ANALISIS PENILAIAN TINGKAT BAHAYA DAN KERENTANAN BENCANA BANJIR TERHADAP WILAYAH KOTA YOGYAKARTA (Studi Kasus : Di Daerah Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton)

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT BAHAYA DAN

KERENTANAN BENCANA BANJIR TERHADAP WILAYAH

KOTA YOGYAKARTA

(Studi Kasus : Di Daerah Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton)

Disusun guna melengkapi persyaratan untuk mencapai derajat kesarjanaan Strata-1

Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : FITRATIL LAILA

20120110090

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

iii

“ Hidup tak lain adalah proses belajar, kegagalan demi kegagalan memberikan arti yang tak ternilai, karena hal itu adalah pengalaman yang tak dapat dibeli seketika, sehingga kita dapat memahami hal-hal

yang belum kita mengerti ”

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan “ (Q.S Al Insyiroh : 5)

“ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ”

(Q.S Al Mujadalah : 11)

“ Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum melainkan kaum itu sendiri yang merubahnya “

(Q.S Ar Ra’du : 11)

“ Allah tidak akan membebani sseorang melainkan sesuai dgn kemampuannya “

(Q.S Al Baqarah : 286)

“Gunakanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu,gunakanlah masa senggangmu sebelum datang masa sibukmu,gunakanlah masa sehat

mu sebelum datang masa sakitmu, gunakanlah masa kayamu sebelum datang masa fakirmu,gunakanlahmasa hidupmu sebelum ajal

menjemputmu” (HR.Muslim)

“Karna penilaian orang lain tidak akan mempengaruhi nilai kita dimata Allah, teruslah berdiri tegap menjadi diri sendiri dengan lebih baik, jangan tumbang jika dicaci, jangan melayang jika dipuji, karena, tidak

semua manusia dapat memahami proses kita”... Kun Anta Tazdad Jamala...(jadilah dirimu sendiri)


(3)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia nya untukku, sungguh tanpa kuasaMU ya Allah hamba tidak akan bisa menyelesaikan Tugas akhir ini dengan sempurna. Dan tak lupa pula ku

hadiahkan shlawat dan salam buat Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladanku. Ku persembahkan karya kecilku ini kepada orang-orang yang aku

sayangi :

 Kedua orang tua ku

Terima kasih atas kasih sayang yang tak terhingga, do’a yang tiada henti,

motivasi, nasehat, semangat, dan dukungan baik moril maupun materil. Terima kasih juga telah memberiku kepercayaan untuk berjuang di sebrang pulau ini. Semoga apa yang menjadi tujuan dan niatku datang kesini segera tercapai, Aamiin...

 Adek-adekku

Buat adek- adekku tersayang Ammi Mul Ummah, Ilham Muddin, Faizul

‘Azim dan Zainul Hamdi yang selalu memiliki tingkah lucu untuk membuat uni tersenyum, thank’s atas doa dan semangat kalian membuat uni terus

termotivasi ingin jadi kakak yang bisa membimbing kalian sampai nanti dan bisa jadi contoh buat kalian untuk lebih baik lagi kedepannya.

 Keluarga besarku

Kepada keluarga besarku di parit, Nenek-Ongku (dari ayah & Umak) ayah

tuo, uncu Rima sekeluarga, Mamak Alex sekeluarga, Nenek ma’cik

sekeluarga, niniek yunciek sekeluarga, Niniek Yusdar sekeluarga, Ayah oncu, Ayah ketek, Ayah utieh, Ayah uniang, ayah tongah, Uci-Uci sekeluarga semuanya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, makasih atas dukungannya baik itu dari materil ataupun nasehat2 nya,,

Kepada keluarga yang di kinali juga, Uni Juli sekeluarga, Dek Desri sekeluarga, Dek Hengki, Keluarga di Pinagar Pesantrenku, Keluarga di SMP.4 Ummy dan Ayah sekeluarga, Keluarga Abak, atas segala Doa dan bantuannya selama 4 tahun ini terima kasih, terima kasih banyak.


(4)

v  Sahabat – sahabatku

 Terimakasih untuk Sahabat-sahabat setia ku di kampung halaman, Ika CD, Teteh fatma, Mami Novi, Ante Sari, Teta simis, kwan Ridho, Papi Ade, dan semua angkatan 2005 Ponpes Darussalam Pinagar.

 Sahabat-sahabat terbaikku di Jogja Sari yusira, Anggriani Giezela, Siti Fatimah, Egy Putri Citra Dewi, Baiq Mala Irmala, Ramiz Naufal, Galeh Dwi Pamungkas, Junaidi Abdurajak, Hendrayanto Wibowo, Deny Parwanto, sahabat-sahabat kelas B semuanya, sahabat-sahabat ASJOM, sahabat-sahabat CivenD, Civil Engineering angkatan 2012 semuanya terimakasih buat kalian guys udah jadi temen main, becanda, jalan-jalan, gila-gilaan bareng, makasih juga buat motivasi dan semngatnya.

 Tak lupa yang special buat dia yang bisa jadi apa aja buatku, temen

dekat, sahabat, kakak, guru, dsb, “MasMus” makasih udah banyak mengajarkan banyak hal arti hidup, arti kasih sayang, arti persahabatan, arti keluarga, arti jadi diri sendiri, arti lebih dekat dengan sang khaliq, motivasi dan semangat, syukron katsiron..

 Dosen-dosen teknik sipil UMY yang telah memberikan pelajaran dan ilmu selama kuliah ini, semoga ilmunya bermanfaat dan barokah, Aamiin.

 Semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat kusebutkan satu persatu. Terima kasih.


(5)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“ANALISIS PENILAIAN TINGKAT BAHAYA DAN KERENTANAN BENCANA BANJIR TERHADAP WILAYAH KOTA YOGYAKARTA”

dengan baik. Dalam penyusunan tugas akhir ini banyak sekali pihak yang mendukung dan banyak berperan, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan yang baik. 3. Kedua orang tuaku Syahron dan Lusi Efrianti atas segala limpah kasih

sayang, doa, dukungan, semangat dan kehangatan keluarga yang selalu diberikan pada penulis.

4. Nursetiawan, S.T.,M.T.,Ph.D. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan dan penulisan tugas akhir ini.

5. Restu Faizah, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan dan penulisan Tugas Akhir. 6. Puji Harsanto, S.T., M.Eng selaku dosen penguji yang telah memberikan

pengarahan dalam terselesaikanya ujian dan terselesaikanya penulisan Tugas Akhir ini.

7. Jaza’ul Ikhsan, S.T.,M.T.,Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

8. Ir. Anita Widianti, M.T. selaku Kepala Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(6)

vii

9. Seluruh staf dan karyawan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik atas bantuannya selama ini.

10. Adikku Ammi Mul Ummah, Ilham Muddin, Faizul ‘Azim, Zainul Hamdi 11. Sahabat-sahabat seperjuangan, kontrakan fitrah, dan kontrakan sidoarum. 12. Sahabat dan teman-temanku seangkatan, khususnya angkatan 2012 yang terus

memberi dukungan.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doanya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua bantuan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis dan semoga penelitian ini berguna bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Yogyakarta, Agustus 2016


(7)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Batasan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A.Hasil Penelitian yang Pernah Dilakukan ... 8

B. Keaslian Penelitian ... 11

BAB III LANDASAN TEORI ... 13

A. Pengertian Bencana ... 13

B. Pengertian Bahaya (Hazard) ... 15

C. Pengertian Kerentanan (Vulnerability) ... 17

D. Pengertian Banjir ... 20

E. Metode Skoring/Pembobotan ... 25

F. Deskripsi Daerah Penelitian ... 26

BAB IV METODE PENELITIAN ... 35


(8)

ix

B. Lokasi Penelitian ... 38

C. Kerangka Kerja Penelitian ... 40

D. Metode Pengumpulan Data ... 41

E. Metode Analisis / Pengolahan Data ... 43

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Pembobotan ... 53

B. Analisis Tingkat Bahaya Banjir ... 55

C. Analisis Tingkat Kerentanan Banjir ... 59

D. Hasil Tingkat Bahaya dan Kerentanan Banjir ... 83

BAB VI PENUTUP ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(9)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Variabel perhitungan tingkat bahaya bencana banjir ... 17

Tabel 3.2 Kepadatan penduduk daerah penelitian ... 30

Tabel 3.3 Kondisi sosial-ekonomi kependudukan daerah penelitian ... 31

Tabel 3.4 Jumlah penduduk penyandang disabilitas ... 31

Tabel 3.5 Data penggunaan lahan daerah penelitian ... 32

Tabel 3.6 Luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah perkelurahan di Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton ... 33

Tabel 3.7 Data curah hujan ... 34

Tabel 4.1 Variabel dan parameter penilaian kerentanan banjir ... 36

Tabel 4.2 Identitas pakar yang di wawancarai ... 41

Tabel 4.3 Lanjutan identitas pakar yang di wawancarai ... 42

Tabel 4.4 Analisis skoring tingkat bahaya banjir ... 45

Tabel 4.5 Klasifikasi parameter konversi indeks sosial ... 46

Tabel 4.6 Klasifikasi parameter aspek ekonomi ... 49

Tabel 4.7 Klasifikasi parameter aspek fisik ... 50

Tabel 4.8 Klasifikasi parameter aspek lingkungan ... 52

Tabel 5.1 Persentase pembobotan tingkat bahaya ... 53

Tabel 5.2 Persentase pembobotan tingkat kerentanan banjir ... 54

Tabel 5.3 Klasifikasi tinggi genangan ... 56

Tabel 5.4 Hasil data tinggi genangan daerah penelitian ... 56

Tabel 5.5 Klasifikasi lama genangan ... 57

Tabel 5.6 Hasil data lama genangan daerah penelitian ... 57

Tabel 5.7 Klasifikasi frekuensi genangan ... 58

Tabel 5.8 Hasil data lama genangan daerah penelitian ... 58

Tabel 5.9 Skoring kepadatan penduduk ... 60

Tabel 5.10 Hasil data kepadatan penduduk daerah penelitian ... 60

Tabel 5.11 Skoring persentase jenis kelamin ... 61

Tabel 5.12 Hasil data persentase jenis kelamin daerah penelitian ... 62


(10)

