Kajian Efektivitas Asam Askorbat dan Lidah Buaya untuk menghambat Pencokelatan pada Buah Potong Apel Malang

KAJIAN EFEKTIVITAS ASAM ASKORBAT DAN LIDAH
BUAYA UNTUK MENGHAMBAT PENCOKELATAN PADA
BUAH POTONG APEL MALANG

RIRIN NOERIANTY EFFENDI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Efektivitas
Asam Askorbat dan Lidah Buaya untuk Menghambat Pencokelatan pada Buah
Potong Apel Malang” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Ririn Noerianty Effendi
NIM F14090142

ABSTRAK
RIRIN NOERIANTY EFFENDI. Kajian Efektivitas Asam Askorbat dan Lidah
Buaya untuk Menghambat Pencokelatan pada Buah Potong Apel Malang.
Dibimbing oleh Y ARIS PURWANTO.
Apel potong akan mengalami pencokelatan yang diakibatkan oleh senyawa
fenolik. Penelitian ini bertujuan untuk mencegah pencokelatan pada buah potong
dengan menggunakan larutan asam askorbat dan lidah buaya dengan berbagai
konsentrasi, serta mengamati perubahan warna buah potong. Buah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Apel Malang varietas Rome Beauty.
Perlakuan penelitian dimulai dengan pemotongan dan pengupasan apel Malang
menjadi 8 bagian. Proses pemotongan berlangsung cepat agar menghindari reaksi
oksidasi. Proses selanjutnya yaitu pencelupan pada larutan asam askorbat dan
larutan lidah buaya dengan konsentrasi yang berbeda. Terdapat 5 perlakuan yang
digunakan yaitu pencelupan dalam asam askorbat 1 %, asam askorbat 3 %, lidah

buaya 5 %, lidah buaya 10 %, dan perlakuan kontrol. Pencelupan dilakukan
selama 2 menit. Hasil analisis menunjukkan bahwa pencelupan pada semua
larutan yang digunakan dapat laju menghambat oksidasi enzim PPO yang
dibuktikan dengan nilai Browning Index. Berdasarkan parameter-parameter yang
ada, larutan yang efektif digunakan dalam mencegah pencoklatan adalah asam
askorbat. Berdasarkan penelitian ini, waktu buah potong yang optimum untuk
dikonsumsi dengan warna yang baik adalah selama 2 hari.
Kata kunci : asam askorbat, buah potong, lidah buaya, pencokelatan enzimatik
ABSTRACT
RIRIN NOERIANTY EFFENDI. Effectiveness Study of Ascorbic Acid and Aloe
vera as Preventive Agent of Malang Apple Cut Fruits. Supervised by Y ARIS
PURWANTO.
Enzymatic browning is a chemical process by phenolic compounds that produce
brown-color of several cut fruits. The aim of this study was to observe the
effectiveness of ascorbic acid and aloe vera to prevent enzymatic browning of
Malang Apple as cut fruits. Rome Beauty cultivar of Malang apples were
carefully prepared in this study. Fast cutting and peeling was conducted in order
to minimize the oxidation occured to apple slices. Apple slices then dipped in 1%
ascorbic acid solution, 3% ascorbic acid solution, 5% aloe vera solution, and 10%
aloe vera solution for 2 minutes respectively. A group of apple slice did not

receive any dipping treatment and used as control and used as control treatment.
Several physical properties test were conducted to observe the effect of given
treatments. Result showed that dipping treatments can prevent rapid PPO enzyme
oxidation process. Based on the physical property parameters, ascorbic acid was
the effective solution that can prevent rapid browning of apple slices and the
optimum storage time was 2 days.
Keywords : aloe vera, ascorbic acid, cut fruit, enzymatic browning

KAJIAN EFEKTIVITAS ASAM ASKORBAT DAN LIDAH
BUAYA UNTUK MENGHAMBAT PENCOKELATAN PADA
BUAH POTONG APEL MALANG

RIRIN NOERIANTY EFFENDI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kajian Efektivitas Asam Askorbat dan Lidah Buaya untuk
Menghambat Pencokelatan pada Buah Potong Apel Malang
Nama
: Ririn Noerianty Effendi
NIM
: F14090142

Disetujui oleh

Dr. Ir.Y. Aris Purwanto, M.Sc
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr.Ir. Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Kajian
Efektivitas Asam Askorbat dan Lidah Buaya untuk Menghambat Pencokelatan
pada Buah Potong Apel Malang” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Maret 2013 hingga Mei 2013.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai menyelesaikan
skripsi ini.
2. Ayahanda Ismail Effendi, Ibunda Denden Nurtini, dan kakakku Yulliaty
Erliani karena kasih sayang, dan dukungannya.
3. Bapak Suliaden, Mbak Sugih, Ibu Rubiyah, dan seluruh karyawan Teknisi
Lab Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian yang membantu penulis

saat melakukan penelitian.
4. Keluarga besar TMB 46 terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan para pembaca
untuk melakukan penelitian dalam bidang manajemen sumberdaya manusia.
.

