Analisa dengan pendekatan sistem

kemungkinan pemecahannya harus dimiliki setiap analis, karena masalah itu sendiri jarang muncul dan sudah terdefinisi, seperti pada gambar 5.2. dibawah. Untuk itu, pada sub pokok bahasan 5.3. akan dibahas lebih lanjut tentang hakikat permasalahan publik. Gambar 5.2. Analisis Kebijakan Yang Berorientasi Pada Masalah Dunn, 2000:112 Keterangan : 1. Masa Depan Kebijakan policy future adalah konsekuensi dari serangkaian tindakan untuk pencapaian nilai-nilai dan merupakan penyelesaian terhadap suatu masalah kebijakan. 2. Aksi Kebijakan policy action adalah suatu gerakan atau serangkaian gerakan yang dituntut oleh alternatif kebijakan yang dirancang untuk mencapai hasil dimasa depan yang bernilai. 3. Hasil Kebijakan policy outcome merupakan konsekuensi yang teramati dari aksi kegiatan. 4. Kinerja Kebijakan policy performent merupakan derajat di mana hasil kebijakan yang ada, memberi kontribusi terhadap pencapaian nilai-nilai.

5.2. Analisa dengan pendekatan sistem

Menurun Dunn 2000:109, sistem kebijakan policy system atau seluruh pola institusional di mana di dalamnya kebijakan dibuat, mencakup hubungan timbal balik diantara tiga unsur, yaitu: kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan, seperti yang ditampilkan pada gambar 5.3. dibawah ini Gambar 5.3. Tiga Elemen Sistem Kebijakan 43 Dunn, 2000:110 Dari gambar 5.3. dapat diartikan bahwa masalah kebijakan tergantung pada pelaku kebijakan policy stakeholder yang khusus dan terkait dengan masalah. Lingkungan kebijakan policy environment yaitu konteks khusus dimana kejadian- kejadian di sekeliling isu kebijakan terjadi, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Dengan gambaran ini, maka sistem kebijakan dapat dipahami sebagai produk manusia yang subjektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh pelaku kebijakan. Sistem kebijakan juga dapat diartikan sebagai sebagai realitas objektif yang dimanifestasikan ke dalam tindakan-tindakan yang teramati berikut konsekuensinya. Para pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan dan menghasilkan sistem kebijakan itu sendiri. Karenanya pada pokok bahasan I, sistem kebijakan yang seharusnya dikembangkan dan perlu dianalisis dalam konteks Indonesia adalah kebijakan publik yang partisipatif. Realitas objektifnya terlihat dari berbagai keputusan yang diambil dalam sistem politik seperti yang dimbarkan Wahab 2002:14 dan bandingkan gambar 1, halaman 7. Karenanya dalam analisis pendekatan sistem digunakan dimana di dalamnya terdapat lingkungan yang digunakan sebagai dasar untuk pengembilan keputusan kebijakan, sistem politik yang digunakan sebagai prosedur pengambilan keputusan dan kebijaksanaan negara yang merupakan produk kebijakan publik itu sendiri. Gambar 5.4. Kebijaksanaan negara dilihat sebagai variabel bebas dan variabel tergantung Wahab, 2002 : 14 44 PELAKU KEBIJAKAN LINGKUNGAN KEBIJAKAN KEBIJAKAN PUBLIK Kriminilitas Inflasi Pengangguran Diskriminasi Gelandangan Analisis Kebijakan Kelompok Warga Negara Serikat Pekerja Partai Instansi Penegakan hukum Ekonomi Kesejahteraan Personil Perkotaan Tugas kemudiaan untuk dijawab adalah kekuatan dan kondisi lingkungan seperti apakah yang kemudiaan menjadi perhatian lembaga politik, dan bagaimana proses dijalankan dan perilaku seperti apakah yang diharapkan kepada para politisi A dan seterusnya sampai F dan berikan contohnya. Namun dengan pendekatan sistem, rumusan masalah yang kemudiaan menjadi penentu seperti yang dipaparkan dibawah ini. 5.3. Hakikat Permasalahan Publik Dalam konteks permasalahan publik atau permasalahan sosial mulai diperdebatkan pada awal tahun 1970-an. Bidang ini sebelumnya didominasi oleh pendekatan-pendekatan