HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KELUARGA MENURUT NILAI APGAR DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS PADA PENDERITA TUBERCULOSIS PARU

(1)

KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS

PADA PENDERITA TUBERCULOSIS PARU

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

AGISTHA NURHITHA ARDA NANDHI

20120310032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KELUARGA

MENURUT NILAI APGAR DENGAN

KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS

PADA PENDERITA TUBERCULOSIS PARU

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

AGISTHA NURHITHA ARDA NANDHI

20120310032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii

Nama : Agistha Nurhitha Arda Nandhi

NIM : 20120310032

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 26 April 2016

Yang membuat pernyataan,

Tanda Tangan


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Taala Wabarakatuh

Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah maka penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu syarat memperoleh derajat sarjana kedokteranpada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul “Hubungan Antara Fungsi Keluarga Menurut Nilai Apgar Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis Pada Penderita Tuberculosis Paru”.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, olehnya dengan kerendahan hati mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Pada kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Alfaina Wahyuni, Sp,OG., M.Kes. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter.

3. dr. Denny Anggoro Prakoso, M.Sc. selaku selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan proposal.


(5)

v

Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal atas segala kebaikan, dukungan dan bantuan yang telah didapatkan penulis dari pihak-pihak tersebut di atas. AMIN YA RABBIL ALAMIN. Penulis juga mengharapkan semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Yogyakarta, 26 April 2016


(6)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTARCT ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Keaslian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Tuberculosis ... 7

2. Kepatuhan Minum Obat ... 15

3. Fungsi Keluarga ... 18

B. Kerangka konsep ... 22

C. Hipotesis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 23

B. Populasi dan Sample Penelitian ... 23

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

D. Variable Penelitian ... 25

E. Definisi Operasional... 25

F. Instrumen Penelitian... 26

G. Cara Pengambilan Data ... 26

H. Uji Validitas dan Reabilitas ... 26

I. Analisis Data ... 27

J. Kesulitan penelitian ... 27

K. Etika Penelitian ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ... 29

B. Hasil Penelitian ... 29

C. Pembahasan ... 32


(7)

vii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 37 B. Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN


(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian ... 5

Tabel 2. Jenis dan Dosis OAT ... 14

Tabel 3. Panduan Obat ... 14

Tabel 4. Karakeristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 29

Tabel 5. Distribusi mean dan standar deviasikarakteristik responden berdasarkan umur ... 30

Tabel 6. Distribusi frekuensi dan prosentase karakteristik responden berdasarkan nilai APGAR ... 30

Tabel 7. Distribusi frekuensi dan prosentase karakteristik responden berdasarkan kepatuhan pemakaian OAT ... 31

Tabel 8. Hubungan antara nilai APGAR dengan kepatuhan pemakaian OAT ... 31


(9)

(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Informasi Penelitian Lampiran 2 Inform Consent

Lampiran 3 Kuesioner Kepatuhan Minum Obat Tb Lampiran 4 Kuisioner Apgar Keluarga


(11)

(12)

xi

Hubungan Antara Fungsi Keluarga Menurut Nilai Apgar Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis pada Penderita

Tuberculosis Paru

Agistha Nurhitha Arda Nandhi1, Denny Anggoro Prakoso2 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY, 2Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat UMY

INTISARI

Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia sebagai penyebab utama kematian. Lamanya pengobatan TB membuat banyak penderita TB yang menghentikan pengobatan atau drop out (defauledt). Kasus drop out ini memberi dampak peningkatan kasus dengan kuman resistensi terhadap pengobatan standar atau yang disebut dengan

multidrug-resistant (MDR). Banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan TB salah satunya adalah keluarga yang berfungsi pemantauan kesehatan tiap anggotanya. Untuk menilai persepsi anggota keluarga dari fungsi keluarga dengan memeriksa kepuasannya terhadap hubungan keluarga dikembangkan instrumen penilaian yang disebut APGAR Keluarga (Family

APGAR).

Metode: Penelitian ini menggunakan metode observasi analitik dengan desain penelitian cross sectional. Besar sampel yang diteliti sebanyak 56 orang. Instrumen penelitian untuk menilai fungsi keluarga menggunakan kuesiner APGAR Smilkstein sedangkan untuk menilai kepatuhan pengobatan menggunakan kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitas. Analisa data menggunakan uji spearman.

