Bioekologi Dan Etnobotani Pandan (Pandanaceae) Oleh Orang Rimba Di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi

(1)

BIOEKOLOGI DAN ETNOBOTANI PANDAN (Pandanaceae)

OLEH ORANG RIMBA DI TAMAN NASIONAL

BUKIT DUABELAS JAMBI

DIMAS PRASAJA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Bioekologi dan Etnobotani Pandan (Pandanaceae) oleh Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016 Dimas Prasaja NIM G353124051


(4)

RINGKASAN

DIMAS PRASAJA. Bioekologi dan Etnobotani Pandan (Pandanaceae) oleh Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi. Dibimbing oleh MUHADIONO dan IWAN HILWAN.

Penelitian ini bertujuan mempelajari bioekologi dan etnobotani Pandanaceae yang dimanfaatkan Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi. Penelitian dilaksanakan bulan Februari – Juni 2014 di zona pemanfaatan TNBD. Pengambilan data melalui analisis vegetasi dengan metode kombinasi jalur dan garis berpetak (nested sampling). Metode ini menggunakan plot bentuk bujur sangkar dengan ukuran tertentu, untuk strata pohon (20x20) m2, tiang (10x10) m2, pancang (5x5) m2, dan semai (2x2) m2. Petak contoh dibuat sebanyak 35 petak pada tiga kelompok Orang Rimba yang dipimpin Tumenggung. Pengumpulan data etnobotani pandan dilakukan dengan metode observasi dan wawancara untuk mendapatkan nilai Index Cultural Significance (ICS).

Data dicatat pada setiap plot meliputi, spesies tumbuhan terdapat dalam plot, jumlah rumpun, dan faktor biotik meliputi komposisi floristik. Data lingkungan dicatat meliputi suhu, ketinggian tempat, intensitas penyinaran, kelembaban udara, dan pH tanah. Analisis tanah selanjutnya dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Parameter kerapatan dan frekuensi digunakan untuk mendapatkan Indeks Nilai Penting (INP). Penentuan karakteristik habitat berkaitan erat dengan kehadiran kelompok pandan dilakukan analisis statistik korelasi menggunakan software Minitab dan XL STAT. Untuk mengetahui karakteristik faktor abiotik dan keberadaan pandan digunakan metode Analisis Komponen Utama atau Principal Component Analysis (PCA).

Hasil penelitian mencatat enam spesies pandan, dua genus (Benstonea dan Pandanus) digunakan untuk kebiasaan dan aktivitas keagamaan. Hanya empat spesies digunakan untuk kerajinan terutama tikar dan dompet (sumpit) yaitu Pandanus furcatus Roxb; P. labyrinthicus Kurz ex Miq; P. immersus Ridl; dan Benstonea atrocarpa (Griff.) Callm. & Buerki. Dua spesies digunakan sebagai pelengkap upacara dan ritual adat adalah P. labyrinthicus Kurz ex Miq. (ritual pernikahan), sementara B. atrocarpa (Griff.) Callm. & Buerki untuk kiding (prosesi sebelum masa tanam padi dimulai). Hanya satu spesies digunakan sebagai bahan atap rumah atau pondok yaitu Benstonea kurzii (Merr.) Callm. & Buerki. Keterampilan membuat kerajinan diperoleh turun temurun dari generasi sebelumnya.

Spesies tumbuhan berasosiasi dengan B. kurzii yaitu Litsea sp1, dan Artocarpus elasticus, sementara P. furcatus berasosiasi dengan Maranta leuconeura. Pada P. labyrinthicus berasosiasi dengan M. leuconeura, dan B. atrocarpa juga berasosiasi dengan M. leuconeura. Faktor tanah berpengaruh pada lingkungan tumbuh B. atrocarpa dan B. kurzii adalah pH, KTK, Debu, dan kandungan unsur hara K, Na, C, N, dan P. Pandanus immersus dan P. furcatus lebih dipengaruhi Kejenuhan Basa, Pasir, dan kandungan hara Mg dan Ca, sedang pada P. labyrinthicus lebih dipengaruhi liat dan S.


(5)

B. kurzii memiliki INP tertinggi diantara semua spesies, yakni 11.88%. Pengamatan langsung di lapang terdapat populasi B. kurzii melimpah pada habitat tanah berlumpur dan rawa. Spesies P. amaryllifolius memiliki indeks kepentingan budaya tertinggi dengan nilai ICS 37, sementara nilai ICS tergolong kategori tinggi juga ditunjukkan B. kurzii dengan nilai 24, P. labyrinthicus nilai 24, B. atrocarpa nilai 21. Sedangkan P. furcatus dan P. immersus dengan nilai ICS tergolong sedang. Ini menunjukkan bahwa ke-enam spesies pandan memiliki nilai kegunaan, intensitas kegunaan dan nilai ekslusivitas tergolong tinggi, sehingga perlu konservasi terutama jika nilai INP kecil/rendah sementara ICS tergolong tinggi. Spesies ini perlu dipertahankan, dibudidaya, dan dikonservasi, supaya populasi pandan tidak menurun, karena spesies pandan tersebut sangat penting sebagai bahan kerajinan dan ritual keagamaan di lingkungan masyarakat Orang Rimba.


(6)

SUMMARY

DIMAS PRASAJA. Bioecology and Ethnobotany of Pandans (Pandanaceae) by Orang Rimba in Bukit Duabelas National Park. Supervised by MUHADIONO and IWAN HILWAN.

By research aims to study bioecology and ethnobotany of Pandanaceae utilized Orang Rimba in Bukit Duabelas National Park (BDNP) Jambi. The research was conducted in February – June 2014 in utilization zone of BDNP. Vegetation analysis data was collected through a combination of lines and terraced line methods. The method used square plots with size depend on the vegetation strata, i.e. tree strata (20x20) m2, pole strata (10x10) m2, sapling strata (5x5) m2, and seedling strata (2x2) m2. Total sample plots used in this research were 35 plots, which were devided into three groups. Each group was led by a Tumenggung.

Data was recorded in each plot covered species within plot, total of clumps, and biotic factors including floristic composition. Environmental data was recorded including air temperature, altitude, light intensity, air humidity, and soil pH. Soil analysis was tested at the Laboratory of Soil Chemistry, Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University.

Parameters of density and frequency were used to measure Important Value Index (IVI). Habitat characteristic associated with the presence of pandan group was tested statistically using correlation analysis by software Minitab and XL STAT. Characteristics of abiotic factors and presence of pandans were analyzed using Principal Component Analysis (PCA). Aspects of pandans ethnobotany was conducted by Index of Cultural Significance (ICS).

The result recorded two genera (Benstonea and Pandanus) and six species of pandans. This plant was utilized for daily need and religious activity. Four species: Pandanus furcatus Roxb; P. labyrinthicus Kurz ex Miq; P. immersus Ridl; and Benstonea atrocarpa (Griff.) Callm. & Buerki were used for crafts especially as mats and wallets (sumpit). Two other species were used as ceremony complement materials and tribe rituals, i.e., P. labyrinthicus Kurz ex Miq (ritual of marriage) and B. atrocarpa (Griff.) Callm. & Buerki (for kiding: the procession before the rice planting season begins). Another species, Benstonea kurzii (Merr.) Callm. & Buerki, was used as material of house or cottage roof. Skill for making handicraft were obtained iterally from previous generations.

Litsea sp1 and Artocarpus elasticus associated with B. kurzii, while P. furcatus associated with Maranta leuconeura and both P. labyrinthicus and B. atrocarpa associated with M. Leuconeura. Edafic factors affected the growing environment of those plants. B. atrocarpa and B. Kurzii were affected by pH, CEC, Dust, and nutrient contents of K, Na, C, N. P. Pandanus immersus and P. furcatus were more affected by base saturation, sand, and nutrient contents of Mg and Ca. P. labyrinthicus was affected by clay and S.

B. kurzii had the highest IVI value (12.01%) among pandan species. Direct observation in field showed that population of B. kurzii were abundant in bog and marsh habitat. P. amaryllifolius had cultural interest with the highest index value (37) among B. Kurzii, P. Labyrinthicus, and B. atrocarpa (ICS value: 24, 24, and


(7)

21, respectively). While P. furcatus and P. immersus had moderate ICS value. These showed that six types of pandans had high value of utility, usefulness and exclusivity intensity. Thus, it is important to be conserved mainly for plant with low IVI value high but ICS value. Given the important of pandan as materials for craft and religious rituals in Orang Rimba’s community, these species need to be maintained, cultivated and conserved to avoid reducing pandan population.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

BIOEKOLOGI DAN ETNOBOTANI PANDAN (Pandanaceae)

OLEH ORANG RIMBA DI TAMAN NASIONAL

BUKIT DUABELAS JAMBI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(10)

(11)

Judul Tesis : Bioekologi dan Etnobotani Pandan (Pandanaceae) oleh Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi

Nama : Dimas Prasaja

NIM : G353124051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Muhadiono, MSc Ketua

Dr Ir Iwan Hilwan, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan

Dr Ir Miftahudin, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah Pemanfaatan Pandan, dengan judul “Bioekologi dan Etnobotani Pandan (Pandanaceae) oleh Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi”

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Muhadiono, M.Sc dan Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS selaku pembimbing yang telah mengarahkan penulis sejak persiapan penelitian hingga terselesaikannya karya ilmiah ini. serta Dr. Nunik Sri Ariyanti, M.Si yang telah banyak memberi masukan berupa saran dan arahan guna perbaikan tesis ini.

Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Staf dan Karyawan TNBD BKSDA Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Wilayah Jambi yang telah bersedia membantu penulis selama penelitian di Taman Nasional Bukit Duabelas. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu, Bapak, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016 Dimas Prasaja


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

3 BAHAN DAN METODE 8

Waktu dan Tempat Penelitian 8

Bahan dan Alat 8

Tahapan Penelitian 8

Variabel Pengamatan 10

Analisis Data 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 19

Bioekologi Pandan 22

Komposisi Floristik pada Habitat Pandan di TNBD 23 Komposisi Floristik Strata Semai pada Habitat Pandan 24 Komposisi Floristik Strata Pancang pada Habitat Pandan 25 Komposisi Floristik Strata Tiang pada Habitat Pandan 25 Komposisi Floristik Strata Pohon pada Habitat Pandan 26 Analisis Parameter Vegetasi Berdasar Indeks Lainnya 27

Indeks Keanekaragaman Spesies (H’) 28

Indeks Dominansi Spesies (C) 29

Indeks Kemerataan Spesies (E) 30

Indeks Kekayaan Spesies (Dmn) 31

Kelimpahan Spesies Pandan di TNBD 32

Pola Sebaran Pandan 33

Asosiasi Pandan di TNBD 34

Karakteristik Habitat Pandan 35

Etnobotani Pandan 42

Pengetahuan Lokal Orang Rimba Tentang Keanekaragaman Pandan 42 Spesies Pandan sebagai Bahan Ritual Adat Tradisional 44