xi

Tabel 5.15 Skoring persentase penduduk usia balita ... 64

Tabel 5.16 Hasil data persentase penduduk usia balita daerah penelitian ... 64

Tabel 5.17 Skoring persentase penduduk penyandang disabilitas ... 65

Tabel 5.18 Hasil data persentase penduduk penyandang disabilitas ... 66

Tabel 5.19 Skoring persentase keluarga miskin ... 67

Tabel 5.20 Hasil data persentase penduduk miskin ... 68

Tabel 5.21 Skoring persentase petani ... 69

Tabel 5.22 Hasil data persentase petani ... 69

Tabel 5.23 Skoring kepadatan bangunan ... 70

Tabel 5.24 Hasil data kepadatan bangunan ... 71

Tabel 5.25 Skoring persentase kerusakan jaringan jalan ... 71

Tabel 5.26 Hasil data persentase kerusakan jaringan jalan ... 72

Tabel 5.27 Skoring klasifikasi curah hujan ... 73

Tabel 5.28 Hasil data curah hujan ... 73

Tabel 5.29 Skoring ketinggian topografi ... 74

Tabel 5.30 Hasil data ketinggian topografi ... 74

Tabel 5.31 Skoring parameter jarak dari sungai ... 75

Tabel 5.32 Hasil data jarak dari sungai ... 75

Tabel 5.33 Skoring parameter penggunaan lahan ... 76

Tabel 5.34 Hasil data penggunaan lahan ... 77

Tabel 5.35 Skoring tingkat bahaya banjir ... 78

Tabel 5.36 Hasil tingkat bahaya banjir ... 78

Tabel 5.37 Skoring tingkat kerentanan banjir ... 79


(11)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Kota Yogyakarta ... 2

Gambar 1.2 Peta sebaran kejadian bencana banjir ... 4

Gambar 3.1 Peta Kecamatan Mantrijeron ... 27

Gambar 3.2 Peta Kecamatan Kraton ... 29

Gambar 4.1 Peta sebaran kejadian bencana banjir di DIY ... 39

Gambar 5.1 Peta kepadatan bangunan Kecamatan Kraton ... 72

Gambar 5.2 Peta kepadatan bangunan Kecamatan Mantrijeron ... 73

Gambar 5.3 Peta jarak Kecamatan Mantrijeron dengan Sungai Winongo ... 79

Gambar 5.4 Peta jarak Kecamatan Kraton dengan Sungai Winongo ... 80

Gambar 5.5 Grafik tingkat kerentanan banjir Kecamatan Mantrijeron ... 85


(12)

xiii

Lampiran 1. Hasil Kuisioner Tingkat Bahaya Banjir.

Lampiran 2. Hasil Kuisioner Tingkat Kerentanan Wilayah terhadap Banjir. Lampiran 3. Kuisioner Penelitian.

Lampiran 4. Peraturan BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana.

Lampiran 5. Data Monografi Kecamatan Mantrijeron. Lampiran 6. Data Monografi Kecamatan Kraton. Lampiran 7. Data penggunaan lahan Kota Yogyakarta. Lampiran 8. Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Disabilitas. Lampiran 9. Data Curah Hujan.

Lampiran 10. Kecamatan Mantrijeron Dalam Angka 2015. Lampiran 11. Kecamatan Kraton Dalam Angka 2015.


(13)

(14)

Kota Yogyakarta merupakan kota besar dengan jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini yang membawa dampak kepada peningkatan kebutuhan lahan dan permintaan akan pemenuhan kebutuhan pelayanan dan prasarana kota yang dapat berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan seperti degradasi lingkungan dan bencana alam. Salah satu permasalahan yang sering terjadi setiap tahunnya adalah masalah banjir.

Banjir menjadi masalah dan berkembang menjadi bencana ketika banjir tersebut mengganggu aktifitas manusia bahkan membawa korban jiwa dan harta benda. Dari dampak tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap penduduk, tingginya kepadatan penduduk di daerah Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton dan hal itu dapat menjadi faktor kerentanan wilayah terhadap banjir.

Penelitian ini membahas tengkat tingkat bahaya bsnjir dan tingkat kerentanan wilayah kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton terhadap bencana banjir. Metode nalisis yang digunakan adalah metode skoring dan pembobotan berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedomaan Umum Pengkajian Resiko Bencana. Variabel dan parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat bahaya dan kerentanan ialah berbeda. Variabel untuk mengukur bahaya adalah karakteristik banjir lokal dengan parameter tinggi genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan dalam satu tahun kejadian. Sementara itu variabel yang digunakan untuk mengukur kerentanan terdiri dari empat aspek yang meliputi aspek sosial, aspek ekonomi, aspek fisik, dan aspek lingkungan. Setiap variabel memiliki parameter yang berbeda dengan total 13 parameter yang meliputi kepadatan penduduk, presentase penduduk jenis kelamin, persentase penduduk usia tua, persentase penduduk usia balita, persentase penduduk penyandang disabilitas, persentase kemiskinan penduduk, persentase penduduk yang bekerja di sektor rentan (petani), tingkat kepadatan bangunan, persentase kerusakan jaringan jalan, intensitas curah hujan, ketinggian topografi, jarak dari sungai, dan penggunaan lahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di daerah kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton memiliki tingkat bahaya yang rendah kecuali kelurahan gedongkiwo yang memiliki tingkat bahaya kelas sedang. Disamping itu, tingkat kerentanan banjir di daerah kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton memiliki tingkat kerentanan yang sedang dengan tipologi kelas rentan yang artinya banjir belom berada pada kategori resiko bencana yang tinggi, dan faktor yang paling berpengaruh terhadap kerentanan tersebut adalas aspek sosial.


(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki luas wilayah sekitar 3.250 Ha atau 32.5 km2 atau 1,025% dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jarak terjauh dari utara ke selatan kurang lebih 7,5 Km dan dari barat ke timur kurang lebih 5,6 Km. Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW dan 2,531 RT serta dihuni oleh 451.118 jiwa. Ketinggian rata Kota Yogyakarta adalah 114 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata-rata-rata 24,7% (Yogyakarta Dalam Angka, 2015).

Secara garis besar kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ±1 derajat, serta terdapat tiga sungai yang melintas yaitu, sebelah timur adalah sungai Gajah Wong, bagian tengah adalah sungai Code, dan sebelah barat adalah sungai Winongo.

Kota Yogyakarta merupakan kota besar dengan jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini yang membawa dampak kepada peningkatan kebutuhan lahan dan permintaan akan pemenuhan kebutuhan pelayanan dan prasarana kota yang dapat berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan seperti degradasi lingkungan dan bencana alam. Salah satu permasalahan yang sering terjadi setiap tahunnya adalah masalah banjir.

Banjir menjadi masalah dan berkembang menjadi bencana ketika banjir tersebut mengganggu aktifitas manusia bahkan membawa korban jiwa dan harta benda. Dari dampak tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap penduduk, tingginya kepadatan penduduk di daerah kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton dapat menjadi faktor kerentanan wilayah terhadap banjir. Khususnya


(16)

penduduk yang rentan terhadap banjir seperti penduduk usia tua, penduduk usia balita, maupun penduduk dengan ekonomi rendah.


(17)

3

Menurut Wika Ristya (2012) dalam artikel berjudul Place Vulnerability to

Flooding in Part of The Bandung Basin disebutkan bahwa kelompok yang

termasuk kedalam masyarakat rentan diantaranya adalah kaum perempuan, anak-anak, penyandang disabilitasdan penduduk lanjut usia serta beberapa kelompok masyarakat lainnya. Selain itu kerentanan juga dilihat berdasarkan kondisi lingkungan, ekonomi, dan fisik. Sedangkan untuk penilaian tingkat bahaya banjir dilihat berdasarkan tinggi genangan, lama genangan dan frekuensi genangan. Hal ini menjadi dasar dalam menentukan tingkat bahaya dan kerentanan banjir di daerah kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton.

Tidak sedikit kerugian yang ditaksir akibat terjadinya bencana banjir ini, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi. Bencana banjir juga berpengaruh kesektor-sektor lainnya yang mampu menghambat kegiatan pembangunan kota. Salah satunya yang paling berpengaruh pada sektor transportasi, yang berdampak pada terjadinya kerusakan struktur jalan, jembatan, dan mengakibatkan kemacetan sehingga mengganggu roda perekonomian.

Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana banjir maka perlu dilakukan pengkajian analisis penilaian tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir sehingga upaya penanggulangannya dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Atau untuk mengantisipasi kerugian yang dapat ditimbulkan akibat bencana banjir.

BPBD DIY telah mengeluarkan peta sebaran kejadian bencana banjir di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015. Berdasarkan peta tersebut terdapat beberapa daerah yang tingkat kejadiannya rendah, sedang dan tinggi. Penelitian ini akan mengambil lokasi pada dua daerah di Kota yogyakarta yang tingkat kejadiannya lebih tinggi yaitu kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton. Adapun peta sebaran kejadian bencana banjir dapat dilihat pada Gambar 1.2 :


(18)

4 Sumber : BPBD, 2016


(19)

5

B. Rumusan Masalah

Masalah penentuan daerah rawan banjir di kota Yogyakarta khususnya daerah kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton merupakan suatu yang menarik untuk dikaji dan dianalisa. Dari latar belakang yang telah diuraikan maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat bahaya banjir di daerah Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton?

2. Bagaimana tingkat kerentanan wilayah terhadap banjir di daerah Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui tingkat bahaya banjir di daerah kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton berdasarkan karakteristik banjir seperti tinggi genangan, lama genangan dan frekuensi genangan.

2. Mengetahui tingkat kerentanan wilayah terhadap banjir yang dihasilkan dari metode skoring dan pembobotan terhadap kondisi sosial, lingkungan, ekonomi, dan fisik.

D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Penenlitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk memperoleh ilmu dan wawasan tentang tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir di kota Yogyakarta. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini adalah cara menganalisis tingkat bahaya dan kerentanan banjir menggunakan metode skoring sesuai dengan Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, tingkat bahaya dan kerentanan banjir di


(20)

kota Yogyakarta, dan kecenderungan tingkat bahaya dan kerentanan banjir di kota Yogyakarta.

