ANALISIS PENILAIAN TINGKAT BAHAYA DAN KERENTANAN BENCANA BANJIR TERHADAP WILAYAH KOTA YOGYAKARTA (Studi Kasus: Penilaian Tingkat Bahaya dan Kerentanan Banjir di Kecamatan Umbulharjo)

(1)

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT BAHAYA DAN

KERENTANAN BENCANA BANJIR TERHADAP WILAYAH

KOTA YOGYAKARTA

(Studi Kasus: Penilaian Tingkat Bahaya dan Kerentanan Banjir di Kecamatan Umbulharjo)

Disusun Oleh: LUSI SANTRY

20120110105

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

iii

“Jangan mengingat pahitnya setiap perjuangan, karena kelak kau

akan menikmati manisnya sebuah hasil ketika kau sampai pada

tujuan”

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

beberapa derajat”

(Q.S Al Mujadalah : 11)

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan “

(Q.S Al Insyiroh : 5)

“Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan

Allah”

(H.R. Turmudzi)

“Gunakanlah masa mudamu sebelum datang masa

tuamu,gunakanlah masa senggangmu sebelum datang masa

sibukmu,gunakanlah masa sehat mu sebelum datang masa

sakitmu,gunakanlah masa kayamu sebelum datang masa

fakirmu,gunakanlah

masa hidupmu sebelum ajal menjemputmu”


(3)

iv

Bismillahirrohmanirrohim

Perjuangan merupakan pengalaman berharga yang menjadikan kita

manusia berkualitas.

Dengan Rahmat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, dengan ini ku persembahkan karya ini untuk:

Bapakku yang menyerahkan seluruh hidup untuk keluarga dan Ibuku dengan penuh cinta kasih, kalian yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil serta doa yang tiada henti untuk setiap langkahku, karena tiada kata seindah lantunan doa dan tiada doa yang paling khusuk selain doa yang terucap

dari orang tua. Kata terima kasih saja tak akan pernah cukup untuk membalas semua kebaikan orang tua, karena itu terimalah persembahan bakti dan cinta

untuk kalian bapak ibuku.

Adik lelaki ku (Junanndi Fahri) yang menjadi salah satu alasanku bertahan di kota perantauan, energi positif yang adik tularkan menjadi penguatku yang lemah ini

dalam setiap goncangan di kota orang.

Semua keluarga besar yang mendoakan kesuksesan ku.

Teman-teman seperjuangan di Teknik Sipil UMY yang memberikan semangat setiap harinya.

Teman-teman Ikatan Pelajar Mahasiswa Kabupaten Natuna Yogyakarta (IPMKN-Y) yang menjadi tempat melabuh ketika rindu akan kampung halaman membuncak, terima kasih untuk rumah indah bernuansa melayu yang selalu kita


(4)

v

Almamater kebanggaanku Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang menjadi guru selama empat tahun ini.

KALIAN ADALAH PENDAMPING TERINDAH YANG ALLAH SWT BERIKAN SEBAGAI PENDAMPING HIDUPKU


(5)

vi Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan

judul ”Analisis Penilaian Tingkat Bahaya dan Kerentanan Bencana Banjir Terhadap Wilayah Kota Yogyakarta”.

Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Pendidikan Strata 1 (S1), di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Atas segala bimbingan, petunjuk, dan saran hingga terselesainya Tugas Akhir ini, penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT untuk segala nikmat hidup yang terlimpahkan untuk ummat di muka bumi ini.

2. Keluarga tercinta penulis Bapak, Ibu, Adik, serta Keluarga besar yang selalu memberikan doa, dorongan, saran, semangat, materi, dan kasih sayang yang tidak ternilai.

3. Ibu Ir. Anita Widianti, M.T. selaku ketua Prodi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Bapak Nursetiawan, S.T., M.T., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, pengarahan, bimbingan, petunjuk, dan koreksi yang sangat berharga bagi Tugas Akhir ini.

5. Ibu Restu Faizah, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing, berbagi ilmu, memberi pengarahan, dan koreksi selama


(6)

vii

6. Bapak Burhan Barid, S.T., M.T. selaku dosen penguji Tugas Akhir. 7. Instansi dan dinas-dinas terkait seperti BPBD DIY, Didukcapil, Kantor

Kecamatan Umbulharjo, BPBD Kota Yogyakarta, BPS, dan BPN Kota Yogyakarta, serta masyarakat di daerah penelitian.

8. Teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

9. Teman-teman Ikatan Pelajar Mahasiswa Kabupaten Natuna Yogyakarta (IPMKN-Y) yang menjadi keluarga selama di perantauan. 10.Semua pihak yang telah membantu sehingga Tugas Akhir ini dapat

penulis selesaikan.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihakyang telah membantu. Semoga Tugas Akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, Aamiin Allahumma Aamiin. \Wassalammu’alaikumWr. Wb.

Yogyakarta, Agustus 2016


(7)

viii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Maksud dan Tujuan ... 5

D. Batasan Masalah ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Batasan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan... 9


(8)

ix

A. Bencana ... 15

B. Bahaya (Hazard) ... 16

C. Banjir ... 18

D. Kerentanan (Vulnerability) ... 21

E. Metode Skoring/Pembobotan ... 25

F. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26

G. Data-Data yang Diperoleh ... 30

BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian ... 33

B. Lokasi ... 36

C. Kerangka Kerja Penelitian ... 37

D. Metode Pengumpulan Data ... 39

E. Pengolahan Data ... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Tingkat Bahaya Banjir... 52

B. Analisis Tingkat Kerentanan Banjir ... 58

C. Akumulasi Skoring Tingkat Bahaya dan Kerentanan Banjir ... 78

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... xv


(9)

x

Tabel 3.1 Faktor-Faktor Kerentanan Bencana Banjir ... 24

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Umbulharjo ... 29

Tabel 3.3 Jumlah RT Dan RW Umbulharjo ... 29

Tabel 4.1 Variabel Penelitian dan Makna Penentuan Kerentanan ... 38

Tabel 4.2 Analisis Skoring Tingkat Bahaya Banjir ... 43

Tabel 4.3 Komponen Indeks Penduduk Terpapar ... 45

Tabel 4.4 Parameter Konversi Indeks Sosial ... 46

Tabel 4.5 Parameter Aspek Ekonomi ... 47

Tabel 4.6 Parameter Aspek Fisik ... 49

Tabel 4.7 Parameter Aspek Lingkungan ... 50

Tabel 5.1 Skoring Tinggi Genangan ... 53

Tabel 5.2 Hasil Skoring Tinggi Genangan ... 53

Tabel 5.3 Skoring Lama Genangan... 55

Tabel 5.4 Hasil Skoring Lama Genangan ... 55

Tabel 5.5 Skoring Frekuensi Genangan ... 57

Tabel 5.6 Hasil Skoring Frekuensi Genangan ... 57

Tabel 5.7 Hasil Skoring Kepadatan Penduduk ... 60

Tabel 5.8 Hasil Skoring Persentase Penduduk Kelompok Rentan... 61

Tabel 5.9 Hasil Skoring Persentase Penduduk Miskin ... 63


(10)

xi

Tabel 5.12 Hasil Skoring Persentase Kerusakan Jalan ... 69

Tabel 5.13 Hasil Data Curah Hujan Kabupaten Bantul ... 71

Tabel 5.14 Hasil Skoring Penggunaan Lahan ... 72

Tabel 5.15 Hasil Skoring Ketinggian Topografi ... 74

Tabel 5.16 Hasil Skoring Jarak dari Sungai ... 75

Tabel 5.17 Skoring Tingkat Bahaya Banjir ... 78

Tabel 5.18 Hasil Analisis Tingkat Bahaya Banjir ... 78

Tabel 5.19 Skoring Tingkat Kerentanan Banjir ... 79


(11)

xii

Gambar 1.1 Peta Sebaran Banjir DIY 2015 ... 3

Gambar 3.1 Peta Kota Yogyakarta ... 28

Gambar 3.2 Peta Sebaran Banjir DIY 2015 ... 31

Gambar 4.1 Alur Pikiran Penelitian ... 35

Gambar 4.2 Bagan Alir Metode Penelitian ... 37

Gambar 4.3 Komposisi Untuk Analisis Kerentanan ... 44

Gambar 5.1 Grafik Akumulasi Tinggi Genangan ... 54

Gambar 5.2 Grafik Akumulasi Lama Genangan... 56

Gamabr 5.3 Grafik Akumulasi Frekuensi Genangan ... 58

Gambar 5.4 Grafik Akumulasi Kepadatan Penduduk ... 60

Gambar 5.5 Grafik Akumulasi Persentase Penduduk Kelompok Rentan ... 62

Gambar 5.6 Grafik Akumulasi Persentase Penduduk Miskin ... 64

Gambar 5.7 Grafik Akumulasi Persentase Pekerja Sektor Rentan ... 65

Gambar 5.8 Grafik Akumulasi Kepadatan Bangunan ... 67

Gamabr 5.9 Kepadatan Bangunan Di Kelurahan Tahunan ... 68

Gambar 5.10 Grafik Akumulasi Persentase Kerusakan Jalan ... 69

Gambar 5.11 Grafik Akumulasi Persentase Penggunaan Lahan ... 72

Gambar 5.12 Penggunaan Lahan Di Kelurahan Semaki ... 73

Gambar 5.13 Grafik Akumulasi Ketinggian Topografi ... 74


(12)

(13)

xiv

Lampiran 1. Hasil Wawancara Masyarakat dan hasil kuesioner para ahli. Lampran 2. Kuesioner Wawancara Masyarakat dan para ahli.

Lampiran 3. Data Monografi Kecamatan Umbulharjo Semester II Tahun 2015. Lampiran 4. Data Penggunaan Lahan Kota Yogyakarta 2015.

Lampiran 5. Data Kependudukan Kecamatan Umbulharjo 2015. Lampiran 6. Data Jumlah Penduduk Disabilitas 2015.


(14)

TUGAS AKHIR

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT BAHAYA DAN KERENTANAN BENCANABANJIR T ERHADAPWILAYAHKOTA YOGYAKARTA (Studi Kasus : Penilaian Tingkat Babaya dan Kerentanan Di Kecamatan

UmbuJbarjo)

Disusun guna melengkapi persyaratan untuk mencapai derajat kesarjanaan Strata-l

Pacia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : LUS1 SANTRY

20120110105

Telah disetujui dan disahkan oleh :

Nursetiawan, S.T. ,M.T.,Ph.D

Dosen Pembimbing I Y ogyakarta,

Restu Faizah, S.T., M.T. Dosen Pembimbing II

Burhan Barid, S.T. , M.T.