Spesies Pandan sebagai Bahan Kerajinan 45

Kearifan Lokal Orang Rimba Membuat Anyaman Daun Pandan 45

Nilai Sosial Ekonomi Daun Pandan 47

Kelestarian dan Konservasi Pandan 47

Indeks Kepentingan Budaya 47

Kearifan dan Tindakan Konservasi 48

5 SIMPULAN DAN SARAN 51

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 59


(14)

DAFTAR TABEL

1 Kategori kisaran INP dalam penelitian 12

2 Kategori nilai indeks keanekaragaman Shannon – Wiener 13

3 Kategori nilai indeks kemerataan (E) 13

4 Kategori nilai indeks dominansi (C) 14

5 Kategori nilai indeks kekayaan (Dmn)/diversitas Menhinick 14

6 Contingency 2x2 untuk perhitungan asosiasi 15

7 Kategori indeks asosiasi pasangan spesies 17

8 Kategori kisaran ICS dalam penelitian 17

9 Kategori strategi konservasi tumbuhan 17

10 Letak geografis kawasan TNBD 20

11 Kondisi topografi, hidrologi, dan tanah kawasan TNBD 21 12 Sepuluh spesies tumbuhan strata semai dengan INP tertinggi 24 13 Sepuluh spesies tumbuhan strata pancang dengan INP tertinggi 25 14 Sepuluh spesies tumbuhan strata tiang dengan INP tertinggi 26 15 Sepuluh spesies tumbuhan strata pohon dengan INP tertinggi 27

16 Kelimpahan spesies pandan strata semai 33

17 Kelimpahan spesies pandan strata pancang 33

18 Sebaran pandan (Pandanaceae) di kawasan TNBD 34

19 Hasil perhitungan asosiasi spesies pandan dengan tumbuhan lain 34 20 Kontribusi spesies pandan terhadap masing-masing komponen 37 21 Keragaman total yang dijelaskan oleh setiap komponen fisik 37 22 Eigenvalue unsur-unsur tanah terhadap tempat tumbuh individu pandan 38 23 Matriks karakteristik hara tanah terhadap pandan di TNBD Jambi 39 24 Spesies-spesies pandan yang dijumpai di TNBD Jambi 43 25 Nilai ICS enam spesies pandan dalam masyarakat Orang Rimba 49


(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Alur kerangka pemikiran penelitian bioekologi dan etnobotani pandan

di TNBD 4

2 Distribusi dan sebaran Pandanaceae 5

3 Peta sebaran plot ditemukan spesies pandan di lokasi zona pemanfaatan

Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) 8

4 Ilustrasi petak contoh metode garis berpetak/plot bersarang 9 5 Total jumlah individu dari semua spesies tumbuhan pada tiap strata

pengamatan di TNBD 23

6 Nilai H’ setiap strata pengamatan di kawasan hutan TNBD 28 7 Nilai C setiap strata pengamatan di kawasan hutan TNBD 30 8 Nilai E setiap strata pengamatan di kawasan hutan TNBD 31 9 Nilai Dmn setiap strata pengamatan di kawasan hutan TNBD 32 10 Biplot hasil komponen utama Principal Component Analysis (PCA) unsur-

unsur tanah terhadap lingkungan tempat tumbuh pandan (Pandanaceae)

di TNBD 36


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar spesies tumbuhan bawah beserta nilai INP 59 2 Daftar spesies tumbuhan pada plot pengamatan strata semai beserta nilai INP 60 3 Daftar spesies tumbuhan pada plot pengamatan strata pancang beserta

nilai INP 64

4 Daftar spesies tumbuhan pada plot pengamatan strata tiang beserta nilai INP 69 5 Daftar spesies tumbuhan pada plot pengamatan strata pohon beserta nilai INP 73

6 Kriteria penilaian sifat kimia tanah 78

7 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah pada setiap spesies pandan di TNBD 79 8 Nilai kualitas (q = quality value), intensitas penggunaan (i = intensity value),

dan tingkat kesukaan (e = exclusivity value) kegunaan suatu jenis tumbuhan

menurut kategori etnobotani 80

9 Nilai indeks kepentingan budaya (ICS) enam spesies pandan di lingkungan

masyarakat Orang Rimba 81


(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara “mega-biodiversitas”terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Kekayaan sumber daya genetik dan keanekaragaman hayati melimpah di seluruh wilayah Indonesia. Sumber daya genetik dan keanekaragaman tersebut merupakan aset yang tidak ternilai harganya dan berpotensi mendatangkan kemakmuran nasional untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Biodiversitas yang dimiliki Indonesia masih banyak tumbuhan liar dan belum diketahui manfaatnya oleh masyarakat. Sekitar 4000 jenis tumbuhan di hutan dataran rendah Indonesia belum banyak diketahui manfaat langsung oleh penduduk, dan baru 25% telah dibudidayakan (Sastrapradja & Rifai 1972).

Jambi adalah salah satu provinsi di pulau Sumatra. Provinsi Jambi memiliki kawasan hutan dataran rendah dan lahan gambut, dengan curah hujan tinggi, merupakan episentrum “tropical rainforest” di Sumatera. Di Provinsi Jambi terdapat empat Taman Nasional yang sangat penting artinya bagi masyarakat, meliputi: Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Berbak dan Taman Nasional Bukit Duabelas.

Masyarakat adat di Jambi terdiri tiga kelompok masyarakat adat yaitu Talang Mamak (tersebar di kawasan Bukit Tigapuluh, Siberida Riau), Bajau (Pantai Timur Jambi), dan Anak Dalam atau Suku Anak Dalam (Bukit Duabelas; mereka lebih suka disebut Orang Rimba). Masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) merupakan masyarakat asli penghuni wilayah Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dan tersebar hanya di kawasan Taman Nasional tersebut.

Taman Nasional Bukit Duabelas menyediakan beragam hasil hutan berupa pemanfaatan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Di kawasan TNBD tidak hanya hasil kayu yang melimpah, namun Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) menjadi prioritas utama mendukung perekonomian masyarakat sekitar. TNBD kaya jenis hewan maupun tumbuhan tergolong langka.

Pengelolaan HHBK masih terabaikan dan kurang mendapat perhatian masyarakat umum karena kurang penelitian dan informasi tentang nilai ekonomi dan manfaat HHBK tersebut. Upaya pemanfaatan dan konservasi HHBK masih jarang dilakukan, khususnya berbasis kearifan lokal. Kawasan TNBD penting bagi Orang Rimba, karena mereka masih menggantungkan kehidupan terhadap hasil hutan di kawasan tersebut.

Sama hal dengan beberapa suku mendiami wilayah Indonesia, kehidupan Orang Rimba secara umum tergolong tradisional, mereka mengandalkan hutan alam sekitar sebagai sumber pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Mereka memanfaatkan alam sekitar sebagai penyedia bahan baku dan sumber kebutuhan lain. Kemampuan Orang Rimba menerapkan pengetahuan lokal bergantung sumberdaya alam merupakan cerminan corak hidup mereka dalam memenuhi semua kebutuhan hidup.

Hutan TNBD menjadi tempat Orang Rimba menerapkan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber dari hutan sebaik-baiknya. Selain peran ekologi, hutan TNBD mempunyai arti ekonomi penting dalam memenuhi kebutuhan hidup


(18)

2

mereka. Penelitian tentang bioekologi pandan, terutama beberapa jenis pandan yang dimanfaatkan di hutan TNBD belum pernah dilakukan, padahal penelitian ini sangat penting mengingat peran tumbuhan tersebut dalam mempertahankan kearifan tradisional Orang Rimba, serta populasi jenis pandan tersebut sudah terancam punah dan mengakibatkan terganggu kestabilan ekosistem TNBD. Untuk mempertahankan kestabilan ekosistem maka diperlukan upaya konservasi pandan. Inventarisasi, studi vegetasi, dan analisis status keanekaragaman hayati pandan dapat menjadi langkah awal yang baik untuk membangun landasan memformulasikan strategi konservasi.

Selain Orang Rimba, panggilan lain yang mereka sukai adalah “Sanak”, berarti keluarga atau kerabat. Sebaliknya, mereka sangat tidak suka bila disebut Orang Kubu karena dianggap merendahkan (Sasmita 2009). Sebagai wujud kearifan lokal pengelolaan hutan, masyarakat adat Suku Anak Dalam masih berpedoman pada hukum adat yang diakui dan diberlakukan hingga kini.

Etnobotani merupakan kajian interaksi antara manusia dan tumbuhan atau diartikan sebagai studi mengenai pemanfaatan tumbuhan pada suatu budaya tertentu (Martin 1998). Pandanaceae adalah suku dari kelompok besar kelas tumbuhan berkeping satu (Monocotyledoneae). Di dalam Monocotyledoneae, pandan termasuk kelompok memiliki spektrum habitat luas, mulai dari tepi pantai hingga hutan dataran tinggi (montane forest) mendekati ketinggian 4000 m dari permukaan laut.

Dalam kaitan antara masyarakat adat Suku Anak Dalam atau Orang Rimba dengan flora pandan, penelitian terkait pemanfaatan pandan oleh Orang Rimba sebelumnya belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini merupakan yang pertama di TNBD. Keim (2007a) dan; Walujo et al. (2007) melaporkan bahwa Pandanaceae merupakan salah satu suku tumbuhan berperan sangat penting dalam kehidupan keseharian masyarakat Indonesia, dua yang lain adalah Arecaceae dan Poaceae.

Orang Rimba melakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan guna memenuhi kebutuhan ekonomi maupun melestarikan lingkungan hidup mereka berdasar kearifan lokal mereka sendiri. Salah satu bentuk kearifan lokal tersebut dalam kaitan pandan adalah pemanfaatan tumbuhan untuk aneka macam keperluan mulai kegiatan ritual adat, hingga membuat anyaman tikar dan sumpit (sejenis dompet menyimpan tembakau dan rokok) berbahan dasar daun pandan.

Tumenggung (Kepala Suku) Tarib menyatakan bahawa Orang Rimba tidak pernah menanam (budidaya) pandan, sehingga material pandan untuk keperluan mereka diambil dari alam. Dengan kata lain, Orang Rimba mencari dan memperoleh pandan di dalam kawasan TNBD. Sayangnya, saat ini keberadaan pandan sulit ditemukan karena pembukaan hutan besar-besaran baik oleh masyarakat luar maupun Orang Rimba sendiri. Belum ada kegiatan budidaya turut mempercepat penurunan populasi spesies pandan di kawasan TNBD. Sebagai dampaknya, Orang Rimba sudah jarang membuat anyaman pandan. Kondisi tersebut diperparah masih kurang data pemanfaatan dan pengelolaan pandan sehingga kepedulian Orang Rimba melestarikan ekosistem hutan masih rendah

Hal ini sangat berbeda dengan yang ditemukan di Taman Nasional lain di Indonesia, misalnya di TN Ujung Kulon, dimana masyarakat disekitar Taman Nasional tersebut sudah mengetahui membudidayakan pandan, khususnya ‘pandan samak’ (Pandanus tectorius) (Rahayu & Handayani 2008). Terkait


(19)

3 permasalah di atas, penelitian ini ditujukan untuk mendapat informasi mengenai bioekologi dan etnobotani jenis pandan dimanfaatkan oleh Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi, serta nilai budaya bagi Orang Rimba sebagai konservasi jenis pandan berdasar kearifan lokal. Selanjutnya, penelitian bertujuan mengetahui bagaimana Orang Rimba memandang flora pandan mereka.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana masyarakat Orang Rimba melihat berbagai perspektif/pandangan mengenai spesies pandan baik dari aspek vegetasi ekologi, etnobotani, pelestarian jenis, dan keterkaitan spesies tumbuhan tersebut terhadap budaya lokal mengacu ke arah prosesi maupun ritual adat. Berdasar studi awal penelitian diketahui bahwa populasi jenis pandan di TNBD menurun akibat ancaman dan kurang pelestarian di kawasan tersebut.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengkaji bioekologi, etnobotani, dan inventarisasi pandan (Pandanaceae) dimanfaatkan Orang Rimba di TNBD sebagai upaya pelestarian sumberdaya alam hayati berkelanjutan dimasa akan datang.