2. Manfaat praktis

a. masyarakat

Penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat khususnya yang bertempat tinggal di wilayah kota Yogyakarta terkait daerah yang berpotensi, rentan, dan rawan terhadap banjir dan genangan sehingga memberi kesadaran kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap banjir. Informasi ini juga menjadi dasar bagi masyarakat setempat dalam mengelola penggunaan lahan agar lebih bijak dan berhati-hati untuk menghindari dan mengurangi terjadinya bencana banjir dan genangan. Selain itu mengingat bencana banjir dapat menimbulkan kerugian bagi penduduk, pengkajian dan penelitian mengenai analisis tingkat bahaya dan kerentanan banjir ini juga bermanfaat untuk memberikan waktu dalam mengantisipasi dan berbuat sesuatu sebelum banjir datang hingga membawa bencana. Informasi tentang tingkat bahaya dan kerentanan banjir ini merupakan bagian dari peringatan dini dari bahaya banjir sehingga akibat dari banjir dapat diperkirakan di awal sebelum terjadinya banjir.

b. Pemerintah setempat

Adapun dalam mengambil kebijakan dan merumuskan upaya migasi, penanggulangan, dan pengendlian bencana banjir, diperlukan informasi daerah-daerah yang menunjukkan tingkat bahaya dan kerentanan terhadap bencana banjir. Dengan kata lain, resiko dan dampak terhadap timbulnya bencana banjir dapat dikurangi dan diminimalkan melaluai upaya mitigasi yang diawali dengan menganalisis daerah yang berpotensi, rentan, dan rawan terhadap bencana banjir. Penelitian ini membantu pemerintah daerah setempat dalam menerapkan sistem informasi kerentanan bencana banjir dan kepada masyarakat di wilayah Kota Yogyakarta. Penelitian ini juga menjadi dasar pertimbangan bagi pemerintah setempat dalam pengambilan kebijakan untuk menetapkan program pembangunan, pengelolaan, dan penanganan daerah-daerah genangan dan rawan banjir di kota Yogyakarta.


(21)

7

E. Batasan Penelitian 1. Fokus

Fokus dalam penelitian ini adalah pengukuran tingkat bahaya dan tingkat kerentanan banjir menggunakan metode skoring dan pembobotan parameter banjir berdasarkan kondisi sosial, lingkungan, ekonomi dan fisik.

2. Lokasi fokus

Lokus dalam penelitian ini adalah di daerah Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton di Kota Yogyakarta. Luas total wilayah kajian yaitu 4,01 Km2. Berikut ini adalah 6 kelurahan yang termasuk dalam wilayah penelitian.

a. Kecamatan Mantrijeron - Kelurahan Gedongkiwo - Kelurahan Suryodiningratan - Kelurahan Mantrijeron b. Kecamatan Kraton

- Kelurahan Patehan - Kelurahan Panembahan - Kelurahan Kadipaten


(22)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai dengan daerah yang diteliti. Dalam penentuan tingkat kerentanan, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek fisik, maupun aspek lingkungan tetap menjadi parameter utama yang menentukan kerentanan terhadap suatu wilayah tersebut.

Penelitian Wika Ristya (2012), membahas tentang tingkat bahaya banjir dan tingkat kerentanan wilayah terhadap banjir dengan faktor penentu kerentanan diantaranya kondisi sosial, ekonomi dan fisik. Daerah penelitian merupakan suatu cekungan yang mempunyai potensi banjir cukup tinggi yaitu di 33 Desa/Kelurahan. Dan metode yang digunakan adalah K-Means Cluster dan

Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil survey dan pengolahan data

menunjukkan bahwa tinggi genangan yang mendominasi di daerah penelitian adalah kurang dari 70 cm dengan lama genangan kurang dari 24 jam dan frekuensi genangan kurang dari 6 kejadian dalam setahun. Tingkat bahaya banjir di daerah penelitian ditetapkan dengan metode rata-rata setimbang dan didominasi oleh tingkat bahaya banjir rendah sedangkan tingkat bahaya banjir tinggi mempunyai luas terkecil. Kerentanan wilayah terhadap banjir di daerah penelitian yang ditetapkan dengan metode K-Means Cluster dan AHP didominasi oleh kelas sedang. Wilayah dengan kelas sedang di daerah penelitian ini sebagian besar mempunyai kondisi sosial, ekonomi dan fisik yang rendah dengan tingkat bahaya banjir yang relatif tinggi.

Penelitian Zamia Rizka Fadhilah (2015), membahas tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan banjir yang berada di Sub Daerah Aliran Sungai


(23)

9

Cipinang, Jakarta Timur, dengan menggunakan metode skoring dan overlay peta berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana. Variabel untuk mengukur bahaya adalah karakteristik banjir lokal dengan parameter tinggi genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan dalam satu tahun kejadian. Sedangkan variabel untuk mengukur tingkat kerentanan yaitu terdiri dari empat aspek yang meliputi sosial, ekonomi, lingkungan dan fisik. Dari keempat variabel tersebut terdapat sembilan parameter lagi yaitu demografi pennduduk, lahan produktif, rawa-rawa, rumah, dan fasilitas umum. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat bahaya dan kerentanan banjir di Sub DAS Cipinang berada pada kelas sedang.

Penelitian Istiqomah (2014), membahas tentang pemetaan dan menganalisa tingkat kerentanan (vulnerability) daerah Kota Surakarta terhadap bencana banjir. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Analisis spasial menggunakan metode overlay pada SIG untuk mengetahui persebaran daerah rentan bencana banjir dan analisis deskriptif komparatif yang menggambarkan dan membandingkan tingkat kerentanan bencana banjir daerah satu dengan yang lain berdasarkan variabel-variabel yang mempengaruhi kerentanan tersebut. Hasil penelitian yaitu persebaran kerentanan banjir di Kota Surakarta terdapat tiga klasifikasi yaitu agak rentan, rentan, dan sangat rentan. Adapun persentase kerentanan tersebut ialah 37,5% untuk agak rentan, 61,63% untuk kelas rentan, dan 0,85% untuk kelas sangat rentan. Di Kota Surakarta tidak terdapat klasifikasi tidak rentan, karena apabila ditinjau dari aspek lingkungan, secara umum memiliki kemiringan yang datar (0-15%) dan kepadatan bangunan yang tinggi (>4.117unit/ha). Daerah sangat rentan dan rentan berada di daerah dengan kondisi infiltrasi tanah sangat lambat (0,5m/jam), kerapatan drainase jarang (4,93-6,56km/km2) dan kepadatan bangunan tinggi (>4.117unit/ha). Daerah agak rentan berada di daerah dengan kondisi infiltrasi tanah sangat cepat (25-50mm/jam), kerapatan drainase rapat (>6,57km/km2) dan kepadatan bangunan tinggi (>4.117unit/ha). Kondisi sosial ekonomi juga mempengaruhi tingkat kerentanan banjir Kota Surakarta.


(24)

Penelitian Nur Miladan (2009), membahas tentang Kajian Kerentanan Wilayah Pesisir Kota Semarang Terhadap Perubahan Iklim terutamanya kenaikan air laut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sesuai dengan variabel-variabel kerentanan yang terdiri dari aspek fisik meliputi kawasan terbangun, penggunaan jaringan listrik, jaringan jalan, dan jaringan telekomunikasi; aspek ekonomi meliputi tingkat kemiskinan, dan status kepemiikan lahan; aspek sosial kependudukan meliputi kepadatan penduduk, persentase penduduk tua-balita, persentase penduduk wanita, pemahamn masyarakat tentang bencana, dan kekerbatan penanggulangan bencana; aspek lingkungan meliputi tutupan hutan lindung/kawasan resapan air. Hasil dari penelitian diketahui 16 Kelurahan Pesisir Kota Semarang memiliki tingkat kerentanan rendah hingga sedang terhadap kerawan kenaikan air laut. Kawasan dengan kerentanan rendah seluas 2241,20 Ha dan kawasan dengan kerentanan sedang seluas 431,02 Ha. Sedangkan alternatif strategi yang dapat dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tersebut yakni Strategi Akomodatif dan Strategi Mundur.

Penelitian Andi Ikmal Mahardy (2014), pemetaan daerah rawan banjir di Kota Makassar dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) berbasis spasial dilakukan untuk mengklasifikasi zona banjir yang berada di Kota Makassar berdasarkan draft revisi Rencana Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Makassar 2010-2030. Selain itu, untuk mengidentifikasi jumlah ruas jalan yang terdampak banjir dilakukan dengan menggunakan hasil pemetaan wilayah rawan banjir berbasis spasial sehingga, dapat di ketahui persebaran luasan zona rawan banjir berada pada enam kawasan terpadu berdasarkan draft Revisi RTRW kota Makassar 2010-2030 dan jumlah ruas jalan yang terdampak banjir di kota Makassar sebanyak 77 ruas jalan.


(25)

11

B. Keaslian penelitian

1. Judul : SKRIPSI Kerentanan Wilayah Terhadap Banjir di Sebagian Cekungan Bandung

Penyusun : Wika Ristya (UI, 2012)

Fokus : Mengetahui tingkat bahaya banjir di sebagian cekungan Bandung, memetakan daerah tergenang berdasarkan karakteristik banjir seperti lama genangan, tinggi genangan, dan frekuensi genangan, serta memetakan tingkat kerentanan wilayah terhadap banjir yang dihasilkan dari metode AHP dan K-Means Cluster terhadap kondisi kerentanan sosial, ekonomi, dan fisik Lokus : Sebagian Cekungan Bandung

Metode : Deduktif Kuantitatif (Analytical Hierarchy Process

(AHP), K-Means Cluster, dan Metode Rata-Rata Setimbang).

2. Judul : SKRIPSI Analisis Tingkat Bahaya dan Kerentanan Banjir di Sub Daerah Aliran Sungai Cipinang, Jakarta Timur. Penyusun : Zamia Rizka Fadhilah (UGM, 2015)

Fokus : Pengukuran tingkat bahaya dan tingkat kerentanan banjir menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) melalui metode skoring dan overlay parameter banjir secara fisik maupun sosial ekonomi dan kependudukan. Lokus : di Sub DAS Cipinang, Jakarta Timur

Metode : skoring dan overlay

3. Judul : SKRIPSI Zonasi Tingkat Kerentanan (Vulnerability) Banjir Daerah Kota Surakarta.

Penyusun : Istiqomah (UMS, 2014)


(26)

dan menganalisa tingkat kerentanan terhadap bencana banjir menggunakan beberapa variabel-variabel dengan metode analisis spasial dan analisis deskriptif-komparatif. Untuk mengetahui persebaran daerah yang rentan terhadap banjir menggunakan analisis spasial dengan metode tumpangsusun atau overlay pada aplikasi Arc Gis 9.3. Lokus : Kota Surakarta

Metode : Analisis spasial dan Analisis deskriptif-komparatif

4. Judul : TESIS Kajian Kerentanan Wilayah Pesisir Kota Semarang Terhadap Perubahan Iklim

Penyusun : Nur Miladan (UNDIP, 2009)

Fokus : Mengkaji kerentanan wilayah pesisir kota terhadap

perubahan iklim terutamanya kenaikan air laut menggunakan pendekatan kuantitatif sesuai dengan variabel-variabel kerentanan yang ditentukan sebelum pencarian data. Dan dilakukan alternatif strategi yaitu Strategi Akomodatif dan Strategi Mundur.