Dosen Penguji Y ogyakarta,


(15)

xiv

Kota Yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kota Yogyakarta merupakan kota besar dengan jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini yang membawa dampak kepada peningkatan kebutuhan lahan dan permintaan akan pemenuhan kebutuhan pelayanan dan prasarana kota yang dapat berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan seperti degradasi lingkungan dan bencana alam. Salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah banjir. Salah satu Kecamatan yang menjadi langganan bencana banjir di kota Yogyakarta adalah Kecamatan Umbulharjo.

Penelitian ini membahas tentang tingkat bahaya dan tingkat kerentanan wilayah kecamatan Umbulharjo terhadap bencana banjir. Metode analisis yang digunakan adalah metode skoring dan pembobotan berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedomaan Umum Pengkajian Resiko Bencana. Variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat bahaya adalah karakteristik banjir lokal dengan parameter tinggi genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan dalam satu tahun kejadian. Sementara itu variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat kerentanan banjir terdiri dari empat aspek yang meliputi aspek sosial, aspek ekonomi, aspek fisik, dan aspek lingkungan. Setiap variabel memiliki parameter yang berbeda dengan total 13 parameter yang meliputi kepadatan penduduk, presentase jenis kelamin, persentase penduduk usia tua, persentase penduduk usia balita, persentase penduduk disabilitas, persentase kemiskinan penduduk, persentase penduduk pekerja di sektor rentan (petani), kepadatan bangunan, persentase kerusakan jaringan jalan, intensitas curah hujan, ketinggian topografi, jarak dari sungai, dan penggunaan lahan.

Dari hasil analisis didapatkan tingkat bahaya di Daerah Kecamatan Umbulharjo masuk dalam kelas rendah. Sedangkan tingkat kerentanan banjir di Daerah Kecamatan Umbulharjo masuk kedalam kelas rentan.


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping empat daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km2 yang berarti 1,025% dari luas wilayah Provinsi DIY. Berdasarkan letak geografisnya, Kota Yogyakarta terbentang antara 110° 24’ 19” sampai 110° 28’ 53” Bujur Timur dan 7° 15’ 24” smpai 7° 49’ 26” Lintang Selatan. Sedangkan secara administrasi sendiri kota Yogyakarta terbagi atas 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT. Ketinggian rata-rata Kota Yogyakarta adalah 114 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%.

Secara garis besar kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ±1 derajat, serta terdapat tiga sungai yang melintas yaitu, sebelah timur adalah sungai Gajah Wong, bagian tengah adalah sungai Code, dan sebelah barat adalah sungai Winongo.

Kota Yogyakarta merupakan kota besar dengan jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini yang membawa dampak kepada peningkatan kebutuhan lahan dan permintaan akan pemenuhan kebutuhan pelayanan dan prasarana kota yang dapat berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan seperti degradasi lingkungan dan bencana alam. Salah satu permasalahan yang sering terjadi setiap tahunnya adalah masalah banjir. Hampir setiap tahun bencana banjir di kota Yogyakarta terjadi pada setiap datangnya musim penghujan. Sebanyak 23 (dua puluh tiga) Kelurahan di 7 (tujuh) Kecamatan sering menjadi langganan banjir pada musm penghujan tiba (BPBD, 2015). Untuk daerah-daerah di kota Yogyakarta yang mengalami masalah banjir pada saat musim penghujan,


(17)

BPBD telah merangkum dalam bentuk peta Sebaran Kejadian Bencana Banjir di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015 seperti pada Gambar 1.1.

Salah satu Kecamatan yang menjadi langganan bencana banjir di kota Yogyakarta adalah Kecamatan Umbulharjo. Kecamatan Umbuharjo terletak di bagian selatan kota Yogyakarta dengan luas wilayah 8,12 km2 dan dilalui oleh sungai Gajah Wong, sungai Belik, dan sungai Code. Sebagian wilayahnya merupakan daerah pemukiman, perkantoran dan masih ada sebagian kecil yang berupa persawahan (BPS, 2015).

Kecamatan Umbulharjo merupakan 1 (satu) dari 14 (empat belas) kecamatan di kota Yogyakarta. Secara geografis kecamatan Umbulharjo adalah wilayah dataran rendah dengan ketinggian tanah dari permukaan laut 114 m. kecamatan Umbulharjo memiliki 7 (tujuh) kelurahan yaitu Giwangan, Sorosutan, Pandeyan, Warungboto, Tahunan, Muja Muju, dan Semaki.

Dengan luas wilayah mencapai 8,12 km2, Umbulharjo merupakan kecamatan paling luas di kota Yogyakarta. Posisi kecamatan Umbulharjo berada di daerah perbatasan dengan kabupaten lain. Dimana batas-batas tersebut adalah sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Gondokusuman, dan kecamatan Banguntapan (Bantu), sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Banguntapan (Bantul), sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Kotagede dan kecamatan Banguntapan (Bantul), dan sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Mergangsan.

Dengan jumlah perguruan tinggi mencapai 21 lembaga, maka kecamatan ini sangat potensial dibidang pendidikan. Oleh sebab itu kenaikan penduduk di kecamatan ini meningkat setiap tahunnya yang rata-rata merupakan mahasiswa pendatang. Hal ini juga mempengaruhi penggunaan lahan yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya bncana banjir.


(18)

(19)

Selain peningkatan jumlah penduduk yang mempengaruhi penggunaan lahan, keberadaan bangunan-bangunan tinggi seperti hotel baik bangunan lama ataupun bangunan baru yang pembangunannya tidak memperhatikan keadaan lokasi bangunan juga berpengaruh pada terjadinya bencana di kecamatan Umbulharjo.

Salah satu kasus di kecamatan Umbulharjo tepatnya kelurahan Muja Muju, keberadaan bangunan-bangunan besar berpengaruh pada kondisi jalan raya dimana juga merupakan jalur keluar masuk kendaraan proyek yang menyebabkan terbentuknya cekungan badan jalan pada titik-titik tertentu yang berpotensi mengalami genangan saat musim penghujan turun. Kondisi seperti ini juga berpengaruh pada daya resapan tanah yang menurun akibat semakin kurangnya lahan kosong yang merupakan faktor terjadinya bencana banjir.

Tidak sedikit kerugian yang ditaksir akibat terjadinya bencana banjir ini, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi. Bencana banjir juga berpengaruh ke sektor-sektor lainnya yang mampu menghambat kegiatan pembangunan kota. Salah satunya yang paling berpengaruh pada sektor transportasi, yang berdampak pada terjadinya kerusakan struktur jalan, jembatan, dan mengakibatkan kemacetan sehingga mengganggu roda perekonomian.

Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana banjir maka dapat dilakukan analisis penilaian tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir untuk mengantisipasi kerugian yang dapat ditimbulkan akibat bencana banjir.

Resiko dan dampak terhadap timbulnya bencana banjir di kota Yogyakarta dapat dikurangi atau diminimalkan dengan melakukan kesiapan dan pencegahan terhadap bencana banjir. Salah satu yang dilakukan adalah mengenal dan mengetahui wilayah yang berpotensi banjir.


(20)

B. Rumusan Masalah

Masalah penentuan daerah rawan banjir di kota Yogyakarta merupakan suatu yang menarik untuk dikaji dan dianalisa. Dari latar belakang yang telah diuraikan maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat bahaya terhadap bencana banjir di wilayah Kecamatan Umbulharjo?

2. Bagaimana tingkat kerentanan terhadap bencana banjir di wilayah Kecamatan Umbulharjo?

C. Maksud dan Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui letak wilayah dan luas wilayah yang terdampak bencana banjir. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengukur tingkat bahaya banjir di kecamatan Umbulharjo berdasarkan karakteristik banjir yaitu lama genangan, tinggi genangan, dan frekuensi genangan.

2. Mengukur tingkat kerentanan banjir di kecamatan Umbulharjo berdasarkan parameter-parameter yang mempengaruhi dari aspek sosial, aspek ekonomi, aspek fisik,dan aspek lingkungan.

D. Batasan Masalah

Mengingat keterbatasan waktu, biaya serta kemampuan yang ada, maka perlu dilakukan pembatasan masalah, yaitu:

1. Lokasi penelitian dilakukan pada daerah rawan banjir di kota Yogyakarta khususnya di kecamatan Umbulharjo.

2. Beberapa data yang digunakan untuk menganalisis daerah rawan banjir di kecamatan Umbulharjo berupa data penduduk kecamatan Umbulharjo tahun 2015 (BPS dan Dukcapil kota Yogyakarta), peta sebaran kejadian bencana banjir di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015 (BPBD DIY), peta batas administrasi daerah kota Yogyakarta, data penggunaan lahan,


(21)

data luas lahan produktif, data luas lahan penggunaan rumah warga, data luas lahan penggunaan fasilitas umum, data kepadatan bangunn, data kemiringan lereng, dan data jenis tanah kota Yogyakarta (BPN kota Yogyakarta).

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penenlitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk memperoleh ilmu dan wawasan tentang tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir di kota Yogyakarta. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini adalah cara menganalisis bahaya dan kerentanan banjir menggunakan metode skoring sesuai dengan Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, tingkat bahaya dan kerentanan banjir di kota Yogyakarta, dan kecenderungan tingkat bahaya dan kerentanan banjir di kota Yogyakarta.

2. Manfaat praktis

a. Masyarakat

Penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat khususnya yang bertempat tinggal di wilayah kota Yogyakarta terkait daerah yang berpotensi, rentan, dan rawan terhadap banjir dan genangan sehingga memberi kesadaran kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap banjir.

Informasi ini juga menjadi dasar bagi masyarakat setempat dalam mengelola penggunaan lahan agar lebih bijak dan berhati-hati untuk menghindari dan mengurangi terjadinya bencana banjir dan genangan. Selain itu mengingat bencana banjir dapat menimbulkan kerugian bagi penduduk, pengkajian dan penelitian mengenai analisis tingkat bahaya dan kerentanan banjir ini juga bermanfaat untuk memberikan waktu dalam mengantisipasi dan berbuat sesuatu sebelum banjir datang hingga membawa bencana.