yang memperlakukan permasalahan sosial sebagai aspek- aspek realitas yang obyektif dan dapat diamati. Karenanya permasalahan sosial didefinisikan sebagai kondisi yang tidak diinginkan, tidak adil, berbahaya, ofensif dan dalam pengertian tertentu mengancam kehidupan masyarakat. Perhatian utama kelompok yang memakai pendekatan realis dan obyektif adalah mengidentifikasi berbagai kondisi dan kekuatan dasar yang menjadi sebab dari permasalahan tersebut, seringkali dengan sebuah pandangan yang mengutamakan tindakan amelioratif 3 . Sejak tahun 1970-an, muncul sebuah perspektif alternatif, Konstruksionisme sosial. Pendekatan ini bermula dari premis bahwa apa yang dilihat sebagai permasalahan sosial adalah permasalahan definisi. Banyak dari kondisi dan perilaku yang saat ini dianggap sebagai permasalahan sosial tidak selalu bersifat problematis. Dahulu orang tua memiliki hak untuk mendisiplinkan anak-anaknya sesuai dengan pandangan mereka. Saat ini kita menganggap beberapa bentuk disiplin tersebut sebagai penganiayaan anak. Perkosaan saat kencan, krisis lingkungan, mengendarai mobil di saat mabuk, tuna wisma dan AIDS telah menjadi bagian yang integral dari kesadaran dan debat publik, meski beberapa waktu belakangan masih belum menjadi perhatian. Kondisi dan perilaku lain seperti homo- seksualitas serta seks pra-nikah atau di luar-nikah mungkin dianggap sebagai permasalahan sosial di masa lalu yang pada saat ini tidak dilihat dari kacamata seperti itu. Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa pengalaman dan interpretasi kita atas perubahan kondisi dan apa yang menjadi permasalahan sosial pada 3 Amelioratif atau ameliorasi adalah tindakan untuk meningkatkan nilai dari makna yang biasa atau buruk menjadi makna yang baik. 45 dasarnya merupakan penilaian subyektif. Jika memang demikian, bagaimana permasalahan sosial dapat dipelajari? Kelompok konstruksionis tidak memusatkan perhatian pada kondisi-kondisi obyektif, tapi mengarahkan perhatiannya pada proses sosial di mana kondisi tersebut muncul sebagai permasalahan. Dalam Constructing Social Problems, sebuah buku yang digambarkan sebagai pembatas watershed dalam perkembangan dari sosiologi kontemporer dari permasalahan sosial Miller dan Holstein 1989: 2, Spectordan Kitsuse 1977 mendorong para sosiolog untuk meninggalkan pemikiran permasalahan sosial sebagai sebuah kondisi dan menggantikannya dengan konsepsi permasalahan sosial sebagai sebuah tindakan. Mereka mendefinisikan permasalahan sosial sebagai tindakan kelompok yang mengekspresikan kedukaan dan menyatakan klaim tentang kondisi yang dihadapinya. Tugas para ahli sosiologi permasalahan sosial, kata mereka, bukan untuk mengevaluasi atau menilai klaim-klaim seperti itu tetapi mencari penjelasan kegiatan pembuatan klaim dan hasil-hasilnya. Bahkan, agar tidak jatuh kedalam analisis kondisi, Spector dan Kitsuse mendesak bahwa seluruh asumsi tentang kondisi-kondisi obyektif, termasuk asumsi tentang keberadaannya, ditunda. Sampai pada tingkat di mana para ahli sosiologi menghadirkan kondisi-kondisi itu sendiri, mereka menjadi partisipan dalam - bukannya para analis dari - proses-proses yang seharusnya mereka pelajari. Orientasi dari kajian permasalahan sosial ini dan terutama konsep pembuatan klaim telah menjadi inti dari pendekatan konstruksionis. Bertentangan dengan kaum obyektifis yang melihat pada kondisi- kondisi sosial, penyebab dan solusinya, kaum konstruksionis lebih tertarik pada pembuatan klaim tentang kondisi-kondisi, cara-cara di mana makna tentang kondisi-kondisi yang tidak diinginkan dihasilkan dan tanggapan-tanggapan yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan ini. Makna terobosan baru dalam kajian permasalahan sosial ini tidak hanya dalam hal memberikan para ahli sosiologi dan ilmuwan sosial lain cara untuk menghadapi sifat subyektif dari permasalahan sosial, tetapi juga dalam hal memunculkan pokok bahasan yang menonjol untuk bidang ini. Pendekatan obyektifis yang tradisional menghasilkan analisis kondisi-kondisi sosial yang memiliki kesamaan hanya berdasarkan penilaian-penilaian para analis tentang kondisi-kondisi ini sebagai sesuatu yang tidak dikehendaki. Kondisi-kondisi itu sendiri tidak memiliki persamaan apapun, sehingga pemahaman tentang sebuah kondisi tidak memberi sumbangan bagi pemahaman atas kondisi yang lain. Dalam mengkonseptualisasi bidang ini dalam pengertian tindakan penetapan-klaim, konstruksionisme mem- punyai fokus yang terpisah, seperangkat pertanyaan yang spesifik untuk menuntun riset, dan kerangka untuk membangun sebuah teori permasalahan sosial yang berbeda dari teori-teori tentang kondisi-kondisi yang tidak dikehendaki Best 1989: xvii; Schneider 1985: 210. Sejak kemunculannya, perspektif konstruksionis telah merevitalisasi kajian permasalahan sosial. Perspektif ini membangkitkan banyak karya empiris yang menyelidiki usaha-usaha pembuatan-klaim di seputar isu-isu prostitusi, anak hilang, rokok, kopi, pelecehan seksual, dan lingkungan kerja yang beracun sampai homo- seksualitas, AIDS, minum minuman keras di kalangan remaja, musik rock, pemasaran formula makanan bayi di dunia ketiga, serta anak-anak, pemanjaan dan penganiayaan. Literatur tidak hanya mencakup isu-isu kontemporer tetapi juga upaya-upaya historis seperti pembentukan margarin sebagai sebuah permasalahan sosial pada abad ke-19 dan eugenics campaigns awal terhadap kemelaratan perempuan. Perlahan-lahan muncul kajian yang melihat proses permasalahan sosial dalam konteks silang-budaya. Sebuah tema yang berpengaruh sejak awal tahun 46 1980-an adalah medikalisasi yang makin meningkat dari permasalahan sosial. Medikalisasi merujuk pada tendensi untuk melihat kondisi dan perilaku yang tidak dikehendaki sebagai permasalahan medis danatau berusaha mendapatkan solusi atau kontrol medis. Kaum konstruksionis telah meneliti medikalisasi dari kondisi- kondisi seperti alkoholisme, kecanduan obat, keanggotaan sebuah sekte, prestasi pendidikan yang rendah, pengendalian kejahatan, perjudian, kematian bayi mendadak, transeksualisme serta ketidak-cakapan dokter physician impairment. Berkembangnya sejumlah studi kasus telah menciptakan landasan yang kuat bagi bidang ini untuk mendukung pembuatan teori tentang peran unik lembaga-lembaga publik, pemerintahan, gerakan sosial, media masa, para ahli termasuk ilmuwan sosial, serta berbagai peserta lain dalam proses permasalahan sosial, strategi-strategi retoris serta vernacular resources Ibarra dan Kitsuse 1993 yang dipergunakan oleh para pembuat klaim, dan konsekuensi dari pembuatan klaim dalam pengertian siapa yang berhak memiliki permasalahan sosial serta kebijaksanaan dan prosedur kelembagaan seperti apa yang mereka terapkan dalam menghadapinya. Pendekatan konstruksionis terhadap permasalahan sosial juga telah membangkitkan perdebatan teoretis tentang asumsi-asumsi yang dibuat pendekatan tersebut, bagaimana asumsi tersebut diterapkan, serta arahan masa depan apa yang mungkin ditempuh. Sebagian besar dari debat tersebut berpusat pada sejauh mana para sosiolog bisa tetap setia dengan formulasi asli pendekatan tersebut yang mensyaratkan bahwa acuan apapun terhadap kondisi-kondisi obyektif harus dihindari. Beberapa sosiolog telah berusaha mempertahankan netralitas yang seutuhnya complete impartiality dalam hal validitas klaim-klaim yang dibuat dan karakteristik kondisi yang mendasari pembuatan klaim tersebut, membatasi analisisnya pada kegiatan definisional dan interpretasi dari pembuat klaim. Sebagian sosiologi lainnya tidak melihat adanya kebutuhan akan interpretasi yang tegas, dan juga tidak melihat melihat kebutuhan mengizinkan diri untuk menentang nilai kebenaran dari klaim yang mereka ketahui salah. Terdapat ketidak-sepakatan tentang apakah posisi subyektivis radikal seperti yang diserukan Spector dan Kitsuse 1977 itu diinginkan, atau - bahkan - apakah mungkin Best 1989; Troyer 1992; Woolgar dan Pawluch 1985. Dari sudut pandang mereka yang berada diluar perspektif konstruksionis tetap terdapat pertanyaan tentang permasalahan sosial riil yang memiliki suatu kemandirian terhadap bagaimana ia seharusnya dilihat dan kewajiban moral yang diemban oleh ilmuwan sosial untuk menyerukan dan bahkan bertindak terhadap kondisi-kondisi yang mereka anggap tidak benar unjust Eitzen 1984. Meski terdapat perdebatan ini, yang tetap jelas adalah bahwa pendekatan konstruksionis telah dan barangkali akan tetap menjadi sumber yang produktif bagi teori dan riset permasalahan sosial. Pertanyaannya adalah bagaimanakah harus memulai memahami permasalahan sosial atau permasalahan publik? Jones 1994:70, menyatakan inti dasar munculnya permasalahan publik dapat digali dari berbagai jenis peristiwa dan isu penting dalam rangka mendudukkan konteks politik lokal, dengan mengacu pada : 1. Peristiwa-peristiwa events: tindakan yang bersifat alami dan manusiawi yang dirasa memiliki konsekuensi-konsekuensi sosial; 2. Permasalahan problems: kebutuhan manusia, entah bagaimana cara mengenalnya, yang tetap ada jalan keluarnya; 3. Permasalahan Publik publik problems: kebutuhan manusia, entah bagaimana cara mengenalnya, yang tak dapat ditangani secara perseorangan; 47 4. Isu-isu issues: permasalahan umum yang bersifat kontroversial; 5. Bidang-bidang isu issues area: kumpulan permasalahan umum yang bersifat kontroversial. Untuk memberikan contoh agar dapat memahami bagaimana kelima hal di atas digunakan, ditampilkan pada gambar 5.5. dibawah ini. 48 Masalah : situasikondisi yang menghasilkan kebutuhanketidak puasan rakyat banyak yang tidak dapat di atasi secara individual dapat membangkitkan banyak orang untuk bertindak adalah : 1 Situasi, 2 KebutuhanKetidak puasan, 3 Menyangkut orang banyak, 4 Dirasakan secara bersama bukan individual, dan 5 Membangkitkan banyak orang untuk bertindak  Masalah diiidentifikasi mana yang benar dan masalah yang bukan akibat.  Masalah diidentifikasi apa masyarakat sadar.  Masalah diidentifikasi apa oleh pembuat keputusan  Masalah diidentifikasi baru dirumuskan masalahnnya PENYUSUNAN AGENDA PEMERINTAH AGENDA : menggambarkan problem-problem atau isu-isu dimana pembuat keputusan merasa harus memberikan perhatian yang aktif dan serius Agenda Sistematik : agenda yang sistematik kumpulan berurutan : a. Isu memperoleh perhatian yang luas b. Publik merasa perlu diambil tindakan c. Publik merasa isu menjadi tanggungjawab pemerintah d. Diperlukan media untuk penyampaian isu tersebut. 2.2. Agenda InstitusionalGovermental Agenda : agenda yang lebih kongkrit dan jelas pemecahannya. KAPAN ISU DAPAT MENJADI AGENDA PEMERINTAH?  Bila ada ancaman keseimbangan antar kelompok dalam masyarakat.  Bila Kepemimpinan Politik menentukan sebagai agenda.  Bila timbul krisis yang besar.  Bila timbul gerakan protes dan cenderung menjerus kekerasan.  Bila media memberi perhatian penuh.  Hasilnya adalah tawar menawar dengan pembuat keputusan ISU DAPAT DILIHAT DARI :  RUANG LINGKUPNYA  ORGANISASI KELOMPOK  CARA PENCAPAIAN KEKUASAAN  PROSES KEBIJAKAN URUTAN PENENTUAN AGENDA  Problem Definisi  Proposal Agenda  Bagaimana Agenda  Kesinambungan Agenda

5.4. Memformulasi Usulan Kebijakan Publik