Hasil: Didapatkan nilai p=0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB. Nilai r =0,557 yang berarti hubungan fungsi keluarga dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada penderita tuberkulosis paru memiliki kekuatan korelasi sedang, artinya semakin sehat fungsi keluarga pada penderita tuberkulosis maka akan semakin patuh dalam meminum obat anti tuberkulosis.

Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga menurut APGAR dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru.


(13)

xii

Relationship Between Family Function According to the Apgar Score With Adherence To Treatment in Pulmonary

Tuberculosis Patients

Agistha Nurhitha Arda Nandhi1, Denny Anggoro Prakoso2

1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY, 2Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat UMY

ABSTARCT

Background: Tuberculosis (TB) is still a health problem in Indonesia and in the world as the leading cause of death. The duration of TB treatment makes a lot of TB patients who discontinued treatment or drop out (defauledt). This cases impact with the increase in cases of germ resistance to standard treatment or multidrug-resistant (MDR). Many factors that affect the successful treatment of TB such as family that serves the health monitoring for each of its members. To assess perceptions of family members of a family function by examining satisfaction with family relationships developed assessment instrument called Family APGAR.

Methods: This study uses an analytical observation with cross sectional study design. Large sample studied as many as 56 people. The research instrument to assess family function was used APGAR Smilkstein questionnaires while to assess adherence treatment was using a questionnaire that had been tested for validity and reliability. Data were analyzed using the Spearman test.

Result: The value of P value = 0,000 which means there is a significant relationship between family function with medication adherence in patients with TB. R = 0.557 which means the relationship family function with anti-tuberculosis medication adherence in patients with pulmonary tuberculosis have the strength of the correlation was moderate, it is mean that the healthy family functioning in patients with tuberculosis will more closely in taking anti-tuberculosis drugs.

Conclusion: There was a significant relationship between family function according APGAR with medication adherence in patients with pulmonary tuberculosis.


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia sebagai penyebab utama kematian. Menurut laporan WHO dalam Global Tuberculosis Report 2013, pada tahun 2012 terdapat 8,6 juta kasus TB aktif di dunia (termasuk 320.000 diantaranya meninggal dengan HIV positif). Sembilan juta orang menderita TB termasuk 1,1 juta kasus di antaranya adalah pengidap HIV, 1,5 juta orang meninggal akibat TB, termasuk 360.000 antara orang-orang dengan HIV positif. Sebagian besar kasus pada tahun 2012 terjadi di Asia (58%) dan Afrika (27%), 2 proporsi yang lebih kecil kasus terjadi di Wilayah Mediterania Timur (8%), Eropa (4%) dan Amerika (3%). Indonesia termasuk dalam lima negara dengan jumlah kasus insiden terbesar pada tahun 2012 sebanyak 0,4-0,5 juta kasus dan menempati peringkat ke 4 setelah India (2,0 juta-2,4 juta), China (0,9-1,1juta), Afrika Selatan (0,4-0,6 juta), dan kemudian Pakistan (0,3-0,5 juta) (WHO, 2013).

Pengobatan penyakit TB memerlukan waktu selama 9 bulan, dan selama masa pengobatan tersebut banyak penderita yang menghentikan pengobatan ditengah jalan atau drop out (defauledt), yaitu pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut - turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai (PPDI, 2006). Kesabaran merupakan hal yang penting dalam suatupengobatan, karena dengan kesabaran


(15)

akan membawa dampak positif bagi penderita maupun orang-orang disekitarnya. Allah SWT telah berpesan untuk selalu bersabar seperti dalah surat Ali ‘Imran ayat 200, sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan

negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu

beruntung.” (Qs. Ali „Imran: 200).

