TINJAUAN PUSTAKA Fullpaper PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA RANTAI PASOK HIJAU PADA PROYEK INFRASTRUKTUR JALAN

menghemat energi dan mencegah pembuangan bahan berbahaya ke lingkungan. Melalui tahapan-tahapan dalam manajemen rantai pasok hijau yang mencakup green purchasing, green manufacturing, green distribution, dan reverse logistics maka risiko dan dampak lingkungan dapat menurun, dan efisiensi ekologi dan daya saing pasar dapat ditingkatkan. Pada praktik rantai pasok hijau diperlukan instrumen penilaian kinerja yaitu sebuah alat untuk mengukur, mengevaluasi, dan memperbaiki kinerja rantai pasok hijau. Indikator-indikator penilaian kinerja pada penelitian ini merujuk pada literatur terdahulu baik dalam bidang konstruksi maupun bidang manufaktur yang telah disesuaikan dalam konteks konstruksi. Setelah menyusun indikator-indikator penilaian kinerja, peneliti dapat merumuskan formulasi pengukuran kinerja, dan mengklasifikasikan kinerja. Pengklasifikasian kinerja dalam penelitian ini menggunakan alat evaluasi yang dikembangkan peneliti yaitu Greschev Tool Green Supply Chain Evaluation Tool dengan pengelompokan tidak memenuhi spesifikasi, perunggu, perak, emas, dan platinum. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen penilaian kinerja rantai pasok hijau pada proyek infrastruktur jalan. Penyusunan seperangkat instrumen penilaian kinerja rantai pasok hijau diharapkan dapat memudahkan stakeholder dalam memonitoring kinerja praktik rantai pasok hijau proyek infrastruktur jalan yang sedang ditangani dan menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan daya saing.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Rantai Pasok Rantai pasok didefinisikan sebagai seperangkat sistem jaringan yang terkelompok dalam beberapa tiers dan terlibat melalui hubungan hulu dan hilir yang melakukan fungsi pengembangan dan pengelolaan arus material, peralatan, produk, jasa, informasi, dan keuangan di mana bagian-bagian penyusunnya mencakup suplai material, fasilitas produksi, pelayanan distribusi kepada pelanggan yang bertujuan mempertahankan operasi bisnis yang menguntungkan diantaranya memperoleh biaya terendah, waktu tercepat, dan peningkatan produktivitas penyelenggaraan konstruksi. Pelaksanaan proses produksi, dan penggunaan biaya produksi yang seefisien mungkin menjadi pendorong pengembangan model rantai pasok dalam sektor konstruksi dengan mengadopsi konsep rantai pasok manufaktur. Vrijhoef 2011 mengatakan bahwa mengadopsi konsep rantai pasok berpeluang meningkatkan kinerja pelaksanaan proyek konstruksi yang semakin terfragmentasi. Rantai pasok dapat menjadi solusi untuk mengintegrasikan organisasi yang terlibat dalam proyek dan dalam proses manajemennya sehingga menghasilkan produk konstruksi yang efisien dan efektif dalam waktu yang terbatas. Secara umum organisasi yang terlibat dalam rantai pasok konstruksi mencakup klien, kontraktor utama, suplier, subkontraktor, dan tim desain. Organisasi yang terlibat secara bersama-sama mengalirkan material, peralatan, dan informasi ke lokasi proyek sesuai jumlah dan waktu yang tepat. Material dan peralatan dialirkan pada satu arah sedangkan informasi diarahkan pada dua arah atau bolak-balik. Manajemen Rantai Pasok Pertama kali penerapan manajemen rantai pasok hijau terlihat pada sistem pengiriman JIT Just in Time bagian dari Toyota Production System Shingo, 1988. Sistem ini bertujuan untuk mengatur pasokan ke pabrik Toyota Motor hanya dalam jumlah kecil yang tepat, pada waktu yang tepat. Manajemen rantai pasok dapat didefinisikan sebagai jaringan untuk merencanakan dan mengelola hubungan antara para stakeholder hingga pengguna akhir sebagai hubungan dari hulu dan hilir dalam proses pengambilan keputusan dan membantu menginformasikan formasi strategi semua aktivitas yang meliputi pengiriman produk dari material baku sampai ke pelanggan termasuk didalamnya sumber material baku, manufaktur dan perakitan, pergudangan, penerimaan order, distribusi di seluruh saluran, pengiriman ke pelanggan sehingga dapat menghasilkan nilai tambah bagi pelanggan dan stakeholder lainnya, meningkatkan kinerja jangka panjang dari masing-masing perusahaan dan rantai pasok secara keseluruhan. Batasan manajemen rantai pasok sesuai konteks industri konstruksi dapat didefinisikan sebagai praktik pengelolaan strategis dari suplier, kontraktor, dan arsitek yang bekerja bersama-sama dalam jaringan organisasi hulu dan hilir untuk memproduksi, mengirim, menginstal, dan memanfaatkan informasi, material, alat berat, tenaga kerja, dan sumber daya lain untuk proyek konstruksi sehingga value dapat tersampaikan dengan baik dalam bentuk penyelesaian proyek. Manfaat manajemen rantai pasok konstruksi yaitu menyatukan kemudian mengelola rantai pasok elemen hulu dan hilir, dan mengembangkan struktur yang memungkinkan sistem komunikasi yang efisien untuk hubungan yang efektif, serta secara sistematis dapat mengurangi ketidakpastian melalui kerja sama aktif dari semua badan dalam rantai pasok. Sedangkan tantangan dalam penerapan manajemen rantai pasok konstruksi mencakup permintaan rendah dan terputus-putus disebabkan oleh situasi keuangan, perubahan yang sering dalam spesifikasi dengan klien, kriteria seleksi masih mengacu pada kontraktor dengan harga termurah bukan nilai terbaik, budaya persaingan antar organisasi rantai pasok yang mencegah adopsi terbaik dalam proses pengadaan, dan struktur industri terfragmentasi. Pembangunan Jalan Berkelanjutan Kegiatan dalam konstruksi infrastruktur jalan tidak lepas dari keterlibatan praktik rantai pasok material, dan alat berat. Kegiatan rantai pasok material, dan alat berat akan selalu menghasilkan dampak terhadap lingkungan dimulai dari tahap penyediaan bahan baku hingga distribusinya kepada pelanggan. Dampak lingkungan akibat pelaksanaan konstruksi dapat dikendalikan melalui praktik pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu upaya sadar yang terencana yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi saat ini dan generasi di masa mendatang. Manajemen Rantai Pasok Hijau Dampak lingkungan dari praktik rantai pasok mulai dari manufaktur, penyimpanan inventori, transportasi, dan penggunaan produk, serta pembuangan limbah produk harus diperhatikan Messelbeck dan Whaley, 1999 karena ketika industri memutuskan untuk membeli barang atau produk dari suplier tertentu pada dasarnya ia menerima aliran limbah yang dihasilkan dari keputusannya. Oleh karena itu, keterlibatan nilai-nilai hijau harus dipertimbangkan sebagai proses yang mengintegrasikan nilai lingkungan ke dalam rantai pasok. Praktik manajemen rantai pasok hijau didefinisikan sebagai praktik peningkatan kinerja ekonomi dan lingkungan dalam manajemen rantai pasok mencakup green purchasing + green manufacturing + green distribution + reverse logistics yang bertujuan untuk menurunkan risiko dan dampak lingkungan serta meningkatkan efisiensi ekologi, dan meningkatkan daya saing di pasar. Green purchasing adalah bagian awal dari praktik rantai pasok yang melibatkan 3R-Reduction, Reuse, Recycle dalam fungsi pengadaan melalui rantai pasok sebagai bagian dari proses desain dan produksi. Green manufacturing adalah bagian tengah dari praktik rantai pasok yang lebih memerhatikan kinerja operasional produksi yang lebih ramah lingkungan. Green distribution adalah bagian akhir praktik rantai pasok yang melibatkan manajemen inventori, manajemen pengepakan, dan manajemen transportasi yang ramah lingkungan. Reverse logistics bertujuan untuk menjamin material dan produk dapat kembali dari pengguna ke produsen melalui reuse, recycle, dan recondition. Tahapan praktik manajemen rantai pasok hijau tidak pernah berakhir karena terus menerus digunakan sebagai input produk baru sehingga menciptakan praktik rantai pasok berkelanjutan. Kinerja Rantai Pasok Hijau Untuk dapat mengevaluasi praktik rantai pasok apakah berjalan efektif dan efisien diperlukan pengukuran kinerja rantai pasok. Melalui pengukuran kinerja diharapkan pelaku rantai pasok memahami tingkat produktivitas dan melakukan upaya perbaikan kinerja agar lebih baik. Strukturisasi Key Performance Indicators KPI untuk mengukur kinerja rantai pasok diidentifikasi sesuai aspek hijau yang telah ditetapkan. Strukturisasi KPI pada penelitian ini berdasarkan tinjauan literatur dari Ofori 2000, GreenSCOR LMI 2003, Trigos 2007, SCOR Versi 10.0 2010, Rahmayanti Putri 2011, Ahmed 2012, Al- Aomar Weriakat 2012, Saputra Fithri 2012, Jasmine 2013, Badan Pembinaan Konstruksi Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi 2013, Peraturan Menteri PUPERA No.2PRTM2015 tentang Bangunan Gedung Hijau, Natalia Astuario 2015. Tabel 1 menyajikan tinjauan literatur KPI Rantai Pasok Hijau Konstruksi. Berdasarkan beberapa literatur yang ditinjau dihasilkan 15 KPI untuk rantai pasok hijau material dan 9 KPI untuk rantai pasok hijau alat berat. Konferensi Nasional Teknik Sipil 10 Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 26-27 Oktober 2016 4 Tabel 1. Tinjauan Literatur Key Performance Indicators Rantai Pasok Hijau Konstruksi KPI SCOR V10.0 2010 Trigos 2007 Saputra dan Fithri 2012 PerMen PUPERA No 02PRT M 2015 2015 Jasmine 2013 Rahmayanti dan Putri 2011 Green SCOR LMI 2003 Al- Aomar dan Weriakat 2012 Ofori 2000 PusBin Sumber Daya Investasi 2013 Ahmed 2012 Natalia dan Astuario 2015 Material Pelatihan karyawan terkait konstruksi hijau Kepuasan owner terhadap mutu produk material Penggunaan material lokal Suplier memiliki sertifikat SML ISO 14000 ISO 14001 Pengiriman material tepat waktu Pemenuhan kebutuhan material Material diterima tepat mutu Pengiriman material dengan transportasi dengan bahan bakar ramah lingkungan Pengiriman material dicover dengan terpal Material tersimpan dengan baik di gudang Material memiliki sertifikat ekolabel Material mengandung bahan daur ulang atau merupakan produk sampingan Material bebas kandungan KPI SCOR V10.0 2010 Trigos 2007 Saputra dan Fithri 2012 PerMen PUPERA No 02PRT M 2015 2015 Jasmine 2013 Rahmayanti dan Putri 2011 Green SCOR LMI 2003 Al- Aomar dan Weriakat 2012 Ofori 2000 PusBin Sumber Daya Investasi 2013 Ahmed 2012 Natalia dan Astuario 2015 B3 Kontraktor memiliki Material Safety Data Sheet Pengembangan peneliti Pemisahan limbah material yang dapat di reuse, recycle, dan yang tidak Alat Berat Suplier alat berat memiliki ISO 9001: 2008 Penggunaan suplier alat berat lokal Alat berat melakukan uji emisi berkala Alat berat memiliki rekam jejak perawatan yang baik Pengembangan peneliti Pengiriman alat berat menggunakan transportasi dengan bahan bakar ramah lingkungan Alat berat menggunakan bahan bakar ramah lingkungan selama operasional Batching Plant AMP menggunakan bahan bakar ramah lingkungan selama operasional Alat berat memiliki GPS Tracking System Pengelolaan limbah oli alat berat Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 26-27 Oktober 2016

3. METODE PENELITIAN