Hasil penelitian bermanfaat sebagai:

1. Bentuk inventarisasi dan dokumentasi bagi Pemerintah Daerah (Pemda) maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan wilayah Jambi setempat terhadap kekayaan flora daerah tersebut.

2. Menjadi bahan pertimbangan upaya mengembangkan konservasi pandan secara in situ di hutan TNBD.

3. Bentuk pelestarian pengetahuan kearifan lokal Orang Rimba melalui kajian etnobotani.

4. Hasil penelitian diharapkan menjadi dasar dan pendorong untuk penelitian lebih lanjut mengenai berbagai komponen ekologi dan aspek biologi pandan baik di ekosistem hutan TNBD maupun ekosistem hutan lainnya.

Hipotesis Penelitian

Diduga sulitnya mendapatkan jenis pandan dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan karet serta sawit oleh Orang Rimba maupun masyarakat luar berakibat terhadap penurunan populasi pandan di TNBD sehingga perlu upaya konservasi berdasar aspek bioekologi dan etnobotani.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dibatasi pada vegetasi ekologi dan karakteristik habitat pandan bernilai ekonomi tinggi serta sumber penghasilan Orang Rimba. Lokasi penelitian dibatasi areal pemukiman dan pemanfaatan pandan pada tiga kelompok Orang Rimba dipimpin Tumenggung masing-masing di TNBD.


(20)

4

Kerangka Pemikiran

Berdasar latar belakang diatas disusun kerangka pemikiran mengarah pada pelestarian spesies pandan. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Alur kerangka pemikiran penelitian bioekologi dan etnobotani pandan di TNBD

Sumberdaya Jenis Pandan di TNBD

Bioekologi (Indeks Nilai Penting)

Karakteristik habitat

Etnobotani (Indeks Kepentingan

Budaya)

Kearifan dan tindakan konservasi Sifat fisik dan kimia

tanah  PCA

Komposisi floristik dan analisis parameter vegetasi

(H’, C, E, D Menhinick, Sebaran dan Asosiasi)

Pemanfaatan jenis pandan oleh Orang


(21)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Sistematika Pandan

Pandanaceae merupakan tumbuhan berkayu dengan akar tunjang (prop-root), berbentuk semak, pohon. Stone (1982); Heywood (1993) menyatakan bahwa suku ini terdiri 3 genus yaitu Pandanus, Freycinetia dan Sararanga, namun setelah perkembangan ilmu pengetahuan, genus Pandanaceae sekarang diklasifikasikan ke dalam 5 genus, yaitu genus Benstonea, Pandanus, Freycinetia, Sararanga, dan Martilledendron. Kata "pandan" berasal dari bahasa Melayu dan digunakan untuk nama semua spesies pandan famili Pandanaceae (Rumphius 1743; Warburg 1900; St John 1963; Keng 1978; Hyam & Pankhurst 1995).

Pandanaceae termasuk kelas Monocotyledoneae merupakan famili meliputi kelompok palem-paleman, rerumputan, pisang-pisangan, anggrek dan jahe-jahean

(Dahlgren & Clifford 1982; Heywood 1993; Zomlefer 1994). Tergolong satu-satunya anggota Pandaniflorae (Dahlgren & Clifford 1982) dan termasuk lebih dari 900 spesies dibagi menjadi empat genus: Freycinetia, Pandanus, Sararanga, dan Martellidendron (Stone 1982; Callmander et al. 2003). Saat ini Pandanaceae disepakati terdiri dari lima genus: Benstonea, Freycinetia, Martellidendron, Pandanus, dan Sararanga. (Callmander et al. 2012). Untuk kawasan Flora Malesiana menjadi tempat sangat penting dalam kaitan dengan kajian keragaman spesies pandan karena hanya di kawasan floristik inilah keempat genus Pandanaceae ditemukan hidup berdampingan (cohabitant), kecuali genus Martellidendron. Peta sebaran pandan di belahan dunia disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Distribusi dan sebaran Pandanaceae (Stone 1983)

Pandan berbunga jantan jarang ditemukan karena jangka waktu bunga mekar pendek, bisa sampai tiga hari (Stone 1983). Namun perkembangan buah terlihat jelas dalam waktu lebih lama. Berdasar hal tersebut famili pandan diklasifikasi berdasar individu betina.

Callmander et al. (2012) mengelompokkan Benstonea terpisah dari Pandanus berdasarkan ciri morfologi. Benstonea mudah dikenali di lapangan dengan karakter mencakup: 1) bantalan/penampang bunga jantan tunggal (kadang-kadang 2 atau 3) benang sari dengan filamen pendek dan anther sempit; dan 2) drupa betina selalu monokarpel dan alur stigma abaksial. Menurut Heyne


(22)

6

(1950) Sekitar 700 spesies pandan tersebar di daerah subtropik maupun tropik, dan 22 jenis dimanfaatkan sebagian besar masyarakat untuk menunjang kebutuhan perekonomian sehari-hari. Secara morfologi Pandanaceae dikelompokkan kedalam tiga genus yaitu:

a. Pandanus

Tumbuhan semak atau pohon, kadang-kadang bercabang, ovari memiliki ovul soliter pada plasenta sub basal. Didunia terdapat sekitar 600 spesies. Pandan adalah genus suku memiliki penyebaran terbesar daerah dari Afrika, Madagaskar, India, Sri Lanka, daratan Asia Tenggara, Malesia, Australia, dan Pasifik.

b. Freycinetia

Umumnya dijumpai dalam bentuk tumbuhan memanjat atau epifit, ovari memiliki ovul banyak pada satu lokus dan melekat pada satu atau lebih plasenta parietal. Ciri khusus membedakan dengan marga lain yaitu mempunyai akar panjat, dan tumbuh sebagai epifit. Daun berbentuk pita, bagian tepi dan bawah tulang daun utama berduri. Bunga kecil, berumah dua, tidak mempunyai perhiasan bunga. Karpel biasa banyak, sinkarp dengan stigma tidak bertangkai. Buah pelok dengan bentuk melonjong sampai bundar, berserabut dan biasa berwarna mencolok. Marga Freycinetia terdiri atas 100 spesies. Di New Guinea ditemukan 57 spesies, 10 diantaranya merupakan spesies endemik di Irian Jaya

c. Sararanga

Marga terdiri 2 spesies dengan bunga panilkoid. Di Irian Jaya hanya ditemukan satu spesies yaitu Sararanga sinousa merupakan endemik di New Guinea

Ekologi, Sebaran dan Habitat Pandanaceae

Spesies Pandanaceae mempunyai kisaran toleran sangat tinggi terhadap kondisi tanah dan salinitas, sehingga banyak dijumpai baik di daerah becek, berpasir, keadaan air tanah dangkal sampai dalam, hutan rindang atau ternaungi, ditepi sungai dan danau maupun di pantai. Di daerah subtropik dijumpai mulai dari ketinggian 2 sampai 4000 meter diatas permukaan laut. Pandan ditemukan mulai di hutan hujan tropis ke daerah empat musim, beberapa bahkan ditemukan di subtropis. Mereka menyebar dari Afrika Barat, Madagaskar, India, Sri Lanka, Indocina, Malesia, Australia, New Selandia ke Pasifik (Stone 1982; 1983). Pandan tumbuh di habitat dari pantai berpasir dan hutan bakau (mangrove), tepi sungai sampai dataran tinggi dengan ketinggian tertinggi tercatat sekitar 3500 mdpl (Stone 1982). Mereka ditemukan di hutan sekunder (savanna) dan daerah kering berpasir (Keim 2007b).

Freycinetia menyebar dari Sri Lanka, Indocina, Malesia sampai ke bagian utara Australia (Queensland) dan Selandia Baru. Meskipun relatif dekat antara Sri Lanka dan India daratan, Freycinetia tidak pernah ditemukan di India daratan. Sararanga menyebar dari Filipina, New Guinea dan pulau berdekatan (Keim 2007b) hingga Kepulauan Solomon (Stone 1982). Martellidendron memiliki daerah penyebaran kecil, mencakup Madagaskar dan Seychelles (Callmander et al. 2003).

Pemanfaatan Pandan

Menurut Heyne (1950); Hyndman (1984); Purwanto (2011) bagian tumbuhan dimanfaatkaan bervariasi mulai dari tunas, helai daun, kulit batang,


(23)

7 tongkol bunga, buah, akar gantung dan kulit akar. Berdasar peringkat kepentingan Pandanus dimanfaatkan untuk tanaman pagar, bahan anyaman, obat-obatan, bahan pembuat atap, bahan pengganti kertas rokok, minuman keras, pewangi, bahan pangan minyak dan sumber karbohidrat.

Definisi Etnobotani dan Ruang Lingkup

Etnobotani berasal dari kata ethnos dan botany. Ethnos dari bahasa Yunani berarti bangsa dan botany artinya tumbuhan. Istilah etnobotani untuk pertama kali diadopsi Fewkes tahun 1896, istilah tersebut digunakan dalam pustaka dan publikasi antropologi dan menitikberatkan pada nama lokal tumbuhan dan etimologi (Soekarman & Soedarsono 1992). Etnobotani merupakan salah satu bidang ilmu berkaitan kearifan lokal masyarakat tertentu terhadap tumbuhan disekitarnya. Etnobotani perlu dipelajari sebagai upaya pelestarian dan konservasi keanekaragaman spesies tumbuhan serta pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan disekitarnya (Zaman et al. 2013). Kurang lebih ada 400 etnis di Indonesia memiliki hubungan erat dengan tumbuhan obat (Zuhud 2003).

Walujo et al. (1992) mengungkapkan ruang lingkup etnobotani dibatasi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mendalami persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumberdaya nabati di lingkungannya. Dalam hal ini adalah upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tetumbuhan dalam lingkungan, yang digunakan tidak saja untuk keperluan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan spiritual dan nilai budaya lain. Studi etnobotani membantu masyarakat mencatat atau merekam kearifan lokal yang mereka miliki untuk kehidupan masa mendatang. Studi etnobotani memberi kontribusi besar dalam proses pengenalan sumber alam hidup di suatu wilayah melalui kegiatan pengumpulan kearifan lokal bersama masyarakat setempat (Ndero & Thijssen 2004 ).