Kasus drop out ini memberi dampak peningkatan kasus dengan kuman resistensi terhadap pengobatan standar atau yang disebut dengan multidrug-resistant (MDR). Secara global pada tahun 2012, data dari survei resistensi obat dan surveilans menyatakan bahwa 3,6% dari kasus TB yang baru didiagnosis dan 20% dari yang sebelumnya dirawat dengan kasus TB memiliki TB-MDR (WHO, 2013). Tingkat paling atas MDR-TB yang ditemukan di Eropa Timur dan Asia Tengah, dimana dibeberapa negara lebih dari 20% kasus TB baru dan lebih dari 50% TB yang telah diobati memiliki TB-MDR (WHO, 2013). Secara teoritis ada 5 faktor yang dianggap berperan menyebabkan wabah TB-MDR, yaitu (1) Pengobatan tidak adekuat (menimbulkan mutan M.tuberculosis yang resisten), (2) Pasien yang lambat terdiagnosis MDR, sehingga menjadi sumber penularan terus menerus, (3) Pasien dengan TB resisten obat yang tidak bisa disembuhkan, akan meneruskan penularan, (4) Pasien dengan TB resisten obat meskipun diobati terus tetapi dengan obat yang tidak adekuat mengakibatkan penggandaan


(16)

3

mutan resisten, (5) Ko-infeksi HIV mempermudah terjadinya resistensi primer maupun sekunder (Hudoyo, 2012).

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan TB antara lain kepatuhan, pendidikan, persepsi, status sosial ekonomi penderita, petugas kesehatan di puskesmas (Pasek & Satyawan, 2013). Pada salah satu jurnal penelitian menyebutkan bahwa keyakinan dapat sembuh dari TB, tingkat keparahan penyakit dengan adanya infeksi HIV, dan dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan juga merupakan faktor dari kepatuhan suatu pengobatan TB (Gebremaria, dkk., 2010).

Dukungan keluarga memegang peran penting dalam keberhasilan pengobatan pasien TB paru dengan cara selalu mengingatkan penderita untuk selalu makan obat tepat waktu dan berobat secara teratur, pengertian yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan memberi semangat agar tetap rajin berobat. Keluarga juga memilik fungsi dalam perawatan kesehatan, sehingga keluarga merupakan unit terdekat dalam pemantauan kesehatan tiap anggotanya (Sutikno, 2011).

Untuk menilai persepsi anggota keluarga tentang fungsi keluarga dengan memeriksa kepuasannya terhadap hubungan keluarga dikembangkan instrumen penilaian yang disebut APGAR Keluarga (Family APGAR). Instrumen ini terdiri dari lima parameter fungsi keluarga: kemampuan beradaptasi (adaptation), kemitraan (partnership), pertumbuhan (growth),


(17)

Berdasarkan latar belakang diatas kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan pengobatan agar tidak menimbulkan efek negetif seperti timbulnya resistensi terhadap obat, penularan penyakit dan biaya pengobatan menjadi meningkat dan waktu yang lama untuk pengobatan, sehingga penelitian tentang hubungan fungsi keluarga menurut nilai APGAR dengan kepatuhan mimun obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis paru perlu untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara fungsi keluarga menurut nilai APGAR dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum : untuk mengetahui hubungan antara fungsi keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru.

2. Tujuan khusus : untuk mendapatkan data tentang prosentase penderita TB. D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan tentang pentingnya fungsi keluarga terkait dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberculosis paru.


(18)

5

2. Manfaat Praktis a. Bagi Klinisi

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan masukan kepada klinisi kesehatan dalam manajemen program pemberantasan penyakit menular pada umumnya, khususnya tuberkulosis paru.

b. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan lebih kepada penderita maupun keluarga penderita tuberkulosis paru agar meningkatkan kepatuhan mereka dalam menyelesaikan regimen pengobatan tuberculosis paru.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian

No Jurnal Rancangan Penelitian Hasil Perbedaan

1. Gebremariam, dkk. (2010). Barrier and facilitator of adherence to TB treatment in patient on concomitant TB and HIV treatment: a qualitative study

Penelitian kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam dengan 15 pasien koinfeksi TB / HIV dan 9 tenaga

kesehatan dan diskusi kelompok terfokus pada 14 pasien koinfeksi.

Pada penelitian didapatkan bahwa interaksi terlibat dalam factor pengambilan keputusan tentang asupan obat. Faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan TB positif adalah keyakinan dapat sembuh dari TB, keyakinan dalam tingkat keparahanTB dengan adanya infeksi HIV dan dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan. Hambatan terhadap kepatuhan pengobatan antara lain efek samping, beban pil, kendala ekonomi, kekurangan makanan, stigma dengan kurangnya keterbukaan, dan kurangnya komunikasi yang memadai dengan tenaga kesehatan.

Penelitian ini ingin melihat dari sudut

pandang lain tentang faktor yang mungkin berhubungan dengan kepatuhan minum obat, seperti fungsi keluarga.


(19)

2. Nezenege, dkk. (2013). Patient

satisfication on

tuberculosis treatment service and adherence to treatmentin public health facilities of Sidama zone, South

Ethiopia

Sebuah studi fasilitas berbasis cross sectional dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif, pengumpulan data dariMaret-April 2011. Sampel dari 531 respondenpengobatan anti TB dari 11 puskesmas dan 1 rumah sakit. Ukuran sampel masing-masingdialokasikan menggunakan probabilitas

sebanding dengan alokasi ukuran,dan peserta penelitian untuk wawancara dipilih secara systematic random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan 90% dari peserta penelitian puas dengan layanan pengobatan TB. Namun, 26% dari responden memiliki ketidak patuhan terhadap pengobatan TB mereka.

Penelitiian ini bertujuan untuk

mengetahui apakah ada hubungan antara fungsi keluarga dengan kepatuhan pengobatan pada pasien TB.

3. Widjanarko, dkk. (2009). Factors that influence treatment adherence of tuberculosis patient living in Java, Indonesia

Pasien yang patuh dan tidak patuh diseleksi secara acak dari catatan rumah sakit disalah satu kota dan dua kabupaten diwawancarai dengan menggunakan

kuesioner semi terstruktur. Kunci wawancara informan dilakukan dengan perawat TB dan dokter.

Alasan yang paling sering ketidakpatuhan terhadap pengobatan adalah pasien sudah merasa merasa

lebih baik. Meskipun obat yang diberikan secara gratis, banyak pasien yang tidak patuh karena kekurangan uang. Dukungan sosial dianggap sangat penting bagi kepatuhan. Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa pasien memiliki citra negatif tentang staf perawatan kesehatan, pengobatan, dan kualitas obat.

Pada

penelitiin ini menggunaka n instrumen berupa kuisioner yang datanya diperoleh langsung dari penderita TB.


(20)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Tuberculosis

a. Definisi

Tuberculosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks yang khas TB dari kerangka yang digali di Heideberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa Yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini (Amin & Bahar, 2009).

Lieratur Arab: Al Razi (850-953 M) dan Ibnu Sina (980-1037 M) menyatakan adanya kavitas paru-paru dan hubungannya dengan lesi di kulit. Pencegahannya dengan makan-makanan yang bergizi, menghirup udara yang bersih, dan kemungkitan (prognosis) dapat sembuh dari penyakit ini. Disebutkan juga bahwa TB sering didapat pada usia muda (18-30 tahun) dengan tanda-tanda badan kurus dan dada yang kecil (Amin & Bahar, 2009).


(21)

Tahun 1882 Robert Koch menemukan kuman penyebab semacam bakteri berbentuk batang dan dari sinilah diagnosis secara mikrobiologi dimulai dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada tahun 1896 Rongen menemukan sinar X sebagai alat bantu menengakkan diagnosis yang lebih tepat (Amin & Bahar, 2009).

Penyakit ini kemudian dinamakan Tuberkulosis, dan hampir seluruh tubuh manusia dapat terserang olehnya tetapi yang paling banyak adalah organ paru (Amin & Bahar, 2009).

b. Epidemologi TB Global

Tuberkulosis (TB) menempati peringkat kedua sebagai penyebab utama kematian akibat agen infeksi tunggal, setelah human immunodeficiency virus (HIV). Pada tahun 2013, 9 juta orang menderita TB termasuk 1,1 juta kasus di antaranya adalah pengidap HIV, 1,5 juta orang meninggal akibat TB, termasuk 360.000 antara orang-orang dengan HIV positif, 50 % diantaranya adalah wanita. Diperkirakan 550.000 anak menderita TB dan 80.000 dengan HIV negatif meninggal karena TB. Angka kematian TB menurun 45% sejak tahun 1990 (WHO, 2013).

