Penilaian Kinerja Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dalam Mewujudkan Ruang Kelola Masyarakat

PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN
NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK DALAM
MEWUJUDKAN RUANG KELOLA MASYARAKAT

LAELA NUR BAITY

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Kinerja
Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dalam Mewujudkan
Ruang Kelola Masyarakat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Laela Nur Baity
NIM E34080045

ii

ABSTRAK
LAELA NUR BAITY. Penilaian Kinerja Pengelolaan Kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak dalam Mewujudkan Ruang Kelola Masyarakat. Dibimbing
oleh HARYANTO R. PUTRO dan RINEKSO SOEKMADI.
Sejak diterbitkannya SK Menteri Kehutanan Nomor: 175/Kpts-II/2003
tentang alih fungsi kawasan Gunung Halimun dan Gunung Salak menjadi kawasan
taman nasional pada tahun 2003, masyarakat disekitarnya memiliki ruang kelola
yang terbatas baik dalam hal kepemilikan maupun pemanfaatan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menilai capaian kinerja setiap indikator pengelolaan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak dalam mewujudkan ruang kelola
masyarakat pada studi kasus di Kampung Sukagalih. Penilaian indikator aktual
menunjukkan hasil bahwa ketiga indikator telah memenuhi standar minimal

kinerjanya, indikator pertama (terbentuknya zona yang menyediakan ruang kelola
masyarakat) dan kedua (terkendalinya konflik pemanfaatan SDA di dalam
kawasan) bernilai baik, sedangkan indikator ketiga (berkembangnya pemanfaatan
lestari di dalam ruang kelola masyarakat guna menopang kehidupan sehari-hari)
bernilai sedang. Bentuk rekomendasi yang diusulkan yaitu pada sistem pengelolaan
data, intensitas pengelolaan, kelengkapan SOP, serta pengembangan pemanfaatan
SDA.
Kata kunci: kinerja, ruang kelola masyarakat, Sukagalih, Taman Nasional
ABSTRACT
LAELA NUR BAITY. Performance Assessment of Gunung Halimun Salak
National Park Area Management in Realizing Community Management Space.
Supervised by HARYANTO R. PUTRO and RINEKSO SOEKMADI.
Since the issuance Decree of the Minister of Forestry about over the function
of the area became a national park in regional Mountain Halimun and regional
Mountain Salak in 2003 (Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 175/KptsII/2003), the community has limited space to manage, both in terms of ownership
and accessibility to utilize natural resources. The purpose of this study was to
assessed the achievement of the performance of each Gunung Halimun Salak
National Park management indicator in realizing community management space on
a case study in Sukagalih. Actual indicator assessment (NIA) results show that the
three indicators have met the minimum standards of performance, the first

indicators (the establishment of a zone that provides community management
space) and the second indicators (restraint of natural resources use conflict in the
region) have good NIA, while the third indicators (development of sustainable use
in community management space in order to sustain everyday life) have moderate
NIA. The proposed recommendations were on the data management, the intensity
of management, the completeness of SOP, and on the development of natural
resources use.
Keywords: community management space, national park, performance, Sukagalih

PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN
NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK DALAM
MEWUJUDKAN RUANG KELOLA MASYARAKAT

LAELA NUR BAITY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iv

Judul Skripsi

:

Nama
NIM

:
:

Penilaian Kinerja Pengelolaan Kawasan Taman Nasional

Gunung Halimun Salak dalam Mewujudkan Ruang Kelola
Masyarakat
Laela Nur Baity
E34080045

Disetujui oleh

Ir Haryanto R Putro, MS
Pembimbing I

DrIr Rinekso Soekmadi, MScFTrop
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
penelitian yang dilaksanakan pada bulan April-Mei 2013 ini ialah tentang
pengelolaan kawasan, dengan judul Penilaian Kinerja Pengelolaan Kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak dalam Mewujudkan Ruang Kelola Masyarakat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Haryanto R. Putro, MS dan
Bapak Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScFTrop selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan saran dan motivasi, serta Ibu Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc, Bapak Ir
Ahmad Hadjib, MS, dan Bapak Dr Ir Agus Hikmat, MscF yang telah memberikan
saran dan masukan untuk perbaikan penulisan skripsi ini. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Balai Taman Nasional Gunung
Halimun Salak, dan segenap masyarakat Kampung Sukagalih, Desa Cipeuteuy,
Kabupaten Sukabumi yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan kegiatan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, kakak, dan keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya.
Serta sahabat-sahabat seperjuangan, keluarga besar D’Villae, Asy-Syajarah, AlFath, Pelangi Harapan, Edelweiss 45 dan seluruh rekan-rekan yang telah
memberikan semangat, dukungan, dan do’a terbaiknya.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, September 2013
Laela Nur Baity

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Penelitian

2

METODE


3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Alat

4

Metode Pengumpulan Data

4

Pengolahan dan Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian


9
9

Indikator dan Kinerja Pengelolaan Taman Nasional

13

Penilaian Indikator Aktual

20

Capaian Kinerja Pengelolaan Taman Nasional

22

Rekomendasi Perbaikan Kinerja Pengelolaan TNGHS

23


SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan

25

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

28

viii

DAFTAR TABEL
1 Jenis data dan informasi yang dikumpulkan pada setiap indikator
2 Skala intensitas indikator pada kriteria terjaminnya ruang kelola
masyarakat
3 Nilai baku minimum indikator pada tipologi D
4 Sejarah kelompok Sukagalih
5 Tingkat pendidikan penduduk kampung Sukagalih
6 Nilai indikator aktual setiap indikator
7 Capaian kinerja indikator pengelolaan TNGHS pada kriteria
terjaminnya ruang kelola masyarakat (Tipologi D)

4
7
9
11
12
22
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Kerangka pemikiran penelitian
Peta lokasi penelitian
Persentase mata pencaharian utama penduduk kampung Sukagalih
Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan warga
Persentase pemanfaatan sumberdaya dari dalam kawasan TNGHS
Peta zonasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak

3
4
11
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta sketsa penggunaan lahan garapan kampung Sukagalih
2 Kewajiban dan hak para pihak
3 Kuisioner penelitian

