KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT UNTUK MEMPERTAHANKAN EMBARGO EKONOMI TERHADAP KUBA PASCA NORMALISASI HUBUNGAN KEDUA NEGARA

(1)

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT

UNTUK MEMPERTAHANKAN EMBARGO EKONOMI

TERHADAP KUBA PASCA NORMALISASI

HUBUNGAN KEDUA NEGARA

“United State’s Policy on Maintaining Economic Embargo on Cuba after Normalization of Relationship Between the Two Countries”

SKRIPSI

(Dikumpulkan Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

Disusun oleh : NIKEN LARASATI

20130510080

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT

UNTUK MEMPERTAHANKAN EMBARGO EKONOMI

TERHADAP KUBA PASCA NORMALISASI

HUBUNGAN KEDUA NEGARA

“United State’s Policy on Maintaining Economic Embargo on Cuba after

Normalization of Relationship Between the Two Countries”

SKRIPSI

(Dikumpulkan Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

Disusun oleh : NIKEN LARASATI

20130510080

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Niken Larasati

NIM : 20130510080

Judul Skripsi : Kebijakan Amerika Serikat untuk Mempertahankan Embargo Ekonomi Terhadap Kuba Pasca Normalisasi Hubungan Kedua Negara

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun di perguruan tinggi lainnya.

Dalam skripsi saya ini, tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh dan apabila di kemudian hari terdapat ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 7 April 2017


(4)

Sebagai balasan untuk cinta dari Mama dan Bapak...


(5)

Tidak ada hasil yang mengkhianati usaha.

“Hukum Newton III : ‘aksi = reaksi’. Jumlah usaha dan kerja keras yang engkau berikan akan berbanding lurus dengan hasil yang akan engkau terima.”


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Tuhan Semesta Alam, Allah SWT yang telah melimpahkankan rahmat serta karunia-Nya sehingga saya akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “Kebijakan Amerika Serikat untuk Mempertahankan Embargo Ekonomi terhadap Kuba Pasca Normalisasi Hubungan Kedua Negara” ini dengan lancar. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju masa pencerahan.

Skripsi ini merupakan sebuah bentuk tanggung jawab yang saya ajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dari Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Selain itu, penulisan skripsi ini juga menjadi sebuah upaya bagi diri saya pribadi untuk dapat ikut aktif berkontribusi dalam perkembangan analisa ilmu hubungan internasional, utamanya di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Proses penulisan skripsi ini, tentu tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, maupun dukungan yang berasal dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan ketulusan hati saya hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Sumber utama kekuatan saya sampai kapan pun, Mama dan Bapak, yang telah mencurahkan seluruh cinta, kasih sayang, dan doa tulus yang tak pernah terbatas, hingga akhirnya saya bisa sampai di titik ini.


(7)

2. Kedua saudara perempuan yang tidak pernah bisa terganti, Mbak Indri dan Dek Esti, yang selalu ada untuk saya dalam keadaan suka maupun duka.

3. Ibu Ratih Herningtyas, S.IP, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sangat sabar memberikan bimbingan dan motivasi selama proses penulisan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ilmu yang tidak ternilai harganya selama saya menempuh pendidikan di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Sahabat-sahabat tercinta sumber kebahagiaan yang telah menjadi pendamping dalam perjalanan yang panjang ini : Anang Wahid Efendi, Irma Joanita, Siti Widyastuti Noor, Galuh Octania, Hikmawan Firdaus, Uul Amalia, serta sahabat-sahabat lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

6. Keluarga besar KOMAHI UMY, terutama rekan-rekan X-CABENET KHIDMAT, POWER of KOMAHI, dan keluarga Divisi Pengembangan Wacana.

7. Nauval Andi Hakim, Elitasari Apriani, serta keluarga besar Debaters UMY yang telah menjadi sahabat di medan juang serta telah mengajarkan saya untuk berpikir dengan cara yang kritis, mendetail, dan


(8)

out of the box but still feed the logical hunger” yang pada akhirnya sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

8. Keluarga 018 yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan motivasi meskipun harus terpisahkan oleh jarak.

9. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-per-satu yang tentunya turut memberikan kontribusi dukungan dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

Sebagai seorang manusia biasa, tentunya saya selaku penulis tidak bisa menampik bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu dengan sangat terbuka, saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Pada akhirnya, dengan diselesaikannya penulisan skripsi ini, saya berharap bahwa apa yang menjadi pembahasan dalam skripsi “Kebijakan Amerika Serikat untuk Mempertahankan Embargo Ekonomi terhadap Kuba Pasca Normalisasi Hubungan Kedua Negara” dapat bermanfaat dan menjadi kontribusi dalam pengembangan ilmu hubungan internasional.

Yogyakarta, 7 April 2017 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Surat Pernyataan Keaslian Skripsi... Halaman Persembahan... Motto... Kata Pengantar... Abstrak... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Bagan... Bab I Pendahuluan...

A. Latar Belakang Masalah... B. Tujuan Penulisan... C. Rumusan Masalah... D. Kerangka Pemikiran... 1. Konsep Politik Luar Negeri... 2. Konsep Kepentingan Nasional... 3. Model Politik Birokratik... E. Hipotesa... F. Metode Penulisan...

i ii iii iv v vi ix x xiv xv xvi 1 1 6 6 6 6 9 12 18 18


(10)

G. Batasan Masalah... H. Sistematika Penulisan... Bab II Dinamika Hubungan Bilateral Amerika Serikat dengan

Kuba sebelum Terjadinya Upaya Normalisasi... A. Sejarah Hubungan Amerika Serikat dengan Kuba... 1. Perang Spanyol – Amerika Serikat... 2. Platt Amendment : Momentum Penarikan Pasukan Amerika Serikat dari Kuba... 3. Kedekatan Hubungan Amerika Serikat dengan Kuba.. B. Konfrontasi dalam Hubungan Bilateral Amerika Serikat dengan Kuba... 1. Kedekatan Kuba dengan Uni Soviet... 2. Nasionalisasi Aset Amerika Serikat di Kuba... a. Embargo Ekonomi Amerika Serikat... b. Pelarangan Lalu Lintas Perjalanan dan Remitansi 3. Invasi Teluk Babi... 4. Krisis Misil Kuba... Bab III Normalisasi Hubungan Bilateral Amerika Serikat dengan Kuba... A. Upaya Normalisasi Hubungan Bilateral Amerika Serikat

dengan Kuba... 1. Inisiasi Upaya Normalisasi... a. Era Presiden Jimmy Carter...

19 19 21 21 22 24 28 31 31 34 35 39 43 49 54 54 55 56


(11)

b. Era Presiden Barack Obama... 2. Proses Normalisasi... a. Pertukaran Tawanan Amerika Serikat dengan Kuba... b. Penghapusan Kuba dari Daftar Negara Sponsor

Terorisme Internasional... c. Pembukaan Kedutaan Besar... B. Dinamika Hubungan Bilateral Amerika Serikat dengan Kuba Pasca Upaya Normalisasi... 1. Pemberlakuan Kebijakan Lalu Lintas Perjalanan dan Finansial... 2. Kerjasama Bilateral antara Amerika Serikat dengan

Kuba... C. Status Embargo Ekonomi Pasca Upaya Normalisasi... Bab IV Alasan yang Melatarbelakangi Keputusan Amerika Serikat Mempertahankan Embargo Ekonomi terhadap Kuba Pasca Upaya Normalisasi... A. Status Embargo Ekonomi Pasca Upaya Normalisasi : Dua Perspektif Berbeda... 1. Perspektif Presiden Barack Obama... a. Embargo Ekonomi Menjadi Barier Normalisasi Hubungan Bilateral Secara Total...

58 62 63 69 75 76 77 83 93 99 100 101 102


(12)

b. Ketifakefektifan Fungsi Embargo Ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba... 2. Perspektif Kongres Amerika Serikat... a. Kuba Belum Memenuhi Syarat Pencabutan Embargo... 1. Adanya Perlindungan Hak Asasi Manusia dan

Pengimplementasian Demokrasi... 2. Memenuhi Klaim Aset Amerika Serikat... b. Mencabut Embargo Dapat Membahayakan Posisi Politik Amerika Serikat terhadap Kuba... B. Posisi Kekuatan Komisi Hubungan Internasional Kongres Amerika Serikat dalam Mempertahankan Embargo Ekonomi... 1. Helms – Burton Act 1996 : Kekuatan Absolut Kongres atas Ketetapan Embargo Ekonomi... 2. Pertimbangan Kuat Politisi Terhormat Komisi Hubungan Internasional Kongres Amerika Serikat... a. Senator Robert Menendez... b. Senator Marco Rubio... Bab V Kesimpulan... Daftar Pustaka... 103 105 106 107 109 110 111 115 121 121 131 141 144


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar 20 Korporasi Amerika Serikat yang Menjadi Target Normalisasi Kuba Normalisasi Hubungan Bilateral Amerika Serikat dengan Kuba... Tabel 2.2 Daftar Pelaksanaan Serangan Bom oleh Amerika Serikat di Kuba...

34


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kenampakan Foto Situs Misil Uni Soviet di Kuba yang Diambil oleh Pesawat U-2 Spy... Gambar 3.1 Prosentase Dukungan Kongres terhadap Inisiasi Upaya Normalisasi dengan Kuba... Gambar 3.2 Prosentase Respon Masyarakat Amerika Serikat terhadap Upaya Normalisasi... Gambar 3.3 Prosentase Respon Masyarakat Amerika Serikat Terhadap Proposal Pencabutan Embargo...

50

60

61


(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 4.1 Proses Legislasi dalam Senat Amerika Serikat... Bagan 4.2 Komponen Pemerintahan Amerika Serikat yang Terlibat dalam Penentuan Kebijakan Embargo Pasca Normalisasi...

112


(16)

(17)

ABSTRAK

Keberadaan embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba yang masih bertahan pasca suksesnya upaya normalisasi hubungan bilateral kedua negara telah menjadi sebuah fenomena anomali yang turut mewarnai dinamika hubungan di antara Amerika Serikat dengan Kuba. Skripsi ini akan membahas tentang mengapa Amerika Serikat memutuskan untuk tetap mempertahankan embargo ekonominya meskipun upaya normalisasi hubungan bilateral kedua negara sukses berjalan dengan signifikan. Penentuan kebijakan dipertahankannya embargo ekonomi pasca normalisasi ini melibatkan adanya proses politik birokratik di antara Presiden Barack Obama dan Komisi Hubungan Internasional Senat Amerika Serikat, di mana hanya ada satu pihak yang pada akhirnya unggul dalam proses politik birokratik tersebut dan dapat memproyeksikan pandangannya sebagai kebijakan status embargo ekonomi pasca normalisasi.

Keyword : Kebijakan Politik Luar Negeri; Amerika Serikat; Kuba; Embargo Ekonomi; Normalisasi Hubungan Bilateral.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai dua negara yang secara geografis saling berdekatan, Amerika Serikat dan Kuba tentu telah sedikit banyak menjalani dinamika hubungan bilateral. Tercatat dalam sejarah bahwa Amerika Serikat adalah pihak yang mengambil alih Kuba dari penjajahan Spanyol melalui Treaty of Parispada bulan Desember 1898. Pada tanggal 20 Mei 1902, Amerika Serikat memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Kuba dengan menarik pasukan militernya dari wilayah Kuba (Central Intelligence Agency, 2016). Pemberian kemerdekaan kepada Kuba tersebut dilakukan dengan syarat Kuba bersedia memberikan hak intervensi kepada Amerika Serikat untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri Kuba, sebagaimana yang tercantum dalam the Platt Amendment poin III dan poin VII :

“III. That the government of Cuba consents that the United States may exercise the right to intervene for the preservation of Cuban independence, the maintenance of a government adequate for the protection of life, property, and individual liberty, and for discharging the obligations with the respect to Cuba imposed by the treaty of Paris on the United States, now to be assumed and undertaken by the government of Cuba.” (Ourdocument.gov, t.thn.)

