Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta

KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN
SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING
KURBAN DI DKI JAKARTA

RIMADINAR AZWARINI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kondisi Sanitasi
Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam
Daging Kurban di DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari
Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Rimadinar Azwarini
NIM B04090136

 Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
RIMADINAR AZWARINI. Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan
serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta.
Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan HERWIN PISESTYANI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sanitasi peralatan dan
tempat pemotongan hewan kurban, tingkat kontaminasi mikrob dalam daging
kurban serta mengetahui hubungan antara praktik sanitasi peralatan dan tempat
pemotongan terhadap kontaminasi mikrob dalam daging kurban. Responden
berasal dari 46 tempat pemotongan hewan kurban di seluruh DKI Jakarta. Uji
khi-kuadrat digunakan untuk mengetahui hubungan antara praktik sanitasi
peralatan dan tempat pemotongan terhadap kontaminasi mikrob dalam daging
kurban. Sebesar 65.2% (30/46) tempat pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta

memiliki kondisi sanitasi peralatan yang baik, namun hanya 41.3% (19/46)
memiliki sanitasi tempat pemotongan yang baik. Adapun jumlah sampel daging
yang memiliki jumlah total mikroorganisme berada di bawah ambang batas SNI
pada tahun 2011 sebanyak 94% (204/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak
96.25% (231/240). Jumlah sampel daging yang memiliki E.coli berada di bawah
ambang batas SNI pada tahun 2011 sebanyak 95.4% (207/217), sedangkan tahun
2012 sebanyak 97.92% (235/240). Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang
signifikan antara pengerjaan karkas setelah dipotong terhadap keberadaan E. coli
di dalam daging (P value < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pengerjaan karkas
dengan cara digantung dapat menurunkan kontaminasi terhadap E. coli.
Kata kunci: daging, Escherichia coli, jumlah total mikroorganisme, kurban,
sanitasi

ABSTRACT
RIMADINAR AZWARINI. Sanitation Condition of Equipment and Slaughtering
Location and Microbial Impurities Rates in Meat Sacrifice Animal at DKI Jakarta.
Supervised by ETIH SUDARNIKA and HERWIN PISESTYANI.
The research was conducted to observe the sanitation of the equipments and
locations of the sacrificial animal’s slaughter, microbial impurities rates in meat,
and relation between sanitation practices of equipments and slaughtering location

to microbial impurities rates in meat. Respondens were taken from 46
slaughtering locations in DKI Jakarta. Chi-square test was used to know the
relation between sanitation practices of equipments and slaughtering location to
microbial impurities rates in meat. They were 65.2% (30/46) location of
sacrificial animal slaughter in Jakarta that had good equipment sanitation, but only
41.3% (19/46) locations with good location sanitation. The number of meat
samples with total number of total microorganism below the SNI border in 2011
was 94% (204/217), meanwhile in 2012 the number was 96.25% (231/240). The
number of meat samples with total E. coli below the SNI border in year 2011 was
95.4% (207/217), meanwhile in 2012 the number was 97.92% (235/240). The

result showed there was a significant correlation between handling animal after
slaughtering with the presence of E. coli in meat (P value < 0.05). It was
concluded that handling animal after slaughtering by hanging could decrease the
contamination of E. coli.
Keywords: Escherichia coli, meat, number of total microorganism, sacrifice
animal, sanitation

KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN
SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING

KURBAN DI DKI JAKARTA

RIMADINAR AZWARINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM


Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta
Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di
DKI Jakarta
Rimadinar Azwarini
B04090136

Disetujui oleh

c

セ@

Dr Ir Etih Sudarnika, MSi
Pembimbing I

f. Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

2 2 l eT


LO \.i

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta
Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di
DKI Jakarta
: Rimadinar Azwarini
: B04090136

Disetujui oleh

Dr Ir Etih Sudarnika, MSi
Pembimbing I

drh Herwin Pisestyani, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karuniaNya, sehingga skripsi dengan judul Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat
Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI
Jakarta dapat diselesaikan.
Terima kasih Penulis sampaikan kepada ibu Dr Ir Etih Sudarnika, MSi
selaku dosen pembimbing I dan drh Herwin Pisestyani, MSi selaku dosen
pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada
Penulis untuk menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Tidak lupa juga Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada drh Agus Wijaya, MSc, PhD, selaku
dosen pembimbing akademik yang telah memberikan semangat dan motivasi
kepada Penulis. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Dinas

Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang telah membantu dalam
penelitian ini.
Terima kasih kepada papa, mama, adik serta keluarga besar atas doa,
semangat, dan cinta yang telah diberikan. Terima kasih juga kepada Alva Dhira
dan Ridwan Fatur atas doa dan semangat yang telah diberikan. Selanjutnya
ucapan terima kasih Penulis ucapkan kepada keluarga besar Reptilizer Community
Bandung atas doa dan dukungannya serta Geochelone angkatan 46 atas kerjasama
dan kebersamaannya selama menempuh pendidikan hingga selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu
Penulis sangat berterimakasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Rimadinar Azwarini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... ix
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................................ 1

Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 2
Hari Raya Kurban .................................................................................................... 2
Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan Hewan Kurban .................................. 3
Bakteri dalam Daging .............................................................................................. 4
METODE PENELITIAN ............................................................................................. 5
Sumber Data ............................................................................................................ 5
Besaran dan Jenis Sampel ....................................................................................... 5
Variabel yang Diamati dan Pengodean ................................................................... 6
Analisis Data ........................................................................................................... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 10
Kondisi Sanitasi Peralatan terhadap Keberadaan Jumlah Total Mikroorganisme
dan Escherichia coli dalam Daging Kurban............................................................ 10
Kondisi Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Kurban terhadap Keberadaan
Jumlah Total Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam Daging Kurban
15
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 19
Simpulan .................................................................................................................. 19
Saran ........................................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 19
LAMPIRAN ................................................................................................................. 22
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................................... 27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Besaran dan jenis sampel untuk setiap wilayah di DKI Jakarta pada tahun
2011 dan 2012
Definisi operasional
Kategori pengukuran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan
kurban
Persentase jumlah total mikroorganisme dan E. coli dalam daging kurban

dibandingkan SNI 01-7388-2009
Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan jumlah
total mikroorganisme dalam daging kurban
Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan E. coli
dalam daging kurban
Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap
keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban
Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap
keberadaan E. coli dalam daging kurban

6
6
9
10
11
13
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1

Kuesioner pemeriksaan tata laksana pemotongan hewan kurban Idul Adha
1434 H/ 2013 M

22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hari raya kurban atau Idul Adha merupakan salah satu hari raya umat Islam
yang disertai dengan memotong hewan sebagai wujud ketaatan seorang muslim.
Syarat hewan kurban adalah binatang ternak yang berkaki empat yaitu unta, sapi,
dan kambing serta usia hewan harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Unta genap berusia lima tahun, sapi genap berusia dua tahun sedangkan kambing
genap berusia setahun. Hewan kurban yang digunakan berjenis kelamin jantan.
Hewan kurban dalam kondisi sehat dan tidak cacat seperti salah satu matanya
buta, pincang, dan kekurusan (Al-Utsaimin 2003).
Pemotongan hewan kurban biasanya tidak dilakukan di Rumah Potong
Hewan (RPH), tetapi dilakukan di masjid, musala, lapangan perkantoran, dan di
tengah pemukiman penduduk (Purwanti 2006). Hal ini sesuai dengan peraturan
Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan yang menyatakan bahwa semua hewan berkaki empat harus dipotong di
RPH kecuali untuk upacara adat, hari besar keagamaan, dan pemotongan darurat
dengan catatan masih di bawah pengawasan pemerintah daerah (Pemda). Seluruh
kegiatan tersebut seharusnya di bawah pengawasan dokter hewan atau petugas
kesehatan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
Pemotongan hewan kurban harus sesuai dengan syariat Islam serta
penanganan daging harus dilakukan sesuai dengan kaidah kesehatan masyarakat
sehingga diperoleh daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Daging
kurban harus aman dan layak untuk dikonsumsi. Daging harus aman berarti tidak
mengandung bahan berbahaya (biologis, kimia, dan fisik) yang dapat
mengganggu kesehatan manusia. Daging yang layak berarti dapat diterima oleh
manusia misalnya tidak berbau, penampilan tidak menyimpang, etis, dan halal.
Pemotongan hewan kurban yang dilakukan dengan cara masal dan tidak
bertempat di RPH menjadikan penanganan daging menjadi kurang higienis.
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai penanganan daging
kurban yang higienis, dapat menimbulkan kekhawatiran dalam penanganan dan
pendistribusian daging kurban. Terbatasnya sarana prasarana, serta pengetahuan
mengenai sanitasi dan higiene dari panitia kurban memungkinkan terjadi
kontaminasi mikrob daging melebihi batas maksimum cemaran mikrob.
Kontaminasi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 017388-2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikrob telah ditetapkan
maksimum jumlah total mikroorganisme dalam daging adalah 1×106 cfu/g dan
maksimum jumlah E. coli dalam daging adalah 1×101 cfu/g (BSN 2009).
Proses penanganan daging kurban yang kurang higienis menjadikan daging
mudah terkontaminasi oleh mikrob patogen. Belum adanya informasi ilmiah
terkait hubungan antara kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan
kurban dengan jumlah mikroorganisme dalam daging kurban melatarbelakangi
dilakukannya penelitian ini.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui gambaran sanitasi peralatan dan tempat
pemotongan hewan kurban, mengetahui tingkat kontaminasi mikrob dalam daging
kurban serta melihat hubungan antara sanitasi terhadap kontaminasi mikrob.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah mampu memberikan informasi mengenai
kondisi sanitasi dalam proses pemotongan hewan dan penanganan daging pada
saat hari raya kurban.

TINJAUAN PUSTAKA
Hari Raya Kurban
Hari raya kurban adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 10
Dzulhijah tahun Hijriyah. Pelaksanaan hari raya kurban berawal ketika Nabi
Ibrahim diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya yaitu Ismail dan
seketika Allah SWT menggantikan Ismail dengan hewan ternak. Keduanya
menunjukkan makna bahwa penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi sepihak
melainkan kedua belah pihak. Hakikat kehambaan benar-benar nampak bahwa
tidak ada pilihan kecuali patuh secara tulus kepada-Nya. Hewan kurban adalah
hewan ternak yang disembelih dalam wujud dari ketaatan dan peribadatan
seseorang, ketundukan total terhadap perintah-Nya dan sikap menghindar dari hal
yang dilarang-Nya (Al-Utsaimin 2003). Pemotongan hewan kurban biasa
dilakukan sesudah shalat Idul Adha sampai terbenamnya matahari dan
dilaksanakan di masjid, musala, lapangan perkantoran, dan di tengah pemukiman
penduduk (Purwanti 2006).
Menurut Rasyidi dan Kurdi (2007) orang yang akan berkurban harus
beragama Islam, dalam keadaan merdeka, cukup umur, berakal sehat, dan
mempunyai kemampuan ekonomi. Mustahik adalah orang atau badan yang
berhak menerima zakat, infak atau sedekah. Syarat hewan kurban adalah hewan
merupakan binatang ternak yaitu unta, sapi, dan kambing serta usia hewan telah
memenuhi kriteria yang ditetapkan. Unta genap berusia lima tahun, sapi genap
berusia dua tahun sedangkan kambing genap berusia setahun. Hewan kurban
dalam kondisi sehat dan tidak cacat seperti salah satu matanya buta, pincang, dan
kekurusan. Syarat untuk menyembelih hewan kurban adalah hewan dihadapkan
ke kiblat sewaktu menyembelih, menyembelih dengan menggunakan pisau yang
tajam dan dilewatkan dengan memutus esofagus dan trakhea disamping memutus
arteri carotis dan vena jugularis dengan cepat dan kuat, bertakbir setelah membaca
bismillah kemudian menyebutkan nama orang yang menjadi tujuan kurban dan
berdoa kepada Allah semoga menerima ibadah tersebut (Al-Utsaimin 2003).

3
Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan Hewan Kurban
Sanitasi merupakan metode yang diperlukan untuk mendukung upaya
peningkatan derajat kesehatan dan pencegahan pencemaran lingkungan (Aryana
2011). Sumber kontaminasi dalam penanganan daging salah satunya berasal dari
penggunaan alat dan wadah yang kotor. Perlakuan sanitasi harus efektif sehingga
bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen. Tujuan dari proses
sanitasi adalah untuk membunuh semua mikroorganisme yang terdapat pada
peralatan dan wadah yang digunakan. Oleh karena itu, sebaiknya memilih
peralatan yang mudah dibersihkan, mudah digunakan serta terbuat dari bahan
yang anti karat (Kusumawati 2005).
Sanitasi yang dilakukan terhadap peralatan dan wadah meliputi pencucian
untuk menghilangkan kotoran dan diikuti dengan perlakuan desinfeksi.
Desinfeksi adalah usaha atau tindakan membunuh atau mengurangi
mikroorganisme dari permukaan peralatan dengan menggunakan disinfektan atau
sanitaiser (Hotimah 2007). Menurut Aryana (2011) disinfektan adalah bahan
kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad
renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah
mikroorganisme.
Peralatan yang digunakan untuk menangani daging biasanya menggunakan
pisau dan talenan yang terbuat dari kayu. Gagang pisau dan talenan sebaiknya
tidak terbuat dari kayu karena peralatan yang terbuat dari kayu mempunyai
lekukan dan pori-pori yang banyak sehingga tidak dapat dibersihkan dengan baik,
dan mikroorganisme dapat berkembang serta mengontaminasi bahan pangan
(Utama 2001). Bahan yang baik digunakan untuk peralatan adalah stainless steel
karena antikarat dan mudah dibersihkan (Rahayu 2006).
Air sangat diperlukan dalam berbagai keperluan seperti pencucian dan
sanitasi lantai. Air yang digunakan dalam penanganan daging harus memenuhi
persyaratan mutu air yang digunakan untuk air minum. Dalam UU RI No.7
Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 907 Tahun 2002, air bersih
(clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.
Syarat air minum, yaitu harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik.
Kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia, racun, dan limbah berbahaya.
Parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan
adalah uji kualitas mikrobiologik, seperti bakteri E. coli dan total koliform
(Susiwi 2009).
Sumber kontaminasi selain berasal dari peralatan dan sumber air dapat
berasal dari tempat pemotongan hewan. Sumber kontaminasi dari lingkungan
berasal dari air buangan, tanah, udara, dinding, lantai, dan langit-langit.
Penanganan daging dilakukan di tempat yang tidak berkontak langsung dengan
tanah jika harus menyentuh tanah secara langsung sebaiknya dialasi terlebih
dahulu. Lantai dan alas pada tempat pemotongan hewan kurban sebaiknya dibuat
dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tahan lama, dan kedap air. Lantai
dibuat kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan (Kusumawati 2005). Udara di
dalam ruangan mengandung berbagai mikroorganisme yang menempel pada debu
misalnya spora bakteri. Mikroorganisme tersebut tahan terhadap keadaan kering
sehingga dapat hidup lebih lama di udara (Hotimah 2007).

4
Limbah yang terdapat pada tempat pemotongan hewan kurban seperti darah,
isi perut dan usus harus diberi perlakuan secara khusus. Perlakuan dapat berupa
penggalian lubang khusus yang digali kemudian ditutup kembali, dan apabila
tidak diberi perlakuan maka akan mencemari lingkungan karena bau busuk yang
dikandungnya dan juga kondisi biologis alamiah pada sungai, danau atau laut
kemana air buangan tersebut dialirkan (Kusumawati 2005).

Bakteri dalam Daging
Daging merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan nilai gizi tinggi
bagi manusia. Disamping itu, merupakan substrat yang cocok untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan mikrob. Mikrob yang kontak dengan makanan maka
dapat tumbuh dan berkembang biak (Harsojo dan Irawati 2011). Oleh karena itu,
usaha penyediaan daging memerlukan perhatian khusus karena daging merupakan
bahan makanan yang mudah rusak (perishable food) dan pangan berpotensi
berbahaya (potentially hazardous food). Kerusakan terjadi karena adanya
perubahan pada bahan itu sendiri maupun adanya kontaminasi dari luar.
Langkah-langkah untuk menghindari hal tersebut diperlukan pengamanan
terhadap bahan makanan sehingga dihasilkan bahan makanan yang sehat dan
layak konsumsi (Pitona 2004).
Daging harus memiliki kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Aman
berarti daging tidak tercemar bahaya biologi (mikroorganisme, serangga, dan
tikus), kimiawi (pestisida dan gas beracun), dan fisik (pecahan kaca, serpihan
kayu, dan tanah/kerikil) serta tidak tercemar benda lain yang mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Sehat berarti memiliki zatzat yang dibutuhkan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.
Utuh berarti daging tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau
bagian dari hewan lain. Halal berarti disembelih dan ditangani sesuai dengan
syariat agama Islam (Afiati 2009).
Mikrob yang dapat merusak daging berasal dari hewan yang terinfeksi pada
saat masih hidup serta kontaminasi daging pasca penyembelihan. Kontaminasi
permukaan daging dapat terjadi sejak saat penyembelihan hewan hingga daging
dikonsumsi (Soeparno 1998). Dalam dunia pangan dikenal adanya istilah bakteri
indikator, salah satunya adalah indikator sanitasi. Kehadiran bakteri tersebut
menunjukkan bahwa dalam tahap pengolahan air atau makanan pernah dicemari
dengan kotoran yang berasal dari usus manusia dan atau hewan sehingga
kemungkinan dapat juga ditemukan bakteri patogen. Sampai saat ini ada tiga
jenis bakteri indikator yang dapat digunakan untuk menunjukkan adanya masalah
sanitasi, yaitu E. coli, kelompok Streptococcus (Enterococcus) fecal, dan
Clostridium perfringens (Dewanti 2003).
Pengujian pada daging yang umum dilakukan adalah pengujian jumlah total
mikroorganisme atau Total Plate Count (TPC). Menurut BSN (2009), prinsip
pengujian TPC adalah menunjukkan jumlah mikrob yang terdapat dalam suatu
produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media
agar. Media yang biasa digunakan adalah plate count agar (PCA). Jumlah
mikroorganisme pada contoh daging merupakan gambaran populasi
mikroorganisme yang terdapat pada contoh tersebut. Jumlah koloni yang

5
diperoleh dinyatakan dengan colony forming unit (cfu) per gram atau per ml atau
luasan tertentu dari contoh (cm²) (Lukman 2009). Dalam SNI No. 01-7388-2009
telah ditetapkan maksimum jumlah TPC dalam daging adalah 1×106 cfu/g (BSN
2009).
E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang banyak menimbulkan
gangguan kesehatan terhadap manusia (Doyle et al. 2001). Menurut Manning
(2010), bakteri ini dibagi ke dalam 5 jenis berdasarkan sifat virulensi dan
mekanisme kerjanya, yaitu E. coli Enteropathogenic (EPEC), E. coli
Enterotoxigenic (ETEC), E. coli Enterohemorrhagic (EHEC), E. coli
Enteroinvasive (EIEC), dan E. coli Enteroadherent (EAEC). Penyakit yang
sering terjadi akibat infeksi oleh E. coli adalah diare, infeksi saluran kemih,
meningitis, dan sepsis (Kusuma 2010). Bakteri E. coli merupakan bakteri patogen
yang sering dijadikan indikator sanitasi (BPOM 2008). Dalam SNI No.01-73882009 telah ditetapkan maksimum jumlah E. coli dalam daging adalah 1×101 cfu/g
(BSN 2009).
E. coli O157:H7 merupakan salah satu serotipe dari E. coli yang
menghasilkan Shiga toxin yang dapat menimbulkan kerusakan pada lapisan usus,
diare berdarah, haemolytic uremic syndrome yang ditandai dengan anemia
haemolytic, dan gagal ginjal (Johnson 2002). Sumber utama infeksi yang terjadi
pada manusia adalah makanan, seperti daging giling, susu yang tidak
dipasteurisasi, dan bahan lainnya yang telah mengalami kontaminasi silang oleh
Shiga Toxin E. coli (STEC) (Karmali 2003).