Lokus : Kota Semarang

Metode : Pendekatan Kuantitatif skoring

5. Judul : TUGAS AKHIR Analisis dan Pemetaan Daerah Rawan Banjir Di Kota Makassar Berbasis Spasial

Penyusun : Andy Ikmal Mahardy (Univ. HASANUDDIN, 2014) Fokus : Pemetaan dan analisis daerah sebaran rawan banjir

dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) berbasis Spasial. Dan mengidentifikasi ruas-ruas jalan yang terdampak banjir serta menganalisis kawasan Industri rawan banjir berdasarkan RTRW tahun 2010-2030 di Kota Makassar. Lokus : Kota Makassar


(27)

13 BAB III LANDASAN TEORI

A. Pengertian Bencana

Berdasarkan UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengganggu kehidupan dan penghidupan masayarakat, disebabkan oleh faktor alam dan non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologi.

Definisi bencana seperti dipaparkan di atas mengandung tiga aspek dasar yaitu :

1. Terjadinya peristiwa atau gangguan terhadap masyarakat.

2. Peristiwa atau gangguan tersebut membahayakan kehidupan dan fungsi dari masyarakat.

3. Mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi sumber daya mereka.

Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI, 2013) menggolongkan bencana ke dalam tiga jenis yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

a. Bencana Alam : Bencana yang terjadi akibat serangkaian peristiwa alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, angin topan, gunung meletus dan kekeringan.

b. Bencana Non Alam : Bencana yang terjadi akibat serangkaian peristiwa non alam seperti epidemi dan wabah penyakit, gagal modemisasi, dan kegagalan teknologi.


(28)

c. Bencana Sosial : Bencana ang terjadi akibat serangkaian peristiwa ulah/interpensi manusia dalam beraktifitas yang meliputi teror dan konflik sosial antar kelompok maupun antar komunitas.

Semakin besar bencana terjadi , maka kerugian akan semakin besar apabila manusia, lingkungan, dan infrastruktur semakin rentan (Himbawan, 2010). Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka masyarakat tersebut dapat mengatasi masalah sendiri peristiwa yang mengganggu. Bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam, maka tidak akan terjadi bencana.

Menurut Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS PB, 2002) dalam arahan kebijakan Mitigasi Bencana Perkotaan di Indonesia bahwa tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor berpengaruh terhadap terjadinya

bencana, karena bencana baru akan terjadi bila ‘bahaya’ terjadi pada ‘kondisi rentan’. Sementara itu BAKORNAS PB mengartikan ancaman atau bahaya sebagai suatu kejadian atau peristiwa yang berpotensi menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, kerusakan lingkungan dan menimbulkan dampak suatu kondisi yang ditentukan oleh psikologis. Hubungan ancaman (bahaya) dan kerentanan sebagai berikut :

Ancaman + Kerentanan = Bencana.

Pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi :

a. Pengurangan resiko bencana dan pemaduan pengurangan resiko bencana dengan program pembangunan.

b. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana.

c. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum. d. Pemulihan kondisi dari dampak bencana.


(29)

15

e. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai.

f. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai.

g. Pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

B. Pengertian Bahaya (Hazard)

Bahaya (Hazard) adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mempunyai kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UURI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana).

Awatona dalam Permana (2010) menyatakan apabila dilihat dari potensi bencana yang di timbulkan, bahaya merupakan suatu fenomena alam atau fenomena buatan yang memiliki potensi untuk mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan. Dan dia juga menjelaskan bahwa bencana baru akan terjadi apabila bahaya terjadi pada kondisi yang rentan. Disamping itu bahaya (Hazard) adalah suatu fenomena alam atau buatan dan mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda hingga kerusakan lingkungan. Berdasarkan United Nations International Strategy

for Disaster Reduction (UN-ISDR), bahaya dibedakan menjadi lima kelompok

yaitu:

1. Bahaya beraspek geologi, antara lain gempa bumi, tsunami, gunung api, dan longsor.

2. Bahaya beraspek hidrometerologi, antara lain banjir, kekeringan, angin topan, dan gelombang pasang.


(30)

3. Bahaya beraspek biologi, antara lain wabah penyakit, hama, dan penyakit tanaman.

4. Bahaya beraspek teknologi, antara lain kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, dan kegagalan teknologi.

5. Bahaya beraspek lingkungan, antara lain kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, dan pencemaran limbah.

Tohari dalam Zahara (2012) memahami bahwa kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya

tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan ‘bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidak berdayaan’. Dengan demikian,

aktifitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di suatu daerah tanpa ketidakberdayaan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai kebkaran yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.

Pada penelitian ini variabel perhitungan tingkat ancaman/bahaya adalah satu variabel yakni karakteristik banjir lokal dengan tiga parameter yang terdiri dari : tinggi genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan. Asal mula berpedoman pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana hanya terdapat satu parameter untuk pengukuran tingkat bahaya banjir, yakni tinggi genangan skor 0,33 untuk kelas rendah, skor 0,67 untuk kelas sedang, dan skor 1 untuk kelas tinggi. Kemudian BNPB (2012) mengkaji bahwa indeks ancaman/bahaya bencana disusun berdasarkan dua komponen utama yakni kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk kejadian bencana tersebut. Indeks ancaman/bahaya ini disusun atas data dan catatan sejarah kejadian banjir / genangan yang pernah terjadi.


(31)

17

Tabel 3.1 Variabel perhitungan tingkat bahaya bencana banjir

Variabel Parameter

Karakteristik banjir lokal

- Tinggi genangan - Lama genangan - Frekuensi genangan Sumber : BNPB dan modifikasi peneliti

BAKORNAS PB menambahkan bahwa parameter atau tolak ukur tingkat ancaman/bahaya dapat ditentukan berdasarkan : luas genangan (Km2, hektar); kedalaman atau ketinggian air banjir (meter); kecepatan aliran (meter/detik, km/jam); material yang dihanyutkan aliran banjir (batu, pohon, bongkahan, dll); tingkat kepekatan air atau tebal endapan lumpur (meter, cm); lamanya waktu genangan (jam, hari, bulan). Sementara itu parameter frekuensi genangan mengadopsi dari dua penelitian yang sudah pernah dilakukan, pertama oleh Wika Ristya (2012) dengan judul penelitian Kerentanan Wilayah terhadap Banjir di

Sebagian Cekungan Bandung. Sama halnya dengan penelitian saya kali ini,

peneliti melakukan penelitiannya dengan perolehan data melalui survei lapangan. Kedua oleh Zamia Rizka Fadhilah (2015) dengan judul Analisis Tingkat Bahaya

dan Kerentanan Banjir di Sub Daerah Aliran Sungai Cipinang, Jakarta. Namun

peneliti melakukan penelitiannya dengan perolehan data frekuensi genangan melalui eksplorasi dari data kejadian banjir harian tahunan.

C. Pengertian Kerentanan (Vulnerability)

Kerentanan adalah suatu keadaan penurunan ketahanan akibat pengaruh eksternal yang mengancam kehidupan, mata pencaharian, sumber daya alam, infrastruktur, produktivitas ekonomi, dan kesejahteraan. Hubungan antara bencana dan kerentanan menghasilkan suatu kondisi resiko, apabila kondisi tersebut tidak dikelola dengan baik (Wignyosukarto, 2007).


(32)

Berdasarkan BAKORNAS PB (2007) bahwa kerentanan (vulnerability) adalah seekumpulan kondisi atau suatu akibat keadaaan (faktor fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan ditujukan pada upaya mengidentifikasi dampak terjadinya bencana berupa jatuhnya korban jiwa maupun kerugian ekonomi dalam jangka pendek, terdiri dari hancurnya pemukiman infrastruktur, sarana dan prasarana serta bangunan lainnya, maupun kerugian ekonomi jangka panjang berupa terganggunya roda perekonomian akibat trauma maupun kerusakan sumber daya alam lainnya.

Kerentanan merupakan suatu fungsi besarnya perubahan dan dampak dari suatu keadaan, sistem yang rentan tidak akan mampu mengatasi dampak dari perubahan yang sangat bervariasi (Macchi dalam Pratiwi, 2009).

Sedangkan penilaian kerentanan adalah proses pengukuran tingkat kerentanan, baik individu maupun kelompok, laki-laki maupun perempuan, dan kelompok umur yang didasarkan pada aspek-aspek fisik, sosial (termasuk kebijakan), ekonomi, dan lingkungan (Zamia, 2015).

Berdasarkan International Strategi for Disater Reduction / ISDR, Diposaptono dalam Ristya (2012) bahwa kerentanan adalah kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan atau proses meningkatkan kerawanan suatu masyarakat terhadap dampak bencana.

1. Kerentanan fisik

Kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik terhadap faktor bahaya tertentu (BAKORNAS PB, 2002). Pada umumnya kerentanan fisik merujuk pada perhatian serta kelemahan atau kekurangan pada lokasi serta lingkungan terbangun. Ini diartikan sebagai wilayah rentan terkena bahaya. Kerentanan fisik seperti tingkat kepadatan bangunan, desain serta material yang digunakan untuk infrastruktur dan perumahan, presentase kerusakan jaringan jalan,


(33)

19

maupun keberadaan bangunan-bangunan pengendali air juga sangat berpengaruh terhadap kerentanan banjir.

2. Kerentanan Ekonomi

Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya (BAKORNAS PB, 2002). Kemampuan ekonomi atau status ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada ummnya masyarakat di daerah miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak memiliki kemampuan finansial memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana. Makin rendah sosial ekonomi akan semakin tinggi tingkat kerentanan dalam menghadapi bencana. Bagi masyarakat dengan ekonomi kuat, pada saat terkena bencana, dapat menolong dirinya sendiri misalnya dengan mengungsi di tempat penginapan atau di tempat lainnya (Nurhayati, 2010).