“VII. That to enable the United States to maintain the independence of Cuba, and to protect the people thereof, as well as for its own defense, the government of Cuba will sell or lease to the United States lands necessary for coaling or naval stations at certain specified points to be agreed upon with the President of the United States.” (Ourdocument.gov, t.thn.)

Sejak disepakatinya perjanjian tersebut, Amerika Serikat dan Kuba menjadi sahabat dekat di mana Amerika Serikat kerap memberikan bantuan-bantuan kepada


(19)

negara yang baru merdeka dari penjajahan Spanyol tersebut. Amerika Serikat sering kali membantu Kuba untuk menghambat pergerakan pemberontakan di Kuba. Amerika Serikat juga banyak menanamkan investasi-investasi dalam jumlah besar untuk membantu perkembangan perekonomian Kuba (Suddath, 2009). Kedekatan ini terjalin selama 57 tahun hingga pada periode kedua dari Fulgencio Batista. Akan tetapi pasca meletusnya Revolusi Kuba dan naiknya Fidel Castro menjadi presiden Kuba pada tahun 1959, Kuba justru menjadi lebih mendekatkan diri kepada Uni Soviet yang dianggapnya sebagai saudara sesama komunis, baik di bidang politik, sosial, maupun ekonomi. Kuba pun secara ekstrem melakukan nasionalisasi terhadap korporasi Amerika Serikat di Kuba dan menaikkan pajak barang import bagi Amerika Serikat (Council of Foreign Relations, t.thn.). Dengan beralihnya keberpihakan Kuba ini, Amerika Serikat merasa adanya pengkhianatan atas jasa-jasa yang telah diberikan Amerika Serikat untuk Kuba selama 57 tahun, terlebih lagi ketika Amerika Serikat sudah menganggap Uni Soviet sebagai ancaman bagi negaranya sejak lama. Tentu hal-hal tersebut menjadi pemicu bagi Amerika Serikat untuk segera mengambil tindakan. Pada tahun 1960, Amerika Serikat mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Kuba sebagai respon dari beralihnya keberpihakan Kuba yang lebih condong ke Uni Soviet (BBC News, 2012). Selain pemutusan hubungan bilateral tersebut, Amerika Serikat juga mulai memberlakukan embargo ekonomi terhadap Kuba. Embargo ekonomi terhadap Kuba merupakan respon keras Amerika Serikat akan tindakan ekstrem Kuba yang menasionalisasikan seluruh aset Amerika Serikat di Kuba. Embargo ekonomi ini melarang adanya jalinan bisnis dan ekonomi antara pemerintah maupun korporasi


(20)

Amerika Serikat dengan Kuba dalam bentuk apapun, termasuk pada pelarangan perjalanan (travel restriction) dari Amerika Serikat ke Kuba maupun sebaliknya (Council of Foreign Relations, t.thn.). Embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba dicetuskan pertama kali oleh Presiden Eisenhower pada tahun 1960 dan semakin diperketat di bawah rezim pemerintahan Presiden John F. Kennedy tertanggal 7 Februari 1962 (Suddath, 2009).

Tentu tindakan pemutusan hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Kuba serta dijatuhkannya embargo ekonomi terhadap Kuba mendatangkan konsekuensi-konsekuensi tertentu. Sejak Amerika Serikat memutuskan untuk mengisolasi Kuba, hubungan kedua negara yang telah lama terjalin dengan baik berubah derastis menjadi sangat dingin. Embargo ekonomi juga menimbulkan konsekuensi berupa tidak ada satupun komoditas dagang Amerika Serikat yang masuk ke Kuba dan begitu pula sebaliknya. Hal ini kemudian berimbas pada menurunnya pasokan bahan pangan dan obat-obatan ke Kuba yang mayoritas sebelumnya disuplai oleh Amerika Serikat. Terjadi pula penurunan angka ekspor gula Kuba akibat dari tidak bisa masuknya komoditas unggulan Kuba tersebut ke Amerika Serikat. Perjalanan warga negara dari Amerika Serikat ke Kuba maupun dari Kuba ke Amerika Serikat juga menjadi sangat ketat dan dibatasi.

Pasca diputusnya hubungan diplomatik kedua negara, Amerika Serikat dan Kuba tak pernah lepas dari dinamika hubungan bilateral yang panas. Amerika Serikat dan Kuba menggunakan Switzerland dan Cekoslovakia sebagai mediator setiap kali kedua negara membutuhkan komunikasi (Suddath, 2009). Selain itu sudah tercatat setidaknya ada lima kali percobaan penggulingan dan pembunuhan


(21)

Fidel Castro oleh Amerika Serikat di sepanjang tahun 1961 hingga 1963, dua di antaranya adalah melalui invasi Teluk Babi dan operasi Mongoose (Suddath, 2009). Situasi terpanas di antara kedua negara terjadi pada tahun 1962 ketika Amerika Serikat mendapati Uni Soviet membangun pangkalan misil nuklir di Kuba. Peristiwa tersebut kemudian dikenal dengan sebutan krisis misil Kuba. Pada tahun 1982, Amerika Serikat memasukkan Kuba ke dalam daftar negara sponsor terorisme internasional setelah mengetahui Kuba terlibat dalam pemberontakan sayap kiri di Amerika Latin. Terlepas dari panasnya hubungan bilateral ini, pada tahun 2001 Amerika Serikat bersedia memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban badai Michelle di Kuba dengan mengirimkan suplai makanan dan obat-obatan.

Setelah melewati 55 tahun yang penuh dengan situasi panas dalam hubungan antara Amerika Serikat dengan Kuba, pada tanggal 17 Desember 2014 presiden Amerika Serikat, Barack Obama, mengumumkan bahwa akan ada rencana untuk memperbaiki hubungan bilateral yang sebelumnya penuh dengan dilema (Council of Foreign Relations, t.thn.). Pernyataan yang sama disampaikan pula oleh presiden Kuba saat ini, Raul Castro, yang merupakan adik dari revolusioner Fidel Castro. Hal tersebut kemudian dibuktikan dengan pertemuan Barack Obama dan Raul Castro pada bulan April 2015 yang menjadi pertemuan perdana bagi kedua negara pasca 55 tahun lamanya pemutusan hubungan diplomatik (Time, t.thn.). Normalisasi hubungan antara Amerika Serikat dengan Kuba ini dipelopori dan dijembatani oleh pemimpin agama Katholik dunia, yaitu Pope Francis dari Vatikan. Niatan normalisasi hubungan kedua negara ini kemudian ditindaklanjuti dengan


(22)

berbagai kesepakatan antar kedua negara. Amerika Serikat dan Kuba sepakat untuk melakukan prisoner swap di mana Amerika Serikat dan Kuba sama-sama melepaskan tawanan politik mereka. Amerika Serikat bersedia untuk melakukan perbaikan kebijakan remitansi, perjalanan antarnegara, dan jaringan perbankan antar kedua negara. Amerika Serikat juga pada akhirnya bersedia untuk menghapus Kuba dari daftar negara sponsor terorisme. Pada tanggal 20 Juli 2015 akhirnya kedua negara membuka kedutaan besar di masing-masing ibukota, yakni Washington DC dan Havana, sebagai penanda akan pemulihan hubungan diplomatik kedua negara secara penuh (Diamond, 2015).

Walaupun upaya normalisasi hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Kuba telah berjalan, akan tetapi pemulihan hubungan diplomatik tersebut tidak diikuti dengan pencabutan embargo ekonomi terhadap Kuba oleh Amerika Serikat. Secara logika, ketika normalisasi hubungan antara Amerika Serikat dengan Kuba berlangsung, embargo ekonomi terhadap Kuba juga sesegera mungkin dicabut. Terlebih lagi dengan melihat fakta bahwa Kuba tidak akan melakukan normalisasi hubungan bilateralnya dengan Amerika Serikat secara penuh tanpa adanya pencabutan embargo ekonomi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Presiden Kuba melalui Menteri Luar Negeri Kuba berikut ini :

"Embargo that has caused damages and hardships to the Cuban people and affects the interests of American citizens must be lifted and the territory occupied by the U.S. naval base in Guantanamo should be returned to Cuba," - Bruno Rodríguez Parilla, Cuban Foreign Affairs Minister” (Abdullah, 2015)

Dengan pasang surutnya dinamika normalisasi tersebut, hingga di akhir masa jabatan Presiden Barack Obama realisasi upaya pencabutan embargo ekonomi


(23)

Amerika Serikat terhadap Kuba berakhir menjadi sebuah wacana belaka. Sehingga hal ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut guna mengetahui penyebab mengapa Amerika Serikat tidak mencabut embargo ekonominya terhadap Kuba.

B. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menjawab alasan mengapa Amerika Serikat mengambil kebijakan politik luar negeri untuk tetap memberlakukan embargo ekonomi terhadap Kuba pasca berjalannya normalisasi hubungan kedua negara.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dari penulisan skripsi ini, maka rumusan masalah yang muncul adalah : “Mengapa Amerika Serikat tetap memberlakukan embargo terhadap Kuba pasca terjadinya upaya normalisasi hubungan antara kedua

negara?”

D. Kerangka Pemikiran

Agar bisa menjawab rumusan masalah secara lebih mendalam, maka penulisan skripsi ini akan menggunakan dua jenis konsep, yaitu konsep politik luar negeri dan konsep kepentingan nasional, serta menggunakan satu jenis model, yakni model aktor rasional.

1. Konsep Politik Luar Negeri

Dalam bukunya yang berjudul “The International Relations Dictionary”, Jack C. Plano mengungkapkan bahwa :


(24)

“Foreign policy is a startegy or planned course of action developed by the decision makers of a state vis à vis other state or international entities aimed at achieving specific goals defined in terms of national interest.” (Plano & Olton, 1969, hal. 127)

Politik luar negeri dipandang sebagai sebuah strategi yang disusun oleh pembuat kebijakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam bentuk kepentingan nasional negara yang bersangkutan. Pernyataan tersebut kemudian dilengkapi oleh Charles W. Kegley yang menyatakan bahwa politik luar negeri adalah tujuan-tujuan luar negeri yang ingin dicapai oleh pemerintah suatu negara dengan memperhatikan nilai-nilai yang melandasi tujuan-tujuan tersebut dan instrumen yang digunakan untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan (Kegley & Wittkopf, 2001, hal. 55). Politik luar negeri berbicara pula tentang suatu sistem dalam pemerintahan suatu negara untuk mempengaruhi sikap negara lain. Selain itu politik luar negeri juga ditujukan untuk bisa melindungi kepentingan nasional suatu negara (Roy, 1984, hal. 26). Menurut Morgenthau, kepentingan nasional adalah aspek yang rentan akan kesalahpahaman. Politik luar negeri inilah yang bertugas untuk melindungi dan mempertahankan kepentingan nasional suatu negara ketika ternyata kepentingan nasional tersebut berbenturan dengan kepentingan nasional negara lain (Mas'oed, 1988, hal. 134).

Politik luar negeri pada dasarnya terdiri dari beberapa komponen, antara lain (Dinesh, Foreign Policy : 16 Elements of Foreign Policy, t.thn.) :


(25)

a. Seperangkap prinsip kebijakan yang digunakan oleh negara yang bersangkutan untuk melaksanakan hubungan internasionalnya.

b. Tujuan dari kepentingan nasional yang hendak dicapai maupun dilindungi.

c. Sarana ataupun alat yang digunakan untuk mencapai tujuan kepentingan nasional yang hendak dicapai.

Sejak terjadinya pembekuan hubungan bilateral antara kedua negara, Amerika Serikat mulai menerapkan politik luar negeri isolasionis untuk menekan Kuba. Politik luar negeri isonalionis terhadap Kuba ini berlangsung selama 55 tahun hingga akhirnya Amerika Serikat mulai mengevaluasi kembali efektifitas politik luar negerinya terhadap Kuba. Amerika Serikat berkeinginan bahwa negara-negara tetangga adalah negara yang menganut semangat yang sama dengannya, yaitu semangat demokrasi. Pada titik ini Amerika Serikat melihat bahwa politik luar negeri isolasionis yang selama ini mereka jalankan terhadap Kuba sudah tidak lagi efektif untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Situasi menjadi semakin problematik ketika rakyat Kuba menjadi korban dari rezim pemerintahan komunis Kuba. Dengan melihat situasi terkini di Kuba, Amerika Serikat menilai bahwa mereka memerlukan lebih banyak akses masuk ke Kuba yang selama ini terhalang oleh politik luar negeri isolasionis mereka sendiri. Akhirnya Amerika Serikat memutuskan untuk mengganti politik luar negeri isolasionisnya dengan


(26)

melakukan normalisasi hubungan bilateral kedua negara dan membuka kembali hubungan diplomatiknya dengan Kuba sebagai kebijakan politik luar negerinya yang baru (Malinowski, 2015). Politik luar negeri Amerika Serikat yang mengambil keputusan untuk membuka peluang normalisasi hubungan bilateralnya dengan Kuba adalah sebuah bentuk strategi politik yang dalam jangka pendeknya bertujuan untuk memperoleh lebih banyak akses masuk ke Kuba. Upaya normalisasi ini akan menjadi langkah pertama yang diambil oleh Amerika Serikat untuk mencapai tujuan jangka panjangnya, yaitu terwujudnya semangat demokrasi di Kuba.

2. Konsep Kepentingan Nasional

Dikutip oleh Dinesh, Hans J. Morgenthau mencoba untuk menjelaskan bahwa, “The meaning of national interest is survival—the protection of physical, political and cultural identity against encroachments by other nation-states” (Dinesh, National Interest : Meaning, Components, Methods). Dari kutipan di ini, Morgenthau mengartikan kepentingan nasional sebagai sebuah upaya untuk mempertahankan identitas suatu negara dari ancaman negara-negara lain. Identititas tersebut kemudian menjadi tujuan-tujuan fundamental yang ingin dicapai oleh suatu negara dan tujuan fundamental ini berperan sebagai determinan utama untuk membentuk kebijakan politik luar negeri (Plano & Olton, 1969, hal. 128). Kepentingan nasional sering kali


(27)

digunakan untuk menjelaskan perilaku suatu negara dalam politik internasional dan sebagai parameter kesuksesan politik luar negeri negara tersebut (Mas'oed, 1988, hal. 135). Kepentingan nasional juga kerap kali berfungsi sebagai legitimasi dari sikap yang diambil oleh kebijakan luar negeri suatu negara (Burchill, 2005, hal. 3).

Mohtar Mas’oed dalam bukunya yang berjudul “Teori dan Metodologi Hubungan Internasional” menjelaskan melalui pernyataan Joseph Frankel tentang klasifikasi kepentingan nasional yang terdiri dari tiga kategori (Mas'oed, 1988, hal. 141-143), yaitu :

a. Kepentingan nasional aspirasional

Kepentingan nasional aspirasional adalah kepentingan nasional yang berisikan tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Kepentingan nasional aspirasional ini tidak secara konkrit diimplementasikan ke dalam kebijakan politik luar negeri suatu negara karena bersifat sebatas aspirasional saja. b. Kepentingan nasional operasional

Kepentingan nasional operasional merupakan kepentingan nasional yang secara konkrit diwujudkan dan dipraktikkan secara nyata melalui kebijakan politik luar negeri suatu negara.

c. Kepentingan nasional eksplanatori

Kepentingan nasional eksplanatori pada dasarnya merupakan kepentingan nasional yang berfungsi untuk menjelaskan dan


(28)

mengevaluasi politik luar negeri suatu negara sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Amerika Serikat tentu memiliki kepentingan nasional yang hendak dicapai. Dari sekian banyak kepentingan nasional yang dicita-citakan tersebut, dua di antaranya adalah untuk menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dan menyebarluaskan paham demokrasi sebagaimana yang disampaikan dalam pidato Barack Obama pada tanggal 28 Mei 2014 di West Point Military Academy tentang kebijakan luar negeri Amerika Serikat :

“...Which brings me to the fourth and final element of American leadership: our willingness to act on behalf of human dignity. America’s support for democracy and human rights goes beyond idealism – it’s a matter of national security. Democracies are our closest friends, and are far less likely to go to war...” (The White House, 2014)

Hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi telah menjadi bagian dari identitas Amerika Serikat yang senantiasa dipupuk ke dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Cita-cita Amerika Serikat untuk memperkuat nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi tersebut kemudian tumbuh menjadi kepentingan nasional untuk menyebarkan nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi secara global.

Hari ini, kepentingan nasional tersebut dikedepankan dengan melihat perkembangan dinamika di sekitar Amerika Serikat. Amerika Serikat melihat bahwa selama ini masyarakat Kuba masih terkungkung


(29)

pada kekuasaan rezim pemerintahan otoriter yang membatasi hak-hak asasi individu warga negara Kuba. Amerika Serikat pun melihat bahwa sudah ada pergolakan internal dalam masyarakat Kuba yang menuntut pemerintahnya untuk memperbaiki mutu hak asasi manusia dan demokrasi di Kuba (Malinowski, 2015). Berangkat dari hal tersebut, kepentingan nasional Amerika Serikat akan perlindungan hak asasi manusia dan pengimplementasian nilai-nilai demokrasi telah menjadi kepentingan nasional eksplanatori yang berfungsi sebagai acuan dalam penetapan rencana normalisasi hubungan bilateral dengan Kuba dan menjadi sebuah tolak ukur dalam mengevaluasi kebijakan embargo ekonomi Amerika Serikat pasca ditetapkannya normalisasi.

3. Model Politik Birokratik

Model politik birokratik ini dikemukakan oleh Graham T. Allison dalam tiga model pembuatan kebijakan. Dalam tulisannya yang berjudul “Bureaucratic Politics : A Paradigm and Some Policy Implications”, Graham T. Allison menjelaskan :

“What government does in any particular instance can be understood largely as a result of bargaining among players positioned hierarchically in the government...Players make governmental decisions not by a single rational choice, but by pulling and hauling.” (Allison & Morton H. Halperin, 1952, hal. 159)

Model politik birokratik yang dikemukakan oleh Graham T. Allison ini tidak melihat pemerintahan sebuah negara sebagai aktor yang unitari, melainkan terdiri dari banyak pihak yang terlibat dalam


(30)

sebuah proses pembuatan kebijakan politik luar negeri (Allison, 1971, hal. 361). Pemerintah sebuah negara dipandang sebagai sebuah organisasi raksasa yang terdiri dari berbagai sub-organisasi dengan berbagai komponen yang berbeda di dalamnya. Model politik birokratis meletakkan fokusnya pada bagaimana kemudian berbagai komponen dalam pemerintahan tersebut menjalankan proses birokrasi dalam pengambilan sebuah keputusan, sebagaimana Max Weber mengungkapkan bahwa sesungguhnya yang menjalankan sebuah negara adalah proses birokrasi dari negara itu sendiri, bagaimana negara tersebut menjalankan hidupnya melalui kegiatan interaksi dalam pemerintahan (Dougherty & Robert L. Pfaltzgraff Jr, 1990, hal. 471). Berbagai komponen ini melakukan interaksi satu sama lain untuk menjalankan sistem politik dalam negaranya. Itulah mengapa proses pembuatan kebijakan politik luar negeri adalah sebuah proses sosial dan politik (Mas’oed, 1990, hal. 236).

Dengan adanya komponen-komponen berbeda dalam pemerintahan, setiap kebijakan politik luar negeri suatu negara bukanlah hasil dari satu keputusan bulat yang diambil berdasarkan pada satu perspektif rasionalitas. Kebijakan politik luar negeri merupakan hasil dari proses tawar menawar yang dilakukan oleh komponen-komponen pemerintahan yang berbeda tersebut (Allison & Morton H. Halperin, 1952, hal. 160). Sehingga, model politik birokratik


(31)

melibatkan tiga pertanyaan dasar dalam analisasinya, yaitu (Allison & Morton H. Halperin, 1952, hal. 237) :

a. Siapa yang ikut terlibat dalam proses tawar-menawar pembuatan kebijakan politik luar negeri?

b. Apa perspektif masing-masing pihak yang berbeda dan apa yang melatarbelakangi perspektif tersebut?

c. Bagaimana akhirnya dapat dicapai satu keputusan akhir sebagai sebuah kebijakan dari berbagai perspektif yang berbeda-beda?

Kebijakan politik luar negeri bukanlah sebuah perkara yang sederhana. Seringkali kebijakan politik luar negeri ini memancing perbedaan pandangan dari masing-masing komponen pemerintah yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan (Allison, Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis, 1971, hal. 361). Dari perbedaan-perbedaan pandangan tersebut, muncul rekomendasi kebijakan politik luar negeri yang berbeda-beda pula. Satu aktor dalam birokrasi pemerintah bisa saja mengusulkan bentuk kebijakan yang berbeda dengan aktor birokrasi pemerintah lainnya. Perbedaan pandangan dan rekomendasi kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh kepentingan dari masing-masing pihak yang tentu berbeda-beda pula (Dougherty & Robert L. Pfaltzgraff Jr, 1990, hal. 477). Meskipun muncul perbedaan pandangan, akan tetapi pada dasarnya masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha untuk berpikir rasional guna menghasilkan


(32)

rekomendasi kebijakan yang terbaik untuk kemudian diadaptasi sebagai kebijakan politik luar negeri negara yang bersangkutan.

Untuk kemudian dapat menghasilkan sebuah keputusan akhir, masing-masing pihak akan berusaha untuk berkompromi satu sama lain guna membuktikan kekuatan pendapatnya. Proses kompromi kebijakan ini sering kali dipengaruhi oleh bargaining position atau daya tawar dari masing-masing pihak. Kekuatan daya tawar dari masing-masing pihak yang terlibatlah yang kemudian menentukan tendensi hasil akhir keputusan yang akan diambil. Dalam sebuah persaingan yang melibatkan daya tawar dari masing-masing pihak, tentu terdapat satu pihak yang memiliki daya tawar lebih besar dibandingan dengan pihak-pihak lainnya (Dougherty & Robert L. Pfaltzgraff Jr, 1990, hal. 523). Semakin besar daya tawar suatu pihak dibandingkan dengan pihak lainnya, maka semakin besar pula kesempatan bagi pendapat pihak tersebut untuk bisa memenangkan tawar-menawar dalam proses pembuatan kebijakan politik luar negeri.

Meskipun model politik birokratik ini menggambarkan adanya persaingan di dalam pemerintahan suatu negara, akan tetapi sesungguhnya model politik birokratik berusaha menegaskan bahwa melalui proses persaingan dan tawar-menawar antar komponen birokratik pemerintahan tersebut sebuah negara dapat menjalankan proses perumusan kebijakan politik luar negeri yang lebih baik selama


(33)

negara tersebut dapat mengorganisir perbedaan pendapat dengan bijaksana (Dougherty & Robert L. Pfaltzgraff Jr, 1990, hal. 472).

Amerika Serikat menjalankan strategi politik luar negeri untuk mencapai kepentingan nasionalnya, yaitu mempengaruhi Kuba guna memperbaiki perlindungan hak asasi manusia dan pengimplementasian nilai-nilai demokrasi. Setelah mendapatkan lebih banyak akses masuk ke Kuba melalui upaya normalisasi sebagai langkah pertama, kini Amerika Serikat membutuhkan langkah kedua sebagai langkah lanjutan pasca upaya normalisasi. Langkah kedua tersebut diwujudkan Amerika Serikat melalui kebijakan status embargo ekonominya terhadap Kuba. Lantas status embargo ekonomi yang seperti apakah yang dapat memaksimalkan hasil strategi politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Kuba untuk dapat mencapai kepentingan nasional Amerika Serikat? Apakah Amerika Serikat harus tetap mempertahankan embargo ekonominya atau justru Amerika Serikat harus mencabut embargo ekonomi tersebut?

Dalam proses pembuatan kebijakan politik luar negeri terkait dengan embargo ekonomi Amerika Serikat, terdapat dua badan pemerintahan Amerika Serikat yang terlibat, yaitu presiden Amerika Serikat sebagai badan eksekutif dan Kongres Amerika Serikat sebagai badan legislatif. Sebagai negara dengan sistem perwakilan bikameral, Kongres Amerika Serikat terdiri dari House of Representative dan House of Senate atau Senat Amerika Serikat. Di dalam Senat Amerika


(34)

Serikat, terdapat Komisi Hubungan Internasional yang bertugas di urusan luar negeri Amerika Serikat. Baik Presiden Barack Obama maupun Komisi Hubungan Internasional Senat Amerika Serikat memiliki pandangan yang berbeda dalam hal status embargo ekonomi pasca upaya normalisasi. Presiden Barack Obama berpendapat bahwa untuk bisa mempengaruhi Kuba guna memperbaiki perlindungan hak asasi manusia dan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi, Amerika Serikat harus segera mencabut embargo ekonominya terhadap Kuba. Di lain pihak, Komisi Hubungan Internasional Senat Amerika Serikat menilai bahwa kepentingan nasional Amerika Serikat di Kuba hanya akan tercapai jika Amerika Serikat tetap mempertahankan embargo ekonominya.

Dengan adanya perbedaan perspektif tersebut, sebagai aktor politik birokratik, Presiden Obama dan Komisi Hubungan Internasional Senat Amerika Serikat terlibat dalam kompromi kebijakan satu sama lain untuk membuktikan pilihan kebijakan manakah yang lebih baik untuk kemudian diadaptasi sebagai kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat pasca upaya normalisasi. Kompromi kebijakan ini dipengaruhi posisi daya tawar dari kedua belah pihak. Dalam status quo saat ini, Komisi Hubungan Internasional Senat Amerika Serikat cenderung memiliki daya tawar yang lebih besar apabila dibandingkan dengan daya tawar Presiden Obama. Berdasarkan pada hal tersebut, diputuskanlah bahwa rekomendasi kebijakan yang


(35)

diusulkan oleh Komisi Hubungan Internasional Senat Amerika Serikat untuk tetap mempertahankan embargo ekonominya terhadap Kuba muncul sebagai rekomendasi yang kemudian diadaptasi menjadi kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat untuk mencapai kepentingan nasional Amerika Serikat atas hak asasi manusia dan demokrasi di Kuba.

E. Hipotesa

Berdasarkan latar belakang masalah dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesa atas jawaban dari rumusan masalah yang diajukan adalah Amerika Serikat mengambil kebijakan untuk tetap mempertahankan embargo ekonomi terhadap Kuba pasca normalisasi hubungan bilateral kedua negara karena Komisi Hubungan Internasional Senat Amerika Serikat berhasil unggul dalam kompromi kebijakan melawan Presiden Obama untuk tetap mempertahankan embargo ekonomi guna mencapai kepentingan nasional Amerika Serikat atas perlindungan hak asasi manusia dan demokrasi di Kuba.

F. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode kualitatif guna melakukan pembahasan secara mendalam dan menyeluruh. Selain menggunakan metode kualitatif sebagai metode penulisan, skripsi ini juga menggunakan beberapa metode dalam proses pengumpulan data, yaitu :


(36)

1. Library Research

Pengumpulan data pendukung yang berasal dari buku maupun jurnal yang sekiranya dapat memperkuat penjelasan masalah.

2. Media Research

Pengumpulan data tambahan melalui berita di media cetak maupun berita di internet yang dapat mendukung penjelasan yang dipaparkan. 3. Analisa Data

Proses penganalisaan seluruh data yang telah dikumpulkan guna disesuaikan kecocokannya dengan permasalahan yang akan dibahas untuk kemudian disusun sebagai suatu penjelasan yang utuh.

G. Batasan Masalah

Agar pembahasan masalah mengenai “Kebijakan Amerika Serikat untuk Tetap Mempertahankan Embargo Ekonomi terhadap Kuba pasca Normalisasi Hubungan Kedua Negara” tidak terlalu luas, maka pembahasan topik permasalahan ini dibatasi pada fakta yang terjadi dalam jangka waktu 2015 - 2016.

H. Sistematika Penulisan

Pembahasan topik skripsi ini dituangkan ke dalam beberapa bab yang terdiri dari :

Bab 1 : Bab ini memaparkan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus perhatian, tujuan penulisan skripsi ini, rumusan masalah yang harus dijawab, kerangka pemikiran yang digunakan untuk


(37)

menjawab rumusan masalah yang diajukan, dan praduga awal mengenai jawaban dari rumusan masalah yang ada. Selain itu, bab 1 juga memaparkan mengenai metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, pembatasan masalah, dan pengorganisasian materi penulisan skripsi.

Bab 2 : Bab 2 menjelaskan tentang dinamika hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Kuba sebelum terjadinya normalisasi hubungan kedua negara .

Bab 3 : Bab 3 akan memaparkan tentang proses normalisasi hubungan bilateral Amerika Serikat dengan Kuba dan dinamikasi hubungan bilateral kedua negara pasca terjadinya upaya normalisasi.

Bab 4 : Dalam bab ini akan dibahas mengenai alasan-alasan diputuskannya kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat untuk tetap mempertahankan embargo ekonominya terhadap Kuba walaupun upaya normalisasi hubungan kedua negara berhasil mengalami progres yang signifikan.

Bab 5 : Bab 5 akan menyajikan kesimpulan akhir dari pembahasan masalah yang dikaji.


(38)

BAB II

DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL AMERIKA SERIKAT DENGAN KUBA SEBELUM TERJADINYA UPAYA NORMALISASI

Amerika Serikat dan Kuba sejatinya merupakan dua negara yang memiliki sejarah hubungan bilateral cukup panjang. Hubungan bilateral antara Amerika Serikat dengan Kuba telah terjalin sejak akhir abad ke-19. Sebagai negara yang secara geografis sangatlah berdekatan, sudah secara otomatis kedua negara ini akan terlibat dalam dinamika hubungan bilateral, baik itu dinamika hubungan bilateral yang terjalin hangat dan kooperatif maupun dinamika hubungan bilateral yang dipenuhi dengan panasnya konflik kedua negara.

Bab ini nantinya akan membahas mengenai bagaimana sejarah perjalanan hubungan Amerika Serikat dengan Kuba sejak pertama kali Kuba diambil alih dari penjajahan Spanyol. Kedekatan bilateral kedua negara yang sempat terjalin serta peristiwa-peristiwa konfrontasi antara Amerika Serikat dengan Kuba turut menjadi poin-poin penting dalam dinamika hubungan bilateral kedua negara sebelum terjadinya upaya normalisasi di tahun 2014.

A. Sejarah Hubungan Amerika Serikat dengan Kuba

Sejarah hubungan antara Amerika Serikat dengan Kuba dapat dilihat dari tiga peristiwa besar yang mencerminkan tiga karakteristik hubungan kedua negara di awal perjalanan sejarahnya. Ketiga peristiwa besar tersebut terdiri dari peristiwa perang Spanyol – Amerika Serikat yang menggambarkan awal


(39)

mula dari hubungan Amerika Serikat dengan Kuba; peristiwa penarikan pasukan Amerika Serikat dari wilayah Kuba melalui Platt Amendment yang menjadi gambaran karakteristik usaha Amerika Serikat untuk menjalin hubungan yang baik dengan Kuba; serta peristiwa kedekatan antara Amerika Serikat dengan Kuba itu sebagai cerminan kehangatan hubungan bilateral kedua negara.

1. Perang Spanyol – Amerika Serikat

Perjalanan dinamika hubungan bilateral Amerika Serikat dengan Kuba dimulai sejak 118 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1898 di mana Amerika Serikat harus berhadapan melawan Spanyol yang menduduki wilayah Karibia, termasuk menguasai wilayah Kuba pada saat itu. Perang Spanyol – Amerika Serikat pada awalnya merupakan perang kemerdekaan bagi masyarakat Kuba dan Amerika Serikat sendiri tidak memiliki sangkut paut khusus dalam perang kemerdekaan tersebut. Amerika Serikat mulai bereaksi ketika salah satu kapal milik Amerika Serikat, yaitu USS Maine ditenggelamkan tanpa sebab oleh pasukan Spanyol pada tanggal 15 Februari 1898 di pelabuhan Havana (History, t.thn.). USS Maine merupakan kapal Amerika Serikat yang berangkat ke Kuba dengan misi memastikan perlindungan bagi warga negara Amerika Serikat di Kuba selama konflik Kuba – Spanyol berlangsung serta bertugas menjaga aset Amerika Serikat di Kuba. Peristiwa penenggelaman kapal USS Maine


(40)

tersebut memakan korban jiwa sebanyak 266 orang dari total 345 awak kapal USS Maine (Eye Witness to History, t.thn.).

Peristiwa tersebut memancing amarah Amerika Serikat yang merasa menjadi korban tidak bersalah. Maka dari itu sebagai respon terhadap penenggelaman kapal USS Maine oleh pasukan Spanyol, Amerika Serikat menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Kuba dan ikut mendesak Spanyol agar segera meninggalkan wilayah Kuba (History, t.thn.). Melihat hal ini, Spanyol akhirnya mengeluarkan pernyataan perang melawan Amerika Serikat pada tanggal 24 Februari 1898 dan pernyataan perang tersebut disambut dengan pernyataan siaga perang dari Amerika Serikat pada tanggal 25 Februari 1898 (History, t.thn.). Keputusan Amerika Serikat untuk ikut berjuang dengan masyarakat Kuba dan menyatakan perang melawan Spanyol ini didasari dengan semangat Doktrin Monroe melalui pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Monroe, “The American continents...are henceforth not be considered as subjects for future colonialization by any European power.” (History, t.thn.). Doktrin Monroe merupakan bentuk peringatan Amerika Serikat terhadap negara-negara Eropa bahwa Amerika Serikat tidak akan menoleransi kolonialisasi dan pembentukan negara boneka yang dilakukan oleh negara imperialis Eropa di kawasan Amerika (Ourdocuments.gov, t.thn.). Doktrin Monroe menjadi garis besar orientasi kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat pada masa pemerintahan Presiden Monroe. Semangat dari Doktrin Monroe ini kemudian diadaptasi


(41)

oleh Presiden William McKinley untuk menyatakan perang melawan Spanyol di wilayah Kuba.

Dalam perang melawan Spanyol, Amerika Serikat mengirimkan 17.000 tentaranya ke Kuba (Brenner, 1988, hal. 7). Perang antara Amerika Serikat dengan Spanyol berakhir dengan pengambilan alih wilayah Kuba, Puerto Rico, dan Guam oleh Amerika Serikat (Suddath, 2009). Pemindahan kekuasaan atas wilayah tersebut disepakati melalui Treaty of Paris yang ditandatangani pada tanggal 10 Desember 1898 (History , t.thn.). Sejak saat itu, Amerika Serikat secara aktif menduduki wilayah-wilayah yang telah diserahkan oleh Spanyol, salah satunya adalah wilayah-wilayah Kuba yang notabene hanya berjarak 144,8 km dari pantai Florida, Amerika Serikat (Suddath, 2009). Peristiwa perang Spanyol – Amerika Serikat ini kemudian menjadi penanda dari awal mula sejarah hubungan Amerika Serikat dengan Kuba.

2. Platt Amendment : Momentum Penarikan Pasukan Amerika Serikat dari Kuba

Titik sejarah hubungan Amerika Serikat dengan Kuba dilanjutkan dengan upaya Amerika Serikat untuk bisa menjalin hubungan bilateral yang lebih baik dengan Kuba pasca selesainya perang Spanyol – Amerika Serikat. Setelah 4 tahun masa pendudukan Amerika Serikat di Kuba, pada tanggal 22 May 1903, Amerika Serikat menandatangani PlattAmendment yang menjadi dokumen penanda ditariknya seluruh pasukan militer


(42)

Amerika Serikat dari wilayah Kuba. Ditariknya pasukan militer Amerika Serikat dari wilayah Kuba ini menandakan kemerdekaan Kuba sebagai sebuah negara. Platt Amendment tersebut diajukan oleh senator dari wilayah Connecticut, Senator Oliver Platt, pada bulan Februari 1901 (Library of Congress, 2011).

Selain sebagai dokumen penarikan pasukan militer Amerika Serikat dan pemberian kemerdekaan kepada Kuba, Platt Amendment juga berfungsi sebagai perjanjian yang berbicara mengenai bagaimana hubungan bilateral antara Amerika Serikat dengan Kuba akan dilaksanakan pasca Kuba dinyatakan sebagai negara merdeka. Platt Amendment inilah yang menjadi tonggak hubungan bilateral yang signifikan antara Amerika Serikat dengan Kuba. Walaupun Kuba dinyatakan merdeka pasca penarikan pasukan militer Amerika Serikat, Platt Amendment yang kemudian diadopsi menjadi bagian dalam konstitusi Kuba ini mengatur bahwa Kuba Amerika Serikat memiliki hak intervensi terhadap urusan dalam negeri Kuba. Secara garis besarnya, Platt Amendment menggarisbawahi tiga poin penting tentang (Encyclopaedia Britannica, t.thn.) :

1. Kuba tidak akan memindah-kuasakan wilayah Kuba ke pihak selain Amerika Serikat. Hal ini diatur dalam Platt Amendment poin I yang berbunyi :

“I. That the government of Cuba shall never enter into any treaty or other compact with any foreign power or powers which will impair or tend to impar the independence of Cuba nor in any manner authorize or


(43)

permit any foreign power or power to obtain by colonization or for military or naval purpose or otherwise, lodgement in oor control over any portion of said island.” (Ourdocuments.gov, t.thn.)

2. Amerika Serikat diperbolehkan untuk mengintervensi Kuba demi menjaga kemerdekaan Kuba. Kesepakatan ini diatur dalam Platt Amendment pada poin III :

“III. That the government of Cuba consents that the United States may exercise the right to intervene for the preservation of Cuban independence, the maintenance of a government adequate for the protection of life, property, and individual liberty, and for discharging the obligations with the respect to Cuba imposed by the treaty of Paris on the United States, now to be assumed and undertaken by the government of Cuba.” (Ourdocuments.gov, t.thn.)

3. Amerika Serikat diperbolehkan untuk menyewa maupun membeli tanah di wilayah Kuba dengan tujuan untuk membangun pangkalan angkatan laut dan pos-pos batu bara. Dalam hal ini kemudian diatur lebih lanjut bahwa hak pangkalan angkatan laut di Guantanamo Bay diserahkan kepada Amerika Serikat (Ourdocuments.gov, t.thn.). Hal ini tercantum dalam Platt Amendment poin VII yang berbunyi :

“VII. That to enable the United States to maintain the independence of Cuba, and to protect the people thereof, as well as for its own defense, the government of Cuba will sell or lease to the United States lands necessary for coaling or naval stations atcertain specified points to be agreed upon with the President of the United States.” (Ourdocuments.gov, t.thn.)

Platt Amendment ini muncul sebagai bentuk lain dari komitmen Amerika Serikat atas Kuba yang tertuang dalam Teller Amendment yang


(44)

dikeluarkan Amerika Serikat di masa perang melawan Spanyol pada tahun 1898 (Library of Congress, 2011). Dalam Teller Amendment tersebut dimuat janji Amerika Serikat untuk tidak menyentuh dan menduduki Kuba pada masa perang (The Oxford Companion to American Military History , 2000). Akan tetapi pasca Amerika Serikat berhasil memenangkan perang melawan Spanyol, muncul inisiasi Amerika Serikat untuk melakukan intervensi secara aktif di wilayah Kuba dengan mengeluarkan amendment baru. Hal ini dilakukan karena Amerika Serikat menilai bahwa akan lebih baik nantinya jika Kuba yang notabene baru saja merdeka dapat memperoleh pendampingan melalui hak intervensi yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Selain itu Amerika Serikat juga berusaha untuk memastikan bahwa Kuba dapat membentuk pemerintahan yang bersahabat dan sesuai dengan kepentingan Amerika Serikat, yaitu pemerintahan yang mengaplikasikan nilai-nilai demokrasi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (Skidmore & Smith, 1989, hal. 250). Maka dengan kata lain Platt Amendment yang lahir sebagai bentuk pembaharuan dari Teller Amendment ini menandakan bahwa Amerika Serikat tidak serta merta membiarkan Kuba bertindak begitu saja pasca ditariknya seluruh pasukan militer Amerika Serikat di Kuba.

Pada tanggal 29 Mei 1934, ketentuan-ketentuan Platt Amendment, kecuali ketentuan atas Guantanamo Bay, akhirnya dicabut dengan berdasarkan pada kebijakan politik luar negeri good neighbor di masa kepemimpinan Presiden Franklin D. Roosevelt (Encyclopaedia Britannica,


(45)

t.thn.). Good neighbor policy merupakan kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat yang berusaha untuk mengurangi tingkat intervensi militer dan berupaya untuk meningkatkan hubungan baik dengan negara-negara tetangga (Brenner, 1988, hal. 9). Pasca dicabutnya ketentuan Platt Amendment tersebut, Amerika Serikat sempat mengesampingkan haknya untuk mengintervensi urusan dalam negeri Kuba (BBC News, 2012). Namun, semangat intervensi Amerika Serikat terhadap Kuba kembali ke permukaan walaupun memang tidak lebih eksplisit jika dibandingkan dengan masa ketika Platt Amendment diberlakukan.

3. Kedekatan Hubungan Amerika Serikat dengan Kuba

Sejak Platt Amendment resmi diberlakukan, hubungan Amerika Serikat dengan Kuba layaknya sahabat karib yang tidak bisa dipisahkan. Amerika Serikat sering kali membantu Kuba dalam upaya menghambat gerakan-gerakan pemberontakan di dalam negeri (Suddath, 2009). Amerika Serikat juga menjadi pihak yang membangun jalan raya, sekolah, dan jaringan telegraf di Kuba (Skidmore & Smith, 1989, hal. 250). Infrastruktur-infrastruktur ini merupakan komponen penting bagi Kuba yang sedang berusaha untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakatnya.

Selain memberikan dukungan militer dan infrastruktur, negeri Paman Sam ini juga menanamkan investasi-investasi dalam jumlah besar di Kuba dan telah menjadi rekanan ekonomi Kuba bahkan sejak Kuba


(46)

masih berada di bawah kekuasaan Spanyol. Sejak tahun 1860, mayoritas kerjasama perdagangan dan investasi di Kuba didominasi oleh Amerika Serikat. Hal ini dibuktikan dengan 62% ekspor Kuba adalah ke wilayah Amerika Serikat, sedangkan ekspor Kuba ke wilayah Spanyol hanya sebesar 3% (Brenner, 1988, hal. 6). Pada tahun 1895, total saham Amerika Serikat di Kuba berjumlah USD 50 juta dan jumlah ini melonjak pesat pada tahun 1906 dengan total saham sejumlah USD 200 juta (Mabry, 2004). Jumlah investasi saham ini kembali meroket tajam menjadi USD 1,24 milyar pada tahun 1924 (Mabry, 2004). Hal ini dimotivasi oleh kepentingan Amerika Serikat untuk bisa menguasai lebih dari satu setengah bagian produksi gula di Kuba. Bahkan, pasca Platt Amendment dicabut pada tahun 1934, Amerika Serikat masih menguasai 90% pertambangan dan peternakan di Kuba, 40% produksi perkebunan tebu, dan hampir mayoritas dari produksi minyak di Kuba (Spanier, 1988, hal. 121). Dengan besarnya investasi Amerika Serikat di Kuba, utamanya di sektor perkebunan tebu, Kuba muncul sebagai salah satu penghasil gula terbesar di dunia dan lagi-lagi Amerika Serikat adalah konsumen utamanya dengan rata-rata pembelian 75% - 80% dari total produksi gula Kuba (Skidmore & Smith, 1989, hal. 254).

Pada tanggal 1 Januari 1959, Fidel Castro dan pasukan guerilla berhasil menggulingkan pemerintahan diktator Fulgencio Batista (Brice, 2016). Peristiwa pemberontakan Fidel Castro yang berhasil menggulingkan Fulgencio Batista ini kemudian dikenal dengan sebutan


(47)

revolusi Kuba. Amerika Serikat memiliki peran tersendiri dalam peristiwa revolusi Kuba ini. Pada tahun 1958 tepatnya satu tahun sebelum pecahnya revolusi Kuba, Amerika Serikat menjatuhkan keputusan embargo senjata militer terhadap Fulgencio Batista. Keputusan ini diambil setelah Amerika Serikat mengevaluasi periode kedua rezim pemerintahan Batista yang dipenuhi dengan praktik korupsi besar-besaran. Situasi tersebut membawa Kuba pada jeratan hutang internasional yang cukup besar dan terpuruk dalam krisis ekonomi. Sehingga ketika pemberontakan Fidel Castro muncul sebagai bentuk respon terhadap krisis di Kuba, Amerika Serikat memutuskan untuk memberikan dukungan kepada pemberontakan Fidel Castro dengan harapan Fidel Castro akan menjadi pemimpin Kuba yang lebih bersahabat terhadap kepentingan Amerika Serikat. Harapan ini muncul ketika selama proses panjang menuju revolusi Kuba, Fidel Castro menjanjikan pemerintahan Kuba yang demokratis serta menjunjung keadilan sosial dan ekonomi (Spanier, 1988, hal. 121). Namun, pada akhirnya Amerika Serikat menyesali pemberian bantuan yang mereka sebut sebagai “misgivings over the revolutionaries” tersebut pasca Fidel Castro naik menjadi presiden Kuba dan Amerika Serikat mencium aroma pemerintahan anti-Amerika serta tendensi rezim komunisme di Kuba (Suddath, 2009).


(48)

B. Konfrontasi dalam Hubungan Bilateral Amerika Serikat dengan Kuba Hubungan Amerika Serikat dengan Kuba tidak hanya berhenti pada kedekatan yang terjalin di awal perjalanan sejarah hubungan kedua negara. Hubungan Amerika Serikat dengan Kuba kemudian berlanjut dengan berbagai peristiwa konfrontasi di antara keduanya. Peristiwa revolusi Kuba yang terjadi pada tahun 1959 menjadi tembok pembatas antara periode kedekatan kedua negara dengan periode hubungan bilateral yang penuh dengan konfrontasi. Peristiwa konfrontasi antara Amerika Serikat dengan Kuba kemudian ditandai dengan empat peristiwa besar, yaitu kedekatan Kuba dengan Uni Soviet; peristiwa dinasionalisasikannya aset dan korporasi Amerika Serikat oleh Kuba; invasi Teluk Babi; serta peristiwa krisis misil Kuba.

1. Kedekatan Kuba dengan Uni Soviet

Gerbang konfrontasi antara Amerika Serikat dengan Kuba terbuka lebar ketika Kuba memilih untuk berganti sahabat dekat. Fidel Castro membawa Kuba untuk menjalin hubungan bilateral yang signifikan dengan Uni Soviet yang notabene merupakan salah satu pilar blok komunis dunia. Sikap Kuba tersebut dilatarbelakangi oleh rencana Fidel Castro untuk mendirikan rezim komunisme di Kuba. Dari alasan tersebut muncul kebutuhan untuk merapatkan diri kepada negara komunis lainnya sebagai upaya untuk memperkuat posisi rezim komunisme Castro. Selain itu, kedekatan Kuba dengan Uni Soviet dilakukan karena dalam


(49)

pembentukan pemerintahan sosialis-komunisnya, Kuba berkaca pada bentuk struktur dan sistem institusi Uni Soviet (Farber, 2015).

Keputusan Kuba untuk menjalin relasi dengan Uni Soviet tentu dianggap berlawanan dengan apa yang diharapkan oleh Amerika Serikat mengingat Amerika Serikat sedang dalam masa perang dingin melawan Uni Soviet (Leogrande, Normalizing US – Cuba Relations : Escaping the Shackles of the Past, 2015, hal. 475). Ketika itu, semangat revolusi sedang berkobar di kawasan Amerika Latin. Kuba sendiri memiliki kedekatan dengan negara revolusioner lainnya di kawasan Amerika Latin, seperti Venezuela dan Kolombia. Amerika Serikat menganggap ini sebagai sebuah situasi yang mengancam. Jika Kuba mendekatkan diri kepada Uni Soviet di masa semangat revolusi Amerika Latin sedang sangat tinggi, Amerika Serikat khawatir bahwa akan muncul semangat revolusi rezim komunisme yang lebih besar di kawasan Amerika Latin (Steinhauer, 2014).

Kekhawatiran Amerika Serikat semakin memuncak dengan kemunculan fakta-fakta pendukung yang menunjukkan bahwa Kuba tidak lagi berada dalam satu pemahaman dengan Amerika Serikat. Pasca revolusi Kuba pada tahun 1959, Kuba senantiasa berada dalam satu aliansi Uni Soviet dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menentang rancangan resolusi yang diajukan oleh Amerika Serikat kepada forum (Rothman, 2014). Di samping itu, Kuba juga menginisiasi gerakan


(50)

anti-Amerika Serikat di wilayah anti-Amerika Latin untuk memperkuat rezim komunismenya.

Situasi tersebut kemudian mendorong Amerika Serikat untuk mengambil kebijakan guna merespon keputusan Kuba yang beralih kepada blok komunis. Amerika Serikat pun mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Kuba pada tahun 1960 sebagai upaya untuk mengisolasi komunisme Kuba. Keputusan dihentikannya hubungan diplomatik ini diawali dengan permintaan Fidel Castro kepada Amerika Serikat untuk mengurangi jumlah staff Kedutaan Besar Amerika Serikat di Havana. Kuba mencurigai kedutaan besar dijadikan markas kegiatan mata-mata Amerika Serikat terhadap Kuba (History, t.thn.). Sebagai jawaban tegas dari permintaan Fidel Castro tersebut, Amerika Serikat tidak hanya mengurangi staff Kedutaan Besar Amerika Serikat di Havana, namun Amerika Serikat justru menarik seluruh staff kedutaan besar dan menghentikan aktivitas diplomatiknya di Kuba (Rothman, 2014). Pasca diputuskannya hubungan diplomatik dengan Kuba, Amerika Serikat dan Kuba hanya berkomunikasi melalui negara yang ditunjuk untuk mewakili kepentingan kedua negara. Switzerland melalui diplomat yang ditugaskan berperan sebagai representatif dari kepentingan Amerika Serikat di Kuba. Sedangkan Cekoslovakia berperan sebagai representatif Kuba untuk Amerika Serikat (Switzerland Federal Department of Foreign Affairs FDFA , 2015).


(51)

2. Nasionalisasi Aset Amerika Serikat di Kuba

Kondisi hubungan Amerika Serikat dengan Kuba yang mulai berjalan tidak harmonis sejak dihentikannya hubungan diplomatik kedua negara semakin diperkeruh dengan tindakan Kuba yang secara ekstrem melakukan nasionalisasi terhadap seluruh aset dan korporasi Amerika Serikat di Kuba serta menaikkan pajak impor barang produksi Amerika Serikat. Tercatat Kuba menasionalisasikan 382 korporasi Amerika Serikat yang terdiri dari 105 pabrik gula, 13 swalayan, 18 perusahaan penyulingan, 61 pabrik tekstil, 8 perusahaan kereta api, dan seluruh bank Amerika Serikat (Fabry, 2015). Berikut ini adalah daftar 20 korporasi besar dari ratusan korporasi Amerika Serikat yang dinasionalisasi oleh Kuba (Miroff, 2015) :

No Nama Korporasi Jumlah Kerugian

(USD)

1 Cuban Electric Company 267.568.414

2 North American Sugar Industries, Inc 97.373.415

3 MOA Bay Mining Company 88.349.000

4 United Fruit Sugar Company 85.100.147

5 West Indies Sugar Corp. 84.880.958

6 American Sugar Company 81.011.240

7 ITT as Trustee 80.002.794

8 Exxon Corporation 71.611.003

9 The Francisco Sugar Company 52.643.438

10 Starwood Hotels & Resorts Worldwide,

Inc.

51.128.927


(52)

12 Texaco, Inc. 50.081.110

13 Manati Sugar Company 48.587.848

14 Bangor Punta Corporation 39.078.905

15 Nicaro Nickel Company 33.014.083

16 The Coca-Cola Company 27.526.239

17 Lone Star Cement Company 24.881.287

18 The New Tuinucu Sugar Company 23.336.080

19 Colgate-Palmolive 14.507.935

20 Braga Brothers, Inc. 12.612.873

Tabel 2.1.Daftar 20 Korporasi Amerika Serikat yang Menjadi Target Nasionalisasi Kuba (www.washingtonpost.com)

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa jumlah kerugian yang harus ditanggung oleh Amerika Serikat akibat dari upaya Kuba untuk menasionalisasikan aset Amerika Serikat adalah sebesar USD 1.283.972.660 hanya untuk 20 korporasi saja. Tentu hal ini menjadi sebuah pukulan keras bagi Amerika Serikat yang selama 61 tahun aktif memberikan bantuan dan kontribusi bagi Kuba. Sikap Kuba yang melakukan nasionalisasi terhadap seluruh korporasi dan aset Amerika Serikat di Kuba tentu membuat Amerika Serikat menderita kerugian yang luar biasa. Sebagai respon dari tindakan Kuba tersebut, Amerika Serikat akhirnya menjatuhkan embargo ekonomi terhadap Kuba serta memberlakukan pelarangan lalu lintas perjalanan dan remitansi.

a. Embargo Ekonomi Amerika Serikat

Embargo ekonomi pada dasarnya merupakan maklumat pemerintah sebuah negara yang melarang warga negaranya untuk


(53)

melakukan kerjasama ekonomi dan perdagangan dengan negara tertentu (Plano & Olton, 1969, hal. 25). Embargo ekonomi yang diberlakukan sebuah negara terhadap negara lain dapat berupa embargo ekonomi terhadap produk-produk tertentu maupun pelarangan secara total terhadap segala bentuk perdagangan. Dalam kasus hubungan bilateral Amerika Serikat dengan Kuba, embargo ekonomi adalah serangkaian sanksi ekonomi yang dijatuhkan Amerika Serikat kepada Kuba, di mana embargo ini melarang adanya jalinan ekonomi dan perdagangan antara individu, korporasi, maupun pemerintah Amerika Serikat dengan Kuba (ProCon.org, 2016). Korporasi Amerika Serikat tersebut termasuk korporasi cabang yang berada di wilayah Amerika Latin dan juga kawasan Eropa (Skidmore & Smith, 1989, hal. 268). Pemberlakuan embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba bertujuan untuk memberikan sanksi keras terhadap Kuba atas penasionalisasian aset Amerika Serikat. Selain itu embargo ekonomi ini juga berfungsi sebagai sarana untuk menekan Kuba guna meninggalkan sistem pemerintahan komunisme dan beralih kepada sistem pemerintahan yang demokratis serta menjunjung tinggi perlindungan hak asasi manusia.

Embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba diinisiasi pertama kali pada masa pemerintahan Presiden Dwight D. Eisenhower, segera setelah Kuba menasionalisasikan korporasi dan aset Amerika Serikat di Kuba. Kemantapan Amerika Serikat untuk


(54)

menjatuhkan embargo ekonomi terhadap Kuba semakin diperkuat dengan fakta bahwa Uni Soviet menyetujui kerjasama perdagangan dengan Kuba untuk memberikan kredit sebesar USD 100 juta dan menjanjikan pembelian 4 juta ton produksi gula Kuba pada bulan Februari 1960 (Skidmore & Smith, 1989, hal. 264). Akhirnya kebijakan embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba secara resmi dijalankan pada tanggal 19 Oktober 1960 (Fabry, 2015). Pada masa pemerintahan Presiden Eisenhower ini, embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba berjalan secara parsial dengan melarang adanya jalinan ekonomi dan perdagangan kecuali untuk produk makanan dan suplai obat-obatan.

Pada tanggal 7 Februari 1962, di bawah pemerintahan Presiden John F. Kennedy, kebijakan Amerika Serikat untuk memberlakukan embargo ekonomi terhadap Kuba semakin dipertegas dengan dinyatakannya embargo ekonomi secara total dan berlaku permanen (Suddath, 2009). Keputusan ini tercantum dalam Foreign Assitance Act of 1961, tepatnya pada Title 22 United States Code (U.S.C), chapter 32, subchapter III, part I, section 2370 tentang Larangan Penyediaan Bantuan. Pada poin (a).(1) dan (a).(2) tertulis :

(1) No assistance shall be furnished under this chapter to the present government of Cuba. As an additional means of implementing and carrying into effect the policy of the preceding sentence, the President is authorized to establish and maintain a total embargo upon all trade between the United States and Cuba (Office of the Law Revision Counsel United States Code).


(55)

(2) Except as may be deemed necessary by the President in the interest of the United States, no assistance shall be furnished under this chapter to any government of Cuba, nor shall Cuba be entitled to receive any quota authorizing the importation of Cuban sugar into the United States or to receive any other benefit under any law of the United States, until the President determines that such government has taken appropriate steps according to international law standards to return to United States citizens, and to entities not less than 50 per centum beneficially owned by United States citizens, or to provide equitable compensation to such citizens and entities for property taken from such citizens and entities on or after January 1, 1959, by the Government of Cuba(Office of the Law Revision Counsel United States Code).

Dua poin di atas menyatakan secara jelas bahwa Amerika Serikat memperkuat kebijakan embargo ekonominya terhadap Kuba di masa pemerintahan Presiden Kennedy dengan menetapkan embargo secara total terhadap seluruh bentuk kerjasama ekonomi dan perdagangan antara Amerika Serikat dengan Kuba. Amerika Serikat juga menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat tidak akan menerima ekspor hasil produksi gula dari Kuba. Ketetapan tersebut dipertegas melalui Cuban Assets Control Regulations (CACR) tahun 1963 yang berisi tentang pelarangan seluruh bentuk transaksi dengan Kuba serta pembekuan seluruh aset Kuba di Amerika Serikat (Sullivan, Cuba: Issues for the 114th Congress, 2016, hal. 22). Selain diatur dalam Cuban Assets Control Regulations of 1963 tersebut, embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba juga diatur dalam Foreign Assistance Act of 1961, the Trading with the Enemy Act, Cuban Democracy Act pada tahun 1992, Cuban Liberty and


(56)

Democratic Solidarity Act pada tahun 1996, serta Trade Sanctions and Export Enhancement Act pada tahun 2000.

Terlepas dari ketentuan-ketentuan mengenai embargo ekonomi Amerika Serikat, pada tahun 2001, Amerika Serikat dan Kuba berhasil mencapai kesepatan untuk memperbolehkan korporasi Amerika Serikat menjual suplai makanan ke Kuba dengan tujuan kemanusiaan. Hal ini merupakan dampak dari terjadinya badai Michelle yang cukup meluluh lantahkan Kuba pada tahun 2001. Sejak diberlakukannya kesepakatan tersebut, tercatat nilai pasokan suplai makanan Amerika Serikat ke Kuba mencapai USD 710 juta pada tahun 2008 (ProCon.org, 2016). Secara otomatis Amerika Serikat menjadi pemasok suplai makanan nomor satu ke Kuba pasca terjadinya badai Michele.

b. Pelarangan Lalu Lintas Perjalanan dan Remitansi

Kebijakan embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba kemudian diikuti dengan pemberlakukann pelarangan lalu lintas perjalanan dan remitansi antar kedua negara. Ketika Amerika Serikat menghentikan hubungan diplomatiknya dengan Kuba dan embargo pertama kali diberlakukan pada tahun 1960, Amerika Serikat belum menetapkan kebijakan pelarangan lalu lintas perjalanan Amerika Serikat – Kuba (travel restriction). Namun, pada tanggal 9 Juli 1963, Office of Foreign Assets Control (OFAC) Amerika Serikat melarang


(57)

adanya lalu lintas perjalanan Amerika Serikat – Kuba maupun sebaliknya melalui the Cuban Assets Control Regulations (Insight Cuba, t.thn.). Dengan diberlakukannya pelarangan lalu lintas perjalanan tersebut, kegiatan lalu lintas perjalanan dari Amerika Serikat ke Kuba maupun sebaliknya menurus derastis. Tidak ada lagi masyarakat Amerika Serikat yang berwisata ke Kuba serta tidak ada lagi arus perjalanan pengusaha-pengusaha yang sibuk menyambangi Havana dan Miami.

Regulasi terkait pelarangan lalu lintas perjalanan tersebut tak luput dari dinamika kebijakan Amerika Serikat. Berbeda halnya dengan Presiden Kennedy, Presiden Carter justru menunjukkan upaya untuk mencairkan hubungan bilateral Amerika Serikat dan Kuba dengan mengadakan forum negosiassi (ProCon.org, 2016). Hal ini berujung pada pencabutan regulasi pelarangan lalu lintas perjalanan pada tahun 1977 (Insight Cuba, t.thn.). Amerika Serikat kemudian memberlakukan general lisence atau perizinan umum untuk kegiatan perjalanan Amerika Serikat – Kuba. Merespon dibukanya kembali kesempatan lalu lintas perjalanan Amerika Serikat – Kuba, perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan mulai merencanakan kembali pelayanan penerbangan langsung dari Amerika Serikat ke Havana, Kuba.

Lima tahun pasca dicabutnya regulasi tersebut oleh Presiden Carter, Amerika Serikat memberlakukan kembali regulasi pelarangan


(58)

lalu lintas perjalanan Amerika Serikat – Kuba pada bulan April 1982 di bawah pemerintahan Presiden Ronald Reagan. Pengaktifan kembali regulasi ini diikuti dengan beberapa pengecualian, bahwa terdapat tujuan-tujuan tertentu yang masih diizinkan untuk melakukan lalu lintas perjalanan Amerika Serikat – Kuba. Tujuan-tujuan tersebut antara lain adalah tujuan untuk melaksanakan tugas kenegaraan; tujuan untuk pembuatan film dan peliputan berita oleh organisasi-organisasi pembuat film maupun berita; tujuan untuk kegiatan penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan; dan tujuan untuk mengunjungi kerabat dekat (Insight Cuba, t.thn.). Berkaca pada diperbolehkannya kegiatan penelitian untuk melakukan lalu lintas perjalanan Amerika Serikat – Kuba, maka pada tahun 1999 Amerika Serikat meresmikan “People to People Educational Exchange” yang merupakan izin untuk melaksanakan perjalanan Amerika Serikat – Kuba dengan tujuan pendidikan. Namun regulasi ini hanya bertahan selama 4 tahun, karena regulasi “People to People Educational

Exchange” akhirnya dihapuskan pada tahun 2003.

Kebijakan pelarangan lalu lintas perjalanan ini tentu berkaitan dengan migrasi kedua negara. Meskipun Amerika Serikat melarang dilakukannya kegiatan perjalanan dari maupun ke Kuba, Amerika Serikat mendukung dilaksanakannya migrasi besar-besaran yang dilakukan oleh masyarakat Kuba ke Amerika Serikat. Bagi Amerika Serikat, jumlah masyarakat Kuba yang memutuskan untuk bermigrasi


(59)

dan menetap di Amerika Serikat dapat mengindikasikan beberapa hal : (1) pemerintah Kuba merupakan pemerintahan yang tidak kredibel sehingga mengalami krisis legitimasi dari masyarakatnya sendiri; (2) besarnya angka migrasi masyarakat Kuba yang diterima oleh Amerika Serikat dapat menimbulkan kesan bahwa Amerika Serikat bersedia menampung masyarakat Kuba yang menghindari tekanan dari pemerintah komunis Kuba; (3) Amerika Serikat mengharapkan bahwa Kuba akan mengalami krisis sumber daya manusia yang berakhir pada krisis ekonomi di Kuba dikarenakan mayoritas masyarakat Kuba yang melakukan migrasi ke Amerika Serikat merupakan masyarakat kelas menengah; dan (4) para migran Kuba di Amerika Serikat dapat dimanfaatkan sebagai aset militer oleh Amerika Serikat, yang hal ini kemudian diaplikasikan dalam rencana invasi Teluk Babi (Sullivan, Cuba: Issues for the 114th Congress, 2016, hal. 21-22).

Dinamika regulasi pelarangan lalu lintas perjalanan Amerika Serikat – Kuba juga menimbulkan dampak pada regulasi migrasi penduduk. Setelah menutup arus kegiatan migrasi Amerika Serikat – Kuba, pada tahun 1995 Amerika Serikat mengeluarkan Cuban Migration Agreement di bawah pemerintahan Presiden Clinton (ProCon.org, 2016). Cuban Migration Agreement ini memuat regulasi tentang regulasi migrasi wet foot dan dry foot. Wet foot adalah regulasi migrasi yang menyatakan bahwa apabila penduduk Kuba melakukan migrasi ke Amerika Serikat melalui jalur laut, maka mereka akan


(1)

155 Office of the Law Revision Counsel United States Code. (t.thn.). 22 USC 2370: Prohibitions against furnishing assistance. Diambil kembali dari Office of the Law Revision Counsel United States Code: http://uscode.house.gov/view.xhtml?req=(title:%20section:2370%20edi

tion:prelim)%20OR%20(granuleid:USC-prelim-title-section2370)&f=treesort&edition=prelim&num=0&jumpTo=true Oleaga, M. (2014, Desember 18). Marco Rubio on Cuba Embargo : Florida

Senator Condemns New U.S, Cuba Diplomatic Relations but Cuban American Millennials. Diambil kembali dari Latin Post: http://www.latinpost.com/articles/28073/20141218/marco-rubio-cuba-embargo-florida-senator-co

Ourdocument.gov. (t.thn.). the Platt Amendment. Diambil kembali dari Ourdocument.gov:

https://www.ourdocuments.gov/doc.php?flash=true&doc=55

Ourdocuments.gov. (t.thn.). Monroe Doctrine (1823). Diambil kembali dari Ourdocument.gov: http://www.ourdocuments.gov/doc.php?doc=23 Ourdocuments.gov. (t.thn.). Platt Amendment. Diambil kembali dari

Ourdocuments.gov:

https://www.ourdocuments.gov/doc.php?flash=true&doc=55

Pachon, J. (2015, Oktober 7). Menendez on Trajectory of Cuba Engagement Policy. Diambil kembali dari Bob Menendez For New Jersey: https://www.menendez.senate.gov/news-and-events/press/menendez-on-trajectory-of-cuba-engagement-policy

Pachon, J. (2016, Maret 17). Menendez Remarks Ahead of POTUS Trip to Cuba. Diambil kembali dari Bob Menendez For New Jersey: http://www.menendez.senate.gov/news-and-events/press/menendez-remarks-ahead-of-potus-trip-to-cuba

Parson, C. (2016, Maret 15). Obama Administration Lift Travel, Financial Restriction Before Historic Cuba Trips. Diambil kembali dari Engage Cuba Coalition: http://engagecuba.org/engage-mentions/2016/3/15/vl8hr7eux52prj29h8451jy9v6v7kh

Parsons, C., & Wilkinson, T. (2016, Maret 15). Obama Makes Travel to Cuba Easier and Lifts Financial Restrictions on Havana. Diambil kembali dari Los Angeles Times: http://www.latimes.com/world/mexico-americas/la-fg-cuba-travel-20160315-story.html


(2)

156 Partyka, N. (2014, Desember 31). Cuban ‘Normalization’ : Prospect for a New Relationship. Diambil kembali dari The Hampton Institute:

http://www.hamptoninstitution.org/cuba-normalization.html#.WGPMkxs2uuc

Peppe, M. (2015, Januari 12). Repealing the US Embargo on Cuba : The Legislative Process in the US Congress. Diambil kembali dari Global Research: http://www.globalresearch.ca/repealing-the-us-embargo-on-cuba-the-legislative-process-in-the-us-congress/5424312

Peralta, E. (2015, Januari 15). U.S. Eases Travel, Financial Restrictions on Cuba. Diambil kembali dari NPR: http://www.npr.org/sections/thetwo- way/2015/01/15/377426027/u-s-eases-travel-financial-restrictions-on-cuba

Pew Research Center. (2015, Juli 21). Growing Public Support for U.S. Ties With Cuba – And an End to the Trade Embargo. Diambil kembali dari

Pew Research Center:

http://www.people- press.org/2015/07/21/growing-public-support-for-u-s-ties-with-cuba-and-an-end-to-the-trade-embargo/

Planas, R. (2016, Maret 22). These Are the Major Human Rights Issues in Cuba and the Castro Government’s Response. Diambil kembali dari The World Post: http://www.huffingtonpost.com/entry/cuba-human-rights-castro-government_us_56f12d7fe4b03a640a6b7e30

ProCon.org. (2016, September 12). Should the United States Maintain its Embargo Against Cuba? Diambil kembali dari ProCon.org: http://cuba-embargo.procon.org

Rothman, L. (2014, Desember 17). Why Did the U.S. and Cuba Sever Diplomatic Ties in the First Place. Diambil kembali dari Time: http://time.com/3637822/cuba-history/

Rubio, M. (2015, September 29). As Obama Meets Castro, Rubio Urges Him Not to Cave on Embargo Vote at U.N. Too. Diambil kembali dari Marco

Rubio US Senator for Florida:

http://www.rubio.senate.gov/public/index.cfm/press-release

Rubio, M. (2015, Februari 2). Rubio : Cuba Taking Advantage of U.S. Diambil kembali dari CNN: http://edition.cnn.com/2015/02/02/opinion/rubio-cuba-embargo/

San Diego Union – Tribune. (2015, Desember 11). U.S., Cuba Agree to Resume Direct Mail Service. Diambil kembali dari San Diego Union – Tribune:


(3)

157 http://www.sandiegouniontribune.com/hoy-san-diego/sdhoy-us-cuba-agree-to-resume-direct-mail-service-2015dec11-story.html

Sanchez, R., Labott, E., & Oppmann, P. (2014, November 7). Could a U.S. Cuba Prisoner Swap Break the Ice? Diambil kembali dari CNN: http://edition.cnn.com/2014/11/07/world/americas/united-states-cuba-relations/

Schwartz, F. (2015, Desember 11). U.S., Cuba Agree to Resume Direct Mail Service. Diambil kembali dari Wall Street Journal: http://www.wsj.com/articles/u-s-cuba-agree-to-resume-direct-mail-service-1449871118

Senguota, S., & Gladstone, R. (2016, Oktober 26). U.S. Abstains in UN Vote Condemning Cuba Embargo. Diambil kembali dari New York Times: http://www.nytimes.com/2016/10/27/world/americas/united-nations-cuba-embargo.html?_r=0)

Siddiqui, S. (2015, Juli 10). Marco Rubio : I Will Absolutely Roll Back Obama Cuba Policy. Diambil kembali dari The Guardian: http://www.theguardian.com/us-news/2015/jul/10/marco-rubio-cuba-obama-policy-roll-back

Steinhauer, J. (2014, Desember 19). A Historical Perspective on the Cuba – U.S. Relationship. Diambil kembali dari Library of Congress: https://blogs.loc.gov/kluge/2014/12/historical-perspectivecuba-u-s-relationship/

Stephen Collinson. (2014, Desember 19). 2016 Republicans Slam Cuba

Announcement. Diambil kembali dari CNN:

http://edition.cnn.com/2014/12/17/politics/us-cuba-2016-reax

Suddath, C. (2009, April 15). A Brief History of U.S - Cuba Relations. Diambil

kembali dari Time:

http://content.time.com/time/nation/article/0,8599,1891359,00.html Switzerland Federal Department of Foreign Affairs FDFA . (2015, Juli 15).

Dossier for Swiss Representations and the Media Concerning the End of Switzerland's Mandates to Represent United States Interests in Cuba and Cuban Interests in the United States. Diambil kembali dari Switzerland Federal Department of Foreign Affairs FDFA :

https://www.eda.admin.ch/content/dam/countries/countries-


(4)

158 Tharoor, I. (2015, Mei 29). After 33 Years, the U.S. Drops Cuba from its List of State Sponsors of Terrorism. Here’s What It Means. Diambil kembali

dari The Washington Post:

https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2015/04/09/afte r-23-years-the-u-s-is-dropping-its-claim-that-cuba-sponsors-terrorism-heres-what-it-means/?utm_term=.c169e301b035

The Huffington Post. (t.thn.). Yoani Sanchez. Diambil kembali dari The Huffington Post: http://www.huffingtonpost.com/author/yoani-sanchez The National Security Archive. (t.thn.). Bay of Pigs 40 Years After: Chronology.

Diambil kembali dari The National Security Archive: http://nsarchive.gwu.edu/bayofpigs/chron.html

The New York Times. (2014, November 2). A Prisoner Swap with Cuba. Diambil kembali dari The New York Times: https://www.nytimes.com/2014/11/03/opinion/a-prisoner-swap-with-cuba.html?_r=0

The New York Times. (2015, November 18). U.S. and Cuba Sign Environmental Pact. Diambil kembali dari The New York Times: http://www.nytimes.com/2015/11/19/world/americas/us-and-cuba-sign-environmental-pact.html

The Oxford Companion to American Military History . (2000). Platt Amendment. Diambil kembali dari Encyclopedia.com:

http://www.encyclopedia.com/history/latin-america-and-caribbean/cuban-history/platt-amendment

The Washington Post . (2014, Desember 17). Speech by the Cuban President Raul Castro on re-establishing U.S. – Cuban Relations. Diambil kembali

dari The Washington Post :

https://www.washingtonpost.com/world/full-text-speech-by-cuban-

president-raul-castro-on-re-establishing-us-cuba- relations/2014/12/17/45bc2f88-8616-11e4-b9b7-b8632ae73d25_story.html?utm_term=.7ba76dd6ae45

The White House. (2014, Mei 28). Remarks by the President at the United States Military Academy Commencement Ceremony. Diambil kembali dari The White House: https://obamawhitehouse.archives.gov/the-press- office/2014/05/28/remarks-president-united-states-military-academy-commencement-ceremony


(5)

159 The White House Office of the Press Release. (2014, Desember 17). Charting a New Course on Cuba. Diambil kembali dari The White House Presiden Barack Obama: https://obamawhitehouse.archives.gov/issues/foreign-policy/cuba

The White House Office of the Press Secretary. (2014, Desember 17). Statement by the President on Cuba Policy Changes. Diambil kembali dari The

White House President Barack Obama:

https://obamawhitehouse.archives.gov/the-press-office/2014/12/17/statement-president-cuba-policy-changes

Time. (t.thn.). The U.S. Trade Embargo on Cuba Just Hit 55 Years. Diambil kembali dari Time: http://time.com/4076438/us-cuba-embargo-1960/ Trotta, D., & Holland, S. (2014, Desember 17). Obama : U.S., Cuba Moving to

Normalize Relations. Diambil kembali dari Las Vegas Review Journal: http://www.reviewjournal.com/news/nation-and-world/obama-us-cuba-moving-normalize-relations

U.S. Department of State. (2015, Desember). U.S and Cuba Hold Migration Talks. Diambil kembali dari U.S. Department of State: http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2015/12/250198.htm

U.S. Department of State. (2015). U.S. – Cuba Joint Statement on Environmental Cooperation. Diambil kembali dari U.S. Department of State: http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2015/11/249982.htm

U.S. Department of State. (2016). Counternarcotics Arrangement Signed During Thrid Counternarcotics Technical Exchange Betwwen the United States and Cuba. Diambil kembali dari U.S. Department of State: http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2016/07/260396.htm

U.S. Department of State. (2016, Juli). United States and Cuba Continue Migration Talks. Diambil kembali dari U.S. Department of State: htpp://state.gov/r/pa/prs/ps/2016/07/260040.htm

U.S. Department of State. (2016). United States and Cuba to Hold First Counterterrorism Techinical Exchange in Havana, Cuba. Diambil

kembali dari U.S. Department of State:

http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2016/06/258175.htm

U.S. Department of Transportation. (2016, Februari 16). United States, Cuba Signs Arrangement Restoring Scheduled Air Service. Diambil kembali


(6)

160 https://www.transportation.gov/briefing-room/united-states-cuba-sign-arrangement-restoring-scheduled-air-service

United Nations. (2015, Oktober 27). Despite Resumption of Relations between United States, Cuba, General Assembly Adopts, Almost Unanimously, Resolution Calling for Blockade to Be Lifted. Diambil kembali dari United Nations: https://www.un.org/press/en/2015/ga11713.doc.htm Waddel, K. (2014, Agustus 4). American Imprisoned in Cuba : ‘Life in Prison is

not a Life Worth Living. Diambil kembali dari The Atlantic:

http://www.theatlantic.com/politics/archive/2014/08/american-imprisoned-in-cuba-life-in-prison-is-not-a-life-worth-living/458649/ Wagner, L. (2016, Februari 12). Next Week, U.S., Cuba Will Agree to

Re-Establish Commercial Air Travel. Diambil kembali dari NPR: http://www.npr.org/sections/thetwo-way/2016/02/12/466604706/u-s-and-cuba-to-re-establish-commercial-air-travel-next-week

Welsh, T. (2016, Maret 15). More People Can Now Travel to Cuba. Diambil kembali dari US News: https://www.usnews.com/news/articles/2016-03-15/obama-administration-relaxes-travel-financial-restrictions-on-cuba Whitefeld, M. (2016, Maret 15). U.S. Continue to Chip at Embargo by Easing

Cuban Travel and Banking Restrictions. Diambil kembali dari Miami Herald: http://www.miamiherald.com/news/nation-world/world/americas/cuba/article66116447.html

Whitefield, M. (2016, Februari 16). U.S., Cuba Sign Civil Aviation Accord in Havana as Cuba’s Foreign Trade Minister Visit Washington. Diambil kembali dari Miami Herald: http://www.miamiherald.com/news/nation-world/world/americas/cuba/article60623741.html

Williams, C. (2016, Maret 19). Cuba Has An Ambitions Plan to Protect Its Environment From Tourist. Diambil kembali dari The Huffington Post:

http://www.huffingtonpost.com/entry/cuba-environment-tourist_us_56eac165e4b0860f99dbb125

Zahriyeh, E. (2015, April 15). What is the State Sponsors of Terrorism List.

Diambil kembali dari Aljazeera America:

http://america.aljazeera.com/articles/2015/4/15/what-is-the-state-sponsors-of-terrorism-list.html