Bogor, Juli 2013
Ririn Noerianty Effendi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Manfaat

2

TINJAUAN PUSTAKA


3

Browning/Pencokelatan

3

Lidah Buaya

3

Asam Askorbat

4

Buah Potong

5

METODE


5

Waktu dan Tempat

5

Alat dan Bahan

5

Perlakuan Percobaan

5

Rancangan Percobaan

10

HASIL DAN PEMBAHASAN


11

Total Padatan Terlarut

11

Kekerasan

13

Susut Bobot

14

Vitamin C

15

Nilai L


17

Nilai Browning Index

19

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
1 Daya larut asam askorbat

4

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

Buah potong
Struktur senyawa asam askorbat
Diagram alir pembuatan larutan lidah buaya
Homoginezer
Diagram alir pembuatan larutan asam askorbat
Simulasi pemotongan buah apel
Proses penentuan umur simpan buah potong
Grafik warna L, a, b
Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut pada apel malang
potong dengan perlakuan kontrol dan penambahan asam askorbat
selama penyimpanan 6 hari di suhu 50C.
Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut pada apel malang
potong dengan perlakuan kontrol dan penambahan lidah buaya selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C.
Grafik perbandingan rata-rata kekerasan pada apel malang potong
dengan perlakuan kontrol dan penambahan asam askorbat selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C.
Grafik perbandingan rata-rata kekerasan pada apel malang potong
dengan perlakuan kontrol dan penambahan lidah buaya selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C
Grafik perbandingan rata-rata susut bobot pada apel malang potong
dengan perlakuan kontrol dan penambahan asam askorbat selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C
Grafik perbandingan rata-rata susut bobot pada apel malang potong
dengan perlakuan kontrol dan penambahan lidah buaya selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C
Grafik perbandingan rata-rata vitamin C pada apel malang potong
dengan perlakuan kontrol dan penambahan asam askorbat selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C
Grafik perbandingan rata-rata vitamin C pada apel malang potong
dengan perlakuan kontrol dan penambahan lidah buaya selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C
Grafik perbandingan rata-rata nilai L pada apel malang potong dengan
perlakuan kontrol dan penambahan Asam Askorbat selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C
Grafik perbandingan rata-rata nilai L pada apel malang potong dengan
perlakuan kontrol dan penambahan lidah buaya selama penyimpanan 6
hari di suhu 50C
Grafik perbandingan rata-rata nilai BI pada apel malang potong dengan
perlakuan kontrol dan penambahan Asam askorbat selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C

1
4
6
7
7
8
8
10

12

12

13

13

14

15

16

16

18

18

19

20 Grafik perbandingan rata-rata nilai BI pada apel malang potong dengan
perlakuan kontrol dan penambahan lidah buaya selama penyimpanan 6
hari di suhu 50C

20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Data total padatan terlarut pada suhu 50C
Hasil ANOVA untuk total padatan terlarut
Data kekerasan pada suhu 50C
Hasil ANOVA untuk kekerasan
Data susut bobot pada suhu 50C
Hasil ANOVA untuk susut bobot
Data vitamin C pada suhu 50C
Hasil ANOVA untuk vitamin C
Data warna pada parameter L pada suhu 50C
Data warna pada parameter a pada suhu 50C
Datai nilai BI
Hasil ANOVA untuk warna parameter L (tingkat kecerahan)
Hasil ANOVA untuk Warna parameter BI (Browning Index)
Penampakan warna apel pada hari ke-0 penyimpanan suhu 5°C
Penampakan warna apel pada hari ke-1 penyimpanan suhu 5°C
Penampakan warna apel pada hari ke-2 penyimpanan suhu 5°C
Penampakan warna apel pada hari ke-3 penyimpanan suhu 5°C
Penampakan warna apel pada hari ke-4 penyimpanan suhu 5°C
Penampakan warna apel pada hari ke-5 penyimpanan suhu 5°C
Penampakan warna apel pada hari ke-6 penyimpanan suhu 5°C

23
24
25
25
26
26
27
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah dan sayuran merupakan bahan pangan yang diminati oleh masyarakat.
Manfaat gizi yang tinggi membuat buah dan sayuran menjadi alternatif makanan
yang dapat langsung dikonsumsi tanpa proses pemasakan oleh masyarakat. Pada
daerah perkotaan, konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita seminggu
sayuran dan buah-buahan cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
masyarakat pedesaan. Contohnya, konsumsi buah apel di daerah perkotaan
mencapai 0.025 kg, sedangkan untuk masyarakat pedesaan hanya mencapai 0.01
kg (BPS 2011).
Cara memakan buah bukan hanya kebutuhan melainkan menjadi bagian dari
gaya hidup seseorang. Masyarakat saat ini lebih menyukai cara memakan yang
siap saji. Buah potong segar merupakan salah satu cara untuk memenuhi
permintaan tersebut. Internasional Fresh cut Produce Association (IFPA) pada
tahun 2001 melaporkan buah potong segar adalah buah yang telah dibersihkan,
dikupas dan dipotong hingga didapatkan bagian yang sepenuhnya digunakan oleh
konsumen, kemudian dikemas dengan gizi yang tinggi, kenyamanan, dan rasa
yang tetap segar. Penyajian buah potong seperti pada Gambar 1 sangat digemari
sebagai olahan dessert atau sebagai cemilan. Konsumen dalam mengkonsumsi
menginginkan buah tersedia dalam kondisi segar dan menarik pada saat disajikan
dengan tingkat kematangan yang seragam dan siap konsumsi.

Gambar 1. Buah Potong
Buah potong merupakan proses penanganan pasca panen yang sederhana.
Buah potong memiliki sifat mudah rusak (perishable), kemunduran kualitas
disebabkan oleh aktivitas metabolisme yang masih berlangsung pada buah selama
masa simpan. Aktivitas metabolisme yang melibatkan oksigen dari lingkungan
akan mempercepat kematangan dan dapat menyebabkan kebusukan pada buah
jika tidak dikendalikan. Pada penelitian kali ini, buah potong yang digunakan
adalah apel malang, yaitu varietas Rome beauty. Apel malang merupakan
komoditas apel yang dibudidayakan di Indonesia, tetapi kurang populer apabila
dibandingkan dengan jenis apel impor lain.
Apel merupakan buah-buahan yang diminati oleh masyarakat , tetapi apabila
disajikan dalam bentuk buah potong akan mengakibatkan perubahan warna yang

2
cukup cepat atau disebut dengan browning/pencokelatan. Browning memiliki
pengaruh yang besar bagi nilai jual suatu produk karena dapat mengurangi
penampilan dan menurunkan nilai jual buah potong. Buah potong pada umumnya
mengalami perlakuan seperti pengupasan, pemotongan, dan pengirisan hal
tersebut dapat mengakibatkan integritas jaringan dan sel terganggu. Perlakuan
tersebut mengakibatkan peningkatan produksi etilen, degradasi membran,
kehilangan air, dan kerusakan akibat mikroorganisme. Dampak yang lain,
sehingga mengakibatkan pencokelatan pada buah yaitu perubahan enzimatis dan
penurunan umur simpan.
Diantara semua faktor penurunan kualitas pada buah potong pencokelatan
enzimatis yang disebabkan oleh oksidasi senyawa fenolik adalah masalah besar.
Pencokelatan dapat dicegah dengan metode kimia dan fisik, termasuk
pengurangan temperatur dan oksigen, penggunaan modifikasi atmosfer kemasan,
dan penerapan antibrowning yang bertindak untuk menghambat enzim (Ghidelli
et al. 2013).
Pada penelitian ini, proses pencegahan pencokelatan pada buah potong
digunakan dengan cara penerapan antibrowning yang bertindak untuk
menghambat enzim. Dari segi kriteria permintaan konsumen yaitu kenyamanan,
kesegaran, nutrisi, dan keamanan. Salah satu antibrowning yang cocok sebagai
penghambat pencokelatan pada buah potong adalah lidah buaya dan asam
askorbat. Asam askorbat dipilih karena bahan yang aman untuk dikonsumsi dan
dapat meningkatkan kandungan vitamin yang terdapat dalam buah potong. Lidah
buaya digunakan karena mengandung komponen potensial yang mampu
menghambat kerusakan pascapanen. Komponen tersebut seperti glokomannan
yang memiliki aktivitas antiviral, antidiabetes, antikanker, dan antimikrobial serta
meningkatkan proliferasi sel-sel yang terluka. Lidah buaya mampu menjaga
kelembaban dengan cara mengontrol komponen-komponen larut pada air
(Reynolds 1999).

Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah menghambat pencokelatan
dan memperpanjang masa simpan buah potong apel malang.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengamati pengaruh pencelupan buah potong pada larutan lidah buaya
dan larutan asam askorbat berbagai konsentrasi terhadap perubahan kualitas dan
perubahan warna.
2. Mengamati perubahan warna pada buah apel potong pada suhu 50C.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian kali ini adalah memberikan informasi kepada
pengolah buah potong dan industri pengolahan minimal buah tentang penggunaan
antibrowning yang tepat untuk buah potong apel malang. Selain itu, dengan
penelitian ini, dapat diketahui apa saja faktor yang menyebabkan penurunan
kuantitasdan waktu simpan buah hingga terjadi pencokelatan. Dengan begitu,
penanganan pascapanen yang baik dapat diterapkan guna meningkatkan efisiensi
dan profit bagi pengolahan minimal buah di Indonesia.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Browning/Pencokelatan
Buah dan sayuran memiliki pigmen yang mempengaruhi warna dari
penampakannya. Klorofil yang berada pada sayuran yang memberikan warna
hijau, merah, dan ungu diakibatkan oleh antosianin; sedangkan kuning, orange,
dan merah diakibatkan oleh karetonoid. Pigmen tersebut sangat penting bagi
kualitas buah dan sayuran. Browning atau pencokelatan adalah suatu proses
kecokelatan pada buah yang terjadi akibat proses enzimatik oleh polifenol
oksidasi. Pada umumnya proses browning sering terjadi pada buah–buahan seperti
pisang, pear, salak, pala, dan apel. Proses browning terbagi menjadi dua yaitu
enzimatik dan non enzimatik. Reaksi pencokelatan nonenzimatik belum diketahui
lebih lanjut, tetapi pada umumnya memiliki tiga macam reaksi yaitu karamelisasi,
reaksi Maillard, dan pencokelatan akibat vitamin C (Winarno 1991).
Pencokelatan secara enzimatik dipicu oleh reaksi oksidasi yan dikatalisis
oleh enzin fenol oksidase. Enzim tersebut dapat mengkatalisis reaksi oksidasi
senyawa fenol yang menyebabkan perubahan warna menjadi cokelat. Reaksi
kecokelatan enzimatis tidak diinginkan karena pembentukan warna cokelat pada
buah atau sayur sering diartikan sebagai penurunan mutu (Kusnandar 2010).
Enzim yang menyebabakan reaksi pencokelatan enzimatis adalah oksidase
yang disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase.
Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol oksidase (PPO).
Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen
polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol dan asam klorogenat
(Garcia dan Barret 2002).
Cara untuk mengurangi pencokelatan dapat dilakukan dengan perendaman
larutan sulfit, asam askorbat, asam sitrat, dan garam. Perendaman tersebut
bertujuan untuk mengurangi reaksi antara enzim polifenolase, oksigen, dan
senyawa polifenol yang bertanggung jawab dalam reaksi pencokelatan enzimatis
(Syamsir et al. 2011).
Lidah Buaya (Aloevera)
Lidah buaya (Aloe vera) pada Gambar 2 merupakan tanaman yang banyak
tumbuh pada iklim tropis ataupun subtropis dan sudah digunakan sejak dulu
sebagai fungsi pengobatannya. Lidah buaya memiliki ciri-ciri morfologi pelepah
daun yang runcing dan permukaan yang lebar, berdaging tebal, tidak bertulang,
mengandung getah, permukaan pelepah daun dilapisi lilin, bersifat sukulen. Yaron
(1991), melaporkan dalam Kismaryanti (2007) bahwa pelepah tanaman lidah
buaya terdiri dari beberapa bagian utama, yakni mucilage gel dan exudate (lendir).
Asam Askorbat
Asam askorbat atau vitamin C merupakan salah satu bentuk antibrowning
yang secara alami terdapat pada tumbuhan. Pada tahun 1932 Asam askorbat
ditemukan oleh Szent-Gyorgyi dan C.Glenn Aking, mereka berhasil mengisolasi
zat antiskorbut dari jaringan adrenal, jeruk, dan kol yang dinamakan vitamin C,

4
pada tahun 1933 Haworth dan Hirst berhasil mensintesis sehingga disebut sebagai
asam askorbat (Almatsier 2011).
Menurut Almatsier (2011), vitamin C adalah kristal yang mudah larut
dalam air dan mudah rusak karena reaksi oksidasi terutama jika dipanaskan. Asam
askorbat merupakan turunan dari heksosa diskasifikasi.
Asam askorbat dalam bentuk bubuk relatif stabil di udara. Asam askorbat
tidak stabil saat larut dalam larutan alkali sehingga mudah mengalami oksidasi.
Proses oksidasi dipercepat oleh cahaya, panas dan dikatalisis oleh tembaga dan
besi. Derajat keasaman 5.4 merupakan kondisi stabil bagi asam askorbat.
Penyimpanan asam askorbat sebaiknya dalam wadah nonlogam dan tertutup rapat,
terlindung dari cahaya, serta berada ditempat kering (Rowe et al .2009). Daya
larut asam askorbat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Daya larut asam askorbat
Daya larut
Kloroform
Etanol
Etanol (95%)
Eter
Minyak
Gliserin
Propylene glycol
Air
Sumber : (Rowe et al .2009)

Pelarut pada 200C
Tidak Larut
1 dari 50
1 dari 25
Tidak larut
Tidak larut
1 daro 1000
1 dari 20
1 dari 3.5

Dosis besar menyebabkan diare atau gangguan pencernaan lainnya dan
kerusakan gigi, tetapi tidak berbahaya apabila digunakan sebagai antibrowning
dalam makanan, minuman, dan obat-obatan.
Asam askorbat merupakan senyawa turunan karbohidrat. Asam askorbat
mengandung senyawa (C6H8O6) yang merupakan suatu nutrisi esensial untuk
proses metabolisme. Struktur kimia asam askorbat ditunjukkan oleh Gambar 2.
(Almatsier 2011)

Gambar 2. Struktur senyawa asam askorbat
Sumber : (Rowe et al .2009)

Buah Potong/ Cut fruits
Buah potong segar adalah buah yang telah dibersihkan, dikupas dan
dipotong hingga didapatkan bagian yang sepenuhnya digunakan oleh konsumen,
kemudian dikemas dengan gizi yang tinggi, kenyamanan, dan rasa yang tetap
segar.

5
Komponen kualitas buah dan sayuran segar diklasifikasikan sebagai
eksternal dan internal. Kualitas eksternal dapat dinilai dari penampakan buah dan
sayuran potong. Kualitas internal dapat dinilai ketika produk dikonsumsi. Kualitas
internal meliputi aroma, rasa, dan tekstur saat dikonsumsi. (Lamikanra 2002)

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian berupa penambahan dari larutan lidah buaya dan asam askorbat
sebagai penghambat pencokelatan pada buah potong segar apel malang (Rome
beauty). Dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga Mei 2013. Tempat
penelitian dan pengujian di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang dipergunakan adalah:
Pisau, talenan, sendok pengaduk, sendok makan, sarung tangan, baskom,
peniris, box plastic, wrapping film (dari jenis PVC) merk WITA, lemari pendingin
50 C, homoginezer, timbangan digital, kamera digital, blender, saringan, alat-alat
gelas, mikroburet, chromameter Minolta CR-400, refraktometer, dan rheometer
model CR-300 (ukuran diameter jarun 5mm).
Bahan yang dipergunakan adalah :
Bahan yang digunakan adalah apel malang (Rome Apple) dan daun lidah
buaya yang diperoleh dari pasar swalayan Giant jalan Yasmin Bogor dan
merupakan bahan yang food grade. Bahan-bahan kimia yang digunakan: asam
askorbat diperoleh dari toko kimia Setia Guna, akuades, asam metafosfat(HPO3),
larutan garan 50 mg Na, diklorofenol indofenol
Perlakuan percobaan.
Pembuatan larutan dari pelepah daun lidah buaya.
Lidah buaya yang digunakan adalah bahan food grade. Tahap awal dari
pembuatan larutan adalah pencucian daun. Pencucian pelepah daun menggunakan
air matang. Optimasi teknik pencucian dilakukan untuk menghilangkan lendir
berwarna kuning yang dapat menurunkan mutu larutan, seperti terjadinya
perubahan warna menjadi lebih kuning dan timbulnya bau tidak sedap. Alur
pembuatan larutan lidah buaya dapat dilihat pada Gambar 3. Konsentrasi larutan
lidah buaya yang digunakan yaitu 5% dan 10%. Penggunaan konsentrasi larutan
lidah buaya dibawah 5% akan mengakibatkan buah potong cepat mengalami

6
perubahan warna, tetapi jika digunakan konsentrasi 20% akan mengakibatkan rasa
buah potong menjadi pahit.
Daun lidah buaya

Sortasi dan pencucian

Pembilasan dengan aquades

Trimming dan Filleting

Pembilasan dengan air matang
dan aquades untuk menghilangkan
lender berwarna kuning

Penimbangan lidah buaya
sesuai konsentrasi yaitu 5% dan 10%

Penghalusan lidah buaya
dengan blender

Homogenkan larutan lidah
buaya dengan homoginezer

Larutan lidah buaya

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Larutan Lidah Buaya
Homoginezer seperti pada Gambar 4 digunakan supaya larutan lidah buaya
dapat tercampur sempurna, sehingga dihasilkan jenis larutan yang homogen.
Kehomogenen larutan sangatlah penting, karena berpengaruh dengan tingkat
konsentrasi yang dihasilkan.

7

Gambar 4. Homoginezer
Pembuatan larutan asam askorbat.
Asam askorbat yang digunakan dalam pembuatan larutan adalah asam
askorbat bubuk. Konsentrasi yang digunakan adalah 1% dan 3 proses pembutan
larutan dapat dilihat pada Gambar 5. Konsentrasi yang diinginkan dapat dibuat
dengan penimbangan asam askorbat bubuk, dan penambahan aquades sesuai
dengan konsentrasi.
Asam askorbat bubuk

Penambahan asam askorbat
bubuk dengan aquades sesuai
konsentrasi 1% dan 3%.

Larutan asam askorbat 1%
dan 3%

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Larutan Asam askorbat

Pemotongan buah apel
Apel yang digunakan dalam penelitian adalah apel malang(Rome Beauty)
berukuran sedang, dengan diameter rata-rata 22 cm. Sebelum pemotongan buah
Apel dicuci dengan air matang dan disimpan terlebih dahulu pada lemari dingin
50C supaya apel dipotong dalam keadaan yang optimum. Pemotongan apel
menggunakan pisau dan sarung tangan. Sarung tangan digunakan supaya
mengurangi mikroorganisme yang menempel pada apel potong. Simulasi
pemotongan dapat dilihat pada Gambar 6. Ukuran pemotongan dengan membagi
apel kedalam 8 bagian sama besar (bentuk mendekati elips dengan ukuran 7cm x
2.5cm x2cm).

8

Gambar 6. Simulasi pemotongan buah apel
Pengujian perubahan warna pada buah potong.
Percobaan ini bertujuan mengetahui daya tahan larutan selama penyimpanan
pada suhu 5°C dalam refrigerator. Terdapat 5 perlakuan dalam percobaan ini,
yaitu kontrol (P1), penambahan larutan asam askorbat 1% (P2), penambahan
larutan asam askorbat 3% (P3), penambahan larutan lidah buaya 5% (P4), dan
penambahan larutan lidah buaya 10% (P5). Pencelupan dilakukan dengan metode
pencelupan selama 2 menit. Proses penentuan waktu browning buah potong dapat
dilihat pada Gambar 7.
Gel lidah buaya
dan asam
askorbat bubuk

Apel malang

Pencucian

Metode pencelupan
selama 2 menit

Pemotongan dengan pisau
dan dibagi 8 potong

Buah potong
Penirisan
Penyimpanan buah
potong pada suhu
penyimpana 5°C

Pengamatan
secara periodik

Gambar 7. Proses Penentuan Umur Simpan Buah Potong
Parameter pengukuran.
Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap penelitian ini adalah :
- Kekerasan(firmness),
- Bobot,
- Perubahan warna,

9
- Kandungan vitamin C, dan
- Total padatanterlarut (TPT).
Analisis data.
Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan menggunakan timbangan digital.
Pengukuran dilakukan sebelum buah potong disimpan (bo) dan setiap kali akhir
pengamatan (bt) yaitu setiap hari. Selanjutnya susut bobot didapatkan dengan
membandingkan pengurangan bobot awal pengamatan dan dinyatakan dalam
persen. Rumus lengkap susut bobot adalah sebagai berikut :

Keterangan
bo = bobot awal pengamatan (g)
bt = bobot akhir pengamatan (g)
Kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum
penusuk rheometer. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan
rheometer model CR-300 yang diset dengan mode 20, beban maksimum 2 kg,
kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 30 mm.menit-1 dan
diameter jarum 5 mm. Pengujian dilakukan pada bagian tengah buah. Selama
pengujian buah dipegang dengan tangan agar buah tidak bergeser. Pengujian
kekerasan dilakukan setiap hari.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Besar total padatan terlarut pada buah potong dapat diketahui dengan
menggunakan refractrometer digital. Daging buah diambil sarinya (diperas
hingga sarinya keluar), lalu hasilnya diletakan pada prisma refractrometer. Total
padatan terlarut dalam sari daging buah potong yang diperas sebagian besar
tersusun atas gula. Besarnya nilai padatan dinyatakan dengan derajat gula skala
oBrix. Pengukuran TPT dilakukan setiap hari.
Uji Warna
Intensitas warna diukur dengan menggunakan Chromameter Minolta CR400 . Pada Chromameter Minolta CR-400 digunakan sistem L, a, dan b. Nilai L
menujukan nilai dari suatu kecerahan dari buah. Nilai –a menunjukkan warna
yang mendekati hijau, sedangkan nilai +a menunjukkan warna mendekati merah.
Nilai –b menunjukkan warna yang mendekati biru, sedangkan +b menunjukkan
warna mendekati kuning. Nilai a dan b, dapat dikonversikan menjadi warna
dengan menggunakan grafik seperti Gambar 8.
Selanjutnya nilai a yang diperoleh dari pengukuran Chromameter digunakan
untuk mengetahui Browning Index (BI). BI biasanya digunakan sebagai indikator
tingkat pencokelatan pada produkproduk mengandung gula. Semakin tinggi nilai
BI menunjukkan semakin tinggi intensitas warna cokelat pada produk.

10
Berdasarkan Zhang (2008), nilai BI diperoleh menggunakan rumus sebagai
berikut :

x adalah cromaticity coordinate(a) yang diperoleh dari pembacaan
Chromameter.

Gambar 8. Grafik warna L, a, b
Analisi vitamin C
Cara penetapan vitamin C yang paling baik adalah didasarkan atas reduksi
2.6-diklorofenol indofenol oleh asam askorbat dan didasarkan pada reaksi
dehidro-asam askorbat dengan 2.4 dinitrifenil hidrasin. Indofenol dapat disebut
dengan larutan dye yang berwarna biru didalam larutan basa. Titrasi perlahan
dengan larutan dye sampai mencapai titik akhir, yaitu merah jambu yang bertahan
15 detik. Titer yang didapatkan merupakan titer pendahuluan yang digunakan
untuk titer sebenarnya. Apabila sample yang diuji mengandung SO2, indofenol
yang terdapat dalam dye akan direduksi. (Apriyantono et al. 1989)
Perhitungan:

Rancangan Percobaan
Faktor perbandingan konsentrasi asam askorbat dan lidah buaya terdiri atas
lima taraf atau perlakuan, yakni P1 (kontrol), P2 (asam askorbat 1%), P3 (asam
askorbat 3%), P4(lidah buaya 5%), dan P5 (lidah buaya 10%). Suhu penyimpanan
yaitu dengan suhu 50C. Masing-masing faktor menggunakan rancangan acak
lengkap sebagai rancangan percobaannya. Model linier yang digunakan untuk
faktor perbandingan konsentrasi asam askorbat dan lidah buaya adalah sebagai
berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2002).
Yij = μ + τi + εij
I
: 1,2,3,4,5,6 dan j = 1,2
Yij
: Variabel penyimpanan akibat penyimpanan suhu ke-i dan ulangan
ke-j
μ
: Rataan umum

11
τi
εij

: Pengaruh perlakuan penyimpanan buah potong pada suhu 50 C
: Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Data dilakukan uji kenormalan, keaditifan, dan kehomogenan terlebih
dahulu. Data yang memenuhi asumsi diolah menggunakan uji parametrik analisis
keragaman (ANOVA). Uji lanjut yang dilakukan adalah uji duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Padatan Terlarut
Winarno dan Wirakartakusumah 1981 melaporkan dalam Hasanah (2009)
buah-buahan dan sayuran menyimpan karbohidrat untuk persediaan energi.
Persediaan ini digunakan untuk melaksanakan aktivitas sisa hidupnya, oleh karena
itu proses pematangan kandungan gula dan karbohidrat selalu berubah.
Pada perlakuan ini terdapat 5 perlakuan yaitu P1 (perlakuan pontrol tanpa
penambahan larutan), P2 (perlakuan penambahan larutan asam askorbat 1%), P3
(perlakuan penambahan larutan asam askorbat 3%), P4 (perlakuan penambahan
larutan lidah buaya 5%), P5 (perlakuan penambahan larutan lidah buaya 10%).
Hasil data yang diolah Lampiran 2 merupakan data yang seragam,
berdasarkan uji lanjut duncan menunjukkan bahwa perlakuan pencelupan apel
potong pada larutan berpengaruh nyata terhadap P1. Nilai rataan total padatan
terlarut pada P2 memiliki nilai lebih rendah jika dibandingkan dengan P1, tetapi
tidak berpengaruh nyata jika dibandingkan dengan P5 dan P3. P2 menjadi
berpengaruh nyata apabila dibandingkan dengan P4. Nilai rataan total padatan
terlarut pada P1 lebih tinggi dan berpengaruh nyata jika dibandingakan dengan
P2,P3,P4, dan P5.
Pada Gambar 9 dan Gambar 10 total padatan terlarut cenderung meningkat
dan setelah melewati titik puncak semakin menurun. Nilai total padatan terlarut
pada PI lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan penambahan asam
askorbat dan lidah buaya.
Total padatan terlarut secara umum akan meningkat seiring pertambahan
waktu penyimpanan, proses tersebut terjadi karena hidrolisis pati menjadi glukosa,
fruktosa dan sukrosa. Setelah mengalami peningkatan, total padatan terlarut akan
mengalami penurunan yang disebabkan karena sudah melewati tingkat
kematangan. Peningkatan TPT disebabkan oleh degradasi pati menjadi gula
sederhana. Menurut Wolfe dalam Hasanah (2009) penurunan ini disebabkan
karena gula yang terbentuk dari hasil perombakan pati akan digunakan sebagai
substrat respirasi untuk menghasilkan energi.

12

Total Padatan Terlarut (%Brix)

16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
0

1

2

3

4

5

6

Hari keP1

P2

P3

Gambar 9. Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut pada apel malang
potong dengan perlakuan kontrol dan penambahan asam askorbat
selama penyimpanan 6 hari di suhu 50C.

Total Padatan Terlarut (% Brix)

16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
0

1

2

3

4

5

6

Hari KeP1

P4

P5

Gambar 10. Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut pada apel malang
potong dengan perlakuan kontrol dan penambahan lidah buaya
selama penyimpanan 6 hari di suhu 50C.
Berdasarkan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa perlakuan pelapisan
dapat memperkecil nilai total padatan terlarut. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan pelapisan dapat menekan hidrolisis pati menjadi glukosa, fruktosa dan
sukrosa sehingga proses pematangan buah apel potong dapat ditekan.

13
Kekerasan
Nilai kekerasan buah akan semakin menurun seiring dengan proses
pematangan buah, sehingga dapat menurunkan kualitas buah potong.
2.5

Kekerasan (Kgf)

2
1.5
1
0.5
0
0

1

2

3

4

5

6

Hari keP1

P2

P3

Gambar 11. Grafik perbandingan rata-rata kekerasan pada apel malang potong
dengan perlakuan kontrol dan penambahan asam askorbat selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C
2.5

Kekerasan(Kgf)

2
1.5
1
0.5
0
0

1

2

3

4

5

6

Hari keP1

P4

P5

Gambar12. Grafik perbandingan rata-rata kekerasan pada apel malang potong
dengan perlakuan kontrol dan penambahan lidah buaya selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C

14
Berdasarkan Gambar 11 dan Gambar 12 nilai kekerasan buah apel potong
akan semakin menurun. Penurunan terjadi sekitar hari ke-1 setelah dilakukan
perlakuan. Menurut Winarno dalam Hasanah (2009) nilai kekerasan dapat
menurun dikarenakan protopektin berubah menjadi pektin yang larut dalam air,
sehingga mengakibatkan penurunan daya kohesi dinding sel yang mengikat
dinding sel yang lain.

Susut Bobot
Menurut Perera (2007) susut bobot terjadi karena penguapan air yang
terkandung didalan buah. Potongan yang terjadi pada buah mengakibatkan
jaringan dalam buah terluka dan terkena udara sehingga terjadi penguapan air.
Suhu internal buah yang tinggi menyebabkan selisih antara tekanan uap
lingkungan dan buah menjadi besar. Semakin besar selisih yang terjadi maka
kecepatan laju perpindahan uap air akan semakin tinggi. Sehingga berpengaruh
terhadap nilai susut bobot yang besar.
Pada Gambar 13 menunjukkan perubahan nilai susut bobot pada kontrol dan
penambahan asam askorbat tidak berbeda signifikan. Hal tersebut dapat terjadi
karena penyimpanan buah apel potong seragam pada suhu 50C. Penyimpanan
buah pada suhu rendah akan memperlambat perubahan susut bobot karena pada
suhu rendah kecepatan uap air berkurang.
1.20

susut bobot(%)

1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
0

1

2

3

4

5

6

Hari keP1

P2

P3

Gambar 13. Grafik perbandingan rata-rata susut bobot pada apel malang potong
dengan perlakuan kontrol dan penambahan asam askorbat selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C.

15
1.20

susut bobot(%)

1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
0

1

2

3

4

5

6

Hari keP1

P4

P5

Gambar 14. Grafik perbandingan rata-rata susut bobot pada apel malang potong
dengan perlakuan kontrol dan penambahan lidah buaya selama
penyimpanan 6 hari di suhu 50C.
Hasil data yang diolah Lampiran 6 terhadap data pada Gambar 14 dan 15
merupakan data yang seragam, sedangkan berdasarkan analisa sidik ragam yang
dilakukan pada P = 0.05 menunjukkan nilai P