28
29
30

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam mandat Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, tujuan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya adalah mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber
daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia. Sebagaimana dijelaskan pula dalam pasal 3e Undang-Undang No. 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan
masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga
mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat
perubahan eksternal. Kedua landasan hukum tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat memiliki keterkaitan yang erat dalam pengelolaan kawasan hutan.
Masyarakat yang ada di dalam maupun di sekitar kawasan konservasi, sangat
bergantung pada keberadaan hutan. Kondisi ini menimbulkan dampak, baik yang
bersifat positif maupun negatif terhadap kelestarian hutan di dalam kawasan.
Begitupula, adanya kebijakan pengelolaan kawasan yang membatasi kegiatan
pemanfaatan sumberdaya hutan, memberikan dampak langsung terhadap
kehidupan masyarakat lokal, dan mampu menimbulkan potensi konflik yang tidak
dapat dihindari. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang baik tidak hanya
memperhatikan aspek teknis pengelolaan hutan, namun juga harus memperhatikan
aspek sosial.
Provinsi Jawa Barat, yang mengalokasikan 45% dari luas wilayah total
daratan untuk kawasan lindung, memiliki Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) sebagai kawasan hutan hujan pegunungan terluas. Sebagai kawasan
konservasi, ekosistem TNGHS memiliki peran penting sebagai pengatur tata air dan
iklim mikro, konservasi hidupan liar, tempat penelitian, pendidikan lingkungan,
kegiatan ekowisata, dan pelestarian budaya setempat (Harada et al. 2000). Aktivitas
masyarakat pada pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup,
telah lama dilakukan di kawasan ini. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang tidak
sesuai dengan dengan prinsip-prinsip pengelolaan taman nasional, sering
dihubungkan dengan semakin meningkatnya tingkat degradasi hutan di dalam
kawasan. Selama periode tahun 1989-2004, luas hutan alam pada kawasan TNGHS
tercatat telah berkurang seluas 21.586,1 hektar (25,68%). Degradasi ekosistem
hutan banyak terjadi di desa-desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan
TNGHS (BTNGHS 2008).
Keberadaan masyarakat di dalam maupun di sekitar TNGHS, cukup
signifikan dalam mempengaruhi keberhasilan pengelolaan kawasan, sehingga
dalam Rencana Pengelolaan TNGHS 2007-2026, pihak BTNGHS menetapkan
salah satu misi pengelolaannya yaitu “memantapkan hak-hak masyarakat sebagai
landasan pengelolaan tata ruang kesepakatan”. Bertolak dari kondisi tersebut,
penilaian kinerja merupakan hal yang penting dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana pencapaian yang telah dilakukan pengelola TNGHS dalam mewujudkan
ruang kelola masyarakat. Penilaian kinerja dilakukan terhadap kegiatan

2
pengelolaan yang telah dilaksanakan, yaitu pada upaya perwujudan ruang kelola
masyarakat di Kampung Sukagalih melalui program Model Kampung Konservasi.
Evaluasi oleh pihak pengelola pun sedang dilakukan di lokasi tersebut, sehingga
hasil analisis penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu masukan tambahan
bagi perbaikan dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan TNGHS yang lebih baik.
Tujuan Penelitian
1.
2.

Tujuan dari penelitian ini adalah:
Menilai capaian kinerja setiap indikator pengelolaan TNGHS dalam
mewujudkan ruang kelola masyarakat di Kampung Sukagalih.
Memberikan rekomendasi untuk kinerja pengelolaan TNGHS yang lebih baik.

Manfaat Penelitian
1.

2.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
Bagi mahasiswa
Sebagai referensi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian atau
kajian tentang analisis kinerja pengelolaan Taman Nasional.
Bagi pengelola TNGHS
Sebagai bahan pertimbangan untuk pengelolaan kawasan TNGHS yang lebih
baik.
Kerangka Penelitian

Kawasan Gunung Halimun Salak ditetapkan sebagai taman nasional
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 175/Kpts-II/2003,
dengan pertimbangan bahwa kawasan ini mempunyai keanekaragaman hayati yang
tinggi, dan menjadi sumber mata air bagi kepentingan kehidupan masyarakat
disekitarnya yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Dalam RPTNGHS 2007-2026,
tertuang salah satu misi pengelolaan TNGHS yaitu memantapkan hak-hak
masyarakat sebagai landasan pengelolaan tata ruang kesepakatan. Berdasarkan misi
tersebut, terlihat bahwa keberadaan masyarakat merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan dari pengelolaan kawasan.
Salah satu kriteria yang dapat mengindikasikan tercapainya misi ini, adalah
terwujudnya ruang kelola masyarakat. Bentuk ruang kelola masyarakat tersebut
dapat terlaksana melalui adanya kesepakatan yang diimplementasikan dalam
program taman nasional, berkolaborasi dengan pihak masyarakat. Untuk
mengetahui apakah sasaran tersebut tercapai atau tidak, maka dilakukan penilaian
terhadap kinerja pengelolaan kawasan TNGHS.
Penilaian kinerja didasarkan pada beberapa tolak ukur berupa indikatorindikator yang mengambarkan kondisi di lapangan. Indikator-indikator tersebut
merupakan hasil adaptasi dari rumusan standar kinerja pengelolaan taman nasional
yang disusun oleh Ditjen PHKA dan IPB pada tahun 2004. Nilai kinerja dari setiap
indikator (Nilai Indikator Aktual) ditentukan dengan cara menyimpulkan norma
dari setiap indikator yang disintesis dari verifier-verifier yang diuji sebelumnya di
lapangan. Untuk mendapatkan tingkat capaian kinerja pengelolaan, dilakukan

3
dengan cara membandingkan Nilai Indikator Aktual dengan Nilai Baku
Minimumnya. Jika Nilai Indikator Aktual > Nilai Baku Minimum, maka capaian
kinerja telah memenuhi standar minimalnya (sasaran tercapai), dan jika Nilai
Indikator Aktual < Nilai Baku Minimum, maka capaian kinerja belum memenuhi
standar minimalnya, dan perlu usulan untuk perbaikan kinerja. Kerangka pemikiran
penelitian ini tersaji dalam Gambar 1.
Pengelolaan
Kawasan TNGHS

Misi:
“Memantapkan hak-hak masyarakat sebagai
landasan pengelolaan tata ruang kesepakatan”

Kesepakatan

Tidak

Program TNGHS

Nilai Indikator Aktual
< Nilai Baku Minimum

Usulan perbaikan

Terwujudnya Ruang Kelola
Masyarakat
(Masyarakat Kampung
Sukagalih)

Nilai
Indikator
Aktual

Capaian
Kinerja

Verifier

Nilai Indikator Aktual
> Nilai Baku Minimum

Ya

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Wilayah yang menjadi lokasi penelitian adalah Kampung Sukagalih yang secara
administratif termasuk dalam wilayah Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan,
Kabupaten Sukabumi (Gambar 2).
Wilayah tersebut termasuk dalam wilayah kerja Resort Gunung Kendeng,
Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Sukabumi. Proses penentuan lokasi
penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kampung
Sukagalih termasuk di dalam zona khusus kawasan TNGHS. Penelitian
berlangsung selama bulan April-Mei 2013.

4

Sukagalih

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner, panduan
wawancara, alat tulis, perekam suara dan kamera digital.

