Pengembangan Metode Garis Intersek Untuk Penilaian Kayu Sisa Penebangan Di Hutan Tanaman Jati

PENGEMBANGAN METODE GARIS INTERSEK UNTUK
PENILAIAN KAYU SISA PENEBANGAN DI HUTAN
TANAMAN JATI

SARAH ANDINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Metode
Garis Intersek untuk Penilaian Kayu Sisa Penebangan di Hutan Tanaman Jati adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Sarah Andini
NIM E151140191

RINGKASAN
SARAH ANDINI. Pengembangan Metode Garis Intersek untuk Penilaian Kayu
Sisa Penebangan di Hutan Tanaman Jati. Dibimbing oleh AHMAD BUDIAMAN
dan MUHDIN.
Inventarisasi kayu sisa penebangan merupakan salah satu kegiatan penting
untuk menjamin kelestarian pengelolaan hutan. Selain untuk mengetahui efisiensi
kegiatan pemanenan, kegiatan ini dapat digunakan untuk pemantauan kebakaran
hutan, pemantauan ekosistem hutan, dan penilaian jasa ekosistem hutan. Meskipun
demikian, Perum Perhutani sebagai satu-satunya pengelola hutan jati yang
berbadan usaha belum melaksanakan inventarisasi ini dalam kegiatan
pengelolaannya.
Line intersect method (LIM) muncul sebagai metode sampling yang efektif
dan efisien sumberdaya. Sementara itu, pengembangan metode ini di Indonesia
masih kurang. Metode yang selama ini digunakan adalah metode whole tree.
Padahal LIM memiliki potensi untuk digunakan sebagai metode pengawasan

kegiatan penebangan dan penilaian setelah penebangan (post harvesting
assessment). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan performa
dari LIM jika digunakan untuk menduga kayu sisa penebangan. Performa LIM
dinilai berdasarkan tiga kriteria, yaitu bias, presisi, dan akurasi. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk menyediakan desain plot LIM terbaik untuk
inventarisasi kayu sisa penebangan di hutan jati.
Alternatif desain LIM dibuat berdasarkan kemudahan pembuatannya di
lapangan. Garis intersek LIM dibuat di dalam plot tetap berbentuk lingkaran dan
persegi. Hasil pengukuran kayu sisa penebangan secara sensus di dalam plot tetap
digunakan sebagai validator hasil pendugaan volume total kayu sisa dari setiap
alternatif desain LIM. Terdapat tiga skema utama dalam pembuatan alternatif
desain LIM, yaitu hanya memerlukan satu garis intersek, dua garis intersek, dan
tiga garis intersek. Dengan demikian, terdapat 26 alternatif desain LIM yang terdiri
atas 13 alternatif desain LIM di dalam plot lingkaran dan 13 alternatif desain LIM
di dalam plot persegi.
Hasil evaluasi performa dari ke-26 alternatif desain menunjukkan bahwa
secara umum volume total kayu sisa penebangan menggunakan LIM berbias dan
cenderung overestimate. Meskipun demikian, alternatif desain LIM yang memiliki
akurasi tinggi di dalam menduga volume total kayu sisa penebangan di hutan
tanaman jati KU VII KPH Saradan adalah L9 dan P9. Kedua desain alternatif ini

memerlukan dua garis intersek di dalam plot tetap untuk menduga total volume
kayu sisa secara akurat. Alternatif desain P9 memiliki akurasi yang lebih tinggi dan
praktis dibandingkan L9 jika diterapkan di lapangan.
Kata kunci: desain, hutan tanaman jati, kayu sisa penebangan, line intersect method

SUMMARY
SARAH ANDINI. Development of Line Intersect Method for Logging Residue
Assessment of Teak Plantation. Supervised by AHMAD BUDIAMAN and
MUHDIN.
Logging residue inventory has important role to ensure sustainable forest
management. This inventory could gave information about forest harvesting
efficiency, forest fire and forest ecosystem monitoring, also forest ecosystem
service assessment. Nevertheless, Perum Perhutani as the only state-owned teak
forest manager has not conduct this inventory yet in their forest management.
Line intersect method (LIM) emerged as one of effective and efficient postharvesting assessment methods. LIM was widely used to estimate logging residue
of plantation forest in temperate zone. This method has not been used in tropical
forest plantations, including teak forests. Even though, LIM was potential to be
developed as a method to assess post harvesting activity. Therefore, the objective
of this research was to explain the performance of LIM in field. The evaluation of
LIM’s performance was based on its bias, precision, and accuracy. This research

also provide the best LIM’s design for logging residue inventory on teak forest.
The LIM’s design alternatives were based on the ease of its manufacturing in
the field. The lines were made in circular and squared plot. The total residual log in
those plot were used as validator of LIM’s predicted residual log volume. There
were three big scheme designs in this research. First, one line intersect needed for
predict the total volume of logging residue. Second, two lines intersect and last three
lines intersect needed to predict it. Thus, there were 26 developed LIM’s design
consist of 13 designs developed with circular plot and 13 designs with rectangular
plot.
The result showed that developed LIM designs produced bias and tend to
overestimate on predicting total volume of logging residue. L3 and P3 have lower
bias, higher precision and accuracy than the others. Nevertheless, there were two
designs resulted high precision on predicting it, namely L9 and P9. Both of them
needed two lines intersect to resulted high accuracy in its prediction. However, P9
has higher accuracy and more practice to apply in estimating logging residue in teak
plantations.
Key words: design, line intersect method, logging residue, teak plantation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN METODE GARIS INTERSEK UNTUK
PENILAIAN KAYU SISA PENEBANGAN DI HUTAN
TANAMAN JATI

SARAH ANDINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :

Dr Ir Teddy Rusolono, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah
penilaian pascatebangan, dengan judul Pengembangan Metode Garis Intersek untuk
Penilaian Kayu Sisa Penebangan di Hutan Tanaman Jati.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ahmad Budiaman dan Bapak
Dr Muhdin selaku pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr
Gunawan Santosa yang telah membantu dalam perizinan penelitian. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Amas Wijaya selaku Adm KPH
Saradan, Divisi Regional II Jawa Timur serta Bapak Agus dan Bapak Lamianto
beserta staf yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima

kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya. Selain itu, penulis juga ingin mengungkapkan terima
kasih kepada rekan satu penelitian Septi Muflikhatul Barokah, teman-teman divisi
Pemanfaatan Sumberdaya Hutan dan teman-teman IPH 2014 atas kerjasama,
semangat dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2017
Sarah Andini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
3

