Eksplorasi Bakteri Kitinolitik sebagai Agens Pengendali Larva Boktor Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) pada Tanaman Tebu
EKSPLORASI BAKTERI KITINOLITIK
SEBAGAI AGENS PENGENDALI LARVA BOKTOR
Dorysthenes sp. (COLEOPTERA: CERAMBYCIDAE)
PADA TANAMAN TEBU
DENDI JULIADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASINYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Eksplorasi Bakteri Kitinolitik
Sebagai Agens Pengendali Larva Boktor Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) pada Tanaman Tebu adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada akhir bagian tesis ini.
Bogor, Februari 2010
Dendi Juliadi
NIM A351070091
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
ABSTRACT
DENDI JULIADI. Exploration of Chitinolytic Bacteria as Biocontrol Agent Against
Sugarcane Borer Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae). Under direction
of TEGUH SANTOSO, ENDANG SRI RATNA, and GIYANTO.
Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) was reported as a main pest
on sugarcane plantation. The larvae bored inside the base of sugarcane stem
and could reduce the yield production. Some chitinolytic bacteria are often found
as a source of a potent biological agent that are useful in contributing on an IPM
techniques. The aims of this research were to explore the chitinolytic bacteria
and to asses their potential in controlling this pest. Chitinolytic bacteria were isolated from sugarcane rhizosphere, extracted boktor larvae, and fresh water that
were collected from Subang sugarcane plantation and Cikabayan farm plot. The
bacteria were selected using CCA and NA media plus milk. Chitinolytic and proteolytic activity, morphological characters, LOPAT test, and bioassay against
larvae were studied. The results showed that 105 different colonies of bacteria
were isolated from 14 samples. Twenty two colonies of these bacterias had chitinolytic and proteolytic activities. Four isolates coded JANr-09, JANr-15, CKBr06, and CDBw-05 were chosen as candidate bacterias based on their highest
acitivities. The colony of CDBw-05 was capable to kill up to 48,75% tested larvae
and was not pathogenic to plant bacteria. Chitynolytic bacteria also altered the
structure and rigidity of integument, and degraded fat body of larvae. Moreover,
the isolated bacteria CDBw-05 produced potent chitinase and protease to control
Dorysthenes larvae and was recomended as potential biocontrol agent.
Keywords: rhizosphere, chitinolytic bacteria, proteolytic, boktor, mortality.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
RINGKASAN
DENDI JULIADI. Eksplorasi Bakteri Kitinolitik Sebagai Agens Pengendali Larva
Boktor Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) pada Tanaman Tebu.
Dibimbing oleh TEGUH SANTOSO, ENDANG SRI RATNA, dan GIYANTO.
Kebutuhan gula nasional meningkat setiap tahun dengan laju konsumsi
sekitar 3,3% per tahun. Produksi gula nasional dilaporkan belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diperlukan impor dengan laju sekitar 11,94%
per tahun.
Tanaman utama penghasil gula di Indonesia adalah tebu. Serangan hama
merupakan salah satu penyebab produktivitas tebu menurun. Dorysthenes sp.
(Coleoptera: Cerambycidae) dikenal sebagai hama boktor merupakan hama baru
pada perkebunan tebu yang berpotensi menurunkan produksi gula. Saat ini pengendalian boktor telah dilakukan secara terpadu (PHT), namun masih terdapat
kendala dalam penerapan komponen-komponen PHT tersebut di lapangan. Oleh
sebab itu, komponen PHT hama boktor masih perlu diperkaya dengan menggunakan teknik lain yang lebih sesuai agar lebih efektif dan efisien. Salah satu kiat
pengendalian yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan bakteri kitinolitik yang
memiliki kemampuan proteolitik. Bakteri tersebut dilaporkan potensial untuk mengendalikan beberapa serangga hama.
Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi isolat bakteri kitinolitik (IBK) dari
rhizosfer tebu, larva boktor, dan air lebung, serta menguji potensi IBK kandidat
(IBKK) dalam menghidrolisis integumen dan mematikan larva boktor. Percobaan
ini juga bertujuan mengobservasi karakter morfologi dan fisiologi IBKK, serta meneliti pengaruh kitinase dan protease yang diproduksi oleh bakteri kitinolitik
tersebut pada integumen dan jaringan di dalam tubuh larva boktor. Percobaan
ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2008 sampai dengan Oktober 2009.
Rhizosfer tebu dan air lebung contoh diambil dari areal perkebunan tebu
pabrik gula (PG) Subang dan Kebun Cikabayan IPB, sedangkan larva boktor dikumpulkan dari PG Subang. Bakteri dari ketiga bahan contoh tersebut diisolasi
melalui teknik pengenceran berseri, lalu diseleksi sifat kitinolitik dengan menggunakan media coloidal chitin agar (CCA) dan proteolitik dengan nutrient agar yang
mengandung susu bubuk skim (NA+susu). Pengukuran aktivitas kedua sifat tersebut pada IBK dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan media tumbuh
yang sama. Diameter koloni serta zona kitinolisis dan proteolisis diamati dan diukur setiap hari berturut-turut mulai 1–14 hari setelah inokulasi (HSI) dan 1–7 HSI.
Indeks kitinolitik (IK) dan indeks proteolitik (IP) ditentukan berdasarkan hasil pengurangan diameter zona hidrolisis dengan diameter koloni, lalu dibagi dengan
diameter koloni bakteri. Isolat bakteri kitinolitik kandidat terpilih jika memiliki nilai
kedua indeks tersebut lebih dari satu dan cenderung naik selama inkubasi.
Potensi IBKK dalam menghidrolisis integumen larva dilakukan pada media
crude integumen juice agar (CIJA) dan dalam mematikan larva boktor dilaksanakan dalam batang tebu dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Pengamatan pada uji pertama dilakukan setiap hari terhadap nilai indeks
hidrolisis (IH) pada waktu 1–7 HSI, sedangkan pada uji kedua terhadap bobot
batang tebu serta larva mati, tidak aktif makan, dan aktif makan pada saat 7 dan
14 hari setelah aplikasi (HSA). Konfirmasi ulang atas keberadaan bakteri
perlakuan pada uji kedua dilakukan dengan cara mengisolasi kembali IBKK pada
larva mati dan dilanjutkan uji postulat Koch. Pengamatan preparat makroskopis
sediaan utuh (whole mount) larva boktor dilakukan dengan memaparkan larva
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
mati yang telah dipasteurisasi dalam kultur cair IBKK selama 16 hari. Pengamatan dilakukan interval 4 hari terhadap perubahan warna dan bau media; warna,
struktur, dan rigiditas integumen, serta degradasi jaringan di dalam tubuh larva.
Isolat bakteri kitinolitik kandidat dikarakterisasi secara morfologi meliputi bentuk,
warna, elevasi, dan tepian koloni; bentuk dan tipe Gram sel; serta secara fisiologi
melalui uji LOPAT (levan formation, oxidase activity, potato soft rot, arginine hydrolysis, tobacco hypersensitivity).
Pada penelitian eksplorasi dan seleksi bakteri kitinolitik diperoleh 23 IBK
dari ketiga kelompok bahan contoh yang sebagian besar berasal dari rhizosfer
tebu. Dua puluh dua isolat dari IBK tersebut juga memiliki aktivitas proteolitik.
Empat IBK yaitu isolat JANr-09, JANr-15, CKBr-06, dan CDBw-05 ditetapkan
sebagai IBKK karena memiliki nilai IK dan IP lebih dari satu, serta aktivitas kitinolitik dan proteolitik IBKK tersebut cenderung naik selama inkubasi.
Hasil uji potensi IBKK dalam menghidrolisis integumen larva boktor menunjukkan bahwa isolat CKBr-06 konsisten memiliki nilai IH paling tinggi setiap hari
(1,21–2,70) dibandingkan ketiga IBKK lainnya. Nilai IH isolat CDBw-05 (0,82)
pada hari pertama lebih tinggi daripada JANr-09 (0,14) dan JANr-15 (0,00). Pada hari kedua, nilai IH isolat CDBw-05 (1,14) tidak berbeda nyata dengan JANr09 (0,96), kemudian pada hari ketiga nilai IH isolat ini (1,22) tidak berbeda nyata
baik dengan JANr-09 (1,43) maupun JANr-15 (1,35). Nilai IH isolat CDBw-05
pada 4–7 HSI (1,19–1,44) lebih rendah daripada JANr-15 (1,67–2,06) dan JANr09 (1,58–1,98). Nilai IH tertinggi pada hari ketujuh berturut-turut terjadi pada isolat CKBr-06 sebesar 2,70; JANr-15 (2,06), JANr-15 (1,98), dan CDBw-05 (1,44).
Jumlah larva boktor mati pada semua perlakuan IBKK kurang 50% dari
larva uji. Larva boktor mengalami kematian paling banyak pada perlakuan CKBr06 (46,25%) ketika 7 HSA. Pada waktu 14 HSA, kematian tertinggi larva terjadi
pada perlakuan CDBw-05 (48,75%) namun tidak berbeda nyata dengan CKBr-06
(46,25%). Larva boktor yang tidak aktif makan banyak terdapat pada perlakuan
JANr-15 saat 7 HSA (63,75%). Pada waktu 14 HSA, larva seperti ini banyak terjadi pada perlakuan JANr-09 (60,00%) tetapi tidak berbeda nyata dengan JANr15 (48,75%) dan CDBw-05 (47,50%). Perlakuan isolat JANr-15 mampu menekan kehilangan bobot batang tebu paling rendah pada waktu 7 HSA (19,06 g)
dan 14 HSA (41,94 g) tetapi tidak berbeda nyata dengan CDBw-05 (20,81 &
44,09 g) dan CKBr-06 (21,49 & 44,20 g). Integumen larva boktor yang mati pada
perlakuan isolat JANr-09, CKBr-06, dan CDBw-05 menjadi hitam, berbeda dengan warna integumen pada perlakuan isolat JANr-15, kontrol, dan larva hidup.
Berdasarkan hasil pengamatan preparat makrokospis sediaan utuh menunjukkan bahwa media uji serta integumen dan jaringan tubuh larva boktor mengalami perubahan akibat aktivitas kitinolitik dan proteolitik isolat CKBr-06 dan
CDBw-05 yang terjadi antara 8–16 HSA. Media uji dan integumen larva menjadi
hitam dan mengeluarkan bau busuk menyengat. Integumen tersebut menjadi
hancur dan lunak, serta jaringan lemak dan jaringan lain di dalam tubuh larva
boktor terdegradasi.
Hasil karakterisiasi koloni bakteri menunjukkan bahwa isolat JANr-09, JANr15, dan CKBr-06 terindikasi sebagai patogen tanaman, sedangkan CDBw-05
konsisten bukan patogen tanaman berdasarkan lima sub uji pada LOPAT. Dengan demikian, isolat CDBw-05 merupakan isolat potensial untuk dikaji lebih
mendalam sebagai agens pengendali larva boktor.
Kata kunci: rhizosfer, bakteri kitinolitik, proteolitik, boktor, mortalitas.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
© Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
EKSPLORASI BAKTERI KITINOLITIK
SEBAGAI AGENS PENGENDALI LARVA BOKTOR
Dorysthenes sp. (COLEOPTERA: CERAMBYCIDAE)
PADA TANAMAN TEBU
DENDI JULIADI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomologi-Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
Judul Tesis
: Eksplorasi Bakteri Kitinolitik sebagai Agens Pengendali Larva
Boktor Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) pada
Tanaman Tebu
Nama Mahasiwa : Dendi Juliadi
NIM
: A351070091
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA.
Ketua
Dr. Endang Sri Ratna
Anggota
Dr. Ir. Giyanto, M.Si.
Anggota
Diketahui
Ketua Mayor
Dekan
Entomologi
Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Pudjianto, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal ujian: 4 Februari 2010
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
Tanggal lulus: ………………
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2008 ini ialah
hama boktor, dengan judul Eksplorasi Bakteri Kitinolitik sebagai Agens Pengendali Larva Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) pada Tanaman Tebu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA, Dr. Endang Sri Ratna, dan Dr. Ir. Giyanto, M.Si, selaku pembimbing; Dr. Ir. Ruly Anwar,
M.Si. sebagai Penguji Luar Komisi, serta Dr. Ir. Aris Toharisman, M.Sc., dan Ir.
Djoko Pramono, M.S. yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah mendanai tugas belajar ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan,
PT PG Rajawali II Cirebon, dan PG Subang yang telah memberi kesempatan
kepada penulis untuk menempuh pendidikan dan melakukan penelitian di instansi tersebut. Demikian pula rasa terima kasih penulis tujukan kepada Bapak Moeljani (Alm) dan Ibu Metha (Almh); Bapak H. Santoso Martodirjo, SKM. dan Ibu Hj.
Asiah Ma’in; serta Mama Dian Nugrahaningsih dan anak-anak kami atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2010
Dendi Juliadi
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tulungagung pada tanggal 25 Juli 1972 dari Bapak
Moeljani (Alm) dan Ibu Metha (Almh). Penulis merupakan putra kedelapan dari
sembilan bersaudara. Pada tahun 2001, penulis menikah dengan Dian Nugrahaningsih dan saat ini telah dikaruniai tiga orang anak, yaitu Aziizah Diandi Putri
(28-5-2002), Muhammad Rizqi Diandi Putra (30-10-2006), dan Zahra Agustine
Diandi Putri (15-8-2008).
Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri I Tuban dan pada tahun yang
sama diterima masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Pendidikan sarjana di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan diselesaikan oleh
penulis pada tahun 1996. Penulis melanjutkan S2 di tempat yang sama pada tahun 2007 yang didanai dari beasiswa Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Mayor yang dipilih oleh penulis adalah Entomologi.
Karir pertama penulis dimulai sebagai staf Penelitian dan Pengembangan
di perusahaan perkebunan mangga yang dikelola oleh PT Galasari Gunung Swadaya Gresik mulai tahun 1996 hingga 1999. Karir sebagai peneliti dilanjutkan
penulis di Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan sampai
dengan sekarang. Bidang keahlian yang ditekuni penulis adalah pengendalian
hama tebu. Disamping sebagai peneliti, penulis juga merangkap sebagai staf
Urusan Program dan Informasi yang menangani penyusunan program kerja
lembaga, serta mengelola data perkembangan gula dan publikasi hasil penelitian yang terkait. Untuk menunjang profesi yang ditekuni, Penulis bergabung dengan Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) dan Ikatan Ahli Gula Indonesia
(IKAGI).
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xii
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................
1
Tujuan Penelitian ……………………………………………………....
3
Manfaat Penelitian ........................................................................ .
3
Hipotesis ....................................................................................... .
3
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
4
Hama Boktor ............................................................................. .....
4
Kitin dan Kitinase . .........................................................................
6
Bakteri Kitinolitik ...........................................................................
7
BAHAN DAN METODE .........................................................................
9
Waktu dan Tempat .......................................................................
9
Persiapan penelitian .....................................................................
9
Penanaman Tebu ................................................................
Pengumpulan, Pemeliharaan, dan Karantina Larva Boktor ..
Pembuatan Media Tumbuh Bakteri ......................................
9
9
10
Metode Penelitian .........................................................................
11
Eksplorasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik dan Proteolitik........
11
Eksplorasi Bakteri Kitinolitik ........................................
Seleksi Sifat Kitinolitik dan Proteolitik ..........................
Pengukuran Aktivitas Kitinolitik dan Proteolitik ............
11
12
12
Uji Potensi IBKK pada Integumen dan Larva Boktor ............
13
Uji Potensi IBKK dalam Menghidrolisis Integumen
Larva Boktor ................................................................
Uji Potensi IBKK dalam Mematikan Larva Boktor ........
Pengamatan Makroskospis Preparat Sediaan Utuh
Larva Boktor..................................................................
13
13
15
Karakterisasi Morfologi dan Fisiologi IBKK ...........................
15
Karakterisasi Morfologi ................................................
Karakterisasi Fisiologi .................................................
15
16
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
ix
Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
17
Hasil .............................................................................................
17
Eksplorasi dan Seleksi IBK ..................................................
17
Potensi IBKK dalam Menghidrolis dan Mematikan Larva
Boktor ..................................................................................
21
Potensi IBKK dalam Menghidrolisis Integumen Larva
Boktor .........................................................................
Potensi IBKK dalam Mematikan Larva Boktor .............
Pengaruh Kultur IBKK pada Integumen dan Jaringan
Larva Boktor .................................................................
21
22
24
Karakter IBKK ......................................................................
26
Pembahasan ................................................................................
27
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
37
Kesimpulan ...................................................................................
37
Saran ............................................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
38
LAMPIRAN ............................................................................................
43
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Derajat keasaman dan kepadatan bakteri dalam bahan contoh .........
17
2 Komposisi jumlah koloni bakteri dari bahan contoh berdasarkan
aktivitas hidrolisisnya ..........................................................................
18
3 Aktivitas hidrolisis IBKK pada integumen larva boktor ........................
23
4 Kondisi larva boktor yang dipaparkan pada pasta IBKK dalam
batang tebu ........................................................................................
23
5 Pengaruh aktivitas makan larva boktor pada bobot batang tebu ........
24
6 Karakter morfologi IBKK ....................................................................
26
7 Karakter LOPAT IBKK .......................................................................
26
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Siklus hidup hama boktor ....................................................................
5
2 Aktivitas kitinolitik IBK rhizosfer, air lebung dan kadaver larva
boktor ................................................................................................
19
3 Aktivitas proteolitik IBK rhizosfer, air lebung dan kadaver larva
boktor ................................................................................................
20
4 Aktivitas kitinolitik koloni isolat JANr-09, CDBw-05, CKBr-06, JANr-15,
dan kontrol pada CCA saat 7 HSI ......................................................
21
5 Pengaruh perlakuan isolat JANr-09, JANr-15, CKBr-06, CDBw-05
dan kontrol, terhadap perubahan warna tubuh larva boktor yang mati
saat 14 HSA ......................................................................................
24
6 Pengaruh kultur IBKK pada larva boktor saat 12 HSA . .......................
25
7 Karakter morfologi isolat CDBw-05 dan CKBr-06 ...............................
27
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir pembuatan media CIJA larva boktor .................................
43
2 Bagan alir uji potensi IBKK dalam mematikan larva boktor ................
44
3 Bagan alir pengamatan makroskopis preparat sediaan utuh larva
boktor ................................................................................................
45
4 Karakter morfologi serta kemampuan kitinolitik dan proteolitik IB
yang diisolasi dari rhizosfer, kadaver larva boktor, dan air lebung .....
46
5 Perubahan struktur integumen larva boktor pada uji whole mount .....
48
6 Perubahan rigiditas integumen larva boktor pada uji whole mount .....
49
7 Perubahan jaringan dalam tubuh larva boktor pada uji whole mount .
50
8 Aktivitas hidrolisis IBK dari rhizosfer, kadaver larva boktor, dan
air lebung pada media CIJA ...............................................................
51
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan gula nasional meningkat setiap tahun akibat pertambahan penduduk, perbaikan pendapatan masyarakat, serta perkembangan industri makanan dan minuman. Laju peningkatan konsumsi gula diperkirakan sekitar 3,3%
per tahun (Mardianto et al. 2005). Pada tahun 2009, produksi gula mencapai sekitar 3 juta ton (P3GI 2007; BPS 2008), padahal kebutuhan gula nasional diperkirakan lebih dari 4 juta ton sehingga diperlukan impor dengan laju 11,94% per
tahun (Hartono 2002).
Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula. Salah satu penyebab produktivitas tebu menurun adalah serangan hama. Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) dikenal sebagai hama boktor, dilaporkan sebagai hama
baru yang berpotensi menurunkan kuantitas dan kualitas batang tebu (Pramono
et al. 2000b; 2001a). Kehilangan bobot batang akibat gerekan larva hama ini
mencapai 14%–16% pada saat panen. Batang tebu yang dipanen dapat tercampur bagian pangkal terserang, serbuk gerek, dan tanah sehingga menghambat
proses konversi nira tebu menjadi gula (Pramono et al. 2000a; 2001a).
Hama boktor juga berpotensi menyebar cepat ke perkebunan tebu lain.
Hama ini bersifat polifag dengan preferensi tinggi pada tebu. Larva mampu hidup dalam batang tebu yang ditanam di berbagai jenis lahan. Kedua hal tersebut
menyebabkan larva boktor dapat terbawa ke tempat lain melalui persebaran
batang tebu yang dijadikan bibit (Pramono & Rifal 2001). Serangan hama ini
telah meluas dari delapan hektar pada tahun 1989 (Rifal 1997) menjadi sekitar
6000 hektar tahun 1999 di perkebunan tebu pabrik gula (PG) Subang (Pramono
et al. 2000b) dan menyebar ke tanaman tebu di PG Jatitujuh Cirebon seluas 24
hektar pada tahun 2000 (Pramono 2005).
Usaha pengendalian hama boktor telah dilakukan melalui penerapan paket
pengendalian hama terpadu (PHT) sejak tahun 2000 di PG Subang. Paket tersebut meliputi pengolahan tanah intensif, pengumpulan larva, penangkapan imago,
sanitasi tunggul tebu, dan aplikasi cendawan entomopatogen Metarrhizium flavoviridae Sorokin. Aplikasi insektisida pernah dicoba tetapi mengalami beberapa
hambatan di lapangan. Butiran insektisida dapat ditaburkan di lubang tanam tetapi keefektifannya rendah karena persistensi insektisida tersebut pendek. Butiran insektisida sulit diaplikasikan di rhizosfer jika tanaman tebu telah berumur
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
2
lebih dari dua bulan. Ragam insektisida sistemik yang tersedia juga sangat terbatas (Pramono & Purwantara 2000). Hasil evaluasi penerapan paket PHT tersebut menunjukkan terjadi penekanan 73%–89% populasi larva boktor dan 20%–
31% bobot batang yang hilang (Pramono et al. 2001b; Pramono et al. 2002).
Namun keberhasilan paket PHT ini lebih didominasi oleh peranan pengolahan
tanah intensif, pengambilan larva, dan sanitasi tunggul tebu (Pramono & Rifal
2001).
Saat ini beberapa teknik pengendalian terhadap hama boktor telah diupayakan. Sanitasi tunggul tebu dan pengolahan tanah dilakukan secara intensif,
namun pada akhirnya ditiadakan karena masalah hambatan teknis dan biaya, sebaliknya aplikasi M. flavoviridae dan penangkapan imago masih dilakukan meskipun memerlukan biaya tinggi serta pengawasan yang lebih ketat. Oleh sebab
itu, komponen PHT hama ini masih perlu diperkaya dengan menggunakan teknik
lain yang lebih sesuai agar pengendalian yang dilakukan lebih efektif dan efisien.
Salah satu kiat yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan bakteri kitinolitik
yang memiliki kemampuan proteolitik untuk menekan populasi larva boktor.
Bakteri kitinolitik dan proteolitik banyak terdapat di alam. Bakteri ini memproduksi kitinase dan protease yang dapat menghidrolisis kitin dan protein, penyusun sebagian besar kutikula serangga. Kitin dan protein ini tidak hanya dijumpai pada integumen, tetapi juga terdapat pada membran peritrofik yang
memiliki peran vital bagi kehidupan serangga (Mordue & Goldsworthy 1980;
Hepburn 1985; Chapman 1998; Nation 2002; Merzendorfer & Zimoch 2003).
Bakteri tersebut dapat dijumpai di rhizosfer (Kamil et al. 2007), larva serangga
(El-Tarabily et al. 2005; Meca et al. 2009), dan air (Suryanto & Munir 2006;
Pujiyanto et al. 2008).
Kultur bakteri kitinolitik dilaporkan berpotensi mengendalikan serangga
hama. Menurut El-Tarabily et al. (2005), bakteri genus Bacillus dan Pseudomonas dilaporkan dapat mematikan telur dan larva Rhynchophorus ferruginesus
(Coleoptera: Curculionidae) pada tanaman palem di Uni Emirat Arab. Kombinasi
Actinoplanes philippinensis, A. missouriensis, dan Streptomyces clavuligerus dilaporkan menghambat pembentukan pupa Drosophila melanogaster (Diptera:
Drosophilidae) di Mesir (Galdehak et al. 2005). Meca et al. (2009) melaporkan
bahwa bakteri Serratia sp., Pseudomonas sp., dan Enterobacter aerogenes mematikan 74,1% Phyllocnistis citrella Stainton (Diptera: Gracillaridae) pada tana-
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
3
man jeruk di Peru. Di Indonesia, isolat bakteri kitinolitik yang berasal dari air
dilaporkan mampu mematikan 86% larva Aedes aegypti Linnaeus (Diptera:
Culicidae) dalam waktu 7 hari (Pujiyanto et al. 2008), sedangkan isolat bakteri
yang berasal dari rhizosfer tanaman cabai dapat mendegradasi integumen imago
Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae) (Mahagiani 2008). Pengujian pemanfaatan bakteri kitinolitik dan proteolitik untuk mengendalikan serangga hama belum banyak dilakukan di Indonesia, khususnya dari famili Cerambycidae pada
tanaman tebu.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi bakteri kitinolitik (IBK) dari rhizosfer tebu, larva boktor, dan air lebung di sekitar pertanaman tebu, serta menguji potensi IBK kandidat (IBKK) dalam menghidrolisis integumen dan mematikan larva boktor. Percobaan ini juga bertujuan mengobservasi karakter morfologi
dan fisiologi IBKK, serta mempelajari pengaruh kitinase dan protease yang diproduksi oleh bakteri kitinolitik tersebut pada integumen dan jaringan di dalam tubuh
larva boktor.
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh IBK unggulan yang telah ditetapkan karakter morfologi, fisiologi, dan potensinya dalam mematikan larva boktor, serta diketahui dampak kitinase dan protease yang diproduksi oleh
IBK tersebut pada integumen dan jaringan di dalam tubuh larva boktor. Isolat
bakteri potensial ini diharapkan dapat diteliti lebih mendalam sebagai agens
pengendali hama boktor pada tanaman tebu.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah bakteri kitinolitik banyak terdapat di rhizosfer
tebu, larva boktor, dan air lebung, serta terdapat IBK yang berpotensi sebagai
agens pengendali hama boktor.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
TINJAUAN PUSTAKA
Hama Boktor
Hama boktor pertama kali ditemukan hanya menyerang delapan hektar tanaman tebu di PG Subang pada tahun 1989. Namun pada tahun 1995, serangan hama ini meningkat hingga 100 hektar (Rifal 1997), bahkan pada tahun 1999
mencapai 6000 hektar (Pramono et al. 2000b). Setahun kemudian, hama boktor
telah menyebar ke PG Jatitujuh Cirebon (Pramono 2005).
Hama boktor telah ditetapkan sebagai genus Dorysthenes berdasarkan hasil identifikasi dari International Institute of Entomology (Brown 1997). Boktor merupakan serangga polifag dengan preferensi tinggi pada tebu. Dua tipe kerusakan tanaman tebu yang diakibatkan oleh larva boktor yaitu kerusakan primer
berupa lubang gerek pada pangkal batang dan kerusakan sekunder berupa
bekas gerekan awal oleh larva yang diikuti serangan rayap dan infeksi patogen
(Pramono et al. 2000a; 2001a). Serangan hama ini dapat menyebabkan kerusakan berat sehingga mengakibatkan bobot tebu menurun 16% saat panen,
kandungan nira dalam batang sedikit, dan kontaminan bahan baku gula berupa
kotoran larva yang terbawa batang meningkat (Pramono 1997; Pramono et al.
2000b).
Tanaman tebu yang diserang hama boktor menunjukkan gejala seperti daun menguning lalu mengering, batang pendek dan roboh, kemudian tanaman
mati. Seringkali dijumpai banyak larva atau kokon di sekitar tanaman bergejala
yang digali serta dalam batang dan tunggul tebu yang dibelah (Pramono 1997;
Pramono et al. 2000a).
Siklus hidup hama boktor terdiri atas telur, larva, pupa, dan imago (Gambar
1). Imago betina meletakkan telur di sekitar perakaran tanaman tebu dalam waktu 3–4 hari. Telur berbentuk oval dan pipih, kedua ujungnya meruncing, dan panjang telur sekitar 4–5 mm (Gambar 1a). Rata-rata stadia telur adalah 20 hari.
Telur menetas menjadi larva (boktor) yang merusak tanaman tebu. Bentuk larva
silindris, tanpa tungkai, dan terdiri atas 12 ruas tubuh (Gambar 1b) (Pramono et
al. 2001a). Daur hidup larva antara 20–21 bulan, terbagi dalam 10 instar. Larva
yang berada di dalam tanah menggerek pangkal batang tebu memanjang menuju
ke atas hingga jarak 20–30 cm dari permukaan tanah, kemudian berbalik arah
menuju ke tanah kembali melalui lubang gerek yang sama untuk menggerek
pangkal batang lain yang berada di sekitarnya (Gambar 1c). Larva boktor diketa-
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
5
hui mampu hidup pada pangkal batang tebu yang ditanam di berbagai tipe tanah
(Pramono & Rifal 2001). Larva selanjutnya berubah menjadi pupa berbentuk
eksarata (Gambar 1d) dan dilindungi oleh kokon yang terbuat dari campuran
serasah dan tanah (Gambar 1e). Lama hidup pupa rata-rata 20,32 hari. Kumbang keluar dari kokon pada awal musim penghujan.
Kumbang jantan dan
betina memiliki panjang dan lebar tubuh berturut-turut 37,6 mm dan 14,6 mm,
serta 39,4 mm dan 15,6 mm. Antena kumbang jantan dan betina berbentuk
benang dengan panjang melebihi setengah ukuran tubuhnya (Gambar 1f). Ratarata lama hidup imago mencapai 53,3 hari (Pramono 2005).
e
d
c
b
e
f
c
a
Gambar 1 Siklus hidup hama boktor. Telur (a), larva (b), larva menggerek bibit
dan pangkal batang tebu (c), pupa (d), kokon (e), dan imago (f)
(Pramo-no et al. 2001; Pramono 2005)
Beberapa teknik pengendalian dalam bentuk paket PHT telah diterapkan
untuk mengendalikan hama boktor.
Menurut Pramono & Purwantara (2000)
paket tersebut meliputi pengolahan tanah secara intensif, sanitasi tunggul, replanting, pengumpulan larva dan imago, serta aplikasi cendawan entomopatogen
M. flavoviridae Sorokin isolat Subang. Replanting adalah pembongkaran bekas
rumpun tebu yang dilanjutkan dengan pengolahan tanah dan penanaman tebu
kembali. Aplikasi insektisida pernah dicoba tetapi mengalami beberapa hambatan di lapangan.
Butiran insektisida dapat ditaburkan di lubang tanam tetapi
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
6
keefektifannya rendah karena persistensi insektisida tersebut pendek. Butiran
insektisida sulit diaplikasikan di rhizosfer jika tanaman tebu telah berumur lebih
dari dua bulan. Ragam insektisida sistemik yang tersedia untuk mengendalikan
larva boktor juga sangat terbatas. Aplikasi paket PHT berhasil mengendalikan
larva boktor, namun keberhasilan ini lebih didominasi oleh peranan pengolahan
tanah secara intensif, pengambilan larva boktor, dan sanitasi tunggul tebu
(Pramono & Rifal 2001). Hasil evaluasi penerapan paket PHT tersebut menunjukkan terjadi peningkatan 8% larva terinfeksi M. flavoviridae, penekanan 73%–
89% populasi larva boktor, dan penurunan 20%–31% bobot batang tebu yang
hilang (Pramono et al. 2001b; Pramono et al. 2002).
Kitin dan Kitinase
Kitin merupakan polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Bahan
ini disusun oleh monomer N-asetilglukosamin dan dapat didegradasi oleh komplek enzim.
Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang,
kepiting, dan hewan arthropoda lainnya (Skjak-Braek & Sanford 1989).
Kitin
menyusun 20%–50% prokutikula yaitu komponen utama kutikula serangga. Di
bagian prokutikula juga mengandung 50% molekul protein yang terletak di antara
serabut kitin. Kitin tidak hanya dijumpai pada integumen, tetapi juga terdapat
pada membran peritrofik yang terletak di saluran pencernaan bagian tengah
(mesenteron) serangga. Bahan ini memiliki peran yang sangat vital bagi keberlangsungan kehidupan serangga. Fungsi kitin pada integumen antara lain adalah
sebagai kulit pembungkus tubuh serangga, penyangga dan kerangka tubuh;
perlindungan dari penguapan, lingkungan ekstrim, serta serangan patogen dan
predator; sebagai tempat alat indera dan sel kelenjar; serta berperan dalam
proses ganti kulit. Kitin pada membran peritrofik berperan melindungi mikrovili
dari abrasi, infeksi patogen, dan hidrolisis enzim pencernaan (Mordue & Goldsworthy 1980; Chapman 1998; Nation 2002; Merzendorfer & Zimoch 2003).
Kitinase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis polimer kitin menjadi kitin oligosakarida dan N-asetilglukosamin (Chernin et. al. 1996), sedangkan
protease memecah ikatan peptida pada protein (Akhdiya 2003). Kedua enzim ini
diproduksi oleh serangga pada waktu ganti kulit untuk mendegradasi kitin pada
kutikula dan membran peritrofik serta organ lain yang tersusun oleh kitin.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
7
Fenomena ini mengindikasikan kitinase dan protease dapat bersifat mematikan
(detrimental) terhadap serangga itu sendiri sehingga membuka peluang digunakan sebagai agens pengendali hama (Osman et al. 2003; Toharisman 2007).
Bakteri Kitinolitik
Tanah merupakan habitat yang baik bagi kehidupan bakteri sehingga populasi bakteri tanah cukup berlimpah. Jumlah bakteri berkisar antara 107–1010 sel
per gram berat kering tanah (van Elsas et al. 2003). Sebagian besar mikrob
tanah merupakan pengurai kitin yang baik dan dilaporkan mengandung sekitar
106 mikrob kitinolitik per gram tanah. Bakteri kitinolitik biasanya juga memiliki
kemampuan proteolitik sehingga memproduksi enzim ganda yaitu kitinase dan
protease.
Genus bakteri kitinolitik yang sudah banyak dilaporkan antara lain
adalah Aeromonas (Brzezinska & Donderski 2001), Alteromonas, Chromobacterium, Enterobacter, Ewingella, Psudoalteromonas, Pseudomonas, Serratia,
Vibrio (Chernin et al. 1995 & 1996), Bacillus, Stenotrophomonas (Kamil et al.
2007), dan Pyrococcus (Gao et al. 2003).
Kitinase dan protease yang diproduksi oleh bakteri dapat dimanfaatkan
untuk mengendalikan hama melalui teknik kloning, aplikasi ekstrak enzim, atau
penggunaan kultur bakteri.
Kajian pemanfaatan kultur bakteri kitinolitik pada
hama menunjukkan hasil yang prospektif. Doust & Gunner 1979 dalam Tanada
& Kaya (1993) pernah mengisolasi bakteri kitinolitik dari larva Limantria dispar
(Lepidoptera: Limantriidae) yang sehat. Kombinasi antara bakteri kitinolitik
tersebut dan bakteri non patogenik dilaporkan mampu meningkatkan kematian
larva serangga tersebut. El-Tarabily et al. (2005) melaporkan bahwa kitinase
yang dihasilkan oleh genus Bacillus dan Pseudomonas dapat mematikan telur,
larva, dan imago Rhynchophorus ferrugineus secara in vitro dan in vivo. Tiga
bakteri kitinolitik dari kelompok aktinomiset, yaitu Actinoplanes philippinensis, A.
missouriensis, atau Streptomyces clavuligerus, dilaporkan mempengaruhi
pembentukan pupa Drosophila melanogaster baik secara aplikasi tunggal atau
kombinasi (Galdehak et al. 2005). Pujiyanto et al. (2008) juga melaporkan bahwa isolat bakteri kitinolitik LMB1-5 mampu mematikan 86% larva nyamuk Aedes
aegypty dalam waktu 7 hari. Bakteri kitinolitik yang diisolasi dari rhizosfer tanaman cabai dilaporkan mampu mendegradasi integumen imago Bemisia tabaci di
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
8
laboratorium (Mahagiani 2008).
Bakteri Serratia sp., Pseudomonas sp., dan
Enterobacter aerogenes mampu mematikan 74,1% larva hama jeruk Phyllocnistis
citrella (Meca et al. 2009).
Karakter morfologi dan fisiologi bakteri kitinolitik yang berpotensi sebagai
agens pengendali hama perlu diobservasi untuk menelusuri hubungan dengan
aktivitas kitinolitik dan patogenisitas terhadap tanaman. Karakterisasi morfologi
meliputi tipe Gram dan bentuk sel, serta bentuk, warna, tepian, dan elevasi koloni. Uji LOPAT terhadap koloni bakteri kitinolitik dilakukan untuk membuktikan
ketiadaan sifat patogenisitas bakteri pada tanaman (Lelliot & Stead 1987) sebelum dikembangkan lebih lanjut sebagai agens pengendali hayati serangga hama.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2008 sampai dengan
Oktober 2009.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga dan
Laboratorium Bakteri Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Persiapan Penelitian
Penanaman Tebu
Tebu varietas PA 177 yang dominan di PG Subang ditanam di kebun
Cikabayan pada lahan seluas 200 m2, menggunakan metode teknik budidaya
tebu lahan kering (Arsana 1997) pada bulan Desember 2008. Pemeliharaan
tanaman terutama penyiraman dan pengendalian gulma dilakukan secara rutin.
Perbanyakan tanaman tebu ini digunakan sebagai pakan boktor harian dan
bahan pendukung dalam uji berikutnya di laboratorium.
Pengumpulan, Pemeliharaan, dan Karantina Larva Boktor
Pengumpulan larva boktor dilakukan di areal perkebunan tebu PG Subang
dalam dua tahap, yaitu sebelum dan saat replanting tanaman tebu. Sebelum replanting (Maret–Juni), larva dikoleksi dari pangkal batang yang terserang dan
bekas tunggul tebu. Pangkal batang dan bekas tunggul tebu dibelah, kemudian
larva hidup yang ditemukan dimasukkan dalam kotak koleksi (Pramono & Rifal
2001). Pada saat replanting (Juli–September), larva boktor yang terangkat ke
permukaan tanah sewaktu pengolahan lahan dikumpulkan dalam kotak koleksi.
Intensitas pengumpulan larva boktor ini dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan
kegiatan di laboratorium.
Larva boktor hasil pengambilan dari lapang dipelihara dan dikarantina di
laboratorium minimal satu bulan dengan mengacu pada metode Pramono et al.
(2001a). Larva dipelihara per individu di dalam wadah plastik berdiameter 5–10
cm yang berisi tanah steril dan batang tebu. Kelembaban tanah dijaga dengan
cara menyemprotkan air steril secara periodik, sedangkan pakan diganti secara
rutin. Larva boktor yang dipelihara dan dikarantina di laboratoirum didominasi
oleh larva instar kelima. Larva boktor instar kelima yang sehat dan bugar selama
masa karantina dipilih sebagai larva uji.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
10
Pembuatan Media Tumbuh Bakteri.
Penelitian ini menggunakan beberapa kelompok media tumbuh bakteri, yaitu media isolasi, seleksi, induksi, dan produksi (MP). Media isolasi digunakan
untuk menumbuhkan bakteri dari bahan contoh yang terdiri atas nutrient agar
(NA) (3,0 g beef extract; 5,0 g peptone; 2,5 g glucose; 15,0 g agar; 1000,0 ml
akuades), trypticase soy agar (TSA) (15,0 g pancreatic digest of casein; 5,0 g
pancreatic digest of soybean meal; 5,0 g NaCl; 15,0 g agar; 1000,0 ml akuades),
dan Kings’B (20,0 g protease peptone no. 3; 1,5 g K2HPO4; 1,5 g MgSO47H2O,
15,0 ml Glycerol, 15,0 g agar, 1000,0 ml akuades) (Atlas 2005). Media seleksi
dipakai untuk mendeteksi kemampuan kitinolitik dan proteolitik bakteri yang terisolasi yang meliputi coloidal chitin agar (CCA) (5,0 g coloidal chitin; 2,0 g
(NH4)2SO4; 1,1 g Na2HPO4; 0,7 g KH2PO4; 0,2 MgSO47H2O; 1,0 g FeSO4; 1,0 g
MnSO4; 1000,0 ml akuades), crude integumen juice agar (CIJA) (70,0 g jus
integumen; 2,0 g (NH4)2SO4; 1,1 g Na2HPO4; 0,7 g KH2PO4; 0,2 MgSO47H2O; 1,0
g FeSO4; 1,0 g MnSO4; 1000,0 ml akuades), dan NA+susu (NA dicampur 10,0 g
susu bubuk skim) (Akhdiya 2003). Media induksi digunakan untuk menumbuhkan dan menstimulasi bakteri kitinolitik memproduksi kitinase sebelum diinokulasikan ke MP yaitu media LB pada konsentrasi 10% diberi 1% crab chitin. Media produksi dipakai untuk memperbanyak sel bakteri kitinolitik yang terdiri atas
MP (1,0 MgSO47H2O; 10,0 KH2PO4; 10,0 NaCl; 70,0 yeast extract; 30,0 g
coloidal chitin; 1000,0 akuades) (Mahagiani 2008) dan water yeast extract (WYE)
(0,25 g yeast extract; 0,5 g KH2PO4; 1000,0 ml akuades) (Crawford et al. 1992).
Media produksi yang pertama digunakan untuk bakteri yang diduga selain dari
kelompok aktinomiset, sedangkan media produksi yang kedua digunakan untuk
bakteri dari yang diduga dari kelompok aktinomiset.
Media CIJA dibuat dengan menggunakan bahan-bahan dengan komposisi
yang sama dengan media CCA tetapi koloidal kitin diganti dengan jus integumen
larva boktor (Lampiran 1). Bahan integumen diperoleh dengan cara membuang
bagian kapsul kepala larva boktor secara melintang, lalu sisa tubuhnya dibedah
dengan arah membujur di bagian ventral mulai dari anterior menuju posterior.
Integumen larva selanjutnya dibentang di atas alas parafin atau spon dengan
bantuan jarum, lalu isi abdomen dibuang dan jaringan yang menempel pada integumen larva dibersihkan dengan menggunakan skalpel. Lapisan tipis transparan
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
11
integumen larva yang tersisa digunakan sebagai sumber media uji pada uji
potensi IBKK dalam proses hidrolisis integumen larva boktor.
Tujuh puluh gram (sekitar 10 lembar) integumen larva boktor dicuci dengan
larutan Ringer (Osman et al. 2005), kemudian dimasukkan dalam homogenizer
dan diputar pada kecepatan 20.000 rpm selama 5 menit. Jus integumen disaring
dengan menggunakan saringan plastik dan dicampur dengan bahan-bahan lain
pembentuk media CIJA, kemudian dipanaskan dan diaduk di atas stir hot plate
hingga homogen.
Metode Penelitian
Eksplorasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik
Eksplorasi Bakteri Kitinolitik. Pengumpulan rhizosfer tebu, larva boktor,
dan air lebung contoh dilakukan di tujuh areal perkebunan tebu PG Subang dan
satu areal kebun Cikabayan Bogor. Lebung merupakan kolam buatan untuk menampung air hujan. Rhizosfer dimasukkan dalam kantong plastik, larva dikumpulkan dalam kotak koleksi, dan air lebung contoh ditampung dalam botol plastik,
lalu dibawa ke laboratorium. Semua bahan contoh tersebut diukur pH-nya dengan menggunakan kertas lakmus pH universal.
Ketiga bahan contoh dipersiapkan di laboratorium sebelum pelaksanaan
isolasi. Setiap rhizosfer contoh dicampur merata dan dibersihkan dari kotoran
yang terbawa (El-Tarabily et al. 2005), kemudian dimasukkan kembali dalam
kantong plastik dan disimpan dalam lemari es.
Larva boktor dipelihara per
individu dalam toples plastik. Satu ekor larva sehat dan bugar dimatikan, lalu
dibenamkan pada rhizosfer contoh dan dibiarkan selama 2–4 minggu (larva
umpan). Suspensi tanah contoh dan larva umpan dibuat dengan cara mencampur 10 gram rhizosfer atau kadaver larva boktor dalam 100 ml phospat buffer
salin (PBS), sedangkan air lebung contoh diambil 100 ml dan dimasukkan dalam
labu erlemneyer steril.
Semua larutan dikocok dengan menggunakan rotary
shaker pada kecepatan 150 rpm dan suhu kamar selama 120 menit.
Isolasi bakteri dilakukan pada setiap bahan contoh dengan menggunakan
teknik pengenceran berseri (Sunatmo 2007).
Setiap suspensi pada masing-
masing seri pengenceran disebar pada ketiga media NA, TSA, dan King’s B
secara duplo dan diinkubasi selama 7 hari. Pengamatan jumlah koloni bakteri
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
12
yang tumbuh di setiap seri pengenceran dilakukan setiap hari. Kepadatan bakteri pada setiap bahan contoh ditentukan dengan menggunakan metode total
plate count.
Semua koloni bakteri yang yang telah diidentifikasi berdasarkan pembeda
karakter morfologi (bentuk, warna, elevasi, dan tepian koloni), serta asal bahan
contoh diisolasi dan dimurnikan pada media NA dengan teknik totol dan gores
kuadran. Setiap koloni bakteri yang telah murni tersebut diberi kode yang merepresentasikan habitat, lokasi pengambilan bahan contoh, dan urutan isolasi.
Setiap koloni bakteri yang telah berkode selanjutnya diremajakan pada media NA secara berkala sebagai koleksi kerja dan diawetkan pada cryotube yang
berisi larutan gliserol 20%, lalu disimpan pada suhu -20 ºC sebagai koleksi
jangka panjang (Lacey 1997).
Seleksi Sifat Kitinolitik dan Proteolitik. Seleksi sifat kitinolitik dan proteolitik semua isolat bakteri (IB) di atas dilakukan pada media selektif.
Seleksi
kitinolitik menggunakan metode El-Tarabily et al. (2004) dan Mahagiani (2008)
pada media CCA, sedangkan seleksi proteolitik menggunakan metode Akhdiya
(2003) pada media NA+susu.
Setiap IB diinokulasikan pada media 10% LB dan LB, lalu dikocok dengan
menggunakan rotary shaker pada kecepatan 150 rpm dan suhu kamar selama
24 jam. Selanjutnya, 5 µl kultur cair pada media 10% LB diinokulasikan pada
media CCA dan diinkubasi selama 21 hari, sedangkan pada LB diinokulasikan
pada media NA+susu dan diinkubasi hingga 7 hari. Isolat bakteri yang bersifat
kitinolitik dan proteolitik akan membentuk zona bening (zona hidrolisis) di sekitar
koloni yang tumbuh pada kedua media selektif tersebut. Semua koloni yang
membentuk zona bening tersebut ditetapkan sebagai IBK dan IBP, kemudian
isolat bakteri kitinolitik dan proteolitik ini dimurnikan dan diawetkan kembali pada
media NA.
Pengukuran Aktivitas Kitinolitik dan Proteolitik IBK. Isolat bakteri kitinolitik dan IBP diukur aktivitas kitinolitik dan proteolitik secara kualitatif. Tingkat
kedua aktivitas tersebut diketahui melalui nilai indeks kitinolitik (IK) dan proteolitik
(IP) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Mahagiani (2008)
Diameter zona hidrolisis – diameter koloni bakteri
IK atau IP
=
Diameter koloni bakteri
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
13
Cara kerja pengukuran aktivitas kitinolitik dan proteolitik seperti pada kegiatan seleksi sifat kitinolitik dan proteolitik, namun masa inkubasi pada media
CCA hanya 14 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap diameter zona
hidrolisis dan koloni yang yang dibentuk oleh IBK atau IBP secara duplo. Koloni
bakteri yang memiliki nilai IK dan IP lebih dari satu dan aktivitas kitinolitik dan
proteolitik cenderung naik selama inkubasi ditetapkan sebagai IBKK.
Uji Potensi IBKK pada Integumen dan Larva Boktor
Uji Potensi IBKK dalam Menghidrolis Integumen Larva Boktor. Pengujian ini dimaksudkan untuk meneliti kemampuan IBKK dalam menghidrolisis integumen larva boktor yang terdapat pada media CIJA. Satu lup setiap kultur padat
IBKK yang berumur 24–48 jam diinokulasikan dalam 10 ml LB atau WYE. Kultur
cair ini kemudian dikocok dengan menggunakan rotary shaker pada kecepatan
150 rpm dan suhu kamar selama 24 jam. Setiap 5 µl kultur cair IBKK tersebut
diinokulasikan ke 20 titik pada media CIJA.
Rancangan acak lengkap (RAL) digunakan dalam percobaan ini dengan
lima perlakuan yang diulang empat kali. Perlakuan tersebut adalah 1) kultur
isolat JANr-09 diinokulasikan ke media CIJA, 2) kultur isolat JANr-15 diinokulasikan ke media CIJA, 3) kultur isolat CKBr-06 diinokulasikan ke media CIJA, 4)
kultur isolat CDBw-05 diinokulasikan ke media CIJA, dan 5) kultur isolat KPCr-06
diinokulasikan ke media CIJA (kontrol).
Pengamatan dilakukan setiap hari sampai dengan 7 hari setelah inokulasi
(HSI) terhadap diameter koloni dan zona hidrolisis yang terbentuk. Berdasarkan
kedua diemeter ini selanjutnya dilakukan penghitungan indeks hidrolisis (IH) setiap perlakuan dengan menggunakan rumus seperti pada pengukuran aktivitas
kitinolitik dan proteolitik. Data dianalisis dengan sidik ragam yang dilanjutkan
dengan uji Duncan’S Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5% (SAS
1996).
Uji Potensi IBKK dalam Mematikan Larva Boktor. Pengujian ini menggunakan metode El-Tarabily et al. (2005) yang dimodifikasi (Lampiran 2).
Batang tebu dan kultur bakteri perlakuan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum
pengujian tersebut dilakukan. Batang tebu yang digunakan dalam percobaan
tersebut memiliki diameter 2,5–3,0 cm dan panjang 40,0 cm. Permukaan luar
batang tebu dibersihkan dari sisa pelepah daun dan kotoran lain yang terikut, lalu
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
14
diberi alkoho
SEBAGAI AGENS PENGENDALI LARVA BOKTOR
Dorysthenes sp. (COLEOPTERA: CERAMBYCIDAE)
PADA TANAMAN TEBU
DENDI JULIADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASINYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Eksplorasi Bakteri Kitinolitik
Sebagai Agens Pengendali Larva Boktor Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) pada Tanaman Tebu adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada akhir bagian tesis ini.
Bogor, Februari 2010
Dendi Juliadi
NIM A351070091
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
ABSTRACT
DENDI JULIADI. Exploration of Chitinolytic Bacteria as Biocontrol Agent Against
Sugarcane Borer Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae). Under direction
of TEGUH SANTOSO, ENDANG SRI RATNA, and GIYANTO.
Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) was reported as a main pest
on sugarcane plantation. The larvae bored inside the base of sugarcane stem
and could reduce the yield production. Some chitinolytic bacteria are often found
as a source of a potent biological agent that are useful in contributing on an IPM
techniques. The aims of this research were to explore the chitinolytic bacteria
and to asses their potential in controlling this pest. Chitinolytic bacteria were isolated from sugarcane rhizosphere, extracted boktor larvae, and fresh water that
were collected from Subang sugarcane plantation and Cikabayan farm plot. The
bacteria were selected using CCA and NA media plus milk. Chitinolytic and proteolytic activity, morphological characters, LOPAT test, and bioassay against
larvae were studied. The results showed that 105 different colonies of bacteria
were isolated from 14 samples. Twenty two colonies of these bacterias had chitinolytic and proteolytic activities. Four isolates coded JANr-09, JANr-15, CKBr06, and CDBw-05 were chosen as candidate bacterias based on their highest
acitivities. The colony of CDBw-05 was capable to kill up to 48,75% tested larvae
and was not pathogenic to plant bacteria. Chitynolytic bacteria also altered the
structure and rigidity of integument, and degraded fat body of larvae. Moreover,
the isolated bacteria CDBw-05 produced potent chitinase and protease to control
Dorysthenes larvae and was recomended as potential biocontrol agent.
Keywords: rhizosphere, chitinolytic bacteria, proteolytic, boktor, mortality.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
RINGKASAN
DENDI JULIADI. Eksplorasi Bakteri Kitinolitik Sebagai Agens Pengendali Larva
Boktor Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) pada Tanaman Tebu.
Dibimbing oleh TEGUH SANTOSO, ENDANG SRI RATNA, dan GIYANTO.
Kebutuhan gula nasional meningkat setiap tahun dengan laju konsumsi
sekitar 3,3% per tahun. Produksi gula nasional dilaporkan belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diperlukan impor dengan laju sekitar 11,94%
per tahun.
Tanaman utama penghasil gula di Indonesia adalah tebu. Serangan hama
merupakan salah satu penyebab produktivitas tebu menurun. Dorysthenes sp.
(Coleoptera: Cerambycidae) dikenal sebagai hama boktor merupakan hama baru
pada perkebunan tebu yang berpotensi menurunkan produksi gula. Saat ini pengendalian boktor telah dilakukan secara terpadu (PHT), namun masih terdapat
kendala dalam penerapan komponen-komponen PHT tersebut di lapangan. Oleh
sebab itu, komponen PHT hama boktor masih perlu diperkaya dengan menggunakan teknik lain yang lebih sesuai agar lebih efektif dan efisien. Salah satu kiat
pengendalian yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan bakteri kitinolitik yang
memiliki kemampuan proteolitik. Bakteri tersebut dilaporkan potensial untuk mengendalikan beberapa serangga hama.
Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi isolat bakteri kitinolitik (IBK) dari
rhizosfer tebu, larva boktor, dan air lebung, serta menguji potensi IBK kandidat
(IBKK) dalam menghidrolisis integumen dan mematikan larva boktor. Percobaan
ini juga bertujuan mengobservasi karakter morfologi dan fisiologi IBKK, serta meneliti pengaruh kitinase dan protease yang diproduksi oleh bakteri kitinolitik
tersebut pada integumen dan jaringan di dalam tubuh larva boktor. Percobaan
ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2008 sampai dengan Oktober 2009.
Rhizosfer tebu dan air lebung contoh diambil dari areal perkebunan tebu
pabrik gula (PG) Subang dan Kebun Cikabayan IPB, sedangkan larva boktor dikumpulkan dari PG Subang. Bakteri dari ketiga bahan contoh tersebut diisolasi
melalui teknik pengenceran berseri, lalu diseleksi sifat kitinolitik dengan menggunakan media coloidal chitin agar (CCA) dan proteolitik dengan nutrient agar yang
mengandung susu bubuk skim (NA+susu). Pengukuran aktivitas kedua sifat tersebut pada IBK dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan media tumbuh
yang sama. Diameter koloni serta zona kitinolisis dan proteolisis diamati dan diukur setiap hari berturut-turut mulai 1–14 hari setelah inokulasi (HSI) dan 1–7 HSI.
Indeks kitinolitik (IK) dan indeks proteolitik (IP) ditentukan berdasarkan hasil pengurangan diameter zona hidrolisis dengan diameter koloni, lalu dibagi dengan
diameter koloni bakteri. Isolat bakteri kitinolitik kandidat terpilih jika memiliki nilai
kedua indeks tersebut lebih dari satu dan cenderung naik selama inkubasi.
Potensi IBKK dalam menghidrolisis integumen larva dilakukan pada media
crude integumen juice agar (CIJA) dan dalam mematikan larva boktor dilaksanakan dalam batang tebu dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Pengamatan pada uji pertama dilakukan setiap hari terhadap nilai indeks
hidrolisis (IH) pada waktu 1–7 HSI, sedangkan pada uji kedua terhadap bobot
batang tebu serta larva mati, tidak aktif makan, dan aktif makan pada saat 7 dan
14 hari setelah aplikasi (HSA). Konfirmasi ulang atas keberadaan bakteri
perlakuan pada uji kedua dilakukan dengan cara mengisolasi kembali IBKK pada
larva mati dan dilanjutkan uji postulat Koch. Pengamatan preparat makroskopis
sediaan utuh (whole mount) larva boktor dilakukan dengan memaparkan larva
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
mati yang telah dipasteurisasi dalam kultur cair IBKK selama 16 hari. Pengamatan dilakukan interval 4 hari terhadap perubahan warna dan bau media; warna,
struktur, dan rigiditas integumen, serta degradasi jaringan di dalam tubuh larva.
Isolat bakteri kitinolitik kandidat dikarakterisasi secara morfologi meliputi bentuk,
warna, elevasi, dan tepian koloni; bentuk dan tipe Gram sel; serta secara fisiologi
melalui uji LOPAT (levan formation, oxidase activity, potato soft rot, arginine hydrolysis, tobacco hypersensitivity).
Pada penelitian eksplorasi dan seleksi bakteri kitinolitik diperoleh 23 IBK
dari ketiga kelompok bahan contoh yang sebagian besar berasal dari rhizosfer
tebu. Dua puluh dua isolat dari IBK tersebut juga memiliki aktivitas proteolitik.
Empat IBK yaitu isolat JANr-09, JANr-15, CKBr-06, dan CDBw-05 ditetapkan
sebagai IBKK karena memiliki nilai IK dan IP lebih dari satu, serta aktivitas kitinolitik dan proteolitik IBKK tersebut cenderung naik selama inkubasi.
Hasil uji potensi IBKK dalam menghidrolisis integumen larva boktor menunjukkan bahwa isolat CKBr-06 konsisten memiliki nilai IH paling tinggi setiap hari
(1,21–2,70) dibandingkan ketiga IBKK lainnya. Nilai IH isolat CDBw-05 (0,82)
pada hari pertama lebih tinggi daripada JANr-09 (0,14) dan JANr-15 (0,00). Pada hari kedua, nilai IH isolat CDBw-05 (1,14) tidak berbeda nyata dengan JANr09 (0,96), kemudian pada hari ketiga nilai IH isolat ini (1,22) tidak berbeda nyata
baik dengan JANr-09 (1,43) maupun JANr-15 (1,35). Nilai IH isolat CDBw-05
pada 4–7 HSI (1,19–1,44) lebih rendah daripada JANr-15 (1,67–2,06) dan JANr09 (1,58–1,98). Nilai IH tertinggi pada hari ketujuh berturut-turut terjadi pada isolat CKBr-06 sebesar 2,70; JANr-15 (2,06), JANr-15 (1,98), dan CDBw-05 (1,44).
Jumlah larva boktor mati pada semua perlakuan IBKK kurang 50% dari
larva uji. Larva boktor mengalami kematian paling banyak pada perlakuan CKBr06 (46,25%) ketika 7 HSA. Pada waktu 14 HSA, kematian tertinggi larva terjadi
pada perlakuan CDBw-05 (48,75%) namun tidak berbeda nyata dengan CKBr-06
(46,25%). Larva boktor yang tidak aktif makan banyak terdapat pada perlakuan
JANr-15 saat 7 HSA (63,75%). Pada waktu 14 HSA, larva seperti ini banyak terjadi pada perlakuan JANr-09 (60,00%) tetapi tidak berbeda nyata dengan JANr15 (48,75%) dan CDBw-05 (47,50%). Perlakuan isolat JANr-15 mampu menekan kehilangan bobot batang tebu paling rendah pada waktu 7 HSA (19,06 g)
dan 14 HSA (41,94 g) tetapi tidak berbeda nyata dengan CDBw-05 (20,81 &
44,09 g) dan CKBr-06 (21,49 & 44,20 g). Integumen larva boktor yang mati pada
perlakuan isolat JANr-09, CKBr-06, dan CDBw-05 menjadi hitam, berbeda dengan warna integumen pada perlakuan isolat JANr-15, kontrol, dan larva hidup.
Berdasarkan hasil pengamatan preparat makrokospis sediaan utuh menunjukkan bahwa media uji serta integumen dan jaringan tubuh larva boktor mengalami perubahan akibat aktivitas kitinolitik dan proteolitik isolat CKBr-06 dan
CDBw-05 yang terjadi antara 8–16 HSA. Media uji dan integumen larva menjadi
hitam dan mengeluarkan bau busuk menyengat. Integumen tersebut menjadi
hancur dan lunak, serta jaringan lemak dan jaringan lain di dalam tubuh larva
boktor terdegradasi.
Hasil karakterisiasi koloni bakteri menunjukkan bahwa isolat JANr-09, JANr15, dan CKBr-06 terindikasi sebagai patogen tanaman, sedangkan CDBw-05
konsisten bukan patogen tanaman berdasarkan lima sub uji pada LOPAT. Dengan demikian, isolat CDBw-05 merupakan isolat potensial untuk dikaji lebih
mendalam sebagai agens pengendali larva boktor.
Kata kunci: rhizosfer, bakteri kitinolitik, proteolitik, boktor, mortalitas.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
© Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
EKSPLORASI BAKTERI KITINOLITIK
SEBAGAI AGENS PENGENDALI LARVA BOKTOR
Dorysthenes sp. (COLEOPTERA: CERAMBYCIDAE)
PADA TANAMAN TEBU
DENDI JULIADI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomologi-Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
Judul Tesis
: Eksplorasi Bakteri Kitinolitik sebagai Agens Pengendali Larva
Boktor Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) pada
Tanaman Tebu
Nama Mahasiwa : Dendi Juliadi
NIM
: A351070091
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA.
Ketua
Dr. Endang Sri Ratna
Anggota
Dr. Ir. Giyanto, M.Si.
Anggota
Diketahui
Ketua Mayor
Dekan
Entomologi
Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Pudjianto, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal ujian: 4 Februari 2010
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
Tanggal lulus: ………………
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2008 ini ialah
hama boktor, dengan judul Eksplorasi Bakteri Kitinolitik sebagai Agens Pengendali Larva Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) pada Tanaman Tebu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA, Dr. Endang Sri Ratna, dan Dr. Ir. Giyanto, M.Si, selaku pembimbing; Dr. Ir. Ruly Anwar,
M.Si. sebagai Penguji Luar Komisi, serta Dr. Ir. Aris Toharisman, M.Sc., dan Ir.
Djoko Pramono, M.S. yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah mendanai tugas belajar ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan,
PT PG Rajawali II Cirebon, dan PG Subang yang telah memberi kesempatan
kepada penulis untuk menempuh pendidikan dan melakukan penelitian di instansi tersebut. Demikian pula rasa terima kasih penulis tujukan kepada Bapak Moeljani (Alm) dan Ibu Metha (Almh); Bapak H. Santoso Martodirjo, SKM. dan Ibu Hj.
Asiah Ma’in; serta Mama Dian Nugrahaningsih dan anak-anak kami atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2010
Dendi Juliadi
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tulungagung pada tanggal 25 Juli 1972 dari Bapak
Moeljani (Alm) dan Ibu Metha (Almh). Penulis merupakan putra kedelapan dari
sembilan bersaudara. Pada tahun 2001, penulis menikah dengan Dian Nugrahaningsih dan saat ini telah dikaruniai tiga orang anak, yaitu Aziizah Diandi Putri
(28-5-2002), Muhammad Rizqi Diandi Putra (30-10-2006), dan Zahra Agustine
Diandi Putri (15-8-2008).
Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri I Tuban dan pada tahun yang
sama diterima masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Pendidikan sarjana di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan diselesaikan oleh
penulis pada tahun 1996. Penulis melanjutkan S2 di tempat yang sama pada tahun 2007 yang didanai dari beasiswa Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Mayor yang dipilih oleh penulis adalah Entomologi.
Karir pertama penulis dimulai sebagai staf Penelitian dan Pengembangan
di perusahaan perkebunan mangga yang dikelola oleh PT Galasari Gunung Swadaya Gresik mulai tahun 1996 hingga 1999. Karir sebagai peneliti dilanjutkan
penulis di Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan sampai
dengan sekarang. Bidang keahlian yang ditekuni penulis adalah pengendalian
hama tebu. Disamping sebagai peneliti, penulis juga merangkap sebagai staf
Urusan Program dan Informasi yang menangani penyusunan program kerja
lembaga, serta mengelola data perkembangan gula dan publikasi hasil penelitian yang terkait. Untuk menunjang profesi yang ditekuni, Penulis bergabung dengan Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) dan Ikatan Ahli Gula Indonesia
(IKAGI).
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xii
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................
1
Tujuan Penelitian ……………………………………………………....
3
Manfaat Penelitian ........................................................................ .
3
Hipotesis ....................................................................................... .
3
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
4
Hama Boktor ............................................................................. .....
4
Kitin dan Kitinase . .........................................................................
6
Bakteri Kitinolitik ...........................................................................
7
BAHAN DAN METODE .........................................................................
9
Waktu dan Tempat .......................................................................
9
Persiapan penelitian .....................................................................
9
Penanaman Tebu ................................................................
Pengumpulan, Pemeliharaan, dan Karantina Larva Boktor ..
Pembuatan Media Tumbuh Bakteri ......................................
9
9
10
Metode Penelitian .........................................................................
11
Eksplorasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik dan Proteolitik........
11
Eksplorasi Bakteri Kitinolitik ........................................
Seleksi Sifat Kitinolitik dan Proteolitik ..........................
Pengukuran Aktivitas Kitinolitik dan Proteolitik ............
11
12
12
Uji Potensi IBKK pada Integumen dan Larva Boktor ............
13
Uji Potensi IBKK dalam Menghidrolisis Integumen
Larva Boktor ................................................................
Uji Potensi IBKK dalam Mematikan Larva Boktor ........
Pengamatan Makroskospis Preparat Sediaan Utuh
Larva Boktor..................................................................
13
13
15
Karakterisasi Morfologi dan Fisiologi IBKK ...........................
15
Karakterisasi Morfologi ................................................
Karakterisasi Fisiologi .................................................
15
16
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
ix
Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
17
Hasil .............................................................................................
17
Eksplorasi dan Seleksi IBK ..................................................
17
Potensi IBKK dalam Menghidrolis dan Mematikan Larva
Boktor ..................................................................................
21
Potensi IBKK dalam Menghidrolisis Integumen Larva
Boktor .........................................................................
Potensi IBKK dalam Mematikan Larva Boktor .............
Pengaruh Kultur IBKK pada Integumen dan Jaringan
Larva Boktor .................................................................
21
22
24
Karakter IBKK ......................................................................
26
Pembahasan ................................................................................
27
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
37
Kesimpulan ...................................................................................
37
Saran ............................................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
38
LAMPIRAN ............................................................................................
43
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Derajat keasaman dan kepadatan bakteri dalam bahan contoh .........
17
2 Komposisi jumlah koloni bakteri dari bahan contoh berdasarkan
aktivitas hidrolisisnya ..........................................................................
18
3 Aktivitas hidrolisis IBKK pada integumen larva boktor ........................
23
4 Kondisi larva boktor yang dipaparkan pada pasta IBKK dalam
batang tebu ........................................................................................
23
5 Pengaruh aktivitas makan larva boktor pada bobot batang tebu ........
24
6 Karakter morfologi IBKK ....................................................................
26
7 Karakter LOPAT IBKK .......................................................................
26
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Siklus hidup hama boktor ....................................................................
5
2 Aktivitas kitinolitik IBK rhizosfer, air lebung dan kadaver larva
boktor ................................................................................................
19
3 Aktivitas proteolitik IBK rhizosfer, air lebung dan kadaver larva
boktor ................................................................................................
20
4 Aktivitas kitinolitik koloni isolat JANr-09, CDBw-05, CKBr-06, JANr-15,
dan kontrol pada CCA saat 7 HSI ......................................................
21
5 Pengaruh perlakuan isolat JANr-09, JANr-15, CKBr-06, CDBw-05
dan kontrol, terhadap perubahan warna tubuh larva boktor yang mati
saat 14 HSA ......................................................................................
24
6 Pengaruh kultur IBKK pada larva boktor saat 12 HSA . .......................
25
7 Karakter morfologi isolat CDBw-05 dan CKBr-06 ...............................
27
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir pembuatan media CIJA larva boktor .................................
43
2 Bagan alir uji potensi IBKK dalam mematikan larva boktor ................
44
3 Bagan alir pengamatan makroskopis preparat sediaan utuh larva
boktor ................................................................................................
45
4 Karakter morfologi serta kemampuan kitinolitik dan proteolitik IB
yang diisolasi dari rhizosfer, kadaver larva boktor, dan air lebung .....
46
5 Perubahan struktur integumen larva boktor pada uji whole mount .....
48
6 Perubahan rigiditas integumen larva boktor pada uji whole mount .....
49
7 Perubahan jaringan dalam tubuh larva boktor pada uji whole mount .
50
8 Aktivitas hidrolisis IBK dari rhizosfer, kadaver larva boktor, dan
air lebung pada media CIJA ...............................................................
51
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan gula nasional meningkat setiap tahun akibat pertambahan penduduk, perbaikan pendapatan masyarakat, serta perkembangan industri makanan dan minuman. Laju peningkatan konsumsi gula diperkirakan sekitar 3,3%
per tahun (Mardianto et al. 2005). Pada tahun 2009, produksi gula mencapai sekitar 3 juta ton (P3GI 2007; BPS 2008), padahal kebutuhan gula nasional diperkirakan lebih dari 4 juta ton sehingga diperlukan impor dengan laju 11,94% per
tahun (Hartono 2002).
Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula. Salah satu penyebab produktivitas tebu menurun adalah serangan hama. Dorysthenes sp. (Coleoptera: Cerambycidae) dikenal sebagai hama boktor, dilaporkan sebagai hama
baru yang berpotensi menurunkan kuantitas dan kualitas batang tebu (Pramono
et al. 2000b; 2001a). Kehilangan bobot batang akibat gerekan larva hama ini
mencapai 14%–16% pada saat panen. Batang tebu yang dipanen dapat tercampur bagian pangkal terserang, serbuk gerek, dan tanah sehingga menghambat
proses konversi nira tebu menjadi gula (Pramono et al. 2000a; 2001a).
Hama boktor juga berpotensi menyebar cepat ke perkebunan tebu lain.
Hama ini bersifat polifag dengan preferensi tinggi pada tebu. Larva mampu hidup dalam batang tebu yang ditanam di berbagai jenis lahan. Kedua hal tersebut
menyebabkan larva boktor dapat terbawa ke tempat lain melalui persebaran
batang tebu yang dijadikan bibit (Pramono & Rifal 2001). Serangan hama ini
telah meluas dari delapan hektar pada tahun 1989 (Rifal 1997) menjadi sekitar
6000 hektar tahun 1999 di perkebunan tebu pabrik gula (PG) Subang (Pramono
et al. 2000b) dan menyebar ke tanaman tebu di PG Jatitujuh Cirebon seluas 24
hektar pada tahun 2000 (Pramono 2005).
Usaha pengendalian hama boktor telah dilakukan melalui penerapan paket
pengendalian hama terpadu (PHT) sejak tahun 2000 di PG Subang. Paket tersebut meliputi pengolahan tanah intensif, pengumpulan larva, penangkapan imago,
sanitasi tunggul tebu, dan aplikasi cendawan entomopatogen Metarrhizium flavoviridae Sorokin. Aplikasi insektisida pernah dicoba tetapi mengalami beberapa
hambatan di lapangan. Butiran insektisida dapat ditaburkan di lubang tanam tetapi keefektifannya rendah karena persistensi insektisida tersebut pendek. Butiran insektisida sulit diaplikasikan di rhizosfer jika tanaman tebu telah berumur
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
2
lebih dari dua bulan. Ragam insektisida sistemik yang tersedia juga sangat terbatas (Pramono & Purwantara 2000). Hasil evaluasi penerapan paket PHT tersebut menunjukkan terjadi penekanan 73%–89% populasi larva boktor dan 20%–
31% bobot batang yang hilang (Pramono et al. 2001b; Pramono et al. 2002).
Namun keberhasilan paket PHT ini lebih didominasi oleh peranan pengolahan
tanah intensif, pengambilan larva, dan sanitasi tunggul tebu (Pramono & Rifal
2001).
Saat ini beberapa teknik pengendalian terhadap hama boktor telah diupayakan. Sanitasi tunggul tebu dan pengolahan tanah dilakukan secara intensif,
namun pada akhirnya ditiadakan karena masalah hambatan teknis dan biaya, sebaliknya aplikasi M. flavoviridae dan penangkapan imago masih dilakukan meskipun memerlukan biaya tinggi serta pengawasan yang lebih ketat. Oleh sebab
itu, komponen PHT hama ini masih perlu diperkaya dengan menggunakan teknik
lain yang lebih sesuai agar pengendalian yang dilakukan lebih efektif dan efisien.
Salah satu kiat yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan bakteri kitinolitik
yang memiliki kemampuan proteolitik untuk menekan populasi larva boktor.
Bakteri kitinolitik dan proteolitik banyak terdapat di alam. Bakteri ini memproduksi kitinase dan protease yang dapat menghidrolisis kitin dan protein, penyusun sebagian besar kutikula serangga. Kitin dan protein ini tidak hanya dijumpai pada integumen, tetapi juga terdapat pada membran peritrofik yang
memiliki peran vital bagi kehidupan serangga (Mordue & Goldsworthy 1980;
Hepburn 1985; Chapman 1998; Nation 2002; Merzendorfer & Zimoch 2003).
Bakteri tersebut dapat dijumpai di rhizosfer (Kamil et al. 2007), larva serangga
(El-Tarabily et al. 2005; Meca et al. 2009), dan air (Suryanto & Munir 2006;
Pujiyanto et al. 2008).
Kultur bakteri kitinolitik dilaporkan berpotensi mengendalikan serangga
hama. Menurut El-Tarabily et al. (2005), bakteri genus Bacillus dan Pseudomonas dilaporkan dapat mematikan telur dan larva Rhynchophorus ferruginesus
(Coleoptera: Curculionidae) pada tanaman palem di Uni Emirat Arab. Kombinasi
Actinoplanes philippinensis, A. missouriensis, dan Streptomyces clavuligerus dilaporkan menghambat pembentukan pupa Drosophila melanogaster (Diptera:
Drosophilidae) di Mesir (Galdehak et al. 2005). Meca et al. (2009) melaporkan
bahwa bakteri Serratia sp., Pseudomonas sp., dan Enterobacter aerogenes mematikan 74,1% Phyllocnistis citrella Stainton (Diptera: Gracillaridae) pada tana-
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
3
man jeruk di Peru. Di Indonesia, isolat bakteri kitinolitik yang berasal dari air
dilaporkan mampu mematikan 86% larva Aedes aegypti Linnaeus (Diptera:
Culicidae) dalam waktu 7 hari (Pujiyanto et al. 2008), sedangkan isolat bakteri
yang berasal dari rhizosfer tanaman cabai dapat mendegradasi integumen imago
Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae) (Mahagiani 2008). Pengujian pemanfaatan bakteri kitinolitik dan proteolitik untuk mengendalikan serangga hama belum banyak dilakukan di Indonesia, khususnya dari famili Cerambycidae pada
tanaman tebu.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi bakteri kitinolitik (IBK) dari rhizosfer tebu, larva boktor, dan air lebung di sekitar pertanaman tebu, serta menguji potensi IBK kandidat (IBKK) dalam menghidrolisis integumen dan mematikan larva boktor. Percobaan ini juga bertujuan mengobservasi karakter morfologi
dan fisiologi IBKK, serta mempelajari pengaruh kitinase dan protease yang diproduksi oleh bakteri kitinolitik tersebut pada integumen dan jaringan di dalam tubuh
larva boktor.
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh IBK unggulan yang telah ditetapkan karakter morfologi, fisiologi, dan potensinya dalam mematikan larva boktor, serta diketahui dampak kitinase dan protease yang diproduksi oleh
IBK tersebut pada integumen dan jaringan di dalam tubuh larva boktor. Isolat
bakteri potensial ini diharapkan dapat diteliti lebih mendalam sebagai agens
pengendali hama boktor pada tanaman tebu.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah bakteri kitinolitik banyak terdapat di rhizosfer
tebu, larva boktor, dan air lebung, serta terdapat IBK yang berpotensi sebagai
agens pengendali hama boktor.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
TINJAUAN PUSTAKA
Hama Boktor
Hama boktor pertama kali ditemukan hanya menyerang delapan hektar tanaman tebu di PG Subang pada tahun 1989. Namun pada tahun 1995, serangan hama ini meningkat hingga 100 hektar (Rifal 1997), bahkan pada tahun 1999
mencapai 6000 hektar (Pramono et al. 2000b). Setahun kemudian, hama boktor
telah menyebar ke PG Jatitujuh Cirebon (Pramono 2005).
Hama boktor telah ditetapkan sebagai genus Dorysthenes berdasarkan hasil identifikasi dari International Institute of Entomology (Brown 1997). Boktor merupakan serangga polifag dengan preferensi tinggi pada tebu. Dua tipe kerusakan tanaman tebu yang diakibatkan oleh larva boktor yaitu kerusakan primer
berupa lubang gerek pada pangkal batang dan kerusakan sekunder berupa
bekas gerekan awal oleh larva yang diikuti serangan rayap dan infeksi patogen
(Pramono et al. 2000a; 2001a). Serangan hama ini dapat menyebabkan kerusakan berat sehingga mengakibatkan bobot tebu menurun 16% saat panen,
kandungan nira dalam batang sedikit, dan kontaminan bahan baku gula berupa
kotoran larva yang terbawa batang meningkat (Pramono 1997; Pramono et al.
2000b).
Tanaman tebu yang diserang hama boktor menunjukkan gejala seperti daun menguning lalu mengering, batang pendek dan roboh, kemudian tanaman
mati. Seringkali dijumpai banyak larva atau kokon di sekitar tanaman bergejala
yang digali serta dalam batang dan tunggul tebu yang dibelah (Pramono 1997;
Pramono et al. 2000a).
Siklus hidup hama boktor terdiri atas telur, larva, pupa, dan imago (Gambar
1). Imago betina meletakkan telur di sekitar perakaran tanaman tebu dalam waktu 3–4 hari. Telur berbentuk oval dan pipih, kedua ujungnya meruncing, dan panjang telur sekitar 4–5 mm (Gambar 1a). Rata-rata stadia telur adalah 20 hari.
Telur menetas menjadi larva (boktor) yang merusak tanaman tebu. Bentuk larva
silindris, tanpa tungkai, dan terdiri atas 12 ruas tubuh (Gambar 1b) (Pramono et
al. 2001a). Daur hidup larva antara 20–21 bulan, terbagi dalam 10 instar. Larva
yang berada di dalam tanah menggerek pangkal batang tebu memanjang menuju
ke atas hingga jarak 20–30 cm dari permukaan tanah, kemudian berbalik arah
menuju ke tanah kembali melalui lubang gerek yang sama untuk menggerek
pangkal batang lain yang berada di sekitarnya (Gambar 1c). Larva boktor diketa-
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
5
hui mampu hidup pada pangkal batang tebu yang ditanam di berbagai tipe tanah
(Pramono & Rifal 2001). Larva selanjutnya berubah menjadi pupa berbentuk
eksarata (Gambar 1d) dan dilindungi oleh kokon yang terbuat dari campuran
serasah dan tanah (Gambar 1e). Lama hidup pupa rata-rata 20,32 hari. Kumbang keluar dari kokon pada awal musim penghujan.
Kumbang jantan dan
betina memiliki panjang dan lebar tubuh berturut-turut 37,6 mm dan 14,6 mm,
serta 39,4 mm dan 15,6 mm. Antena kumbang jantan dan betina berbentuk
benang dengan panjang melebihi setengah ukuran tubuhnya (Gambar 1f). Ratarata lama hidup imago mencapai 53,3 hari (Pramono 2005).
e
d
c
b
e
f
c
a
Gambar 1 Siklus hidup hama boktor. Telur (a), larva (b), larva menggerek bibit
dan pangkal batang tebu (c), pupa (d), kokon (e), dan imago (f)
(Pramo-no et al. 2001; Pramono 2005)
Beberapa teknik pengendalian dalam bentuk paket PHT telah diterapkan
untuk mengendalikan hama boktor.
Menurut Pramono & Purwantara (2000)
paket tersebut meliputi pengolahan tanah secara intensif, sanitasi tunggul, replanting, pengumpulan larva dan imago, serta aplikasi cendawan entomopatogen
M. flavoviridae Sorokin isolat Subang. Replanting adalah pembongkaran bekas
rumpun tebu yang dilanjutkan dengan pengolahan tanah dan penanaman tebu
kembali. Aplikasi insektisida pernah dicoba tetapi mengalami beberapa hambatan di lapangan.
Butiran insektisida dapat ditaburkan di lubang tanam tetapi
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
6
keefektifannya rendah karena persistensi insektisida tersebut pendek. Butiran
insektisida sulit diaplikasikan di rhizosfer jika tanaman tebu telah berumur lebih
dari dua bulan. Ragam insektisida sistemik yang tersedia untuk mengendalikan
larva boktor juga sangat terbatas. Aplikasi paket PHT berhasil mengendalikan
larva boktor, namun keberhasilan ini lebih didominasi oleh peranan pengolahan
tanah secara intensif, pengambilan larva boktor, dan sanitasi tunggul tebu
(Pramono & Rifal 2001). Hasil evaluasi penerapan paket PHT tersebut menunjukkan terjadi peningkatan 8% larva terinfeksi M. flavoviridae, penekanan 73%–
89% populasi larva boktor, dan penurunan 20%–31% bobot batang tebu yang
hilang (Pramono et al. 2001b; Pramono et al. 2002).
Kitin dan Kitinase
Kitin merupakan polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Bahan
ini disusun oleh monomer N-asetilglukosamin dan dapat didegradasi oleh komplek enzim.
Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang,
kepiting, dan hewan arthropoda lainnya (Skjak-Braek & Sanford 1989).
Kitin
menyusun 20%–50% prokutikula yaitu komponen utama kutikula serangga. Di
bagian prokutikula juga mengandung 50% molekul protein yang terletak di antara
serabut kitin. Kitin tidak hanya dijumpai pada integumen, tetapi juga terdapat
pada membran peritrofik yang terletak di saluran pencernaan bagian tengah
(mesenteron) serangga. Bahan ini memiliki peran yang sangat vital bagi keberlangsungan kehidupan serangga. Fungsi kitin pada integumen antara lain adalah
sebagai kulit pembungkus tubuh serangga, penyangga dan kerangka tubuh;
perlindungan dari penguapan, lingkungan ekstrim, serta serangan patogen dan
predator; sebagai tempat alat indera dan sel kelenjar; serta berperan dalam
proses ganti kulit. Kitin pada membran peritrofik berperan melindungi mikrovili
dari abrasi, infeksi patogen, dan hidrolisis enzim pencernaan (Mordue & Goldsworthy 1980; Chapman 1998; Nation 2002; Merzendorfer & Zimoch 2003).
Kitinase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis polimer kitin menjadi kitin oligosakarida dan N-asetilglukosamin (Chernin et. al. 1996), sedangkan
protease memecah ikatan peptida pada protein (Akhdiya 2003). Kedua enzim ini
diproduksi oleh serangga pada waktu ganti kulit untuk mendegradasi kitin pada
kutikula dan membran peritrofik serta organ lain yang tersusun oleh kitin.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
7
Fenomena ini mengindikasikan kitinase dan protease dapat bersifat mematikan
(detrimental) terhadap serangga itu sendiri sehingga membuka peluang digunakan sebagai agens pengendali hama (Osman et al. 2003; Toharisman 2007).
Bakteri Kitinolitik
Tanah merupakan habitat yang baik bagi kehidupan bakteri sehingga populasi bakteri tanah cukup berlimpah. Jumlah bakteri berkisar antara 107–1010 sel
per gram berat kering tanah (van Elsas et al. 2003). Sebagian besar mikrob
tanah merupakan pengurai kitin yang baik dan dilaporkan mengandung sekitar
106 mikrob kitinolitik per gram tanah. Bakteri kitinolitik biasanya juga memiliki
kemampuan proteolitik sehingga memproduksi enzim ganda yaitu kitinase dan
protease.
Genus bakteri kitinolitik yang sudah banyak dilaporkan antara lain
adalah Aeromonas (Brzezinska & Donderski 2001), Alteromonas, Chromobacterium, Enterobacter, Ewingella, Psudoalteromonas, Pseudomonas, Serratia,
Vibrio (Chernin et al. 1995 & 1996), Bacillus, Stenotrophomonas (Kamil et al.
2007), dan Pyrococcus (Gao et al. 2003).
Kitinase dan protease yang diproduksi oleh bakteri dapat dimanfaatkan
untuk mengendalikan hama melalui teknik kloning, aplikasi ekstrak enzim, atau
penggunaan kultur bakteri.
Kajian pemanfaatan kultur bakteri kitinolitik pada
hama menunjukkan hasil yang prospektif. Doust & Gunner 1979 dalam Tanada
& Kaya (1993) pernah mengisolasi bakteri kitinolitik dari larva Limantria dispar
(Lepidoptera: Limantriidae) yang sehat. Kombinasi antara bakteri kitinolitik
tersebut dan bakteri non patogenik dilaporkan mampu meningkatkan kematian
larva serangga tersebut. El-Tarabily et al. (2005) melaporkan bahwa kitinase
yang dihasilkan oleh genus Bacillus dan Pseudomonas dapat mematikan telur,
larva, dan imago Rhynchophorus ferrugineus secara in vitro dan in vivo. Tiga
bakteri kitinolitik dari kelompok aktinomiset, yaitu Actinoplanes philippinensis, A.
missouriensis, atau Streptomyces clavuligerus, dilaporkan mempengaruhi
pembentukan pupa Drosophila melanogaster baik secara aplikasi tunggal atau
kombinasi (Galdehak et al. 2005). Pujiyanto et al. (2008) juga melaporkan bahwa isolat bakteri kitinolitik LMB1-5 mampu mematikan 86% larva nyamuk Aedes
aegypty dalam waktu 7 hari. Bakteri kitinolitik yang diisolasi dari rhizosfer tanaman cabai dilaporkan mampu mendegradasi integumen imago Bemisia tabaci di
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
8
laboratorium (Mahagiani 2008).
Bakteri Serratia sp., Pseudomonas sp., dan
Enterobacter aerogenes mampu mematikan 74,1% larva hama jeruk Phyllocnistis
citrella (Meca et al. 2009).
Karakter morfologi dan fisiologi bakteri kitinolitik yang berpotensi sebagai
agens pengendali hama perlu diobservasi untuk menelusuri hubungan dengan
aktivitas kitinolitik dan patogenisitas terhadap tanaman. Karakterisasi morfologi
meliputi tipe Gram dan bentuk sel, serta bentuk, warna, tepian, dan elevasi koloni. Uji LOPAT terhadap koloni bakteri kitinolitik dilakukan untuk membuktikan
ketiadaan sifat patogenisitas bakteri pada tanaman (Lelliot & Stead 1987) sebelum dikembangkan lebih lanjut sebagai agens pengendali hayati serangga hama.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2008 sampai dengan
Oktober 2009.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga dan
Laboratorium Bakteri Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Persiapan Penelitian
Penanaman Tebu
Tebu varietas PA 177 yang dominan di PG Subang ditanam di kebun
Cikabayan pada lahan seluas 200 m2, menggunakan metode teknik budidaya
tebu lahan kering (Arsana 1997) pada bulan Desember 2008. Pemeliharaan
tanaman terutama penyiraman dan pengendalian gulma dilakukan secara rutin.
Perbanyakan tanaman tebu ini digunakan sebagai pakan boktor harian dan
bahan pendukung dalam uji berikutnya di laboratorium.
Pengumpulan, Pemeliharaan, dan Karantina Larva Boktor
Pengumpulan larva boktor dilakukan di areal perkebunan tebu PG Subang
dalam dua tahap, yaitu sebelum dan saat replanting tanaman tebu. Sebelum replanting (Maret–Juni), larva dikoleksi dari pangkal batang yang terserang dan
bekas tunggul tebu. Pangkal batang dan bekas tunggul tebu dibelah, kemudian
larva hidup yang ditemukan dimasukkan dalam kotak koleksi (Pramono & Rifal
2001). Pada saat replanting (Juli–September), larva boktor yang terangkat ke
permukaan tanah sewaktu pengolahan lahan dikumpulkan dalam kotak koleksi.
Intensitas pengumpulan larva boktor ini dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan
kegiatan di laboratorium.
Larva boktor hasil pengambilan dari lapang dipelihara dan dikarantina di
laboratorium minimal satu bulan dengan mengacu pada metode Pramono et al.
(2001a). Larva dipelihara per individu di dalam wadah plastik berdiameter 5–10
cm yang berisi tanah steril dan batang tebu. Kelembaban tanah dijaga dengan
cara menyemprotkan air steril secara periodik, sedangkan pakan diganti secara
rutin. Larva boktor yang dipelihara dan dikarantina di laboratoirum didominasi
oleh larva instar kelima. Larva boktor instar kelima yang sehat dan bugar selama
masa karantina dipilih sebagai larva uji.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
10
Pembuatan Media Tumbuh Bakteri.
Penelitian ini menggunakan beberapa kelompok media tumbuh bakteri, yaitu media isolasi, seleksi, induksi, dan produksi (MP). Media isolasi digunakan
untuk menumbuhkan bakteri dari bahan contoh yang terdiri atas nutrient agar
(NA) (3,0 g beef extract; 5,0 g peptone; 2,5 g glucose; 15,0 g agar; 1000,0 ml
akuades), trypticase soy agar (TSA) (15,0 g pancreatic digest of casein; 5,0 g
pancreatic digest of soybean meal; 5,0 g NaCl; 15,0 g agar; 1000,0 ml akuades),
dan Kings’B (20,0 g protease peptone no. 3; 1,5 g K2HPO4; 1,5 g MgSO47H2O,
15,0 ml Glycerol, 15,0 g agar, 1000,0 ml akuades) (Atlas 2005). Media seleksi
dipakai untuk mendeteksi kemampuan kitinolitik dan proteolitik bakteri yang terisolasi yang meliputi coloidal chitin agar (CCA) (5,0 g coloidal chitin; 2,0 g
(NH4)2SO4; 1,1 g Na2HPO4; 0,7 g KH2PO4; 0,2 MgSO47H2O; 1,0 g FeSO4; 1,0 g
MnSO4; 1000,0 ml akuades), crude integumen juice agar (CIJA) (70,0 g jus
integumen; 2,0 g (NH4)2SO4; 1,1 g Na2HPO4; 0,7 g KH2PO4; 0,2 MgSO47H2O; 1,0
g FeSO4; 1,0 g MnSO4; 1000,0 ml akuades), dan NA+susu (NA dicampur 10,0 g
susu bubuk skim) (Akhdiya 2003). Media induksi digunakan untuk menumbuhkan dan menstimulasi bakteri kitinolitik memproduksi kitinase sebelum diinokulasikan ke MP yaitu media LB pada konsentrasi 10% diberi 1% crab chitin. Media produksi dipakai untuk memperbanyak sel bakteri kitinolitik yang terdiri atas
MP (1,0 MgSO47H2O; 10,0 KH2PO4; 10,0 NaCl; 70,0 yeast extract; 30,0 g
coloidal chitin; 1000,0 akuades) (Mahagiani 2008) dan water yeast extract (WYE)
(0,25 g yeast extract; 0,5 g KH2PO4; 1000,0 ml akuades) (Crawford et al. 1992).
Media produksi yang pertama digunakan untuk bakteri yang diduga selain dari
kelompok aktinomiset, sedangkan media produksi yang kedua digunakan untuk
bakteri dari yang diduga dari kelompok aktinomiset.
Media CIJA dibuat dengan menggunakan bahan-bahan dengan komposisi
yang sama dengan media CCA tetapi koloidal kitin diganti dengan jus integumen
larva boktor (Lampiran 1). Bahan integumen diperoleh dengan cara membuang
bagian kapsul kepala larva boktor secara melintang, lalu sisa tubuhnya dibedah
dengan arah membujur di bagian ventral mulai dari anterior menuju posterior.
Integumen larva selanjutnya dibentang di atas alas parafin atau spon dengan
bantuan jarum, lalu isi abdomen dibuang dan jaringan yang menempel pada integumen larva dibersihkan dengan menggunakan skalpel. Lapisan tipis transparan
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
11
integumen larva yang tersisa digunakan sebagai sumber media uji pada uji
potensi IBKK dalam proses hidrolisis integumen larva boktor.
Tujuh puluh gram (sekitar 10 lembar) integumen larva boktor dicuci dengan
larutan Ringer (Osman et al. 2005), kemudian dimasukkan dalam homogenizer
dan diputar pada kecepatan 20.000 rpm selama 5 menit. Jus integumen disaring
dengan menggunakan saringan plastik dan dicampur dengan bahan-bahan lain
pembentuk media CIJA, kemudian dipanaskan dan diaduk di atas stir hot plate
hingga homogen.
Metode Penelitian
Eksplorasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik
Eksplorasi Bakteri Kitinolitik. Pengumpulan rhizosfer tebu, larva boktor,
dan air lebung contoh dilakukan di tujuh areal perkebunan tebu PG Subang dan
satu areal kebun Cikabayan Bogor. Lebung merupakan kolam buatan untuk menampung air hujan. Rhizosfer dimasukkan dalam kantong plastik, larva dikumpulkan dalam kotak koleksi, dan air lebung contoh ditampung dalam botol plastik,
lalu dibawa ke laboratorium. Semua bahan contoh tersebut diukur pH-nya dengan menggunakan kertas lakmus pH universal.
Ketiga bahan contoh dipersiapkan di laboratorium sebelum pelaksanaan
isolasi. Setiap rhizosfer contoh dicampur merata dan dibersihkan dari kotoran
yang terbawa (El-Tarabily et al. 2005), kemudian dimasukkan kembali dalam
kantong plastik dan disimpan dalam lemari es.
Larva boktor dipelihara per
individu dalam toples plastik. Satu ekor larva sehat dan bugar dimatikan, lalu
dibenamkan pada rhizosfer contoh dan dibiarkan selama 2–4 minggu (larva
umpan). Suspensi tanah contoh dan larva umpan dibuat dengan cara mencampur 10 gram rhizosfer atau kadaver larva boktor dalam 100 ml phospat buffer
salin (PBS), sedangkan air lebung contoh diambil 100 ml dan dimasukkan dalam
labu erlemneyer steril.
Semua larutan dikocok dengan menggunakan rotary
shaker pada kecepatan 150 rpm dan suhu kamar selama 120 menit.
Isolasi bakteri dilakukan pada setiap bahan contoh dengan menggunakan
teknik pengenceran berseri (Sunatmo 2007).
Setiap suspensi pada masing-
masing seri pengenceran disebar pada ketiga media NA, TSA, dan King’s B
secara duplo dan diinkubasi selama 7 hari. Pengamatan jumlah koloni bakteri
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
12
yang tumbuh di setiap seri pengenceran dilakukan setiap hari. Kepadatan bakteri pada setiap bahan contoh ditentukan dengan menggunakan metode total
plate count.
Semua koloni bakteri yang yang telah diidentifikasi berdasarkan pembeda
karakter morfologi (bentuk, warna, elevasi, dan tepian koloni), serta asal bahan
contoh diisolasi dan dimurnikan pada media NA dengan teknik totol dan gores
kuadran. Setiap koloni bakteri yang telah murni tersebut diberi kode yang merepresentasikan habitat, lokasi pengambilan bahan contoh, dan urutan isolasi.
Setiap koloni bakteri yang telah berkode selanjutnya diremajakan pada media NA secara berkala sebagai koleksi kerja dan diawetkan pada cryotube yang
berisi larutan gliserol 20%, lalu disimpan pada suhu -20 ºC sebagai koleksi
jangka panjang (Lacey 1997).
Seleksi Sifat Kitinolitik dan Proteolitik. Seleksi sifat kitinolitik dan proteolitik semua isolat bakteri (IB) di atas dilakukan pada media selektif.
Seleksi
kitinolitik menggunakan metode El-Tarabily et al. (2004) dan Mahagiani (2008)
pada media CCA, sedangkan seleksi proteolitik menggunakan metode Akhdiya
(2003) pada media NA+susu.
Setiap IB diinokulasikan pada media 10% LB dan LB, lalu dikocok dengan
menggunakan rotary shaker pada kecepatan 150 rpm dan suhu kamar selama
24 jam. Selanjutnya, 5 µl kultur cair pada media 10% LB diinokulasikan pada
media CCA dan diinkubasi selama 21 hari, sedangkan pada LB diinokulasikan
pada media NA+susu dan diinkubasi hingga 7 hari. Isolat bakteri yang bersifat
kitinolitik dan proteolitik akan membentuk zona bening (zona hidrolisis) di sekitar
koloni yang tumbuh pada kedua media selektif tersebut. Semua koloni yang
membentuk zona bening tersebut ditetapkan sebagai IBK dan IBP, kemudian
isolat bakteri kitinolitik dan proteolitik ini dimurnikan dan diawetkan kembali pada
media NA.
Pengukuran Aktivitas Kitinolitik dan Proteolitik IBK. Isolat bakteri kitinolitik dan IBP diukur aktivitas kitinolitik dan proteolitik secara kualitatif. Tingkat
kedua aktivitas tersebut diketahui melalui nilai indeks kitinolitik (IK) dan proteolitik
(IP) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Mahagiani (2008)
Diameter zona hidrolisis – diameter koloni bakteri
IK atau IP
=
Diameter koloni bakteri
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
13
Cara kerja pengukuran aktivitas kitinolitik dan proteolitik seperti pada kegiatan seleksi sifat kitinolitik dan proteolitik, namun masa inkubasi pada media
CCA hanya 14 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap diameter zona
hidrolisis dan koloni yang yang dibentuk oleh IBK atau IBP secara duplo. Koloni
bakteri yang memiliki nilai IK dan IP lebih dari satu dan aktivitas kitinolitik dan
proteolitik cenderung naik selama inkubasi ditetapkan sebagai IBKK.
Uji Potensi IBKK pada Integumen dan Larva Boktor
Uji Potensi IBKK dalam Menghidrolis Integumen Larva Boktor. Pengujian ini dimaksudkan untuk meneliti kemampuan IBKK dalam menghidrolisis integumen larva boktor yang terdapat pada media CIJA. Satu lup setiap kultur padat
IBKK yang berumur 24–48 jam diinokulasikan dalam 10 ml LB atau WYE. Kultur
cair ini kemudian dikocok dengan menggunakan rotary shaker pada kecepatan
150 rpm dan suhu kamar selama 24 jam. Setiap 5 µl kultur cair IBKK tersebut
diinokulasikan ke 20 titik pada media CIJA.
Rancangan acak lengkap (RAL) digunakan dalam percobaan ini dengan
lima perlakuan yang diulang empat kali. Perlakuan tersebut adalah 1) kultur
isolat JANr-09 diinokulasikan ke media CIJA, 2) kultur isolat JANr-15 diinokulasikan ke media CIJA, 3) kultur isolat CKBr-06 diinokulasikan ke media CIJA, 4)
kultur isolat CDBw-05 diinokulasikan ke media CIJA, dan 5) kultur isolat KPCr-06
diinokulasikan ke media CIJA (kontrol).
Pengamatan dilakukan setiap hari sampai dengan 7 hari setelah inokulasi
(HSI) terhadap diameter koloni dan zona hidrolisis yang terbentuk. Berdasarkan
kedua diemeter ini selanjutnya dilakukan penghitungan indeks hidrolisis (IH) setiap perlakuan dengan menggunakan rumus seperti pada pengukuran aktivitas
kitinolitik dan proteolitik. Data dianalisis dengan sidik ragam yang dilanjutkan
dengan uji Duncan’S Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5% (SAS
1996).
Uji Potensi IBKK dalam Mematikan Larva Boktor. Pengujian ini menggunakan metode El-Tarabily et al. (2005) yang dimodifikasi (Lampiran 2).
Batang tebu dan kultur bakteri perlakuan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum
pengujian tersebut dilakukan. Batang tebu yang digunakan dalam percobaan
tersebut memiliki diameter 2,5–3,0 cm dan panjang 40,0 cm. Permukaan luar
batang tebu dibersihkan dari sisa pelepah daun dan kotoran lain yang terikut, lalu
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
14
diberi alkoho