Beberapa pemanfaatan tumbuhan dalam aspek etnobotani antara lain memanfaatkan tumbuhan sebagai makanan, obat, ritual, kosmetik, pewarna tekstil, bahan bangunan, dan mata uang. Selain itu, etnobotani membahas tentang bagaimana cara pengolahan tumbuhan dan penggunaannya (Choudhary et al. 2008). Penelitian tentang etnobotani sudah dilakukan dibeberapa daerah di Indonesia, Mairida et al. (2014) melakukan penelitian mengenai kearifan lokal SAD di Jambi dalam memanfaatkan tumbuhan rotan guna berbagai keperluan rumah tangga dan kerajinan lain bersumber dari TNBD.

Bagian tumbuhan mereka gunakan pada umumnya berasal dari famili Arecaceae, Bambusaceae, dan Pandanaceae. Berbagai hasil kerajinan dan peralatan rumah tangga dihasilkan dari memanfaatkan spesies tumbuhan seperti rotan, pandan dan bambu. Tidak hanya di daerah Jambi, Purwanto & Munawaroh (2010) mengkaji kearifan lokal masyarakat Papua memanfaatkan spesies buah merah (Pandanus conoideus) sebagai bahan pangan dan zat pewarna alternatif. Dalam penelitian ini lingkup bioekologi dan etnobotani diamati mencakup spesies pandan dan lingkungan berupa habitat tempat tumbuh serta faktor kemungkinan berpengaruh terhadap keberadaan dan kelangsungan pandan di TNBD.


(24)

8

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai Juli 2014. Studi bioekologi dilakukan di zona pemanfaatan TNBD, sedang studi etnobotani di beberapa kelompok Orang Rimba berlokasi di Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Lokasi ditemukan spesies pandan di zona pemanfaatan TNBD disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta sebaran plot ditemukan spesies pandan di lokasi zona pemanfaatan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD)

Bahan dan Alat

Perlengkapan teknis maupun non teknis penelitian ini adalah kamera digital, perekam suara, panduan wawancara semi terstruktur, kertas label, kertas koran, tali ukur, ring sampler, luxmeter, tali tambang, kardus, karung, peta, GPS, kompas, soil tester, sasak, plastik, skop tanah, spiritus putih, tali rafia, simpul, buku identifikasi dan jurnal untuk determinasi, laptop, thermohigrograf, etiket gantung, dan perlengkapan tulis.

Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dua tahap yaitu tahap pertama studi bioekologi mencakup vegetasi ekologi untuk medapatkan parameter Indeks Nilai Penting (INP). Studi ekologi mengkaji keterkaitan faktor biotik dan abiotik terhadap jenis pandan, baik itu dari segi spesies tumbuhan dominan pada habitat pandan serta menganalisis kandungan unsur hara tanah tempat kelompok pandan tersebut tumbuh. Tahap kedua yaitu studi etnobotani mencakup Indeks of Cultural Significance (ICS) merupakan indeks kepentingan budaya spesies tumbuhan memiliki berbagai manfaat bagi masyarakat sekitar baik itu tumbuhan obat, penghasil serat, pengawet makanan dan lain-lain.


(25)

9

Analisis Vegetasi

Data tumbuhan diperoleh dengan analisis vegetasi menggunakan kombinasi metode jalur dan garis berpetak. Metode ini khusus digunakan dalam penarikan contoh tipe vegetasi bawah (semai dan sapihan) dan vegetasi atas (tiang dan pohon) (Setiadi 1989; Soegianto 1994). Penentuan lokasi sampling dilakukan secara purposive pada habitat pandan yang dijumpai. Studi ekologi di lokasi penelitian dengan melakukan penjelajahan di kawasan TNBD. Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan emik dan etik. Pendekatan emik dengan wawancara dan observasi partisipasi aktif bersama informan untuk menunjukkan dan menentukan lokasi habitat pandan. Pendekatan etik dengan analisis vegetasi menggunakan metode kombinasi antara metode jalur dan garis berpetak/plot bersarang (nested plot method) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran tertentu (Kusmana 1997) di lokasi zona pemanfaatan di TNBD.

Total plot dibuat berjumlah 35 plot (1.4 ha) pada tiga kelompok Orang Rimba yang dipimpin Tumenggung. Jalur plot dibentuk dengan arah mendaki, menurun perbukitan, dan memotong badan sungai serta rawa. Untuk strata pohon, plot dibangun berukuran (20x20) m2, strata tiang (10x10) m2, strata pancang (5x5) m2, dan strata semai (2x2) m2 (Soerianegara dan Indrawan 2002). Data dikumpulkan meliputi keanekaragaman spesies tumbuhan yang menduduki tiap petak contoh, jumlah individu setiap spesies, luas total petak contoh yang diduduki setiap spesies, jumlah luas bidang dasar setiap spesies, bentuk dan ukuran plot penelitian disajikan pada Gambar 4.

Keterangan:

a = Petak pengukuran untuk strata pohon (20 × 20) m2, dengan diameter batang 20 cm (dbh).

b = Petak pengukuran untuk strata tiang (10 × 10) m2, dengan diameter 10-19 cm (dbh).

c = Petak pengukuran untuk strata pancang (5 × 5) m2, dengan tinggi 1.5 cm.

d = Petak pengukuran untuk strata semai (2 × 2) m2, dengan tinggi < 1.5 cm.

Gambar 4 Ilustrasi petak contoh metode garis berpetak/plot bersarang

Data dicatat dalam pengamatan vegetasi pada seluruh tingkat pertumbuhan parameter diukur pada setiap petak contoh meliputi:

1. Spesies, jumlah, tinggi bebas cabang, tinggi total dan diameter tingkat pohon lebih besar dari 20 cm [pohon-pohon berdiameter setinggi dada atau dbh (diameter breast height) ± 130 cm dari permukaan tanah atau 20 cm diatas banir].

d

c b


(26)

10

2. Spesies, jumlah, tinggi bebas cabang, tinggi total dan diameter tingkat tiang (pohon-pohon memiliki diameter setinggi dada dari permukaan tanah atau 20 cm diatas banir adalah 10 - 20 cm).

3. Spesies, jumlah, tinggi bebas cabang dan diameter tingkat pancang (anakan pohon dengan tinggi > 1.5 meter atau pohon muda berdiameter setinggi dada < 10 cm).

4. Spesies dan jumlah tingkat semai (anakan pohon mulai dari tingkat kecambah sampai memiliki tinggi < 1.5 meter), dan tumbuhan bawah yaitu tumbuhan selain permudaan pohon misalnya herba, semak dan perdu.

Studi Etnobotani

Metode ethnodirect sampling untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh Orang Rimba. Metode ini digunakan dalam pengumpulan data material tumbuhan pandan berdasar pada pengetahuan etnik atau suku (Purwanto 2005). Pengumpulan data pemanfaatan dilakukan observasi dan wawancara. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam (in-depth interview), observasi partisipasi aktif, dokumentasi (foto, rekaman, dan spesimen), dan kajian pustaka (Martin 1995). Wawancara dilakukan pada sejumlah informan kunci terdiri dari Tumenggung (pemimpin tertinggi), Induk (sebutan wanita untuk Orang Rimba), warga biasa, dan warga luar Orang Rimba. Pemilihan responden menggunakan metode snowball (bola salju) menitikberatkan pada subyek penelitian (Bernard 2002).

Data dikumpulkan melalui pendekatan emik dan etik (Ilmu pengetahuan). Pendekatan emik dengan wawancara, observasi partisipasi pasif dan dokumentasi. Weintré (2003) menyatakan bahwa observasi partisipasi intinya pengamatan langsung pada kearifan lokal Orang Rimba dalam memanfaatkan spesies pandan, konservasi, kondisi hutan, dan cara hidup kelompok diobservasi serta belajar bahasanya. Pengambilan dokumentasi terlebih dahulu meminta izin kepada responden. Pendekatan etik dengan analisis tingkat kepentingan budaya Orang Rimba menggunakan Indeks of Cultural Significance (ICS) (Cunningham 2001; Purwanto 2003).

Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, diuraikan sebagai berikut:

Data Primer (Vegetasi) Vegetasi

Data vegetasi dihimpun meliputi: nama lokal, nama ilmiah, deskripsi singkat jenis yang dijumpai.

Kondisi Lingkungan Habitat

Parameter lingkungan habitat diamati meliputi: suhu, kelembaban, pH serta jenis tanah dan kondisi topografi sekitar habitat dengan yaitu ketinggian.


(27)

11

Pemanfaatan

Data dihimpun meliputi: spesies yang dimanfaatkan, bentuk pemanfaatan, serta pengetahuan lain dimiliki Orang Rimba berkaitan pemanfaatan pandan.

Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan meliputi kondisi fisik kawasan TNBD: iklim, topografi, aksesibilitas dan komunikasi serta vegetasi.

Penentuan Lokasi Sampling

Sampling dilakukan secara purposive pada habitat pandan yang dijumpai. Pengambilan spesimen tumbuhan dilakukan untuk setiap spesies pandan yang dijumpai di lapangan. Spesimen tersebut diidentifikasi dan dideterminasi di Herbarium Bogoriense LIPI Cibinong.

Observasi

Observasi awal berupa studi/penelitian pendahuluan dilakukan, selanjutnya perlu untuk mengumpulkan data mencakup situasi dan kondisi daerah penelitian secara umum, kondisi Orang Rimba, maupun warga sekitar yang berada disekitar daerah luar TNBD.

Wawancara

Teknik wawancara menggunakan pedoman wawancara (daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya) serta wawancara bebas dan terbuka (open interview). Penentuan responden untuk diwawancarai secara purposive sampling. Menurut Nasution (1988); Moloeng (1990) dijelaskan bahwa untuk memilih sampel atau informan dalam suatu penelitian bersifat kualitatif yang terpenting adalah menentukan informan kunci yang mempunyai banyak informasi mengenai topik penelitian, sehingga purposive sampling lebih efektif dibanding cara acak. Penentuan responden dilakukan berdasar status sosial dalam masyarakat seperti kepala kampung, tokoh adat dan tokoh masyarakat.

Analisis Data

Data vegetasi hutan terkumpul selanjutnya dianalisis dengan nilai-nilai yang menyatakan parameter ekologi sebagai berikut: Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), Dominansi Spesies (DR), Indeks Nilai Penting (INP), indeks keanekaragaman spesies (H’), indeks kemerataan spesies (E), indeks dominansi spesies (D), indeks kekayaan spesies (Dmn), kelimpahan spesies pandan, pola sebaran (ID), dan indeks asosiasi/Ochiai index (Oi) antar-spesies. Perhitungan komponen nilai penting menggunakan rumus-rumus menurut Cox (2002); Setiadi (1989) sebagai berikut:

Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks Nilai Penting (INP) adalah parameter kuantitatif dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (penguasaan) spesies-spesies dalam komunitas tumbuhan (Soerianegara & Indrawan 2008). Nilai INP digunakan sebagai parameter mengungkap pentingnya kajian ekologi spesies dalam ekosistem


(28)

12

tertentu (Setiawan & Narendra 2012). Tulalessy (2012) menerangkan bahwa nilai INP dihitung berdasar kerapatan, luas bidang dasar dan frekuensi keberadaan, dalam hal ini kondisi vegetasi menggambarkan komposisi spesies pohon penyusun dan spesies dominan. Perhitungan komponen nilai penting menggunakan rumus-rumus menurut Cox (2002); Setiadi (1989) sebagai berikut: a. Kerapatan (K) :

K ind/ha = jumlah individu suatu spesies luas seluruh petak contoh

b. Kerapatan Relatif (KR) :

KR % = Kerapatan total seluruh spesies x Kerapatan suatu spesies %

c. Frekuensi (F) :

F = jumlah petak dijumpai suatu spesiesjumlah seluruh petak contoh

d. Frekuensi Relatif (FR) :

FR % = frekuensi seluruh spesies x frekuensui suatu spesies %

e. Dominansi (D) :

D m /ha = luas bidang dasar suatu spesiesdominansi seluruh spesies

f. Dominansi Relatif (DR) :

DR % = dominansi dari seluruh spesiesdominansi suatu spesies x %

Indeks Nilai Penting (INP)

Untuk tingkat semai dan pancang : INP = KR + FR Untuk tingkat tiang dan pohon : INP = KR + FR + DR

Total INP untuk setiap strata pohon, tiang, pancang, semai dan tumbuhan bawah, dihitung untuk melihat kondisi suatu ekosistem yang menggambarkan kondisi vegetasi.

Keterangan: Luas bidang dasar suatu spesies pohon = ¼π D2 Kategori INP dari spesies pandan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kategori kisaran INP dalam penelitian

Nilai INP (%) Kategori

≥ 20 Tinggi

10 – 19.9 Sedang

≤ 9.9 Rendah

a

Sumber: Diadaptasi dari Setyaningrum (2009).

Indeks Keanekaragaman Spesies(H’)

Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis menggambarkan ciri tingkatan komunitas berdasar organisasi biologinya.


(29)

13 Keanekaragaman spesies digunakan untuk menyatakan struktur komunitas dan stabilitas komunitas dalam suatu ekosistem. Keanekaragaman spesies ditentukan dengan menggunakan rumus Shanon Index of General Diversity (Soerianegara & Indrawan 2008):

H′= − ∑[ �� ��

�=

�� ] Keterangan :

H’ = Indeks Keanekaragaman Spesies N = Total jumlah individu dari seluruh spesies ni = Banyaknya individu pada spesies ke i ln = Log natural

Besar indeks keanekaragaman jenis telah diklasifikasi oleh Odum (1993) menurut rumus Shannon–Wiener disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori nilai indeks keanekaragaman (H’) Shannon – Wiener Nilai Indeks

Keanekaragaman (H’) Kategori

> 3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu setiap spesies tinggi dan kestabilan komunitas tinggi

2.1 – 3 Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu setiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang 1.1 – 2 Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu

setiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah ≤ 1

Keanekaragaman sangat rendah, penyebaran jumlah individu setiap spesies sangat rendah dan kestabilan komunitas sangat rendah

Indeks Kemerataan Spesies(E)

Ludwig & Reynold (1988) menyatakan proporsi kelimpahan jenis tumbuhan dihitung menggunakan indeks kemerataan spesies. Rumus indeks kemerataan spesies secara umum digunakan oleh pakar ekologi menurut (Indriyanto 2008) adalah sebagai berikut :

E = ln(S)H'

Keterangan :

E = Indeks Kemerataan Spesies S = Jumlah spesies

H’= Indeks Keanekaragaman Spesies ln = Logaritma natural

Berdasarkan Magurran (1988) kategori nilai indeks kemerataan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kategori nilai indeks kemerataan (E) Nilai Indeks Kemerataan Kategori

0.96 - 1 Merata

0.76 – 0.95 Hampir merata

0.51 – 0.75 Cukup merata

0.26 – 0.50 Kurang merata


(30)

14

Indeks Dominansi Spesies (C)

Nilai Indeks Dominansi menggambarkan pola dominansi spesies dalam suatu komunitas. Nilai indeks tertinggi adalah 1, menunjukkan bahwa tegakan tersebut dikuasai oleh satu spesies atau terpusat pada satu spesies. Jika beberapa spesies mendominansi bersama-sama maka indeks dominansi akan mendekati nol atau rendah. Untuk mengetahui indeks dominansi digunakan rumus sebagai berikut (Misra 1980).

C = ∑(niN)2 n i=1

Keterangan:

C = Indeks dominansi-Simpson

ni = Jumlah individu spesies i

N = Total dari jumlah seluruh individu

Odum (1993) mengkategorikan indeks dominansi Simpson bernilai antara 0-1 dengan deskripsi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kategori nilai indeks dominansi (C) Nilai indeks dominansi Kategori

> 0.05 Dominan / tinggi

0.02 – 0.05 Sub dominan / sedang

< 0.02 Non dominan / rendah

aJika nilai indeks mendekati 0 maka indeks semakin rendah atau

dominan oleh satu spesies (tidak ada jenis yang mendominansi), dan jika nilai indeks mendekati 1 maka indeks besar atau di dominansi beberapa spesies (terdapat jenis yang mendominansi). Indeks Kekayaan Spesies/Diversitas Menhinick (Dmn)

Untuk mengukur kekayaan spesies dalam unit pengamatan, pendekatan digunakan adalah Indeks Diversitas Menhinick (Magurran 1988). Indeks kekayaan Menhinick (Dmn) menunjukkan kekayaan spesies suatu komunitas,

dimana besar nilai ini dipengaruhi banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut. Nebath (2008) menjelaskan bahwa indeks kekayaan menggambarkan total jumlah spesies dalam komunitas. Untuk mengetahui indeks kekayaan spesies digunakan rumus sebagai berikut:

Dmn= �

√N Keterangan :

S = Jumlah spesies yang ditemukan (banyaknya spesies) Dmn = Indeks Menhinick

N = Jumlah total individu dari seluruh spesies yang tercatat ln = Logaritma natural

Berdasarkan Magurran (1988), kategori indeks kekayaan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kategori nilai indeks kekayaan (Dmn)/diversitas Menhinick

Nilai Dmn Kriteria

Dmn≥ 4.0 kekayaan jenis tergolong tinggi Dmn = 2.5 – 3.9 kekayaan jenis tergolong sedang Dmn < 2.5 Kekayaan jenis tergolong rendah


(31)

15

Pola Sebaran (Dispersi) / Indeks Morisita (ID)

Data vegetasi berupa jenis komposisi floristik diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui pola sebaran tumbuhan pandan, struktur tegakan dan asosiasi dengan tumbuhan lain. Untuk mendapatkan pola sebaran pandan dilakukan perhitungan rasio ragam (Ludwig & Reynolds 1988) sebagai berikut:

�̅ =∑�� . ��

� =

� =∑ �� . �� − �̅. �

Keterangan :

xi = jumlah individu

fi = frekuensi banyaknya jumlah individu ditemukan

� ̅ = nilai rata-rata (jumlah individu/total plot)

n = jumlah total individu

N = jumlah plot

S2 = varians/keragaman

Indeks Dispersi (ID): ID

=

� � �̅

bila nilai:

ID > 1 berarti menyebar secara berkelompok, ID < 1 berarti menyebar secara merata, ID = 1 berarti menyebar secara acak.

Indeks Asosiasi / Ochiai Index (Oi)

Analisis asosiasi dilakukan pada spesies penyusun utama memiliki INP ≥10 % yang menggunakan Tabel contingency 2x2 (Ludwig & Reynolds 1988). Bentuk tabel contingency 2x2 untuk 2 spesies disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Contingency 2x2 untuk perhitungan asosiasi

Spesies A Spesies B Jumlah

Ada Tidak ada

Ada a b a + b

Tidak ada c d c + d

Jumlah a + c b + d N = a + b + c + d

a

Keterangan: a = pengamatan jumlah titik pengukuran yang menandung spesies A dan spesies B; b = pengamatan jumlah titik pengukuran yang mengandung spesies A saja; c = pengamatan jumlah titik pengukuran yang mengandung spesies B saja, d = pengamatan jumlah titik pengukuran yang tidak mengandung spesies A dan spesies B; N = jumlah titik pengamatan.

Dalam melakukan penelitian, maka terlebih dahulu ditetapkan hipotesis sebagai bahan uji terhadap hasil akhir yang ingin dicapai, pengujian dilakukan menggunakan selang kepercayaan 95% sebagai berikut:

Ho: Tumbuhan pandan berasosiasi dengan tumbuhan lain dalam pertumbuhannya (jika X2


(32)

16

Hi: Tumbuhan pandan tidak berasosiasi dengan tumbuhan lain dalam pertumbuhannya (jika X2hitung < X2tabel, maka terima H0)

Kriteria uji dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:

� = ∑��= − � Keterangan :

O = Frekuensi hasil pengamatan E = Frekuensi harapan

df = derajat bebas yaitu (r-1)(c-1), α = 0.05 (tingkat signifikansi 5 %)

Untuk menentukan keberadaan 2 jenis antara pandan dengan tumbuhan lain berasosiasi atau saling bebas, maka dilakukan uji khi-kuadrat dengan persamaan dari rumus sebelumnya melalui penjabaran sebagai berikut (Ludwig & Reynolds 1988):

� =[ − � ] +[ − � ] +[ − � ] +[ − � ]

Maka nilai harapan untuk a, b, c, dan d adalah: E(a) = (a+b)(a+c)/N E(c) = (c+d)(a+c)/N E(b) = (a+b)(b+d)/N E(d) = (c+d)(b+d)/N

Jika X 2 hitung > X 2 tabel, maka hipotesis terdapat asosiasi antara spesies A dan B diterima. Terdapat dua tipe asosiasi, yaitu:

1) Positif, jika nilai observasi a > E(a), kedua spesies lebih sering terdapat bersama-sama daripada sendiri-sendiri (bebas satu sama lain).

2) Negatif, jika nilai observasi a < E(a), kedua spesies lebih sering terdapat sendiri-sendiri, dari pada bersama-sama.

Nilai Chi-square hitung kemudian dibandingkan dengan nilai Chi-square tabel pada derajat bebas = 1, pada taraf uji 1% dan 5% (nilai 3.84). Apabila nilai Chi-square Hitung > nilai Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat nyata. Apabila nilai Chi-square Hitung < nilai Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat tidak nyata (Ludwig & Reynold 1988). Hasil perhitungan asosiasi jenis pohon memiliki INP ≥ 10%. Selanjutnya diuji dengan perhitungan Indeks Asosiasi (Ludwig & Reynolds 1988):

Oi = a

√a + b . √a + c

Berdasarkan rumus tersebut, maka terdapat 2 jenis asosiasi yaitu: (1) asosiasi positif, apabila nilai a > E (a) berarti pasangan jenis terjadi bersama lebih sering dari yang diharapkan; (2) asosiasi negatif, apabila nilai a < E (a) berarti pasangan jenis terjadi bersama kurang sering dari yang diharapkan. Berikut kategori indeks asosiasi pasangan spesies dikemukakan Ludwig & Reynolds (1988) disajikan pada Tabel 7.