(22)

Informasi tentang tingkat bahaya dan kerentanan banjir ini merupakan bagian dari peringatan dini dari bahaya banjir sehingga akibat dari banjir dapat diperkirakan di awal sebelum terjadinya banjir.

b. Pemerintah setempat

Adapun dalam mengambil kebijakan dan merumuskan upaya migasi, penanggulangan, dan pengendlian bencana banjir, diperlukan informasi daerah-daerah yang menunjukkan tingkat bahaya dan kerentanan terhadap bencana banjir. Dengan kata lain, resiko dan dampak terhadap timbulnya bencana banjir dapat dikurangi dan diminimalkan melalui upaya mitigasi yang diawali dengan menganalisis daerah yang berpotensi, rentan, dan rawan terhadap bencana banjir.

Penelitian ini membantu pemerintah daerah setempat dalam menerapkan sistem informasi kerentanan bencana banjir dan kepada masyarakat di wilayah kota Yogyakarta. Penelitian ini juga menjadi dasar pertimbangan bagi pemerintah setempat dalam pengambilan kebijakan untuk menetapkan program pembangunan, pengelolaan, dan penanganan daerah-daerah genangan dan rawan banjir di kota Yogyakarta.

F. Batasan Penelitian 1. Fokus

Fokus dalam penelitian ini adalah analisis tingkat bahaya dan tingkat kerentanan bencana banjir di wilayah kota Yogyakarta dengan metode skoring dan pembobotan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan.

2. Lokus

Lokus dalam penelitian ini adalah kota Yogyakarta khususnya kecamatan Umbulharjo dengan luas wilayah 8,12 km2. Berikut adalah nama-nama kelurahanUmbulharjo:


(23)

a. Giwangan b. Sorosutan c. Pandeyan d. Warungboto e. Tahunan f. Muja-muju g. Semaki


(24)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian yang Pernah Dilakukan

Penelitian terdahulu tentang analisis tigkat bahaya dan tingkat kerentanan wilayah terhadap bencana banjir sudah banyak dilakukan dengan judul dan metode yang berbeda-beda. Parameter yang digunakan dalam penelitian sama yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi dari aspek fisik, aspek ekonomi, aspek sosial, dan lingkungan.

Penelitian Andi Ikmal Mahardy (2014) , membahas tentang bahaya bencana banjir yang terjadi di kota Makassar. Kota Makassar merupakan ibu kota provinsi Sulawesi selatan yang juga tidak terlepas dari masalah banjir. sebanyak 24 kelurahan di enam kecamatan dengan total luas wilayah terdampak banjir mencapai 22,45 km2 atau sekitar 14, 3 persen (%) dari total luas wilayah kota makassar sebesar 176,77 km2 (BPS Makassar2014) Pemetaan daerah rawan banjir di Kota Makassar dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) berbasis spasial dilakukan untuk mengklasifikasi zona banjir yang berada di kota Makassar berdasarkan Draft revisi Rencana Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Makassar 2010-2030.

Selain itu, untuk mengidentifikasi jumlah ruas jalan yang terdampak banjir dilakukan dengan menggunakan hasil pemetaan wilayah rawan banjir berbasis spasial sehingga, dapat di ketahui persebaran luasan zona rawan banjir berada pada enam kawasan terpadu berdasarkan draft Revisi RTRW kota Makassar 2010-2030 dan jumlah ruas jalan yang terdampak banjir di kota Makassar sebanyak 77 ruas jalan.

Nurhadi (2013), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kerentanan bencana banjir lahar dingin di sepanjang bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta, dan arahan penanggulangan bencana banjir lahar dingin di sepanjang bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan di sepanjang bantaran Sungai Code yang berada di Kota


(25)

Yogyakarta sejak bulan Mei hingga Oktober 2013. Populasi penelitian adalah sepanjang bantaran Sungai Code yang berada di kawasan Kota Yogyakarta. Sampel penelitian adalah kawasan sepanjang bantaran Sungai Code yang terkena dan tidak terkena dampak banjir lahar dingin.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder, yang dikumpulkan dengan metode dokumentasi, wawancara, dan cek lapangan. Teknik analisis data adalah analisis kuantitatif dengan tumpangsusun/overlay parameter-parameter banjir berjenjang tertimbang dengan menggunakan SIG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wilayah di bantaran Sungai Code yang memiliki tingkat kerentanan banjir kategori sedang adalah wilayah Cokrodiningratan dan Gowongan, sedangkan wilayah dengan tingkat kerentanan banjir kategori rentan adalah wilayah Sosromenduran, Suryatmajan, Prawirodirjan, Keparakan, Brontokusuman, dan Sorosutan, dan arahan penanggulangan banjir dengan perencanaan revitalisasi kawasan permukiman Sungai Code agar lebih terarah dan aman dari bencana, yaitu melalui revitalisasi vertikal dan horizontal.

Penelitian Wika Ristya (2012), penelitian ini membahas tentang tingkat bahaya banjir dan tingkat kerentanan wilayah terhadap banjir dengan faktor penentu kerentanan wilayah terhadap banjir dengan faktor penentu kerentanan diantaranya kondisi sosial,kondisi ekonomi, dan kondisi fisik. Daerah penelitian merupakan suatu cekungan yang mempunyai potensi banjir cukup tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah K-Mens Cluster dan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Daerah tergenang dalam penelitian ini terdapat di 33 desa/kelurahan di sebagian cekungan bending. Berdasarkan hasil survey lapangan dan pengolahan data menunjukkan bahwa tinggi genangan yang mendominasi di daerah penelitian adalah kurang dari 70 cm dengan lama genangan kurang dari 24 jam dan frekuensi genangan kurang dari 6 kejadian dalam setahun. Tingkat bahaya banjir di daerah penelitian ditetapkan dengan metode rata-rata setimbang dan didominasi oleh tingkat bahaya banjir rendah, sedangkan tingkat bahaya banjir tinggi mempunyai luas terkecil. Banjir di daerah penelitian sebagian besar terdapat pada pemukiman yang berdekatan dengan


(26)

sungai. Namun, kerentanan wilayah terhadap banjir di daerah penelitian yang ditetapkan dengan metode K-Mens Cluster dan AHP didominasi oleh kelas sedang. Wilayah dengan tingkat sedang di daerah penelitian ini sebagian besar mempunyai kondisi sosial, ekonomi, dan fisik yang rendah dengan tingkat bahaya banjir relatif tinggi.

Penelitian Suhardiman (2012), menjelaskan banjir merupakan bencana alam paling sering terjadi, baik dilihat dari intensitasnya pada suatu tempat maupun jumlah lokasi kejadian dalam setahun yaitu sekitar 40% di antara bencana alam yang lain.

Salah satu Sub DAS yang terdapat di bagian Hilir DAS Walanae yaitu Sub DAS Walanae Hilir. Sub DAS ini memilki luas sekitar 155.137,405 Ha yang bermuara pada DAS Walanae. Sub DAS ini merupakan Sub DAS yang stategis karena berdekatan dengan Sub DAS Walanae Tengah dan Sub DAS Cendrana yang merupakan pemasok air pada daerah bone, wajo dan soppeng. Peta kerawanan banjir merupakan bagian dari sistem peringatan dini (early warning system) dari bahaya dan resiko banjir sehingga akibat dari bencana banjir dapat diperkirakan dan pada akhimya dapat diminimalkan. Peta tersebut diperoleh dengan menggunakan Teknik SIG (Sistem Informasi Geografis) berdasarkan metode analisis, penilaian, pembobotan dan proses tumpang susun (overlay) berdasarkan faktor meteorologi dan karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berpengaruh terhadap terjadinya banjir.

Dari peta kerawanan banjir didapat bahwa Sub DAS Walanae terdiri dari tiga kelas kerawanan banjir yaitu : kelas Kurang Rawan Banjir dengan luas 23.788,17 ha dengan persentase yaitu 15.33%, kelas Rawan Banjir dengan luas 85.602,92 ha dengan persentase yaitu 55.18%, kelas Sangat Rawan Banjir dengan luas 45.746,32 ha dengan persentase yaitu 29.49%. Kecamatan yang memiliki luas kelas kerawanan sangat rawan yang paling tinggi adalah kecamatan Cendrana dengan luas 8.443.33 ha dengan persentase yaitu 5.44% diikuti Kec. Duabaccoe dengan luas 6.984.59 ha dengan persentase yaitu 4.50%, dan Pammana dengan luas 6.566.46 ha dengan persentase yaitu 4.23% dari jumlah total wilayah Sub DAS Walanae Hilir. Daerah ini mempunyai daerah sangat rawan banjir yang luas dipengaruhi oleh


(27)

faktor yaitu : kelas lereng yang umumnya datar (0 - 8%), Ketinggian 08 – 12,5 mdpl tekstur tanah dengan kriteria Sangat halus,, Penggunaan Lahan yang didominasi sawah, kebun campuran, tubuh air, tambak, merupakan daerah aliran sungai dan ketinggian lahan yang rendah. Saran yang dapat diberikan adalah, Untuk mendapatkan hasil yang optimal pada penelitian lebih lanjut sebaiknya mengunakan wilayah cakupan yang lebih kecil dan diverifikasi dengan kejadian-kejadian banjir yang pernah terjadi.

Penelitian Zamia Rizka Fadhilah (2015), dalam penelitiannya menjelaskan metode analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat bahaya dan kerentanan di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipinang pada penelitian ini ialah skoring dan overlay peta berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Variabel dan parameter yang digunakan untuk mengukur bahaya dan kerentanan ialah berbeda. Variabel untuk mengukur bahaya adalah karakteristik banjir lokal dengan parameter tinggi genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan dalam satu tahun kejadian.

Sementara itu, variabel yang digunakan untuk mengukur kerentanan terdiri dari empat aspek yang meliputi sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan. Setiap variabel memiliki parameter yang berbeda dengan total sembilan parameter yang meliputi sifat demografi penduduk, lahan produktif, rawa-rawa, rumah, dan fasilitas umum. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat bahaya dan kerentanan banjir di Sub DAS Cipinang berada pada kelas sedang, artinya bahwa banjir belum berada pada kategori risiko bencana yang tinggi.

B. Keaslian Penelitian

1. Judul : ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA MAKASSAR BERBASIS SPASIAL

Penyusun : Andi Ikmal Mahardy (2014)


(28)

dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) berbasis spasial dilakukan untuk mengklasifikasi zona banjir yang berada di kota Makassar berdasarkan draft revisi rencana Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Makassar 2010-2030.

Lokus : Ruas jalan di 6 kecamatan di kota Makassar yaitu kecamatan Biringkanaya, Tallo, Tamalanrea, Manggala, Rappocini, dan Panakukang.

Metode : Analisis berdasarkan Sistem Informasi Geografi (SIG) berbasis spasial.

