Implikasi Politik Akibat Embargo Ekonomi Amerika Serikat Terhadap Pemerintahan Fidel Castro
IMPLIKASI POLITIK AKIBAT EMBARGO EKONOMI AMERIKA SERIKAT TERHADAP PEMERINTAHAN FIDEL CASTRO
Chastry Ertika Fatmawaty Tobing 090906043
Dosen Pembimbing : Dr. Heri Kusmanto, MA
Dosen Pembaca : Dra. Evi Novida Ginting, M.SP
DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2014
(2)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
CHASTRY ERTIKA FATMAWATY LUMBANTOBING (090906043)
IMPLIKASI POLITIK AKIBAT EMBARGO EKONOMI AMERIKA SERIKAT TERHADAP PEMERINTAHAN FIDEL CASTRO
Rincian isi Skripsi xi, 81 halaman, 29 buku, 1 artikel, 1 jurnal, 3 situs internet. (Kisaran buku dari tahun 1956-2007)
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba menguraikan tentang implikasi politik akibat embargo ekonomi yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap pemerintahan Fidel Castro periode 1959-2006. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana implikasi politik yang terjadi pada pemerintahan Kuba saat Fidel Castro menjadi kepala negara. Dijelaskan mulai dari sejarah Kuba di kawasan Amerika Latin dan perlawanan mula-mula dari rakyat Kuba dalam menghadapi kaum penjajah yakni Spanyol dan Amerika Serikat. Dijelaskan juga mengenai bagaimana hubungan antara Amerika Serikat dengan Kuba yang berkaitan dengan embargo ekonomi, deskripsi mengenai sebab-sebab munculnya dan proses embargo ekonomi tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku-buku, artikel, jurnal, dan situs-situs internet. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan memberikan penjelasan, menggambarkan, dan meringkaskan suatu gejala yang menggungkapkan fakta untuk dianalisa. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Dengan menggunakan bahan kepustakaan yang menjasi bahan utama dalam penelitian ini.
Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori impikasi politik mengenai legitimasi kekuasaan oleh Johanes Winckelmaan dan Weber, teori embargo yang menjelaskan apa yang melatarbelakangi tindakan embargo tersebut dan teori politik luar negeri yang menjelaskan mengenai hubungan Kuba baik dengan Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Berusaha menjelaskan bagaimana suatu tindakan ekonomi mempengaruhi segi politik suatu pemerintahan yang mampu bertahan dengan segala cara dan takti dari pemimpin negara yakni Fidel Castro.
Menjelaskan bagaimana awal permusuhan yang terjadi antara Amerika Serikat dan Fidel Castro yang merupakan awal dari embargo ekonomi. Politik yang dijalankan oleh Fidel Castro saat memerintah Kuba mempengaruhi segala
(3)
kebijakannya yang kontra terhadap Amerika Serikat. Kuba sebuah negara berkembang mampu bertahan dibawah pimpinan Fidel Castro walau segala tindakan isolasi telah ditujukan kepada negara tersebut.
(4)
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
CHASTRY ERTIKA FATMAWATY LUMBANTOBING (090906043) POLITICAL IMPLICATIONS AS A RESULT OF THE UNITED STATES ECONOMIC EMBARGO AGAINST FIDEL CASTRO’S GOVERNMENT Contents: xi, 81 pages, 29 books, 1 article, 1 journal, 3 websites.
(Publication1956-2007)
ABSTRACT
This study tried to describe the political implications as a result of the economic embargo by the United States against Fidel Castro's government period 1959-2006 . The purpose of this study is to explain how the political implications of the current Cuban government of Fidel Castro became head of state. Explained ranging from the history of Cuba in Latin America and the early resistance of the Cuban people in the face of the Spanish colonizers and the United States. He also explained about how the relationship between the United States relating to the Cuban economic embargo, a description of the reasons for and the process of the economic embargo.
The data used in this study derived from books, articles, journals and Internet sites. The analytical method used in this research is descriptive research method by providing an explanation, describing, and summarizing a symptom menggungkapkan facts to be analyzed. This research is library research. By using the literature that womanly main ingredient in this study.
The theory used to explain the problems is the theory of the legitimacy of political impikasi by John Winckelmaan and Weber, embargo theory that explains what lies behind the embargo act of foreign policy and theories explaining the Cuban relations with the United States and other countries . Trying to explain how an action affects the economy in terms of politics of a government that is able to survive by all means and tactics from Fidel Castro the leader of the country.
Explain how that happened early hostility between the United States and Fidel Castro that was the beginning of the economic embargo. Politics is run by Fidel Castro ruled Cuba currently affects all policies that counter the United States.Cuba survived a developing country under the leadership of Fidel Castro despite all insulation measures have been addressed to the country.
Keywords: political implications as a result of the economic embargo, Fidel Castro
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena oleh berkat dan anuhgerah-Nya, skripsi yang bejudul “Implikasi Politik Akibat Embargo Ekonomi Amerika Serikat Terhadap Pemerintahan Fidel Castro” ini dapat selesai sebagaimana adanya. Penulis sadar bahwa skripsi ini dapat selesai bukan karena kekuatan yang penulis miliki, namun itu semua karena kasih karunia dan pertolongan-Nya. Skipsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian akhir Strata-I, jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Medan.
Dari proses penulisan sampai dengan penyelesaian skripsi ini, tidak lepas dari dorongan semangat, dukungan, tegur sapa, masukan, dan bimbingan, utamanya yang terkait langsung dengan diri penulis, untuk itu perkenankan penulis mengucapkan banyak terimakasih dengan iringan doa kepada semua pihak.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) USU.
2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU, yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Heri Kusmato, MA selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan saran, kritik, motivasi dan waktunya untuk membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan juga kepada Ibu Dra. Evi Novida Ginting, M.SP selaku dosen pembaca, yang begitu banyak memberikan masukan dan gagasan kepada saya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, Bapak Sahat Lumbantobing dan Ibu Mindo Siahaan yang selalu memberikan saya semangat baik secara moril maupun materil, dan tiada bosan-bosannya mengawasi perkembangan skripsi saya dari awal sampai akhir. Semua yang telah saya raih sampai detik ini, semua karena doa dan dukungan yang kalian berikan. Saya bukanlah anak terbaik di dunia tapi saya beruntung mempunyai orangtua yang terbaik didunia. Kebahagiaan yang sempurna
(6)
untuk seorang anak tak henti kalian berikan kepada saya dan segala cinta serta usaha yang terbaik dari saya hanya untuk kalian.
5. Ketiga abang saya, Charles Lumbantobing (teriring cinta dan doa buat abang sampai kapanpun selalu dihati kami),Chandra Lumbantobing, S.Pd dan Chafri Lumbantobing, terimakasih buat semangatnya superbro semoga kita dapat saling berbagi dan saling menguatkan. Untuk Keluarga Besar Lumbantobing dan Siahaan, terimakasih buat doa dan dukunganya. 6. Untuk Keluarga Besar Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara, terutama angkatan 2009, kak Elisa, Lenni, Dhea, Nining, Indah, Alex, Samran, Andy, Angel, Jul, Rita, Evi, Friska, dan semua kawan-kawan lainnya (sukses milik kita, semangat!!). 7. Untuk sahabat-sahabat terbaik saya Jimmy Comanndo Sinaga, Tryedo
Pinem, Leonard Varera, Ian Pasaribu, Novi Hariani, Meilyska Purba (terimakasih buat tahun-tahun terbaiknya, maaf ya uda sering ngerepotin kalian, sampai kapanpun kita akan tetap KITA, I love you ), Nelly Kembaren, S.Kom (semangat merantaunya nenel, semoga smua impian kita berhasil ya…), Kak Wistin Monica Gulo, S.Sos (sukses karirnya kakak, serasa kandung ya..),Virnha Ardila Amd, Friska Siringo-ringo S.Pd, Manuella Butar-butar S.Pd, (semangat sukses, jalan kita?hihi..). Untuk orang-orang yang pernah menjadi bagian hidup saya dan yang akan mengisi kehidupan saya, saya ucapkan terimakasih dan syukur untuk kehadiran mereka.
8. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sumatera Utara, Keluarga Besar Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, saya hanturkan banyak terimakasih atas fasilitas dan buku-buku yang disediakan.
9. Untuk semua pihak yang telah membantu penulis baik dari segi moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih, mohon maaf jika saya tidak bisa sebutkan nama satu persatu dikarenakan keterbatasan saya, tapi rasa hormat dan terimakasih saya ucapkan dengan setulusnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dalam pengolahan data, serta penyajiannya. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca walaupun terdapat banyak kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran perbaikan skripsi ini.
(7)
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terimakasih bagi semua pihak yang telah memberi bimbingan, masukan, bantuan, dn dukungan selama proses pengerjaan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Medan, 22 Desember 2013
(8)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. BatasanMasalah ... 8
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9
1.5. Signifikasi Penelitian ... 9
1.6. Kerangka Teori ... 9
1.6.1. Implikasi Politik ... 9
1.6.2. Embargo ... 16
1.6.3. Konsep Politik Luar Negeri ... 17
1.6.4. Konsep Kebijakan Luar Negeri ... 18
1.6.5. Konsep Kebijakan Publik ... 22
1.6.6. Ideologi dan Ideologi Politik ... 26
1.6.6.1 Sosialisme ... 28
1.7. Metodologi Penelitian ... 29
1.7.1 Jenis Penelitian ... 30
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data ... 30
1.7.3. Teknik Analisa Data ... 30
(9)
BAB 2 HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN KUBA ... 32
2.1. Amerika Serikat ... 32
2.2. Kuba ... 36
2.2.1. Masa Pemerintahan Fidel Castro ... 39
2.3. Hubungan Amerika Serikat Dengan Kuba ... 45
BAB 3 EMBARGO EKONOMI AMERIKA SERIKAT DAN IMPLIKASI POLITIKNYA TERHADAP PEMERINTAHAN FIDEL CASTRO 51 3.1. Embargo Ekonomi Amerika Serikat ... 51
3.2. Implikasi Politik Akibat Embargo Ekonomi Amerika Serikat Terhadap Pemerintahan Fidel Castro ... 66
BAB 4 PENUTUP ... 76
4.1. Kesimpulan ... 76
4.2. Saran ... 78
(10)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
CHASTRY ERTIKA FATMAWATY LUMBANTOBING (090906043)
IMPLIKASI POLITIK AKIBAT EMBARGO EKONOMI AMERIKA SERIKAT TERHADAP PEMERINTAHAN FIDEL CASTRO
Rincian isi Skripsi xi, 81 halaman, 29 buku, 1 artikel, 1 jurnal, 3 situs internet. (Kisaran buku dari tahun 1956-2007)
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba menguraikan tentang implikasi politik akibat embargo ekonomi yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap pemerintahan Fidel Castro periode 1959-2006. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana implikasi politik yang terjadi pada pemerintahan Kuba saat Fidel Castro menjadi kepala negara. Dijelaskan mulai dari sejarah Kuba di kawasan Amerika Latin dan perlawanan mula-mula dari rakyat Kuba dalam menghadapi kaum penjajah yakni Spanyol dan Amerika Serikat. Dijelaskan juga mengenai bagaimana hubungan antara Amerika Serikat dengan Kuba yang berkaitan dengan embargo ekonomi, deskripsi mengenai sebab-sebab munculnya dan proses embargo ekonomi tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku-buku, artikel, jurnal, dan situs-situs internet. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan memberikan penjelasan, menggambarkan, dan meringkaskan suatu gejala yang menggungkapkan fakta untuk dianalisa. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Dengan menggunakan bahan kepustakaan yang menjasi bahan utama dalam penelitian ini.
Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori impikasi politik mengenai legitimasi kekuasaan oleh Johanes Winckelmaan dan Weber, teori embargo yang menjelaskan apa yang melatarbelakangi tindakan embargo tersebut dan teori politik luar negeri yang menjelaskan mengenai hubungan Kuba baik dengan Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Berusaha menjelaskan bagaimana suatu tindakan ekonomi mempengaruhi segi politik suatu pemerintahan yang mampu bertahan dengan segala cara dan takti dari pemimpin negara yakni Fidel Castro.
Menjelaskan bagaimana awal permusuhan yang terjadi antara Amerika Serikat dan Fidel Castro yang merupakan awal dari embargo ekonomi. Politik yang dijalankan oleh Fidel Castro saat memerintah Kuba mempengaruhi segala
(11)
kebijakannya yang kontra terhadap Amerika Serikat. Kuba sebuah negara berkembang mampu bertahan dibawah pimpinan Fidel Castro walau segala tindakan isolasi telah ditujukan kepada negara tersebut.
(12)
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
CHASTRY ERTIKA FATMAWATY LUMBANTOBING (090906043) POLITICAL IMPLICATIONS AS A RESULT OF THE UNITED STATES ECONOMIC EMBARGO AGAINST FIDEL CASTRO’S GOVERNMENT Contents: xi, 81 pages, 29 books, 1 article, 1 journal, 3 websites.
(Publication1956-2007)
ABSTRACT
This study tried to describe the political implications as a result of the economic embargo by the United States against Fidel Castro's government period 1959-2006 . The purpose of this study is to explain how the political implications of the current Cuban government of Fidel Castro became head of state. Explained ranging from the history of Cuba in Latin America and the early resistance of the Cuban people in the face of the Spanish colonizers and the United States. He also explained about how the relationship between the United States relating to the Cuban economic embargo, a description of the reasons for and the process of the economic embargo.
The data used in this study derived from books, articles, journals and Internet sites. The analytical method used in this research is descriptive research method by providing an explanation, describing, and summarizing a symptom menggungkapkan facts to be analyzed. This research is library research. By using the literature that womanly main ingredient in this study.
The theory used to explain the problems is the theory of the legitimacy of political impikasi by John Winckelmaan and Weber, embargo theory that explains what lies behind the embargo act of foreign policy and theories explaining the Cuban relations with the United States and other countries . Trying to explain how an action affects the economy in terms of politics of a government that is able to survive by all means and tactics from Fidel Castro the leader of the country.
Explain how that happened early hostility between the United States and Fidel Castro that was the beginning of the economic embargo. Politics is run by Fidel Castro ruled Cuba currently affects all policies that counter the United States.Cuba survived a developing country under the leadership of Fidel Castro despite all insulation measures have been addressed to the country.
Keywords: political implications as a result of the economic embargo, Fidel Castro
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Selama mengalami penjajahan Spanyol dan Portugal sejak tahun 1571, akhirnya memunculkan keinginan rakyat Amerika Latin untuk memperjuangkan kemerdekaanya. Perjuangan yang terjadi diantara negara-negara Amerika Latin tersebut tidak terjadi secara serentak namun dilakukan oleh rakyat daerah jajahan masing-masing tanpa ada koordinasi dengan daerah lainnya. Sistem kolonialisme yang kejam yang dirasakan selama masa penjajahan merupakan satu faktor yang melatarbelakangi munculnya perjuangan tersebut. Rakyat daerah jajahan diberlakukan secara tidak adil dan hasil dari kerja keras mereka diperas demi kepentingan merkantilisme ekonomi hingga menindas hak-hak asasi mereka.1
Kuba merupakan salah satu negara yang berada dikawasan Amerika Latin. Terletak di wilayah Karibia dan merupakan daratan terluas di sebelah barat Kepulauan Antilles. Posisi Kuba yang strategis, kekayaan lahan pelabuhan yang melimpah, serta candangan mineral yang dimiliki Kuba menjadi daya tarik bagi kekuasaan-kekuasaan asing untuk menguasai Kuba. Pada waktu negara-negara Amerika Latin yang merupakan jajahan Spanyol dan Portugal telah berhasil mendapatkan kemerdekaannya, Kuba masih dikuasai oleh Spanyol.
Selain faktor tersebut, hubungan yang terjadi antara daerah jajahan dengan dunia luar secara tidak langsung juga menjadi faktor penting dalam memunculkan gagasan-gagasan pemikiran baru yang membantu dalam menemukan cara untuk memperjuangkan kemerdekaan.
2
1 Hidayat Mukmin,
Pergolakan di Amerika Latin Dalam Dasawarsa ini, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1981, Saat itu Spanyol yang dipimpin oleh Diego Velazquez de Cuellar mulai menaklukkan penduduk pribumi Kuba dan menjadi gubernur Kuba untuk Spanyol dengan
hal.40-41.
2
(14)
membangun sebuah villa di Baracoa yang menjadi ibukota pertama pulau itu.3
Kegagalan perlawanan itu kemudian memunculkan Perang Sepuluh Tahun (1868-1878) di Kuba. Perlawanan yang dipimpin oleh Carlos Manuel de Cepedes, Fransisco Aguliera, Maximo Gomez dan Jenderal Ramon Balanco, merupakan pemberontakan rakyat Kuba terhadap Spanyol yang membuat semangat revolusi rakyat makin meluap. Walaupun pemberontakan ini satu langkah lebih maju dari pemberontakan sebelumnya namun pemberontakan ini belum juga berhasil membawa rakyat Kuba untuk merdeka. Akibat dari pemberontakan ini banyak warga Amerika Serikat yang berada di Kuba menjadi korban dan banyak dari warga Kuba juga ikut melarikan diri ke Amerika Serikat untuk mendapatkan perlindungan dari kekacauan yang sedang terjadi di negaranya.
Invasi tersebut berhasil menjadikan Spanyol sebagai penguasa atas Kuba. Usaha-usaha yang dilakukan oleh rakyat Kuba untuk menggusir para penjajah Spanyol dimulai dari gerakan bawah tanah hingga perlawanan terbuka belum berhasil juga hingga tahun 1868.
Kapal perang Amerika Serikat “Maine” yang akan membantu rakyat Amerika Serikat mengungsi dari Kuba tiba-tiba meledak di Pelabuhan Havana. Peledakan kapal tersebut diduga merupakan perbuatan tentara Spanyol. Peristiwa ini memicu kebencian Amerika Serikat terhadap Spanyol. Sebagai bentuk protes terhadap peristiwa tersebut, Amerika Serikat ikut menyatakan bahwa Kuba berhak merdeka. Protes ini dianggap Spanyol sebagaisuatu tindakan provokasi Amerika Serikat. Sebagai reaksinya, pada tanggal 24 April 1898 Spanyol secara resmi mengumumkan perang terhadap Amerika Serikat. Dalam perang tersebut Spanyol kalah dan perang berakhir dengan pendudukan tentara Amerika Serikat di Kuba pada tanggal 1 Januari 1899. Kekalahan ini juga membawa dampak lepasnya Puerto Rico, Filipina dan Guam dari tangan Spanyol ke Amerika Serikat.
3 Ferdinand Zaviera,
(15)
Kemenangan tersebut ternyata tidak membuat Kuba mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya. Yang terjadi hanya sebuah transisi pengaruh dari Spanyol ke Amerika Serikat. Sejak abad ke 19 kepemilikan dan penguasaan berbagai unit ekonomi dan fasilitas produksi di Kuba justru jatuh ke tangan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat. Kuba mendapatkan kemerdekaanya pada tahun 1902 dengan Estrada Palma sebagai presiden pertamanya. Namun kemerdekaan itu dibatasi oleh Amandemen Platt, yakni sebuah perjanjian antara Amerika Serikat dengan Kuba. Amandemen Platt dijadikan sebagai pedoman konstitusi baru bagi Kuba. Secara tidak langsung hal itu mengakibatkan Kuba menjadi jajahan Amerika Serikat karena amandemen tersebut mengijinkan Amerika Serikat untuk menerapkan tekanan yang besar terhadap Kuba atas dasar hak istimewa yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Keadaan ini sangat menguntungkan Amerika Serikat karena memberikan kewenangan kepada Amerika Serikat dalam urusan-urusan Kuba seperti mengharuskan Kuba menyewakan Teluk Guantanamo kepada Amerika Serikat.4
Teluk Guantanamo digunakan oleh Amerika Serikat sebagai pangkalan militer sejak perang Spanyol-Amerika tahun 1898. Letaknya yang strategis, ketiga sisinya berhadapan langsung dengan laut dan dipisahkan 27 kilometer dari batas yang masih menjadi wilayah Kuba. Pada masa presiden Gerardo Machado tahun 1934, Amandemen Platt dicabut namun masa penyewaannya diperpanjang. Perusahan-perusahan yang berbasis di Amerika Serikat terus mendominasi setiap sektor penting dalam perekonomian Kuba. Terutama disaat Kuba dibawah pimpinan Fulgencio Batista, negara tersebut menjadi sebuah negara kediktatoran yang kejam dan dalam kepemimpinannya, Batista didukung oleh Amerika Serikat karena kebijakannya mengguntungkan Amerika Serikat. 5
4Ibid, Hal. 27.
5 Abdul Manan, 2013,
Sejarah Ringkas Guantanamo Kuba,
(16)
Kaum imperialis ini diijinkan untuk menggunakan Kuba sebagai lahan keuntungan mereka tanpa memperdulikan rakyat Kuba yang menderita karena berbagai bentuk keburukan aparat birokrasi Kuba terjadi pada saat itu. Segala sektor industri yang terbesar seperti gula dan pariwisata serta sektor lain seperti industri telekomunikasi, Cuban Telephone Company juga dikuasai perusahan Amerika Serikat. Havana termasuk menjadi tujuan pelesir bagi para pengusaha dan wisatawan Amerika Serikat. Keadaan ini terus berlanjut mendominsi Kuba hingga munculnya revolusi di tahun 1959.6
Pada tanggal 1 Januari 1959, Revolusi Kuba mengakhiri semua itu. Setelah menemui kegagalan dalam perjuangannya selama enam tahun, gerakan revolusioner yang dipimpin oleh Fidel Castro berhasil menjatuhkan kekuasaan Fulgencio Batista. Pada saat Batista diturunkan dari kepemimpinannya, 75% dari tanah pertanian utama Kuba dimiliki oleh perusahaan asing. Hasil pangan utama Kuba diekspor ke Amerika Serikat dengan alasan Kuba mendapatkan kuota besar yang dibayar diatas harga dunia. Setelah berhasil menjatuhkan rezim diktator Fulgencio Batista, Fidel Castro memimpin Kuba dan membawa negara itu ke sebuah perubahan yang revolusioner. Kemenangan Fidel Castro dalam perjuangannya melawan Batista sebagaimana dikatakan oleh seorang pakar ekonomi Edward Boorstein menyimpulkan,
“Bahwa mereka telah melenyapkan mandor-mandor lokal dan kini mereka harus menghadapi pemilik sesungguhnya lahan-lahan pertanian Kuba: Imperialisme Amerika
Serikat!”7
Perintah embargo Amerika Serikat terhadap Kuba dimulai pada tahun 1960. Embargo ini dianggap sebagai intervensi kasar terhadap hak yang menentukan nasib dari rakyat Kuba. Amerika Serikat secara progresif memberlakukan undang-undang yang dimaksudkan untuk mengisolasi Kuba secara ekonomi lewat embargo dan langkah-langkah lainnya. Embargo ini
6 Ferdinand Zaviera, op.cit; Hal.27.
7 Imam Hidayah Usman, 2006,
(17)
dilakukan karena akibat dari kebijakan pemerintah yang tidak lagi mengguntungkan Amerika Serikat. Pemerintah melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan asing milik Amerika Serikat, termasuk bank-bank milik Amerika Serikat seperti The First National Bank of Boston, First National City
Bank of New York dan Chase Manhattan, dan berbagai kebijakan lain termasuk
pembaharuan agrarian yang tentunya sangat merugikan kepentingan modal asing Amerika Serikat yang telah lama menguasai aset-aset produktif Kuba.8
Saat itu Presiden Amerika Serikat, Dwight Eisenhower menyetujui rencana aksi rahasia melawan Kuba. Rencana itu menggunakan apa yang mereka sebut “Powerful Propaganda Campaign” yang dibuat khusus dengan target menjatuhkan Fidel Castro. Rencana itu antara lain, menolak membeli gula, mengakhiri pengiriman minyak, meneruskan embargo senjata yang telah diberlakukan sejak zaman Batista dan melatih para pelarian Kuba dengan cara militer untuk dikerahkan ke dalam sebuah penyerangan ke Kuba.
Awal permusuhan Fidel Castro dengan Amerika Serikat terjadi di tahun-tahun pertama revolusi. Ia menetapkan berbagai kebijakan yang dianggap membahayakan kepentingan militer dan ekonomi Amerika Serikat di Kuba. Hal ini terlihat ketika Castro yang mengambil kembali Teluk Guatanamo dan menolak uang sewa yang dibayarkan oleh Amerika Serikat sebesar US$4.000 per tahun. Ia malah mendesak Amerika Serikat memindahkan pasukannya dari pangkalan militer tersebut. Fidel Castro juga menasionalisasikan pekebunan tebu seluas lebih dari 400 hektar. Sebagai balasannya pada Juni 1960, Eisenhower mengurangi kuota impor gula ke Kuba menjadi 700.000 ton dan kembali direspon oleh Kuba dengan menasionalisasikan sekitar 850 juta aset-aset kekayaan dan bisnis milik Amerika Serikat termasuk tambang-tambang minyak dan perusahaan telepon di Kuba. Amerika Serikat tidak tinggal diam, negara adikuasa tersebut membalas
8 Imam Hidayah Usman,
(18)
kembali dengan menerapkan embargo hukuman dan menutup akses dagang pemerintah Havana.9
Pada Februari 1960, Kuba mulai membina hubungan dagang dengan Uni Sovyet. Melalui Wakil Perdana Menteri, Anasta Mikoyan, Uni Sovyet menawarkan hubungan kerjasama antara kedua negara tersebut yang dimulai dengan menukarkan gula Kuba dengan minyak mentah dari Uni Sovyet. Uni Sovyet yang saat itu menjadi seteru besar Amerika Serikat, berjanji akan memberikan pinjaman ratusan juta dolar, pesanan jutaan ton gula dan peralatan militer membantu perekonomian Kuba. Delapan puluh lima persen perdagangan luar negeri Kuba dilangsungkan dengan negara anggota Blok Timur pimpinan Uni Sovyet. Kuba mengekspor aneka produk pertanian terutama gula dengan cara barter untuk mendapatkan minyak dan produk manufaktur.10
Hal ini makin menyulut kebencian Amerika Serikat terhadap sosok Fidel Castro dan mulai melancarkan usaha-usaha untuk menyingkirkan Fidel Castro dari pentas politik Kuba. Mulai dari invasi militer hingga invasi ekonomi dan melakukan upaya pembunuhan terhadap Fidel Castro. Invasi Teluk Babi pada tanggal 15-17 April 1961 adalah penyerangan yang dilakukan oleh para imigran yang berasal dari Kuba yang didukung sepenuhnya oleh CIA. Pemerintah Amerika Serikat berharap lewat penyerangan ini Fidel Casto berhasil digulingkan, namun pada kenyataannya penyerangan ini dengan mudah dapat dilumpuhkan oleh Fidel Castro dalam waktu 72 jam dan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy yang menyetujui penyerangan itu dibuat malu karenanya.11
Upaya untuk mengisolasi Kuba semakin gencar dilakukan oleh Amerika Serikat. Melalui OAS (Organisation of American State). Amerika Serikat mengajak negara-negara Amerika Latin lainnya secara individual untuk
9 Ferdinand Zaviera, Ibid, Hal. 32.
10 Iman Hidayah Usman,
Op.cit; hal.68.
11
Pandu Setia, Amerika Mengobarkan Perang 20 Intervensi Militer dan Upaya Penggulingan Mulai dari
(19)
memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Kuba. Dibawah pemerintahan Fidel Castro, Kuba tidak hanya bertahan dalam mengahadapi segala tekanan dari Amerika Serikat namun Kuba juga berkembang menjadi negara sosialis walaupun belum dalam bentuk yang sepenuhnya. Pada peringatan Hari Buruh 1 Mei 1961, Fidel Castro dengan tegas mendeklarasikan bahwa Kuba adalah negara sosialis dan mengatakan,
“ Jika Tuan Kennedy tidak senang dengan sosialisme, kami juga tidak senang dengan imperialisme dengan kapitalisme. Saya seorang Marxis-Leninis. Dan akan terus begitu sampai
mati!”.12
Embargo ekonomi yang dikenakan pemerintah Amerika Serikat adalah sebuah sejarah panjang. Berganti-ganti presiden Amerika Serikat mulai dari Eisenhower, kebijakan ini masih dijalankan. Fidel Castro menjadi sosok yang menakutkan dan paling dibenci oleh mereka. Saat Presiden Kennedy, ia memang tidak memberlakukan embargo total ke Kuba namun ia mengetatkan embargo ekonomi tersebut dengan perintah bahwa makanan dan obat-obatan yang boleh diperdagangkan ke Kuba hanyalah makanan dan obat-obatan yang tidak disubsidi.
Dan lebih dari itu pemerintah Amerika Serikat juga melarang semua barang yang memiliki kandungan bahan-bahan material yang berasal dari Kuba walaupun itu diproduksi oleh negara lain. Presiden Carter pada 1977 mencabut larangan warga Amerika Serikat yang berlibur di Kuba, namun pada tahun 1981 Presiden Reagan memberlakukan aturan itu kembali. Ditahun 1992 sesaat Presiden George Bush mengeluarkan soal pelarangan perusahaan swasta untuk berdagang di Kuba, dengan percaya diri mereka mengungkapkan bahwa dalam hitungan minggu Fidel Castro akan terhambat akibat kebijakan tersebut, namun hal itu sama sekali tidak terbukti.
Setelah mengetahui sekilas mengenai apa yang menjadi sejarah Kuba dan alasan negara Kuba diembargo oleh Amerika Serikat serta gambaran singkat
12Iman Hidayah Usman,
(20)
bentuk tindakan-tindakan embargo ekonomi tersebut, maka hal inilah yang kemudian menjadi ketertarikan penulis untuk meneliti bagaimana implikasi politik akibat embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap pemerintahan Fidel Castro.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau perlu dicari jalan pemecahannya , atau dengan kata lain perumusan masalah adalah merupakan pertanyaan lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.13
3. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan yaitu, “Bagaimana Implikasi Politik Akibat Embargo Ekonomi Amerika Serikat Terhadap Pemerintahan Fidel Castro?”
Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk ke dalam masalah penelitian dan faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian serta agar hasil penelitian yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, yaitu suatu karya tulis yang sistematis dan tidak melebar. Maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : Embargo Ekonomi Amerika Serikat yang terjadi pada masa pemerintahan Fidel Castro (1959-2006)
(21)
4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : Menjelaskan implikasi politik yang terjadi akibat embargo ekonomi yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap pemerintahan Fidel Castro.
5. Signifikansi Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai kemampuan pemerintahan Fidel Castro yang bertahan dengan pemikiran dan tindakan politiknya dalam menghadapi embargo ekonomi Amerika Serikat.
2. Penelitian ini sekiranya dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Politik dan menjadi referensi/kepustakaan bagi Departemen Ilmu Politik Fisip USU.
6. Kerangka Teori
Salah satu unsur penting dalam penelitian adalah kerangka teori, karena teori berfungsi sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan darimana peneliti melihat objek yang diteliti sehingga penelitian dapat lebih sistematis. Teori adalah rangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.14
6.1Implikasi Politik
Implikasi diartikan sebagai suatu konsekuensi atau akibat langsung dari sebuah tindakan. Dalam penerapannya di politik, implikasi biasanya dikaitkan dengan gejala-gejala politik yang ada. Politik yang diartikan sebagai usaha untuk mencapai suatu masyarakat yang lebih baik daripada yang dihadapinya atau apa yang disebut oleh (Peter Merkl, 1976: 13), bahwa Politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha untuk mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan yang
14 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi
(22)
berkeadilan. Dalam menarik sebuah implikasi haruslah dikaitkan dengan konteks penelitian yang ada.
Gejala-gejala politik yang timbul dalam sistem politik akan memperlihatkan dampak yang jelas dalam perkembangan politik, kemerosotan politik dan perubahan politik. Dalam perkembangan politik dinilai bahwa gejala-gejala yang timbul mengalami peningkatan sehingga berakibat pada proses transisi politik. Demikian pula keadaan yang disebut dengan kemerosotan politik. Hal itu bisa terjadi apabila gejala-gejala yang menimbulkan suatu perubahan politik menurun kapasitasnya dalam artian tidak begitu banyak membawa dampak pada perubahan politik yang ada. Gejala-gejala politik tersebut dapat dilihat dari beberapa hal yakni :
1. Kebijaksanaan.
Kehidupan politik menurut pendirian yang lazim meliputi semua aktivitas yang berpengaruh terhadap kebijaksanaan dari yang khusus, yang diterima baik oleh sebuah masyarakat dan terhadap cara pelaksanaan kebijaksanaan ini. (David Easton, 1953: 128).
2. Kekuasaan.
Kekuasaan “power” diartikan sebagai kekuatan mempengaruhi tingkah laku orang-orang lain sesuai dengan tujuan aktor yang berkuasa. Kekuasaan dalam konsep politik diartikan sebagai pengaruh kebijaksanaan pemerintah serta perwujudannya dan dampaknya sesuai dengan tujuan pemegang kekuasaan. Robert A. Dahl menyatakan bahwa kekuasaan merujuk pada adanya kemampuan untuk mempengaruhi diri seseorang kepada orang lain, dari satu pihak kepada pihak lain.
Andrian Leftwich, dalam bukunya “What Is Politics? The Activity
and Its Study” menjelaskan bahwa politik adalah jantung dari semua
kegiatan sosial kolektif, formal maupun informal, publik maupun privat, dalam semua kelompok masyarakat. Politik melahirkan
(23)
kekuasaan yang memperhatikan penciptaan, pendistribusian dan penggunaan sumber-sumber keberadaan sosial manusia. Dengan demikian politik memunculkan dimensi kekuasaan pengambilan keputusan, kekuasaan atas agenda setting dan kekuasaan atas kontrol pemikiran.15
Bagian terpenting dari kekuasaan adalah adanya syarat keterpaksaan. Yakni keterpaksaan pihak yang dipengaruhi untuk mengikuti pemikiran ataupun tingkah laku pihak yang mempengaruhi (Mochtar Mas’oed dan Nasikun 1988:22). Menurut Walter Jones kekuasaan dapat diartikan sebagai alat aktor-aktor internasional untuk berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal itu berarti kepemilikan atau lebih tepat koleksi kepemilikan menciptakan kepemimpinan.
Kekuasaan bukanlah atribut politik alamiah melainkan produk sumber daya material dan tingkah laku yang masing-masing memiliki posisi khusus dalam keseluruhan kekuasaan seluruh aktor. Penggunaan kekuasaan secara rasional merupakan upaya untuk membentuk hasil dari peristiwa internasional untuk dapat mempertahankan kepuasan aktor dalam politik internasional. Unsur-unsur kekuasaan yakni: sumber daya alam yakni sumber daya alam geografi, unsur psikologis dan sosiologis kekuasaan, dan unsur sintetik kekuasaan keterampilan penggunaan sumber daya manusia.16
a. Kedudukan
Menurut Haryanto (2005:22) kekuasaan dapat diperoleh melalui beberapa cara yakni:
Kedudukan dapat memberikan kekuasaan pada seseorang atau sekelompok orang karena menduduki posisi. Semakin tinggi kedudukan maka semakin besar pula kekuasaan yang ada pada genggaman orang tersebut.
15 Ahmad Taufan Damanik, Relasi Kekuasaan, Kepentingan, dan Legitimasi dalam Analisa Politik, Jurnal
POLITEA, Vol 4, Januari 2012, hal.28.
16 Walter S. Jones, Logika Hubungan Internasional :Kekuasaan, Ekonomi Politik Internasional dan Tatanan
(24)
b. Kekayaan
Dari kekayaan yang dimilikinya, seseorang bisa memaksakan keinginannya kepada pihak lain agar bersedia mengikuti kehendaknya. Kekayaan yang diartikan disini adalah kekayaan akan kepemilikan sumber-sumber ekonomi. Semakin besar kepemilikannya terhadap sumber ekonomi apalagi sumber ekonomi primer atau sumber ekonomi langka maka semakin besar pula kekuatan yang dimiliki oleh pemilik sumber ekonomi tersebut untuk memaksakan kehendaknya kepada pihak-pihak lain. Dalam realitanya, kekuasaan yang bersumber dari kekayaan akan lebih terasa pengaruhnya di masyarakat yang relatif kurang dari segi ekonominya dan tidak merata dalam hal kesejahteraan.
c. Kepercayaan
Seseorang atau kelompok dapat memiliki kekuasaan karena yang bersangkutan memang dipercaya untuk memilikinya atas dasar kepercayaan masyarakat. Kekuasaan yang muncul karena kepercayaan biasanya berada ditengah-tengah masyarakat yang mempunyai kepercayaan yang sepenuhnya.
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok menimbulkan tujuan dan keinginan yang dimiliki oleh penguasa. Salah satu yang menjadi tujuannya adalah bagaimana mempertahankan kekuasaan tersebut. Cara untuk mempertahankan kekuasaannya biasanya dilakukan dengan cara damai, antara lain dengan demokrasi atau mencari dukungan pihak lain atau dilakukan dengan cara kekerasan dan penindasan bagi siapa saja yang menentang kekuasaan tersebut. Hancurnya kekuasaan tidak hanya disebabkan oleh faktor internal kekuasaan itu sendiri namun juga bisa akibat faktor eksternal
(25)
seperti perang, konflik, kudeta, ataupun melalui aksi-aksi demonstrasi yang memungkinkan pergantian kekuasaan.
3. Pemerintah.
Selain memiliki wilayah, penduduk, dan kebebasan politik dari negara-negara lain, suatu negara juga harus memiliki suatu pemerintahan. Tanpa pemerintahan negara tidaklah ada, karena pemerintahanlah yang menjalankan kekuasaan dan fungsi-fungsi negara sehingga negara menjadi realitas politik. Kendati menyiratkan keberadaan orang-orang tertentu, istilah pemerintah itu tidak terdiri dari orang-orang saja. Pemerintah lebih merupakan suatu lembaga yang mengatur hubungan antar manusia.
Seperti lembaga-lembaga lainnya, pemerintah juga mendasarkan keberadaannya pada kemampuan memuaskan berbagai kebutuhan manusia. Karena itu pemerintah memperhatikan perlindungan hidup dan hak-hak milik setiap orang yang ada dalam komunitas yang bersangkutan, perlindungan dari musuh asing atau pertahanan nasional, mengupayakan kesejahteraan bersama, mencegah terjadinya konflik horizontal, baik antar individu, kelompok ataupun etnik. Pemerintahan merupakan segala kegiatan yang berkaitan dengan tugas dan wewenang negara dan yang melaksanakan tugas dan wewenang negara. Memerintah berarti melihat kedepan, menentukan berbagai kebijakan yang diselengarakan untuk mencapai tujuan demi kesejahteraan masyarakat, memperkirakan arah perkembangan masyarakat dan mempersiapkan langkah-langkah kebijakan untuk menyongsong perkembangan masyarakat kepada tujuan yang telah ditetapkan.
4. Konflik dan Kerjasama.
Perbedaan politik yang menjadi ciri dan sumber dari tindakan-tindakan dan tema-tema politik adalah perbedaan antara kawan dan
(26)
lawan. Jika politik secara hakiki dipandang sebagai proses interaksi antar elemen di dalam suatu negara yang berisikan konflik dan konsensus, maka politik dimaknai sebagai suatu perjuangan memperebutkan sumber-sumber yang terbatas melalui kekuasaan di tengah hasrat atau keinginan manusia yang tidak terbatas.Politik terdiri dari pertarungan antara aktor-aktor yang mempunyai keinginan-keinginan yang saling bertentangan mengenai pokok-pokok pertentangan masyarakat (Vernon van Dyke, 1973:38).
Gejala-gejala politik tersebut terus berkembang dalam orientasi politik dan penerapannya. Dalam kenyataanya kekuasaan yang menjadi objek paling penting sebagai gejala politik dan memerlukan apa yang disebut dengan legitimasi. Terdapat perbedaan yang ada dalam tipe-tipe kekuasaan yang dijelaskan manusia. Yang paling mendasar adalah perbedaan antara kekuasaan yang tidak mendapat legitimasi dan memperoleh legitimasi.
Kekuasaan yang tidak memiliki legitimasi menjalankan kekuasaan atas orang lain yang tidak mengakui hak dari mereka yang menjalankan kekuasaan untuk melakukan demikian. Jadi kekuasaan yang tidak memiliki legitimasi itu membutuhkan penggunaan atau ancaman kekuatan fisik untuk memaksakan kepatuhan. Sebaliknya jika kekuasaan yang memiliki legitimasi adalah kekuasaan yang penggunaanya dijalankan atas orang lain berdasarkan persetuajuan mereka dan mereka yang menjalankan kekuasaan tersebut memiliki hak untuk melakukan demikian.17
Menurut Max Weber, legitimasi merupakan output yang dihasilkan oleh subsistem oleh pemeliharaan yang dibutuhkan sebagai input oleh subsistem pencapaian tujuan. Dalam masyarakat primitif, dimana proses pembuatan keputusan bersama dengan pengintregrasian nilai, misalnya kalau keputusan
17 Jurger Habermas,
(27)
kelompok dirumuskan dengan berkonsultasi langsung kepada dewa maka justifikasi atas setiap tindakan politik selalu bersifat langsung dan internal.
Dengan pembedaan fungsi politis dan pengintregasian nilai, sebuah keputusan tidak lagi memiliki justifikasi normatif langsung seperti ini. Ketika prosedur yang komplek, diintrodusir pada setting tujuan kelompok, seperti tawar menawar, kompromi dan aturan mayoritas maka tidak mungkin lagi untuk meyakini setiap kebijakan pemerintah bisa langsung dipertanggungjawabkan pada sistem nilai. Sebaliknya yang dibutuhkan oleh negara adalah bentuk persetujuan lebih umum terhadap proses institusional dasar serta hasilnya. Weber menegaskan bahwa legitimasi didukung oleh otoritas nasional, yakni jenis otoritas yang dibentuk menurut ketentuan hukum dan diatur sesuai dengan prosedur yang merupakan karakteristik masyarakat modern.
Kalau kepercayaan terhadap legitimasi dipahami fenomena empiris yang tidak memiliki keterkaitan khusus dengan kebenaran, maka landasan tempat ia didasarkan secara nyata hanya memiliki makna psikologis semata. Persoalan apakah landasan itu mampu menstabilkan keyakinan terhadap legitimasi, sepenuhnya tergantung pada praduga formal serta disposisi tingkah laku yang teramati dari kelompok yang sedang dipersoalkan.
Kepercayaan terhadap legitimasi kemudian mengerucut terhadap legalitas, tuntutan terhadap proses hukum yang kemudian menghasilkan suatu keputusan sudah memadai. Dalam masalah kepercayaan terhadap legitimasi yang tergantung pada kebenaran tuntutan terhadap monopoli negara dalam menciptakan dan menerapkan hukum jelas tidak memadai. Prosedur itu sendiri mengalami tekanan untuk mendapatkan legitimasi. Oleh karena itu satu kondisi lagi harus dipenuhi yakni kekuasaan untuk melegitimasi harus diberi landasan.
Johanes Winckelmann, menyatakan bahwa rasionalitas formal yang dipakai Weber sebagai landasan bagi legitimasi belumlah memadai. Legalitas bisa menciptakan legitimasi hanya ketika landsaan tersebut dapat diberikan untuk
(28)
memperlihatkan bahwa prosedur-prosedur formal tertentu telah memenuhi substansi klaim keadailan berdasarkan kondisi-kondisi batas institusional tertentu. Landasan diciptakan supaya keputusan yang dibuat bisa diakui dan kekuatan sebuah keputusan diciptakan serta dilegitimasi namun dipisahkan dari kekuatan yang diterapkan secara nyata.18
6.2Embargo
Embargo merupakan sebuah konsep kebijakan ekonomi politik internasional. Embargo didefenisikan sebagai larangan untuk menjual komoditi-komoditi tertentu kepada penduduk negara yang tidak disenangi.19 Dikemukakan oleh Holsti, bahwa embargo adalah suatu kebijakan pemerintah yang melarang para pengusahanya sendiri untuk melakukan transaksi dengan badan-badan usaha niaga dinegara dimana embargo itu diberlakukan.20
Embargo dapat juga dilakukan pemerintah terhadap bantuan yang diberikannya kepada pemerintah lain. Embargo dapat dipergunakan sebagai sebuah kekuatan (pengaruh) politik apabila negara yang diembargo tersebut berada dalam keadaan ketergantungan. Ketergantungan ini tercipta karena adanya kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi dalam batas wilayah suatu bangsa.
Embargo dapat diberlakukan terhadap barang tertentu seperti bahan strategis atau terhadap seluruh barang yang biasanya dikirim oleh para penguasa ke negara yang dikenakan sanksi. Meskipun yang memproduksi komoditi-komoditi ataupun yang menghasilkan jasa adalah para pegusaha, akan tetapi aktor utama dalam pemberlakuan embargo adalah negara. Hal ini disebabkan karena adanya kewenangan negara dalam membuat regulasi dan mengontrol setiap kegiatan ekonomi masyarakatnya. Pembuatan sebuah regulasi tentunya bersifat politis dan bukan ekonomis.
21
18 Jurger Habermas,
Ibid, hal.22.
Kebutuhan dan kemampuan ekonomi ataupun militer tentu saja tidak terbagi sama
19 R. Soeprapto, Hubungan Internasional :Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta : Rajawali Pers, 1997,
hal. 241.
20 K.J. Holsti, Politik Internasional Kerangka Analisa Pertama, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1987, hal. 329.
21
(29)
rata dalam sistem internasional. Semakin langka ataupun semakin terbatasnya sumber daya yang dibutuhkan, akan semakin menciptakan ketergantungan pada negara lain. Pemberlakuan embargo terhadap sebuah negara tidaklah tanpa didasari sebuah tujuan. Sebagai sarana perdagangan politik luar negeri pemberlakuan embargo bertujuan untuk :
a) Mengancam dengan atau memberlakukan embargo sebagai tekanan. Tekanan yang diberikan kepada negara yang diembargo biasanya untuk mempengaruhi politik dalam negeri suatu negara. Sebagai contoh yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia dangan tujuan memberikan tekanan kepada Indonesia atas pelangaran hak asasi yang dilakukan oleh aparat militer Indonesia.
b) Menghambat suatu negara yang potensial untuk mencapai kemampuan ekonomisnya. Sebagai contoh konflik yang terjadi antara Amerika Serikat dan Kuba. Amerika Serikat mencabut rencana bantuan dan memberlakukan embargo ekonomi terhadap setiap negara yang mengizinkan kapal atau pesawatnya mengangkut barang ke Kuba dengan harapan dapat melemahkan negara Kuba tersebut.22
6.3Konsep Politik Luar Negeri
Dalam studi internasional umumnya ada tiga konsepsi pokok yang harus dipahami, yaitu : Politik internasional (international politics), Kebijakan luar negeri (foreign policy), dan Hubungan internasional (international relations).23
22
K.J.Holsti, Ibid, hal.324-325.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menilai bahwa embargo bukan hanya semata-mata sebagai sebuah kebijakan luar negeri Amerika Serikat saja , akan tetapi ada kepentingan politik yang ingin dimanfaatkan oleh Amerika Serikat. Maka peneliti akan melihat dan menganalisa permasalahan embargo dari perpektif Politik Internasional, dimana embargo ekonomi sebagai bentuk kepentingan
23 K.J.Holsti,
(30)
Amerika Serikat terhadap Kuba yang berdampak pada timbulnya respon balik dari Kuba untuk meghilangkan pengaruh Amerika Serikat di Kuba.
Menurut K.J.Holsti ada beberapa unit analisis dalam menjelaskan politik luar negeri, yaitu individu, negara, dan sistem internasional. Ketiga unit analisis inilah yang berbeda satu dengan lainnya. Akan tetapi, perbedaan unit analisis ini akan semakin membantu dalam menganalisis permasalahan politik internasional. Tingkah laku kebijakan luar negeri dikonsepsikan sebagai suatu reaksi terhadap lingkungan eksternal, keseimbangan atau ketidakseimbangan semua unit dalam sistem. Pada tingkat analisis ini, politik luar negeri tidak hanya dilihat sebagai reaksi terhadap lingkungan eksternal ataupun pada keseimbangan belaka, melainkan politik luar negeri merupakan cerminan dari kebutuhan-kebutuhan domestik negara.
Politik luar negeri tidaklah dirumuskan secara mendadak tanpa ada pertimbangan sosial, politik dan ekonomi. Politik luar negeri diwujudkan untuk memenuhi tujuan tertentu terutama dalam melaksanakan kepentingan sebuah negara di tingkat kepentingan antar bangsa. Pokok permasalahan dalam penentuan kebijakan luar negeri pada umumnya dititik beratkan pada usaha untuk memecahkan berbagai persoalan, baik yang berhubungan dengan masalah dalam negeri maupun luar negeri. Suatu pemerintahan pada umumnya berusaha mewujudkan tujuan nasionalnya melalui berbagai cara yang bervariasi antara satu negara dengan negara lainnyanya yang direfleksikan melalui kebijakan politik luar negeri.
6.4 Konsep Kebijakan Luar Negeri
Sistem internasional adalah lingkungan tempat unit (satuan) politik internasional beropeasi. Tujuan, aspirasi, kebutuhan, lingkup pilihan dan tindakan unit politik internasional tersebut sangat dipengaruhi oleh pembagian kekuasaan yang menyeluruh dalam sistem, oleh ruang lingkup dan aturannya yang berlaku. Terdapat empat pembagian gagasan kebijakan luar negeri yakni, orientasi, peran nasional, tujuan dan tindakan.
(31)
Yang dimaksudkan sebagai orientasi adalah sikap dan komitmen umum suatu negara terhadap lingkungan eksternal dan strategi fundamentalnya untuk mencapai tujuan dalam dan luar negeri serta untuk menanggulangi ancaman yang berkesinambungan. Dengan mengkaji struktur kekuasaan dan pengaruh unit politik dalam berbagai sistem internasional maka dapat diidentifikasikan tiga bentuk orientasi fundamental yaitu :
a) Isolasi
Isolasi strategi politik dan militer dinyatakan oleh tingkat keterlibatan yang rendah dalam sistem, jumlah transaksi diplomatik dan komersial yang rendah dengan unit politik atau masyarakat lain, dan upaya menutup rapat negara terhadap berbagai bentuk penetrasi eksternal. Para isolasionis sering didasarkan pada asumsi bahwa negara dapat mencapai keamanan dan kemerdekaan dengan mengurangi transaksi dengan unit politik lain dalam sistem itu atau dengan memelihara hubungan diplomatik dan pandangan luar negeri, sambil menanggani semuan ancaman yang dirasakan atau ancaman potensial dengan membentuk batas administrasi disekitar basis dalam negeri. Secara logika isolasi diterapkan dan dapat berhasil jika dalam suatu sistem dengan struktur kekuasaan yang tersebar secara layak, dimana ancaman militer, ekonomi atau ideologi tidak mungkin ada atau dimana negara-negara lain secara regular menggeser persekutuan.24 Orientasi isolasi dapat dikaitkan secara langsung dengan kehadiran ancaman yang dirasakan, apakah ancaman itu secara militer, ekonomi ataupun kultural. Banyak alasan yang menjadi dasar orientasi isolasi, tetapi kebanyakan alasan itu memperlihatkan kecemasan akan menjadi objek persaingan negara besar dan akan menjadi dominasi pihak asing terhadap aktivitas ekonomi.
24 K.J. Holsti,
(32)
b) Strategi Nonblok
Nonblok diartikan sebagai kegiatan dimana suatu negara tidak melibatkan kemampuan militer dan dukungan diplomatiknya terhadap negara lain. Keenganan melibatkan dukungan diplomatiknya terhadap negara lain adalah bukti nonblok sebagai suatu strategi kebijakan luar negeri. Namun ada beberapa variasi dalam beberapa keadaan yang mendorong suatu negara menerapkan kebijakan nonblok. Bentuk nonblok yang paling umum dewasa ini dijumpai diantara negara-negara yang atas prakarsanya sendiri tanpa jaminan negara lain menolak melibatkan negaranya sendiri secara militer demi kepentingan dan tujuan negara-negara besar. Orientasi nonblok dapat dikaitkan dengan sejumlah pertimbangan dan tekanan dalam negeri. Beberapa unit politik menerapkan orientasi ini sebagai suatu cara untuk memperoleh kemajuan ekonomi yang maksimal. Dalam penerapannya, para praktisi juga meningkatkan pengaruh diplomasi negara yang diterapkan sebagai strategi politik luar negeri. Apabila nonblok dijelaskan dengan variabel ekonomi politik dalam negeri maka dijelaskan bahwa semua bangsa secara tradisional telah berusaha memelihara kemerdekaan dan keutuhan wilayahnya dengan menarik diri atau menghindari keterlibatan dikawasan sengketa. Akan tetapi jika dalam konteks internasional, ketakutan akan kawasan sengketa tidak menjadi ancaman langsung terhadap kemerdekaan dan keutuhan kecuali kalau konflik regional yang terjadi menarik perhatian yang memunculkan intervensi negara-negara adikuasa.
c) Koalisi dan Aliansi
Koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai. Dalam hubungan internasional, sebuah koalisi bisa
(33)
berarti sebuah gabungan beberapa negara yang dibentuk untuk tujuan tertentu. Koalisi bisa juga merujuk pada sekelompok orang/warganegara yang bergabung karena tujuan yang serupa. Dikatakan bahwa melalui aliansi bangsa mengorbankan kebebasan bertindak dan kehilangan kesempatan untuk merumuskan kebijakannya menurut kebutuhannya sendiri. Dalam banyak hal aliansi memaksa negara yang lemah untuk mengorbankan kepentingannya sendiri demi kepentingan negara adikuasa. Dalam setiap aktivitas politik luar negeri, pada dasarnya tujuan kebijakan luar negeri sering dikaitkan dengan kepentingan nasional. Kepentingan tersebut digunakan sebagai alat untuk menganalisis tujuan dari kebijakan tersebut. Dimana negara memberikan perlindungan dan mempertahankan keutuhan negara dari semua aspek yang ada baik aspek fisik, budaya ataupun politik itu sendiri. Perlindungan ini trerkait dengan politik luar negeri untuk menghadapi ancaman yang datang dari negara lain. Ada dua elemen mendasar yang menjadi pijakan bagi pembuat kebijakan luar negeri yang berkaitan erat dengan kepentingan nasional yaitu:
a) Elemen logis yang dibutuhkan, dimana berkaitan dengan kelangsungan hidup negara.
b) Elemen perubah yang meliputi bentuk perubahan kondisi lingkungan dalam negeri.25
Pada dasarnya yang menjadi tujuannya adalah bagaimana memunculkan suatu keadaan peristiwa masa depan dan rangkaian kondisi dikemudian hari yang ingin diwujudkan oleh pemerintah demi kesejahteraan dan pembangunan negara tersebut.
25
(34)
6.5 Konsep Kebijakan Publik
Politik sebagai suatu proses interaksi antar elemen dalam suatu negara memandang penting bagaimana proses serta hasil pengambilan keputusan kebijakan publik dilakukan, siapa menentukan apa dan mendapatkan apa dan bagaimana proses pengaruh-mempengaruhi dalam proses pembuatan kebijakan pendistribusian sumber-sumber yang ada dalam sebuah negara. Secara umun, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor atau sejumlah aktor dalam suatu kegiatan tertentu.Pada dasarnya terdapat banyak batasan dan defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dalam literatur ilmu politik.
Masing-masing defenisi tersebut memberikan penekanan yang berbeda-beda. Salah satu defenisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Robet Eyestone.26
Berbeda dengan dua ahli sebelumnya, James Anderson memberikan penjelasan yang lebih jelas mengenai defenisi kebijakan ini. Ia menyatakan bahwa kebiajakan merupakan arah tindakan atau apa yang telah dilakukan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan. Menurut Anderson kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah.
Ia mengatakan bahwa kebijakan publik merupakan hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Seorang pakar ilmu politik lain, yakni Richard Rose memberikan defenisi mengenai kebijakan publik bahwa, kebijakan publik dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyaknya berhubungan, beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan sebagai suatu keputusan tersendiri.
27
26 Robert Eyestone, The Threads of Policy: A Study In Policy Leadership, Indianapolis: Bobbs-Merril, hal.18.
27 James Anderson, Public Policy Making, Second Editions, Newyork: Holt, Renehart and Wilson, 1969,
(35)
Menurut Anderson, konsep kebijakan publik ini kemudian mempunyai beberapa implikasi, yakni pertama, kebijakan publik yang berorientasi pada maksud dan tujuan namun kebijakan publik dalam sistem politik modern bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan telah direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam sistem politik. Kedua, kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan bukan merupakan keputusan sendiri. Ketiga, kebijakan sebenarnya adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi atau lainnya dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah. Keempat, kebijakan politik bersifat positif atau negatif. Secara positif, mencakup tindakan pemerintah untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu sedangkan secara negatif, kebijakan mencakup sebuah keputusan yang tidak memerlukan keterlibatan pemerintah.
Sementara itu, Amir Santoso dengan mengkomparasi berbagai defenisi kemudian menyimpulkan bahwa pandangan kebijakan publik dibagi kedalam dua wilayah kategori.28
Dalam kebijakan publik terdapat dua pendekatan, yakni pendekatan analisis kebijakan dan pendekatan kebijakan publik politik. Pada pendekatan pertama, studi analisis kebijakan lebih terfokus pada studi pembuatan keputusan dan penetapan kebijakan dengan menggunakan model-model statistik dan matematika yang canggih. Sedangkan pendekatan yang kedua, lebih menekankan kepada hasil dari kebijakan publik dengan melihat interaksi politik sebagai faktor penentu dalam bebagai bidang.
Pertama, menyamakan kebijakan publik dengan
tindakan-tindakan pemerintah dan yang kedua, memandang kebijakan publik sebagai sebuah keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan tertentu dan kebijakan tersebut dapat diramalkan. Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dirinci menjadi beberapa kategori antara lain adalah tuntutan kebijakan, keputusan kebijakan, pernyataan kebijakan, hasil kebijakan dan dampak kebijakan.
28 Amir Santoso, Analisis Kebijakan Publik: suatu Pengantar, Jurnal Ilmu Politik 3, Jakarta: Granmedia,
(36)
Dewasa ini, para ilmuan politik mempunyai perhatian yang meningkat terhadap studi kebijakan publik deskriptif analisis dan penjelasan terhadap sebab-sebab dan akibat-akibat dari kegiatan pemerintahan. Sebagaimana Thomas Dye mengatakannya, hal ini menyangkut tentang deskriptif akan sebuah substansi kebijakan non-publik, penilaian terhadap dampak-dampak pengaruh lingkungan pada substansi kebijakan, suatu analisis dari efek bermacam-macam aturan kelembagaan, suatu penyelidikan dari sebuah konsekuensi kebijakan publik bagi sistem politik dan suatu evaluasi terhadap dampat kebijakan publik pada masyarakat.
Kebijakan dapat dipandang sebagai variabel terikat dan variabel bebas. Kebijakan publik dipandang sebagai variabel bebas, jika kita melihat dampak kebijakan pada sistem politik dan lingkungan, namun apabila sistem politik dan lingkungan yang berpengaruh terhadap kebijakan maka itu dipandang sebagai variabel terikat. Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang terus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik mengkaji kebijakan publik ke dalam beberapa tahap, yakni:29
a) Tahap Perumusan Masalah :Memberikan informasi mengenai kondisi kondisi yang menimbulkan masalah. b) Tahap Peramalan :Memberikan informasi mengenai
konsekuensi dimasa mendatang dari diterapkannya alternative kebijakan, termasuk apabila tidak membuat kebijakan. c) Rekomendasi Kebijakan :Memberikan informasi dari setiap alternatif
dan merekomendasikan setiap alternatif kebijakan yang membuat manfaat yang paling tepat.
29 William Dunn,
(37)
d) Monitoring Kebijakan :Memberikan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya aternatif kebijakan dan kendala-kendalanya.
e) Tahap Evaluasi Kebijakan :Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari sebuah kebijakan.
Secara tradisional, kebijakan publik terdiri dari beberapa tahap yakni,
kebijakan substantif (misalnya: kebijakan pemburuhan, kesejahteraan sosial,
hak-hak sipil, masalah luar negeri), kebijakan kelembagaan pemerintahaan (misalnya: kebijakan legislatif, judikatif dan departemen), dan kebijakan menurut kurun
waktu (misalnya: kebijakan reformasi, orde baru dan Orde lama). Terdapat
kategori lain dari kebijakan yang dikemukakan oleh James Anderson (1979) yakni sebagai berikut:
1. Kebijakan Substantif vs Kebijakan Prosedural.
Kebijakan substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan pemerintah dan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif itu dijalankan.
2. Kebijakan Distributif vs Kebijakan Regulatori vs Kebijakan re-distributif. Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan dan kemanfaatan pada masyarakat, kebijakan regulatori adalah kebijakan mengenai batasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau perilaku masyarakat tertentu dan kebijakan re-distributif merupakan kebijakan alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak berkelompok.
3. Kebijakan Material vs Kebijakan Simbolis.
Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya yang konkrit pada kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis kepada sasaran.
(38)
6.6 Ideologi dan Ideologi Politik
Istilah ideologi pertama sekali digunakan oleh seorang pemikir Prancis yang bernama Desttut de Trancy. Dalam bukunya Element D’ideologi pemikiran trancy mengenai ideologi berkarakter positivistik dengan tujuan menemukan kebenaran diluar otoritas agama. Tracy memandang bahwa otoritas agama yang selama ini terlalu besar mengenai paham kebesaran telah membuat tidak ada lagi alternatif lain diluar agama dalam mempresepsikan kebenaran. Trancy kemudian beranggapan bahwa perlu adanya sebuah konsep baru yang mampu melihat konsep-konsep kebenaran tersebut diluar otoritas agama.
Konsep ini kemudian disebut sebagai ideologi. Jelaslah pemikiran Tracy ini merupakan sebuah momentum kebangkitan bagi para pemikir-pemikir abad pencerahan. Namun setelah lebih dari satu abad ideologi tidak lagi dimaknai sebagai sebuah konsensus yang tunggal menurut pemikiran Trancy saja. Hal ini disebabkan karena ideologi selalu dicermati oleh pemikir-pemikir dari sudut pandang yang berbeda sehingga menyebabkan tafsiran yang berbeda pula.
Secara umum ideologi dapat diartikan sebagai suatu pandangan atau sistem yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat mengenai tentang bagaimana cara sebaiknya, yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku mereka bersama dalam segi kehidupan duniawi mereka.30
30
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Di Indonesia, Jakarta, PT Granmedia Pustaka Utama, 1992. Namun perlu disadari dalam pengertian ini bahwa dalam suatu masyarakat biasanya mempunyai berbagai macam kelompok kepentingan yang dilahirkan oleh adanya perbedaan-perbedaan sosial seperti pebedaaan ekonomi, agama atau lainnya. Masing-masing dari kelompok masyarakat tentunya mempunyai tatanan sistem nilai yang berbeda sesuai dengan kepentingan masing-masing.
(39)
Sama halnya seperti tatanan sistem nilai lainnya, ideologi juga mempunyai dimensi-dimensi yang membentuknya menjadi suatu sistem nilai yang utuh. Adapun dimensi tersebut adalah pertama, sebuah realita hidup didalam masyarakat dimana ia hidup untuk pertama kalinya. Kedua, gambarannya dalam memberikan suatu harapan kepada suatu masyarakat atau golongan untuk mempunyai bentuk kehidupan bersama yang lebih baik dan untuk membangun masyarakat yang lebih cerah. Ketiga, bagaimana kemampuan ideologi dalam mempengaruhi, menyesuaikan diri terhadap pembangunan yang terjadi dalam masyarakat.
Secara fungsional ideologi diartikan sebagai suatu bentuk gagasan kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan bentuk negara yang paling baik. Secara fungsional, ideologi dibagi kedalam dua tipe utama, yaitu doktriner dan pragmatis.31
Dalam pengertian secara fungsional inilah kemudian lahir yang namanya ideologi politik. Ideologi politik adalah ideologi yang difungsikan dalam kajian politik. Ideologi politik merupakan ideologi yang difungsikan sebagai suatu pandangan atau susunan sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah masyarakat, dan merupakan cara yang paling baik untuk mencapai tujuan politik dari masyarakat tersebut. Suatu
Doktriner mempunyai bentuk pengajaran yang bersifat sistematis dan terperinci sangat jelas. Didoktrinisasi kepada masyarakat secara luas dan pelaksanaannya diawasi langsung oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Salah satu contoh dari tipe ini adalah ideologi komunisme. Pragmatis adalah pengertian yang atheis dari ideologi doktriner. Yaitu bentuk bentuk pengajarannya tidak tersusun secara sistematis dan hanya menekankan pada prinsip umum saja. Dalam hal ini penyebaran-penyebaran ideologi tidak dalam bentuk doktrinisasi melainkan hanya bersifat sosialisasi. Contoh dari tipe ini adalah ideologi liberalisme.
31 Eman Hermawan,
(40)
perbedaan yang paling menonjol dari pengertian ideologi dan ideologi politik adalah nuansa tujuan politik yang harus dicapai dalam suatu masyarakat politik yang menjadi ciri utama dalam ideologi politik tersebut.
6.6.1 Sosialisme
Sosialisme pada hakikatnya berasal dari kepercayaan diri manusia bahwa segala penderitaan dan kemelaratan yang dihadapi dapat diselesaikan. Kelahiran sosialis tidak terlepas sebagai reaksi atas Liberalisme dan Kapitalisme, tetapi filosofis paham ini diinspirasikan kuat dari perintah agama. Nilai-nilai teologis memiliki peran penting terhadap lahirnya gagasan sosialisme. Setelah melebarnya sayap-sayap Liberalisme dan Kapitalisme, dunia tersentuh sengan pragmatisme hidup, sikap individualistis, konsumeris hedonism, materialism dan sekularisme. Hal ini menimbulkan masalah sampai pada tingkat sosial terkecil seperti dalam keluarga. Ini yang kemudian menimbulkan reaksi untuk memberikan rumusan alternatif dalam melakukan perubahan sosial ditengah masyarakat yang memicu lahirnya sosialisme.
Paham sosialis mengusahakan industri negara bukan semata digunakan untuk mencari keuntungan yang melebihi usaha kapitalis yang mungkin berhasil atau mungkin tidak. Tokoh-tokoh yang berperan dalam lahirnya sosialis seperti St. Simon (1760-1825), Robert Owen (1771-1858), Louis Blaine (1813-18820, dan Bakunin ( 1814-1876). Kapan Sosialisme lahir tidak dapat ditentukan secara tepat berdasarkan waktunya. Sebab konsep kemakmuran ideal yang dicita-citakan paham sosialis telah ada dalam bukunya Plato yang berjudul “Republic”. Dalam buku itu, Plato menggambarkan bahwa penguasa tidak memiliki kekayaan pribadi, serta apa yang dimiliki negara berupa hasil produksi dan konsumsi dibagikan rata kepada semua. Robert Owen yang merupakan salah satu dari tokoh sosialis, dikenal sebagai pelopor sosialisme di Inggris dan merupakan orang petama yang menggunakan kata Sosialisme.
(41)
Pada dasarnya sosialisme dapat berkembang di negara yang maju atau memiliki gerakan demokrasi yang kuat.32
Sosialisme mewarisi tujuan pokok yang sama dari Kapitalisme, yakni melestarikan kesatuan faktor tenaga kerja dan kepemilikan. Sebagian besar negara di Dunia Ketiga menamakan diri mereka Sosialis. Ada kesan mereka menerima itu sebagai alasan menolak kapitalisme. Alasan penolakan tersebut didasarkan pada bentuk kapitalisme yang terletak karena identifikasi yang berkaitan dengan Kolonialisme dan Imperialisme.
Sosialisme mengandung sebuah unsur protes terhadap ketimpangan sosial, dan tidak ada satu gerakanpun yang menamakan dirinya sebagai sosialis kecuali mewujudkan protes seperti itu. Dalam perjuangan mencapai cita-citanya, sosialis menggunakan cara-cara yang demokratis. Pertama, sosialisme menolak terminology Proletariat yang menjadi bagian konsep Komunisme. Kedua, pemilikan alat-alat produksi oleh negara harus diusahakan secara perlahan. Ketiga, kaum Sosialis menuntut pendirian umum yang demokratis bahwa pencabutan hak milik warga negara harus melalui proses hukum dan warga negara tersebut harus mendapatkan kompensasi.
7. Metode Penelitian
Setiap kegiatan ilmiah agar lebih terarah dan rasional diperlukan sebuah metode yang sesuai dengan objek yang dibicarakan. Metode merupakan cara bertindak dalam upaya agar kegiatan penelitian dapat terlaksana secara rasional dan terarah agar mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam Pepatah Arab dijelaskan bahwa “ Metode pendekatan lebih penting daripada materi itu sendiri” maksudnya, apabila pembahasanya terhadap suatu materi tidak memperhatikan metode yang digunakan, atau metode yang digunakan tidak tepat maka materi tersebut tidak dapat dipahami dengan baik. 33
32 Firdaus Syam, Pengantar Ideologi dan Prinsip-Prinsip Kemasyarakatan dalam Islam, Jakarta: HMI
cabang Jakarta, 1985, hal.49.
(42)
Maka berangkat dari penjelasan tersebut, dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah salah satu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Penelitian ini memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.34 Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.35
7.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research), yakni dengan menggunakan bahan kepustakaan menjadi bahan utama dalam penelitian.
7.2 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Dede Oetomo ada tiga macam pengumpulan data yang salah satunya adalah dengan penelaah terhadap dokumen tertulis.36
7.3 Teknik Analisis Data
Dan dalam penelitian ini menggunakan metode tersebut dalam mengumpulkan data-datanya. Peneliti mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian ini dari buku-buku, majalah, jurnal, dan media elektronik.
Teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis isi. Analisis isi adalah suatu teknik untuk mengambil keputusan dengan mengidentifikasi karakteristik-karakteristik khusus suatu pesan secara objektif dan sistematis. Analisis isi merupakan cara mempelajari perubahan sosial tulisan tentang masyarakat yang mencerminkan perubahan-perubahan dalam nilai, kepercayaan dan perilaku.37
34 Bambang Prasetyo dkk
, Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hal.20.
35
Sanafiah Faisal, Format Penelitian Sosial Dasar-dasar aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995,
hal.20.
36 Bagong Suyanto,
Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Kencana, 2006, hal. 166.
37
(43)
8. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dal lebih terperinci serta untuk mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri kedalam 4 (empat) bab, yakni:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penelitian.
BAB II : DESKRIPSI MENGENAI AMERIKA SERIKAT, KUBA DAN HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN KUBA
Dalam bab ini menggambarkan tentang Amerika Serikat dan Kuba, serta bagaimana hubungannya yang berkaitan dengan embargo ekonomi.
BAB III : EMBARGO EKONOMI AMERIKA SERIKAT DAN IMPLIKASI POLITIKNYA TERHADAP
PEMERINTAHAN FIDEL CASTRO
Dalam bab ini membahas mengenai embargo ekonomi yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Kuba pada masa pemerintahan Fidel Castro dan bagaimana implikasi politik yang terjadi akibat embargo Amerika Serikat terhadap pemerintahan Fidel Castro.
BABIV : PENUTUP
Bab ini berisi mengenai kesimpulan yang diperoleh dari analisis data pada bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang peneliti peroleh.
(44)
BAB II
HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN KUBA
2.1Amerika Serikat
Amerika Serikat dikenal sebagai bangsa yang menganut paham liberalisme yang mencakup prinsip demokrasi dalam sistem politik, kapitalisme sebagai sistem ekonomi dan hak asasi manusia. Memiliki ekonomi industri yang maju, jumlah kelas menengah yang cukup besar dan tingkat pendidikan yang tinggi, merupakan bentuk kesuksesan demokrasi yang dimiliki Amerika Serikat. Liberalisme memberikan tempat terhormat pada hak asasi manusia sebab paham Liberalisme mengedepankan kebebasan kepada setiap individu untuk mengekspresikan dirinya. Negara yang tidak hanya merupakan tempat bagi pemerintahan berdasarkan hukum tapi juga tempat perlindungan kebebasan individual. Berdasarkan pemahaman ini Liberalisme membentuk masyarakat yang individualistis.38
Proses pembentukan ideologi liberalisme Amerika Serikat ini tidaklah melalui proses yang mudah, pembentukan ideologi tersebut dipengaruhi oleh faktor historis Amerika Serikat yang sangat panjang. Pemikiran liberalisme ini bersumber pada motivasi kedatangan bangsa Eropa khususnya Inggris ke benua Amerika. Sebelumnya telah bermukim berbagai bangsa India dan bangsa Eropa lainya seperti bangsa Portugis, Spanyol dan Meksiko. Kedatangan bangsa Eropa ke benua Amerika dilandasi oleh kebebasan demi kesejahteraan dan kebahagiaan serta melepaskan diri dari belenggu dan tekanan di bidang ekonomi, politik dan agama.39
Dalam bidang ekonomi, pada abad ke 17 di Inggris pertanian kurang berkembang dan rakyat sulit memperoleh lahan untuk dikerjakan. Mata pencarian
38 Yusi A. Pareanom,
Amerika Dan Dunia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hal. 193.
39 Albertine Minderop, Pragmatisme Sikap Hidup dan Prinsip Politik Luar Negeri Amerika Serikat, Jakarta:
(45)
masyarakat hanya terpusat pada industri bulu domba. Tanah milik rakyat yang dirampas oleh para rentenir karena mereka tidak mampu melunasi utang, akibatnya pengangguran pun membengkak. Banyaknya emas dan perak yang beredar turut serta membuat harga barang-barang kebutuhan hidup meningkat. Keadaan ini membuat rakyat frustasi dan menuntut adanya kesempatan yang sama dan persaingan yang sehat dalam ekonomi.
Kedua, masalah kebebasan menjalankan kehidupan beragama. “Orang-orang Eropa pada abad ke-16 sedang dilanda oleh permasalahan agama, masyarakat beranggapan bahwa penguasa suatu negeri akan menentukan bukan saja agamanya tapi juga akan melenyapkan ibadah-ibadah palsu.” Di Inggris, keberadaan Anglican Crunch (agama negara) sudah mapan. Namun ada beberapa kelompok yang tidak sepaham dengan sistem gereja ini, mereka adalah kaum Protestan dan kaum Puritans. Kelompok Protestan yang tidak sepaham ini kemudian berpetualang yang akhirnya menghuni pantai timur yang kemudian menjadi Amerika Serikat. Kelompok ini adalah kelompok pertama yang datang dari ribuan orang yang datang ke Benua Amerika untuk mencari kebebasan beragama. Kaum Puritans sendiri menempati permukiman-permukiman awal di Amerika Utara pada abad ke-17. Kaum Puritan adalah orang Protestan garis keras yang lebih terdidik dan tegas.
Ketiga, masalah politik. Ketika raja ataupun ratu pada masa itu berkuasa dengan sangat sewenang-wenang dan tidak memberikan kesempatan berpolitik kepada rakyat, terutama kepada mereka yang membanggakan kekuasaan gereja. Situasi yang seperti inilah yang membuat mereka mengadu nasib ke wilayah yang sama sekali tidak dikenal. Hanya keberanian yang luar biasa yang merupakan modal utama untuk mewujudkan cita-cita Liberalisme mereka. Berdasarkan pengalam historis ini pula lah yang membawa bentuk pragmatisme dalam politik luar negeri Amerika Serikat.
(46)
Politik luar negeri Amerika Serikat dapat dibagi dalam kedua fase, yaitu Politik isolasionis dan internasionalisme (intervensionisme). Sejak terbentuknya negara Amerika Serikat yaitu pada akhir abad ke-17 hingga perang dunia kedua, politik luar negeri Amerika Serikat bersifat Isolasionis. Sepanjang periode 1800 hingga 1945 terjadi konflik internasional diwilayah Eropa. Dalam konflik ini Amerika Serikat menetapkan politik isolasionis yaitu dengan tidak melibatkan diri kepada konflik tersebut. Para pemimpin pertama Amerika Serikat memandang konfliktual antar negara di Eropa merupakan budaya politik yang tidak sejalan dengan tujuan utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat, yakni pencapaian demokrasi tanpa menggunakan kekerasan sebagaimana dipraktekkan oleh bangsa Eropa pada abad ke-19. Presiden George Washington menegaskan bahwa keterlibatan Amerika Serikat dalam kerja sama yang mengikat merupakan haluan dasar kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Negara juga pada masa itu disibukkan dengan urusan masalah dalam negerinya.
Isolasionis mengajarkan Amerika Serikat harus lebih mementingkan perkembangan tenaga dan konsepsinya sendiri mengenai kemerdekaan dan kemajuan, pembangunan sosial dan ekonomi yang lebih bermanfaat.40
Dengan intervensionisme yang mengacu kepada apa yang mereka yakini sebagai penggerak perdamaian dan kedamaian global, memasyarakatkan demokrasi ke luar negeri, harus menghasilkan kesejahteraan bagi umat manusia, tetapi tentunya lebih mengacu kepada kepentingan Amerika Serikat. Prinsip ini Perkembangan politik internasional pada akhir 1941 mengubah secara drastis politik isolasionis Amerika Serikat menjadi Internasionalisme (intervensionisme). Perubahan prinsip luar negeri ini disebabkan oleh peristiwa pengeboman Pearl Harbour oleh armada pesawat tempur Jepang. Peristiwa inilah yang mengakibatkan Amerika Serikat merasa penting ikut turut campur dalam perang dunia II karena keamanan negara mereka teleh terancam.
40 Dexter Perkins,
(47)
juga dilandasi oleh Idealisme Amerika yang tercetus sejak tahun 1620 ketika para pendatang ke Amerika Serikat mengusung konsep City Upon A Hill yang senantiasa bercita-cita untuk menjadi model dan pemimpin dunia. Demokratisasi dan perdamaian merupakan idealisme bangsa Amerika. Mereka yakin kebahagiaan dan perdamaian akan tercapai jika demokrasi diterapkan di segala penjuru dunia yang kerap kali tanpa memperhatikan kondisi masing-masing negara.41
Kredibilitas dan citra baik yang dinikmati Amerika Serikat setelah berakhirnya Perang Dunia ke II muncul adri negara ke negara lainnya melalui intervensi demi intervensi. Tiga pilar Amerika yakni militer, industri dan intelijen yang menyebabkan intervensi terhadap negara lain tidaklah terhindarkan. Kekayaan dan pengaruh Amerika Serikat didampingi dengan ketundukan media yang diperlakukan untuk memelihara ketakutan terhadap komunisme atau terorisme yang telah berlangsung bertahun-tahun. Retorika dan program sosialis-revolusioner selalu merupakan ancaman yang harus dihentikan demi memelihara prinsip negara. Komunis sering menjadi alasan bagi negara-negara yang dianggap menghalangi terwujudnya ambisi Amerika Serikat. Untuk melenyapkan hal itu, diciptakanlah istilah “keamanan nasional” yang kemudian menjadi alasan untuk menghancurkan negara yang memilih berdiri diatas paham mereka sendiri tanpa ketergantungan ekonomi dan kepatuhan politis kepada Amerika Serikat.42
41
Albertine Minderop, Pragmatisme Sikap Hidup dan Prinsip Politik Luar Negeri Amerika Serikat, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal.122.
42
(48)
2.2Kuba
Kuba merupakan suatu negara yang terletak di Karibia Utara. Kuba berada pada 9 mil sebelah selatan dari pulau-pulau rendah di barat dan terletak di pintu masuk Meksiko antara Florida dan Amerika Tengah. Kuba merupakan pulau terluas di Hindia Barat. Secara geografis Kuba memiliki kondisi daratan yang berbeda dengan negara Amerika lainnya, mayoritas daratan Kuba adalah dataran rendah dan dikelilingi oleh perbukitan. Puncak tertinggi Kuba adalah Pico Turquino di bagian selatan pulau dengan ketinggian 2005 m. Pulau ini mempunyai dua suku bangsa pribumi yakni Suku Taino (Arawak) dan Suku Siboney. Kedua suku bangsa ini memiliki kebudayaan neolitikum prasejarah dan budaya zaman perunggu. Sekitar 16.000 hingga 60.000 kedua suku bangsa ini menghuni Kuba sebelum kolonisasi. Suku bangsa Taino adalah mereka para petani-petani yang cakap dan Suku bangsa Siboney adalah masyarakat pemburu. Kedua suku bangsa tersebut mempunyai adat istiadat yang serupa, yaitu ritual suci yang dilakukan dengan menggunakan tembakau yang disebut cohoba atau merokok.43
Ketika Christopher Coloumbus tiba di pulau tersebut pada tanggal 28 Oktober 1492, jumlah populasi suku asli Kuba kurang lebih 112.000, dengan 92.000 sub-Tainos, 10.000 Tainos, 10.000 Siboney. Coloumbus mengklaim pulau tersebut dikuasai Spanyol, bangsa yang telah mendukung perjalanannya. Pada tahun 1508, Sebastian de Ocampo membuat peta keseluruhan garis pantai dan menentukan bahwa daratan tersebut adalah Kuba. Sejak invasi Spanyol dimulai, penduduk pribumi Kuba dipaksa masuk ke dalam encomiaendas (tempat perlindungan) seperti Guanabacoa, yang menyebabkan Suku bangsa Taino dan Siboney harus tersingkir ditanah mereka sendiri. Banyak dari mereka yang kemudian dijadikan budak Spanyol ditanah-tanah perkebunan tebu dan tembakau. Diantara mereka juga menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh Spanyol,
43
(1)
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Lepas dari segala macam keberhasilan dan prestasi-prestasinya, Fidel Castro tetaplah seorang politisi biasa. Ia memiliki pendukung sebagaimana ia memiliki musuh yang terus melawannya. Castro menjadi seorang pemimpin Kuba melalui proses perjuangan revolusioner yang sangat panjang, dengan melakukan berbagai perlawanan terhadap beberapa kepemimpinan sebelumnya. Jatuhnya kepemimpinan Fulgencio Batista membangun kepercayaan rakyat Kuba bahwa Castro adalah sosok pahlawan yang membawa Kuba kepada perubahan yang besar.
Amerika Serikat melakukan segala sesuatu untuk menghancurkan perekonomian Kuba, termasuk mengobarkan kampanye buruk atau membuat revolusi tampak sebagai sesuatu yang mengerikan. Kuba menjadi ancaman bagi Amerika Serikat karena keberhasilan sebuah negara Dunia Ketiga untuk mengelola dirinya sendiri. Keberhasilannya adalah contoh buruk yang menurut Amerika Serikat tidak pantas ditiru oleh negara dibelahan bumi manapun. Serangan ekonomi dan militer, propaganda yang bertahun-tahun dilakukan Amerika Serikat untuk menyerang Kuba.
Kebencian Amerika Serikat terhadap Castro tampaknya tidak akan berakhir. Ketika alasan untuk embargo makin memudar, mereka tetap ingin menggulingkan pemerintahan Castro. Mereka menganggap Castro adalah diktator kejam. Walaupun secara ideologi ia bukanlah seseorang yang komunis namun karena kondisi yang mempengaruhi dan Castro harus menyesuaikan diri demi kelangsungan hidup negaranya maka secara tidak langsung segala tindakan yang diambil Castro mengarah mengikuti komunis Uni Sovyet.
(2)
Beragam upaya dilakukan Amerika Serikat untuk mendemokratisasikan Kuba. Dengan segala tindakan isolasi, perekonomian Kuba tetap berjalan walaupun tidak memperlihatkan kemajuan yang tinggi. Castro tetap tidak mau mengikuti kemauan Amerika Serikat untuk meliberalkan perekonomian Kuba bahkan dalam kondisi terpisah sendiri dari negara-negara di regionalnya yang seharusnya menjadi rekan kerjasama dalam pembangunan kawasan Amerika Latin. Bahkan selama 50 tahun embargo ekonomi yang diberlakukan Amerika Serikat tidak sekalipun membuat Castro menyerah dan mengaku kalah dari negara adikuasa tersebut.
Perintah embargo Amerika Serikat terhadap Kuba dianggap menimbulkan kerugian paling berat yang telah diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap negara-negara lain. Perintah embargo ini telah menimbulkan kerugian terhadap perekonomian Kuba. Namun pada kenyataannya justru opini umum beranggapan bahwa perintah embargo ini tidak ubahnya seperti senjata makan tuan atau dengan kata lain Amerika Serikat sendirilah yang menderita kerugian yang lebih banyak dari pada Kuba. Justru Kuba mendapat perhatian dan dukungan dari negara-negara lain yang merasa terinspirasi dari sebuah negara yang miskin namun sangat peduli dengan kesetaraan dan mencoba memastikan para warga negaranya lulus dari pengabdian militer dan pengabdian sosial yang menyentuh negara-negara lain.
Dengan segala kesulitan diberbagai bidang, baik politik, ekonomi dan sosial, Fidel Castro masih tetap berkuasa di Kuba dan menjalankan pemerintahan sosialisme-komunisme dengan segala penerapannya serta tetap menolak kemauan Amerika Serikat yang menginginkan adanya demokrasi, kebebasan dan pasar bebas di Kuba. Bahkan di usia senjanya saat dia menyerahkan tahta pemerintahan kepada adiknya Raul Castro, ia tetap menjadi pemimpin Kuba yang revolusioner. Raul Castro menjalankan pemerintahan dengan arahan Fidel Castro dan
(3)
4.2. Saran
Peneliti berharap semakin banyak muncul buku-buku mengenai perjuangan Fidel Castro, mulai dari revolusi hingga pemerintahannya termasuk mengenai embargo Amerika Serikat baik terhadap Kuba ataupun negara lain. Harapan ini ditujukan terkhusus buat Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Zaviera, Ferdinand. 2007. Fidel Castro Revolusi Sampai Mati. Jogjakarta: Garasi. Mukmin, Hidayat. 1981. Pergolakan Di Amerika Latin Dalam Dasawarsa Ini.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Usman, Iman Hidayah.2006. Fidel Castro Melawan. Jakarta: Mediakita.
Setia, Pandu. 2007. Amerika Mengobarkan Perang 20 Intervensi Militer dan
Upaya Penggulingan Mulai dari Bung Karno Sampai Saddam Husein.
Jakarta: Mediakita.
Usman, Huasani dan Purnomo. 2004. Metedologi Penelitian Sosial. Bandung: Bumi Aksara.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2007. Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES.
S, Walter Jones. 1993. Logika Hubungan Internasional :Kekuasaan, Ekonomi
Politik Internasional dan Tatanan Dunia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Habermas, Jurger.Krisis Legitimasi. Yogyakarta: Qalam.
Soeprapto, R. 1997. Hubungan Internasional :Sistem, Interaksi dan Perilaku. Jakarta: Rajawali Pers.
J, K. Holsti. 1987. Politik Internasional Kerangka Analisa Pertama. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Nogi, Hesel S.Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: YPAPI.
(5)
Eyestone, Robert. The Threads of Policy: A Study In Policy Leadership. Indianapolis: Bobbs-Merril.
Anderson, James. 1969. Public Policy Making, Second Editions. Newyork: Holt, Renehart and Wilson.
Santoso, Amir. 1999. Analisis Kebijakan Publik: suatu Pengantar, Jurnal Ilmu Politik 3. Jakarta: Granmedia.
Alfian. 1992. Pemikiran dan PErubahan Politik Di Indonesia. Jakarta: PT Granmedia Pustaka Utama.
Dunn, William.1999. Analisa Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada Press. Anderson, James. Public Policy Making, Second Editions. Newyork: Holt,
Renehart and Wilson, 1969.
Syam, Firdaus. 1985. Pengantar Ideologi dan Prinsip-Prinsip Kemasyarakatan dalam Islam. Jakarta: HMI cabang Jakarta.
Baker, Anton. 1986. Metode Filsafat. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sannafiah, Faisal. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-dasar aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Natsir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Prasetyo, Bambang, dkk. 1995. Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suyanto, Bagong. 2006. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana. Gonzales, Michael. 2007. Invasi Teluk Babi. Yogyakarta: Narasi.
(6)
Minderop, Albertine. 2006. Pragmatisme Sikap Hidup dan Prinsip Politik Luar Negeri Amerika Serikat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Perkins, Dexter. 1956. Tinjauan Terhadap Politik Luar Negeri Amerika, Jakarta: Endang.
Setia, Pandu. 2007. Amerika Mengobarkan Perang, Jakarta : Mediakita.
Jurnal :
Ahmad Taufan Damanik. 2012. Relasi Kekuasaan, Kepentingan, dan Legitimasi dalam Analisa Politik. Jurnal POLITEA, Vol 4.
Artikel :
Seruan Buruh FNPBI, Ada Apa dengan Kuba, Sebuah Contoh Pemerintahan Rakyat Miskin, edisi XIX, 2002 hal. 18-19
Situs Internet :
Abdul Manan, 2013, Sejarah Ringkas Guantanamo Kuba,
M. Arif Pranoto, Melacak Western Hemisphere: Doktrin (Kolonialisme) Kuno, KemasanBaru!,
diakses pada tanggal 29 September pukul 21.00.
Roberto Jorquera, Kuba: Satu Pelajaran Bagaimana Menghancurkan Rasisme,