3. Kerentanan Sosial

Kerentanan sosial menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya (BAKORNAS PB, 2002). Dengan demikian, kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya tertentu seperti jumlah penduduk usia tua, penduduk usia balita, maupun banyaknya penduduk cacat. Himbawa dalam Ristya (2012) menjelaskan kerentanan sosial misalnya adalah sebagian dari produk kesenjangan sosial yaitu faktor sosial yang mempengaruhi atau membentuk kerentanan berbagai kelompok dan mengakibatkan penurunan kemempuan untuk menghadapi bencana. Selain dari jumlah penduduk kerentanan sosial juga dapat diukur dari tingkat kesehatan dan pendidikannya. Tingkat kesehatan masyarakat yang rendah, dan disebabkan pendidikan terakhir yang rendah atau bahkan kurangnya pengetahuan mengenai resiko, bahaya dan bencana akan menimbulkan tingkat kerentanan yang tinggi dalam menghadapi bahaya.


(34)

4. Kerentanan Lingkungan

Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran sungai misalnya, akan selalu terancam bahaya banjir. Kondisi lingkungan tersebut menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya seperti intensitas curah hujan yang tinggi, ketinggian topografi, drainase permukaan, kemiringan lereng suatu daerah, penggunaan lahan maupun jenis tanah dari daerah tersebut. Pada dasarnya banjir disebabkan adanya curah hujan tinggi dan air hujan tersebut tidak dapat diserap oleh tanah karna kondisi tanah. Kondisi tanah yang dipengaruhi oleh tindakan manusia yang menyebabkan tingginya penutup lahan dan rusaknya saluran pengairan. Pada akhirnya air meluap dan timbul genangan air, sehingga daerah tersebut menjadi daerah rentan banjir.

D. Pengertian Banjir

Banjir adalah tinggi muka air melebihi normal pada sungai dan biasanya mengalir meluap melebihi tebing sungai dan luapan airnya menggenang pada suatu daerah genangan (Hadisusanto, 2011). Selain itu, banjir menjadi masalah dan berkembang menjadi bencana ketika banjir tersebut mengganggu aktifitas manusia dan bahkan membawa korban jiwa dan harta benda (sobirin, 2009).

Kerawanan banjir adalah keadaan yang menggambarkan mudah atau tidaknya suatu daerah terkena banjir dengan didasarkan pada faktor-faktor alam yang mempengaruhi banjir antara lain faktor meteorologi (intensitas curah hujan, distribusi curah hujan, frekuensi dan lamanya hujan berlangsung) dan karakteristik daerah aliran sungai (kemiringan lahan/kelerengan, ketinggian lahan, tekstur tanah dan penggunaan lahan) (suherlan, 2001).

Menurut M. Syahril (2009), kategori atau jenis banjir terbagi berdasarkan lokasi sumber aliran permukaan dan berdasarkan mekanisme terjadinya banjir.


(35)

21

1. Berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya : a. Banjir kiriman (banjir bandang)

Banjir kiriman ini disebabkan oleh peningkatan debit air sungai yang mengalir. Dan diperparah oleh air kiriman dari daerah hulu sungai. Sebagian besar sebagai akibat bertambah luasnya daerah terbangun dan mengubah koefisien aliran di daerah tangkapan, sehingga semakin banyak air yang menjadi aliran permukaan, sebaliknya semakin sedikit air meresap menjadi air tanah.

b. Banjir lokal

Banjir lokal disebabkan oleh tingginya intensitas curah hujan dan belum tersedianya sarana drainase memadai dan lebih bersifat setempat, sesuai dengan luas sebaran hujan lokal. Atau bisa didefinisikan secara singkat yaitu banjir yang terjadi karena volume hujan setempat yang meebihi kapasitas pembuangan disuatu wilayah. c. Banjir Rob

Banjir ini disebabkan oleh tingginya pasang surut air laut yang melanda daerah pinggiran laut atau pantai. Namun dalam penelitian ini tidak menggunakan batasan banjir rob karana daerah penelitian yaitu daerah kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton yang merupakan daerah perkotaan dan daerah yang tidak berbatasan langsug dengan laut ataupun pantai.

2. Berdasarkan mekanisme banjir terdiri dari 2 jenis yaitu :

a. Regular Flood : Banjir yang diakibatkan oleh hujan

b. Irregular Flood : Banjir yang diakibatkan oleh selain hujan, seperti

tsunami, gelombang pasang, dan hancurnya bendungan.

Secara umum penyebab banjir dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir disebabkan oleh tindakan manusia (Kodoatie dan Sugianto, 2002).


(36)

Banjir disebabkan oleh faktor alam, seperti :

1. Curah hujan : pada musim hujan, curah hujan tinggi dapat mangakibatkan banjir disungai dan bila melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.

2. Pengaruh fisiografi : fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk. Fungsi dan kemiringan Daerah Aliran Sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, material dasar sungai), lokasi sungai merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.

3. Erosi dan sedimentasi : Erosi di daerah pengaliran sungai berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.

4. Kapasitas sungai : pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendpan yang berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan serta sedimentasi di sungai karna tidak adnya vegetasi penutup dan adanya penggunaan tanah tidak tepat.

5. Kapasitas drainase yang tidak memadai : kapasitas drainase tidak memadai disuatu daerah dapat menyebabkan terjadinya banjir.

6. Pengaruh air pasang : Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karna terjadinya aliran balik

(backwater). Fenomena genangan air juga rentan terjadi didaerah

pesisir sepanjang tahun baik musim hujan maupun dimusim kemarau.

Banjir disebabkan oleh faktor manusia, seperti :

1. Perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai : Perubahan daerah aliran sungai kurangti pengundulan hutan, usaha pertanian yang kurang


(37)

23

tepat, perluasan kota dan perubahan tata guna lainnya dapat memperburuk masalah banjir karena aliran banjir.

2. Wilayah kumuh : Masalah wilayah kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan. Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai, dapat menjadi penghambat aliran. 3. Sampah : Fenomena disiplin masyarakat yang kurang baik dengan

membuang sampah tidak pada tempatnya dapat menyebabkan banjir. 4. Drainase lahan : Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian

pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.

5. Bendung dan Bangunan air : Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).

6. Kerusakan bangunan pengendali banjir : Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.

7. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat : Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir besar.

Banjir yang terjadi dapat menimbulkan beberapa kerugian (eko, 2003), diantaranya adalah :

1. Bangunan akan rusak atau hancur akibat daya terjang air banjir, terseret arus, terkikis genangan air, longsornya tanah diseputar atau dibawah pondasi.

2. Hilangnya harta benda dan korban nyawa. 3. Rusaknya tanaman pangan karena genangan air.

4. Pencemaran tanah dan air karena arus air membawa lumpur, minyak, dan bahan-bahan lainnya.


(38)

Penanggulangan resiko banjir :

Menurut Abhas (2012), pentingnya memahami suatu bencana khususnya bencana banjir di wilayah perkotaan merupakan langkah awal dalam mengurangi kerugian dari segala aspek. Berdasarkan prinsip pengolahan resiko banjir terdiri atas 12 tahapan, yaitu :

a. Memahami jenis, sumber, aset-aset yang ter ekspose dan kerentanan banjir.

b. Rancangan untuk pengolahan banjir harus dapat menyesuaikan dengan perubahan dan ketidakpastian dimasa depan.

c. Urbanisasi yang berjalan cepat membutuhkan pengolahan resiko banjir secara terintegrasi dengan rancangan kota rutin dan tata laksana. d. Starategi terintegrasi membutuhkan penggunaan tindakan-tindakan

struktural dan non-struktural dan cara pengukuran yang tepat untuk mendapatkan hasil yang seimbang secara tepat.

e. Tindakan-tindakan struktural dengan rekayasa tinggi dapat menyebabkan transfer resiko di hilir dan di hulu.

f. Kemungkinan untuk mentiadakan risiko banjir secara keseluruhan adalah mustahil.

g. Banyak tindakan pengelolahan banjir memiliki keuntungan berganda di atas peran mereka mengelola banjir.

h. Sangat penting untuk mempertimbangkan konsekuensi sosial dan ekologis secara lebih luas dalam pembiayaan pengelolahan banjir. i. Kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab untuk konstruksi

dan pengelolahan program-program risiko banjir sangat perlu.

j. Implementasi tindakan-tindakan pengelolahan risiko banjir memerlukan kerjasama dari para pemangku kepentingan.

k. Perlu adanya komunikasi yang berlangsung secara terus menerus untuk meningkatkan kesadaran dan memperkuat kesiapan.

l. Rencana pemulihan secara cepat setelah terjadi banjir dan gunakan proses pemulihan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat.


(39)

25

Pengelolahan resiko banjir khususnya perkotaan merupakan intervensi multi disiplin dan multi sektoral yang jatuh pada tanggung jawab dari keragaman badan-badan pemerintahan dan non pemerintahan. Berlandaskan tindakan-tindakan pengelolahan yang mengacu pada kedekatan spasial, dapat memudahkan otoritas lokal dalam mengambil keputusan yang tepat dan terintegrasi.

E. Metode skoring / pembobotan

Menurut Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB, pembobotan merupakan teknik pengambilan keputusan pada suatu proses yang melibatkan berbagai faktor secara bersama-sama dengan cara memberi bobot pada masing-masing faktor tersebut. Pembobotan dapat dilakukan secara objektif dengan perhitungan statistik maupun secara subyektif dengan menetapkan berdasarkan pertimbangan tertentu. Namun penentuan bobot secara subyektif harus dilandasi pemahaman yang kuat mengenai proses tersebut. Pada penelitian ini penentuan bobot diperoleh dari pendapat atau penilaian para pakar dalam bentuk kuesioner penilaian. Sementara itu pembobotan faktor yang terbaik menurut BNPB (2012) diperoleh melalui konsensus pendapat para ahli atau yang terkenal disebut Analytic Hierarchy Proses (AHP). Metodologi ini dikembangkan oleh Thomas L. Saaty sejak 1970. Awal mulanya AHP digunakan sebagai alat untuk pengambilan keputusan.

AHP adalah suatu metodologi pengukuran melalui perbandingan pasangan-bijaksana yang bergantung pada penilaian para pakar untuk memperoleh skala prioritas. Dan skala inilah yang mengukur wujud secara relatif. Ristya (2012) menambahkan bahwa pada dasarnya, metode skoring AHP ini dirancang untuk menghimpun persepsi orang secara rasional yang berhubungan erat dengan permasalah tertentu melalui suatu prosedur untuk sampai pada skala referensi diantara berbagai alternatif. Selain itu, Oktriyadi dalam Ristya (2012) juga menganalisis bahwa metode skoring AHP ini ditujukan untuk permasalahan yang


(40)

tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement), maupun situasi kompleks yakni situasi ketika data dan informasi statistik sangat minim.