2. Judul : ANALISIS KERENTANAN BANJIR DI

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CODE KOTA YOGYAKRTA

Penyusun : Nurhadi, M.Si

Fokus : Mengetahui kerentanan bencana banjir lahar dingin dan arahan penanggulangan bencana banjir lahar dingin di sepanjang bantaran sungai Code kota Yogyakarta.

Lokus : Daerah Aliran Sungai (DAS) Code kota Yogyakarta

Metode : Kuantitatif dengan tumpangsusun/overlay

parameter-parameter banjir berjenjang tertimbang dengan menggunakan SIG.

3. Judul : KERENTANAN WILAYAH TERHADAP

BANJIR DI SEBAGIAN CEKUNGAN BANDUNG

Penyusun : Wika Ristya (2012)

Fokus : Mengetahui tingkat bahaya banjir di sebagian cekungan Bandung, memetakan daerah tergenang berdasarkan karakteristik banjir dan memetakan


(29)

tingkat kerentanan wilayah terhadap banjir yang dihasilkan dari metode AHP dan K-Mens Cluster. Lokus : Sebagian cekungan di kota Bandung

Metode : Deduktif Kuantitatif (Analytical Hierarchy Process, AHP), K-Mens Cluster.

4. Judul : ZONASI TINGKAT KERAWANAN BANJR DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA SUB DAS WALANE HILIR

Penyusun : Suhardiman

Fokus : Mencari data niai kerawanan banjir yang kemudian ditumpangsusunkan dengan peta administrasi daerah sehingga akan didapatkan daerah cakupan banjir. Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta kerawanan banjir dengan bantuan ArcGis.

Lokus : SUB DAS Walanae Hilir kota Makassar Metode : Sistem Informasi Geografis (SIG), ArcGis

digunakan untuk mendapatkan peta kerawanan. 5. Judul : ANALISIS TINGKAT BAHAYA DAN

KERENTANAN BANJIR DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CIPINANG, JAKARTA TIMUR

Penyusun : Zamia Rizka Fadhilah

Fokus : Menentukan tingkat bahaya dengan variabel karakteristik banjir local dengan parameter tinggi genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan. Menentukan tingkat kerentanan dengan variabel yang terdiri dari empat aspek yang meliputi aspek sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan.

Lokus : SUB DAS Cipinang, Jakarta Timur Metode : Skoring dan Overlay


(30)

BAB III

LANDASAN TEORI

A. Bencana

Berdasarkan UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengganggu kehidupan dan penghidupan masayarakat, disebabkan oleh faktor alam dan non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologi.

Definisi bencana seperti dipaparkan di atas mengandung tiga aspek dasar yaitu :

1. Terjadinya peristiwa atau gangguan terhadap masyarakat.

2. Peristiwa atau gangguan tersebut membahayakan kehidupan dan fungsi dari masyarakat.

3. Mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi sumber daya mereka.

Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI, 2013) dalam Wika Ristya menggolongkan bencana kedalam tiga jenis yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

a. Bencana Alam : Bencana yang terjadi akibat serangkaian peristiwa alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, angin topan, gunung meletus dan kekeringan.

b. Bencana Non Alam : Bencana yang terjadi akibat serangkaian peristiwa non alam seperti epidemi dan wabah penyakit, gagal modemisasi, dan kegagalan teknologi.

c. Bencana Sosial : Bencana ang terjadi akibat serangkaian peristiwa ulah/interpensi manusia dalam beraktifitas yang meliputi teror dan konflik sosial antar kelompok maupun antar komunitas.


(31)

Semakin besar bencana terjadi , maka kerugian akan semakin besar apabila manusia, lingkungan, dan infrastruktur semakin rentan (Himbawan, 2010 dalam Wika Ristya). Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka masyarakat tersebut dapat mengatasi masalah sendiri peristiwa yang mengganggu. Bilo kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam, maka tidak akan terjadi bencana.

Menurut Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS PB, 2007) dalam arahan kebijakan Mitigasi Bencana Perkotaan di Indonesia bahwa tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor berpengaruh

terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila ‘bahaya’ terjadi pada ‘kondisi rentan’. Sementara itu BAKORNAS PB mengartikan

ancaman atau bahaya sebagai suatu kejadian atau peristiwa yang berpotensi menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, kerusakan lingkungan dan menimbulkan dampak suatu kondisi yang ditentukan oleh psikologis. Dan dia memperlihatkan hubungan ancaman (bahaya) dan kerentanan sebagai berikut:

Ancaman + Kerentanan = Bencana.

B. Bahaya (Hazard)

Bahaya (Hazard) adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mempunyai kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UURI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana).

Awatona dalam Nur Wiladan (2009) menyatakan apabila dilihat dari potensi bencana yang di timbulkan, bahaya merupakan suatu fenomena alam atau fenomena buatan yang memiliki potensi untuk mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan. Dan dia juga menjelaskan bahwa bencana baru akan terjadi apabila bahaya terjadi pada kondisi yang rentan. Disamping itu bahaya (Hazard) adalah suatu fenomena


(32)

alam atau buatan dan mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda hingga kerusakan lingkungan. Berdasarkan United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dalam Wika Ristya, bahaya dibedakan menjadi lima kelompok yaitu:

1. Bahaya beraspek geologi, antara lain gempa bumi, tsunami, gunung api, dan longsor.

2. Bahaya beraspek hidrometerologi, antara lain banjir, kekeringan, angin topan, dan gelombang pasang.

3. Bahaya beraspek biologi, antara lain wabah penyakit, hama, dan penyakit tanaman.

4. Bahaya beraspek teknologi, antara lain kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, dan kegagalan teknologi.

5. Bahaya beraspek lingkungan, antara lain kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, dan pencemaran limbah.

Tohari dalam Riska (2015) memahami bahwa kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan

pernyataan ‘bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidak

berdayaan’. Dengan demikian, aktifitas alam yang berbahaya tidak akan

menjadi bencana alam di suatu daerah tanpa ketidakberdayaan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai kebkaran yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.

Pada penelitian ini variabel perhitungan tingkat ancaman/bahaya adalah satu variabel yakni karakteristik banjir lokal dengan tiga parameter yang terdiri dari : tinggi genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan. Asal mula berpedoman pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana hanya terdapat satu parameter untuk pengukuran tingkat bahaya banjir, yakni tinggi genangan skor 0,33 untuk kelas rendah, skor 0,67 untuk kelas sedang, dan skor 1 untuk kelas tinggi. Kemudian BNPB (2012) mengkaji bahwa indeks


(33)

ancaman/bahaya bencana disusun berdasarkan dua komponen utama yakni kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk kejadian bencana tersebut. Indeks ancaman/bahaya ini disusun atas data dan catatan sejarah kejadian banjir / genangan yang pernah terjadi.

BAKORNAS PB menambahkan bahwa parameter atau tolak ukur tingkat ancaman/bahaya dapat ditentukan berdasarkan : luas genangan (km2, hektar); kedalaman atau ketinggian air banjir (meter); kecepatan aliran (meter/detik, km/jam); material yang dihanyutkan aliran banjir (batu, pohon, bongkahan, dll); tingkat kepekatan air atau tebal endapan lumpur (meter, cm); lamanya waktu genangan (jam, hari, bulan). Sementara itu parameter frekuensi genangan mengadopsi dari dua penelitian yang sudah pernah dilakukan, pertama oleh Wika Ristya (2012) dengan judul penelitian Kerentanan Wilayah terhadap Banjir di Sebagian Cekungan Bandung. Sama halnya dengan penelitian saya kali ini, peneliti melakukan penelitiannya dengan perolehan data melalui survei lapangan. Kedua oleh Zamia Rizka Fadhilah (2015) dengan judul Analisis Tingkat Bahaya dan Kerentanan Banjir di Sub Daerah Aliran Sungai Cipinang, Jakarta. Namun peneliti melakukan penelitiannya dengan perolehan data frekuensi genangan melalui eksplorasi dari data kejadian banjir harian tahunan.

C. Banjir

Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana banjir didefinisikan sebagai peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dandampak psikologis.

Banjir merupakan fenomena alam dimana terjadi kelebihan air yang tidak tertampung oleh jaringan drainase di suatu daerah sehingga dapat menimbulkan genangan yang merugikan. Kerugian yang diakibatkan oleh banjir sering sulit diatasi, baik oleh masyarakat maupun instansi terkait. Banjir disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain kondisi daerah


(34)

tangkapan hujan, durasi dan intensitas hujan, land cover, kondisi tofografi, dan kapasitas jaringan drainase.

Banjir dalam bahasa populer diartikan sebagai aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa, sedangkan dalam istilah teknik diartikan sebagai aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai tersebut (Hewlett, 1982 dalam Khotimah 2013). Siswoko (2002) dalam Andi Ikmal (2014), mengemukakan bahwa banjir merupakan suatu indikasi dari ketidakseimbangan sistem lingkungan dalam proses mengalirkan air permukaan, yang dipengaruhi oleh besar debit air yang mengalir melebihi daya tampung daerah pengaliran, kondisi daerah pengaliran, dan curah hujan setempat.

Fenomena banjir dapat terjadi kapan pun dan dimana saja. Untuk dapat mengidentifikasi resiko banjir yang mempengaruhi manusia dan lingkungannya, maka perlu diketahui faktor penyebabnya. Banjir dan kekeringan adalah masalah yang saling berkaitan, semua faktor yang menyebabkan kekeringan kemudian akan menyebabkan terjadinya banjir (Wika Ristya 2012). Siswoko (2002) dalam Andi Ikmal (2014) mengemukakan bahwa faktor penyebab banjir adalah adanya interaksi antara faktor penyebab yang bersifat alamiah (kondisi dan peristiwa alam) serta campur tangan manusia yang beraktivitas pada daerah pengaliran.

Adapun yang termasuk faktor penyebab banjir yang bersifat alamiah diantaranya:

1. Curah hujan

Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bila melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.

2. Pengaruh fisiografi

Fisiografi sungai seperti bentuk, dan kemiringan Daerah Aliran Sungai (DAS), kemiringan sungai, geometri hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai.


(35)

3. Erosi dan sedimentasi

Erosi di DAS berpengaruh terhadap kapasitas penampungan sungai, karena tanah yang tererosi pada DAS tersebut apabila terbawa air hujan ke sungai akan mengendap dan menyebabkan terjadinya sedimentasi. Sedimentasi akan mengurangi kapasitas sungai dan saat terjadi aliran yang melebihi kapasitas sungai dapat menyebabkan banjir.

4. Kapasitas sungai

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai disebabkan oleh pengendapan yang berasal dari erosi dasar sungai dan tebing sungai yang berlebihan karena tidak adanya vegetasi penutup.

5. Pengaruh air pasang

Pengaruh air pasang air laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi, maka tinggi genangan/banjir menjadi lebih tinggi karena terjadi aliran balik.

Selain faktor alami, faktor penyebab banjir juga terjadi akibat tindakan manusia, diantaranya sebagai berikut:

1. Penggundulan hutan

Hutan yang gundul menyebabkan air hujan yang jatuh tidak dapat diserap. Air hujan yang turun terus mengalir mencari tempat yang rendah yang menyebabkan terjadinya banjir dan genangan.

2. Pendangkalan sungai

Pendangkalan sungai bisa terjadi karena endapan lumpur yang terbawa dari daerah yang lebih tinggi atau karena tumpukan sampah. Hal ini jelas mengurangi kemampuan sungai menampung air, akhirnya air dari badan sungai meluap ke daratan.

3. Tidak berfungsinya saluran pembuangai air

Saluran pembuangan air seperti selokan sering tidak berfungsi. Selain sempit, tersumbat sampah, juga mengalami pendangkalan. Akibatnya ketika hujan turun air pun akan melimpah.

4. Hilangnya lahan terbuka

Ketika di atas tanah dibangun bangunan, dan keberadaan bangunan tidak memperhatikan masalah bagaimana penyerapan air. Sehingga ketika hujan


(36)

turun air tidak dapat diserap karena hilangnya area untuk penyerapan dan mengalir begitu saja terutama ke area pemukiman warga.

5. Sampah

Pembuangan sampah yang dilakukan secara sembarangan di alur sungai dan jaringan drainase dapat meninggikan mukaair dan menghalangi aliran air sehingga menyebabkan terjadinya banjir dan genangan.

Istilah banjir terkadang bagi sebagian orang disamakan dengan genangan, sehingga penyampaian informasi terhadap bencana banjir di suatu daerah menjadi kurang akurat. Genangan adalah luapanair yang hanya terjadi dalam hitungan jam setelah hujan mulai turun. Genangan terjadi akibat meluapnya air hujan pada saluran pembuangan sehingga menyebabkan air terkumpul dan tertahan pada suatu wilayah dengan tinggi muka air 5 hingga >20 cm. sedangkan banjir adalah meluapnya air hujan dengan debit besar yang tertahan pada suatu wilayah yang rendah dengan tinggi muka air 30 hingga >200 cm.

D. Kerentanan

Menurut Wignyusukarto dalam Wika Ritya, Kerentanan adalah suatu keadaan penurunan ketahanan akibat pengaruh eksternal yang mengancam kehidupan, mata pencaharian, sumber daya alam, infrastruktur, produktivitas ekonomi, dan kesejahteraan. Hubungan antara bencana dan kerentanan menghasilkan suatu kondisi resiko, apabila kondisi tersebut tidak dikelola dengan baik.

Berdasarkan BAKORNAS PB (2007) bahwa kerentaan (vulnerability) adalah sekumpulan kondisi atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan ditujukan pada upaya mengidentifikasi dampak terjadinya bencana berupa jatuhnya korban jiwa maupun kerugian ekonomi dalam jangka pendek, terdiri dari hancurnya pemukiman infrastruktur, sarana dan prasarana serta bangunan lainnya, maupun kerugian ekonomi jangka panjang berupa terganggunya roda perekonomian akibat trauma maupun kerusakan sumber daya alam lainnya.


(37)

Kerentanan meliputi dari beberapa aspek yaitu lingkungan, fisik, sosial danekonomi. Menurut IPCC (2001) dalam Suhardiman (2012), komponen pembentuk kerentanan terdiri dari tiga faktor, yaitu tingkat keterpaparan, tingkat sensitivitas, dan kemampuan adaptasi.

1.Tingkat keterpaparan

Menunjukkan derajat atau besarnya peluang suatu sistem untuk kontak dengan gangguan. Tingkat keterpaparan dapat diidentifikasi melalui data tentang tofografi dan kemiringan untuk menggambarkan kondisi eksisting, atau besar peluang fasilitas snfrastruktur, pemukimandan sumber kehidupan dari lokasi bencana seperti garis pantai, tebing, dan cekungan. 2.Tingkat sensitivitas

Tingkat sensitivitas adalah kondisi internal suatu sistem yang menunjukkan tingkat kerawanannya terhadap gangguan. Contoh data untuk mengidentifikasi tingkat sensitivitas adalah akses masyarakat terhadap air bersih, serta laju produksi sampah dan kemampuan pengelolaannya.

3.Kapasitas adaptasi

Kapasitas adaptasi adalah potensi atau kemampuan sistem, wilayah atau masyarakat untuk beradaptasi dengan efek atau dampak yang timbul dari perubahan iklim

Kerentanan lingkungan menggambarkan kondisi lingkungan daerah tersebut yang mempengaruhi kemampuan suatu daerah menghadapi bencana. Kerentanan fisik (infrastruktur) menggambarkan suatu kondisi fisik yang rawan terhadap faktor bahaya tertentu. Kerentanan sosial menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya. Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi bahaya.

Kerentanan banjir dipengaruhi oleh beberapa faktor, berikut ini: 1. Kerentanan fisik

Kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik terhadap faktor bahaya tertentu (BAKORNAS, 2007). Pada umumnya kerentanan fisik merujuk pada perhatian serta kelemahan atau kekurangan pada


(38)

lokasi serta lingkungan tebangun. Ini diartikan sebagai wilayah rentan terkena bahaya. Kerentanan fisik seperti tingkat kepadatan bangunan, desain serta material yang digunakan untuk infrastruktur dan perumahan.

2. Kerentanan ekonomi

Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya (BAKORNAS PB, 2007). Kemampuan ekonomi atau status ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat di daerah miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak memiliki kemampuan finansial memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana. Makin rendah sosial ekonomi akan semakin tinggi tingkat kerentanan dalam menghadapi bencana. Bagi masyarakat dengan ekonomi kuat, pada saat terkena bencana, dapat menolong dirinya sendiri misalnya dengan mengungsi di tempat penginapan atau di tempat lainnya (Wika Ristya, 2012).

3. Kerentanan sosial

Kerentanan sosial menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya (BAKORNAS PB, 2007). Dengan demikian kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Kerentanan sosial misalnya adalah sebagian dari produk kesenjangan sosial yaitu faktor sosial yang mempengaruhi atau membentuk kerentanan berbagai kelompok dan mengakibatkan penurunan kemampuan untuk menghadapi bencana (Himbawan dalam Suhardiman 2012). Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang resiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya. Selain itu juga kerentanan sosial dapat dilihat dari jumlah penduduk kelompok rentan.


(39)

4. Kerentanan lingkungan

Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Selain itu keadaan tanah dan lahan suatu wilayah masyarakat termasuk faktor yang mempengaruhi kerentanan terjadinya suatu bencana.

Keterangan faktor yang mempengaruhi kerentanan banjir disajikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kerentanan Bencana Banjir

Faktor Parameter Penilaian Kerentanan Banjir Kerentanan dari Aspek Lingkungan

Intensitas curah hujan

Semakin tinggi intensitas hujan maka semakin rentan terhadap bencana banjir

Kelerengan Kemiringan tanah suatu wilayah

Drainase Semakin sedikit drainase maka semakin rentan terhadap banjir

Penggunaan lahan Semakin tinggi tutupan lahan maka semakin rentan terhadap banjir

Jenis tanah Semakin rendah daya serapnya maka semakin rentan terhadap bencana banjir

Kerentanan dari Aspek Fisik

Rasio jaringan jalan Semakin rendah ketersediaan jalan dan buruknya kondisi jalan, maka akan semakin rentan terhadap bencana banjir. Tingkat kepadatan

bangunan

Semakin tinggi tingkat kepadatan bangunan, makan semakin rentan terhadap bencana banjir.

Kerentanan dari Aspek Sosial Tingkat kepadatan

penduduk

Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk maka semakin rentan terhadap bencana banjir.


(40)

Tingkat laju pertumbuhan

penduduk

Semakin tinggi tingkat laju pertumbuhan penduduk maka semakin rentan terhadap bencana banjir.

Persentase jumlah usia tua-balita

Semakin banyak jumlah penduduk usia tua-balita maka semakin rentan terhadap bencana banjir.

Persentase penduduk disabilitas

Semakin banyak jumlah penduduk disabilitas maka semakin semakin rentan terhadap bencana banjir.

Kerentanan dari Aspek Ekonomi Persentase rumah

tangga yang bekerja di sektor rentan

Semakin banyak pekerjayang bekerja di sektor pertanian makasemakin rentan terhadap bencana banjir.

Persentase rumah tangga miskin

Semakin banyak rumah tangga miskin maka semakin rentan terhadap bencana banjir.

Sumber: Utomo dan Supriharjo 2012 dalam Istiqomah

E. Metode Skoring/Pembobotan

Pembobotan merupakan teknik pengambilan keputusan pada suatu proses yang melibatkan berbagai faktor secara bersama-sama dengan cara memberi bobot pada masing-masing faktor tersebut. Pembobotan dapat dilakukan secara objektif dengan perhitungan statistik maupun secara subyektif dengan menetapkan berdasarkan pertimbangan tertentu. Namun penentuan bobot secara subyektif harus dilandasi pemahaman yang kuat mengenai proses tersebut. Pada penelitian ini penentuan bobot diperoleh dari pendapat atau penilaian para pakar dalam bentuk kuesioner penilaian. Sementara itu pembobotan faktor yang terbaik menurut BNPB (2012) diperoleh melalui konsensus pendapat para ahli atau yang terkenal disebut Analytic Hierarchy Proses (AHP). Metodologi ini dikembangkan oleh Thomas L. Saaty sejak 1970. Awal mulanya AHP digunakan sebagai alat untuk pengambilan keputusan.

AHP adalah suatu metodologi pengukuran melalui perbandingan pasangan-bijaksana yang bergantung pada penilaian para pakar untuk


(41)

memperoleh skala prioritas. Dan skala inilah yang mengukur wujud secara relatif. Wika Ristya (2012) menambahkan bahwa pada dasarnya, metode skoring AHP ini dirancang untuk menghimpun persepsi orang secara rasional yang berhubungan erat dengan permasalah tertentu melalui suatu prosedur untuk sampai pada skala referensi diantara berbagai alternatif. Selain itu, Oktriyadi dalam Ristya (2012) juga menganalisis bahwa metode skoring AHP ini ditujukan untuk permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement), maupun situasi kompleks yakni situasi ketika data dan informasi statistik sangat minim.

F. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Umbulharjo kota Yogyakarta adalah merupakan salah satu kecamatan dari 14 kecamatan di kota Yogyakarta. Kecamatan Umbulharjo terletak dibagian selatan kota Yogyakarta dengan luas wilayah 8,12 km2 dan dilalui oleh sungai GajahWong, sungai Belik dan sungai Code.

Luas wilayah kecamatan Umbulharjo yang hampir sepertiga kota Yogyakarta menyimpan potensi tersendiri. Artinya bahwa diperlukan energi lebih guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Termasuk wilayah kecamatan Umbulharjo yang berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten Bantul mempunyai ciri-ciri tersendiri. Sebagian wilayahnya merupakan daerah pemukiman, perkantoran dan masih ada sebagian kecil yang berupa persawahan. Sebagai daerah perkotaan, Umbulharjo merupakan wilayah potensi sektor pertanian, selain tentunya sektor-sektor lainnya.

Dengan luas wilayah mencapai 8,12 km2, Umbulharjo merupakan kecamatan paling luas di kota Yogyakarta. Dengan jumlah perguruan tinggi mencapai 21 lembaga, maka kecamatan ini sangat potensial di bidang pendidikan.

Secara geografis kecamatan Umbulharjo adalah wilayah dataran rendah dan ketinggian tanah dari permukaan laut 114 m. kecamatan umbulharjo terdiri dari 7 kelurahan yaitu Giwangan, Sorosutan, Pandeyan, Warungboto, Tahunan, Muja Muju, dan Semaki seperti pada Gambar 3.1.


(42)

Posisi kecamatan Umbulharjo berada di daerah perbatasan dengan kabupaten lain. Dimana batas-batas tersebut:

 Sebelah utara: kecamatan Gondokusuman, dan kecamatan Banguntapan (Bantul).

 Sebelah selatan: kecamatan Banguntapan (Bantul).

 Sebelah timur: kecamatan Kotagede, dan kecamatan Banguntapan (Bantul).

 Sebelah barat: kecamatan Mergangsan.

Kecamatan Umbulharjo merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lain di kota Yogyakarta yaitu sebanyak 67.882 jiwa di tahun 2015, dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki sebanyak 33.247 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 34.635 jiwa yang ditampilkan pada Tabel 3.2 dan memiliki jumlah total RT dan RW sebanyak 428 yang ditampilkan pada Tabel 3.3.


(43)

Sumber: DPPKA Kota Yogyakarta

Muja Muju Semaki

Tahunan

Warungoto

Pandeyan

Giwangan Sorosutan


(44)

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Umbulharjo

Kelurahan Laki-laki (jiwa) Perempuan

(jiwa) Jumlah (jiwa)

Semaki Muja Muju Tahunan Warungboto Pandeyan Sorosutan Giwangan 2.489 5.164 4.464 4.387 5.889 7.231 3.619 2.624 5.396 4.571 4.633 6.072 7.612 3.727 5.113 10.564 9.035 9.020 11.961 14.843 7.346

Total 33.247 34.635 67.882

Sumber: Didukcapil 2015 dan Modifikasi Penulis

Jumlah RT RW di kecamatan Umbulharjo adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 jumlah RT dan RW Umbulharjo

Kelurahan RW RT Jumlah

Semaki Muja Muju Tahunan Warungboto Pandeyan Sorosutan Giwangan 10 12 12 9 13 18 13 34 55 50 38 52 70 42 44 67 62 47 65 88 55

Total 87 341 428


(45)

G. Data-Data yang Diperoleh 1. Data banjir

Data banjir yang didapatkan berupa peta Sebaran Kejadian Bencana Banjir di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015. Peta ini diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Banjir (BNPB) DIY. Peta sebaran kejadian banjir menunjukkan lokasi-lokasi kejadian banjir di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015. Data-data kejadian banjir yang dilaporkan oleh BNPB dijadikan dalam bentuk peta sebaran kejadian banjir yang disimbolkan dengan warna-warna sebagai penjelasan daerah-daerah rawan banjir.

Warna pada peta menunjukkan lama kejadian di daerah yang ditunjukkan. Warna biru tua menunjukkan daerah dengan kejadian banjir yang tinggi, warna ungu menunjukkan daerah dengan kejadian banjir yang sedang, dan warna ungu muda menunjukkan kejadian bencana banjir yang rendah.

Data sebaran banjir tersebut ditampilkan pada peta sebaran kejadian banjir di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 20015 seperti pada Gambar 3.2.


(46)

Sumber: BPBD DIY 2015


(47)

2. Data monografi kecamatan

Monografi adalah himpunan data yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Kelurahan yang tersusun secara sistematis, lengkap, akurat dan terpadu dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Data monografi diperoleh dari kantor kecamatan Umbulharjo yang berisi tentang kecamatan Umbulharjo berupa data umum, data personil, data kewenangan, data keuangan, dan kelembagaan. Contoh dari data umum adalah jumlah penduduk, batas wilayah, pekerjaan, dll.

3. Data penggunaan tanah

Data penggunaan tanah diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) berupa Neraca Penggunaan Tanah Per Kecamatan Kota Yogyakarta tahun 2015. Data ini berisi penggunan lahan untuk perumahan, jasa, perusahaan, industri, pertanian, lahan kosong, dan lain-lain dalam satuan hektar.

4. Data kependudukan

Dikarenakan data kependudukan yang diperoleh dari data monografi kecamatan tidak mencantumkan klasifikasi kependudukan, maka penulis memperoleh data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Didukcapil) untuk melengkapi data kependudukan yang belum terpenuhi seperti data penduduk berdasarkan umur.


(48)

33

METODE PENELITIAN

A. Konsep Penelitian

Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir. Penentuan kelas kerentanan dilakukan dengan metode skoring untuk mengelompokkan data sehingga diperoleh beberapa kelompok data yang memiliki kesamaan yang mempengaruhi kerentanan wilayah terhadap bencana banjir.

Tingkat bahaya banjir dilihat berdasarkan karakteristik banjir seperti lama genangan, tinggi genngan, dan frekuensi genangan. Sedangkan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir dilihat berdasarkan kondisi sosial, kondisi ekonomi, kondisi lingkungan, dan kondisi fisik dimana dari kondisi-kondisi tersebut terdapat parameter yang mendukungnya. Parameter kerentanan wilayah terhadap bencana banjir dalam penelitian ini yaitu kepadatan penduduk, penduduk usia tua, penduduk usia balita, kemiskinan penduduk, kepadatan bangunan, pekerja di sektor rentan, kerusakan jalan, ketinggian topografi, jarak dari sungai, dan intensitas curah hujan.

Kerentanan dari aspek fisik merupakan pengelompokan variabel-variabel yang mempengaruhi kerentanan banjir ditinjau dari kondisi fisik daerah penelitian. Kerentanan wilayah terhadap bencana banjir berdasarkan kondisi fisik yaitu penggunaan lahan diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2015.

Kerentanan ekonomi menggambarkan tingkat kerapuhan dari segi ekonomi dalam menghadapi bencana banjir. Kerentanan berdasarkan kondisi ekonomi dilihat dari data persentase rumah tangga miskin dan persentase pekerja di sektor rentan (petani) di daerah penelitian yang diperoleh dari kantor Kecamatan yaitu data monografi Kecamatan tahun 2015.


(49)

Kerentanan dari aspek sosial menggambarkan karakteristik penduduk daerah yang rentan. Selain itu, kelompok yang termasuk kedalam masyarakat rentan diantaranya adalah kaum perempuan, anak-anak, dan penduduk lanjut usia serta beberapa kelompok masyarakat lainnya. Namun dalam penelitian ini kerentanan sosial kependudukan dibatasi dengan kepadatan penduduk, penduduk usia tua, dan penduduk usia balita, penduduk penyandang disabilitas, dan rasio jenis kelamin.

Kerentanan dari aspek lingkungan merupakan gambaran tentang kondisi lingkungan daerah tersebut dalam menghadapi bencana. Dalam penenlitian ini hanya menggunakan satu variabel yaitu intensitas curah hujan.

Informasi-informasi tentang daerah rentan terhadap bencana banjir sangatlah penting. Informasi yang digunakan berupa peta lokasi rawan banjir di kota Yogyakarta. Penentuan bahaya dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan peta lokasi banjir yang diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tahun 2015 dan menggunakan kuesioner kepada para ahli dibidang bencana alam dan juga kepada pemerintah daerah tempat melakukan penelitian, selain itu juga melakukan wawancara kepada beberapa masyarakat yang terpapar bencana banjir untuk mendapatkan tingkat bahaya banjir tiap desa/kelurahan di daerah penelitian. Daerah banjir dalam penelitian ini dilihat berdasarkan desa/kelurahan di daerah penelitian. Untuk mendapatkan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir dalam penelitian ini juga menggunakan metode skoring dan pembobotan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan wilayah terhadap bencana banjir.


(50)

Gambar 4.1 Alur Pikiran Penelitian Daerah Penelitian

Karakteristik Banjir Faktor Penentu Kerentanan

1. Lama genangan

2. Frekuensi genangan 3. Tinggi genangan

Kondisi sosial

1. Kepadatan penduduk 2. Penduduk usia

tua

3. Penduduk usia balita

4. Penduduk disabilitas 5. Rasio jenis

kelamain

Kondisi ekonomi

1. Persentase rumah tangga miskin 2. Pekerja di

sektor rentan Kondisi fisik 1. Kepadatan bangunan 2. Persentase kerusakan jaringan jalan Kondisi lingkunan 1. Intensitas curah hujan 2. Penggunaan lahan 3. Ketinggian topografi 4. Jarak dari

sungai

Tingkat Kerentanan Banjir Tingkat Bahaya Banjir


(51)

Pada gambar 4.1 dijelaskan alur pikiran yang dilakukan pada penelitian ini. Alur pikiran tersebut mencantumkan parameter-parameter yang digunakan untuk melakukan analisis penilaian pada tingkat bahaya banjir dan tingkat kerentanan banjir di kecamatan Umbulharjo.

Penilaian terhadap tingkat bahaya banjir ini didasarkan pada karakterisitik banjir lokal yang memiliki tiga parameter yaitu lama genangan, tinggi genangan, dan frekuensi genangan dalam satu tahun kejadian. Sedangkan untuk penilaian tingkat kerentanan banjir didasarkan pada empat aspek penentu yaitu aspek sosial, aspek ekonomi, aspek fisik, dan aspek lingkungan. Aspek-aspek kerentanan banjir ini kemudian dipecahkan menjadi 13 parameter penentu kerentanan banjir yang diperoleh dari Perka BNPB dan analisis berdasarkan kondisi di lokasi penelitian. Dari analisis penilaian tingkat bahaya dan tingkat kerentanan banjir bisa diketahui daerah penelitian memiliki resiko terhadap bencana banjir atau tidak.

B. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di kecamatan Umbulharjo kota Yogyakarta. Daerah penelitian yang terdampak banjir atau genangan tidak menyeluruh, terdapat daerah-daerah dengan kondisi jaringan jalan dan drainase yang kurang baik, selain itu pengaruh jumlah penduduk serta bangunan juga menjadi salah satu terjadinya bencana banjir atau genangan.


(52)

C. Kerangka Kerja Penelitian

Gambar 4.2 Bagan Alir Metode Penelitian Mulai

Studi Pendahuluan:  Latar belakang

 Tujuan

 Rumusan masalah

Tingkat Kerentanan

Analisis Data Tingkat Bahaya Banjir

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai Tingkat Bahaya

Data Primer  Kuesioner para ahli dan

instansi daerah

 Wawancara masyarakat daerah penelitian

Data Sekunder

 Peta sebaran kejadian banjir DIY 2015  Data kependudukan Kecamatan

Umbulharjo 2015

 Data monografi Kecamatan Umbulharjo 2015

 Data curah huja DIY 2015  Data penggunaan lahan 2015


(53)

Pada Gambar 4.2 menjelaskan alur penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat bahaya dan tingkat kerentanan banjir di daerah penelitian. Sedangkan pada Tabel 4.1 menjelaskan keterangan parameter-parameter penentu untuk analisis penilaian tingkat bahaya dan tingkat kerentanan banjir yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 4.1 Variabel Penelitian dan Makna Penting dalam Penentuan Kerentanan Variabel

Penelitian Parameter Keterangan

Karakteristik Daerah Banjir

Tinggi genangan

Semakin tinggi genangan banjir semakin tinggi pula bahaya yang ditimbulkannya sehingga dapat merugikan penduduk.

Lama genangan

Semakin lama suatu tempat tergenang maka kerugian yang ditimbulkan akan semakin besar.

Frekuensi genangan

Semakin sering terjadi banjir maka bahaya dan kerugian yang ditimbulkan akan semakin besar.

Aspek Sosial

Kepadatan penduduk

Semakin tinggi kepadatan penduduk maka kerentanan wilayah terhadap banjir semakin tinggi.

Persentase penduduk usia

tua

Semakin banyak penduduk dengan usia tua maka kemampuan untuk menghindari bahaya akan semakin kecil dan kerentanan wilayah terhadap banjir akan semakin tinggi. Persentase

penduduk usia balita

Semakin banyak penduduk dengan usia balita maka kemampuan untuk menghindari bahaya akan semakin kecil dan kerentanan akan semakin tinggi

Persentase penduduk disabilitas

Semakin banyak penduduk disabilitas maka kemampuan untuk menghindari bahaya akan semakin kecil dan kerentanan akan semakin tinggi.

Persentase jenis kelamin

Semakin banyak penduduk dengan jenis kelamin perempuan maka kemampuan untuk menghindari bahaya akan semakin kecil dan kerentanan akan semakin tinggi.


(54)

Aspek Ekonomi

Persentase rumah tangga

miskin

Semakin tinggi jumlah keluarga miskin maka kerentanan terhadap banjir semakin tinggi.

Persentase pekerja sektor

rentan

Semakin banyak pekerja di sektor rentan maka akan semakin rentan terhadap bahaya banjir.

Aspek Fisik

Kepadatan bangunan

Semakin tinggi kepadatan bangunan maka kerentanan terhadap banjir akan semakin tinggi.

Persentase kerusakan jaringan jalan

Semakin besar persentase kerusakan jalan maka akan semakin rentan terhadap banjir. Bangunan

pengendali air

Semakin sedikit keberadaan bangunan pengendali air maka kerentanan wilayah terhadap banjir semakin tinggi.

Aspek Lingkungan

Intensitas curah hujan

Semakin tinggi intensitas curah hujan di suatu wilayah maka kerentanan wilayah terhadap banjir akan semakin tinggi.

Penggunaan lahan

Semakin besar persentase penggunaan lahan maka kerentanan terhadap banjir akan semakin tinggi.

Sumber: Wika Ristya 2012

D. Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan cara memperolehnya, data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder berupa:

1. Data primer

Data primer adalah data yang langsung diambil atau dikumpulkan dari lapangan, yaitu berupa data hasil survey dan observasi daerah penelitian dengan melakukan wawancara kepada penduduk di daerah penelitian sehingga mendapatkan masukan terkait dengan data yang diperlukan. Wawancara dengan penduduk di daerah penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik banjir yang meliputi lama genangan, tinggi genangan, dan frekuensi genangan. Data ini digunakan untuk menganalisis tingkat bahaya banjir di daerah penelitian.


(55)

2. Data sekunder

Data sekunder diperlukan untuk membantu dalam menganalisis data. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Adapun data-data yang didapatkan dari instansi-instansi terkait adalah sebagai berikut:

a. Data monografi kecamatan

Data monografi kecamatan diperoleh dari kantor kecamatan Umbulharjo tahun 2015. Monografi adalah himpunan data yang dilaksanakan oleh pemerintah desa dan kelurahan yang tersusun secara sistematis, lengkap, akurat dan terpadu dalam penyelenggaraan pemerintah (kecamatan Umbulharjo).

b. Penggunaan tanah

Data penggunaan tanah diperoleh dari kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Yogyakarta tahun 2015. Data diperoleh berupa neraca penggunaan tanah per kecamatan kota Yogyakarta tahun 2015.

c. Data kependudukan

Data kependudukan diperoleh dari kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Didukcpil) kota Yogyakarta tahun 2015. Adapun data yang diperoleh adalah data kelahiran dan kematian berdasarkan akta yang diterbitkan oleh kantor Didukcapil tahun 2015, data penduduk berdasarkan umur tunggal bulan Desember tahun 2015, dan jumlah penduduk kota Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin tahun 2015.

d. Data banjir

Data banjir diperoleh dari kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY. Adapun data yang diperoleh berupa lokasi-lokasi atau titik-titik kejadian banjir di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang sudah dirangkum oleh BPBD dalam bentuk peta sebaran banjir tahun 2015.


(56)

E. Pengolahan Data

Analisis dalam penelitian ini dimulai dengan menentukan tingkat bahaya banjir di kecamatan Umbulharjo berdasarkan data karakteristik banjir yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner ke masyarakat dan para ahli, karakteristik tersebut adalah tinggi genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan. Tingkat bahaya banjir memiliki tiga tingkatan kelas yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

Setelah didapatkannya tingkat bahaya banjir, kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir berdasarkan beberapa aspek yaitu aspek sosial, aspek ekonomi, aspek fisik, dan aspek lingkungan. Parameter yang digunakan pada aspek sosial adalah kepadatan penduduk, persentase jenis kelamin, penduduk usia tua, penduduk usia balita, dan penyandang disabilitas. Parameter aspek ekonomi yang digunakan adalah persentase rumah tangga miskin dan penduduk yang bekerja di sektor rentan (petani). Pada aspek fisik parameter yang digunakan adalah kepadatan bangunan, persentase kerusakan jaringan jalan. Sedangkan parameter yang digunakan pada aspek lingkungan adalah intensitas curah hujan, penggunaan lahan, ketinggian topografi, dan jarak dari sungai. Penentuan analisis tingkat bahaya banjir dan tingkat kerentanan banjir dengan metode skoring dan pembobotan didasarkan pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana.

1. Analisis tingkat bahaya banjir

BNPB (2012) mengkaji bahwa indeks ancaman/bahaya bencana disusun berdasarkan dua komponen utama yaitu kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk kejadian bencana tersebut. Indeks ini disusun atas data dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi di suatu daerah. Penentuan tingkat bahaya banjir dilakukan dengan menganalissis karakteristik banjir yang diperoleh dari kuesioner dan wawancara kepada para ahli dan masyarakat dengan metode skoring yang


(57)

sudah ditentukan nilai bobot dari setiap parameter terlebih dahulu. Kemudian data tersebut dikelompokkan kedalam tiga kelas tingkat bahaya banjir yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berikut ini adalah metode yang digunakan untuk menghitung ketiga parameter tingkat bahaya banjir.

a. Tinggi genangan

Tinggi genangan sangat berpengaruh pada lokasi bencana banjir. Semakin besar tinggi genangan banjir pada suatu daerah banjir maka kerugian dan kerusakan yang diperoleh akan semakin besar. Berikut kelas klasifikasi tinggi genangan:

 <76 cm (rendah)

 76 – 150 cm (sedang)

 >150 cm (tinggi) b. Lama genangan

Semakin besar lama genangan maka kerugian dan kerusakan yang diperoleh akan semakin besar pula. Begitu juga dengan tingkat bahaya banjir di kecamatan Umbulharjo akan semakin besar. Klasifikasi lama genangan akan dibagi menjadi tiga kelas yaitu:

 <12 jam (rendah)

 12 – 24 jam (sedang)

 >24 jam (tinggi) c. Frekuensi genangan

Semakin sering terjadinya genangan disuatu wilayah maka kerugian dan kerusakan akan semakin besar. Begitu juga dengan tingkat bahaya banjir di kecamatan Umbulharjo akan semakin besar. Klasifikasi untuk frekuensi genangan akan dibagi menjadi tiga kelas yaitu:

 0 -2 kali kejadian (rendah)

 3 – 5 kali kejadian (sedang)


(58)

Berbeda dengan dua parameter sebelumnya, frekuensi genangan merupakan parameter tambahan hasil modifikasi penulis.

Perka BNPB Tahun 2012 menjelaskan tentang analisis skoring tingkat bahaya banjir yang disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Analisis Skoring Tingkat Bahaya Banjir Lama genangan

Kedalaman (cm) Kelas Skor Bobot (%) Nilai

<76 Rendah 1

42%

0,42

76 – 150 Sedang 2 0,84

>150 Tinggi 3 1,26

Tinggi genangan

Lama (jam) Kelas Nilai Bobot (%) Skor

<12 Rendah 1

41%

0,41

12 – 24 Sedang 2 0,82

>24 Tinggi 3 1,23

Frekuensi genangan

Kali kejadian Kelas Nilai Bobot (%) Skor

0 – 2 Rendah 1

27%

0,27

3 – 5 Sedang 2 0,54

6 - 20 Tinggi 3 0,81

Sumber: Kuesioner Para Ahli

2. Analisis tingkat kerentanan banjir

Analisis tingkat kerentanan banjir sama dengan analisis tingkat bahaya banjir yaitu dengan analisis skoring dan pembobotan berdasarkan


(59)

parameter-parameter kerentanan yang mempengaruhi terjadinya banjir dan/atau genangan di daerah penelitian. Output dari penelitian ini adalah tingkat bahaya banjir dan tingkat kerentanan wilayah terhadap banjir.

Sama seperti analisis tingkat bahaya banjir, data yang dihasilkan dalam analisis tingkat kerentanan banjir akan dibagi menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kerentanan wilayah terhadap banjir dilihat dari beberapa kondisi yang mempengaruhi diantaranya kondisi sosial, kondisi fisik, kondisi ekonomi, dan kondisi lingkungan. Dari kondisi tersebut diikuti dengan 13 parameter pendukung yaitu kepadatan penduduk, persentase jenis kelamin, persentase penduduk usia tua, persentase penduduk usia balita, persentase penduduk disabilitas, persentase penduduk miskin, persentase penduduk yang bekerja di sektor rentan, kepadatan bangunan, penggunaan lahan, ketinggian topografi, jarak dari sungai, persentase kerusakan jaringan jalan, dan intensitas curah hujan. Berikut ini adalah komposisi indikator kerentanan sosial, fisik, lingkungan dan ekonomi.

Gambar 4.3 Komposisi untuk Analisis Kerentanan Sumber: Perka BNPB 2012

Kerentanan

Fisik Ekonomi

Sosial Lingkungan

Kepekaan Sosial Kepadatan

Penduduk

Penggunaan Lahan PDRB per

Sektor

Kerentanan Bangunan

Kerentanan Prasarana

Penggunaan Lahan


(60)

a. Aspek sosial

BNPB (2012) menyatakan bahwa penentuan indeks penduduk terpapar dihitung dari komponen sosial di kawasan yang diperkirakan terlanda bencana. Komponen ini diperoleh dari indikator kepadatan penduduk dan indikator kelompok rentan pada suatu daerah bila terkena bencana. Data yang diperoleh untuk komponen sosial kemudian dibagi menjadi tiga kelas kerentanan yakni rendah, sedang, dan tinggi. Selain dari nilai indeks dalam bentuk kelas, komponen ini juga menghasilkan jumlah jiwa penduduk yang terpapar ancaman bencana pada suatu daerah. BNPB telah menjelaskan komponen indeks penduduk terpapar pada Perka BNPB Tahun 2012 seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Komponen Indeks Penuduk Terpapar

Indikator/Komponen Kelas indeks Bobot Rendah Sedang Tinggi

Kepadatan Penduduk <500 500-1000 >1000 60% Kelompok Rentan <20% 20-40% >40% 40%

Sumber: Perka BNPB 2012

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa indikator yang digunakan untuk kerentanan sosial adalah kepadatan penduduk dan persentase kelompok penduduk rentan. Indeks kerentanan sosial diperoleh dari rata-rata bobot kepadatan penduduk (60%) dan persentase kelompok rentan (40%). Tabel 4.4 menjelaskan parameter pada aspek sosial.


(1)

78

C. Akumulasi Skoring Tingkat Bahaya dan Kerentanan Banjir a. Tingkat bahaya banjir

Dalam penelitian ini analisis tingkat bahaya banjir menggunakan variabel karakteristik banjir lokal yang terdiri dari tiga parameter yaitu tinggi genangan (cm), lama genangan (jam), dan frekuensi genangan dalam satu tahun (kali kejadian). Hasil analisis dari ketiga parameter tersebut dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu kelas rendah, kelas sedang, dan kelas tinggi. Pembagian kelas tersebut mengacu pada Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana. Pedoman skoring disajikan dalam Tabel 5.17, dan hasil analisis skoring disajikan dalam Tabel 5.18.

Tabel 5.17 Skoring Tingkat Bahaya Banjir Kelas Tingkat Bahaya Banjir Skor

Kelas rendah <2

Kelas sedang 2 – 4

Kelas tinggi >4

Sumber: Sholahuddin (2010)

Tabel 5.18 Hasil Analisis Tingkat Bahaya Banjir

Kelurahan TG LG FG Total Kelas

Semaki 0,41 0,42 0,27 1,1 Rendah

Muja Muju 0,41 0,42 0,54 1,37 Rendah

Tahunan 0,41 0,42 0,27 1,1 Rendah

Warungboto 0,41 0,42 0,27 1,1 Rendah

Pandeyan 0,41 0,42 0,27 1,1 Rendah

Sorosutan 0,41 0,42 0,27 1,1 Rendah


(2)

79

Berdasarkan Tabel 5.18 tingkat bahaya banjir di kecamatan Umbulharjo masuk ke dalam kelas rendah dengan skor total ><2 untuk semua kelurahan di kecamatan Umbulharjo.

b. Tingkat kerentanan banjir

Analisis tingkat kerentanan banjir dalam penelitian ini menggunakan empat parameter kerentanan yaitu aspek sosial, aspek ekonomi, aspek fisik, dan aspek lingkungan. Hasil analisis parameter tersebut kemudian dibagi ke dalam tiga kelas kerentanan yaitu kurang rentan, rentan, dan sangat rentan. Tabel 5.19 menjelaskan skoring tingkat kerentanan banjir dan Tabel 5.20 menjelaskan hasil analisis skoring tingkat kerentanan banjir.

Tabel 5.19 Skoring Tingkat Kerentanan Banjir Kelas Kerentanan Banjir Skor

Kurang rentan <10

Rentan 10 – 15

Sangat rentan >15

Sumber: Sholahuddin (2010)

Tabel 5.20 Hasil Analisis Skoring Tingkat Kerentanan Bajir

Parameter Skor Kelas

Aspek sosial 21 Sangat rentan

Aspek ekonomi 7 Kurang rentan

Aspek fisik 12,8 Rentan

Aspek lingkungan 9,3 Kurang rentan

Kerentanan total=

(0,4 х skor kerentanan sosial) + (0,25 х skor kerentanan ekonomi) + (0,25 х skor kerentanan fisik) + (0,1 х skor kerentanan lingkungan)


(3)

80

= 8,4 + 1,75 + 3,2 + 0,93 = 14,28

Dari hasil analisis tingkat kerentanan banjir menjelaskan bahwa tingkat kerentanan banjir di kecamatan Umbulharjo termasuk ke dalam kelas rentan dengan skor kerentanan total 14,28.


(4)

81

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis data penelitian tingkat bahaya banjir dan tingkat kerentanan banjir di wilayah kecamatan Umbulharjo dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tingkat bahaya banjir di wilayah kecamatan Umbulharjo yang terbagi dalam tujuh kelurahan masuk ke dalam kategori kelas rendah dengan skor total dari analisis skoring dan pembobotan karakteristik banjir adalah <2. Nilai skor total untuk kelurahan Muja Muju dan Giwangan adalah sebesar 1,37. Sedangkan untuk kelurahan Semaki, Tahunan, Warungboto, Pandeyan, dan Sorosutan adalah sebesar 1,1.

2. Tingkat kerentanan banjir di kecamatan Umbulharjo masuk ke dalam kelas rentan dengan skor kerentanan total adalah 14,28. Skor untuk parameter-parameter kerentanan banjir dikecamatan Umbulharjo adalah sebagai berikut: (a) aspek sosial dengan skor 21 (b) aspek ekonomi dengan skor 7 (c) aspek fisik dengan skor 12,8 dan (d) aspek lingkungan dengan skor 9,3. Dari analisis skoring tingkat kerentanan banjir di kecamatan Umbulharjo diketahui bahwa aspek yang paling berpengaruh adalah aspek sosial.

B. Saran

1. Untuk Pemerintah Daerah sebaiknya mengawasi perencanaan pembangunan pada daerah yang rawan banjir agar tidak berdampak pada penduduk sekitar yang telah bermukim lama di daerah tersebut. 2. Untuk masyarakat sekitar diharapkan lebih memperhatikan lingkungan

tempat tinggal untuk mengurangi resiko terjadinya genangan atau banjir, contohnya tidak membuang sampah di saluran drainase dan sungai.


(5)

xv

DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2012. Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko

Bencana. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). 2015. Data Sebaran Banjir Di

Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2015. Yogyakarta: Badan Penanggulangan

Bencana Daerah DIY

Badan Pertanahan Nasional (BPN). 2015. Neraca Penggunaan Tanah Per

Kecamatan Kota Yogyakarta Tahun 2015. Yogyakarta: Badan Pertanahan

Nasional Kota Yogyakarta

Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Statistik Daerah Kecamatan Umbulharjo Tahun 2015. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta

Badan PusatStatistik (BPS). 2015. Umbulharjo Dalam Angka 2015. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta

Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB). 2002.

Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia. Jakarta Pusat: Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana

Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil (Didukcapil). 2015. Data

Kependudukan Kota Yogyakarta Tahun 2015. Yogyakarta: Dinas Kependudukan

Dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta

Fadhilah, Zania Rizka. 2015. Analisis Tingkat Bahaya dan Kerentanan Banjir Di Sub Daerah Aliran Sungai Cipinang, Jakarta Timur. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Istikomah. 2014. Zonasi Tingkat Kerentanan (Vulnerability) Banjir Daerah Kota Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Kecamatan Umbulharjo. 2015. Data Monografi Kecamatan Umbulharjo Tahun

2015 Semester II. Yogyakarta: Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta

Khotimah, N; Sumunar, DRS; Nurhadi. 2013. Analisis Kerentana Banjir Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Code Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Mahardy, A I. 2014. Analisis Dan Pemetaan Daerah Rawan Banjir Di Kota Makassar Berbasis Spatial. Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar


(6)

xvi

Miladan, Nur. 2009. Kajian Kerentanan Wilayah Pesisir Kota Semarang

Terhadap Perubahan Iklim. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang

Ristya, Wika. 2012. Kerentanan Wilayah Terhadap Banjir Di Sebagian Cekungan Bandung. Depok: Universitas Indonesia

Suhardiman. 2012. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir Dengan Sistem Informasi

Geografis (GIS) Pada Sub DAS Walanae Hilir. Makassar: Universitas