Metode Pengumpulan Data
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder yang telah diidentifikasi terlebih dahulu sebagai pengukur (verifier).
Sebagian besar data dan informasi dimodifikasi dari verifier yang dirumuskan
PHKA dan IPB (Ditjen PHKA 2004). Jenis data dan informasi yang dikumpulkan
ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data dan informasi yang dikumpulkan pada setiap indikator
Jenis data dan informasi yang dikumpulkan
Primer
Sekunder
Terbentuknya 1. Hasil uji petik:
1. Dokumen RPTN
zona yang
- Lokasi ruang kelola
2. Dokumen RKL/RKT
menyediakan
masyarakat yang telah
3. Peta citra satelit minimal tiga tahun
ruang kelola
disepakati oleh para pihak
terakhir
masyarakat
- Aktivitas masyarakat
4. Dokumen survey potensi atau
di dalam ruang kelola
dokumen data dasar sumberdaya
masyarakat
alam di dalam ruang kelola
Indikator

5
Tabel
Tabel1 1 Jenis data dan informasi yang dikumpulkan pada setiap indikator (lanjutan)
Indikator

Jenis data dan informasi yang dikumpulkan
Primer
Sekunder
2. Hasil wawancara:
masyarakat
- Proses penetapan ruang
5. Dokumen kesepakatan pengelolaan
kelola masyarakat dan
ruang kelola antar pihak terkait
kepuasan masyarakat
6. Dokumen Prosedur Operasional
dengan hasil penetapan
Standar pemanfaatan ruang kelola
ruang kelola tersebut
7. Dokumen pemantauan/
- Proses penetapan ruang
pengawasan pengelolaan ruang
kelola masyarakat dan
kelola
kendala yang dihadapi
dalam penetapan dan
pengawasan ruang kelola
tersebut

Terkendali1. Hasil wawancara:
nya konflik
- Pemanfaatan sumberdaya
pemanfaatan
alam di dalam ruang
sumberdaya
kelola masyarakat
alam di dalam
(terhadap masyarakat dan
kawasan
unit manajemen)
2. Hasil uji petik:
- Penyimpangan
kesepakatan pemanfaatan
sumberdaya alam di dalam
ruang kelola masyarakat

1. Dokumen RPTN
2. Dokumen RKL/RKT
3. Dokumen pemanfaatan sumber
daya alam di dalam ruang kelola
masyarakat yang disepakati oleh
para pihak
4. Prosedur operasional standar
pemanfaatan sumberdaya alam di
dalam ruang kelola
5. Dokumen laporan
pemantauan/pengawasan berkala
pemanfaatan sumberdaya alam
yang disepakati oleh para pihak
6. Dokumen laporan berkala tindak
kejahatan/ penyimpangan dan
dokumen pengaduan masyarakat
yang diketahui oleh para pihak

Berkembangnya
pemanfaatan
lestari di
dalam ruang
kelola
masyarakat
guna
menopang
kehidupan
sehari-hari

1. Dokumen RPTN
2. Dokumen RKL/RKT
3. Dokumen data dasar sumberdaya
alam di dalam ruang kelola
khususnya dan taman nasional
umumnya
4. Dokumen tahunan upaya
peningkatan sumberdaya manusia
dalam pemanfaatan sumberdaya
alam
5. Dokumen tahunan penelitian/
pengembangan pemanfaatan
sumberdaya alam ramah

1. Hasil wawancara:
- Teknik-teknik
pemanfaatan sumberdaya
alam di dalam ruang
kelola masyarakat
- Pengembangan/ penelitian
teknik-teknik pemanfaatan
sumberdaya alam di dalam
ruang kelola masyarakat
2. Hasil uji petik:
- Peningkatan kualitas
sumberdaya manusia
dalam pemanfaatan

6
Tabel 1 Jenis data dan informasi yang dikumpulkan pada setiap indikator (lanjutan)
Indikator

Jenis data dan informasi yang dikumpulkan
Primer
Sekunder
sumberdaya alam
lingkungan
- Pemanenan sampai
6. Dokumen tahunan pemasaran
pemasaran sumberdaya
sumberdaya alam baik yang
alam yang dilakukan oleh
dimiliki oleh unit manajemen
para pihak dan uji
maupun para pihak
efektifitasnya
7. Dokumen tahunan kegiatan
- Pemeliharaan sumberdaya
budidaya/ penangkaran di luar
alam di dalam ruang kelola
kawasan taman nasional
masyarakat
8. Dokumen tahunan pemantauan/
pengawasan pemanfaatan
sumberdaya alam di dalam ruang
kelola khususnya dan taman
nasional secara keseluruhan
umumnya

Teknik Pengumpulan Data dan Verifikasi
Data primer diperoleh melalui kegiatan sebagai berikut:
1. Wawancara mendalam dengan masyarakat dan pengelola TNGHS. Informan
kunci dari masyarakat ditentukan melalui metode snowball, dimulai dari
pemilihan informan kunci, dan dilanjutkan dengan pemilihan informan lanjutan
berdasarkan rekomendasi informan sebelumnya. Sedangkan informan kunci dari
pengelola TNGHS dipilih berdasarkan posisi dan keterlibatan mereka dalam
pengelolaan taman nasional.
2. Wawancara terstruktur menggunakan kuisioner. Jumlah responden yaitu
sebanyak 30 orang, dan dipilih dengan metode pengambilan sampel acak
sederhana.
3. Observasi terhadap aktifitas sosial masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya.
Data sekunder diperoleh melalui penelusuran dokumen, dan diverifikasi
dengan menggunakan metode sebagai berikut (Idrus 2009):
1. Metode desk study, yakni metode untuk mendapatkan keadaan indikator dengan
mengkaji dan menelaah dokumen dan laporan dari instansi terkait.
2. Metode uji petik, yaitu metode untuk mendapatkan keadaan indikator melalui
pengecekan data dan informasi di lapangan.

Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan Data
Kegiatan pengolahan data dilakukan dengan memverifikasi data yang telah
dikumpulkan menggunakan kriteria dan indikator yang telah dirumuskan
sebelumnya. Data-data tersebut kemudian dikelompokkan, dan diberi penilaian
untuk masing-masing indikator berdasarkan kepada standar verifikasi. Semua jenis
data yang diamati ditabulasikan dan kemudian dilakukan analisis secara deskriptif.
Kegiatan tabulasi data dilakukan untuk menajamkan dan mengorganisasikan data

7
sehingga didapatkan data utama yang menjadi pokok penelitian (Wignjosoebroto
1986).
Analisis Data
1. Pengukuran Verifier dan Indikator
Pengukuran verifier dilakukan secara deskriptif. Penilaian indikator aktual
dilakukan dengan mensintesis verifier pada tiap indikator agar dapat disimpulkan
norma atau baku mutunya. Berdasarkan deskripsi norma hasil rumusan Ditjen
PHKA dan IPB tersebut ditetapkan nilai kinerja indikator dengan skala intensitas
baik sekali, baik, sedang, jelek dan jelek sekali, sebagaimana terdapat dalam Tabel
2. Nilai yang diberikan pada setiap indikator disebut sebagai Nilai Indikator Aktual.
Tabel 2 Skala intensitas indikator pada kriteria terjaminnya ruang kelola
masyarakat
Indikator
Terbentuknya
zona yang
menyediakan
ruang kelola
masyarakat

Nilai
Baik
Sekali
Baik

Sedang

Jelek

Jelek
Sekali

Terkendalikannya konflik
pemanfaatan
sumberdaya
alam di ruang
kelola
masyarakat di
dalam kawasan

Baik
Sekali

Baik

Sedang

Jelek

Keterangan
Terdapat zona yang secara penuh dikelola oleh
masyarakat dan keberadaannya mendukung fungsi
taman nasional
Terdapat zona yang sebagian dikelola oleh
masyarakat, dan keberadaannya relatif mendukung
fungsi taman nasional
Terdapat zona yang sebagian dikelola masyarakat,
tetapi keberadaannya agak menganggu fungsi taman
nasional
Terdapat zona yang bisa dikelola oleh masyarakat
tetapi keberadaannya mengganggu fungsi taman
nasional.
Tidak terdapat zona yang bisa dikelola oleh
masyarakat (Masyarakat dilarang mengelola SDA
dalam kawasan)
Aturan main (regulasi) yang tersusun dalam sistem
pemanfaatan sumberdaya di dalam kawasan telah
lengkap baik dan telah mendapatkan persetujuan para
pihak, sehingga tidak terjadi konflik dalam
pemanfaatan oleh masyarakat
Aturan main (regulasi) yang tersusun dalam sistem
pemanfaatan sumberdaya di dalam kawasan sudah
menampung sebagian besar kepentingan para pihak,
sehingga intensitas konflik pemanfaatan sangat jarang
Aturan main (regulasi) yang tersusun dalam sistem
pemanfaatan sumberdaya di dalam kawasan telah
terbentuk, namun belum mendapatkan persetujuan
para pihak, sehingga masih terjadi konflik
pemanfaatan
Aturan main (regulasi) yang merupakan bagian dari
sistem pemanfaatan kawasan belum tersusun secara

8
Tabel 2 Skala intensitas indikator pada kriteria terjaminnya ruang kelola
masyarakat (lanjutan)
Indikator

Nilai

Jelek
Sekali

Berkembangnya
pemanfaatan
lestari di dalam
ruang kelola
masyarakat
guna menopang
kehidupan
sehari-hari

Baik
Sekali

Baik

Sedang

Jelek

Jelek
Sekali

Keterangan
lengkap, sehingga menimbulkan terjadi konflik
pemanfaatan dengan masyarakat
Aturan main (regulasi) yang merupakan bagian dari
sistem pemanfaatan belum tersusun, sehingga
intensitas konflik pemanfaatan dengan masyarakat
sangat tinggi
Terdapat mekanisme formal bagi partisipasi
masyarakat dalam kegiatan yang berkaitan dengan
perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan.
Masyarakat mendapatkan banyak keuntungan yang
bisa secara langsung dinikmati.
Tidak ada mekanisme formal bagi partisipasi
masyarakat dalam kegiatan yang berkaitan dengan
perlindungan sistem penyangga kehidupan, tetapi
terdapat mekanisme informal bagi organisasi lokal
untuk berpartisipasi. Keuntungan yang didapat
masyarakat sedang sampai banyak.
Terdapat kerjasama antara pengelola taman nasional
dan masyarakat dalam kegiatan yang berkaitan dengan
perlindungan sistem penyangga kehidupan, meskipun
masyarakat tidak dilibatkan dalam perencanaan dan
pengelolaan kawasan yang terkait dengan
perlindungan sistem penyangga kehidupan, tetapi
mendukung fungsi kawasan sebagai sistem penyangga
kehidupan. Keuntungan yang didapat masyarakat
sedang.
Tidak ada kerjasama antara pengelola taman nasional
dan masyarakat dalam kegiatan yang berkaitan dengan
perlindungan sistem penyangga kehidupan, tetapi
masyarakat setempat mengerti fungsi kawasan taman
nasional sebagai situs sistem penyangga kehidupan.
Terdapat sedikit keuntungan bagi masyarakat.
Tidak ada dukungan dari masyarakat lokal. Manfaat
yang bernilai kuantitaif yang bisa diperoleh
masyarakat sedikit atau tidak ada.

Sumber: Ditjen PHKA (2004).

2. Analisis Pengukuran Capaian Kinerja Indikator
Pengukuran capaian kinerja setiap indikator dilakukan untuk mengetahui
tingkat pemenuhan standar minimal kinerjanya. Capaian kinerja setiap indikator
diketahui dengan membandingkan Nilai Indikator Aktual setiap indikator dengan
Nilai baku Minimumnya sesuai tipologi Taman Nasional. Tipologi akan
berpengaruh terhadap pencapaian nilai baku minimum untuk setiap indikator.
Mengacu pada kriteria penetapan tipologi Ditjen PHKA (2004), maka TNGHS
masuk dalam klasifikasi Tipologi D, yaitu tipologi dengan pengelolaan kolaborasi

9
antara unit manajemen taman nasional (UMTN) dengan beberapa pemerintah
daerah (kabupaten) dan masyarakat dengan orientasi ekonomi menghasilkan jasa.
Jika nilai indikator aktual kinerja pada suatu indikator lebih besar atau sama
dengan nilai baku minimumnya, maka unit manajemen tersebut telah memenuhi
standar minimum kinerja yang ditetapkan pada indikator tersebut, demikian berlaku
sebaliknya. Nilai baku minimum setiap indikator untuk Tipologi TNGHS (Tipologi
D) disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Nilai baku minimum indikator pada tipologi D
No
1
2

3

Indikator
Terbentuknya zona yang menyediakan ruang
kelola masyarakat
Terkendalikannya
konflik
pemanfaatan
sumberdaya alam di ruang kelola masyarakat di
dalam kawasan.
Berkembangnya pemanfaatan lestari di dalam
ruang kelola masyarakat guna menopang
kehidupan sehari-hari

Nilai Baku Minimum
Baik
Baik

Sedang

Sumber: Ditjen PHKA (2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Kawasan Cagar Alam Gunung Halimun ditetapkan menjadi Taman Nasional
pada tanggal 26 Februari 1992 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 282/Kpts-II/1992. Kemudian pada tahun 2003, kawasan ini diperluas
dengan luas 113.357 ha berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003
dan berubah nama menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Taman Nasional Gunung Halimun Salak terletak diantara 106021’-106038’
BT dan 6037’-6051’ LS. Secara administratif termasuk dalam dua wilayah propinsi
(Jawa Barat dan Banten) dan tiga kabupaten (Kabupaten Bogor, Lebak, Sukabumi).
Pada tingkat kecamatan dan desa, terdapat 26 kecamatan (9 kecamatan bagian dari
kabupaten Bogor, 8 kecamatan bagian dari kabupaten Sukabumi dan 9 kecamatan
merupakan bagian dari kabupaten Lebak) dan 101 desa yang berbatasan langsung
dengan wilayah TNGHS. Kawasan ini dibatasi oleh lahan pertanian rakyat yang
dikelola oleh penduduk desa, kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang
pernah dikelola oleh Perhutani, serta perkebunan teh yang dikelola oleh perusahaan
swasta.
Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan kawasan
pegunungan dengan ekosistem hutan hujan tropis. Variasi curah hujan rata-rata di
wilayah ini berkisar antara 4.000 mm sampai 6.000 mm/tahun. Suhu rata-rata
bulanan 31,50C dengan suhu terendah 19,70C dan suhu tertinggi 31,80C.

10
Kelembaban udara rata-rata 88%. Tutupan hutan di taman nasional ini dapat
digolongkan atas 3 zona vegetasi, yaitu:
- Zona perbukitan (colline) hutan dataran rendah, yang didapati hingga
ketinggian 900-1.150 m dpl.
- Zona hutan pegunungan bawah (submontane forest), antara 1.050-1.400 m
dpl, dan
- Zona hutan pegunungan atas (montane forest), di atas elevasi 1.500 m dpl.
Dalam Buku Rencana Pengelolaan Lima Tahunan TNGHS 2007-2011, secara
keseluruhan terdapat 108 desa yang sebagian atau seluruh wilayahnya berada di
dalam dan atau berbatasan langsung dengan wilayah TNGHS. Jumlah penduduk
dari ke 108 desa tersebut terdiri dari: 155.345 jiwa di kabupaten Sukabumi (tahun
2006), 296.138 jiwa di kabupaten Bogor (tahun 2005) dan 154.892 jiwa di
kabupaten Lebak (tahun 2005).
Masyarakat di kawasan Halimun pada umumnya menggantungkan hidupnya
pada hasil bercocok tanam terutama padi yang ditanam di huma dan sawah.
Sebagian besar masyarakat (sebesar 86%) bermata pencaharian sebagai petani.
Selain itu, sebagian penduduk juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai
pengrajin, pedagang, penjahit, buruh, pegawai negeri dan bekerja di sektor informal
perkotaan.
Kampung Sukagalih
Kampung Sukagalih merupakan sebuah kampung yang terletak di dalam
kawasan TNGHS yang dulu disebut Perhutani. Berdasarkan keterangan beberapa
tokoh terdahulu, disebutkan bahwa masyarakat Kampung Sukagalih telah memiliki
modal sosial yang baik, sehingga mampu menciptakan ketentraman dan kedamaian.
Aktifitas keseharian masyarakat pada saat itu hanyalah sebagai buruh perkebunan.
Secara administratif, Kampung Sukagalih termasuk dalam wilayah
kedusunan Pandan Arum, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten
Sukabumi. Kampung Sukagalih terletak di dalam kawasan TNGHS, yang pada
mulanya dikelola oleh Perhutani. Luas kampung ini adalah 5 hektar, dengan luas
areal garapan sebesar 30 hektar. Kampung Sukagalih berbatasan dengan kawasan
TNGHS di sebelah utara dan timur, sedangkan sebelah barat dan selatan berbatasan
dengan pemukiman kampung lain. Pemukiman Kampung Sukagalih berada di luar
kawasan TNGHS, sedangkan lahan garapannya terletak di dalam kawasan.
Secara geografis, Kampung Sukagalih terletak pada ketinggian antara 600900 m diatas permukaan laut. Topografinya berbukit, dengan kemiringan antara 015, 10-25, 25-45 m. Tanah di wilayah ini adalah dari jenis latosol merah coklat.
Sebagian besar lahan digunakan untuk sawah, ladang, dan kolam ikan.
Kondisi jalan di kampung ini berbatu sepanjang ± 600 m. Aksesibilitas untuk
mencapai Kampung Sukagalih, yaitu sebagai berikut:
- Dari Kabupaten Sukabumi ke Kecamatan Kabandungan 46 km
- Dari Kecamatan Kabandungan ke Desa Cipeuteuy (aspal) 4 km
- Dari Desa Cipeuteuy ke lokasi (aspal) 3 km (batu) 600 m
Pada tahun 1992, saat status kawasan masih milik Perhutani, masyarakat
mulai melakukan tumpang sari dengan kerjasama Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM). Saat dikeluarkan SK Menhut tentang alih fungsi kawasan
menjadi taman nasional tahun 2003, pada tahun yang sama masyarakat mendirikan
Kelompok Pelestarian (Kopel), yang dilatarbelakangi oleh maraknya kegiatan

11
pembalakan liar di kawasan TN. Pada masa transisi alih fungsi tersebut, banyak
oknum yang melakukan pembalakan liar, sehingga warga berinisiatif untuk ikut
menjaga kawasan. Pada tahun 2005, pihak BTNGHS mulai melakukan kegiatan
sosialisasi ke masyarakat, yang kemudian dilanjutkan dengan membuat Model
Kampung Konservasi (MKK). Sejarah kelompok Sukagalih ditunjukkan oleh Tabel
4.
Tabel 4 Sejarah Kelompok Pelestarian (Kopel) Kampung Sukagalih
No
1

Tahun
2003

2

2004

3

2005

4

2007

5

2008

6

2009sekarang

Kegiatan
Membentuk kelompok secara mandiri, untuk mengantisipasi
terjadinya illegal logging.
Membentuk kelompok pertanian dengan wadah organisasi
SELARAS
Masuknya program MKK (Model Kampung Konservasi)
kerjasama BTNGHS dengan project JICA.
Pendampingan secara kontinyu oleh fasilitator dalam rangka
penguatan kapasitas kelompok.
Penandatanganan naskah kerjasama pengelolaan antara
kelompok masyarakat dengan Balai Taman Nasional Gunung
Halimun Salak
Adanya aktifitas penanaman kayu hutan secara swadaya.
Menerima bantuan dana stimulan dari program SISDUK
(Sistem Dukungan Masyarakat Hulu) kerjasama Pemda
Sukabumi dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun
Salak.
Menjadi tempat untuk praktek pelatihan dan studi banding dari
mancanegara.

Sumber: BTNGHS (2011).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap Ketua RT 02/ RW 09 Kampung
Sukagalih, serta dilengkapi dengan data kependudukan, saat ini total penduduk
yang tinggal di kampung ini berjumlah 154 warga, dengan 39 kepala keluarga.
Merujuk pada data, hampir sebagian besar penduduk usia kerja, bermata
pencaharian sebagai petani (67%). Sedangkan lainnya, hanya bekerja sebagai
wiraswasta (21%), dan buruh harian (12%) sebagaimana tersaji dalam Gambar 3.

21%

12%
67%

Petani

Buruh harian

Wiraswasta

Gambar 3 Persentase mata pencaharian utama penduduk Sukagalih

12
Sebagian besar petani yang ada di Sukagalih, menanam padi dan berbagai
jenis sayuran seperti cabe, kacang panjang, kol, tomat, buncis, labu dan timun.
Observasi lapang juga menunjukkan bahwa di ladang mereka, masyarakatpun
menanam kopi, kakao, dan pohon buah seperti durian, nangka, dan lain-lain
(Gambar 4). Selain itu, masyarakat juga membudidayakan ternak berupa kambing
dan domba sebagai sumber penghasilan tambahan. Pada awalnya, hewan ternak
tersebut merupakan hasil bantuan dari SISDUK (Sistem Dukungan bagi
Masyarakat Hulu) yang merupakan program kerjasama pihak BTNGHS dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dalam pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat.

(a)
(b)
(c)
Gambar 4 Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan warga (a) cabe; (b) kakao;
(c) padi
Tingkat pendidikan di kampung ini, tergolong rendah. Hanya 81,25%
penduduknya yang tamat sekolah dasar dan hanya 4,17% saja yang sempat mengenyam
pendidikan setingkat menengah atas (Tabel 5). Rendahnya tingkat pendidikan diduga
karena ketiadaan biaya dan jauhnya jarak yang ditempuh untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Tabel 5 Tingkat pendidikan penduduk Kampung Sukagalih
No
1
2
3
4

Tingkat Pendidikan
TK
SD
SMP
SMK

Presentase
6,25%
81,25%
8,33%
4,17%

Sumber: TNGHS (2011).

Sumber daya alam yang ada di kawasan TNGHS, dimanfaatkan oleh warga
Kampung Sukagalih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagaimana terdapat
dalam Gambar 5. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 70% responden masih
memanfaatkan sumberdaya dari hutan. Jenis pemanfaatan sumberdaya alam di
dalam kawasan TNGHS oleh masyarakat Kampung Sukagalih, dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Pengambilan ranting untuk kayu bakar
Sebagian masyarakat masih memanfaatkan kayu bakar untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari, meskipun saat ini LPG telah masuk ke kampung sebagai
pengganti kayu bakar. Jenis yang ditanam untuk dimanfaatkan sebagai kayu bakar
yaitu kaliandra (Calliandra calothyrsus). Kaliandra merupakan sumber kayu bakar

13
yang sangat baik, kering sangat cepat dan terbakar dengan baik tanpa asap (Stewart
et al. 2001). Jenis ini banyak ditemukan di pinggir kawasan hutan. Pengambilan
kayu hanya dilakukan sewaktu-waktu ketika diperlukan.
2. Pemanfaatan hijauan untuk pakan ternak
Hampir setiap keluarga di Kampung Sukagalih, memiliki ternak berupa
kambing dan domba. Untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya, sebagian
masyarakat menanam tanaman rumput-rumputan, seperti rumput gajah
(Pennisetum purpureum), benggala (Panicum maximum), dan memanfaatkan pula
daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) sebagai sumber hijauan. Namun ada juga
yang mencari rumput di sekitar kawasan hutan untuk mencukupi kebutuhan pakan
ternak mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pengambilan
hijauan untuk pakan ternak ini dilakukan setiap hari, dengan rata-rata banyaknya
rumput yang diambil adalah dua hingga lima karung.
3. Pengambilan tumbuhan untuk obat tradisional
Pemanfaatan tumbuhan obat dari dalam kawasan TNGHS, tidak terlalu
banyak dilakukan oleh warga Kampung Sukagalih. Namun, terdapat jenis tertentu
yang masih sering dimanfaatkan, seperti reundeu (Staurogyne elongata) yang
digunakan oleh para ibu setelah melahirkan.
4. Pengambilan bambu
Pemanfaatan bambu oleh masyarakat Kampung Sukagalih, digunakan untuk
membuat ajir dan kandang. Masyarakat mengambil bambu dari kawasan hutan yang
dekat dengan lahan garapan. Saat dilakukan observasi lapang, pengambilan bambu
tidak hanya di pinggir kawasan hutan, namun didapatkan pula bekas pengambilan
di dalam kawasan. Jenis bambu yang dimanfaatkan yaitu awi tali (Gigantochloa
apus) dan awi temen (Gigantochloa atter).

6%
24%
24%

46%

Kayu bakar

Rumput/hijauan

Tumbuhan obat

Bambu

Gambar 5 Persentase pemanfaatan sumberdaya dari dalam kawasan TNGHS

Indikator dan Kinerja Pengelolaan Taman Nasional
Terdapat tiga indikator yang dinilai untuk mengetahui ketercapaian sasaran
pengelolaan, yaitu: (1) terbentuknya zona yang menyediakan ruang kelola
masyarakat, (2) terkendalinya konflik pemanfaatan sumberdaya alam di dalam
kawasan, (3) berkembangnya pemanfaatan lestari di dalam ruang kelola masyarakat
guna menopang kehidupan sehari-hari. Ketiga indikator tersebut mewakili aspek
manajemen kawasan, dan manajemen sumberdaya alam.

14
Pengukuran Verifier
Indikator 1 : Terbentuknya zona yang menyediakan ruang kelola masyarakat
Verifier 1 : Adanya penetapan ruang kelola masyarakat di dalam zonasi taman
nasional.
Terwujudnya tata ruang kawasan TNGHS berdasarkan kesepakatan,
merupakan keluaran yang ingin dicapai dan menjadi bagian dari salah satu sasaran
utama pengelolaan kawasan TNGHS. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak
BTNGHS, didapatkan informasi bahwa lahan garapan yang ada di Kampung
Sukagalih termasuk dalam zona khusus TNGHS. Zona khusus merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari TN, dengan batas jelas dan disepakati bersama oleh para
pihak yang mempunyai kaitan erat secara geografi maupun sosial, ekonomi, dan
budaya dengan zona penyangga di luar TN (Mulyana et al. 2010).
Zona khusus dibedakan menjadi tiga yaitu, zona khusus kasepuhan, pertanian
intensif, dan ekonomi wilayah. Kampung Sukagalih ditetapkan menjadi zona
khusus pertanian intensif untuk mengakomodasi masyarakat yang telah menggarap
lahan di kawasan hutan sebelum adanya SK penunjukkan kawasan taman nasional,
sebagaimana terdapat dalam peta zonasi TNGHS pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta Zonasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (disahkan tanggal
19 April 2013)
Untuk memperjelas tentang hak, kewajiban, maupun lokasi yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat, kedua belah pihak menyepakati dan melakukan
penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU)
pada tahun 2007, berupa Perjanjian Kerjasama antara BTNGHS dengan

15
Masyarakat Kelompok Model Kampung Konservasi (MKK) Desa Cipeuteuy
Tentang Pemanfaatan Lahan Garapan di Zona Khusus Taman Nasional Gunung
Halimun Salak. Sesuai dengan kesepakatan, dari 30 hektar kawasan yang di MoUkan, 15 hektar merupakan lahan yang digarap masyarakat untuk sawah maupun
ladang, dan 15 hektar sisanya ditanami dengan pohon damar (Agathis dammara
(Lamb.) L. C. Rich) sebagai bagian dari upaya rehabilitasi.
Berdasarkan keterangan pihak pengelola TNGHS, proses penetapan ruang
kelola di Kampung Sukagalih dilakukan secara partisipatif. Hasil verifikasi
terhadap masyarakat, didapatkan bahwa sebanyak 80% responden pernah terlibat
dalam penetapan ruang kelola. Bentuk partisipasinya yaitu, mengikuti rapat
sosialisasi di tingkat kampung (53%), terlibat dalam validasi di lapangan (20%),
dan mengikuti pembahasan di tingkat Balai TNGHS (7%).
Verifier 2 : Adanya prosedur operasional standar di dalam pemanfaatan ruang
kelola di dalam kawasan taman nasional yang disepakati oleh pihak terkait.
Prosedur operasional standar atau Standar Operating Prosedur (SOP)
merupakan suatu standar pedoman kerja yang menjadi pegangan dalam
pelaksanaan tugas sesuai dengan tugas dan fungsi (tupoksi) masing-masing petugas
TNGHS (BTNGHS 2008). Berdasarkan verifikasi terhadap Buku Standar
Operating Prosedur (SOP) yang dikeluarkan oleh pihak BTNGHS, disertai dengan
hasil wawancara, belum terdapat prosedur operasional standar yang secara khusus
mengatur tentang hal tersebut. Sejauh ini, pedoman dalam pemanfaatan ruang
kelola di dalam kawasan taman nasional, baru mengacu pada MoU yang telah
disepakati tentang pemanfaatan lahan garapan di zona khusus Taman Nasional
Gunung Halimun Salak. Hal-hal yang diatur dalam MoU berkaitan dengan
pemanfaatan ruang kelola, yaitu sebagai berikut:
- Pemanfaatan lahan garapan di zona khusus dilakukan sesuai dengan aturan yang
berlaku.
- Tidak memperluas garapan dan tidak menebang pohon di dalam kawasan
TNGHS.
- Masyarakat memanfaatkan lahan garapan eks Perum Perhutani di TNGHS
dengan menanam tanaman sela (padi huma, kapol, palawija dan lain-lain)
dengan mengurangi pupuk kimia secara berangsur-angsur hingga menggunakan
pupuk organik.
Selain MoU tersebut, masyarakat juga memiliki kesepakatan tidak tertulis
yang mengatur tentang sanksi bagi anggotanya yang tidak menaati aturan. Apabila
terdapat warga yang melanggar kesepakatan dengan memperluas lahan garapan,
maka yang bersangkutan akan dikeluarkan dari keanggotaan MKK, dan mendapat
sanksi sosial dari masyarakat setempat. Jika teguran dari tokoh masyarakat
diabaikan, dan melebihi tiga kali, maka konsekuensinya ialah diacuhkan atau
dikucilkan oleh seluruh masyarakat.
Verifier 3 : Adanya mekanisme pengawasan/pemantauan pemanfaatan sumberdaya
alam di dalam ruang kelola yang disepakati oleh pihak-pihak terkait.
Pengawasan terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di dalam ruang
kelola (lahan garapan di zona khusus), dilakukan oleh pihak Balai Taman Nasional

16
Gunung Halimun Salak. Sebagaimana tercantum dalam MoU pada pasal 4 dan 5,
tentang kewajiban dan hak pihak pertama:
- Pasal 4 a (kewajiban pihak pertama)
Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pemanfaatan lahan garapan di zona
khusus.
- Pasal 5 a (hak pihak pertama)
Melakukan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan pemanfaatan lahan garapan
di zona khusus TNGHS.
Dalam melakukan pengawasan/ pemantauan terutama terhadap kegiatan
pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan masyarakat, pihak BTNGHS
melibatkan warga melalui pembentukan Masyarakat Mitra Polhut atau Pamhut
swakarsa. Pamhut swakarsa merupakan kelompok masyarakat yang peduli terhadap
kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) untuk
membantu pengamanan hutan secara swadaya (BTNGHS 2008). Bentuk
pengawasan yang dilakukan yaitu melalui kegiatan patroli yang dilakukan secara
rutin setiap dua minggu sekali.
Indikator 2 : Terkendalikannya konflik pemanfaatan sumberdaya alam di
dalam kawasan di dalam ruang kelola masyarakat
Verifier 1 : Ada tidaknya kesepakatan para pihak di dalam pemanfaatan
sumberdaya alam di dalam ruang kelola masyarakat.
Berdasarkan Renstra TNGHS 2010-2014, beberapa bentuk pemanfaatan yang
dilakukan di dalam kawasan TNGHS sudah dilakukan melalui basis kerjasama dan
dituangkan
dalam
bentuk
nota
kesepahaman
(Memorandum
of
Understanding/MoU). Diantara MoU yang telah ada, salah satunya adalah yang
berhasil disepakati di Kampung Sukagalih menyangkut pemanfaatan lahan garapan
di zona khusus.
Sebagaimana dicantumkan dalam MoU, kegiatan pemanfaatan yang
disepakati dapat dilakukan oleh masyarakat, yaitu memanfaatkan lahan garapan
Eks Perum Perhutani, dengan menanam tanaman sela (padi huma, kapol, palawija,
dan lain-lain), dengan mengurangi pupuk kimia secara berangsur-angsur hingga
menggunakan pupuk organik. Masyarakat diperbolehkan untuk menggarap lahan,
namun dilarang untuk memperluas garapannya, serta tidak menebang pohon di
dalam kawasan TNGHS. Secara regulatif, masyarakat tidak diperbolehkan untuk
melakukan pemungutan sumberdaya alam di dalam kawasan. Namun, pihak
pengelola masih memberikan toleransi untuk pemanfaatan bagi kebutuhan seharihari. Lebih rinci tentang kesepakatan dalam MoU yang memuat kewajiban dan hak
kedua belah pihak, ditunjukkan dalam Lampiran 2.
Verifier 2 : Ada tidaknya prosedur operasional standar yang disepakati oleh para
pihak dalam pemanfaatan sumber daya alam di dalam ruang kelola masyarakat.
Berdasarkan hasil verifikasi terhadap dokumen Buku Standar Operating
Prosedur (SOP) yang dikeluarkan oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, belum ada SOP yang mengatur tentang pemanfaatan sumberdaya alam di

17
dalam ruang kelola masyarakat. SOP yang ada masih terbatas pada pengaturan
tentang pengambilan spesimen flora dan fauna untuk kepentingan penelitian.
Belum adanya SOP atau pedoman yang mengatur tentang pemanfaatan
sumber daya alam di dalam ruang kelola masyarakat, memberikan peluang bagi
adanya tindak penyimpangan. Selain itu, belum terdapat catatan atau rekap khusus
tentang pemanfaatan SDA yang dilakukan oleh masyarakat (jumlah, jenis,
frekuensi pengambilan) dari dalam kawasan. Diakui oleh pihak pengelola bahwa
sulit untuk memantau langsung kegiatan masyarakat dengan jumlah SDM yang
terbatas.
Verifier 3 : Ada tidaknya mekanisme pelaporan/pemantauan/pengawasan
pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat yang disepakati
oleh para pihak.
Kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan pemanfaatan
dalam ruang kelola masyarakat merupakan tanggung jawab pihak BTNGHS.
Namun, dengan keterbatasan sumber daya manusia yang ada, sulit untuk memantau
langsung setiap kegiatan pemanfaatan yang dilakukan masyarakat dari dalam
kawasan. Untuk mengatasi kendala ini, masyarakat Kampung Sukagalih dilibatkan
untuk turut serta mengawasi dan melaporkan apabila terdapat kegiatan
penyimpangan pemanfaatan sumberdaya alam.
Apabila masyarakat menemukan adanya kegiatan pemanfaatan sumberdaya
alam yang tidak sesuai dengan peraturan misalnya perambahan, penebangan pohon,
dan lain- lain, mereka melaporkan hal tersebut ke kantor Resort Gunung Kendeng.
Berdasarkan keterangan yang didapatkan dari Kepala Resort, pihaknya sering
menerima laporan dari masyarakat, dan langsung ditindaklanjuti ke lapangan.
Namun, belum terdapat catatan atau rekapan khusus dari laporan masyarakat
tersebut.
Verifier 4 : Ada tidaknya saluran komunikasi antar kedua belah pihak sehingga
fungsi produksi, ekologi, dan sosial di dalam ruang kelola masyarakat terjamin.
Proses komunikasi sangat penting untuk memastikan bahwa kesepakatan
yang telah dibuat, terimplementasi secara nyata di lapangan dan memberikan
manfaat bagi kedua belah pihak. Masyarakat di pedesaan, pada umumnya
menjadikan kegiatan pertemuan sebagai sarana untuk saling berkomunikasi dan
bertukar pendapat. Begitu pula warga masyarakat di Kampung Sukagalih, sering
mengadakan pertemuan warga, baik untuk bersilaturahmi maupun untuk membahas
hal-hal yang menyangkut kampung mereka. Kegiatan pertemuan menjadi cara yang
efektif untuk mempertemukan semua warga, dan dilaksanakan pada malam hari di
saung pertemuan.
Pada saat awal penunjukan kawasan sebagai taman nasional, pihak BTNGHS
sangat intensif mengadakan pertemuan dengan warga Kampung Sukagalih,
membahas tentang sosialisasi taman nasional, batas-batas taman nasional dengan
lahan garapan, pembahasan zonasi, dan kerjasama melalui MKK. Namun saat ini,
kegiatan pertemuan di Kampung Sukagalih hanya dilakukan saat diperlukan saja,
karena masyarakat Sukagalih dirasa sudah memiliki kesadaran yang bagus untuk
turut serta membantu menjaga kelestarian hutan. Terbatasnya jumlah petugas

18
Resort (hanya empat orang), menjadikan kegiatan pertemuan yang rutin dengan
masyarakat agak sulit untuk dilaksanakan. Pihak resort lebih memprioritaskan
untuk melakukan pertemuan di kampung-kampung yang dekat dengan kawasan
dengan tingkat degradasi hutan yang masih tinggi.
Indikator 3: Berkembangnya pemanfaatan lestari di dalam ruang kelola
masyarakat guna menopang kehidupan sehari-hari
Verifier 1 : Ada tidaknya aktivitas pemantauan sumberdaya alam berkala dengan
tujuan untuk mengetahui perkembangan sumberdaya alam di dalam ruang kelola
masyarakat.
Hasil verifikasi terhadap verifier ini menunjukkan bahwa aktifitas
pemantauan sumberdaya alam yang telah dilakukan, saat ini masih terbatas pada
pemantauan ekosistem dan spesies penting. Pemantauan ekosistem dilakukan
secara rutin, dengan prioritas lokasi di daerah-daerah yang mempunyai tingkat
ancaman atau gangguan yang tinggi. Sedangkan pemantauan spesies penting
dilakukan untuk memantau spesies Elang Jawa (Nizaetus bartelsi), Owa Jawa
(Hylobates moloch), dan Macan Tutul (Panthera pardus). Untuk pemantauan SDA
secara spesifik di dalam ruang kelola masyarakat, terintegrasi dalam kegiatan
perlindungan hutan berupa patroli untuk memantau kawasan secara keseluruhan.
Selain itu, adanya kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Blok
Sukagalih, dapat digunakan untuk membantu memantau perkembangan SDA yang
berada di sana.
Verifier 2 : Ada tidaknya proses peningkatan pengetahuan masyarakat dalam
pemanfaatan sumberdaya alam lestari yang dilaksanakan oleh para pihak terkait.
Selama lima tahun kerjasama BTNGHS dengan kelompok masyarakat
Sukagalih, Program Model Kampung Konservasi (MKK) telah melakukan
beberapa kegiatan, yaitu:
1. Penguatan kelembagaan tingkat kelompok
2. Peningkatan kapasitas anggota kelompok
3. Peningkatan usaha ekonomi rakyat.
Dalam hal peningkatan kapasitas anggota kelompok, pihak BTNGHS
memberikan pelatihan bagi masyarakat untuk menjadi pemandu atau local guide
untuk memperkenalkan potensi kampung, maupun potensi sumberdaya alam di
kawasan TNGHS. Pelatihan semacam ini telah beberapa kali dilakukan dan
sebagian responden yang diwawancara, menyatakan pernah mengikuti pelatihan
yang diselenggarakan oleh pihak BTNGHS. Hal ini terkait seringnya pengunjung
yang datang ke Sukagalih dengan berbagai macam kepentingan, mulai penelitian,
wisata, hingga studi banding. Kampung Sukagalih tidak hanya dikunjungi oleh
pengunjung domestik, namun juga pengunjung dari mancanegara. Berdasarkan
wawancara dengan ketua kelompok MKK, terdapat setidaknya lebih dari dua puluh
negara yang telah berkunjung ke kampung ini. Selain itu, dalam program MKK,
masyarakat juga menyediakan pelayanan berupa jasa penginapan (homestay)
maupun konsumsi, dengan tarif sesuai dengan hasil kesepakatan dan musyawarah
anggota MKK.

19
Verifier
: 3. Ada tidaknya upaya pengembangan pemanfaatan sumberdaya
alam dengan teknologi ramah lingkungan.
Berdasarkan hasil verifikasi terhadap buku Bibliografi Hasil-Hasil Penelitian
TNGHS (GHSNPMP-JICA 2006), diketahui bahwa pihak BTNGHS telah
bekerjasama dengan berbagai mitra, untuk melakukan upaya penelitian
pengembangan pemanfaatan sumberdaya alam. Tercatat beberapa jenis penelitian
tentang pemanfaatan yang telah dilakukan yaitu:
- Peluang Budidaya Tumbuhan Obat oleh Mayarakat di Sekitar Taman
Nasional Gunung Halimun (Studi Kasus Desa Malasari, Kabupaten Bogor
dan Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi)
- Penggunaan yang Berkelanjutan Jenis-jenis Rotan di Taman Nasional
Gunung Halimun, Jawa Barat
- Pemanfaatan Tumbuhan Secara Tradisional di Taman Nasional Gunung
Halimun
Namun, terdapat kendala yaitu