2 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Analisis Data

3
3
3

3
7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Volume Kayu Bulat Sisa Penebangan pada Berbagai Alternatif LIM
Performa Alternatif Desain LIM

10
10
14

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

19
19
19

DAFTAR PUSTAKA


21

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Perbandingan kriteria kayu sisa pada berbagai penelitian yang
telah dilakukan
2 Panjang garis dan jarak antar garis intersek pada masing-masing
alternatif desain LIM
3 Persamaan konstanta k untuk beberapa unit panjang, volume, dan
berat pada LISa
4 Koefisien (slope) hubungan hasil dugaan dengan nilai aktual kayu
sisa penebangan pada selang kepercayaan 95%

5 Performa berbagai alternatif desain LIM berdasarkan nilai total
MSE

2
6
8
15
18

DAFTAR GAMBAR
1 Susunan garis intersek di dalam plot lingkaran yaitu g1, g2, g2′, g3,
g3′, g4, dan g4′
2 Susunan garis intersek di dalam plot persegi yaitu g1, g2, g2′, g3,
g3′, g4, dan g4′
3 Ilustrasi garis intersek yang mengenai batang kayu sisa dan
diameter yang diukur
4 Persentase kayu bulat sisa penebangan pada berbagai unit
pengamatan berdasarkan kelas diameternya
5 Volume rata-rata kayu bulat sisa penebangan pada plot dan
alternatif desain LIM lingkaran (a) dan persegi (b)
6 Kerapatan kayu sisa penebangan pada setiap alternatif garis
intersek plot lingkaran (a) dan plot persegi (b)
7 Nilai keragaman contoh dan keofisien keragaman contoh pada
setiap alternatif desain LIM lingkaran (a) dan persegi (b)

5
5
7
11
12
14
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sebaran titik tengah plot contoh pada anak petak 6A
2 Volume kayu sisa penebangan berdasarkan pengukuran pada plot
tetap dan LIM

27
28

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pengelolaan
hutan lestari. Kegiatan inventarisasi hutan tidak hanya mencakup inventarisasi
pohon, tetapi termasuk juga kayu sisa penebangan. Kayu sisa penebangan
merupakan bagian dari hasil kegiatan silvikultur, sehingga perlu dilakukan
inventarisasi. Informasi potensi kayu sisa penebangan dapat digunakan untuk bahan
pengambilan keputusan pengelolan hutan, antara lain untuk keperluan manajemen
sumber energi atau kayu bakar (Waren dan Olsen 1964; van Wagner 1968; Brown
1971), pendugaan efektivitas kegiatan pemanenan hutan (Budiaman dan
Komalasari 2012; Matangaran dan Anggoro 2012), pemanfaatan kayu sisa (NùñezRegueira et al. 1999; USDA 2005), pemantauan ekosistem hutan (Gunnarson et al.
2004; Helmisaari 2011), dan penilaian jasa ekosistem hutan (Börjesson 2000;
Sikkink dan Keane 2008; Woodall et al. 2008). Oleh karena itu, kegiatan
inventarisasi kayu sisa penebangan perlu dilakukan secara tepat agar diperoleh
informasi yang akurat untuk mendukung pengelolaan hutan yang lestari.
Perum Perhutani merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang diberi tugas untuk mengelola hutan produksi di hutan negara yang
berada di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Provinsi Banten
(Presiden RI 2010). Hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani sebagian
besar (50.65%) merupakan kelas perusahaan jati (Perum Perhutani 2014). Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan merupakan salah satu KPH di Provinsi Jawa
Timur dengan kelas perusahaan jati seluas 3.06% dari hutan produksi jati yang
dikelola oleh Perum Perhutani (Perum Perhutani 2011).
Perum Perhutani menerapkan sistem silvikultur tebang habis dengan
permudaan buatan pada pengelolaan hutan produksi jati. Karena itu, sistem
pemanenan yang diterapkan adalah pemanenan tebang habis. Pengawasan kegiatan
penebangan dan penilaian setelah penebangan (post harvesting assessment)
diperlukan untuk menjamin kelestarian pengelolaan hutan. Inventarisasi kayu sisa
penebangan merupakan salah satu kegiatan post harvesting. Meskipun demikian,
kegiatan ini belum diterapkan oleh Perum Perhutani (Perum Perhutani 2008).
Inventarisasi kayu sisa penebangan dapat dilakukan dengan metode sampling.
Metode sampling yang biasa digunakan dalam inventarisasi kayu sisa penebangan
adalah fixed-area sampling dan line intersect sampling (LIS). Dari kedua metode
tersebut, LIS merupakan metode yang dikembangkan dengan tujuan efisiensi waktu
dan biaya (Waren dan Olsen 1964; Bailey 1970). Metode LIS dikembangkan
berdasarkan teori probabilitas Buffon’s needle problem pada tahun 1777.
Kemudian, Warren dan Olsen (1964) mengembangkannya di bidang kehutanan
untuk penilaian limbah penebangan. Pada saat itu, LIS dideskripsikan sebagai
teknik yang digunakan untuk menduga volume kayu sisa secara cepat pada hutan
yang dipanen secara tebang habis. Van Wagner (1968) kemudian
mengembangkannya sebagai sebuah metodologi yang dimanfaatkan dalam proteksi
kebakaran hutan dan dikenal dengan istilah line intersect method (LIM). LIM
mudah dipraktikkan di lapangan karena pendugaan volume kayu sisa cukup dengan
mengukur diameter kayu dalam LIM (van Wagner 1968; Bailey 1970; Brown

2
1971). LIM juga memberikan hasil yang tidak berbias jika digunakan untuk
menduga volume kayu sisa total pada suatu area (van Wagner 1968; Martin 1976;
Kaiser 1983). Pada saat ini, LIM tidak hanya digunakan untuk menduga kayu sisa
penebangan saja tetapi juga digunakan untuk menduga biomasa terutama
necromass/coarse woody debris (Ringvall dan Ståhl 1999; Marshall et al. 2000;
Bate et al. 2004; Behjou dan Mollabashi 2013).
Penelitian dan publikasi ilmiah mengenai LIM untuk menduga sisa kayu
penebangan telah banyak dilakukan dan dikembangkan. Penelitian-penelitian
tersebut umumnya dikembangkan pada tegakan hutan pinus di kawasan temperate
(Tabel 1). LIM pertama kali digunakan pada kawasan hutan tropis pada tahun 1999
di Malaysia (Forestry Department of Peninsular Malaysia 1999). Di Indonesia,
penelitian dan publikasi ilmiah mengenai LIM belum banyak dilakukan. Pendugaan
volume kayu sisa penebangan di hutan tanaman jati Indonesia masih menggunakan
metode pohon penuh atau whole tree method (Budiaman dan Komalasari 2012;
Matangaran dan Anggoro 2012; Budiaman et al. 2014). Kriteria kayu sisa pada
penelitian dengan metode pohon penuh memiliki diameter ≥ 4 cm, padahal kriteria
kayu sisa hutan jati di Indonesia berdiameter < 4 cm (BSN 2011). Oleh karena itu,
penelitian tentang LIM untuk menduga kayu sisa penebangan di Indonesia memiliki
peluang untuk dikembangkan, terutama dalam rangka post harvest assessment.
Tabel 1 Perbandingan kriteria kayu sisa pada berbagai penelitian yang telah
dilakukan
Lokasi
penelitian

Jenis
tegakan

Selandia
Baru
Kanada

Pinus

Amerika

Pinus
Oak dan
non-oak
(hardwood)
Pinus

Pinus

Pinus

Diameter kayu
sisa (cm)
SEDa
LEDb



Metode
LIM

Sumber
Waren dan Olsen 1964; Kaiser
1983; Bell et al. 1996
van Wagner 1968; Bailey 1970





LIM

 10.16
 10.16




LIM

 8.89
(tanpa
kulit)
 7.6
(tanpa
kulit)
2–47



Howard 1978



Howard dan Setzer 1989

15–74
≥ 10

Malaysia

Hutan alam

Indonesia

Jati

≥4



Indonesia

Hutan alam

≥30



LIM
Whole
tree

Howard dan Ward 1972
Martin 1976

Bate et al. 2009
Forestry Department of
Peninsular Malaysia 1999
Budiaman dan Komalasari 2012;
Matangaran dan Anggoro 2012;
Budiaman et al. 2014
Matangaran et al. 2013

Whole
tree
a
SED: Small End Diameter yaitu diameter ujung kayu yang memiliki diameter lebih kecil,
b
LED: Large End Diameter yaitu diameter ujung kayu yang memiliki diameter lebih besar

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan LIM sebagai metode
penilaian kayu sisa penebangan dengan mengevaluasi performanya di lapangan dan
menyediakan desain LIM terbaik untuk inventarisasi kayu sisa penebangan di hutan
tanaman jati.

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret–April 2016 di anak petak 6A KPH
Saradan, Divisi Regional II Jawa Timur, Perum Perhutani. Anak petak 6A memiliki
kerapatan tegakan jati dengan kelas umur (KU) VIII (tahun tanam 1936) sebesar 62
pohon ha-1. Selain itu, anak petak 6A memiliki kemampuan tempat tumbuh (bonita)
4 dan kemiringan lapangan sekitar 0–10%. Bentuk tebangan di dalam petak 6A
adalah tebang habis (A).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain peta rencana petak tebang, milimeter blok,
petak bekas tebangan, cat warna, dan ajir. Alat yang digunakan pada penelitian ini
antara lain Global Positioning System (GPS), pita ukur, tambang, clinometer. Data
diolah menggunakan software Microsoft Excel 2013, Minitab 16, dan ArcGIS 10.1.
Prosedur Penelitian
Batasan Kayu Sisa Penebangan
Kayu sisa penebangan pada penelitian ini didefinisikan sebagai kayu bulat
yang tidak dimanfaatkan oleh perusahaan (Perum Perhutani). Kayu sisa
penebangan ini merupakan kayu sisa yang masih tertinggal di petak tebang setelah
kegiatan penyaradan selesai dilakukan. Diameter kayu bulat sisa terkecil penelitian
ini dibatasi pada diameter sebesar 2 cm (Bate et al. 2009).
Desain dan Jumlah Plot Contoh
Desain plot contoh pada penelitian ini mengadopsi konsep sub-sampling.
Garis intersek sebagai unit pengamatan pada LIM dibuat di dalam plot. Bentuk plot
yang digunakan terdiri atas plot lingkaran dan plot persegi. Plot berbentuk lingkaran
dan plot persegi dipilih karena kedua bentuk plot ini biasa digunakan dalam
inventarisasi hutan (Keeley dan Fotheringham 2005; Kemenhut 2007). Luas plot
yang digunakan sebesar 0.1 ha, ditentukan berdasarkan pedoman Inventarisasi
Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) di Indonesia. Oleh karena itu, plot lingkaran
memiliki jari-jari 17.8 m dan plot persegi memiliki sisi 31.6 m.

4
Jumlah plot contoh ditentukan berdasarkan luasan petak tebang dengan
intensitas sampling yang digunakan sebesar 12.5%. Intesitas sampling ini
digunakan berdasarkan pertimbangan kondisi cuaca di areal tebangan yang sering
terjadi hujan. Luas areal tebangan anak petak 6A sebesar 10.3 ha, sehingga luasan
sampling yang dibutuhkan sebesar 1.03 ha. Dengan luas plot contoh 0.1 ha, jumlah
plot contoh yang dibutuhkan sebanyak 13 plot. Plot contoh diletakkan secara acak
mengikuti pelaksanaan kegiatan penebangan di anak petak 6A. Jarak minimum
antar titik tengah plot sekitar 37 m agar tidak terjadi tumpang tindih plot contoh.
Sebaran plot contoh pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Alternatif desain yang dikembangkan dalam penelitian ini sebanyak 26
alternatif, yaitu 13 alternatif dari LIM di dalam plot lingkaran dan 13 alternatif di
dalam plot persegi. Ke-26 alternatif ini dikembangkan berdasarkan kemudahan
pembuatan susunan garis intersek yang terbentang di dalam plot. Terdapat tiga
skenario utama dalam yang dikembangkan untuk menganalisis performa LIM di
dalam menduga volume total kayu sisa di dalam suatu area. Skenario pertama
adalah satu garis intersek dengan panjang tertentu dan jarak tertentu yang
digunakan untuk menduga volume total kayu sisa. Skenario kedua adalah
memasangkan garis intersek yang membagi garis tengah plot. Skenario terakhir
adalah mengombinasikan tiga garis intersek. Kombinasi tiga garis intersek ini
memasangkan garis utama yang membagi dua plot sama luas dan garis intersek
pada skenario kedua.
Garis intersek pada LIM dibuat di dalam plot contoh. Banyaknya garis
intersek sebagai unit pengamatan pada LIM dibuat berdasarkan jarak tertentu. Jarak
tersebut ditentukan dengan membagi-bagi garis tengah plot. Pembagian garis
tengah plot ini dilakukan dengan mempertimbangkan kemudahan pembuatannya di
lapangan. Satu buah garis intersek (g1) diletakkan di tengah garis tengah plot. Garis
intersek tersebut membagi luasan plot menjadi dua dengan luasan yang sama. Garis
intersek yang kedua merupakan dua garis baru yaitu g2 (arah kiri titik tengah plot)
dan g2′ (arah kanan titik tengah plot) yang dibuat dengan membagi dua garis tengah
plot yang telah terbagi oleh g1. Selanjutnya, empat garis intersek baru dibuat dengan
membagi dua garis tengah yang tersisa, sehingga terbentuk g3, g3′, g4, dan g4′.
Ilustrasi pembuatan garis intersek di dalam plot dapat dilihat pada Gambar 1 dan
Gambar 2. Panjang garis intersek pada plot lingkaran adalah g1=35.6 m;
g2=g2′=30.8 m; g3=g3′=34.4 m; dan g4=g4′=23.6 m. Panjang garis intersek pada plot
persegi (g1, g2, g2′, g3, g3′, g4, dan g4′) sama, yaitu 31.6 m. Tabel 2 menyajikan
panjang garis intersek dan jarak antar garis intersek pada setiap desain LIM yang
diamati di lapangan secara ringkas.

5

4.5 m

g4′

g4
g2

g3

g1

g3′

g2′

Gambar 1 Susunan garis intersek di dalam plot lingkaran yaitu g1, g2, g2′, g3, g3′,
g4, dan g4′

3.95 m

g4

g2

g3

g1

g3′

g2′

g4′

Gambar 2 Susunan garis intersek di dalam plot persegi yaitu g1, g2, g2′, g3, g3′,
g4, dan g4′

6
Tabel 2 Panjang garis dan jarak antar garis intersek pada masing-masing
alternatif desain LIM
Desaina
L1
L2
L3
L4
L5
L6
L7
L8
L9
L10
L11
L12
L13
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
a

Garis
intersek
g1
g2
g2′
g3
g3′
g4
g4′
g2, g2′
g3, g3′
g4, g4′
g1, g2, g2′
g1, g3, g3′
g1, g4, g4′
g1
g2
g2′
g3
g3′
g4
g4′
g2, g2′
g3, g3′
g4, g4′
g1, g2, g2′
g1, g3, g3′
g1, g4, g4′

Jarak garis intersek dari
titik tengah plot (m)
0
8.9
8.9
4.5
4.5
13.5
13.5
8.9
4.5
13.5
8.9
4.5
13.5
0
7.9
7.9
3.95
3.95
11.85
11.85
7.9
3.95
11.85
7.9
3.95
11.85

Panjang intersek
(m)
35.6
30.8
30.8
34.4
34.4
23.6
23.6
61.6
68.8
47.2
97.2
104.4
82.8
31.6
31.6
31.6
31.6
31.6
31.6
31.6
63.2
63.2
63.2
94.8
94.8
94.8

L melambangkan desian LIM pada plot lingkaran dan P pada plot persegi

Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan
data primer. Data sekunder berupa peta dan karakteristik anak petak 6A. Data
primer berupa data yang dikumpulkan melalui inventarisasi kayu sisa. Inventarisasi
dilakukan terhadap kayu sisa yang ada di dalam plot contoh dan garis intersek. Data
kayu sisa yang berada di dalam plot contoh berupa diameter dan panjang.
Sementara itu, data kayu sisa yang berada pada garis intersek berupa diameter.
Inventarisasi Kayu Sisa Penebangan
Inventarsisasi kayu sisa dilakukan di dalam plot lingkaran, plot persegi, dan
garis intersek yang telah ditentukan. Metode inventarisasi kayu sisa yang pertama
dilakukan terhadap kayu sisa di dalam garis intersek. Metode inventarisasi yang
kedua dilakukan dengan mengukur semua kayu sisa yang terdapat dalam plot
contoh. Hasil dari pengukuran ini digunakan sebagai validasi atas pendugaan
volume kayu sisa menggunakan garis intersek. Data yang dicatat dalam
inventarisasi kayu sisa di dalam plot contoh terdiri atas diameter pangkal-ujung dan
cabang (jika ada) serta panjang kayu sisa. Data yang dicatat dalam inventarisasi
kayu sisa di dalam garis intersek adalah diameter kayu sisa yang tepat berada pada

7
garis intersek. Ilustrasi bagian diameter kayu sisa yang diukur disajikan pada
Gambar 3 (de Vries 1986). Satu kayu sisa diameternya memiliki peluang terukur
dua kali apabila garis intersek mengenai bagian kayu lainnya, misalnya kayu sisa
berbentuk lengkungan dan kayu sisa memiliki cabang seperti terlihat pada Gambar
3.

1

0

2

1

1

2

Gambar 3 Ilustrasi garis intersek yang mengenai batang kayu
sisa dan diameter yang diukur

Analisis Data
Pendugaan Volume Kayu Sisa
Volume total setiap batang kayu sisa yang ada di dalam plot persegi dan
lingkaran diduga berdasarkan persamaan Brereton:


V= .[
4

b+

] .p

[1]

Keterangan:
V = volume total kayu sisa (m3)
s = diameter ujung kayu (cm/100)
π = 3.14
p = panjang kayu (m)
b = diameter pangkal kayu (cm/100)
Jika kayu sisa memiliki cabang, maka volume total diduga dengan menghitung
volume kayu sisa pada setiap segmen kayu sisa. Pendugaan volume segmen kayu
sisa juga diduga menggunakan persamaan Brereton tersebut. Volume total kayu sisa
di dalam plot ini kemudian diolah dalam satuan luas sehingga dapat digunakan
untuk menduga total volume kayu sisa dalam satu petak.
Volume total kayu sisa per satuan luas berdasarkan diameter kayu sisa yang
berada pada garis intersek diduga menggunakan persamaan dasar berikut (van
Wagner 1968):
V=

�2
8

∑�

[2]

Keterangan:
V = volume kayu sisa per unit area
d = diameter kayu sisa pada garis intersek
L = total panjang garis intersek
Persamaan tersebut diturunkan menjadi (van Wagner 1982):
V=

k

∑�

[3]

8
Keterangan:
V = volume kayu sisa per unit area
k = persamaan konstanta (Tabel 3)
d = diameter kayu sisa pada garis intersek
L = total panjang garis intersek.
Tabel 3 Persamaan konstanta k untuk beberapa unit panjang, volume, dan berat
pada LISa
Kombinasi unit
k
b
c
d
L
Vd
We
cm
m
m3/m2

0.0001234
3
cm
m
m /ha

1.234
cm
m

kg/m2
0.1234
cm
m

t/ha
1.234
in
ft
ft3/ft2

0.008567
in
ft
ft3/ac

373.3
in
ft

lb/ft2
0.5348
in
ft

t/ac
11.65
a

Sumber: van Wagner 1982; bd: diameter; cL:total panjang garis intersek; dV: volume kayu sisa
per unit area; eW: berat kayu sisa per unit area

Performa Alternatif Desain LIM
Performa dari berbagai alternatif desain LIM dievaluasi berdasarkan tiga
kriteria, yaitu bias, presisi, dan akurasi hasil dugaan volume kayu sisa. Bias
menunjukkan adanya perbedaan hasil dugaan dari contoh terhadap nilai populasi
sebenarnya (Cochran 1977). Presisi merupakan keterulangan dan menunjukkan
kedekatan hasil pengukuran dengan nilai rata-ratanya, sedangkan akurasi
merupakan kombinasi antara bias dan presisi (van Laar dan Akça 2007). Oleh
karena itu, penentuan desain LIM terbaik didasarkan pada akurasi desain dalam
menduga volume kayu sisa sebenarnya.
Evaluasi adanya bias hasil volume dugaan dari setiap desain LIM dilakukan
dengan membuat persamaan regresi linier tanpa intersep (Bate et al. 2004).
Persamaan regresi dibuat dengan membandingkan setiap volume hasil sensus pada
plot (sumbu x) dan volume dugaan dari alternatif desain LIM (sumbu y). Regresi
dibuat dengan membuat konstanta intersep-y (b0) bernilai nol:
Yi = b1 Xi1 + ei
[4]
Yi merupakan peubah tak bebas, b1 parameter regresi, Xi1 peubah bebas, dan einilai
eror. Jika keragaman amatan di sekitar garis regresi bersifat normal, maka selang
kepercayaan bagi b1 adalah (Draper dan Smith 1966):
b ±

(α⁄2;dbs) .



Keterangan:
b1
= slope garis regresi
α
= taraf nyata (5%)
dbs = derajat bebas sisaan= n – 1; n adalah banyaknya contoh
s
= simpangan baku dugaan b1, akar dari kuadrat tengah sisaan (KTS)

[5]

9
=√



i−

n−

̂ 2

JKy = Jumlah kuadrat y = ∑ yi − �̅
dimana, yi adalah volume hasil dugaan ke-i dari alternatif desain LIM
y̅ adalah volume dugaan rata-rata dari alternatif desain LIM
Apabila nilai b1 berada pada selang kepercayaan dan bernilai satu (b1=1.0), maka
hal ini mengindikasikan bahwa volume hasil dugaan tidak memiliki bias. Sementara
itu, apabila b1>1.0 mengindikasikan bahwa volume hasil dugaan cenderung
overestimate terhadap nilai sebenarnya, sedangkan b1 8 cm

Gambar 4 Persentase kayu bulat sisa penebangan pada berbagai unit
pengamatan berdasarkan kelas diameternya
Karakteristik kayu sisa mempengaruhi hasil pendugaan volume total kayu
sisa penebangan menggunakan LIM. Gambar 5 menyajikan hasil pendugaan ratarata volume kayu sisa penebangan menggunakan alternatif desain LIM di dalam
plot lingkaran (a) dan plot persegi (b). Kedua gambar tersebut menunjukkan bahwa
pendugaan volume total kayu sisa menggunakan LIM cenderung lebih besar dari
nilai aktual (overestimate). Meskipun demikian, terdapat alternatif yang di dalam
pendugaannya menghasilkan nilai yang kurang dari nilai aktual (underestimate),
yaitu L3, L5, P3 dan P6.
Penelitian ini menghasilkan temuan yang sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bate et al. (2009), yaitu hasil pendugaan volume total kayu sisa
menggunakan LIM cenderung overestimate. Overestimate tersebut terjadi pada
kayu sisa yang memiliki diameter 50 cm. Sementara itu, diameter terbesar pada penelitian ini adalah 11
cm. Underestimate pada penelitian ini terjadi akibat kerapatan kayu sisa pada
keempat alternatif desain tersebut lebih rendah dibandingkan alternatif desain LIM
lainnya yang memiliki panjang garis intersek sama. Misalnya, alternatif L3 dan L2
memiliki panjang 30.8 m namun L3 memiliki kerapatan kayu sisa yang lebih besar
sehingga nilai dugaan yang tidak underestimate (Gambar 6). Sementara itu,
alternatif desain P6 meskipun memiliki panjang garis intersek dan kerapatan kayu
sisa yang sama dengan P7 menghasilkan simpangan yang berbeda. Kondisi ini
terjadi akibat kelas diameter kayu sisa pada alternatif desain P7 lebih besar
dibandingkan P6 (Gambar 6). Dengan demikian, kerapatan dan diameter kayu sisa
mempengaruhi adanya simpangan pada hasil pendugaan volume total kayu sisa
penebangan.
Alternatif desain LIM yang memiliki nilai simpangan paling rendah diantara
lainnya adalah L6 pada plot lingkaran dan P3 pada plot persegi. Alternatif L6
memiliki persen simpangan yang cenderung overestimate sebesar 3.95%. Alternatif
ini memiliki panjang intersek 23.6 m dan terletak 13.5 m ke arah Barat dari titik
tengah plot lingkaran. Alternatif desain L6 memiliki kerapatan kayu sisa sebesar
0.26 kayu per m dengan sebaran kelas diameter kayu sisa pada ketiga kelas diameter
(Gambar 6). Sementara itu, P3 memiliki simpangan yang cenderung underestimate
sebesar -9.81%. Alternatif desain ini memiliki panjang garis intersek 31.6 m dan
terletak 7.9 m ke arah Timur dari titik tengah plot persegi. Alternatif desain P3
memiliki kerapatan kayu sisa sebesar 0.21 kayu per m. Hal ini menunjukkan bahwa
besarnya simpangan pada pendugaan juga dipengaruhi oleh letak dari desain garis
intersek. Letak garis intersek yang tepat dipengaruhi oleh kondisi kelimpahan atau
distribusi kayu sisa penebangan yang ada di dalam plot contoh. Secara umum,
Gambar 6 menunjukkan bahwa simpangan hasil pendugaan volume total kayu sisa
menggunakan LIM dapat dikurangi. Penambahan panjang garis intersek dengan
desain susunan garis intersek yang tepat dapat digunakan untuk mengurangi
simpangan hasil pendugaan volume total kayu sisa.

14

Kerapatan kayu sisa (n m-1)

0,35

0.30

0,30

0.33

0.30
0.26

0,25
0,20

0.22

0.19

0.17

0.17

0,15

0.19

0.18 0.17

0.17

0.13

0,10
0,05
0,00

L1

L2

L3

L4

L5

L6

L7

L8

L9

L10 L11 L12 L13

Alternatif desain LIM
2-4 cm

5-7 cm

> 8 cm

(a)
Kerapatan kayu sisa (n m-1)

0,35
0,30

0.33

0.32
0.28

0,25
0,20

0.24

0.22

0.21

0,15

0.20

0.20

0.20 0.19

0.19
0.15

0,10

0.16

0,05
0,00

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P10 P11 P12 P13

Alternatif desain LIM
2-4 cm

5-7 cm

> 8 cm

(b)
Gambar 6 Kerapatan kayu sisa penebangan pada setiap alternatif garis intersek
plot lingkaran (a) dan plot persegi (b)
Performa Alternatif Desain LIM
Bias

Simpangan pada pendugaan volume kayu sisa mengindikasikan adanya bias
terhadap hasil pengukuran menggunakan LIM. Bias dapat dilihat dari nilai
kemiringan atau slope (b1) regresi linier tanpa intersep-y (b0). Tabel 4 menyajikan
nilai slope pada berbagai alternatif desain LIM dengan selang kepercayaan 95%.
Hasil regresi menunjukkan bahwa sebagian besar alternatif desain LIM memiliki
nilai b1 ≥ 1. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pendugaan volume total kayu sisa
penebangan berbias dengan kecenderungan overestimate. Meskipun demikian,
terdapat alternatif desain LIM yang memiliki nilai b1 ≤ 1. Nilai ini menunjukkan

15
adanya bias hasil pendugaan volume total kayu sisa penebangan yang cenderung
underestimate. Sejalan dengan hasil simpangan pada volume total kayu sisa hasil
dugaan, L3, L5, P3, dan P6 memiliki bias yang underestimate. Alternatif desain
LIM Berdasarkan nilai b1, alternatif desain yang memiliki nilai bias yang relatif
rendah adalah L6 (0.98) dan P5 (1.11). Kesimpulan dari hasil analisis b1 untuk plot
persegi tidak sejalan dengan hasil analisis simpangan. Kondisi ini dipengaruhi oleh
metode analisis yang digunakan. Analisis b1 dilakukan berdasarkan persamaan
regresi linier tanpa intersep, sementara analisis simpangan dilakukan dengan
merasiokan nilai simpangan terhadap nilai aktualnya. Meskipun demikian, nilai
bias pada alternatif L6 yang memiliki nilai simpangan kecil dapat ditunjukkan
melalui nilai b1 yang mendekati satu (1), yaitu 0.98.
Bias hasil pendugaan dari setiap alternatif desain LIM juga dapat dilihat
berdasarkan besarnya nilai bias2 pada kedua desain (Tabel 5). Namun, nilai bias
pada hasil analisis Tabel 5 tidak dapat menunjukkan besarnya bias yang sebenarnya
dihasilkan oleh setiap alternatif desain LIM. Hal ini disebabkan oleh dianggapnya
nilai bias2 yang bernilai negatif. Bias dalam suatu pengukuran tidak dapat dihindari,
namun dapat dikurangi dan dikoreksi. Bias penggunaan LIM untuk menduga
volume kayu sisa penebangan disebabkan oleh beberapa hal. Selain disebabkan
oleh diameter yang terukur merupakan diameter yang mengenai garis intersek, van
Wagner (1968) juga menyebutkan adanya faktor yang mendasar. Faktor tersebut
adalah asumsi yang harus terpenuhi, yaitu kayu sisa harus berbentuk silindris, kayu
sisa memiliki posisi horisontal, dan kayu sisa memiliki arah atau orientasi yang
acak.
Tabel 4 Koefisien (slope) hubungan hasil dugaan dengan nilai aktual kayu sisa
penebangan pada selang kepercayaan 95%
Desain
L1
L2
L3
L4
L5
L6
L7
L8
L9
L10
L11
L12
L13

Slope (b1)
1.48
1.62
0.82
1.62
0.71
0.98
1.41
1.22
1.16
1.18
1.35
1.27
1.31

Selang
kepercayaan
95%
0.64
0.56
0.65
0.64
0.66
0.64
0.62
0.54
0.67
0.62
0.56
0.68
0.63

Desain
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13

Slope (b1)
1.54
1.86
0.81
1.25
1.11
0.83
1.41
1.33
1.18
1.12
1.40
1.39
1.33

Selang
kepercayaan
95%
0.64
0.60
0.68
0.62
0.62
0.65
0.61
0.62
0.58
0.61
0.64
0.56
0.58

Pada penelitian ini, bias memiliki peluang terjadi yang disebabkan oleh tidak
terpenuhinya dua asumsi van Wagner (1968), yaitu posisi kayu sisa horisontal dan
orientasi kayu sisa yang acak. Posisi kayu sisa yang tidak horisontal disebabkan
oleh kondisi ranting dan cabang kayu yang tidak sepenuhnya menyentuh tanah. Hal
ini dipengaruhi oleh kondisi kayu sisa yang saling bertumpuk dan bentuk cabang
dan ranting yang tidak sepenuhnya lurus. Sementara itu, orientasi kayu sisa yang
seragam terjadi karena arah rebah dan arah sarad pohon di dalam plot pengamatan

16
yang sama. Kaiser (1983) dan Bell et al. (1996) juga telah membuktikan bahwa
orientasi kayu sisa mempengaruhi adanya bias dalam penggunaan LIM. Kondisi ini
juga mengakibatkan kelimpahan kayu pada plot pengamatan. Kelimpahan kayu sisa
ini mempengaruhi jumlah kayu sisa yang terukur sebagai sampel. Selain itu,
kesalahan yang disebabkan oleh pencacah (surveyor) juga menjadi sumber bias
namun bukan merupakan masalah utama dalam penggunaan LIM (Ringvall dan
Ståhl 1999).
Hasil pendugaan volume total oleh kayu yang memiliki posisi tidak horisontal
dan orientasinya yang tidak acak dapat dikoreksi. Kayu sisa dengan kondisi kayu
yang tidak horizontal, yaitu kayu yang miring dan tidak sepenuhnya menyentuh
tanah. Dengan demikian, volume hasil dugaan kayu sisa dengan kondisi ini dapat
dikoreksi melalui sudut miring kayu sisa terhadap kondisi horisontalnya. Brown
(1974) menjelaskan faktor koreksi melalui transformasi kondisi kayu sisa yang
miring dengan kondisi horisontalnya. Sementara itu, bias akibat orientasi kayu sisa
penebangan yang tidak acak dapat dikurangi melalui arah garis intersek yang lebih
dari satu arah (van Wagner 1968; Kaiser 1983; Bell et al. 1996).
Presisi
Presisi merupakan salah satu komponen keterandalan suatu metode (Streiner
dan Norman 2006). Presisi hasil dugaan volume kayu sisa total dari setiap alternatif
desain LIM dilihat berdasarkan nilai keragaman contoh (s
dan koefisien
keragaman (CV). Kedua nilai ini digunakan untuk menduga presisi karena sensitif
terhadap ukuran contoh dan outlier pada serangkaian data (van Laar dan Akça
2007). Nilai keragaman contoh dan koefisien keragaman pada setiap alterntif desain
LIM disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan bahwa keragaman contoh
dan CV hasil pendugaan volume kayu sisa berlawanan dengan jumlah garis
intersek. Semakin banyak jumlah garis intersek, maka keragaman contoh dan CVnya semakin berkurang. Alternatif desain LIM yang hanya menggunakan satu garis
intersek (L1–L7 dan P1–P7) cenderung memiliki ragam yang lebih tinggi
dibandingkan dengan desain dengan dua (L8–L10 dan P8–P10) dan tiga (L11–L13
dan P11–P13) garis intersek. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak garis
intersek yang digunakan maka akan meningkatkan presisi alternatif desain LIM.
Semakin banyak garis intersek berpengaruh terhadap panjang garis. Dengan
demikian semakin panjang garis intersek yang digunakan maka akan meningkatkan
presisi LIM. Hasil penelitian Travaglini et al. (2008) juga menunjukkan bahwa
panjang garis intersek akan meningkatkan presisi LIM dengan menurunkan ragam
contoh hasil dugaan.
Presisi tertinggi dari alternatif desain LIM dengan skema satu garis intersek
dimiliki oleh L3, L5, P3, dan P6. Nilai keragaman keempat desain tersebut tidak
jauh berbeda dengan keragaman yang dimiliki oleh skema alterantif desain dengan
skema dua dan tiga garis intersek. Meskipun demikian, jika dilihat berdasarkan nilai
CV maka skema dengan tiga garis intersek memiliki presisi yang paling tinggi
dibandingkan skema alternatif desain lainnya. Sementara itu, L7 dan P7 memiliki
nilai presisi yang paling rendah jika dibandingkan ke-12 alternatif desain lainnya.
Meskipun L7 memiliki panjang garis intersek yang sama dengan L6 dan P7 dengan
P1–P6, presisi L7 dan P7 sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh kurang
terwakilinya kondisi kayu sisa penebangan menggunakan kedua alternatif desain
tersebut. Dengan demikian, selain jumlah/panjang garis intersek letak garis intersek

17
juga mempengaruhi presisi dari alternatif desain LIM dalam menduga volume kayu
sisa penebangan. Letak garis intersek ini akan mengakomodir distribusi kayu sisa
penebangan yang tidak merata. Travaglini et al. (2008) melaporkan bahwa presisi
LIM dalam menduga volume total kayu sisa juga dipengaruhi oleh distribusi dari
kayu sisa penebangan.
60

180

50.48

50

149.43

160
140

40

115.28

107.37 105.05 103.13 105.94

30

91.49

100

25.91

22.51

7.15

10

L1

67.29

20.19

20 17.04

0

120

L2

L3

5.65

L4

61.79

69.38

15.88

5.49 4.92

L5 L6 L7 L8 L9
Alternatif desain LIM
Ragam contoh

56.70 55.35

4.96 4.67

80

CV (%)

Ragam contoh (m3 ha-1)2

200

176.98

60
7.48

40
20

L10 L11 L12 L13

0

CV

(a)
250

70
60.27

200

198.02

50
40
30

150
98.66
26.66
22.28

124.44

81.78
100
55.59
51.31 16.60 42.39 51.39

110.78

93.93
96.44
93.91 15.24
13.76

20

P1

P2

P3

10.34 50

6.43

6.33

10
0

103.42

P4

P5

P6

CV (%)

Ragam contoh (m3 ha-1)2

60

5.16
P7

P8

3.34

3.35 4.55

P9

P10 P11 P12 P13

0

Alternatif desain LIM
Ragam contoh

CV

(b)

Gambar 7 Nilai keragaman contoh dan keofisien keragaman contoh pada setiap
alternatif desain LIM lingkaran (a) dan persegi (b)

18
Alternatif desain LIM yang memiliki presisi tinggi dalam menduga volume
total kayu sisa penebangan pada penelitian ini adalah L12 dan P9. Kedua alternatif
ini memiliki nilai ragam yang lebih rendah dibandingkan alternatif desain lainnya.
Alternatif desain L12 memiliki garis intersek terpanjang, yaitu 104.4 m sehingga
presisinya tinggi. Meskipun demikian, jika dilihat dari nilai ragam maka P9 (63.2
m) memiliki presisi yang lebih tinggi dibandingkan desain yang memiliki intersek
lebih panjang (P11, P12, dan P13). Sementara itu, jika dilihat berdasarkan nilai CV
P11 lebih memiliki presisi tinggi. Hal ini terjadi karena nilai CV merupakan
persentase simpangan baku contoh terhadap nilai rata-rata volume total kayu sisa
hasil dugaan.
Akurasi
Akurasi merupakan kombinasi dari bias dan presisi yang diukur berdasarkan
nilai MSE. Akurasi hasil pendugaan volume total kayu sisa dari setiap alternatif
desain LIM pada penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa
akurasi tertinggi dimiliki oleh L9 dan P9. Akurasi tinggi yang dimiliki oleh kedua
alternative desain ditunjukkan oleh rendahnya nilai MSE, yaitu secara berturutturut sebesar 4.99 dan 3.48. Kondisi ini berbeda dengan hasil analisis bias dan
presisi. Hasil analisis bias menunjukkan bahwa desain L6 dan P5 memiliki bias
paling rendah. Sementara itu, hasil analisis presisi desain L12 dan P9 memiliki
presisi tinggi. Perbedaan ini terjadi akibat perbedaan metode analisis terhadap
adanya bias. Selain itu, akurasi juga ditentukan berdasarkan kombinasi nilai bias
dan presisi dalam bentuk total MSE. Van Laar dan Akça (2007) menyatakan bahwa
akurasi tinggi di dalam suatu pengukuran tercapai apabila memiliki kombinasi nilai
bias nol dan presisinya tinggi. Dengan demikian, L9 dan P9 memiliki akurasi tinggi
karena memiliki bias nol dan presisi tinggi.
Tabel 5 Performa berbagai alternatif desain LIM berdasarkan nilai total MSE
Total
Total
Desain Ragam
Bias2
Desain Ragam Bias2
MSE
MSE
L1
17.04
1.30
18.35 P1
22.28
1.59
23.87
L2
22.51
0.85
23.35 P2
26.66
4.50
31.16
a
a
L3
7.15
0.00
7.15 P3
6.33
0.00
6.33
L4
25.91
2.18
28.08 P4
15.24
0.00a
15.24
L5
5.65
77.18
82.83 P5
13.76
0.00a
13.76
a
a
L6
20.19
0.00
20.19 P6
6.43
0.00
6.43
a
a
L7
50.48
0.00
50.48 P7
60.27
0.00
60.27
L8
5.49
0.03
5.52 P8
5.16
0.88
6.04
L9
4.92
0.07
4.99 P9
3.34
0.14
3.48
a
a
L10
15.88
0.00
15.88 P10
16.60
0.00
16.60
L11
4.96
0.77
5.74 P11
3.35
1.59
4.94
L12
4.67
0.64
5.31 P12
4.55
1.12
5.66
L13
7.48
0.55
8.02 P13
10.34
0.23
10.57
a

Nilai bias2 yang bernilai negatif dianggap bernilai nol (Jordan et al. 2004)

Alternatif desain L9 dan P9 memiliki akurasi tinggi dibandingkan alternatif
desain lainnya. Kedua desain ini cocok jika digunakan untuk menduga volume kayu

19
sisa penebangan dengan unit pengamatan plot lingkaran dan plot persegi. Meskipun
kedua alternatif desain ini tidak memiliki garis intersek terpanjang, kedua desain
ini mampu memberikan hasil pengukuran yang akurat. Hal ini menunjukkan bahwa
kombinasi garis intersek pada kedua desain tersebut merupakan kombinasi terbaik.
Desain L9 memiliki panjang total garis intersek 68.8 m di dalam plot lingkaran
dengan kombinasi dua garis intersek g3 dan g3’. Sementara itu, desain P9 memiliki
panjang total garis intesek 63.2 m di dalam plot persegi yang juga memiliki
kombinasi dua garis intersek g3 dan g3’. Garis intersek g3 dan g3’ terletak pada desain
L9 terletak 4.5 m ke arah Barat–Timur dari titik tengah plot lingkaran, sedangkan
pada desain L9 terletak 3.95 m ke arah Barat–Timur dari titik tengah plot persegi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat akurasi dari alternatif LIM dalam menduga
volume total kayu sisa di dalam suatu area juga dipengaruhi oleh susunan garis
intersek yang digunakan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian lain yang
menyatakan bahwa susunan garis intersek dalam LIM mempengaruhi akurasi
pengukuran volume kayu sisa (Bell et al. 1996; Woldendrop et al. 2004; Affleck et
al. 2005.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa desain yang dapat digunakan untuk
menduga volume kayu sisa penebangan di hutan tanaman jati dengan kelas umur
VII adalah L9 dan P9. Penggunaan kedua alternatif tersebut di lapangan dilakukan
dengan tetap membuat plot tetap, baik lingkaran maupun persegi. Meskipun
demikian, volume total kayu sisa dapat diduga hanya dengan mengukur kayu sisa
yang mengenai garis intersek pada desain L9 ataupun P9. Dari kedua alternatif ini,
alternatif P9 memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan L9. Selain memiliki
akurasi tinggi, desain ini memiliki kepraktisan jika digunakan untuk menduga kayu
sisa penebangan di lapangan. Hal ini disebabkan oleh kemudahan P9 dalam
pembuatan garis intersek di dalam plot yang berbentuk persegi.

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengembangan LIM sebagai metode pendugaan kayu sisa peneb