F. Deskripsi daerah penelitian

Penelitian ini mengambil studi kasus di daerah kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton, meskipun tidak tergolong wilayah yang tercatat sebagai daerah yang selalu terkena bencana banjir setiap tahunnya, tetapi kali ini peneliti ingin menganalisis seberapa tinggi atau seberapa besar tingkat bahaya dan kerentanan wilayah tersebut terhadap bencana banjir.

Mantrijeron secara geografis terletak pada 7.49014’85’’Lintang selatan dan 110.21040’95’’ garis bujur timur, dan terletak pada ketinggian 113 m dari permukaan laut.Sebagaimana daerah di Indo-nesia kecamatan Mantrijeron juga beriklim tropis dengan memperoleh pengaruh angin muson yang berganti arah setiap setengah tahun sekali.

Mantrijeron merupakan wilayah yang sebagian besar digunakan sebagai pemukiman, perhotelan dan pertokoan, dengan luas wilayah 2,61 Km2 dan terletak pada ketinggian 113 m dari permukaan laut. Kecamatan mantrijeron secara administrasi terbagi menjadi 3 kelurahan yaitu kelurahan Gedongkiwo (luas 0,90 Km2), Suryodiningratan (luas 0,85 Km2), dan Mantrijeron (luas 0,86 Km2). Sebagai daerah perkotaan yang padat penduduk dari berbagai suku dan agama, wilayah Mantrijeron sebagian besar digunakan sebagai pemukiman yang terdiri dari 55 RW, dan 230 RT dengan jumlah penduduk sebanyak 35.619 orang, dan kepadatan penduduk mencapai 13.649 jiwa/Km2.


(41)

27 Sumber : Kecamatan Mantrijeron, 2016


(42)

28

Kecamatan Kraton terletak di sebelah barat daya Kota Yogyakarta dengan luas wilayah mencapai 1,40 Km2 . Secara geografis kecamatan Kraton terletak di pusat kota dengan jarak 4,0 km ke pusat pemerintakan kota Yogyakarta dan 1,50 km ke pusat pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan lokasi di dalam benteng Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Sebagian besar wilayahnya diperuntukkan untuk pemukiman, perdagangan, industri pengolahan, dan perdagangan.

Secara geografis Kecamatan Kraton terletak pada 7 s/d 8 Lintang selatan dan 11 s/d 11,1 garis bujur ti-mur, dan terletak pada ketinggian 114 m dari permukaan laut. Kecamatan Kraton terdiri dari 3 kelurahan, 43 RW, 175 RT, yaitu kelurahan Patehan (luas 0,40 Km2), Panembahan (luas 0,66 Km2), dan Kadipaten (luas 0,34 Km2). Jumlah penduduk di kecamatan Kraton terdapat 22.502 orang dengan kepadatan penduduk mencapai 16.073 jiwa/Km2.


(43)

29 Sumber : Kecamatan Kraton, 2016


(44)

30 a. Kependudukan

Daerah penelitian ini masuk ke dalam administrasi wilayah Kota Yogyakarta yang mempunyai jumlah penduduk yang berbeda-beda dengan luas wilayah berbeda pula di setiap tempatnya. Luas wilayah paling kecil terdapat pada kelurahan Patehan yaitu hanya sebesar 5.895 km2. Sedangkan luas wilayah terbesar terdapat pada kelurahan Gedongkiwo yaitu sebesar 13.858 km2. Luas total wilayah di daerah penelitian adalah sebesar 57.200 km2. Besarnya luas wilayah suatu daerah tidak menjamin kepadatan penduduk didaerah tersebut besar karena kepadatan penduduk tidak hanya dipengaruhi oleh luas wilayah saja, akan tetapi juga oleh banyaknya jumlah penduduk di daerah tersebut.

Adapun tabel dari jumlah penduduk beserta kepadatan penduduk tiap desa/kelurahan dapat dilihat dalam tabel 3.2

Tabel 3.2 Kepadatan Penduduk Daerah Penelitian

Kecamatan Kelurahan

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Luas Wilayah

(Km2)

Kepadatan Penduduk

(Jiwa) Mantrijeron Gedongkiwo

Suryodiningratan Mantrijeron 0,90 0,85 0,86 13.858 10.958 10.260 15.397,78 12.891,76 11.930,23 Kraton Patehan

Panembahan Kadipaten 0,40 0,66 0,34 5.895 9.359 6.870 14.737,5 14.180,30 20.205,88

Jumlah 4,01 57.200 89.343,45

Sumber : Data Monografi Kecamatan

b. Kondisi sosial dan ekonomi daerah penelitian

Kerentanan terhadap banjir juga dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, dan fisik di daerah penelitian yang dapat di lihat pada tabel 3.3


(45)

31

Tabel 3.3 kondisi sosial-ekonomi kependudukan

Kelurahan Penduduk jenis kelamin (Jiwa) Penduduk usia Tua (Jiwa) Penduduk usia Balita (Jiwa) Penduduk Miskin (KK) Gedongkiwo Suryodinigratan Mantrijeron 7088 5581 5288 943 756 772 863 658 628 2032 597 335 Patehan Panembahan Kadipaten 2988 4783 3566 549 774 512 327 534 379 235 249 255 Sumber : Data Monografi Kecamatan

Berdasarkan Tabel 3.3 Desa/Kelurahan Gedongkiwo mempunyai jumlah penduduk jenis kelamin perempuan, penduduk usia tua, penduduk usia balita dan penduduk miskin relatif tinggi dibandingkan daerah lainnya. Semakin tinggi faktor penentu kerentanan tersebut, maka akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kerentanan wilayah terhadap banjir. Salah satu parameter kerentanan dari aspek ekonomi adalah persentase kemiskinan penduduk dan persentase penduduk yang bekerja di sektor rentan (petani). Data dari parameter tersebut dapat dilihat pada lampiran Data Monografi Kecamatan.

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Penyandang Disabilitas Jumlah Penduduk Berdasarkan Disabilitas Kelurahan Fisik

Buta/ Netra Rungu/ Wicara Mental / jiwa Fisik &

Mental Lainnya Total

Gedongkiwo 12 3 5 10 2 7 39

Suryodiningratan 14 5 8 5 2 7 41

Mantrijeron 5 4 1 2 2 8 22

Patehan 3 0 3 1 0 7 14

Panembahan 3 4 6 2 2 6 23

Kadipaten 2 1 6 2 0 7 18


(46)

c. Penggunaan tanah atau lahan di daerah penelitian.

Penggunaan tanah merupakan indikator dari aktifitas manusia di suatu tempat, maka penggunaan tanah dikatakan sebagai petunjuk tentang kondisi masyarakat di suatu tempat. Makin meningkat jumlah penduduk serta kebutuhannya maka kebutuhan akan suatu tempat/tanah untuk pelaksanaan kegiatan dalam memenuhi kebutuhan tersebut menjadi meningkat (Sandy dalam Ristya, 2012). Disamping itu, pengggunaan tanah di daerah penelitian menunjukkan jenis beragam yang meliputi perumahan, jasa, perusahaan, industri, pertanian, lahan kosong DPK, dan lain-lain dengan luas dalam ha berbeda-beda. Adapun penggunaan lahan daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 3.4 di bawah:

Tabel 3.5 penggunaan lahan daerah penelitian

No

Jenis Paenggunaan Tanah ( Ha )

Kecamatan Mantrijeron Kraton

1. Perumahan 200,3698 104,2751

2. Jasa 9,5500 11,3008

3. Perusahaan 15,5134 8,4316

4. Industri 0,4880 0

5. Pertanian 1,7614 0

6. Kosong, DPK 0,0914 0

7. Lain-lain 33,2260 15,9925

Jumlah 261,0000 140,0000


(47)

33

Tabel 3.6 Luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah per kelurahan di Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton

Kecamatan Kelurahan

Luas wilayah menurut penggunaan tanah

(ha)

Jumlah bangunan

(unit)

Mantrijeron

Gedongkiwo 90,46 4433

Suryodiningratan 85,09 3489

Mantrijeron 85,84 3348

Jumlah total 261,00

Kraton

Patehan 40,00 1720

Panembahan 66,00 2772

Kadipaten 34,00 2040

Jumlah total 140,00

Sumber : Kecamatan Dalam Angka (2015)

d. Keadaan iklim daerah penelitian

Daerah Kota Yogyakarta memiliki iklim tropis dan tipe iklim “AM dan

AW”, curah hujan yang rata-rata 2.012 mm/tahun dengan kelembaban 24,7% suhu udara rata-rata berkisar 227,20C. Secara umum Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton berada di dataran agak rendah, hampir disetiap tahun tepatnya pada musim penghujan terjadi banjir atau genangan air dibeberapa daerah di wilayah Kota Yogyakarta. Di daerah penelitian ini daerah yang paling sering terkena genangan atau banjir adalah Kelurahan Gedongkiwo. Banjir yang terjadi disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi sehingga banyak tanggul dan drainase yang ada dibeberapa sungai tidak mampu menahan derasnya arus air sungai. Dalam upaya untuk mengantisipasi banjir tersebut perlu adanya kajian mengenai kerentanan daerah yang sering terkena banjir dan juga mengetahui berapa besarnya curah hujan yang terjadi di wilayah-wilayah tersebut. Berawal dari alasan tersebut dalam penelitian ini diusulkan skoring dan pembobotan. Sehingga dengan teknik dan metode tersebut dapat


(48)

ditemukan potensi kerentanan wilayah terhadap banjir yang melanda suatu daerah. Adapun data curah hujan di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.7 di bawah :

Tabel 3.7 Data Curah Hujan

Unsur Iklim

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei - Okt Nov Des

Curah Hujan (mm)

359,1 309,7 366 367 0 127,9 267,4

Periode 1 177,1 309,7 230 235,9 0 23,4 205,4

Periode 2 182 0 136 131,1 0 104,5 62

Curah Hujan Maksimum

(mm)

88 95 67 62,3 0 55 33

Hari Hujan 15 8 13 16 0 9

17


(49)

35 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Konsep Penelitian

Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap banjir. Penentuan kelas kerentanan maupun tingkat bahaya banjir di analisis dengan menggunakan metode skoring dan pembobotan. Metode skoring digunakan untuk mendapatkan hirarki dan menentukan nilai atau kelas rentan atau tidaknya suatu daerah yang diteliti, berdasarkan tingkat prioritas dari masing-masing variabel tetapi sebelum dilakukan penskoran terlebih dahulu ditentukan faktor bobot dari setiap parameter. Penentuan bobot didasarkan atau diambil dari hasil kuesioner/wawancara dari beberapa pakar dan ahli-ahli terkait yang berisi tentang seberapa besarnya pengaruh suatu parameter terhadap kawasan yang rentan terhadap banjir.

Tingkat bahaya banjir dilihat berdasarkan karakteristik banjir seperti lama genangan, tinggi genangan, dan frekuensi genangan. Kerentanan wilayah terhadap banjir dilihat berdasarkan kondisi sosial, kondisi ekonomi, kondisi lingkungan dan kondisi fisik dimana dari kondisi-kondisi tersebut tersebut terdapat parameter-parameter yang mendukungnya. Parameter kerentanan wilayah terhadap banjir dalam penelitian ini yaitu tingkat kepadatan penduduk, penduduk berdasarkan jenis kelamin, presentase jumlah penduduk usia tua-balita, penduduk penyandang disabilitas, kemiskinan penduduk, persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan, tingkat kepadatan bangunan, presentase kerusakan jaringan jalan, intensitas curah hujan, penggunaan lahan, ketinggian topografi, dan jarak dari sungai.


(50)

Tabel 4.1 Variabel dan Parameter Penilaian Kerentanan Banjir (Dari berbagai sumber).

Variabel penelitian Parameter Keterangan

Karakteristik Daerah Banjir

Tinggi genangan (dalam cm)

Semakin tinggi genangan, maka kerugian yang terjadi akan semakin besar dan potensi bahaya banjir akan semakin tinggi.

Lama genangan (dalam jam)

Semakin lama suatu tempat tergenang maka kerugian yang ditimbulkan akan semakin besar.

Frekuensi genangan (dalam 1 tahun)

Semakin sering terjadi banjir maka bahaya dan kerugian yang ditimbulkan akan semakin besar.

Aspek Sosial

Kepadatan penduduk (Jiwa/ha)

Semakin tinggi kepadatan penduduk maka kerentanan wilayah terhadap banjir semakin tinggi

Persentase jenis kelamin

Semakin besar rasio jenis kelamin, maka kemampuan untuk menghindari bahaya akan semakin kecil dan kerentanan wilayah terhadap banjir akan tinggi.

Persentase penduduk usia tua

Semakin banyak penduduk dengan usia tua maka kemampuan untuk menghindari bahaya akan semakin kecil dan kerentanan akan semakin tinggi. Penduduk usia tua dalam penelitian ini adalah yang berumur > 65 tahun.

Persentase penduduk usia balita

Semakin banyak penduduk dengan usia balita maka kemampuan untuk menghindari bahaya akan semakin kecil dan kerentanan akan semakin


(51)

37

tinggi. Penduduk usia balita dalam penelitian ini adalah yang berumur 0 - 4 tahun.

Persentase penyandang

disabilitas

Semakin besar persentase penduduk penyandang disabilitas (cacat), maka kemampuan untuk menghindari bahaya akan semakin kecil dan kerentanan wilayah terhadap banjir akan semakin tinggi.

Aspek Ekonomi

Persentase kemiskinan

penduduk

Semakin tinggi persentase keluarga miskin maka kerentanan terhadap banjir semakin tinggi. Masyarakat berpenghasilan rendah akan lebih menderita dibanding yang berpenghasilan lebih tinggi karena tidak memiliki cukup uang untuk proses perbaikan.

Presentase rumah tangga yang bekerja

disektor rentan (pedagang)

Semakin tinggi jumlah keluarga yang bekerja disektor rentan (pedagang) maka akan semakin rentan terhadap bahaya banjir.

Aspek fisik

Kepadatan bangunan (bangunan/ha)

Semakin tinggi kepadatan bangunan maka kerentanan terhadap banjir akan semakin tinggi. Dalam hal ini adalah perbandingan jumlah bangunan dengan luas wilayah (ha).

Persentase kerusakan jaringan jalan

Semakin rendah ketersediaan jalan dan buruknya kondisi jalan maka semakin rentan terhadap bencana.

Aspek lingkungan

Intensitas curah hujan

Semakin tinggi tingkat curah hujan maka kerentanan terhadap banjir akan semakin tinggi.


(52)

Aspek Lingkungan

Penggunaan lahan Semakin banyak bangunan yang tidak permanen maka akan semakin rentan terhadap bahaya banjir.

Ketinggian topografi

Semakin rendah keadaan topografi suatu daerah maka kerentanan terhadap banjir akan semakin tinggi.

Jarak dari sungai

Semakin dekat jarak pemukiman dengan sungai maka semakin rentan wilayah tersebut terhadap bencana banjir.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Daerah Kota Yogyakarta yang terletak di daerah dataran lereng gunung merapi memiliki kemiringan lahan yang relatif datar (antara 0 – 2 %) dan berada pada ketinggian rata-rata 100 – 114 meter dari permukaan laut. Kota yogyakarta terdapat 3 sungai yang mengalir dari arah Utara ke Selatan yaitu : Sungai Gajahwong yang mengalir dibagian timur kota, Sungai Code dibagian tengah dan Sungai Winongo dibagian barat kota. Kota Yogyakarta juga merupakan daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga masih banyak penduduk yang memilih tempat tinggal di daerah bantaran sungai. Hal ini sangat memungkinkan pemukiman terkena banjir ketika tingkat curah hujan tinggi yang mengakibatkan melimpahnya air sungai.

BPBD DIY telah mengeluarkan peta Sebaran Kejadian Bencana Banjir di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015 seperti pada gambar 4.1. Dengan demikian penelitian ini mengambil studi kasus di daerah Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton yang berkemungkinan mempunyai tingkat bahaya dan kerentanan yang tinggi terhadap bencana banjir, karna melihat daerah tersebut juga merupakan daerah yang memasuki zona sebaran kejadian banjir tinggi.


(53)

35 Sumber : BPBD DIY, 2016


(1)

10 Tabel 11. Klasifikasi Jenis Kelamin

Sumber : BNPB dan Kuisioner (2016) Tabel 12. Hasil Persentase Jenis Kelamin

Sumber : Analisis Penulis (2016) c. Persentase penduduk usia tua

Persentase penduduk usia tua diperoleh dengan rumus :

Berikut ini adalah tabel skoring persentase penduduk usia tua :

Tabel 13. Klasifikasi Penduduk Usia Tua

Sumber : BNPB dan Kuisioner (2016)

Tabel 14. Hasil Penduduk Usia Tua

Sumber : Analisis Penulis (2016) d. Persentase penduduk usia balita

Persentase penduduk usia balita diperoleh dengan rumus :

Berikut ini adalah tabel skoring persentase penduduk usia balita : Tabel 15. Penduduk Usia Balita

Sumber : BNPB dan Kuisioner (2016) Tabel 16. Hasil Penduduk Usia Balita

Sumber : Analisis Penulis (2016) e. Persentase penduduk cacat

Persentase penyandang cacat diperoleh dengan rumus :

Parameter Klasifikasi Persentase

(%)

Skor Bobot

Rendah < 20 1 Sedang 20 – 40 2 Tinggi > 40 3 Presentase

jenis kelamin 18%

Kelurahan (%) Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 50,69 3 0,54 Tinggi

Suryodiningratan 51,11 3 0,54 Tinggi Mantrijeron 51,91 3 0,54 Tinggi

Patehan 51,15 3 0,54 Tinggi

Panembahan 50,93 3 0,54 Tinggi

Kadipaten 51,54 3 0,54 Tinggi

Persentase Jenis Kelamin

Parameter Klasifikasi Persentase (%)

Skor Bobot

Rendah < 20 1 Sedang 20 – 40 2 Tinggi > 40 3 Presentase

penduduk usia tua

18%

Kelurahan (%) Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 6,8 1 0,18 Rendah Suryodiningratan 6,9 1 0,18 Rendah Mantrijeron 7,52 1 0,18 Rendah Patehan 9,31 1 0,18 Rendah Panembahan 8,27 1 0,18 Rendah Kadipaten 7,45 1 0,18 Rendah

Persentase Penduduk Usia Tua

Parameter Klasifikasi Persentase (%)

Skor Bobot

Rendah < 20 1 Sedang 20 – 40 2 Tinggi > 40 3 Presentase

penduduk

usia balita 18%

Kelurahan (%) Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 6,23 1 0,18 Rendah

Suryodiningratan 6 1 0,18 Rendah

Mantrijeron 6,12 1 0,18 Rendah

Patehan 5,55 1 0,18 Rendah

Panembahan 5,71 1 0,18 Rendah

Kadipaten 5,52 1 0,18 Rendah


(2)

11 Berikut ini adalah tabel skoring

persentase penduduk penyandang disabilitas :

Tabel 17. Klasifikasi Penduduk Cacat

Sumber : BNPB dan Kuisioner (2016) Tabel 18. Hasil Penduduk Cacat

Sumber : Analisis Penulis (2016) 2. Aspek ekonomi

a. Persentase kemiskinan penduduk Diperoleh dengan rumus :

Berikut ini adalah tabel skoring persentase penduduk miskin :

Tabel 19. Klasifikasi Penduduk Miskin

Sumber : BNPB dan Kuisioner (2016)

Tabel 20. Hasil Penduduk Miskin

Sumber : Analisis Penulis (2016) b. Persentase rumah tangga yang bekerja

disektor rentan (petani) Diperoleh dengan rumus :

Berikut ini adalah tabel skoring persentase penduduk yang bekerja di sektor rentan (petani) :

Tabel 21. Klasifikasi Petani

Sumber : BNPB dan Kuisioner (2016) Tabel 22. Hasil Presentase Petani

Sumber : Analisis Penulis (2016)

Parameter Klasifikasi Persentase (%)

Skor Bobot Rendah < 20 1

Sedang 20 – 40 2 12%

Tinggi > 40 3 Presentase

penduduk penyandang

disabilitas

Kelurahan (%) Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 0,28 1 0,12 Rendah

Suryodiningratan 0,37 1 0,12 Rendah

Mantrijeron 0,21 1 0,12 Rendah

Patehan 0,24 1 0,12 Rendah

Panembahan 0,25 1 0,12 Rendah

Kadipaten 0,26 1 0,12 Rendah

Persentase Penduduk Penyandang Cacat

Parameter Klasifikasi Persentase (%)

Skor Bobot Rendah < 20 1

Sedang 20 – 40 2 60%

Tinggi > 40 3 Kemiskinan

Penduduk

Kelurahan (%) Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 44,83 3 1,8 Tinggi

Suryodiningratan 16,74 1 0,6 Rendah

Mantrijeron 9,82 1 0,6 Rendah

Patehan 12,18 1 0,6 Rendah

Panembahan 8,24 1 0,6 Rendah

Kadipaten 11,58 1 0,6 Rendah

Persentase Penduduk Miskin

Parameter Klasifikasi Persentase (%)

Skor Bobot

Rendah < 20 1

Sedang 20 – 40 2 40%

Tinggi > 40 3 Persentase

yang bekerja di sektor

rentan (petani)

Kelurahan (%) Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 0,17 1 0,4 Rendah

Suryodiningratan 0,117 1 0,4 Rendah

Mantrijeron 0,187 1 0,4 Rendah

Patehan 0 1 0,4 Rendah

Panembahan 0,068 1 0,4 Rendah

Kadipaten 0,199 1 0,4 Rendah


(3)

12 3. Aspek fisik

a. Kepadatan bangunan

Diperoleh dengan melakukan pembagian antara jumlah bangunan dalam unit desa/kelurahan dengan luas wilayah berupa satuan hektar (ha).

Berikut tabel skoring kepadatan bangunan :

Tabel 23. Klasifikasi Kepadatan Bangunan

Sumber : Wika Ristya (2012)

Tabel 24. Hasil Kepadatan Bangunan

Sumber : Analisis Penulis (2016) b. Persentase kerusakan jaringan jalan.

Persentase kerusakan jaringan jalan diperoleh dari hasil survei lapangan dan wawancara di daerah kecamatan Mantrijeron dan kecamatan Kraton. Berikut ini adalah tabel skoring persentase kerusakan jaringan jalan : Tabel 25. Klasifikasi Jaringan Jalan

Sumber : DPU dalam Istiqomah (2014)

Tabel 26. Hasil Kerusakan Jalan

Sumber : Analisis Penulis (2016) 4. Aspek lingkungan

a. Intensitas curah hujan

Data intensitas curah hujan diperoleh dari data curah hujan pertahun.

Berikut tabel skoring intensitas curah hujan:

Tabel 27. Klasifikasi Curah Hujan

Sumber : Sholahuddin (2010) Tabel 28. Hasil Data Curah Hujan

Sumber : Analisis Penulis (2016) b. Ketinggian topografi

Ketinggian topografi daerah penelitian diperoleh dari pengambilan data di

google earth.

Berikut tabel skoring ketinggian topografi :

Parameter Klasifikasi Bangunan/ ha

Skor Bobot

Rendah < 18 1 Sedang 18 – 34 2 Tinggi > 34 3 Tingkat

kepadatan bangunan

60%

Kelurahan Bangunan/ ha

Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 49 3 1,8 Tinggi

Suryodiningratan 41 3 1,8 Tinggi

Mantrijeron 39 3 1,8 Tinggi

Patehan 43 3 1,8 Tinggi

Panembahan 42 3 1,8 Tinggi

Kadipaten 60 3 1,8 Tinggi

Klasifikasi Kepadatan Bangunan

Parameter Klasifikasi Persentase (%)

Skor Bobot

Rendah < 16 1 Sedang 16 – 23 2 Tinggi > 23 3 Presentase

kerusakan

jaringan jalan 40%

Kelurahan (%) Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 15 1 0,4 Rendah

Suryodiningratan 10 1 0,4 Rendah

Mantrijeron 10 1 0,4 Rendah

Patehan 5 1 0,4 Rendah

Panembahan 5 1 0,4 Rendah

Kadipaten 10 1 0,4 Rendah

Persentase Kerusakan Jaringan Jalan

Parameter Klasifikasi Kelas Indeks

Skor Bobot Kering < 16 1

Basah 16 – 23 2 Sangat Basah > 23 3 Intensitas

curah hujan

30%

Kelurahan Mm Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 1797,1 2 0,6 Basah Suryodiningratan 1797,1 2 0,6 Basah Mantrijeron 1797,1 2 0,6 Basah

Patehan 1797,1 2 0,6 Basah Panembahan 1797,1 2 0,6 Basah Kadipaten 1797,1 2 0,6 Basah


(4)

13 Tabel 29. Klasifikasi Ketinggian Topografi

Sumber : Sholahuddin (2010) Tabel 30. Hasil Ketinggian Topografi

Sumber : Analisis Penulis (2016) c. Jarak dari sungai

Data parameter jarak dari sungai diperoleh dengan pengambilan data di

Google MAP kemudian dilakukan survey lapangan dan wawancara di daerah penelitian.

Berikut tabel skoring parameter jarak dari sungai :

Tabel 31. Klasifikasi Jarak dari Sungai

Sumber : Adhe Reza (2014) Tabel 32. Hasil Jarak dari Sungai

Sumber : Analisis Penulis (2016)

d. Penggunaan lahan

Data penggunaan lahan Kecamatan antrijeron dan kecamatan Kraton di peroleh dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan buku Kecamatan Dalam Angka.

Berikut tabel penggunaan lahan: Tabel 33. Klasifikasi Penggunaan Lahan

Sumber : Istiqomah (2014) Tabel 34. Hasil Penggunaan Lahan

Sumber : Analisis Penulis (2016)

F. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Tingkat bahaya banjir di Daerah Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton memiliki tingkat bahaya yang di dominasi oleh kelas rendah. Kelas bahaya rendah

Parameter klasifikasi Mdpl Skor Bobot Rendah > 300 1

Sedang 20 – 300 2 Tinggi < 20 3

20% Ketinggian

topografi

Kelurahan Mdpl Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 94 2 0,4 Sedang Suryodiningratan 98 2 0,4 Sedang Mantrijeron 97 2 0,4 Sedang

Patehan 97 2 0,4 Sedang

Panembahan 96 2 0,4 Sedang Kadipaten 96 2 0,4 Sedang

Persentase Ketinggian Topografi

Parameter klasifikasi M Skor Bobot Rendah > 1000 1

Sedang 500 – 1000 2 Tinggi < 500 3 Jarak dari

sungai 20%

Kelurahan M Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 300 3 0,6 Tinggi

Suryodiningratan 1700 1 0,2 Rendah

Mantrijeron 1900 1 0,2 Rendah

Patehan 1600 1 0,2 Rendah

Panembahan 2000 1 0,2 Rendah

Kadipaten 1500 1 0,2 Rendah

Persentase Jarak dari Sungai

Parameter klasifikasi Ha Skor Bobot Rendah Tanah

kosong dan lain-lainnya (>50%)

1

Sedang Pertanian, Jasa (>50%)

2 30%

Tinggi Pemukiman, Industri

(50%) 3 Penggunaan

Lahan

Kelurahan Ha Skor Nilai Kelas

Gedongkiwo 82,90 ha pemukiman dari total PL(90,46 ha)

3 0,9 Tinggi

Suryodiningratan 76,88 ha pemukiman dari total PL(85,09 ha)

3 0,9 Tinggi

Mantrijeron 78,84 ha pemukiman dari total PL(85,84 ha)

3 0,9 Tinggi

Patehan 28,0 ha pemukiman dari total PL(40,0 ha)

3 0,9 Tinggi

Panembahan 54,0 ha pemukiman dari total PL(66,0 ha)

3 0,9 Tinggi

Kadipaten 33,0 ha pemukiman dari total PL(34,0 ha)

3 0,9 Tinggi


(5)

14 tersebut terdapat pada lima

kelurahan yaitu kelurahan suryodiningratan, mantrijeron, patehan, panembahan, dan kadipaten Namun ada satu kelurahan yang berada pada tingkat bahaya sedang yaitu kelurahan Gedongkiwo. b. Tingkat kerentanan banjir di Daerah

Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Kraton memiliki tingkat kerentanan yang sedang dengan tipologi kelas rentan. Dari hasil dan pembahasan di BAB V juga menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kerentanan banjir pada wilayah kecamatan Mantrijeron dan Kraton adalah aspek Sosial yang berada pada tingkat kelas “rentan” dan merupakan nilai tertinggi dari ketiga aspek lainnya, sedangkan nilai yang paling rendah atau berada pada kelas “kurang rentan” yaitu aspek Ekonomi.

2. Saran

Terdapat beberapa saran terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, antara lain:

a. Penelitian mengenai penentuan tingkat bahaya banjir dan tingkat kerentanan banjir sebaiknya dilakukan untuk cakupan wilayah yang lebih luas lagi, tidak hanya kecamatan Mantrijeron dan Kraton saja agar didapatkan informasi daerah-daerah yang rentan terhadap banjir lebih banyak pula.

b. Diusahakan Pada penelitian selanjutnya diusulkan sebaiknya setelah menganalisis tingkat bahaya dan kerentanan banjir menggunakan metode skoring dan pembobotan selanjutnya di applikasikan pada suatu pemetaan dalam Sistem Informasi Geografis.

G. DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah, Zamia Riska. (2015). Analisis Tingkat Bahaya dan Kerentanan Banjir di SUB Daerah Aliran Sungai Cipinang, Jakarta Timur. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2012. Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Ristya, Wika. (2012). Kerentanan Wilayah Terhadap Banjir di Sebagian

Cekungan Bandung. Depok:

Universitas Indonesia

BAKORNAS PB. (2002). Arahan

Kebijakan Mitigasi Bencana

Perkotaan di Indonesia. Jakarta: Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana.

Badan Penanggulangan Daerah (BPBD), (2016). Peta Sebaran Kejadian Bencana Banjir di Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 2015.

Yogyakarta: PUSDALOPS DIY.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2016).

Mantrijeron dalam Angka 2015. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2016).

Mantrijeron dalam Angka 2015. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta.


(6)

15 Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Kraton

dalam Angka 2015. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta.

Badan Pertanahan Nasional (BPN). Neraca Penggunaan Tanah Per Kecamatan Kota Yogyakarta Tahun 2015.

Yogyakarta: Badan Pertanahan Nasional Kota Yogyakarta.

Istiqomah, (2014). Zonasi Tingkat Kerentanan (Vulnerability) Banjir Daerah Kota Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sholahuddin, M. (2014). SIG untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Skoring dan Pembobotan.

Mahardy, A. I., (2014). Analisis dan Pemetaan Daerah Rawan Banjir di Kota Makassar Berbasis Spasial.

Makassar: Universitas Hasanuddin. Miladan, N. (2009). Kajian Wilayah Pesisir

Kota Semarang Terhadap Perubahan Iklim. Semarang: