satu fasa semikonverter pada sudut α = 60o akan menimbulkan harmonisa arus masukan pada orde ke-3, ke-5 dan ke-7. Penyearahan terkendali satu fasa tipe kontrol sudut extinction pada sudut β = 60o akan menimbulkan harmonisa arus masukan pada orde ke-5, dan tipe kontrol sudut simetris pada sudut β = 97,16o akan menimbulkan harmonisa arus masukan pada orde ke-3. (2).Pada semikonverter α = 60o (sudut tunda), mempunyai input THD

sebesar 76,73% dan faktor daya 0,78 (lagging). Sudut extinction β = 60o (sudut pemadaman), mempunyai input THD sebesar 47,27 dan faktor daya 0,89 (leading). Sudut simetris β = 97,16o (sudut konduksi), mempunyai input THD sebesar 45,82% dan faktor daya 0,90 (lagging).


(5)

5.2. SARAN

Untuk pembahasan lebih lanjut perlu membandingkan tipe kontrol simetris dengan tipe kontrol lain, seperti: kontrol modulasi lebar pulsa (PWM).


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Hayt, William H.,Kemmerly, Jack E., & Durbin, Steven M., Rangkaian Listrik, Jilid 2, Edisi keenam Penerbit Erlangga, Jakarta, 2005.

Rashid, Muhammad H., Elektronika Daya, Jilid 1, PT. Prenhallindo, Jakarta.1999. Rashid, Muhammad H., Power Electronis Circuits, Devices,and Applications,

Third Edition, Pearson Prentice Hall.2004.

Rashid, Muhammad H., SPICE for Power Electronics and Electric

Power,Prentice Hall International, Inc. 1993.

Tront, Joseph G., PSPICE For Basic Circuit Analysis, International Edition, Published by McGraw-Hill, 2005.