Jadi sebetulnya sektor informal seperti PKL itu dibutuhkan oleh Bagaimana dengan formalitas yang terkait dengan birokrasi? Mengenai Jokowi, menurut bapak program Musyawarah

102 Jika Garuda itu isinya business class semua tanpa economy, akan bangkrut dia. Sebaliknya jika kita melayani economy class tanpa business bisa tetap untung, seperti Lion Air atau Air Asia. Disana adalah kesempatan kita untuk membantu middle class menjadi bermutu, kuat dan maju. Bukan hanya ngurusin desain bergaya aneh-aneh itu. Misalnya ada rumah yang seperti dari jaman kaisar Nero, untuk apa? Kenapa tidak baju dan kendaraannya sekalian? Seperti ada split personality, apakah arsitek mau menjadi seperti itu? Harusnya kan tidak.

Y: Kemudian untuk perencanaan partisipasi yang melibatkan

masyarakat, bagaimana dengan konteks Indonesia? Apakah kita sudah cukup melek untuk itu dan kalau dituruti apakah mereka cenderung meminta lebih? JS: Sebetulnya tidak juga. Misalnya di Nias mereka bisa mengikuti target kita dalam setahun anggaran, jadi harus selesai pembangunannya. Meski rumah adat yang besar itu tidak bisa 100 selesai, dan itu tugas mereka sendiri untuk menyelesaikan. Menurut saya yang penting kita percaya bahwa mereka bisa mendesain. Di Nias, bantuan kita hanya 65 juta meskipun saya tahu bahwa rumah itu akan memakan lebih dari 100 juta. Mereka sadar dan mereka juga menyiapkan rencana kerja. Akhirnya semua juga bisa selesai sesuai jadwal. Sama seperti Air Asia, jika tidak bawa bagasi kenapa bayar bagasi, jika tidak makan kenapa bayar, jadi jangan bayar yang aneh-aneh dan ekstra. Jika

Y: Jadi sebetulnya sektor informal seperti PKL itu dibutuhkan oleh

kota. Karena pembangunan kota sangatlah formal, dengan gencarnya perumahan swasta atau bangunan mixed use. Pemerintah seakan masih belum melihat pentingnya sektor ini. Bagaiman menurut bapak? JS: Sebenarnya jika ditinjau kembali, sektor-sektor itu tidak semuanya informal. Kampung itu tidak dibuat tanpa perencanaan, buktinya ada jalan dan sebagainya. Kampung itu juga tidak dibuat tanpa izin bangunan, meski hanya izin masyarakat. Jika bikin rumah, apa berani jika tidak selametan? Selametan itu kan meminta persetujuan tetangga. Jika mereka tidak setuju, mereka tidak datang, dan sebaliknya. Itu kan sama. Y: Bagaimana dengan formalitas yang terkait dengan birokrasi? JS: Yang harus dirubah ya birokrasinya, bukan orangnya. Seperti perumahan 80 dari rakyat yang tadi harus diwadahi pemerintah. Pada kenyataannya penambahan itu tidak ada, jadi kita anggap backlog. Angka yang dipakai media pun masih angka lama, yang masih tidak masuk akal. Misalnya hari ini backlog -nya 7 juta, seminggu kemudian 103 15 juta. Tetapi tidak ada yang melakukan cek dimana itu 7 atau 15 juta berasal. Kemudian arsitek itu juga harus berani blusukan. Anda tidak bisa jadi arsitek hanya tinggal di ruang kelas. Anda harus mengerti di mana dan apa yang diinginkan oleh masyarakat. Mereka yang tinggal di perkampungan itu jenius karena masih tetap bisa survive meski dalam tekanan atau ancaman. Jokowi juga sudah melakukan blusukan, dan makin serius seperti walikota Surabaya. Blusukan itu untuk silaturahmi. Dari tiap blusukan itu dia bisa tahu siapa rakyatnya.

Y: Mengenai Jokowi, menurut bapak program Musyawarah

Perencanaan Pembangunan MUSRENBANG[1] Solo Kota Kita itu apa sudah baik atau perlu diperbaiki ? JS: MUSRENBANG ini bagus, kita juga punya di Surabaya. Anda bisa hadir langsung atau melalui online. Jadi kota menyediakan anggaran yang bisa dikelola masyarakat melalui program ini. Surabaya sudah lama punya dan menganggarkan sekitar 750 juta per kelurahan. Program ini bagus, cuma di banyak tempat seakan hanya menjadi formalitas saja. Di sini musrenbang-nya sudah dikemas dan diawasi ketat pemerintah kota. Sehingga mereka juga menjadi pelancar kegiatan. Kemudian mengenai PKL tadi, mereka itu penting. Di Surabaya sudah ada sekitar 30 cluster PKL. Jika mereka PKL makanan maka diletakkan dekat keramaian, tetapi jika bukan PKL makanan ada di dekat tempat parkir. Jadi sebetulnya Surabaya sudah berbuat banyak, tetapi kita tidak gila publikasi.

Y: Sepertinya Surabaya juga memiliki potensi kampung yang