(33)

17 Tabel 7 Kategori indeks asosiasi pasangan spesies

Indeks asosiasi Keterangan 1.00 – 0.75 Sangat Tinggi (ST) 0.74 – 0.49 Tinggi (T) 0.48 – 0.23 Rendah (R) <0.22 Sangat Rendah (SR)

Indeks Kepentingan Budaya / Index Cultural Significance (ICS)

Untuk mengukur kepentingan jenis tumbuhan pandan bagi kehidupan Orang Rimba di kawasan TNBD dilakukan analisis indeks kepentingan budaya meliputi nilai kualitas, intensitas kegunaan, dan tingkat kesukaan (Lampiran 6) biasa disebut Index of Cultural Significance (ICS). Penghitungan ICS berdasar pada formula yang dikembangkan Turner (1988) telah dimodifikasi oleh Purwanto (2007). Untuk menghitung ICS digunakan rumus sebagai berikut:

ICS= ∑ q . i . e nᵢ

n i=

Keterangan:

ICS = Index of Cultural Significance

q = Nilai kualitas (quality value), dihitung dengan cara memberikan skoring atau nilai

kualitas dari suatu jenis

i = Nilai intensitas (intensity value) yaitu menggambarkan intensitas pemanfaatan dari

spesies tumbuhan

e = Nilai eksklusivitas (exclusivity value) yaitu tingkat kebutuhan tergantung budaya.

Menunjukkan urutan pemanfaatan tumbuhan yang kesekiannya

ni = Nilai ke-i pemanfaatan ke n (terakhir) dari suatu jenis tumbuhan

Dalam menentukan kategori hasil perhitungan ICS dari pemanfaatan berbagai spesies pandan dan kategori strategi konservasi tumbuhan disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 8 Kategori kisaran ICS dalam penelitian

Nilai ICS Kategori Kode

>20 Tinggi T

10 – 19.9 Sedang SD

1 – 9.9 Rendah R

a

Sumber: Diadaptasi dari Setyaningrum (2009).

Tabel 9 Kategori strategi konservasi tumbuhan

Kategori pembanding

Strategi konservasi

INP ICS

Tinggi Rendah Mempertahankan luasan habitat dan

meningkatkan intensitas pemanfaatan spesies Tinggi / sedang Tinggi / sedang Mempertahankan luasan habitat dan

intensitas pemanfaatan spesies

Rendah Tinggi/ sedang Membudidayakan dan menurunkan intensitas pemanfaatan spesies

Rendah Rendah Membudidaya dan dipertahankan intensitas

pemanfaatan spesies

a


(34)

18

Analisis Komponen Utama

Penentuan karakteristik habitat sebagai faktor paling berkaitan erat dengan kehadiran kelompok pandan dalam komunitas dengan analisis statistik korelasi Minitab dan XL STAT 2014. Karakteristik faktor abiotik dengan keberadaan kelompok pandan dalam komunitasnya menggunakan metode principal component analysis (PCA). Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Principal Component Analysis atau Analisis Komponen Utama untuk melihat secara serentak keseluruhan hubungan antar variabel yang diamati guna keperluan interpretasi dan analisis hubungan. Metode PCA membentuk suatu kombinasi hubungan linear maksimal antara distribusi spesies terhadap variabel lingkungannya. Diagram ordinasi yang dihasilkan menggambarkan pola variasi suatu komunitas dan juga distribusi spesies sepanjang variabel-variabel lingkungannya. Hal tersebut terlihat dari eigenvalues yang dihasilkan dari analisis ini.


(35)

19

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) terletak di antara 102o31’37” sampai 102o48’27” Bujur Timur dan antara 1o44’35” sampai 2o03’15” Lintang Selatan. Secara administratif TNBD terletak di Kabupaten Batanghari, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Tebo. Kawasan TNBD memiliki luas sebesar 60500 Ha, sebagian berada di wilayah Kabupaten Batanghari + 41259 Ha (70%), sisanya berada di Kabupaten Tebo + 12483 Ha (20%), dan Kabupaten Sarolangun + 6758 Ha (10%).

Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan salah satu kawasan hutan hujan tropis dataran rendah di Provinsi Jambi. Secara umum, Taman Nasional memiliki topografi bervariasi mulai dari datar, bergelombang, dan perbukitan dengan kisaran 50-438 mdpl. Ada 12 bukit utama yang terdapat di TNBD yaitu Bukit Kuaran, Bukit Sungai Punai/Punai Banyak, Bukit Berumbung, Bukit Lubuk Semah, Bukit Sungai Keruh Mati, Bukit Panggang, Bukit Enau, Bukit Terenggang, Bukit Pal, Bukit Suban, Bukit Tiga Beradik, dan Bukit Bitempo.

Kawasan TNBD memiliki jenis tanah didominasi oleh podsolik. Sifat tanah podsolik umumnya miskin hara dan mudah tererosi pada kondisi terbuka. Pengelolaan TNBD dikembangkan dalam enam sistem zonasi kawasan, yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, zona pemanfaatan terbatas, zona pemanfaatan pariwisata alam, dan zona rehabilitasi. Zonasi TNBD ditetapkan oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2007 dalam Buku Informasi Mengenal Taman Nasional Bukit Duabelas adalah sebagai berikut:

Zona Inti

Zona inti adalah kawasan steril dari aktivitas manusia, dengan ekosistem rapuh dan rentan terhadap gangguan, terutama flora dan fauna terancam punah. Kawasan ini merupakan kawasan perwakilan semua ekosistem TNBD yang di dalam banyak terdapat sumberdaya utama bagi kehidupan fauna karena merupakan habitat sumber plasma nutfah penting. Zona inti berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi kawasan bawah.

Zona Religi

Zona ini digunakan untuk keperluan ritual adat Orang Rimba, penelitian terbatas dan kegiatan pemantauan oleh petugas TNBD. Dalam zona ini dilarang memanen, memindahkan atau mengganggu sumberdaya alam, kecuali keperluan ritual adat Orang Rimba. Dalam zona ini dilarang mendirikan sarana dan prasarana umum, kecuali kepentingan pengamanan kawasan. Zona ini merupakan kawasan yang memiliki nilai sakral bagi Orang Rimba dan ditabukan untuk pengunjung luar.

Zona Rimba

Zona rimba mirip dengan zona inti. Perbedaan dengan zona inti hanyalah zona rimba tidak steril seperti zona inti, karena zona rimba merupakan ruang kehidupan Orang Rimba. Dalam zona ini dilarang memanen, memindahkan atau mengganggu sumber daya alam, kecuali untuk kebutuhan hidup Orang Rimba berupa komoditi pangan, komoditi jual, dan biota obat hutan.


(36)

20

Zona Tradisional

Zona tradisional dimanfaatkan untuk aktivitas Orang Rimba. Zona ini digunakan sebagai wilayah relokasi dan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat Orang Rimba. Selain itu, zona tradisional dimanfaatkan sebagai ruang interaksi Orang Rimba dengan masyarakat luar dilakukan di zona ini.

Zona Pemanfaatan

Zona pemanfaatan terdiri atas zona pemanfaatan terbatas dan zona pemanfaatan pariwisata. Zona ini untuk perkebunan Orang Rimba yang sudah ada selama ini. Perkebunan tidak diperkenankan diperjual-belikan atau diperluas dan wajib melakukan pengkayaaan spesies tanaman endemik kawasan. Zona pemanfaatan dikembangkan untuk zona pengembangan sarana dan prasarana ekowisata, program interpretasi, kegiatan rekreasi, laboratorium alam terbuka, pengembangan budidaya tanaman hias dan biota obat hutan, serta pengembangan Pusat Penyelamatan Satwa Endemik Sumatera, dan pengembangan penangkaran satwa liar.

Zona Rehabilitasi

Zona rehabilitasi merupakan areal kawasan mengalami kerusakan ekosistem dan dipulihkan kembali melalui proses intervensi. Zona ini tertutup bagi semua kegiatan kecuali intervensi pemulihan, pendidikan dan penelitian. Setelah proses intervensi berakhir, tipe zona untuk eks-areal rehabilitasi disesuaikan dengan keperluan konservasi kawasan. Kawasan TNBD mencakup tiga wilayah kabupaten dengan luas areal keseluruhan berdasar data sementara BKSDA Jambi (2009) meliputi areal seluas 58.300 Ha dengan rincian luas menurut masing-masing Kabupaten sebagai berikut:

 Kabupaten Batanghari : 65 %

 Kabupaten Sarolangun : 15 %

 Kabupaten Tebo : 20 %

Luasan merupakan data sementara sebab pada belahan kawasan di Kabupaten Batanghari garis batas luar kawasan belum ‘temu gelang’ (BKSDA Jambi 2004). Letak geografis kawasan TNBD disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Letak geografis kawasan TNBD

Uraian

Utara Timur Selatan Barat

Letak

a. Geografis 01o44’35” LS 102o31’37” BT 02o03’15” LS 102o48’27” BT

b. Administratif Kec. Marosebo

Ulu, Kab. Batanghari

Kec. Batin XXIV, Kab. Batanghari

Kec. Air Hitam, Kab. Sarolangun

Kec. Tebo Ilir, Kab, tebo Batas

a. Batas alam Sungai Bernai

b. Batas buatan PT. Limbah

Kayu Utama dan PT. Sawit Desa Makmur PT. Wana Perintis Kebun dan pemukiman masyarakat desa-desa di Kec. Air Hitam (Semurung, Baru, Jernih, Lubuk Jering, Pematang Kabau dan Bukit Suban

Pemukiman Transmigran Kuamang Kuning (SP A, SP E, dan SP G).


(37)

21

Iklim, Topografi, Hidrologi, dan Tanah

Schmidt dan Ferguson mengklasifikasikan iklim di TNBD dalam tipe iklim A dengan curah hujan antara 3294-3669 mm/tahun dan suhu udara 32 – 40 oC serta kelembaban udara 80% - 94%. Kondisi topografi, hidrologi. dan tanah kawasan TNBD disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Kondisi topografi, hidrologi, dan tanah kawasan TNBD

Deskripsi Uraian Keterangan

Topografi

Belahan Selatan Perbukitan Ketinggian 50 – 438 mdpl

Belahan Utara Datar Bergelombang

Hidrologi Kawasan hulu dari

sejumlah sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) penting di dalam dan sekitar kawasan meliputi:

Sub DAS Air Hitam: Anak Sungai Tembesi

Sub DAS Jelutih dan Serengam: Anak

Sungai Tembesi

Sub DAS Kejasung Kecil, Kejasung Besar,

Sungkai dan Makekal: Anak Sungai Tabir

Sub DAS Bernai dan Seranten: Anak Sungai

Tabir

Tanah Jenis tanah didominasi

oleh Podsolik

Sifat tanah podsolik umumnya miskin hara dan mudah tererosi pada kondisi terbuka

aSumber: BKSDA Jambi (2004).

Sekilas Mengenai Orang Rimba

Orang Rimba/masyarakat Suku Anak Dalam merupakan bagian dari kelompok minoritas berada di wilayah Provinsi Jambi dengan populasi 2951 kepala keluarga atau 12909 jiwa tersebar di tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo Tebo dan Kabupaten Sarolangun. Secara garis besar Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi dibagi dalam tiga kelompok besar berdasar wilayah penghidupan, yaitu Orang Rimba Bukit Dua Belas, hidup menyebar di kawasan TNBD dengan populasi saat ini sekitar 1500 jiwa. Selanjutnya Orang Rimba jalan lintas hidup menyebar di sepanjang jalan lintas Sumatera dari batas Jambi-Sumsel hingga batas Jambi-Sumbar. Berdasarkan Bioregion, kehidupan Orang Rimba tahun 2008 terdapat 1700 jiwa di kawasan ini tersebar dalam banyak kelompok. Populasi Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) sejumlah 450 jiwa (Handayani 2009).

Kearifan Orang Rimba

Sebagaimana suku terasing lain di Indonesia, Orang Rimba selama hidupnya dan segala aktivitas dilakukan di hutan, mereka memiliki budaya dan kearifan khas dalam mengelola sumberdaya alam. Hutan bagi mereka merupakan harta tidak ternilai harganya, tempat mereka hidup, beranak pinak, sumber pangan, sampai tempat dilakukan adat istiadat yang berlaku bagi mereka. Salah satu kearifan lokal Orang Rimba adalah meramu. Meramu adalah aktivittas Orang Rimba mencari berbagai jenis tanaman, baik tanaman obat-obatan, untuk dikonsumsi, maupun dijual ke desa sekitar hutan. Flora rimba banyak menyimpan puluhan jenis tumbuhan berkhasiat obat. Beberapa diantaranya adalah tumbuhan


(38)

22

bedaro putih, pulai, kayu selusuh, pinang, petaling, dan petai. Khasiatnya macam-macam dan telah digunakan Orang Rimba sejak lama sebagai pengobatan tradisional mereka.

Orang Rimba memiliki kearifan lokal dalam bidang menganyam. Orang Rimba terkenal dengan warisan budaya eksotis sangat terkenal dengan potensi menganyam. Orang Rimba memiliki kemampuan memanfaatkan hasil hutan non kayu sebagai alat pemenuh kebutuhan, seperti ambung terbuat dari bahan dasar rotan serta menganyam daun rumbas dan spesies pandan menjadi tikar merupakan bentuk kearifan lokal dimiliki Orang Rimba, yakni nilai luhur terkandung dalam kekayaan budaya lokal berupa tradisi, petatah-petitih dan semboyan hidup (Handayani 2009).

Pada dasarnya, Orang Rimba menganggap tabu menambah harta benda tidak termasuk kebutuhan pokok atau memiliki barang menyulitkan untuk berpindah. Menurut kosmologi Orang Rimba, mereka tidak terdorong atau tergoda menambah harta benda. Alasan itulah menyebabkan mereka tidak memiliki rasa kecemburuan dan iri hati (Weintré 2003). Pakaian dikenakan Orang Rimba tergolong unik. Dahulu, sebelum mengenal kain, pakaian terbuat dari kulit kayu terap (Artocarpus elasticus) yang dipukul pukul hingga lembut. Setyowati (2003) menyebutkan busana laki-laki memakai kancut (cawot), sedang wanita memakai kain panjang (kemben).

Pemukiman Orang Rimba di Hutan TNBD, mereka tinggal dengan memanfaatkan sudung (rumah Orang Rimba) sebagai tempat berteduh dari terik matahari di siang hari dan dingin angin malam di malam hari, sebagian ada menggunakan atap serdang dan rumbia, namun dinding terbuka dan hanya beralas kayu.

Tradisi nomaden dan ketergantungan pada hutan salah satu tradisi unik Orang Rimba adalah tradisi belangun dan bemalom. Istilah belangun merupakan adat Orang Rimba berupa perpindahan tempat tinggal sebab ada kematian anggota satu kelompok masyarakat Orang Rimba. Tujuannya adalah agar orang yang ditinggal tidak berlarut dalam kesedihan dan pergi dari kesialan. Bemalom (merantau) adalah kegiatan berpindah, meramu, dan berburu Orang Rimba untuk memperoleh persedian bahan makanan sebelum masa panen ladang dengan menginap sementara di hutan tempat meramu dan berburu. Bemalom diisyaratkan mendirikan sudung untuk tempat istirahat dan berlindung.

Bioekologi Pandan

Bioekologi merupakan kajian ilmu mengenai keterkaitan tumbuhan terhadap faktor pendukung mencakup komponen biotik dan abiotik dalam komunitas. Faktor biotik meliputi komposisi floristik yang dapat mengukur tingkat keanekaragaman spesies vegetasi. Sementara faktor abiotik meliputi habitat fisik dan kimia yang mendukung tempat tumbuh seperti karakteristik tanah dan hara terkandung penentu kualitas habitat.

Penelitian bioekologi pandan di kawasan TNBD belum pernah dilakukan, padahal ini sangat penting mengingat peran pandan sebagai tumbuhan dimanfaatkan Orang Rimba di kawasan tersebut. Spesies pandan digunakan sehari-hari sebagai bahan baku membuat kerajinan dan ritual keagamaan. Apabila keberadaan pandan punah akan mengakibatkan kestabilan ekosistem di TNBD terganggu yang berdampak pada hilangnya spesies tersebut. Selanjutnya Orang


(39)

23 Rimba tidak lagi membuat kerajinan yang menunjang perekonomian dan mempertahankan kearifan tradisional mereka. Oleh karena itu perlu upaya konservasi pandan. Inventarisasi dan analisis status keanekaragaman hayati menjadi langkah awal membangun landasan memformulasi strategi konservasi tersebut.

Komposisi Floristik pada Habitat Pandan di TNBD

Komposisi spesies tumbuhan suatu ekosistem diartikan sebagai variasi flora disajikan pada daftar floristik tumbuhan penyusun komunitas (Soerianegara & Indrawan 2005). Daftar floristik berguna dalam analisis sebagai salah satu parameter mengetahui keanekaragaman tumbuhan (species diversity) suatu komunitas.

Hasil eksplorasi dijumpai enam spesies pandan (Pandanaceae) terbagi dua genus berbeda yaitu Benstonea dan Pandanus. Genus Benstonea terdiri atas B. atrocarpa (Griff.) Callm. & Buerki dan B. kurzii (Merr.) Callm. & Buerki. Sementara Pandanus terdiri atas P. labyrinthicus Kurz ex. Miq, P. immersus Ridl., P. furcatus Roxb. dan P. amaryllifolius Roxb. Spesies pandan tersebut dijumpai tersebar pada beberapa ketinggian dengan kondisi tempat tumbuh hampir seragam.

Indeks nilai penting (important value index) merupakan parameter kuantitatif untuk menyatakan tingkat penguasaan atau pentingnya peran spesies dalam vegetasi suatu ekosistem. Apabila INP spesies bernilai tinggi dibanding spesies lain di dalam suatu ekosistem, maka keberadaan spesies ini sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut. Hal ini karena mungkin akibat kerapatan tinggi atau penyebaran merata atau penguasaan basal area lebih luas atau kombinasi dari kedua atau ketiganya (Soerianegara dan Indrawan 2005; Indriyanto 2006; Fachrul 2007). Indeks nilai penting pada kawasan ini memberi gambaran tentang jenis yang mendominasi dan kerapatan tumbuhan pada vegetasi pandan di TNBD. Kerapatan jumlah individu tumbuhan pada masing-masing strata disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Total jumlah individu dari semua spesies tumbuhan pada tiap strata pengamatan di TNBD

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

semai pancang tiang pohon

61143 6286 1049 313 K era p a ta n ( in d /h a ) Strata pertumbuhan


(40)

24

Kelimpahan spesies pandan pada strata cenderung dominan pada strata pancang dibanding strata semai dengan dibuktikan banyaknya individu yang ditemukan pada strata tersebut. Keseluruhan populasi dilihat dari jumlah individu per hektar. Hasil analisis vegetasi (Gambar 5) menunjukkan proporsi jumlah individu pada tiap strata. Strata semai menggambarkan kerapatan jumlah individu tertinggi, sedangkan strata yang semakin dewasa memperlihatkan kecenderungan jumlah individu semakin menurun dengan strata pohon merupakan proporsi terendah. Fachrul (2007) menjelaskan bahwa indeks kerapatan memberikan gambaran suatu komposisi spesies dalam komunitas. Bila dihubungkan dengan pendapat Crow et al. (1994), dominansi yang dikemukakan merupakan tipe keanekaragaman dicirikan oleh distribusi horisontal dan ukuran tumbuhan. Selain itu dominansi suatu spesies pada tiap tingkatan vegetasi memberi petunjuk daya survival suatu spesies dalam komunitas hutan. Spesies selalu dominan pada tiap tingkatan dikatakan memiliki daya survival tinggi.

Komposisi Floristik Strata Semai pada Habitat Pandan

Komposisi spesies strata semai dengan famili terbanyak di TNBD terdiri 44 famili dari 106 spesies. Pada strata semai ditemukan famili Arecaceae lebih banyak terdiri 23 spesies. Selanjutnya daftar tersebut diikuti famili Dipterocarpaceae dengan 10 spesies, disusul famili Burseraceae dan Pandanaceae masing-masing 5 spesies. Kemudian diikuti famili Lauracecae, Leguminosae, dan Melastomaceae masing-masing 4 spesies dan seterusnya. Daftar 10 spesies tumbuhan dengan INP tertinggi disajikan pada Tabel 12. Data INP tumbuhan bawah dan fase semai selengkapnya disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Tabel 12 Sepuluh spesies tumbuhan strata semai dengan INP tertinggi

No Nama lokal Nama ilmiah Famili K

(ind/ha) KR

(%) F

FR (%)

INP (%) 1 Balam merah Palaquium gutta Sapotaceae 31.43 8.13 0.35 6.4 14.53 2 Mempisang Mezzetiopsis sp Annonaceae 14.29 3.70 0.15 2.75 6.45 3 Kayu pisang Garcinia sp2 Clusiaceae 13.58 3.52 0.15 2.75 6.27 4 Kedundung Santiria dacryodifolia Burseraceae 7.86 2.04 0.23 4.21 6.25 5 Beyung Canarium pilosum Burseraceae 14.29 3.70 0.12 2.2 5.90 6 Pandan gegas Benstonea kurzii Pandanaceae 14.29 3.70 0.12 2.2 5.90 7 Balik angin Homalanthus populneus Euphorbiaceae 13.58 3.52 0.12 2.2 5.72 8 Kabau Achidendron bubalinum Leguminosae 13.58 3.52 0.12 2.2 5.72 9 Simpur jangkang Dillenia eximia Dilleniaceae 13.58 3.52 0.12 2.2 5.72 10 Medang Litsea firma Lauraceae 9.29 2.41 0.18 3.3 5.71

Tabel 12 menunjukkan spesies Palaquium gutta memiliki INP tertinggi 14.53% kemudian disusul Mezetiopsis sp dengan nilai INP 6.45%. Kedua spesies ini menggambarkan kemampuan adaptasi terbaik pada fase ini, baik segi kerapatan maupun penyebaran. Hal ini didukung kemampuan fekunditas (jumlah keturunan dihasilkan) dari keduanya sangat tinggi, dimana berdasar hasil observasi ditemukan jumlah semai sangat melimpah terutama dibawah tegakan


(41)

25 induk, termasuk strata pohon tergolong famili Dipterocarpacae dan Lauraceae. Pada strata ini ditemukan juga spesies Benstonea kurzii dengan nilai INP 5.9%.

Komposisi Floristik Strata Pancang pada Habitat Pandan

Komposisi spesies strata pancang dengan famili terbanyak di TNBD terdiri 40 famili dari 95 spesies. Pada strata ini memperlihatkan famili Arecaceae lebih banyak terdiri 23 spesies. Selanjutnya daftar tersebut diikuti famili Pandanaceae, Lauraceae, dan Rubiaceae masing-masing 5 spesies, disusul famili Euphorbiaceae 4 spesies dan seterusnya. Daftar 10 spesies tumbuhan dengan INP tertinggi disajikan pada Tabel 13. Data INP tumbuhan strata pancang selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 13 Sepuluh spesies tumbuhan strata pancang dengan INP tertinggi

No Nama lokal Nama ilmiah Famili K

(ind/ha) KR

(%) F

FR (%)

INP (%) 1 Pandan gegas Benstonea kurzii Pandanaceae 35.00 8.90 0.20 2.98 11.88 2 Mengkuang sabut Benstonea atrocarpa Pandanaceae 29.29 7.45 0.15 2.24 9.69 3 Kayu kasai Pometia pinnata Sapindaceae 17.86 4.55 0.26 3.87 8.42 4 Mengkuang tikus Pandanus labyrinthicus Pandanaceae 22.86 5.82 0.12 1.79 7.61 5 Kayu arang Diospyros buxifolia Ebenaceae 16.43 4.18 0.20 2.98 7.16 6 Mengkuang ladang Pandanus furcatus Pandanaceae 18.58 4.73 0.15 2.24 6.97 7 Rotan cikoi Daemonorops geniculata Arecaceae 10.00 2.55 0.23 3.43 5.98 8 Rotan sego putih Calamus caesius Arecaceae 7.86 2.00 0.26 3.87 5.87 9 Rumbas tapo Pandanus immersus Pandanaceae 14.29 3.64 0.09 1.34 4.98 10 Rotan udang/siuh Korthalsia echinometra Arecaceae 10.00 2.55 0.15 2.24 4.79

Pada strata ini di dominasi oleh 5 spesies pandan (Tabel 13) dimanfaatkan Orang Rimba sebagai bahan baku pembuatan anyaman tikar, sumpit, dan ritual tradisional. Jenis B. kurzii merupakan tumbuhan INP tertinggi (11.88%) pada strata pancang, kemudian B. atrocarpa dengan INP (9.69%), Pometia pinnata dengan INP (8.42%), P. labyrinthicus dengan INP (7.61%).

Jenis B. kurzii dan B. atrocarpa tergolong famili Pandanaceae memiliki selisih INP tidak begitu besar. Hasil observasi lapang, spesies ini hidup berkelompok dan kebanyakan tumbuh di daerah perairan dan rawa berlumpur di hutan TNBD, namun letak lokasi spesies pandan lain sangat jauh dan sudah masuk ke zona inti. Pada strata ini spesies Pometia pinnata memiliki kemampuan adaptasi lebih baik dibanding spesies lain, diduga pada strata ini spesies tersebut masih mampu berkompetisi terhadap spesies lain. Selain itu sebaran cukup tinggi dimungkinkan karena buah spesies P. pinnata disukai burung sehingga sangat membantu penyebaran lebih jauh dan merata.

Komposisi Floristik Strata Tiang pada Habitat Pandan

Komposisi spesies strata tiang dengan famili terbanyak di TNBD terdiri 22 famili dari 83 spesies. Pada strata ini memperlihatkan famili Dipterocarpaceae lebih banyak terdiri 14 spesies, selanjutnya daftar tersebut diikuti famili Lauraceae terdiri 13 spesies, kemudian diikuti famili Anacardiaceae dan Clusiaceae masing-masing 6 spesies. Pada daftar tersebut famili pandan absen.


(42)

26

Daftar 10 spesies tumbuhan dengan INP tertinggi disajikan pada Tabel 14. Data INP tumbuhan strata tiang selengkapnya disajikan pada Lampiran 4.

.

Tabel 14 Sepuluh spesies tumbuhan strata tiang dengan INP tertinggi

No Nama

lokal Nama Ilmiah Famili

K (ind/ha)

KR

(%) F

FR (%)

D (m2/ha)

DR (%)

INP (%) 1 Balam

merah

Palaquium gutta Sapotaceae 20.00 7.62 0.35 4.98 0.10 4.26 16.86

2 Asam-asam Garcinia atroviridis Clusiaceae 12.15 4.63 0.38 5.40 0.07 2.98 13.01 3 Buah bunto Garcinia sp Clusiaceae 7.86 3.00 0.26 3.70 0.10 4.26 10.96 4 Mempening Quercus lucida Fagaceae 10.00 3.81 0.26 3.70 0.07 2.98 10.49 5 Medang Litsea sp1 Lauraceae 11.43 4.36 0.29 4.12 0.04 1.71 10.19 6 Bengkal

timah

Koordersiodendron pinnatum

Anacardiaceae 8.58 3.27 0.2 2.85 0.05 2.13 8.25

7 Kedundung Santiria dacryodifolia Burseraceae 8.58 3.27 0.20 2.85 0.05 2.13 8.25 8 Mahang Macaranga kingii Eurphobiaceae 9.29 3.54 0.15 2.14 0.06 2.56 8.24 9 Terap Artocarpus elasticus Moraceae 7.86 3.00 0.15 2.14 0.03 1.28 6.42 10 Merpayang Scaphium

macropadum

Malvaceae 7.86 3.00 0.09 1.28 0.04 1.71 5.99

Pada strata tiang spesies Palaquium gutta dengan INP (16.86%), Garcinia atroviridis dengan INP (13.01%), kemudian diikuti Garcinia sp dengan INP (10.96%), lalu Quercus lucida dengan INP (10.49%), Litsea sp1 dengan INP (10.19%), dan seterusnya. Terlihat bahwa spesies P. gutta mendominasi tingkatan ini diikuti spesies G. atroviridis dan Garcinia sp.

Diduga Palaquium gutta memiliki kemampuan adaptasi cukup baik, sehingga spesies ini lebih banyak ditemukan dikawasan pada strata tiang dengan selisih INP tinggi karena kemampuan spesies ini beradaptasi lebih baik di lingkungan basah dan berkelembaban tinggi. Spesies mempunyai INP tinggi dan sangat tinggi tersebut di atas dalam ekologi tumbuhan dikenal sebagai spesies istimewa (exclusive) terkait nilai kuantitatif baik frekuensi, kerapatan, atau dominansi.

Komposisi Floristik Strata Pohon pada Habitat Pandan

Komposisi spesies strata pohon dengan famili terbanyak di TNBD terdiri 33 famili dari 108 spesies. Pada strata ini memperlihatkan famili Anacardiaceae memiliki lebih banyak spesies terdiri dari 14 spesies. Selanjutnya daftar tersebut diikuti famili Lauraceae dan Dipterocarpaceae masing-masing 12 spesies dan seterusnya. Pada daftar tersebut famili pandan absen.

Famili Arecaceae lebih banyak spesies terdiri 23 spesies. Selanjutnya daftar tersebut diikuti famili Pandanaceae, Lauraceae, dan Rubiaceae masing-masing 5 spesies, disusul famili Euphorbiaceae 4 spesies dan seterusnya. Pada daftar tersebut famili pandan absen. Daftar 10 spesies tumbuhan dengan INP tertinggi disajikan pada Tabel 15. Data INP tumbuhan strata pohon selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.


(1)

No. Nama lokal Nama ilmiah Kegunaan Nilai kualitas (q) Nilai intensitas (i) Nilai eksklusivitas (e) ICS

1 Pandan harum Pandanus amaryllifolius

- Pewarna hijau alami dan pewangi makanan 4 4 1 16

-Air rebusan daun bermanfaat sebagai obat demam dan sakit perut 3 3 1 9

-Digunakan dalam ritual belangun (kematian) 2 3 2 12

Total 37

2 Mengkuang tikus

Pandanus labyrinthicus

-Bahan untuk membuat anyaman tikar dan sumpit (tempat menyimpan rokok/tembakau)

3 4 1 12

-Bahan digunakan dalam ritual pernikahan dan memanggil dewa 2 3 2 12

Total 24

3 Pandan gegas Benstonea kurzii

-Bahan untuk membuat atap dan dinding rumah/pondok 3 4 2 24

Total 24

4 Mengkuang sabut

Benstonea atrocarpa

-Bahan untuk membuat anyaman tikar dan sumpit (tempat menyimpan rokok/tembakau)

3 3 1 9

-Bahan untuk ritual adat kiding yaitu “menjemput padi” (kegiatan sebelum dimulainya masa tanam di lahan perkebunan dan pertanian)

2 3 2 12

Total 21

5 Mengkuang ladang

Pandanus furcatus

-Bahan untuk membuat anyaman tikar dan sumpit (tempat menyimpan rokok/tembakau)

3 4 1 12

Total 12

6 Rumbas tapo Pandanus immersus

-Bahan untuk membuat anyaman tikar dan sumpit (tempat menyimpan rokok/tembakau)

3 4 1 12

Total 12


(2)

Wawancara dengan Tumenggung Tarib

Wawancara dengan Tumenggung Nyuling

Wawancara dengan Tumenggung Betaring

Eksplorasi pandan di TNBD


(3)

Lampiran 10 (lanjutan)

Kondisi hutan di lokasi penelitian

Populasi Benstonea kurzii di lapang

Daun Benstonea kurzii (Pandan gegas)

Atap rumah terbuat dari Pandan gegas

Mengkuang sabut (Benstonea atrocarpa)


(4)

Mengkuang ladang (Pandanus furcatus)

Mengkuang tikus (Pandanus labyrinthicus)


(5)

Lampiran 10 (lanjutan)

Sumpit (tempat menyimpan rokok dan tembakau)

Tikar pandan hasil anyaman Orang Rimba


(6)

Selama mengikuti program S-2 penulis menghasilkan karya ilmiah berjudul ‘Etnobotani Pandan (Pandanaceae) di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi’ yang diterbitkan oleh Jurnal Berita Biologi LIPI edisi Agustus 2015. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis pernah mengikuti International Seminar Ecosystem Restoration in the Tropics: Lessons and Best Practices pada tanggal 28 November 2013 dan 3rd

International Conference of Indonesia Forestry Research pada tanggal 21 dan 22 Oktober 2015.

Untuk menyelesaikan tugas sebagai syarat meraih gelar Magister Sains, penulis melaksanakan penelitian berjudul “Bioekologi dan Etnobotani Pandan (Pandanaceae) oleh Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi” dibimbing oleh Dr. Ir. Muhadiono, MSc dan Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS.