Etnobotani Dan Strategi Konservasi Rotan Jernang (Daemonorops Spp) Di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi
ETNOBOTANI DAN STRATEGI
KONSERVASI ROTAN JERNANG (Daemonorops spp)
DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI
HARNOV
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Etnobotani dan Strategi
Konservasi Rotan Jernang (Daemonorops spp) di Taman Nasional Bukit Duabelas
Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Harnov
E353120125
RINGKASAN
HARNOV. Etnobotani dan Strategi Konservasi Rotan Jernang (Daemonorops spp)
di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M.
ZUHUD dan RINEKSO SOEKMADI.
Suku Anak Dalam (SAD) adalah salah satu suku di Indonesia yang
masih hidup secara tradisional di dalam hutan. Salah satu hutan tempat tinggal dan
sumber penghidupan mereka adalah di kawasan hutan Taman Nasional Bukit Dua
Belas (TNDB). Kehidupan secara tradisional ini telah mereka jalani sejak lama
dan tetap bertahan hingga saat ini. Interaksi SAD dengan hutan yang telah
berlangsung sejak lama ini membuat mereka memiliki banyak tradisi terkait
dengan konservasi hutan. Hal ini tercermin dari sikap dan perilaku mereka
terhadap sumberdaya hutan, yang sesuai dengan prinsip konservasi hutan.
Pengetahuan SAD mengenai Rotan Jernang dan konservasi hutan merupakan
aspek penting dalam kebudayaan tradisional mereka. Namun pengetahuan ini
lambat laun akan mengalami penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi seiring perkembangan
masyarakat SAD. Sekarang ini
jernang
dimanfaatkan oleh SAD bukan hanya sebagai bahan obat tradisional tetapi
sebagai komoditi untuk diperdagangkan. Perubahan sosial budaya, harga jernang
yang tinggi; berkisar antara Rp 2.800.000 sampai dengan Rp. 3000.000/kg di
tingkat SAD, dapat memicu pemanenan buah rotan jernang muda, pemanenan
buah Rotan Jernang tanpa menaati nilai-nilai sosial budaya dan aturan adat
istiadat. Salah saatu solusi dampak perubahan sosial budaya SAD terhadap
kelestarian rotan jernang di TNBD adalah menyusun strategi konservasi rotan
jernang Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi tradisi
bejernang, nilai-nilai sosial budaya SAD dan merumuskan strategi konservasi
rotan jernang serta habitatnya. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif. Data dan informasi dikumpulkan dengan menggunakan
teknik studi pustaka, observasi dan wawancara. Analisis data menggunakan
teknik triangulasi. Hasil dari penelitian ini, tradisi bejernang telah berlangsung
ratusan tahun merupakan bukti bahwa nilai-nilai sosial budaya masyarakat SAD
efektif dalam hal konservasi sumberdaya hutan dan habitatnya. Pengelolaan
kawasan hutan TNBD ke depan hendaknya sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat SAD. Alternatif tindakan sebagai strategi konservasi rotan jernang
yakni: 1) Penataan ruang; 2) Penelitian dan Pengembangan Rotan Jernang; 3)
Budidaya Rotan Jernang; 4) Membangun pasar jernang nasional; 5) Konservasi
in situ dan konservasi ex situ Rotan Jernang; 6) Pembentukan forum komunitas
SAD dan Penguatan Lembaga Adat SAD; 7) Pendampingan dan pemberdayaan
SAD; 8) Penegakan aturan adat SAD; 9) Pengelolaan kawasan TNBD secara
kolaboratif; dan 10) Monitoring dan evalusi kegiatan konservasi jernang secara
berkala.
Kata kunci: Etnobotani, Rotan Jernang, Suku Anak Dalam, Konservasi
SUMMARY
HARNOV. Ethnobotany and Conservation Strategy
Rattan jernang
(Daemonorops spp) in Bukit Duabelas National Park in Jambi Province.
Supervised by ERVIZAL A.M. ZUHUD and RINEKSO SOEKMADI.
Suku Anak Dalam (SAD) is one of the tribes in Indonesia are still living
traditionally in the forest. One forest where their live and livelihoods are Taman
Nasional Bukit Duabelas (TNBD). This traditional life they have lived for a long
time and still survive to this day. SAD interaction with the forest that has lasted a
long time makes them have many traditions associated with forest conservation.
This is reflected in their attitudes and behavior towards forest resources, in
accordance with the principle of conservation of forests. SAD knowledge about
conservation of forests is an important aspect in their traditional cultures. But this
knowledge will gradually be changes that occur as the development of society
SAD. Nowt jernang utilized by the SAD not only as traditional medicine but as a
commodity to be traded. Socio-cultural changes, jernang high prices; Rp
2,800,000 to Rp. 3000.000 at the SAD, can trigger Rattan harvesting fruit jernang
massive, young fruit jernang Rattan harvesting, fruit harvesting rattan jernang
without obeying socio-cultural values and customs rules. One alternative solution
is to develop a conservation strategy Rattan jernang as an act of anticipation
possibility of scarcity Rattan jernang. The purpose of this study is to obtain a
description bejernang traditions, socio-cultural values of SAD and formulate
strategies Rattan jernang conservation and habitat. This research method using
descriptive qualitative approach. Data and information collected by using
literature study, observation and interviews. Analysis of the data using
triangulation techniques. The results of this study are bejernang tradition that has
lasted for hundreds of years is evidence that social and cultural values of society
SAD effective in terms of conservation of forest resources and their habitats.
Forest management TNBD forward should be promoting the values of social and
cultural SAD. The selected alternative actions as a conservation strategy is
jernang Rattan; 1) The arrangement of space; 2) Research and Development
jernang Rattan; 3) Agroforestry of jernang Rattan; 4) Establish a national jernang
market; 5) In situ and ex situ conservation jernang Rattan; 6) Establishment and
strengthening of community forums SAD; 7) Mentoring and empowerment SAD;
8) The enforcement of customs rules SAD and Forestry Legislation; 9) The
management of TNBD collaboratively; and 10) Monitoring and evaluation of
conservation activities jernang periodically.The results of this research can be
used as a basis for action; SAD cultural social protection, conservation and
conservation Rattan jernang TNBD as Rattan Jerang habitat.
Keywords: Ethnobotany, Rattan jernang, Suku Anak Dalam, Conservation
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ETNOBOTANI DAN STRATEGI
KONSERVASI ROTAN JERNANG (Daemonorops spp)
DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI
HARNOV
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi
pada
Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc. F
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelititan ini
dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2015 dengan judul
Etnobotani dan Strategi Konservasi Rotan Jernang (Daemonorops spp) di Taman
Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS
dan Dr Ir Rinekso Soekmadi, M.Sc.F selaku pembimbing yang telah memberi
arahan, saran dan dukungan. Terima kasih juga diucapkan kepada Dr Ir Leti
Sundawati, M.Sc.F selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Agus Priyono Kartono,
MS selaku pimpinan sidang tesis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Kementerian Kehutanan yang telah mendanai penelitian, kepada keluarga,
teman-teman dan semua pihak yang telah mendukung selama studi.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi upaya perlindungan sosial
budaya masyarakat tradisional dan gerakan konservasi sumberdaya hutan di
Indonesia.
Bogor, Januari 2017
Harnov
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
3
5
5
5
2 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat
Teknik Penentuan Informan
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
Analisis Data
Analisis Sintesis
6
6
6
7
7
8
9
10
3 KONDISI UMUM TNBD DAN SAD
Proses Penunjukkan TNBD
Tujuan Penunjukkan TNBD
Letak Geografis dan Batas Tnbd
Topografi, Iklim, Hidrologis dan Jenis Tanah
Keadaan Kawasan Hutan TNBD
Keadaan Sosial Ekonomi SAD
Aksesibilitas
4 ETNOBOTANI ROTAN JERNANG oleh SAD
Tradisi Bejernang
Teknik Ekstraksi Jernang oleh SAD
Aturan Adat SAD Mengenai Rotan Jernang
Bentuk Pemanfaatan Jernang oleh SAD
Interpretasi Nilai-Nilai Tradisi Bejernang
12
12
12
12
13
14
15
17
20
20
25
26
27
29
5 BIOEKOLOGI ROTAN JERNANG
Taksonomi Rotan Jernang
Morfologi Rotan Jernang
Ekologi Rotan Jernang
6 ETNOGRAFI SAD
Sebutan Orang Terang Terhadap SAD
Asal Usul SAD
Sebaran SAD
Sistem Religi SAD
Mata Pencaharian SAD
32
32
32
35
37
37
38
42
43
45
Sistem Peralatan SAD
Sistem Organisasi Sosial SAD
Sistem Pengetahuan SAD
6 STRATEGI KONSERVASI ROTAN JERNANG
Redeliniasi Zone Pemanfaatan Tradisional
Penelitian dan Pemgembangan Rotan Jernang
Budidaya Rotan Jernang
Membangun Pasar Jernang Nasional
Konservasi Insitu dan Konservasi Exsitu
Pembentukan Lembaga Sosial SAD Transisi
Pendampingan dan Pemberdayaan SAD
Pembentukan Forum Komunitas SAD
Pengelolaan TNBD Secara Kolaboratif
Monitoring dan Evaluasi
7 KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan
Saran
50
51
54
60
62
64
65
67
68
70
71
72
74
74
77
77
77
DAFTAR PUSTAKA
79
LAMPIRAN
84
RIWAYAT HIDUP
90
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Rincian pengamatan yang dilakukan
Tujuan penelitian dan data yang dikumpulkan
Letak Geografis dan Batas Kawasan TNBD
Topografi, iklim, hidrologis dan jenis tanah di TNBD
Sebaran populasi SAD
Sebaran ladang karet SAD di dalam kawasan TNBD
Tradisi bejernang
Lokasi bejernang SAD di dalam kawasan hutan TNBD
Sifat fisiko-kimia jernang
Senyawa kimia dari Daemonorops draco dan bioaktivitasnya
Nilai-nilai tradisi bejernang dan sosial budaya SAD
Sistem religi SAD
Pembagian ruang kehidupan SAD
Jenis tumbuhan pangan SAD yang dikumpulkan dengan cara meramu
Jenis tumbuhan pangan yang ditanam di ladang SAD
Jenis tumbuhan buah-buahan hutan yang dimanfaatkan SAD
Jenis tumbuhan obat yang sering digunakan SAD
Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan SAD untuk bahan tempat tinggal
Jenis tumbuhan beracun dan pemanfaatannya
Perusahaan dan Areal Pemukiman Transmigrasi di Sekitar TNBD
Uraian kegiatan strategi konservasi Rotan Jernang di TNBD
9
11
13
14
16
18
20
22
26
28
29
45
49
55
55
56
57
58
58
62
75
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Skema alur penelitian
Lokasi Penelitian Resort Air Hitam TNBD
Peta Aksesibilitas TNBD
Peta Sebaran rotan jernang di lokasi penelitian
Alur perdagangan jernang
Ilustrasi teknik ekstraksi jernang oleh SAD
Morfologi rotan jernang
Peta Sebaran SAD di TNBD
Struktur Organisasi Sosial SAD
Perusahaan Kehutanan dan Perkebunan di Sekitar TNBD
4
6
19
23
24
26
34
43
54
62
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Jenis-jenis Tumbuhan Obat di TNBD
Jenis-jenis Cendawan Obat di TNBD
Jenis-jenis Bumbung (Pondok) SAD
Jenis-jenis Peralatan SAD
Jenis-jenis Mata Pencaharian SAD
84
86
87
88
89
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah etnobotani diperkenalkan pertama kali pada tahun 1895 oleh ahli
botani Amerika Serikat John W. Harshberger sebagai ilmu yang mempelajari
tentang tumbuhan yang digunakan oleh Aborigin dan orang-orang primitif. Sejak
saat itu etnobotani didefinisikan sebagai pengetahuan tradisional masyarakat adat
mengenai beragam tumbuhan di sekitar mereka dan pengetahuan tentang
bagaimana orang-orang dari budaya dan daerah tertentu memanfaatkan tumbuhan
(Abbasi, 2012). Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari interaksi budaya
manusia dengan tumbuhan dan lingkungannya (Balick, 2004), dengan penekanan
pada konsep budaya dan persepsi kelompok masyarakat dalam membentuk
sistem pengetahuan mengenai tumbuhan dalam lingkungan hidup mereka
(Suryadharma, 2008).
Suku Anak Dalam (SAD) adalah salah satu etnis di Indonesia yang sampai
saat ini masih menjalankan kehidupan sehari-hari secara tradisional. Kehidupan
secara tradisional ini telah berlangsung sejak ribuan tahun dan tetap mereka
pertahankan hingga saat ini (Handini, 2006). SAD hidup di dalam hutan dan di
sekitar hutan di Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan. Di Provinsi Jambi,
terdapat kelompok-kelompok SAD yang tinggal tersebar di dalam Taman
Nasional Bukit Duabelas (TNBD).
Hampir seluruh kebutuhan hidup SAD, diperoleh dari dalam hutan. Hal
ini membuat hidup mereka sangat tergantung pada keberadaan hutan.
Ketergantungan hidup SAD dengan hutan yang telah berlangsung lama ini,
membuat mereka memiliki tradisi dan nilai-nilai yang pro konservasi hutan.
Salah satu tradisi tersebut adalah tradisi bejernang, yakni pemanfaatan rotan
jernang (Daemonorops spp).
Jernang adalah serbuk yang menempel dan menutupi permukaan buah
rotan jernang. Menurut Coppen (1995) jernang termasuk kelompok resin keras,
berwarna merah, berbentuk amorf, berupa padatan yang mengkilat, bening atau
kusam, meleleh bila dipanaskan, memiliki bau yang khas, tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam alkohol, eter, kloroform dan metanol. Menurut Winarni et al.
(2004) komponen utama kimia resin jernang adalah ester dan alkohol draco
resino tanol (57-82%) yang bila dipanaskan akan menghasilkan aroma seperti
kemenyan, draco resena (14%), draco alban (2,5%), asam benzoate dan asam
benzoat.
Menurut Purwanto et al. (2009) jernang dimanfaatkan sebagai bahan
pewarna, bahan ramuan obat, bahan campuran parfum dan sebagai dupa pada
acara ritual. Menurut Soemarna (2009) jernang dimanfaatkan sebagai obat
tradisional, bahan campuran kosmetik, bahan obat sariawan, bahan obat sakit
perut maupun bahan ramuan obat untuk mengatasi gangguan pencernaan.
Menurut Winarni et al. (2004) ramuan gangguan pencernaan yang menggunakan
jernang adalah obat diare dan obat disentri, selain itu jernang dimanfaatkan
sebagai bahan astringen dan bahan membuat pasta gigi. Menurut Januminro
(2000) kegunaan jernang adalah untuk bahan baku pewarna dalam industri
keramik, marmer, batu bahan bagunan, kayu, kertas, bahan campuran pembuatan
2
vernis, tincture dan plaster. Menurut Waluyo (2008) jernang dapat dipergunakan
sebagai obat luka. Selain itu jernang di Jawa digunakan sebagai bahan campuran
pewarna kayu mahoni atau sebagai oker yaitu campuran plitur agar warna plitur
menjadi lebih tua. Menurut Soemarna (2009) dan Purwanto et al. (2009) karena
mempunyai banyak manfaat, jernang memiliki harga yang tinggi. Harga jernang
berkisar antara Rp 800.000 sampai dengan Rp 3.000.000/kg tergantung kelas
kualitasnya.
Pengetahuan SAD mengenai
rotan jernang dan konservasi hutan
merupakan aspek penting dalam kebudayaan tradisional mereka. Namun
pengetahuan ini lambat laun mengalami penyesuaian terhadap perubahan yang
terjadi seiring perkembangan masyarakat SAD. Menurut Aritonang (2001) jika
diamati secara seksama sebenarnya sudah banyak perubahan yang terjadi pada
SAD. Beberapa kelompok SAD di TNBD, sudah berinteraksi dengan Orang
Terang1 yang berladang dekat mereka. Selama ini kontak dengan Orang Terang,
mereka batasi secara ketat. Perubahan ini bertujuan agar mereka lebih mudah
mengakses pertukaran barang dan jasa. Menurut Sasmita (2009) interaksi SAD
dengan masyarakat desa, kebijakan pemerintah, kegiatan pemberdayaan SAD oleh
Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) pemerhati SAD membuat SAD memperoleh
pengetahuan baru. Pertumbuhan penduduk SAD dan perubahan hutan akibat
konversi hutan alam menjadi areal perkebunan, transmigrasi, perusahaan kayu
(HPH/HTI), menyebabkan perubahan budaya SAD, yang dapat dilihat dari
kehidupan sehari-hari. Weintre (2003) mencatat SAD mengadopsi beberapa
inovasi yang berasal dari luar, seperti; 1) Berdasarkan aturan adat pemburu wajib
untuk menyerahkan sebagian tangkapannya kepada Temenggung, namun
sekarang tradisi itu sudah hilang; 2) Jenis makan pokok SAD biasanya adalah
jenis umbi-umbian, seperti Umbi Banar (Dioscorea sp), namun sekarang mereka
juga mengkonsumsi beras, mie instan, kue-kue kering dan jajanan lain; 3) SAD
dahulu hidup nomaden, berburu dan meramu, sekarang mereka ada yang menetap,
berladang karet dan sawit.
Perubahan sosial budaya SAD akan menyebabkan perubahan sikap dan
perilaku terhadap sistem nilai yang dahulu mereka percaya. Perubahan yang
dipaksakan akan menimbulkan guncangan sosial budaya dan dapat merusak
semua tatanan yang sudah ada. Namun perubahan yang terjadi pada SAD di
TNBD diharapkan sesuai dengan yang mereka inginkan karena perubahan adalah
bagian dari hak asasi mereka. Walau demikian perlu menjadi perhatian semua
pihak, bahwa perubahan itu sebaiknya berlangsung gradual bukan radikal dan
tetap sesuai dengan konsep konservasi hutan. Perubahan itu perlu diiringi dengan
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan penyediaan sumberdaya ekonomi di
masa depan yang tidak hanya diperoleh dari hutan. Oleh karena itu sebagai bentuk
antisipasi harga jernang yang tinggi dan perubahan kehidupan SAD yang sedang
terjadi, etnobotani rotan jernang oleh SAD penting untuk diteliti dalam rangka
menyusun strategi konservasi rotan jernang sekaligus menjadi bagian dari strategi
konservasi TNBD. Etnobotani rotan jernang oleh SAD terkait nilai-nilai yang
mereka percaya, kehidupan sosial budaya dan perubahannya. Hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar tindakan konservasi rotan jernang
dan habitatnya di TNBD. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
1
Orang Terang adalah sebutan SAD terhadap orang lain yang bukan SAD
3
digunakan sebagai solusi terhadap dampak perubahan sosial budaya SAD,
sehingga kedepan program pendampingan dan permberdayaan SAD sesuai
dengan sosial budaya mereka.
Rumusan Masalah
Menurut McNeely dan Pitt (1985) dalam McKinnon et al. (1988) ada banyak
kawasan hutan yang penduduk lokalnya masih melakukan budaya tradisional,
melindungi kawasan hutan yang luas yang merupakan ekosistem alam dan
memungut sumberdaya hutan terpulihkan yang berprinsip pada pemanfaatan
sumberdaya hutan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat
lokal dianggap „primitif‟, namun telah terbukti mampu mengintegrasikan
kehidupan mereka dengan lingkungan alamnya sehingga mereka mencapai konsep
pemanfaatan sumberdaya hutan berkelanjutan yang apabila dilihat dari sudut
pandang ekologi, menjamin tetap tersedianya sumberdaya hutan dengan kondisi
hutan yang tetap sehat. Namun pola pemanfaatan sumberdaya hutan oleh
masyarakat tradisional di era sekarang ini, rawan dirusak oleh kekuatan luar yang
sifatnya eksplotatif (free raider and overuse), yakni pola pemanfaatan sumberdaya
hutan secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan daya dukung dan kelestarian
sumberdaya hutan tersebut, tujuan pemanfaatan sumberdaya hutan hanya untuk
memperoleh keuntungan ekonomis sesaat, sebesar-besarnya dan tidak
mempertimbangkan aspek-aspek lain, seperti aspek ekologis dan sosial budaya
masyarakat tradisional. Selanjutnya ditambahkan oleh Rosenbaum (2009) upaya
masyarakat lokal bisa secara langsung mempengaruhi hutan maupun jutaan warga
yang hidupnya bergantung pada hutan. Upaya masyarakat lokal mempertahankan
hutan mereka seringkali gagal atau terabaikan.
SAD adalah salah satu etnis di Indonesia yang
mengelola dan
memanfaatkan sumber daya hutan secara berkelanjutan. Namun kondisi SAD
sekarang ini terdesak oleh berbagai hal, diantaranya program pemerintah masa
lalu yang tidak sesuai dengan sosial budaya SAD dan stigma yang dilekatkan oleh
Orang Terang. Contoh program pemerintah yang tidak sesuai dengan sosial
budaya SAD, yakni: (1) Pemberian izin pembukaan hutan kepada Perusahaan
Perkebunan Negara & Swasta Nasional dan izin pemanfaatan kayu kepada
Perusahaan Hak Penguasaan Hutan (HPH); (2) Transmigrasi; dan (3) Rumah
tinggal SAD dengan konsep rumah tinggal Orang Terang. Semua program
pembangunan tersebut merubah hutan tempat tinggal SAD dan merubah hidup
sosial budaya mereka, dari hidup nomaden-berburu-meramu menjadi hidup
menetap dan berkebun. Sedangkan contoh stigma yang dilekatkan Orang Terang
kepada SAD, yakni: pemalas, bodoh dan miskin. Situasi ini menekan mereka dan
adalah sangat tidak mungkin jika SAD berjuang sendiri untuk mempertahankan
hutan dan budaya mereka. Program pembangunan yang tidak sesuai dengan sosial
budaya SAD dan stigma yang dilekatkan Orang Terang tersebut, dikuatirkan dapat
merubah nilai-nilai yang mereka percayai serta merubah sikap dan perilaku
mereka yang pro konservasi menjadi sikap dan perilaku eksploitatif terhadap
sumberdaya hutan.
Penelitian ini
mencoba mendapatkan deskripsi etnobotani SAD
mengenai rotan jernang, sosial budaya dan nilai-nilai yang mereka percaya. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan untuk program konservasi TNBD
4
dan pemberdayaan SAD sesuai sosial budaya mereka dan agar SAD mendapat
dukungan Pemerintah dan masyarakat bahwa mereka berhak hidup sesuai dengan
sosial budaya mereka. Adapun pertanyaan yang muncul dan akan dijawab dalam
penelitian ini adalah: 1) Bagaimana SAD melakukan pemanfaatan, perlindungan
dan pelestarian rotan jernang? 2) Bagaimana nilai-nilai dan sosial budaya SAD
terkait dengan rotan jernang dan konservasi hutan? dan 3) Bagaimana dampak
perubahan sosial budaya SAD terhadap ekosistem, habitat dan kelestarian rotan
Jernang?
Pertanyaan penelitian tersebut akan dijawab melalui rangkaian kegiatan
penelitian, yakni; studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam untuk
memperoleh deskripsi etnobotani Rotan Jernang oleh SAD, sosial budaya dan
nilai-nilai yang mereka percaya guna menyusun strategi konservasi Rotan Jernang
dan habitatnya dalam hal ini kawasan hutan TNBD. Secara skematis alur
penelitian ini, seperti disajikan pada Gambar 1.
Etnobotani
Etnografi
Bioekologi
Interaksi
Interaksi
Orang
SAD
Ekosistem
Hutan
Rotan Jernang
Terang
Sosial budaya
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Politisi
Akademisi
Balai TNBD
Dinas Sosial
Dinas Transmigrasi
Dinas Kesehatan
LSM
Masyarakat
Nilai-nilai
Perubahan Nilai-nilai
Sikap dan
Perilaku Prokonservasi
“SAD Transisi”
Orang Terang
Strategi Konservasi
Rotan Jernang dan habitatnya
Gambar 1 Skema alur penelitian
5
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun strategi konservasi
rotan jernang di TNBD. Tujuan utama dibangun melalui sintesa tiga tujuan antara.
Adapun tiga tujuan antara penelitian ini, yakni: 1) Mengkaji etnografi SAD; 2)
Mengkaji bioekologi rotan jernang; dan 3) Mengkaji etnobotani rotan jernang oleh
SAD.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat; (1) Memberikan sumbangan
pengetahuan pada ilmu pengetahuan: Etnobotani, Ekologi, Sosiologi dan
Antropologi (2) Menyediakan data untuk bahan pertimbangan para pihak dalam
rangka konservasi rotan jernang dan TNBD (3) Menyediakan data untuk para
pihak dalam rangka perlindungan sosial budaya SAD, pemberdayaan SAD sesuai
dengan sosial budaya mereka dan rotan jernang sebagai alternatif pemberdayaan
ekonomi SAD dan masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan TNBD.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah 1) Kajian mengenai etnografi SAD,
yakni: asal usul, sistem religi, mata pencaharian, sistem peralatan yang digunakan
SAD untuk kehidupan sehari-hari mereka, sistem organisasi sosial, struktur sosial
dan sistem pengetahuan SAD; 2) Kajian mengenai bioekologi rotan jernang,
yakni: taksonomi, morfologi dan ekologi rotan jernang; 3) Kajian etnobotani rotan
jernang oleh SAD, yakni: tradisi bejernang, teknik ekstraksi jernang, aturan adat,
bentuk-bentuk pemanfaatan jernang dan interpretasi nilai tradisi bejernang dan
sosial budaya SAD; dan 4) Kajian mengenai strategi konservasi rotan jernang di
TNBD.
2 METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Menurut
Sugiyono (2001) metode kualitatif digunakan untuk mengkaji permasalah realitas
sosial dalam kondisi alami,
apa adanya, tanpa rekayasa peneliti, kehadiran
peneliti tidak mempengaruhi dinamika realita sosial yang diteliti. Menurut
Moleong (2007) penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberi gambaran
secara detail mengenai individu atau kelompok tentang keadaan atau fenomena
sosial. Miles dan Huberman (2007) menjelaskan bahwa pelaksanaan penelitian
kualitatif memiliki paling tidak tiga tahap, yakni; pertama mengumpulkan data,
analisis menentukan kategori dan pola dilanjutkan dengan mengumpulkan data,
analisis
untuk menentukan kesimpulan (sementara) dan diakhiri dengan
mengumpulkan data, analisis dan menentukan kesimpulan final.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Resort Air Hitam, Seksi Konservasi
Wilayah II, TNBD dan di desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan
TNBD Resort Air Hitam, yakni; Desa Pematang Kabau dan Bukit Suban,
Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Lokasi ini dipilih
dengan pertimbangan; (1) Lokasi relatif dekat dengan Kantor Resort Air Hitam
TNBD, sehingga lokasi relatif mudah untuk dijangkau dengan demikian biaya
relatif murah; (2) Antara informan dengan petugas TNBD Resort Air Hitam, telah
terjalin interaksi; dan (3) Hasil survey Balai TNBD tahun 2012 di kawasan hutan
wilayah kerja Resort Air Hitam terdapat populasi Rotan Jernang. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2015. Lokasi penelitian ini
seperti disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Lokasi Penelitian Resort Air Hitam TNBD
7
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini; (1) Perlengkapan
observasi: peta wilayah kerja Resort Air Hitam TNBD, GPS, kompas, camera
dan alat tulis; dan (2) Perlengkapan wawancara: alat tulis, daftar pokok-pokok
pertanyaan dan alat perekam.
Teknik Penentuan Informan
Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik
snowball. Menurut Sugiyono (2001) teknik snowball adalah teknik penentuan
informan yang diawali dengan satu orang informan, kemudian informan tersebut
dimintai informasi mengenai orang-orang yang mengetahui tentang obyek
penelitian untuk dijadikan informan, begitu seterusnya, sehingga informan
semakin banyak, ibarat bola salju yang menggelinding, makin lama semakin
besar.
Menurut Miles dan Huberman (2007) penelitian dengan pendekatan
kualitatif akan diperoleh data yang berbeda-beda dan kompleks, sehingga
menyebabkan muncul banyak pertanyaan sehingga dibutuhkan informan lain,
demikian seterusnya sampai data jenuh, yakni: tidak diperoleh informasi baru.
Sesuai dengan tujuan penelitian, informan dalam penelitian ini harus memenuhi
syarat-syarat, sebagai berikut: 1) Informan adalah Pemimpin SAD sehingga
memudahkan peneliti dalam hal: menjelajahi lokasi penelitian, melakukan
wawancara dan mengamati situasi sosial SAD;
2) Informan adalah pelaku
kegiatan bejernang; dan 3) Informan adalah orang yang diduga mengetahui
banyak hal mengenai tradisi bejernang dan sosial budaya SAD.
Dalam penelitian ini diwawancarai informan dan responden sebanyak 63
orang, terdiri dari; 33 orang informan SAD dan 30 orang responden Orang
Terang. Informan SAD, yakni; 3 orang Tumenggung dan 30 orang Anak Dalam.
Responden Orang Terang, yakni; 1 orang anak almarhum Jenang, 3 orang petugas
TNBD, 4 orang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) WARSI, 2 orang LSM
Gita Buana, 4 orang pengepul desa, 2 orang pengepul kabupaten, 2 orang
pengepul provinsi, 2 orang Kepala Desa, Kepala Puskesmas Kecamatan Air
Hitam, 1 orang paramedis puskesmas, 1 orang petugas Balai Pemantau
Pemanfaatan Hasil Produksi (BP2HP) Prov. Jambi, 1 orang petugas Balai
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, 2 orang petugas Dinas
Kehutanan Kab. Sarolangun, 1 Orang petugas Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2
orang petugas Balai Cagar Budaya Wilayah Provinsi Jambi, 1 orang petugas
museum Provinsi Jambi dan Kepala Taman Budaya Provinsi Jambi.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan penelitian ini, yakni; data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti langsung di
lokasi penelitian, data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk sudah
jadi yang diolah dan disajikan oleh pihak lain (Supramono, 1995). Data primer
meliputi; 1) Data tradisi bejernang (pengetahuan, kepemilikan, aturan adat, cara
panen, cara pengolahan, pemanfaatan dan perdagangan jernang); 2) Data sosial
8
budaya SAD (sistem religi, mata pencaharian, organisasi sosial, sistem
pengetahuan dan peralatan bahan yang digunakan oleh SAD); dan 3) Interpretasi
tradisi bejernang dan nilai-nilai sosial budaya SAD. Data sekunder meliputi; data
botani rotan jernang, yakni; taksonomi, morfologi dan ekologi Rotan Jernang.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik;
wawancara, observasi dan studi pustaka. Teknik pengumpulan data primer
menggunakan teknik; wawancara terbuka dan mendalam, observasi dan studi
pustaka. Sedangkan pengumpulan data sekunder menggunakan teknik; wawancara
terbuka dan studi pustaka. Secara rinci teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini, seperti uraian berikut ini:
1.
Wawancara
Menurut Sugiyono (2001) wawancara adalah pertemuan antara peneliti
dengan satu orang informan atau lebih untuk memperoleh informasi melalui
tanya jawab, sehingga diperoleh deskripsi dan interpretasi makna dalam suatu
topik tertentu. Wawancara dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara
terbuka dan mendalam. Yang dimaksud dengan wawancara terbuka adalah
peneliti memberi kebebasan untuk informan menjelaskan obyek penelitian yang
diwawancarai sehingga tidak menutup kemungkinan muncul pertanyaan baru
sesuai alur pembicaraan informan. Sedangkan yang dimaksud dengan wawancara
mendalam adalah peneliti menelusuri jawaban informan sampai sedetail
mungkin. Agar wawancara tidak menyimpang, peneliti menyiapkan pokok-pokok
pertanyaan sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti menyiapkan empat pedoman
wawancara, yakni; wawancara dengan SAD, wawancara dengan Pengepul,
wawancara dengan Jenang, Tokoh Masyarakat dan fasilitator LSM serta
wawancara dengan petugas Pemerintah. Peneliti untuk mendapat gambaran detail
mengenai etnobotani rotan jernang dan sosial budaya SAD, menyusun pokokpokok pertanyaan mengacu pada teknik pertanyaan investigasi, yakni: 5W1H,
singkatan dari what (apa), who (siapa), when (kapan), where (dimana), why
(kenapa) dan how (bagaimana).
2.
Pengamatan
Pengamatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengamati lokasi
kegiatan bejernang dan kegiatan sehari-hari SAD dengan tujuan merasakan
kegiatan tersebut, agar diperoleh deskripsi dan interpretasi makna. Observasi
yang dilakukan selama penelitian ini dilakukan terhadap kegiatan bejernang dan
kegiatan sehari-hari SAD, yakni; rombong Tumenggung Betaring. Menurut
Spradley (2006) objek penelitian kualitatif yang diobservasi adalah situasi sosial
yang terdiri atas tiga komponen, yakni: tempat, pelaku dan aktivitas. Rincian
observasi yang dilakukan dalam penelitian ini, seperti disajikan pada Tabel 2.
9
Tabel 1 Rincian pengamatan yang dilakukan
No.
1.
Komponen Situasi Sosial
Yang Diobservasi
Tempat
2.
3.
Orang
Aktivitas
Data Yang Diinginkan
Pemukiman, hutan lokasi bejernang, lokasi penjualan jernang
dan lokasi-lokasi aktivitas kehidupan sehari-hari SAD, seperti;
lokasi; keramat, ladang, kebun buah dan pasar.
SAD
Kegiatan bejernang; mencari rotan jernang, panen buah
rotan jernang, pengolahan buah rotan jernang menjadi
jernang, penyimpanan dan penjualan jernang;
Kegiatan sehari-hari, seperti; berburu meramu, beladang
dan mencari; madu, damar, jelutung dan damar
Kegiatan sosial budaya SAD; interaksi sosial SAD secara
internal dan eksternal, apabila memungkingkan observasi;
ritual prosesi; melahirkan, perkawaninan, pengobatan dan
kematian.
3.
Studi Pustaka
Kegiatan studi pustaka yang dilakukan dalam penelitian ini, yakni;
kajian literatur; berupa buku dan hasil penelitian terkait, peta, laporan instansi
pemerintah, LSM, cerita rakyat (folklore), peraturan perundang-undangan dan
informasi lainnya. Ragam data pustaka yang dikumpulkan dalam penelitian ini,
yakni data yang berkaitan dengan; konservasi hutan, etnobotani Rotan Jernang,
sosial budaya SAD dan TNBD. Menurut Bogdan dan Bliken (1982) data
penelitian hasil observasi dan wawancara akan kredibel (dapat dipercaya) kalau
didukung oleh data studi pustaka.
Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman (2007) terdapat tiga tahap analisis data
kualitatif, yaitu: reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Analisis data
dilakukan dilakukan bertahap sejak pengumpulan data penelitian dimulai. Data
yang terkumpul dianalisis dibuat kesimpulan, kemudian dilakukan pengumpulan
data lagi dianalisi dibuat kesimpulan, demikian dilakukan terus menerus sampai
tidak diperoleh lagi data baru, maka dibuat kesimpulan final. Secara rinci proses
analisis data yang dilakukan, sebagai berikut: 1) Reduksi data. Data
yang
diperoleh dari lapangan dicatat secara teliti dan rinci. Data segera dilakukan
analisis melalui reduksi data. Reduksi data yakni merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, ditentukan tema dan pola serta memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dalam reduksi data, peneliti dipandu berdasarkan tujuan penelitian yang
akan dicapai. Data hasil reduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya; 2) Penyajian data.
Setelah data direduksi langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam
penelitian ini, data disajikan dalam bentuk; uraian singkat, bagan dan matrik.
Melalui penyajian data diharapkan akan memudahkan memahami apa yang
terjadi, menemukan kategori, pola dan merencanakan kerja selanjutnya. Bila pola
yang ditemukan didukung oleh fakta dan konsisten selama penelitian maka pola
tersebut selanjutnya disajikan pada laporan akhir penelitian; dan 3) Verifikasi
data. Setelah penyajian data, langkah ke-tiga adalah verifikasi data. Verifikasi
10
data adalah uji validitas data. Dalam penelitian ini validitas data dilakukan
dengan teknik triangulasi data.
Menurut Patton (2001) triangulasi data adalah metode yang digunakan
dalam penelitian kualitatif untuk memeriksa dan menetapkan validitas dengan
analisa data dari berbagai perspektif, yakni; sumber, metode dan waktu. Jika data
konsisten, maka data tersebut dinyatakan valid. Adapun teknik validitas data
yang digunakan dalam penelitian ini, yakni: 1) Triangulasi sumber, data yang
diperoleh diuji dengan cara membandingkan data tersebut dari beberapa sumber.
Seperti: untuk menguji tahapan bejernang SAD, dibandingkan uraian tahapan
bejernang oleh individu dalam satu rombong yang sama dan uraian tahapan
bejernang individu antar rombong SAD. Kemudian hasil perbandingan tersebut
dikategorikan berdasarkan; pemikiran yang sama, yang berbeda dan yang
spesifik, guna selanjutnya dibuat
kesimpulan sementara; 2) Triangulasi
metode, data yang diperoleh diuji dengan cara perbandingan data dari sumber
yang sama dengan metode yang berbeda. Seperti: data yang diperoleh dengan
teknik wawancara dibandingkan dengan data yang diperoleh dengan teknik
pengamatan dan studi pustaka. Apabila data berbeda maka dilakukan wawancara,
pengamatan dan studi pustaka lebih lanjut dengan sumber data yang bersangkutan
atau dengan sumber data yang lain, untuk memastikan data mana yang valid, atau
mungkin semua data valid, hanya sudut pandangnya berbeda, kemudian disusun
kesimpulan sementara; dan 3) Triangulasi waktu, validitas data dilakukan
dengan cara membandingkan data hasil wawancara dan pengamatan pada waktu
atau situasi yang berbeda. Apabila data berbeda dilakukan wawancara dan
pengamatan kembali demikian dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh
kepastian data, pada informan yang sama.
Analisis Sintesis
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun strategi konservasi
rotan jernang di TNBD. Dalam rangka menyusun tujuan utama tersebut peneliti
menggunakan pendekatan analisis sistesis. Menurut Kallsoff (2004) analisis
sintesis adalah kegiatan berpikir logis yang melakukan penggabungan rasio dan
empiri yang diperoleh untuk menyusun suatu konsep. Dalam perspektif lain
analisis sintesis merupakan kemampuan seseorang mengaitkan dan menyatukan
berbagai pengetahuan yang ada sehingga terbentuk konsep yang menyeluruh.
Dalam penelitian ini analisis sintesis dimaksudkan untuk menyusun strategi
konservasi rotan jernang dalam kaitannya dengan etnobotani rotan jernang oleh
SAD, bioekologi rotan jernang dan etnografi SAD. Strategi konservasi rotan
jernang ini disusun untuk memastikan keberlanjutan harmoni antara keberadaan
rotan jernang, SAD dan pengelolaan TNBD.
Tabel 2 Tujuan penelitian dan data yang dikumpulkan
Tujuan
Penelitian
1) Mendeskripsi
kan
pengetahuan
tradisional
SAD tentang
bejernang.
2) Interpretasi
nilai-nilai
sosial budaya
dan
tradisi
bejernang
SAD.
3) Dampak
perubahan
sosial budaya
SAD terhadap
rotan jernang
4) Strategi
konservasi
rotan jernang.
Jenis Data
Primer
1. Etnobotani
rotan
jernang oleh SAD;
tradisi
bejernang,
aturan adat, teknik
pengelolaan,
alat
yang
digunakan,
bentuk pemanfaatan
jernang oleh SAD;
2. Sosial budaya SAD;
sistem religi, mata
pencaharian,
peralatan-bahan yang
digunakan
dimanfaatkan, sistem
pengetahuan
dan
organisasi
sosial
SAD.
3. Dampak perubahan
sosial budaya SAD
terhadap
rotan
jernang.
4. Strategi
konservasi
rotan jernang
Sumber Data
Sekunder
1. Demografi SAD
2. Kondisi
umum
TNBD
3. Kegiatan
BTNBD
dan LSM terkait rotan
jJernang
4. Program
BTNBD,
Pemda dan LSM
terkait SAD
5. Botani rotan jernang;
taksonomi, morfologi
dan ekologi.
6. Cerita rakyat terkait
SAD
Primer
1. Rombong
Tumenggung;
Bepayung, Betaring
dan Grib
2. Petugas
TNBD
Resort Air Hitam
3. Fasilitator WARSI
pendamping SAD
4. Tokoh masyarakat
5. Aparatur
Pemerintahan Desa
6. Pengepul jernang
Teknik dan Data Yang Dikumpulkan
Sekunder
Studi Pustaka
Wawancara
Observasi
1. Balai TNBD
2. Dinas Kehutanan
3. Dinas Sosial
4. KSDA
5. BP2HP
6. LSM WARSI dan
Gita Buanan
7. Balai Pelestarian
Cagar
Budaya
Jambi
8. UPTD
Taman
Budaya Jambi
9. Dinas Pariwisata
dan Budaya Jambi
1. Sosial
budaya
SAD
2. Etnobotani
jernang
3. Bioekologi
rotan jernang
4. Konservasi rotan
jernang
dan
hutan oleh SAD
5. Strategi
konservasi
spesies
1. Etnobotani
jernang
2. Sosial
budaya
SAD
3. Perubahan sosial
budaya SAD
4. Dampak
perubahan sosial
budaya SAD
1. Etnobotani
jernang
2. Morfologi dan
ekologi
rotan
jernang
3. Perubahan
sosial
budaya
SAD
4. Dampak
perubahan sosial
budaya SAD
11
3 KONDISI UMUM TNBD DAN SAD
Proses Penunjukkan TNBD
Proses penunjukkan TNBD diinisiasi Bupati Sarolangun Bangko, melalui
Surat Nomor: 522/182/1984 tanggal 7 Februari 1984, Surat Kepala Sub Balai
Perlindungan Pengawetan Alam (PPA) Nomor: 163/V/813 PPA/1984 tanggal 15
Februari 1984 dan Surat Gubernur Propinsi Jambi Nomor: 522.51/863/84 tanggal
25 April 1984 kepada Menteri Kehutanan agar kawasan hutan Bukit Duabelas
seluas 28.707 ha diperuntukkan sebagai Cagar Biosfer Bukit Duabelas (CBBD).
Kemudian Yayasan Warung Konservasi Indonesia (Warsi) pada tahun
1997 melakukan pendampingan dan kajian kehidupan SAD di CBBD. Yayasan
Warsi menyarankan kepada Kementerian Kehutanan agar areal PT. Inhutani V
dan PT. Sumber Hutan Lestari (SHL) yang terletak di sisi luar bagian utara CBBD
sebagai kawasan hidup SAD.
Selanjutnya Kementerian Kehutanan
menindaklanjuti saran Yayasan Warsi dengan membentuk Tim Terpadu,
melakukan kajian mikro di kawasan hutan Bukit Duabelas dengan rekomendasi
agar areal sisi utara yang berbatasan dengan CBBD dijadikan kawasan lindung.
Rekomendasi tersebut ditindak lanjuti oleh Gubernur Propinsi Jambi,
dengan berkirim Surat Nomor: 525/0496/Perek, tanggal 20 Januari 2000 kepada
Menteri Kehutanan dan Perkebunan (Menhutbun) dengan usulan agar Menhutbun
membatalkan pencadangan areal PT. Inhutani V dan PT. Sumber Hutan Lestari
(SHL) seluas 38.500 ha, guna diperuntukkan sebagai kawasan CBBD sehingga
total luas kawasan CBBD menjadi 65.300 ha.
Kemudian Menhutbun
menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 258/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus
2000 tentang penunjukkan kawasan TNBD seluas 60.500 ha yang terletak di tiga
kabupaten yaitu: Sarolangun (6.758 ha), Batanghari (41.259 ha) dan Tebo
(12.483 ha) dan akhirnya Presiden RI Abdurrahman Wahid mendeklarasikan
TNBD di Jambi tanggal 26 Januari 2001.
Tujuan Penunjukkan TNBD
Berdasarkan Undang-undang Nomor: 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
dan Undang-undang Nomor: 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, penunjukkan/penetapan kawasan hutan menjadi
taman nasional bertujuan untuk: 1) Melindungi proses ekologis yang
menunjang kehidupan, mengawetkan keanekaragaman: genetik, spesies dan
ekosistem, dan 2. Memanfaatkan potensi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya untuk kepentingan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan,
rekreasi, wisata alam, jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya.
Selain tujuan tersebut di atas yang merupakan tujuan umum
penunjukkan/penetapan kawasan hutan menjadi Taman Nasional, tujuan khusus
penunjukkan TNBD,
yaitu: 1) Melindungi dan melestarikan kawasan hutan
hujan tropika dataran rendah yang memiliki keanekaragaman: flora, fauna dan
ekosistem yang tinggi dan terancam punah serta pemulihan kawasan yang
terdegradasi, 2) Melindungi dan melestarikan tempat kehidupan dan budaya SAD,
dan 3) Melindungi dan melestarikan tumbuhan obat yang dimanfaatkan SAD
secara tradisional.
13
Letak Geografis dan Batas TNBD
Kawasan TNBD seluas 60.500 ha, terletak di tiga kabupaten yaitu:
Kabupaten Sarolangun (6.758 ha), Kabupaten Batanghari (41.259 ha) dan
Kabupaten Tebo (12.483 ha). Letak geografis dan batas kawasan TNBD seperti
diuraikan pada Table 3.
Tabel 3 Letak Geografis dan Batas Kawasan TNBD
Uraian
a. Letak
geografis
b. Letak
administrasi
menurut
Pemkab
c. Batas alam
d. Batas buatan
Utara
1°44‟35” LS
Kec.
Marosebo
Ulu
Kab.
Batanghari
Timur
Selatan
102°31‟37”
2°03‟15”
BT
LS
Kec. Batin Kec. Air Hitam
XXIV Kab. Kab. Sarolangun
Batanghari
PT. Limbah
Kayu Utama
PT.
Sawit
Desa Makmur
PT.
Wana Kebun
dan
Perintis
pemukiman
masyarakat Desa:
Baru, Semurung,
Pematang Kabau,
Lubuk Jering dan
Bukit Suban
Barat
102°48‟27” BT
Kec.
Muara
Tabir
Kab.
Tebo
Sungai Bernai
Pemukiman
transmigrasi
Kuamang
Kuning (SP A,
SP E dan SP G)
Sumber: Balai TNBD
Topografi, Iklim, Hidrologis dan Jenis Tanah
TNBD memiliki topografi datar, bergelombang dan perbukitan. Pada
kawasan perbukitan terdapat 12 bukit utama, yakni: Bukit Kuaran, Bukit Punai
Banyak, Bukit Berumbung, Bukit Lubuk Semah, Bukit Sungai Keruh Mati, Bukit
Panggang, Bukit Enau, Bukit Terenggang, Bukit Pal, Bukit Suban, Bukit Tigo
Beradik dan Bukit Bitempo.
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmit dan Ferguson, TNBD termasuk ke
dalam iklim kelompok A, yakni; iklim tropika basah, dengan ciri-ciri; curah
hujan terendah 3.294 mm dan tertinggi 3.669 mm, suhu terendah 26°C dan
tertinggi 38° C, kelembaban udara terendah 80% dan tertinggi 94%.
TNBD dialiri dua sungai besar yakni Sungai Tembesi dan Sungai Tabir.
Anak sungai tembesi, yakni; sungai air hitam, sungai jelutih dan sungai serengam.
Anak sungai tabir, yakni ; sungai kejasung kecil, sungai kejasung besar, sungai
makekal, sungai bernai dan sungai seranten.
Jenis tanah di TNBD didominasi tanah; organosol, alluvial dan podsolik.
Tanah organosol; terbentuk dari hasil pembusukan bahan organik, warna hitam,
subur, menyimpan air, merupakan tanah permukaan. Tanah alluvial: tanah
endapan hasil erosi, warna kelabu, di daerah-daerah yang rendah. Tanah podsolik;
warna merah kuning, tekstur lempung berpasir, pH rendah dan memiliki
kandungan alumunium dan besi yang tinggi, kurang subur dan daya simpan air
rendah. Secara singkat topografi, iklim, hidrologis dan jenis tanah TNBD
disajikan pada Tabel 4.
14
Tabel 4 Topografi, iklim, hidrologis dan jenis tanah di TNBD
Uraian
Keterangan
Perbukitan
Ketinggian
50-438 m dpl
Topografi
Relatif datar bergelombang Ketinggian 20- 50 m dpl
bagian selatan
Topografi
bagian utara
Iklim
Curah
hujan
tinggi, Berdasarkan klasifikasi iklim
terendah
3.294
mm Schmidt dan Ferguson tergolong
tertinggi 3.669 mm, suhu iklim kelompok A
berkisar antara 26⁰C-38⁰C,
kelembaban udara terendah
80% dan tertinggi 94%.
Hidrologis
Aliran sungai tembesi dan
sungai tabir;
Anak sungai tembesi;
sungai air hitam, sungai
jelutih
dan
sungai
serengam. Anak sungai
tabir; sungai kejasung kecil,
sungai kejasung besar,
sungai makekal, sungai
bernai dan sungai seranten.
Tanah
Didominasi jenis tanah; Tanah organosol; terbentuk dari
organosol, alluvial dan hasil
pembusukan
bahan
podsolik.
organik, warna hitam, subur,
menyimpan air, merupakan
tanah
permukaan.
Tanah
alluvial: tanah endapan hasil
erosi, warna kelabu, di daerahdaerah yang rendah. Tanah
podsolik; warna merah kuning,
tekstur lempung berpasir, pH
rendah dan memiliki kandungan
alumunium dan besi yang tinggi,
kurang subur dan daya simpan
air rendah.
Sumber: Balai TNBD
Kondisi Hutan TNBD
Kawasan hutan TNBD merupakan kawasan hutan primer dan hutan
sekunder. Pada beberapa bagian areal hutan sudah terganggu menjadi areal
terbuka dan semak belukar akibat eksploitasi eks HPH. Sebagian areal TNBD eks
CBBD, disepanjang batas luar kawasan, terdapat areal yang telah dirambah
masyarakat desa, dijadikan kebun tanaman karet dan tanaman kelapa sawit. Areal
TNBD eks PT. Inhutani dan PT. SHL sebelum ditunjuk menjadi TNBD sudah
terdapat areal kebun tanaman karet masyarakat dan di beberapa bagian sepadan
15
Sungai; Kejasung Besar, Kejasung Kecil dan Serengam Hulu kondisi hutannya
telah terbuka sehingga memerlukan rehabilitasi, khususnya disepanjang jaringan
jalan logging eks HPH PT. SHL.
Ekosistem, Flora dan Fauna di TNBD
Ekosistem, flora dan fauna di TNBD belum seluruhnya diidentifikasi,
secara umum yang telah diketahui adalah sebagai berikut; 1). Ekosistem TNBD.
Kawasan TNBD termasuk tipe ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah.
Sebagai areal eks konsesi HPH, sebagian besar tutupan hutan TNBD merupakan
hutan sekunder yang terbentuk melalui proses regenerasi alami dan sebagian
tutupan hutan lainnya merupakan hutan primer. Kawasan hutan TNBD
merupakan daerah tangkapan air, hulu dari sejumlah sungai yang bermuara
pada Sungai Batanghari. TNBD merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai
(DAS) Batanghari; 2.)
Flora. Walaupun kawasan hutan TNBD pernah
dieksplotasi ternyata masih menyisahkan keanekaragaman flora, diantaranya jenis
tumbuhan yang langka dan dilindungi seperti; Nenga Gajah, Nepentes ampullaria,
Aquilaria malaccensis, Kulim (Scorodocarpus borneensis). Selain itu untuk
vegetasi pohon yang banyak ditemukan seperti; Meranti ( Shorea spp), Bulian
(Eusideroxylon zwagen), Menggeris/Kempas (Koompassia exelsa), Jernang
(Daemonorops spp.), Bungur (Lagestromia speciosa), Bayur ( Pterospermum
javanicum), Bangkurai (Shorea laevifolia endert), Cengal ( Hopea cengal noert),
Durian (Durio carinatus mast), Geronggang (Cratoxylon arcecrescen Bl), Giam
(Cotylelobium spp.), Jelutung (Dyera costulata hock. F), Keruing ( Dipterocarpus
avendiculatus), Pulai (Alstonia scholaris), Renggas (Gluta renghas L.), Nyatoh
(Palaquim spp.), Damar (Agathis sp.), Pasak bumi ( Euricoma longifolia) dan
Rotan (Calamus sp), serta terdapat kurang lebih 120 jenis tumbuhan termasuk
cendawan (Anonim, 2005); 3).
Fauna.
Berdasarkan
hasil
penelitian
Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI) tahun 1998 Subfilum Vertebrata yang
berhasil diidentifikasi di kawasan hutan TNBD, yakni; a) Kelas Mamalia;
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Kucing hutan (Felis bengalensis),
Beruang madu (Helarctos malayanus), Rusa sambar (Cervus unicolor), Babi hutan
(Sus spp.), Tapir (Tapirus indicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Landak sumatera
(Hystrix brachyuran), Tupai tanah (Lariscus spp.), Musang (Paradoxurus
hermaphroditus), Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca
nemestriana), Siamang (Sympalangus syndactylus), Ungko (Hylobates agilis); b)
Kelas aves yang berhasil diidentifikasi, seperti; Balam ( Streptopelia sp.), Murai
batu (Pycnonotus sp.), Ayam hutan (Gallus gallus), Kuau (Argusianus argus),
Enggang gading (Rhinoplax vigil), Elang (Ictinaetus malayensis), Elang ular bido
(Spilornis cheela), Gagak (Corvus corax), Rangkong (Buceros rhinoceros), Raja
udang (Alcedo atthis); c) Kelas reptilia yang berhasil diidentifikasi Biawak
(Varanus salvator); dan d) Kelas amfibia yang berhasil diidentifikasi Labi-labi
(Trionyx spp.)
16
Keadaan Sosial Ekonomi SAD
Kependudukan
Komunitas SAD hidup dalam rombong (secara berkelompok) namun tidak
dibatasi wilayah tempat tinggal, berburu dan meramu. Kontrol sosial di tiap-tiap
rombong diatur oleh Penghulu (Lembaga Adat SAD). Penghulu terdiri dari
Tumenggung, Wakil Tumenggung, Depati, Menti, Mangku, Debalang Batin dan
Tengganai. Rombong dipimpin oleh Tumenggung dan masing-masing rombong
diberi nama berdasarkan nama Tumenggungnya. Berdasarkan hasil sensus SAD
di kawasan TNBD tahun 2013 oleh Balai TNBD, diperoleh informasi bahwa di
dalam kawasan hutan TNBD ada 13 rombong dengan populasi sebanyak 1775
jiwa yang terdiri dari: 856 laki-laki dan 919 perempuan, secara lebih rinci
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran populasi SAD
No Kabupaten
dan
Jenis Kelamin
Jumla
Rombong
Laki-laki Perempuan h
A Batanghari
330
400
730
1 T. Ngamal
13
13
26
2 T. Meladang
16
29
45
3 T. Nyenong
16
28
44
4 T. Maritua
51
65
116
5 T. Melayu Tuha
29
46
75
6 T. Girang
44
56
100
7 T. Celitai
143
133
276
8 T. Malimun
18
30
48
B Tebo
448
431
879
1 T. Grib
KONSERVASI ROTAN JERNANG (Daemonorops spp)
DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI
HARNOV
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Etnobotani dan Strategi
Konservasi Rotan Jernang (Daemonorops spp) di Taman Nasional Bukit Duabelas
Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Harnov
E353120125
RINGKASAN
HARNOV. Etnobotani dan Strategi Konservasi Rotan Jernang (Daemonorops spp)
di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M.
ZUHUD dan RINEKSO SOEKMADI.
Suku Anak Dalam (SAD) adalah salah satu suku di Indonesia yang
masih hidup secara tradisional di dalam hutan. Salah satu hutan tempat tinggal dan
sumber penghidupan mereka adalah di kawasan hutan Taman Nasional Bukit Dua
Belas (TNDB). Kehidupan secara tradisional ini telah mereka jalani sejak lama
dan tetap bertahan hingga saat ini. Interaksi SAD dengan hutan yang telah
berlangsung sejak lama ini membuat mereka memiliki banyak tradisi terkait
dengan konservasi hutan. Hal ini tercermin dari sikap dan perilaku mereka
terhadap sumberdaya hutan, yang sesuai dengan prinsip konservasi hutan.
Pengetahuan SAD mengenai Rotan Jernang dan konservasi hutan merupakan
aspek penting dalam kebudayaan tradisional mereka. Namun pengetahuan ini
lambat laun akan mengalami penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi seiring perkembangan
masyarakat SAD. Sekarang ini
jernang
dimanfaatkan oleh SAD bukan hanya sebagai bahan obat tradisional tetapi
sebagai komoditi untuk diperdagangkan. Perubahan sosial budaya, harga jernang
yang tinggi; berkisar antara Rp 2.800.000 sampai dengan Rp. 3000.000/kg di
tingkat SAD, dapat memicu pemanenan buah rotan jernang muda, pemanenan
buah Rotan Jernang tanpa menaati nilai-nilai sosial budaya dan aturan adat
istiadat. Salah saatu solusi dampak perubahan sosial budaya SAD terhadap
kelestarian rotan jernang di TNBD adalah menyusun strategi konservasi rotan
jernang Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi tradisi
bejernang, nilai-nilai sosial budaya SAD dan merumuskan strategi konservasi
rotan jernang serta habitatnya. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif. Data dan informasi dikumpulkan dengan menggunakan
teknik studi pustaka, observasi dan wawancara. Analisis data menggunakan
teknik triangulasi. Hasil dari penelitian ini, tradisi bejernang telah berlangsung
ratusan tahun merupakan bukti bahwa nilai-nilai sosial budaya masyarakat SAD
efektif dalam hal konservasi sumberdaya hutan dan habitatnya. Pengelolaan
kawasan hutan TNBD ke depan hendaknya sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat SAD. Alternatif tindakan sebagai strategi konservasi rotan jernang
yakni: 1) Penataan ruang; 2) Penelitian dan Pengembangan Rotan Jernang; 3)
Budidaya Rotan Jernang; 4) Membangun pasar jernang nasional; 5) Konservasi
in situ dan konservasi ex situ Rotan Jernang; 6) Pembentukan forum komunitas
SAD dan Penguatan Lembaga Adat SAD; 7) Pendampingan dan pemberdayaan
SAD; 8) Penegakan aturan adat SAD; 9) Pengelolaan kawasan TNBD secara
kolaboratif; dan 10) Monitoring dan evalusi kegiatan konservasi jernang secara
berkala.
Kata kunci: Etnobotani, Rotan Jernang, Suku Anak Dalam, Konservasi
SUMMARY
HARNOV. Ethnobotany and Conservation Strategy
Rattan jernang
(Daemonorops spp) in Bukit Duabelas National Park in Jambi Province.
Supervised by ERVIZAL A.M. ZUHUD and RINEKSO SOEKMADI.
Suku Anak Dalam (SAD) is one of the tribes in Indonesia are still living
traditionally in the forest. One forest where their live and livelihoods are Taman
Nasional Bukit Duabelas (TNBD). This traditional life they have lived for a long
time and still survive to this day. SAD interaction with the forest that has lasted a
long time makes them have many traditions associated with forest conservation.
This is reflected in their attitudes and behavior towards forest resources, in
accordance with the principle of conservation of forests. SAD knowledge about
conservation of forests is an important aspect in their traditional cultures. But this
knowledge will gradually be changes that occur as the development of society
SAD. Nowt jernang utilized by the SAD not only as traditional medicine but as a
commodity to be traded. Socio-cultural changes, jernang high prices; Rp
2,800,000 to Rp. 3000.000 at the SAD, can trigger Rattan harvesting fruit jernang
massive, young fruit jernang Rattan harvesting, fruit harvesting rattan jernang
without obeying socio-cultural values and customs rules. One alternative solution
is to develop a conservation strategy Rattan jernang as an act of anticipation
possibility of scarcity Rattan jernang. The purpose of this study is to obtain a
description bejernang traditions, socio-cultural values of SAD and formulate
strategies Rattan jernang conservation and habitat. This research method using
descriptive qualitative approach. Data and information collected by using
literature study, observation and interviews. Analysis of the data using
triangulation techniques. The results of this study are bejernang tradition that has
lasted for hundreds of years is evidence that social and cultural values of society
SAD effective in terms of conservation of forest resources and their habitats.
Forest management TNBD forward should be promoting the values of social and
cultural SAD. The selected alternative actions as a conservation strategy is
jernang Rattan; 1) The arrangement of space; 2) Research and Development
jernang Rattan; 3) Agroforestry of jernang Rattan; 4) Establish a national jernang
market; 5) In situ and ex situ conservation jernang Rattan; 6) Establishment and
strengthening of community forums SAD; 7) Mentoring and empowerment SAD;
8) The enforcement of customs rules SAD and Forestry Legislation; 9) The
management of TNBD collaboratively; and 10) Monitoring and evaluation of
conservation activities jernang periodically.The results of this research can be
used as a basis for action; SAD cultural social protection, conservation and
conservation Rattan jernang TNBD as Rattan Jerang habitat.
Keywords: Ethnobotany, Rattan jernang, Suku Anak Dalam, Conservation
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ETNOBOTANI DAN STRATEGI
KONSERVASI ROTAN JERNANG (Daemonorops spp)
DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI
HARNOV
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi
pada
Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc. F
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelititan ini
dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2015 dengan judul
Etnobotani dan Strategi Konservasi Rotan Jernang (Daemonorops spp) di Taman
Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS
dan Dr Ir Rinekso Soekmadi, M.Sc.F selaku pembimbing yang telah memberi
arahan, saran dan dukungan. Terima kasih juga diucapkan kepada Dr Ir Leti
Sundawati, M.Sc.F selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Agus Priyono Kartono,
MS selaku pimpinan sidang tesis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Kementerian Kehutanan yang telah mendanai penelitian, kepada keluarga,
teman-teman dan semua pihak yang telah mendukung selama studi.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi upaya perlindungan sosial
budaya masyarakat tradisional dan gerakan konservasi sumberdaya hutan di
Indonesia.
Bogor, Januari 2017
Harnov
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
3
5
5
5
2 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat
Teknik Penentuan Informan
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
Analisis Data
Analisis Sintesis
6
6
6
7
7
8
9
10
3 KONDISI UMUM TNBD DAN SAD
Proses Penunjukkan TNBD
Tujuan Penunjukkan TNBD
Letak Geografis dan Batas Tnbd
Topografi, Iklim, Hidrologis dan Jenis Tanah
Keadaan Kawasan Hutan TNBD
Keadaan Sosial Ekonomi SAD
Aksesibilitas
4 ETNOBOTANI ROTAN JERNANG oleh SAD
Tradisi Bejernang
Teknik Ekstraksi Jernang oleh SAD
Aturan Adat SAD Mengenai Rotan Jernang
Bentuk Pemanfaatan Jernang oleh SAD
Interpretasi Nilai-Nilai Tradisi Bejernang
12
12
12
12
13
14
15
17
20
20
25
26
27
29
5 BIOEKOLOGI ROTAN JERNANG
Taksonomi Rotan Jernang
Morfologi Rotan Jernang
Ekologi Rotan Jernang
6 ETNOGRAFI SAD
Sebutan Orang Terang Terhadap SAD
Asal Usul SAD
Sebaran SAD
Sistem Religi SAD
Mata Pencaharian SAD
32
32
32
35
37
37
38
42
43
45
Sistem Peralatan SAD
Sistem Organisasi Sosial SAD
Sistem Pengetahuan SAD
6 STRATEGI KONSERVASI ROTAN JERNANG
Redeliniasi Zone Pemanfaatan Tradisional
Penelitian dan Pemgembangan Rotan Jernang
Budidaya Rotan Jernang
Membangun Pasar Jernang Nasional
Konservasi Insitu dan Konservasi Exsitu
Pembentukan Lembaga Sosial SAD Transisi
Pendampingan dan Pemberdayaan SAD
Pembentukan Forum Komunitas SAD
Pengelolaan TNBD Secara Kolaboratif
Monitoring dan Evaluasi
7 KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan
Saran
50
51
54
60
62
64
65
67
68
70
71
72
74
74
77
77
77
DAFTAR PUSTAKA
79
LAMPIRAN
84
RIWAYAT HIDUP
90
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Rincian pengamatan yang dilakukan
Tujuan penelitian dan data yang dikumpulkan
Letak Geografis dan Batas Kawasan TNBD
Topografi, iklim, hidrologis dan jenis tanah di TNBD
Sebaran populasi SAD
Sebaran ladang karet SAD di dalam kawasan TNBD
Tradisi bejernang
Lokasi bejernang SAD di dalam kawasan hutan TNBD
Sifat fisiko-kimia jernang
Senyawa kimia dari Daemonorops draco dan bioaktivitasnya
Nilai-nilai tradisi bejernang dan sosial budaya SAD
Sistem religi SAD
Pembagian ruang kehidupan SAD
Jenis tumbuhan pangan SAD yang dikumpulkan dengan cara meramu
Jenis tumbuhan pangan yang ditanam di ladang SAD
Jenis tumbuhan buah-buahan hutan yang dimanfaatkan SAD
Jenis tumbuhan obat yang sering digunakan SAD
Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan SAD untuk bahan tempat tinggal
Jenis tumbuhan beracun dan pemanfaatannya
Perusahaan dan Areal Pemukiman Transmigrasi di Sekitar TNBD
Uraian kegiatan strategi konservasi Rotan Jernang di TNBD
9
11
13
14
16
18
20
22
26
28
29
45
49
55
55
56
57
58
58
62
75
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Skema alur penelitian
Lokasi Penelitian Resort Air Hitam TNBD
Peta Aksesibilitas TNBD
Peta Sebaran rotan jernang di lokasi penelitian
Alur perdagangan jernang
Ilustrasi teknik ekstraksi jernang oleh SAD
Morfologi rotan jernang
Peta Sebaran SAD di TNBD
Struktur Organisasi Sosial SAD
Perusahaan Kehutanan dan Perkebunan di Sekitar TNBD
4
6
19
23
24
26
34
43
54
62
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Jenis-jenis Tumbuhan Obat di TNBD
Jenis-jenis Cendawan Obat di TNBD
Jenis-jenis Bumbung (Pondok) SAD
Jenis-jenis Peralatan SAD
Jenis-jenis Mata Pencaharian SAD
84
86
87
88
89
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah etnobotani diperkenalkan pertama kali pada tahun 1895 oleh ahli
botani Amerika Serikat John W. Harshberger sebagai ilmu yang mempelajari
tentang tumbuhan yang digunakan oleh Aborigin dan orang-orang primitif. Sejak
saat itu etnobotani didefinisikan sebagai pengetahuan tradisional masyarakat adat
mengenai beragam tumbuhan di sekitar mereka dan pengetahuan tentang
bagaimana orang-orang dari budaya dan daerah tertentu memanfaatkan tumbuhan
(Abbasi, 2012). Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari interaksi budaya
manusia dengan tumbuhan dan lingkungannya (Balick, 2004), dengan penekanan
pada konsep budaya dan persepsi kelompok masyarakat dalam membentuk
sistem pengetahuan mengenai tumbuhan dalam lingkungan hidup mereka
(Suryadharma, 2008).
Suku Anak Dalam (SAD) adalah salah satu etnis di Indonesia yang sampai
saat ini masih menjalankan kehidupan sehari-hari secara tradisional. Kehidupan
secara tradisional ini telah berlangsung sejak ribuan tahun dan tetap mereka
pertahankan hingga saat ini (Handini, 2006). SAD hidup di dalam hutan dan di
sekitar hutan di Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan. Di Provinsi Jambi,
terdapat kelompok-kelompok SAD yang tinggal tersebar di dalam Taman
Nasional Bukit Duabelas (TNBD).
Hampir seluruh kebutuhan hidup SAD, diperoleh dari dalam hutan. Hal
ini membuat hidup mereka sangat tergantung pada keberadaan hutan.
Ketergantungan hidup SAD dengan hutan yang telah berlangsung lama ini,
membuat mereka memiliki tradisi dan nilai-nilai yang pro konservasi hutan.
Salah satu tradisi tersebut adalah tradisi bejernang, yakni pemanfaatan rotan
jernang (Daemonorops spp).
Jernang adalah serbuk yang menempel dan menutupi permukaan buah
rotan jernang. Menurut Coppen (1995) jernang termasuk kelompok resin keras,
berwarna merah, berbentuk amorf, berupa padatan yang mengkilat, bening atau
kusam, meleleh bila dipanaskan, memiliki bau yang khas, tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam alkohol, eter, kloroform dan metanol. Menurut Winarni et al.
(2004) komponen utama kimia resin jernang adalah ester dan alkohol draco
resino tanol (57-82%) yang bila dipanaskan akan menghasilkan aroma seperti
kemenyan, draco resena (14%), draco alban (2,5%), asam benzoate dan asam
benzoat.
Menurut Purwanto et al. (2009) jernang dimanfaatkan sebagai bahan
pewarna, bahan ramuan obat, bahan campuran parfum dan sebagai dupa pada
acara ritual. Menurut Soemarna (2009) jernang dimanfaatkan sebagai obat
tradisional, bahan campuran kosmetik, bahan obat sariawan, bahan obat sakit
perut maupun bahan ramuan obat untuk mengatasi gangguan pencernaan.
Menurut Winarni et al. (2004) ramuan gangguan pencernaan yang menggunakan
jernang adalah obat diare dan obat disentri, selain itu jernang dimanfaatkan
sebagai bahan astringen dan bahan membuat pasta gigi. Menurut Januminro
(2000) kegunaan jernang adalah untuk bahan baku pewarna dalam industri
keramik, marmer, batu bahan bagunan, kayu, kertas, bahan campuran pembuatan
2
vernis, tincture dan plaster. Menurut Waluyo (2008) jernang dapat dipergunakan
sebagai obat luka. Selain itu jernang di Jawa digunakan sebagai bahan campuran
pewarna kayu mahoni atau sebagai oker yaitu campuran plitur agar warna plitur
menjadi lebih tua. Menurut Soemarna (2009) dan Purwanto et al. (2009) karena
mempunyai banyak manfaat, jernang memiliki harga yang tinggi. Harga jernang
berkisar antara Rp 800.000 sampai dengan Rp 3.000.000/kg tergantung kelas
kualitasnya.
Pengetahuan SAD mengenai
rotan jernang dan konservasi hutan
merupakan aspek penting dalam kebudayaan tradisional mereka. Namun
pengetahuan ini lambat laun mengalami penyesuaian terhadap perubahan yang
terjadi seiring perkembangan masyarakat SAD. Menurut Aritonang (2001) jika
diamati secara seksama sebenarnya sudah banyak perubahan yang terjadi pada
SAD. Beberapa kelompok SAD di TNBD, sudah berinteraksi dengan Orang
Terang1 yang berladang dekat mereka. Selama ini kontak dengan Orang Terang,
mereka batasi secara ketat. Perubahan ini bertujuan agar mereka lebih mudah
mengakses pertukaran barang dan jasa. Menurut Sasmita (2009) interaksi SAD
dengan masyarakat desa, kebijakan pemerintah, kegiatan pemberdayaan SAD oleh
Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) pemerhati SAD membuat SAD memperoleh
pengetahuan baru. Pertumbuhan penduduk SAD dan perubahan hutan akibat
konversi hutan alam menjadi areal perkebunan, transmigrasi, perusahaan kayu
(HPH/HTI), menyebabkan perubahan budaya SAD, yang dapat dilihat dari
kehidupan sehari-hari. Weintre (2003) mencatat SAD mengadopsi beberapa
inovasi yang berasal dari luar, seperti; 1) Berdasarkan aturan adat pemburu wajib
untuk menyerahkan sebagian tangkapannya kepada Temenggung, namun
sekarang tradisi itu sudah hilang; 2) Jenis makan pokok SAD biasanya adalah
jenis umbi-umbian, seperti Umbi Banar (Dioscorea sp), namun sekarang mereka
juga mengkonsumsi beras, mie instan, kue-kue kering dan jajanan lain; 3) SAD
dahulu hidup nomaden, berburu dan meramu, sekarang mereka ada yang menetap,
berladang karet dan sawit.
Perubahan sosial budaya SAD akan menyebabkan perubahan sikap dan
perilaku terhadap sistem nilai yang dahulu mereka percaya. Perubahan yang
dipaksakan akan menimbulkan guncangan sosial budaya dan dapat merusak
semua tatanan yang sudah ada. Namun perubahan yang terjadi pada SAD di
TNBD diharapkan sesuai dengan yang mereka inginkan karena perubahan adalah
bagian dari hak asasi mereka. Walau demikian perlu menjadi perhatian semua
pihak, bahwa perubahan itu sebaiknya berlangsung gradual bukan radikal dan
tetap sesuai dengan konsep konservasi hutan. Perubahan itu perlu diiringi dengan
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan penyediaan sumberdaya ekonomi di
masa depan yang tidak hanya diperoleh dari hutan. Oleh karena itu sebagai bentuk
antisipasi harga jernang yang tinggi dan perubahan kehidupan SAD yang sedang
terjadi, etnobotani rotan jernang oleh SAD penting untuk diteliti dalam rangka
menyusun strategi konservasi rotan jernang sekaligus menjadi bagian dari strategi
konservasi TNBD. Etnobotani rotan jernang oleh SAD terkait nilai-nilai yang
mereka percaya, kehidupan sosial budaya dan perubahannya. Hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar tindakan konservasi rotan jernang
dan habitatnya di TNBD. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
1
Orang Terang adalah sebutan SAD terhadap orang lain yang bukan SAD
3
digunakan sebagai solusi terhadap dampak perubahan sosial budaya SAD,
sehingga kedepan program pendampingan dan permberdayaan SAD sesuai
dengan sosial budaya mereka.
Rumusan Masalah
Menurut McNeely dan Pitt (1985) dalam McKinnon et al. (1988) ada banyak
kawasan hutan yang penduduk lokalnya masih melakukan budaya tradisional,
melindungi kawasan hutan yang luas yang merupakan ekosistem alam dan
memungut sumberdaya hutan terpulihkan yang berprinsip pada pemanfaatan
sumberdaya hutan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat
lokal dianggap „primitif‟, namun telah terbukti mampu mengintegrasikan
kehidupan mereka dengan lingkungan alamnya sehingga mereka mencapai konsep
pemanfaatan sumberdaya hutan berkelanjutan yang apabila dilihat dari sudut
pandang ekologi, menjamin tetap tersedianya sumberdaya hutan dengan kondisi
hutan yang tetap sehat. Namun pola pemanfaatan sumberdaya hutan oleh
masyarakat tradisional di era sekarang ini, rawan dirusak oleh kekuatan luar yang
sifatnya eksplotatif (free raider and overuse), yakni pola pemanfaatan sumberdaya
hutan secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan daya dukung dan kelestarian
sumberdaya hutan tersebut, tujuan pemanfaatan sumberdaya hutan hanya untuk
memperoleh keuntungan ekonomis sesaat, sebesar-besarnya dan tidak
mempertimbangkan aspek-aspek lain, seperti aspek ekologis dan sosial budaya
masyarakat tradisional. Selanjutnya ditambahkan oleh Rosenbaum (2009) upaya
masyarakat lokal bisa secara langsung mempengaruhi hutan maupun jutaan warga
yang hidupnya bergantung pada hutan. Upaya masyarakat lokal mempertahankan
hutan mereka seringkali gagal atau terabaikan.
SAD adalah salah satu etnis di Indonesia yang
mengelola dan
memanfaatkan sumber daya hutan secara berkelanjutan. Namun kondisi SAD
sekarang ini terdesak oleh berbagai hal, diantaranya program pemerintah masa
lalu yang tidak sesuai dengan sosial budaya SAD dan stigma yang dilekatkan oleh
Orang Terang. Contoh program pemerintah yang tidak sesuai dengan sosial
budaya SAD, yakni: (1) Pemberian izin pembukaan hutan kepada Perusahaan
Perkebunan Negara & Swasta Nasional dan izin pemanfaatan kayu kepada
Perusahaan Hak Penguasaan Hutan (HPH); (2) Transmigrasi; dan (3) Rumah
tinggal SAD dengan konsep rumah tinggal Orang Terang. Semua program
pembangunan tersebut merubah hutan tempat tinggal SAD dan merubah hidup
sosial budaya mereka, dari hidup nomaden-berburu-meramu menjadi hidup
menetap dan berkebun. Sedangkan contoh stigma yang dilekatkan Orang Terang
kepada SAD, yakni: pemalas, bodoh dan miskin. Situasi ini menekan mereka dan
adalah sangat tidak mungkin jika SAD berjuang sendiri untuk mempertahankan
hutan dan budaya mereka. Program pembangunan yang tidak sesuai dengan sosial
budaya SAD dan stigma yang dilekatkan Orang Terang tersebut, dikuatirkan dapat
merubah nilai-nilai yang mereka percayai serta merubah sikap dan perilaku
mereka yang pro konservasi menjadi sikap dan perilaku eksploitatif terhadap
sumberdaya hutan.
Penelitian ini
mencoba mendapatkan deskripsi etnobotani SAD
mengenai rotan jernang, sosial budaya dan nilai-nilai yang mereka percaya. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan untuk program konservasi TNBD
4
dan pemberdayaan SAD sesuai sosial budaya mereka dan agar SAD mendapat
dukungan Pemerintah dan masyarakat bahwa mereka berhak hidup sesuai dengan
sosial budaya mereka. Adapun pertanyaan yang muncul dan akan dijawab dalam
penelitian ini adalah: 1) Bagaimana SAD melakukan pemanfaatan, perlindungan
dan pelestarian rotan jernang? 2) Bagaimana nilai-nilai dan sosial budaya SAD
terkait dengan rotan jernang dan konservasi hutan? dan 3) Bagaimana dampak
perubahan sosial budaya SAD terhadap ekosistem, habitat dan kelestarian rotan
Jernang?
Pertanyaan penelitian tersebut akan dijawab melalui rangkaian kegiatan
penelitian, yakni; studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam untuk
memperoleh deskripsi etnobotani Rotan Jernang oleh SAD, sosial budaya dan
nilai-nilai yang mereka percaya guna menyusun strategi konservasi Rotan Jernang
dan habitatnya dalam hal ini kawasan hutan TNBD. Secara skematis alur
penelitian ini, seperti disajikan pada Gambar 1.
Etnobotani
Etnografi
Bioekologi
Interaksi
Interaksi
Orang
SAD
Ekosistem
Hutan
Rotan Jernang
Terang
Sosial budaya
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Politisi
Akademisi
Balai TNBD
Dinas Sosial
Dinas Transmigrasi
Dinas Kesehatan
LSM
Masyarakat
Nilai-nilai
Perubahan Nilai-nilai
Sikap dan
Perilaku Prokonservasi
“SAD Transisi”
Orang Terang
Strategi Konservasi
Rotan Jernang dan habitatnya
Gambar 1 Skema alur penelitian
5
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun strategi konservasi
rotan jernang di TNBD. Tujuan utama dibangun melalui sintesa tiga tujuan antara.
Adapun tiga tujuan antara penelitian ini, yakni: 1) Mengkaji etnografi SAD; 2)
Mengkaji bioekologi rotan jernang; dan 3) Mengkaji etnobotani rotan jernang oleh
SAD.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat; (1) Memberikan sumbangan
pengetahuan pada ilmu pengetahuan: Etnobotani, Ekologi, Sosiologi dan
Antropologi (2) Menyediakan data untuk bahan pertimbangan para pihak dalam
rangka konservasi rotan jernang dan TNBD (3) Menyediakan data untuk para
pihak dalam rangka perlindungan sosial budaya SAD, pemberdayaan SAD sesuai
dengan sosial budaya mereka dan rotan jernang sebagai alternatif pemberdayaan
ekonomi SAD dan masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan TNBD.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah 1) Kajian mengenai etnografi SAD,
yakni: asal usul, sistem religi, mata pencaharian, sistem peralatan yang digunakan
SAD untuk kehidupan sehari-hari mereka, sistem organisasi sosial, struktur sosial
dan sistem pengetahuan SAD; 2) Kajian mengenai bioekologi rotan jernang,
yakni: taksonomi, morfologi dan ekologi rotan jernang; 3) Kajian etnobotani rotan
jernang oleh SAD, yakni: tradisi bejernang, teknik ekstraksi jernang, aturan adat,
bentuk-bentuk pemanfaatan jernang dan interpretasi nilai tradisi bejernang dan
sosial budaya SAD; dan 4) Kajian mengenai strategi konservasi rotan jernang di
TNBD.
2 METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Menurut
Sugiyono (2001) metode kualitatif digunakan untuk mengkaji permasalah realitas
sosial dalam kondisi alami,
apa adanya, tanpa rekayasa peneliti, kehadiran
peneliti tidak mempengaruhi dinamika realita sosial yang diteliti. Menurut
Moleong (2007) penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberi gambaran
secara detail mengenai individu atau kelompok tentang keadaan atau fenomena
sosial. Miles dan Huberman (2007) menjelaskan bahwa pelaksanaan penelitian
kualitatif memiliki paling tidak tiga tahap, yakni; pertama mengumpulkan data,
analisis menentukan kategori dan pola dilanjutkan dengan mengumpulkan data,
analisis
untuk menentukan kesimpulan (sementara) dan diakhiri dengan
mengumpulkan data, analisis dan menentukan kesimpulan final.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Resort Air Hitam, Seksi Konservasi
Wilayah II, TNBD dan di desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan
TNBD Resort Air Hitam, yakni; Desa Pematang Kabau dan Bukit Suban,
Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Lokasi ini dipilih
dengan pertimbangan; (1) Lokasi relatif dekat dengan Kantor Resort Air Hitam
TNBD, sehingga lokasi relatif mudah untuk dijangkau dengan demikian biaya
relatif murah; (2) Antara informan dengan petugas TNBD Resort Air Hitam, telah
terjalin interaksi; dan (3) Hasil survey Balai TNBD tahun 2012 di kawasan hutan
wilayah kerja Resort Air Hitam terdapat populasi Rotan Jernang. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2015. Lokasi penelitian ini
seperti disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Lokasi Penelitian Resort Air Hitam TNBD
7
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini; (1) Perlengkapan
observasi: peta wilayah kerja Resort Air Hitam TNBD, GPS, kompas, camera
dan alat tulis; dan (2) Perlengkapan wawancara: alat tulis, daftar pokok-pokok
pertanyaan dan alat perekam.
Teknik Penentuan Informan
Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik
snowball. Menurut Sugiyono (2001) teknik snowball adalah teknik penentuan
informan yang diawali dengan satu orang informan, kemudian informan tersebut
dimintai informasi mengenai orang-orang yang mengetahui tentang obyek
penelitian untuk dijadikan informan, begitu seterusnya, sehingga informan
semakin banyak, ibarat bola salju yang menggelinding, makin lama semakin
besar.
Menurut Miles dan Huberman (2007) penelitian dengan pendekatan
kualitatif akan diperoleh data yang berbeda-beda dan kompleks, sehingga
menyebabkan muncul banyak pertanyaan sehingga dibutuhkan informan lain,
demikian seterusnya sampai data jenuh, yakni: tidak diperoleh informasi baru.
Sesuai dengan tujuan penelitian, informan dalam penelitian ini harus memenuhi
syarat-syarat, sebagai berikut: 1) Informan adalah Pemimpin SAD sehingga
memudahkan peneliti dalam hal: menjelajahi lokasi penelitian, melakukan
wawancara dan mengamati situasi sosial SAD;
2) Informan adalah pelaku
kegiatan bejernang; dan 3) Informan adalah orang yang diduga mengetahui
banyak hal mengenai tradisi bejernang dan sosial budaya SAD.
Dalam penelitian ini diwawancarai informan dan responden sebanyak 63
orang, terdiri dari; 33 orang informan SAD dan 30 orang responden Orang
Terang. Informan SAD, yakni; 3 orang Tumenggung dan 30 orang Anak Dalam.
Responden Orang Terang, yakni; 1 orang anak almarhum Jenang, 3 orang petugas
TNBD, 4 orang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) WARSI, 2 orang LSM
Gita Buana, 4 orang pengepul desa, 2 orang pengepul kabupaten, 2 orang
pengepul provinsi, 2 orang Kepala Desa, Kepala Puskesmas Kecamatan Air
Hitam, 1 orang paramedis puskesmas, 1 orang petugas Balai Pemantau
Pemanfaatan Hasil Produksi (BP2HP) Prov. Jambi, 1 orang petugas Balai
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, 2 orang petugas Dinas
Kehutanan Kab. Sarolangun, 1 Orang petugas Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2
orang petugas Balai Cagar Budaya Wilayah Provinsi Jambi, 1 orang petugas
museum Provinsi Jambi dan Kepala Taman Budaya Provinsi Jambi.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan penelitian ini, yakni; data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti langsung di
lokasi penelitian, data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk sudah
jadi yang diolah dan disajikan oleh pihak lain (Supramono, 1995). Data primer
meliputi; 1) Data tradisi bejernang (pengetahuan, kepemilikan, aturan adat, cara
panen, cara pengolahan, pemanfaatan dan perdagangan jernang); 2) Data sosial
8
budaya SAD (sistem religi, mata pencaharian, organisasi sosial, sistem
pengetahuan dan peralatan bahan yang digunakan oleh SAD); dan 3) Interpretasi
tradisi bejernang dan nilai-nilai sosial budaya SAD. Data sekunder meliputi; data
botani rotan jernang, yakni; taksonomi, morfologi dan ekologi Rotan Jernang.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik;
wawancara, observasi dan studi pustaka. Teknik pengumpulan data primer
menggunakan teknik; wawancara terbuka dan mendalam, observasi dan studi
pustaka. Sedangkan pengumpulan data sekunder menggunakan teknik; wawancara
terbuka dan studi pustaka. Secara rinci teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini, seperti uraian berikut ini:
1.
Wawancara
Menurut Sugiyono (2001) wawancara adalah pertemuan antara peneliti
dengan satu orang informan atau lebih untuk memperoleh informasi melalui
tanya jawab, sehingga diperoleh deskripsi dan interpretasi makna dalam suatu
topik tertentu. Wawancara dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara
terbuka dan mendalam. Yang dimaksud dengan wawancara terbuka adalah
peneliti memberi kebebasan untuk informan menjelaskan obyek penelitian yang
diwawancarai sehingga tidak menutup kemungkinan muncul pertanyaan baru
sesuai alur pembicaraan informan. Sedangkan yang dimaksud dengan wawancara
mendalam adalah peneliti menelusuri jawaban informan sampai sedetail
mungkin. Agar wawancara tidak menyimpang, peneliti menyiapkan pokok-pokok
pertanyaan sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti menyiapkan empat pedoman
wawancara, yakni; wawancara dengan SAD, wawancara dengan Pengepul,
wawancara dengan Jenang, Tokoh Masyarakat dan fasilitator LSM serta
wawancara dengan petugas Pemerintah. Peneliti untuk mendapat gambaran detail
mengenai etnobotani rotan jernang dan sosial budaya SAD, menyusun pokokpokok pertanyaan mengacu pada teknik pertanyaan investigasi, yakni: 5W1H,
singkatan dari what (apa), who (siapa), when (kapan), where (dimana), why
(kenapa) dan how (bagaimana).
2.
Pengamatan
Pengamatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengamati lokasi
kegiatan bejernang dan kegiatan sehari-hari SAD dengan tujuan merasakan
kegiatan tersebut, agar diperoleh deskripsi dan interpretasi makna. Observasi
yang dilakukan selama penelitian ini dilakukan terhadap kegiatan bejernang dan
kegiatan sehari-hari SAD, yakni; rombong Tumenggung Betaring. Menurut
Spradley (2006) objek penelitian kualitatif yang diobservasi adalah situasi sosial
yang terdiri atas tiga komponen, yakni: tempat, pelaku dan aktivitas. Rincian
observasi yang dilakukan dalam penelitian ini, seperti disajikan pada Tabel 2.
9
Tabel 1 Rincian pengamatan yang dilakukan
No.
1.
Komponen Situasi Sosial
Yang Diobservasi
Tempat
2.
3.
Orang
Aktivitas
Data Yang Diinginkan
Pemukiman, hutan lokasi bejernang, lokasi penjualan jernang
dan lokasi-lokasi aktivitas kehidupan sehari-hari SAD, seperti;
lokasi; keramat, ladang, kebun buah dan pasar.
SAD
Kegiatan bejernang; mencari rotan jernang, panen buah
rotan jernang, pengolahan buah rotan jernang menjadi
jernang, penyimpanan dan penjualan jernang;
Kegiatan sehari-hari, seperti; berburu meramu, beladang
dan mencari; madu, damar, jelutung dan damar
Kegiatan sosial budaya SAD; interaksi sosial SAD secara
internal dan eksternal, apabila memungkingkan observasi;
ritual prosesi; melahirkan, perkawaninan, pengobatan dan
kematian.
3.
Studi Pustaka
Kegiatan studi pustaka yang dilakukan dalam penelitian ini, yakni;
kajian literatur; berupa buku dan hasil penelitian terkait, peta, laporan instansi
pemerintah, LSM, cerita rakyat (folklore), peraturan perundang-undangan dan
informasi lainnya. Ragam data pustaka yang dikumpulkan dalam penelitian ini,
yakni data yang berkaitan dengan; konservasi hutan, etnobotani Rotan Jernang,
sosial budaya SAD dan TNBD. Menurut Bogdan dan Bliken (1982) data
penelitian hasil observasi dan wawancara akan kredibel (dapat dipercaya) kalau
didukung oleh data studi pustaka.
Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman (2007) terdapat tiga tahap analisis data
kualitatif, yaitu: reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Analisis data
dilakukan dilakukan bertahap sejak pengumpulan data penelitian dimulai. Data
yang terkumpul dianalisis dibuat kesimpulan, kemudian dilakukan pengumpulan
data lagi dianalisi dibuat kesimpulan, demikian dilakukan terus menerus sampai
tidak diperoleh lagi data baru, maka dibuat kesimpulan final. Secara rinci proses
analisis data yang dilakukan, sebagai berikut: 1) Reduksi data. Data
yang
diperoleh dari lapangan dicatat secara teliti dan rinci. Data segera dilakukan
analisis melalui reduksi data. Reduksi data yakni merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, ditentukan tema dan pola serta memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dalam reduksi data, peneliti dipandu berdasarkan tujuan penelitian yang
akan dicapai. Data hasil reduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya; 2) Penyajian data.
Setelah data direduksi langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam
penelitian ini, data disajikan dalam bentuk; uraian singkat, bagan dan matrik.
Melalui penyajian data diharapkan akan memudahkan memahami apa yang
terjadi, menemukan kategori, pola dan merencanakan kerja selanjutnya. Bila pola
yang ditemukan didukung oleh fakta dan konsisten selama penelitian maka pola
tersebut selanjutnya disajikan pada laporan akhir penelitian; dan 3) Verifikasi
data. Setelah penyajian data, langkah ke-tiga adalah verifikasi data. Verifikasi
10
data adalah uji validitas data. Dalam penelitian ini validitas data dilakukan
dengan teknik triangulasi data.
Menurut Patton (2001) triangulasi data adalah metode yang digunakan
dalam penelitian kualitatif untuk memeriksa dan menetapkan validitas dengan
analisa data dari berbagai perspektif, yakni; sumber, metode dan waktu. Jika data
konsisten, maka data tersebut dinyatakan valid. Adapun teknik validitas data
yang digunakan dalam penelitian ini, yakni: 1) Triangulasi sumber, data yang
diperoleh diuji dengan cara membandingkan data tersebut dari beberapa sumber.
Seperti: untuk menguji tahapan bejernang SAD, dibandingkan uraian tahapan
bejernang oleh individu dalam satu rombong yang sama dan uraian tahapan
bejernang individu antar rombong SAD. Kemudian hasil perbandingan tersebut
dikategorikan berdasarkan; pemikiran yang sama, yang berbeda dan yang
spesifik, guna selanjutnya dibuat
kesimpulan sementara; 2) Triangulasi
metode, data yang diperoleh diuji dengan cara perbandingan data dari sumber
yang sama dengan metode yang berbeda. Seperti: data yang diperoleh dengan
teknik wawancara dibandingkan dengan data yang diperoleh dengan teknik
pengamatan dan studi pustaka. Apabila data berbeda maka dilakukan wawancara,
pengamatan dan studi pustaka lebih lanjut dengan sumber data yang bersangkutan
atau dengan sumber data yang lain, untuk memastikan data mana yang valid, atau
mungkin semua data valid, hanya sudut pandangnya berbeda, kemudian disusun
kesimpulan sementara; dan 3) Triangulasi waktu, validitas data dilakukan
dengan cara membandingkan data hasil wawancara dan pengamatan pada waktu
atau situasi yang berbeda. Apabila data berbeda dilakukan wawancara dan
pengamatan kembali demikian dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh
kepastian data, pada informan yang sama.
Analisis Sintesis
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun strategi konservasi
rotan jernang di TNBD. Dalam rangka menyusun tujuan utama tersebut peneliti
menggunakan pendekatan analisis sistesis. Menurut Kallsoff (2004) analisis
sintesis adalah kegiatan berpikir logis yang melakukan penggabungan rasio dan
empiri yang diperoleh untuk menyusun suatu konsep. Dalam perspektif lain
analisis sintesis merupakan kemampuan seseorang mengaitkan dan menyatukan
berbagai pengetahuan yang ada sehingga terbentuk konsep yang menyeluruh.
Dalam penelitian ini analisis sintesis dimaksudkan untuk menyusun strategi
konservasi rotan jernang dalam kaitannya dengan etnobotani rotan jernang oleh
SAD, bioekologi rotan jernang dan etnografi SAD. Strategi konservasi rotan
jernang ini disusun untuk memastikan keberlanjutan harmoni antara keberadaan
rotan jernang, SAD dan pengelolaan TNBD.
Tabel 2 Tujuan penelitian dan data yang dikumpulkan
Tujuan
Penelitian
1) Mendeskripsi
kan
pengetahuan
tradisional
SAD tentang
bejernang.
2) Interpretasi
nilai-nilai
sosial budaya
dan
tradisi
bejernang
SAD.
3) Dampak
perubahan
sosial budaya
SAD terhadap
rotan jernang
4) Strategi
konservasi
rotan jernang.
Jenis Data
Primer
1. Etnobotani
rotan
jernang oleh SAD;
tradisi
bejernang,
aturan adat, teknik
pengelolaan,
alat
yang
digunakan,
bentuk pemanfaatan
jernang oleh SAD;
2. Sosial budaya SAD;
sistem religi, mata
pencaharian,
peralatan-bahan yang
digunakan
dimanfaatkan, sistem
pengetahuan
dan
organisasi
sosial
SAD.
3. Dampak perubahan
sosial budaya SAD
terhadap
rotan
jernang.
4. Strategi
konservasi
rotan jernang
Sumber Data
Sekunder
1. Demografi SAD
2. Kondisi
umum
TNBD
3. Kegiatan
BTNBD
dan LSM terkait rotan
jJernang
4. Program
BTNBD,
Pemda dan LSM
terkait SAD
5. Botani rotan jernang;
taksonomi, morfologi
dan ekologi.
6. Cerita rakyat terkait
SAD
Primer
1. Rombong
Tumenggung;
Bepayung, Betaring
dan Grib
2. Petugas
TNBD
Resort Air Hitam
3. Fasilitator WARSI
pendamping SAD
4. Tokoh masyarakat
5. Aparatur
Pemerintahan Desa
6. Pengepul jernang
Teknik dan Data Yang Dikumpulkan
Sekunder
Studi Pustaka
Wawancara
Observasi
1. Balai TNBD
2. Dinas Kehutanan
3. Dinas Sosial
4. KSDA
5. BP2HP
6. LSM WARSI dan
Gita Buanan
7. Balai Pelestarian
Cagar
Budaya
Jambi
8. UPTD
Taman
Budaya Jambi
9. Dinas Pariwisata
dan Budaya Jambi
1. Sosial
budaya
SAD
2. Etnobotani
jernang
3. Bioekologi
rotan jernang
4. Konservasi rotan
jernang
dan
hutan oleh SAD
5. Strategi
konservasi
spesies
1. Etnobotani
jernang
2. Sosial
budaya
SAD
3. Perubahan sosial
budaya SAD
4. Dampak
perubahan sosial
budaya SAD
1. Etnobotani
jernang
2. Morfologi dan
ekologi
rotan
jernang
3. Perubahan
sosial
budaya
SAD
4. Dampak
perubahan sosial
budaya SAD
11
3 KONDISI UMUM TNBD DAN SAD
Proses Penunjukkan TNBD
Proses penunjukkan TNBD diinisiasi Bupati Sarolangun Bangko, melalui
Surat Nomor: 522/182/1984 tanggal 7 Februari 1984, Surat Kepala Sub Balai
Perlindungan Pengawetan Alam (PPA) Nomor: 163/V/813 PPA/1984 tanggal 15
Februari 1984 dan Surat Gubernur Propinsi Jambi Nomor: 522.51/863/84 tanggal
25 April 1984 kepada Menteri Kehutanan agar kawasan hutan Bukit Duabelas
seluas 28.707 ha diperuntukkan sebagai Cagar Biosfer Bukit Duabelas (CBBD).
Kemudian Yayasan Warung Konservasi Indonesia (Warsi) pada tahun
1997 melakukan pendampingan dan kajian kehidupan SAD di CBBD. Yayasan
Warsi menyarankan kepada Kementerian Kehutanan agar areal PT. Inhutani V
dan PT. Sumber Hutan Lestari (SHL) yang terletak di sisi luar bagian utara CBBD
sebagai kawasan hidup SAD.
Selanjutnya Kementerian Kehutanan
menindaklanjuti saran Yayasan Warsi dengan membentuk Tim Terpadu,
melakukan kajian mikro di kawasan hutan Bukit Duabelas dengan rekomendasi
agar areal sisi utara yang berbatasan dengan CBBD dijadikan kawasan lindung.
Rekomendasi tersebut ditindak lanjuti oleh Gubernur Propinsi Jambi,
dengan berkirim Surat Nomor: 525/0496/Perek, tanggal 20 Januari 2000 kepada
Menteri Kehutanan dan Perkebunan (Menhutbun) dengan usulan agar Menhutbun
membatalkan pencadangan areal PT. Inhutani V dan PT. Sumber Hutan Lestari
(SHL) seluas 38.500 ha, guna diperuntukkan sebagai kawasan CBBD sehingga
total luas kawasan CBBD menjadi 65.300 ha.
Kemudian Menhutbun
menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 258/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus
2000 tentang penunjukkan kawasan TNBD seluas 60.500 ha yang terletak di tiga
kabupaten yaitu: Sarolangun (6.758 ha), Batanghari (41.259 ha) dan Tebo
(12.483 ha) dan akhirnya Presiden RI Abdurrahman Wahid mendeklarasikan
TNBD di Jambi tanggal 26 Januari 2001.
Tujuan Penunjukkan TNBD
Berdasarkan Undang-undang Nomor: 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
dan Undang-undang Nomor: 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, penunjukkan/penetapan kawasan hutan menjadi
taman nasional bertujuan untuk: 1) Melindungi proses ekologis yang
menunjang kehidupan, mengawetkan keanekaragaman: genetik, spesies dan
ekosistem, dan 2. Memanfaatkan potensi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya untuk kepentingan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan,
rekreasi, wisata alam, jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya.
Selain tujuan tersebut di atas yang merupakan tujuan umum
penunjukkan/penetapan kawasan hutan menjadi Taman Nasional, tujuan khusus
penunjukkan TNBD,
yaitu: 1) Melindungi dan melestarikan kawasan hutan
hujan tropika dataran rendah yang memiliki keanekaragaman: flora, fauna dan
ekosistem yang tinggi dan terancam punah serta pemulihan kawasan yang
terdegradasi, 2) Melindungi dan melestarikan tempat kehidupan dan budaya SAD,
dan 3) Melindungi dan melestarikan tumbuhan obat yang dimanfaatkan SAD
secara tradisional.
13
Letak Geografis dan Batas TNBD
Kawasan TNBD seluas 60.500 ha, terletak di tiga kabupaten yaitu:
Kabupaten Sarolangun (6.758 ha), Kabupaten Batanghari (41.259 ha) dan
Kabupaten Tebo (12.483 ha). Letak geografis dan batas kawasan TNBD seperti
diuraikan pada Table 3.
Tabel 3 Letak Geografis dan Batas Kawasan TNBD
Uraian
a. Letak
geografis
b. Letak
administrasi
menurut
Pemkab
c. Batas alam
d. Batas buatan
Utara
1°44‟35” LS
Kec.
Marosebo
Ulu
Kab.
Batanghari
Timur
Selatan
102°31‟37”
2°03‟15”
BT
LS
Kec. Batin Kec. Air Hitam
XXIV Kab. Kab. Sarolangun
Batanghari
PT. Limbah
Kayu Utama
PT.
Sawit
Desa Makmur
PT.
Wana Kebun
dan
Perintis
pemukiman
masyarakat Desa:
Baru, Semurung,
Pematang Kabau,
Lubuk Jering dan
Bukit Suban
Barat
102°48‟27” BT
Kec.
Muara
Tabir
Kab.
Tebo
Sungai Bernai
Pemukiman
transmigrasi
Kuamang
Kuning (SP A,
SP E dan SP G)
Sumber: Balai TNBD
Topografi, Iklim, Hidrologis dan Jenis Tanah
TNBD memiliki topografi datar, bergelombang dan perbukitan. Pada
kawasan perbukitan terdapat 12 bukit utama, yakni: Bukit Kuaran, Bukit Punai
Banyak, Bukit Berumbung, Bukit Lubuk Semah, Bukit Sungai Keruh Mati, Bukit
Panggang, Bukit Enau, Bukit Terenggang, Bukit Pal, Bukit Suban, Bukit Tigo
Beradik dan Bukit Bitempo.
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmit dan Ferguson, TNBD termasuk ke
dalam iklim kelompok A, yakni; iklim tropika basah, dengan ciri-ciri; curah
hujan terendah 3.294 mm dan tertinggi 3.669 mm, suhu terendah 26°C dan
tertinggi 38° C, kelembaban udara terendah 80% dan tertinggi 94%.
TNBD dialiri dua sungai besar yakni Sungai Tembesi dan Sungai Tabir.
Anak sungai tembesi, yakni; sungai air hitam, sungai jelutih dan sungai serengam.
Anak sungai tabir, yakni ; sungai kejasung kecil, sungai kejasung besar, sungai
makekal, sungai bernai dan sungai seranten.
Jenis tanah di TNBD didominasi tanah; organosol, alluvial dan podsolik.
Tanah organosol; terbentuk dari hasil pembusukan bahan organik, warna hitam,
subur, menyimpan air, merupakan tanah permukaan. Tanah alluvial: tanah
endapan hasil erosi, warna kelabu, di daerah-daerah yang rendah. Tanah podsolik;
warna merah kuning, tekstur lempung berpasir, pH rendah dan memiliki
kandungan alumunium dan besi yang tinggi, kurang subur dan daya simpan air
rendah. Secara singkat topografi, iklim, hidrologis dan jenis tanah TNBD
disajikan pada Tabel 4.
14
Tabel 4 Topografi, iklim, hidrologis dan jenis tanah di TNBD
Uraian
Keterangan
Perbukitan
Ketinggian
50-438 m dpl
Topografi
Relatif datar bergelombang Ketinggian 20- 50 m dpl
bagian selatan
Topografi
bagian utara
Iklim
Curah
hujan
tinggi, Berdasarkan klasifikasi iklim
terendah
3.294
mm Schmidt dan Ferguson tergolong
tertinggi 3.669 mm, suhu iklim kelompok A
berkisar antara 26⁰C-38⁰C,
kelembaban udara terendah
80% dan tertinggi 94%.
Hidrologis
Aliran sungai tembesi dan
sungai tabir;
Anak sungai tembesi;
sungai air hitam, sungai
jelutih
dan
sungai
serengam. Anak sungai
tabir; sungai kejasung kecil,
sungai kejasung besar,
sungai makekal, sungai
bernai dan sungai seranten.
Tanah
Didominasi jenis tanah; Tanah organosol; terbentuk dari
organosol, alluvial dan hasil
pembusukan
bahan
podsolik.
organik, warna hitam, subur,
menyimpan air, merupakan
tanah
permukaan.
Tanah
alluvial: tanah endapan hasil
erosi, warna kelabu, di daerahdaerah yang rendah. Tanah
podsolik; warna merah kuning,
tekstur lempung berpasir, pH
rendah dan memiliki kandungan
alumunium dan besi yang tinggi,
kurang subur dan daya simpan
air rendah.
Sumber: Balai TNBD
Kondisi Hutan TNBD
Kawasan hutan TNBD merupakan kawasan hutan primer dan hutan
sekunder. Pada beberapa bagian areal hutan sudah terganggu menjadi areal
terbuka dan semak belukar akibat eksploitasi eks HPH. Sebagian areal TNBD eks
CBBD, disepanjang batas luar kawasan, terdapat areal yang telah dirambah
masyarakat desa, dijadikan kebun tanaman karet dan tanaman kelapa sawit. Areal
TNBD eks PT. Inhutani dan PT. SHL sebelum ditunjuk menjadi TNBD sudah
terdapat areal kebun tanaman karet masyarakat dan di beberapa bagian sepadan
15
Sungai; Kejasung Besar, Kejasung Kecil dan Serengam Hulu kondisi hutannya
telah terbuka sehingga memerlukan rehabilitasi, khususnya disepanjang jaringan
jalan logging eks HPH PT. SHL.
Ekosistem, Flora dan Fauna di TNBD
Ekosistem, flora dan fauna di TNBD belum seluruhnya diidentifikasi,
secara umum yang telah diketahui adalah sebagai berikut; 1). Ekosistem TNBD.
Kawasan TNBD termasuk tipe ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah.
Sebagai areal eks konsesi HPH, sebagian besar tutupan hutan TNBD merupakan
hutan sekunder yang terbentuk melalui proses regenerasi alami dan sebagian
tutupan hutan lainnya merupakan hutan primer. Kawasan hutan TNBD
merupakan daerah tangkapan air, hulu dari sejumlah sungai yang bermuara
pada Sungai Batanghari. TNBD merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai
(DAS) Batanghari; 2.)
Flora. Walaupun kawasan hutan TNBD pernah
dieksplotasi ternyata masih menyisahkan keanekaragaman flora, diantaranya jenis
tumbuhan yang langka dan dilindungi seperti; Nenga Gajah, Nepentes ampullaria,
Aquilaria malaccensis, Kulim (Scorodocarpus borneensis). Selain itu untuk
vegetasi pohon yang banyak ditemukan seperti; Meranti ( Shorea spp), Bulian
(Eusideroxylon zwagen), Menggeris/Kempas (Koompassia exelsa), Jernang
(Daemonorops spp.), Bungur (Lagestromia speciosa), Bayur ( Pterospermum
javanicum), Bangkurai (Shorea laevifolia endert), Cengal ( Hopea cengal noert),
Durian (Durio carinatus mast), Geronggang (Cratoxylon arcecrescen Bl), Giam
(Cotylelobium spp.), Jelutung (Dyera costulata hock. F), Keruing ( Dipterocarpus
avendiculatus), Pulai (Alstonia scholaris), Renggas (Gluta renghas L.), Nyatoh
(Palaquim spp.), Damar (Agathis sp.), Pasak bumi ( Euricoma longifolia) dan
Rotan (Calamus sp), serta terdapat kurang lebih 120 jenis tumbuhan termasuk
cendawan (Anonim, 2005); 3).
Fauna.
Berdasarkan
hasil
penelitian
Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI) tahun 1998 Subfilum Vertebrata yang
berhasil diidentifikasi di kawasan hutan TNBD, yakni; a) Kelas Mamalia;
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Kucing hutan (Felis bengalensis),
Beruang madu (Helarctos malayanus), Rusa sambar (Cervus unicolor), Babi hutan
(Sus spp.), Tapir (Tapirus indicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Landak sumatera
(Hystrix brachyuran), Tupai tanah (Lariscus spp.), Musang (Paradoxurus
hermaphroditus), Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca
nemestriana), Siamang (Sympalangus syndactylus), Ungko (Hylobates agilis); b)
Kelas aves yang berhasil diidentifikasi, seperti; Balam ( Streptopelia sp.), Murai
batu (Pycnonotus sp.), Ayam hutan (Gallus gallus), Kuau (Argusianus argus),
Enggang gading (Rhinoplax vigil), Elang (Ictinaetus malayensis), Elang ular bido
(Spilornis cheela), Gagak (Corvus corax), Rangkong (Buceros rhinoceros), Raja
udang (Alcedo atthis); c) Kelas reptilia yang berhasil diidentifikasi Biawak
(Varanus salvator); dan d) Kelas amfibia yang berhasil diidentifikasi Labi-labi
(Trionyx spp.)
16
Keadaan Sosial Ekonomi SAD
Kependudukan
Komunitas SAD hidup dalam rombong (secara berkelompok) namun tidak
dibatasi wilayah tempat tinggal, berburu dan meramu. Kontrol sosial di tiap-tiap
rombong diatur oleh Penghulu (Lembaga Adat SAD). Penghulu terdiri dari
Tumenggung, Wakil Tumenggung, Depati, Menti, Mangku, Debalang Batin dan
Tengganai. Rombong dipimpin oleh Tumenggung dan masing-masing rombong
diberi nama berdasarkan nama Tumenggungnya. Berdasarkan hasil sensus SAD
di kawasan TNBD tahun 2013 oleh Balai TNBD, diperoleh informasi bahwa di
dalam kawasan hutan TNBD ada 13 rombong dengan populasi sebanyak 1775
jiwa yang terdiri dari: 856 laki-laki dan 919 perempuan, secara lebih rinci
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran populasi SAD
No Kabupaten
dan
Jenis Kelamin
Jumla
Rombong
Laki-laki Perempuan h
A Batanghari
330
400
730
1 T. Ngamal
13
13
26
2 T. Meladang
16
29
45
3 T. Nyenong
16
28
44
4 T. Maritua
51
65
116
5 T. Melayu Tuha
29
46
75
6 T. Girang
44
56
100
7 T. Celitai
143
133
276
8 T. Malimun
18
30
48
B Tebo
448
431
879
1 T. Grib