METODE PENELITIAN
Sumber Data
Sumber data adalah data sekunder yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan
hewan kurban yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor (FKH-IPB) bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi
DKI Jakarta. Data terdiri atas data kualitas mikrobiologik dan data sanitasi
peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban. Data kualitas mikrobiologik
diperoleh dari hasil uji Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI
Jakarta (Lab. Kesmavet DKI Jakarta), adapun data sanitasi peralatan dan tempat
pemotongan hewan kurban diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner terstruktur yang dirancang oleh FKH-IPB. Responden adalah pengurus
masjid maupun ketua pelaksana kurban.
Besaran dan Jenis Sampel
Pemeriksaan hewan kurban dilakukan di seluruh DKI Jakarta yang terdiri
dari Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta
Timur. Sampel daging yang digunakan merupakan daging sapi dan kambing.
Besaran dan jenis sampel untuk setiap wilayah di DKI Jakarta pada tahun 2011
dan 2012 tersedia pada Tabel 1.

6
Tabel 1 Besaran dan jenis sampel untuk setiap wilayah di DKI Jakarta pada tahun
2011 dan 2012
Tahun

Wilayah

Jumlah responden

Jumlah daging sapi

2011

Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Selatan
Jakarta Timur

6
2
5
2
9
24
2
4
7
6
3
22
46

13
12
31
14
43
112
10
30
36
43
14
133
245

Jumlah
2012

Jumlah
Total

Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Selatan
Jakarta Timur

Jumlah daging
kambing
13
3
36
16
37
105
8
20
27
36
16
107
212

Variabel yang Diamati dan Pengodean
Variabel yang diamati meliputi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan
hewan kurban serta kualitas mikrobiologik dalam daging kurban. Variabel yang
termasuk sanitasi peralatan meliputi fasilitas air, sumber air, ketersediaan air,
ketajaman pisau, pengerjaan karkas setelah dipotong, pengetahuan, dan ketajaman
pisau saat pemotongan daging atau karkas. Variabel yang termasuk dalam
sanitasi tempat pemotongan hewan kurban meliputi lantai atau alas tempat
penyembelihan, tempat pembuangan darah, tempat pembuangan isi perut dan
usus, pelaksanaan pemotongan daging, penanganan jeroan serta pengemasan
daging dan jeroan. Variabel yang termasuk dalam kualitas mikrobiologik
meliputi jumlah total mikroorganisme dan E. coli. Definisi operasional untuk
setiap variabel tersedia pada Tabel 2.
Tabel 2 Definisi operasional
No

Peubah
Definisi operasional
A. Sanitasi Peralatan
1 FFasilitas air
Ketersediaan air di
tempat
penampungan (1=
buruk, 3= baik)
2
Sumber air
Sumber air di
tempat
penampungan (1=
buruk, 2= sedang,
3= baik)
3
Kecukupan
Kecukupan air
air
selama
penampungan dan
proses
penyembelihan (1=
buruk, 3= baik)

Alat ukur

Cara mengukur

Skala ukur

Kuesioner

Dengan melakukan
observasi di tempat
penampungan

Kuesioner

Dengan melakukan
observasi di tempat
penampungan

Ordinal
1=Tidak
tersedia
3=Tersedia
Ordinal
1= Sungai
2= Sumur
3= PAM

Kuesioner

Dengan melakukan
observasi di tempat
penampungan

Ordinal
1=Tidak
cukup
3= Cukup

7
No
4

Peubah
Ketajaman
pisau

5

Pengerjaan
karkas

6

Pengetahuan

7

Ketajaman
pisau

8

Kondisi
sanitasi
peralatan

Definisi operasional
Pisau yang selalu
dijaga
ketajamannya oleh
petugas
penyembelih (1=
buruk, 3= baik)
Pengerjaan karkas
setelah dipotong
(1= buruk, 2=
sedang, 3= baik)

Alat ukur
Kuesioner

Cara mengukur
Dengan melakukan
observasi di tempat
pemotongan hewan

Skala ukur
Ordinal
1=Tidak
dijaga
3= Dijaga

Kuesioner

Dengan melakukan
observasi di tempat
pemotongan hewan

Pengetahuan
petugas tentang
pemotongan daging
dan deboning (1=
buruk, 2= sedang,
3= baik)

Kuesioner

Dengan melakukan
observasi di tempat
pemotongan
daging/karkas

Memperhatikan
ketajaman pisau (1=
buruk, 3= baik)

Kuesioner

Dengan melakukan
observasi di tempat
pemotongan
daging/karkas
Melakukan
penjumlahan semua
skor jawaban pada
setiap pertanyaan

Ordinal
1=langsung
di atas
tanah
tanpa alas
2= di atas
alas
3=Digantung
Ordinal
1= kurang,
sangat
kurang
2= cukup
3= baik,
sangat
baik
Ordinal
1= Tidak
3= Ya

Gambaran
Kuesioner
keseluruhan
mengenai kondisi
sanitasi peralatan
(kategori buruk
memiliki total skor
≤11, sedang
memiliki total skor
12≤ x ≤ 15dan
kategori baik jika
total skor ≥16
B. Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Kurban
1
Lantai/alas Lantai/alas tempat
Kuesioner
penyembelihan (1=
buruk, 2= sedang,
3= baik)

Dengan melakukan
observasi di tempat
pemotongan hewan
kurban

1= Buruk
2= Sedang
3= Baik

Ordinal
1= rumput,
tanah
2= semen
3= ubin/
keramik

8
No
2

Peubah
Pembuang
an darah

Definisi operasional
Tempat
pembuangan darah
(1= buruk, 2=
sedang, 3= baik)

Alat ukur
Kuesioner

Cara mengukur
Dengan melakukan
observasi di tempat
pemotongan hewan
kurban

3

Pembuangan isi perut
dan usus

Tempat
pembuangan isi
perut dan usus (1=
buruk, 2= sedang,
3= baik)

Kuesioner

Dengan melakukan
observasi di tempat
pemotongan hewan
kurban

4

Pelaksanaan
pemotongan

Tempat untuk
melaksanakan
pemotongan
daging/karkas (1=
buruk, 3= baik)

Kuesioner

Dengan melakukan
observasi di tempat
pemotongan
daging/karkas

5

Penanganan jeroan

Kuesioner

Dengan melakukan
observasi di tempat
pemotongan
daging/karkas

6

Pengemasan

Jeroan yang telah
dibersihkan
ditangani ditempat
yang sama dengan
pemotongan daging
(dicampur). (1=
buruk, 3= baik)
Cara pengemasan
daging dan jeroan
yang siap dibagikan
(1= buruk, 3= baik)

Kuesioner

Dengan melakukan
observasi di tempat
pemotongan
daging/karkas

Skala ukur
Ordinal
1= langsung
di atas
tanah
2= selokan,
parit/
sungai
3= Lubang
khusus
yang
digali
kemudian
ditutup
kembali
Ordinal
1= selokan,
parit/
sungai
2= tempat
pembuan
gan
sampah
3= Lubang
khusus
yang
digali
kemudia
n ditutup
kembali
Ordinal
1= Di atas
tanah
beralas
plastik/
daun
3=Dilakukan
di meja
khusus
Ordinal
1= Ya
3= Tidak

Ordinal
1=Dilakukan
dalam
satu
kemasan
3=Dilakukan
dalam
kemasan
terpisah

9
No
7

Peubah
Kondisi
sanitasi
tempat
pemotonga
n hewan
kurban

Definisi operasional
Gambaran
keseluruhan
mengenai kondisi
sanitasi
tempat(kategori
buruk memiliki
total skor ≤10,
sedang memiliki
total skor 11≤ x ≤
14 dan kategori
baik jika total skor
≥15
C. Cemaran Mikrob
1
Jumlah
Pengujian untuk
total
menunjukkan
mikrojumlah mikrob yang
organisme
terdapat dalam
suatu produk
dengan menghitung
koloni bakteri yang
ditumbuhkan pada
media agar.
2
EscheriPengujian untuk
chia coli
memperkirakan
jumlah sel
mikroorganisme
dalam suatu pangan

Alat ukur
Kuesioner

Cara mengukur
Melakukan
penjumlahan semua
skor jawaban pada
setiap pertanyaan

Skala ukur
1= Buruk
2= Sedang
3= Baik

Uji Lab.

Pengujian dengan
menggunakan metode
hitungan cawan
dengan media Plate
Count Agar (PCA).

Uji Lab.

Pengujian dengan
menggunakan metode
hitungan cawan
dengan media Violet
Red Bile (VRB).

Ordinal
1= Di bawah
ambang
batas
SNI
2= Di atas
ambang
batas
SNI
Ordinal
1= Di bawah
ambang
batas
SNI
2= Di atas
ambang
batas
SNI

Pengukuran pada sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban
dibagi dalam tiga kategori yaitu baik, sedang, dan buruk. Adapun untuk
mengetahui kriteria baik, sedang, dan buruk diperoleh melalui penjumlahan
semua skor jawaban pada setiap pertanyaan. Skor jawaban minimum pada
sanitasi peralatan bernilai 7 dan maksimum bernilai 21, sedangkan pada sanitasi
tempat minimum bernilai 6 dan maksimum bernilai 18. Kriteria untuk
pengukuran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban tersedia
pada Tabel 3.
Tabel 3 Kategori pengukuran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan
kurban
Kategori
Baik
Sedang
Buruk

Sanitasi peralatan
Total skor: ≥16
Total skor: 12≤ x ≤ 15
Total skor: ≤11

Sanitasi tempat pemotongan hewan
kurban
Total skor: ≥15
Total skor: 11 ≤ x ≤ 14
Total skor: ≤10

10
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kondisi
sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan serta untuk mengetahui jumlah
kontaminasi mikrob dalam daging kurban. Uji khi-kuadrat digunakan untuk
mengetahui hubungan antara praktik sanitasi peralatan dan tempat pemotongan
terhadap jumlah kontaminasi mikrob dalam daging kurban di tempat pemotongan
hewan kurban. Data dianalisis dengan menggunakan piranti lunak dengan
program SPSS 16 dan Microsoft Excel 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Sanitasi Peralatan terhadap Keberadaan Jumlah Total
Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam Daging Kurban
Kualitas mikrobiologik dalam daging dapat dilihat dari kondisi sanitasi
peralatan dan tempat pemotongan hewan dari suatu proses produksi pangan,
seperti jumlah total mikroorganisme dan E. coli. Sebagian besar sampel daging
yang diperiksa dalam kurun waktu 2 tahun (2011-2012) menunjukkan hasil di
bawah ambang batas SNI. Dalam SNI 01-7388-2009 telah ditetapkan maksimum
jumlah total mikroorganisme dalam daging adalah 1×106 cfu/g dan maksimum
jumlah E. coli adalah 1×101 cfu/g (BSN 2009). Sampel daging yang memiliki
jumlah total mikroorganisme dan E. coli tersedia pada Tabel 4.
Tabel 4 Persentase jumlah total mikroorganisme dan E. coli dalam daging kurban
dibandingkan SNI 01-7388-2009
Tahun

2011
2012

Jumlah total mikroorganisme
Di bawah ambang
Di atas
batas SNI
ambang batas
SNI
(%)
(%)
94 (204/217)
6 (13/217)
96.25(231/240)
3.75 (9/240)

E. coli
Di bawah ambang
Di atas ambang
batas SNI
batas SNI
(%)
(%)
95.4 (207/217)
97.92 (235/240)

4.6 (10/217)
2.08 (5/240)

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa sampel daging yang diperiksa aman
untuk dikonsumsi karena tingkat kontaminasi mikrob baik jumlah total
mikroorganisme dan E. coli pada tahun 2011-2012 sebagian besar berada di
bawah ambang batas SNI.
Sampel daging yang memiliki jumlah total
mikroorganisme di bawah ambang batas SNI pada tahun 2011 sebanyak 94%
(204/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak 96.25% (231/240). Sampel daging
yang memiliki jumlah E. coli berada di bawah ambang batas SNI pada tahun 2011
sebanyak 95.4% (207/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak 97.92% (235/240).
Salah satu cara untuk menurunkan atau membunuh mikrob dalam daging
yaitu dengan memasak daging sampai benar-benar matang, sehingga mikrob yang
berada dalam daging mati (Andriani 2006). Adapun gambaran mengenai

11
hubungan antara kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan
terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban tersedia
pada Tabel 5.
Tabel 5 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan jumlah
total mikroorganisme dalam daging kurban
No

Peubah

1

Fasilitas
air

2

Sumber
air

3

4

5

6

7

Ketersediaan air

Ketajaman pisau
saat
penyembelihan

Pengerjaan
karkas
setelah
dipotong

Pengetahuan
petugas

Ketajaman pisau
saat
proses
pemoton
gan
karkas

Kategori

Jumlah total
mikroorganisme
Di bawah
Di atas
ambang
ambang
batas
batas
SNI
SNI
n
%
n
%

ᵡ²

P value

n

%

Tersedia

31

67.4

30

96.8

1

3.2

1.694

0.244

Tidak
PAM

15
19

32.6
41.3

13
18

86.7
94.7

2
1

13.3
5.3

2.028

0.471

Sumur
Sungai
Cukup

12
15
24

26.1
32.6
52.17

12
13
23

100
86.7
95.8

0
2
1

0
13.3
4.2

0.457

0.600

Tidak
cukup
Selalu
dijaga

22

47.83

20

90.9

2

9.1

40

87

37

92.5

3

7.5

0.481

1.000

Tidak
dijaga
Digantung

6

13

6

100

0

0

34

73.9

31

91.2

3

8.8

1.133

0.593

Tidak
digantung,
diatas alas
Tidak
digantung
Baik

11

23.92

11

100

0

0

1

2.18

1

100

0

0

7

15.21

6

85.7

1

14.3

1.027

0.722

Cukup
Kurang
Diperhatikan

26
13
38

56.53
28.26
82.6

25
12
35

96.2
92.3
92.1

1
1
3

3.8
7.7
7.9

0.676

0.630

Tidak
diperhatikan

8

17.4

8

100

0

0

12
No

Peubah

Kategori

Jumlah total
mikroorganisme
Di bawah
Di atas
ambang
ambang
batas
batas
SNI
SNI
n
%
n
%

n

%

8

Sanitasi
peralatan

Baik

30

65.2

29

96.7

1

3.3

Sedang
Buruk

12
4

26.1
8.7

10
4

83.3
100

2
0

16.7
0

ᵡ²

2.805

P value

0.389

Berdasarkan Tabel 5, kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan
hewan kurban sebagian besar memiliki kategori baik (65.2%). Kondisi tersebut
ditunjang dengan tersedianya fasilitas air (67.4%) dengan sumber air berasal dari
PAM (41.3%) serta kecukupan akan ketersediaan air (52.17%). Air berperan
penting dalam proses sanitasi peralatan salah satunya untuk mencuci peralatan.
Penggunaan air dalam menjaga kondisi sanitasi peralatan sebaiknya harus
memenuhi persyaratan mutu air yang digunakan untuk air minum. Sumber air
disarankan dari PAM, hal ini sesuai dengan pendapat Susiwi (2009) yang
menyatakan bahwa air PAM memenuhi standar mutu air minum. Penggunaan air
selain bersumber dari PAM, misalnya air sumur yang memiliki peluang
kontaminasi yang lebih besar dibandingkan dengan PAM. Kontaminasi dapat
berasal dari banjir, septictank, dan air pertanian. Mikroorganisme patogen
seringkali ditularkan melalui air yang tercemar sehingga dapat menimbulkan
penyakit pada manusia maupun hewan.
Peubah lain yang mendukung kondisi sanitasi yang baik adalah pengerjaan
karkas yang digantung setelah dipotong (73.90%), pengetahuan petugas yang
cukup (56.53%) serta sebagian besar petugas yang selalu menjaga ketajaman
pisau pada saat proses penyembelihan (87%) dan pemotongan karkas (82.6%).
Pisau harus selalu diasah agar tidak tumpul. Pisau yang tumpul akan
memperpanjang proses pemotongan dan pembuluh darah tidak terpotong dengan
baik.
Selain itu, dapat mengakibatkan penggumpalan darah yang dapat
menyumbat saluran darah sehingga proses pengeluaran darah akan lebih lambat
sedangkan proses seharusnya berlangsung cepat dan tepat (Grandin 2001).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar variabel tidak
menunjukkan hasil yang signifikan (P value > 0.05). Hal ini kemungkinan karena
sebagian besar responden 93.47% (43/46) yang diteliti memiliki nilai negatif (di
bawah ambang batas SNI) untuk keberadaan jumlah total mikroorganisme.
Keadaan tersebut menunjukkan tidak cukupnya data untuk membuktikan adanya
hubungan antara peubah yang diteliti dengan keberadaan jumlah total
mikroorganisme. Adapun hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap
keberadaan E. coli dalam daging kurban tersedia pada Tabel 6.

13
Tabel 6 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan E. coli
dalam daging kurban
No

Peubah

1

Fasilitas
air

2

Sumber
air

3

4

5

6

7

Ketersediaan air

Ketajaman pisau
saat
penyembelihan

Pengerjaan
karkas
setelah
dipotong

Pengetahuan
petugas

Ketajaman pisau
saat
proses
pemoton
gan
karkas

Kategori

E. coli
Di bawah
Di atas
ambang
ambang
batas
batas
SNI
SNI
n
%
n
%

ᵡ²

P value

n

%

Tersedia

31

67.4

27

87.1

4

12.9

0.002

1.000

Tidak
PAM

15
19

32.6
41.3

13
16

86.7
84.2

2
3

13.3
15.8

0.362

0.873

Sumur
Sungai
Cukup

12
15
24

26.1
32.6
52.17

11
13
20

91.7
86.7
83.3

1
2
4

8.3
13.3
16.7

0.581

0.667

Tidak
cukup
Selalu
dijaga

22

47.83

20

90.9

2

9.1

40

87

35

87.5

5

12.5

0.080

1.000

Tidak
dijaga
Digantung

6

13

5

83.3

1

16.7

12

26.1

12

100

0

0

8.596

0.042*

Tidak
digantung,
diatas alas
Tidak
digantung
Baik

33

71.73

28

84.8

5

15.2

1

2.17

0

0

1

100

7

15.21

6

85.7

1

14.3

2.837

0.206

Cukup
Kurang
Diperhatikan

26
13
38

56.53
28.26
82.6

21
13
32

80.8
100
84.2

5
0
6

19.2
0
15.8

1.453

0.351

Tidak
diperhatikan

8

17.4

8

100

0

0

14
No

8

Peubah

Sanitasi
peralatan

Kategori

E. coli
Di bawah
Di atas
ambang
ambang
batas
batas
SNI
SNI
n
%
n
%

n

%

Baik

30

65.2

26

86.7

4

13.3

Sedang
Buruk

12
4

26.1
8.7

11
3

91.7
75

1
1

8.3
25

ᵡ²

0.741

P value

1.000

*P value dengan nilai signifikan (P value < 0.05)

E. coli merupakan bakteri patogen dan secara normal hidup dalam saluran
pencernaan manusia maupun hewan dan merupakan salah satu jenis bakteri yang
digunakan sebagai indikator sanitasi (Dewanti 2003). Menurut Doyle et al.
(2001) E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang banyak menimbulkan
gangguan kesehatan terhadap manusia. Oleh karena itu mendeteksi E. coli di
dalam daging sangatlah penting karena dengan demikian dapat diketahui apakah
bahan tersebut masih aman untuk dikonsumsi.
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa peubah yang berpengaruh terhadap
keberadaan E. coli adalah pengerjaan karkas setelah dipotong. Hal itu
menunjukkan bahwa pengerjaan karkas dengan cara digantung dapat menurunkan
kontaminasi terhadap E. coli.
Penggantungan setelah tahap pemotongan
memudahkan tahap berikutnya yaitu dressing. Dressing adalah pemisahan bagian
kepala, kulit, dan jeroan dari tubuh hewan. Penggantungan dilakukan juga untuk
mempermudah proses pengeluaran darah. Darah dalam proses penyembelihan
harus semaksimal mungkin dikeluarkan dari hewan, karena darah dapat memicu
timbulnya kontaminasi mikrob. Penuntasan darah harus dilakukan sampai tuntas,
karena darah yang tersisa akan menyebabkan penurunan mutu daging. Darah
akan mempengaruhi warna dan berpotensi sebagai media pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga pada proses penyimpanan daging akan cepat
membusuk (Attahmid 2009).
Menurut Purwanti (2006) berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan
pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta, sebagian besar tempat pemotongan
hewan menyediakan alat penggantung untuk pengerjaan karkas setelah
pengeluaran darah (59.0%), selebihnya pengerjaan karkas dilakukan di atas alas
plastik (25.2%), di atas tanah atau rumput atau tanpa alas (15.8%). Kondisi
tersebut sudah baik, karena daging tidak langsung menyentuh tanah.
Daging dapat terkontaminasi mikroorganisme karena penerapan sanitasi
yang buruk, seperti tidak tersedianya fasilitas air, sumber air berasal dari sungai,
ketidak cukupan air, pisau tumpul, dan pengerjaan karkas tidak digantung setelah
dipotong. Peubah lain seperti pengetahuan petugas yang cukup (56.53%) juga
dapat mempengaruhi jumlah E. coli dalam daging. Pendidikan adalah suatu cara
yang terbaik untuk mencegah terjadinya pencemaran pada makanan (Brands
2006). Menurut Nesbakken (2009) suatu keahlian dan kemampuan operator
dalam melakukan penyembelihan secara higienis dapat mencegah terjadinya
kontaminasi pada karkas oleh mikroorganisme patogen.

15
Kondisi Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Kurban terhadap Keberadaan
Jumlah Total Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam
Daging Kurban
Kondisi sanitasi dapat pula dilihat dari kondisi tempat pemotongan hewan
kurban. Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan kurban
terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban tersedia
pada Tabel 7.
Tabel 7 Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap
keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban
No

Peubah

1

Lantai

2

Tempat
pembuangan darah

3

4

Tempat
pembuangan isi perut
dan usus

Pelaksanaan
pemotongan

5

Penanganan jeroan

6

Pengemasan

Kategori

Jumlah total
mikroorganisme
Di bawah
Di atas
ambang batas
ambang
SNI
batas
SNI
n
%
n
%

ᵡ²

P value

n

%

Keramik
Semen
Rumput/
tanah
Lubang
khusus

3
23
20

6.52
50
43.48

3
22
18

100
95.7
90

0
1
2

0
4.3
10

0.784

0.667

28

60.86

27

96.4

1

3.6

2.884

0.203

Selokan

12

26.1

10

83.3

2

16.7

Tanah

6

13.04

6

100

0

0

Lubang
khusus

11

23.92

10

90.9

1

9.1

1.135

0.600

Tempat
sampah
Selokan
Meja
khusus

12

26.08

12

100

0

0

23
12

50
26.08

21
11

91.3
91.7

2
1

8.7
8.3

0.087

1.000

Alas
plastik/
daun
Pisah

34

73.92

32

94.1

2

5.9

34

73.92

31

91.2

3

8.8

1.133

0.557

Campur
Kemasan
terpisah
Satu
kemasan

12
35

26.08
76.08

12
33

100
94.3

0
2

0
5.7

0.157

1.000

11

23.92

10

90.9

1

9.1

16
No

7

Peubah

Sanitasi
Tempat

Kategori

Jumlah total
mikroorganisme
Di bawah
Di atas
ambang batas
ambang
SNI
batas
SNI
n
%
n
%

n

%

Baik

19

41.3

18

94.7

1

5.3

Sedang
Buruk

23
4

50
8.7

21
4

91.3
80

2
0

8.7
0

ᵡ²

P value

0.507

1.000

Berdasarkan Tabel 7, secara keseluruhan terlihat bahwa hanya 41.3%
tempat pemotongan yang memiliki sanitasi berkategori baik. Rendahnya
persentase tersebut berdasar pada kondisi lantai tempat penyembelihan yang
beralaskan semen (50%), tempat pembuangan darah dibuat lubang khusus yang
digali kemudian ditutup kembali (60.8%), tempat pembuangan isi perut dan usus
yang dibuang ke selokan, parit atau sungai (50%), pelaksanaan pemotongan
daging dilakukan di atas plastik/daun (73.92%), penanganan jeroan yang telah
dibersihkan tidak ditangani di tempat yang sama dengan pemotongan daging
(73.92%) serta pengemasan daging dan jeroan yang dipisah (76.08%).
Salah satu persyaratan sanitasi yang baik adalah lantai beralaskan keramik
agar mudah dibersihkan. Menurut Attahmid (2009) sebaiknya konstruksi lantai
mempunyai kelandaian yang cukup ke arah saluran pembuangan air dan terbuat
dari keramik yang tidak mudah mengelupas, permukaannya rata dan agak halus
serta tidak licin. Sebaiknya menggunakan keramik yang tahan terhadap air,
garam, asam, basa dan berwarna putih agar mudah dibersihkan sehingga kotoran
yang menempel mudah terlihat.
Peubah lain yang mendukung kondisi sanitasi yang baik diantaranya tempat
pembuangan darah, isi perut, dan usus dibuat lubang khusus yang digali kemudian
ditutup kembali. Tempat melaksanakan pemotongan daging sebaiknya dilakukan
di meja khusus, selain itu penanganan jeroan dan pengemasan dilakukan di tempat
yang terpisah dengan daging. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi mikroorganisme pada daging.
Menurut Purwanti (2006) berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan
pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta, pemotongan daging pada umumnya
dilaksanakan di atas alas plastik (50.9%), di atas lantai beralaskan plastik (26.9%),
di atas papan atau kayu (13.7%), dan di atas meja (8.5%). Hal ini sudah baik,
karena daging tidak berkontak langsung dengan tanah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar variabel tidak
menunjukkan hasil yang signifikan (P value > 0.05). Hal ini kemungkinan karena
sebagian besar responden 93.47% (43/46) yang diteliti memiliki nilai negatif (di
bawah ambang batas SNI) untuk keberadaan jumlah total mikroorganisme.
Keadaan tersebut menunjukkan tidak cukupnya data untuk membuktikan adanya
hubungan antara peubah yang diteliti dengan keberadaan jumlah total
mikroorganisme.
Pencemaran pada daging dapat melalui infeksi endogenus dan eksogenus.
Infeksi endogenus merupakan infeksi yang terjadi secara in vivo, sedangkan
infeksi eksogenus terjadi ketika pengeluaran darah saat pemotongan hingga

17
daging dikonsumsi (Lawrie dan Ledward 2006). Gustiani (2009) menyatakan
bahwa jumlah mikroorganisme yang melebihi ambang batas dalam daging
menandakan bahwa daging tersebut memiliki penurunan daya simpan dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi tanpa pengolahan yang benar.
Mikroorganisme dapat terbawa ketika ternak masih hidup atau masuk di
sepanjang rantai pangan hingga ke piring konsumen (Gorris 2005). Adapun
hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan kurban terhadap
keberadaan E. coli dalam daging kurban tersedia pada Tabel 8.
Tabel 8 Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap
keberadaan E. coli dalam daging kurban
No

Peubah

1

Lantai

2

Tempat
pembua
ngan
darah

3

4

5

6

7

Tempat
pembua
ngan isi
perut
dan
usus

Pelaksa
naan
pemoto
ngan

Penanga
nan
jeroan
Pengemasan

Sanitasi
tempat

Kategori

E.coli
Di bawah
ambang
batas SNI
n
%

Di atas
ambang
batas SNI
n
%

ᵡ²

P value

N

%

Keramik
Semen
Rumput/
tanah
Lubang
khusus

3
23
20

6.52
50
43.48

2
21
17

66.7
91.3
85

1
2
3

33.3
8.7
15

1.540

0.497

28

60.86

25

89.3

3

10.7

2.546

0.318

Selokan
Tanah
Lubang
khusus

12
6
11

26.1
13.04
23.92

9
6
9

75
100
81.8

3
0
2

25
0
18.2

2.439

0.387

Tempat
sampah
Selokan
Meja
khusus

12

26.08

12

100

0

0

23
12

50
26.08

19
12

82.6
100

4
0

17.4
0

2.435

0.176

Alas
plastik
Pisah

34

73.92

28

82.4

6

17.6

34

73.92

28

82.4

6

17.6

2.435

0.176

Campur

12

26.08

12

100

0

0

Kemasan
terpisah
Satu
kemasan
Baik

35

76.08

30

85.7

5

14.3

0.199

1.000

11

23.92

10

90.9

1

9.1

19

41.3

16

84.2

3

15.8

0.726

0.871

Sedang
Buruk

23
4

50
8.7

20
4

87
100

3
0

13
0

18

Kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan kurban terdiri dari beberapa
peubah. Peubah tersebut terdiri dari kondisi lantai, tempat pembuangan darah, isi
perut dan usus, pelaksanaan pemotongan daging, penanganan jeroan, dan cara
pengemasan. Berdasarkan Tabel 8, secara keseluruhan terlihat bahwa hanya
41.3% kondisi sanitasi tempat yang berkategori baik. Rendahnya persentase
tersebut dapat dipengaruhi oleh peubah yang memiliki kondisi sanitasi buruk yaitu
terlihat pada kondisi tempat pembuangan isi perut dan usus yang dibuang ke
selokan, parit/sungai (50%) serta pelaksanaan pemotongan daging dilakukan di
atas plastik/daun (73.91%). Hal tersebut bisa membuat daging terkontaminasi
oleh E. coli. Sebaiknya tempat pembuangan darah dilakukan dengan menggali
lubang khusus yang kemudian ditutup kembali agar limbah darah tersebut tidak
mencemari karkas. Menurut Jenie (1998) air buangan memiliki peranan penting
dalam mengontaminasi sumber air dan makanan. Apabila tidak diberi perlakuan
terlebih dahulu maka akan mencemari lingkungan karena bau busuk yang
dikandungnya, dan juga kondisi biologis alamiah pada sungai, danau, atau laut
kemana air tersebut dialirkan.
Pelaksanaan pemotongan daging seharusnya dilakukan di meja khusus,
selanjutnya jeroan yang telah dibersihkan tidak ditangani di tempat yang sama
dengan tempat pemotongan daging (tidak dicampur) dan pengemasan daging serta
jeroan yang siap dibagikan dilakukan dalam kemasan terpisah. Hal tersebut untuk
mencegah dan memperlambat terjadinya kerusakan lebih cepat pada bahan
makanan (Asih 2011).
Menurut Harsojo dan Irawati (2011) jeroan merupakan sasaran kontaminasi
oleh beberapa mikrob yang mempercepat kerusakan jeroan sehingga tidak layak
dikonsumsi. E. coli sering mengontaminasi daging maupun jeroan yang
disebabkan oleh penanganan secara tradisional pada saat pemotongan maupun
pada saat diproses. Menurut Purwanti (2006) berdasarkan laporan FKH IPB 2004
pada kegiatan pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta, secara umum
penanganan jeroan dan organ lain masih kurang baik, karena kebanyakan tempat
pemotongan membuang jeroan (lambung dan usus) langsung ke parit, selokan
atau sungai (43.6%). Beberapa tempat pemotongan membuang jeroan tersebut ke
dalam lubang yang digali (40.1%) dan yang lainnya membuang ke tempat lain
misalnya tempat sampah (16.3%). Umumnya penyimpanan daging dan jeroan
dipisah (69.4%), namun masih ada tempat pemotongan yang mencampurkan
daging dan jeroan (30.6%). Pengemasan potongan daging dan