Alasan utama munculnya beban TB global ini antar lain desebabkan: 1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu pada negara maju. 2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia


(22)

9

manusia yang hidup. 3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk dikelompok yang rentan terutama dinegeri-negeri miskin. 4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter. 5.Terlantar dan kuranngnya biayauntuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus TBdimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat. 6. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia (Amin & Bahar, 2009).

c. Epidemiologi TB di Indonesia

Menurut Global Tuberculosis Report 2013, Indonesia termasuk dalam lima negara dengan jumlah kasus insiden terbesar pada tahun 2012 sebanyak 0,4-0,5 juta kasus dan menempati peringkat ke 4 setelah India (2,0 juta-2,4 juta), China (0,9-1,1 juta), Afrika Selatan (0,4-0,6 juta), dan kemudian Pakistan (0,3-0,5 juta). Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 1,2 juta. Sebanyak 5,6-9,7 juta penderita TB dengan HIV positif dan angka kematian sebanyak 20.000-48.000 kasus (WHO, 2013).

d. Cara Penularan

Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering disbanding organ lain. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA) (Amin & Bahar, 2009).


(23)

Faktor yang mempengaruhi penularan tuberkulosis (Suherni & Maduratna, 2013):

1) Agent

Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.

2) Host

Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Manusia merupakan reservioruntuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosi yang ditularkan melalui percikan dahak penderita yang BTA positif. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberculosis paru adalah jenis kelamin, umur, kondisi sosial ekonomi, kekebalan, status gizi, dan penyakit HIV.

3) Lingkungan

Lingkungan memegang peran penting dalam penularan. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Penyebaran penyakit juga dapat dipengaruhi oleh kepadatan populasi dalam satu wilayah, dimana peluang untuk terjadi kontak baik dengan penderita akan dsemakin besar sehingga penularan akan semakin mudah. Selain itu, sanitasi juga menjadi faktor yang dapt memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penyebaran atau penularan suatu penyakit.


(24)

11

e. Gambaran Klinis

1) Gejala sistemik/umum:

a) Batuk-batuk selama 2-3 minggu atau lebih dan batuk dapat disertai dengan darah.Darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis, bercak, atau bahkan dalam jumlah banyak.

b) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama/ lebih dari sebulan biasanya dirasakan malam hari dengan keringat malam tanpa disertai aktivitas fisik. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul

c) Penurunan nafsu makan dan berat badan serta Perasaan tidak enak (malaise), lemah (Werdhani, 2010).

2) Gejala khusus:

a) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah beningyang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yangdisertai sesak.

b) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengankeluhan sakit dada.

c) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang padasuatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muaraini akan keluar cairan nanah.

d) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak),


(25)

gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang (Werdhani, 2010).

Gambaran klinis tuberkulosis mungkin belum muncul pada infeksi awal, dan mungkin tidak akan pernah tampak apabila tidak terjadi infeksi aktif. Apabila terjadi infeksi aktif, pasien biasanya memperlihatkan: demam (terutama di siang hari), malaise, keringat malam, hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan, batuk purulen produktif disertai nyeri dada pada infeksi aktif (Corwin, 2009). f. Diagnosis

Tuberkulosis paru cukup mudah dikenal mulai dari keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kalainan fisik, kelainan radiologis sampai dengan kelainan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah menegakkan diagnosisnya. Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberkulosois paru adalah dengan nemukan kuman Mycobacterium tuberculosae dalam sputum atau jarinagn paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali (Corwin, 2009).

WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru sebagai berikut: (Amin & Bahar, 2009)

1) Pasien dengan sputum BTA positif:

Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis diteukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan, atau satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan


(26)

13

radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau satu sediaan sputumnya positif disertai biakan positif.

2) Pasien dengan sputum BTA negative:

Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan tetapi gambaran radiologisnya sesuai dengan TB aktif, atau pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biayakannya positif.

g. Terapi

Pengobatan untuk individu dengan tuberculosis aktif memerlukan waktu lama karena basil resisten terhadap sebagian sebagian besar antibiotik dan cepat bermutasi apabila terpajang antibiotik yang masih sensitif. Saat ini, terapi untuk individu pengidap infeksi aktif adalah empat kombinasi obat dan setidaknya 9 bulan atau lebih lama (Amin & Bahar, 2009).

Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Jenis obat utama (lini1) yang digunakan adalah INH, rifampisis, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) adalah kanamisin, amikasin, dan kuinolon (PDPI, 2006).


(27)

Tabel 2. Jenis dan Dosis OAT

Obat Dosis (Mg/KgBB/Hari)

Dosis yg dianjurkan

Dosis Maks

(mg)

Dosis (mg) / berat badan (kg) Harian (mg/ kgBB / hari) Intermitten

(mg/Kg/BB/kali) < 40

40-60 >60

R 08-Des 10 10 600 300 450 600

H 04-Jun 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

Tabel 3. Panduan Obat

Kategori Kasus Paduan obat yang diajurkan Keterangan I TB paru BTA

+, BTA - , lesi luas

2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE *2RHZE / 4R3H3

II Kambuh RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji

resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE

Bila streptomisin alergi, dapat

diganti kanamisin II Gagal

pengobatan

3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE II TB paru putus

berobat

Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau *2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III TB paru BTA neg. lesi minimal

2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau

*2RHZE /4 R3H3

IV Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi

(minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)

IV MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup


(28)

15

2. Kepatuhan Minum Obat

Pengertian kepatuhan menurut WHO adalah sejauh mana perilaku seseorang minum obat, mengikuti diet, dan atau melaksanakan perubahan gaya hidup, sesuai dengan yang telah disepakati rekomendasi dari penyedia layanan kesehatan (Gebremariam, dkk., 2010).

Dalam hal pengendalian TB, kepatuhan terhadap pengobatan dapat didefinisikan sebagai sejauh mana ketaatan pasien yang memiliki riwayat pengambilan obatdari terapi dengan pengobatan yang diresepkan (WHO, 2003). Banyak faktor yang telah dikaitkan dengan kepatuhan terhadap pengobatan TB termasuk karakteristik pasien, hubungan antara dokter dan pasien, rejimen pengobatan dan perawatan kesehatan. Faktor penghambat kepatuhan terhadap obat TB dapat diklasifikasikan seperti yang ditunjukkan di bawah ini: (WHO, 2003)

a. Faktor-faktor ekonomi dan struktural

TB biasanya mempengaruhi orang-orang yang sulit dijangkau seperti tunawisma, pengangguran dan orang miskin. Kurangnya jaringan dukungan sosial yang efektif dan keadaan hidup tidak stabil merupakan faktor tambahan yang menciptakan lingkungan yang tidak menguntungkan untuk memastikan kepatuhan terhadap pengobatan. Menurut Widjanarko, dkk (2009) dalam penelitiannya menemukan 40% dari pasien yang tidak patuh mengakui bahwa biaya memainkan peran penting dalam menentukan apakah mereka akan taat pada pengobatan.


(29)

b. Kompleksitas regimen

Jumlah tablet yang perlu diambil, serta toksisitas dan efek samping lain yang terkait dengan penggunaan dapat bertindak sebagai pencegah untuk melanjutkan pengobatan mereka. Standar WHO untuk regimen pengobatan TB melibatkan menggunakan empat obat untuk awal yaitu fase intensif (2-3 bulan), dan dua atau tiga obat untuk fase lebih lanjut (6-8 bulan). Obat dapat diambil setiap hari atau tiga kali seminggu.

c. Hubungan dukungan penyedia kesehatan dan pasien

Kepuasan pasien dengan penyedia pelayanan kesehatan dianggap menjadi faktor penting kepatuhan pengobatan, tetapi hubungan empatik sulit untuk menempa dalam situasi dimana penyedia kesehatan yang terlatih terlalu banyak bekerja, tidak cukup diawasi atau tidak didukung dalam tugas-tugas mereka, seperti yang biasa terjadi di negara-negara dengan beban TB yang tinggi.

Keyakinan dapat sembuh dari TB, tingkat keparahan penyakit dengan adanya infeksi HIV, dan dukungan dari keluarga juga merupakan faktor dari kepatuhan suatu pengobatan TB (Gebremariam dkk, 2010).

Dukungan keluarga memegang peran penting dalam keberhasilan pengobatan pasien TB paru. Bentuk dukungan tersebut dapat dilakukan dengan cara selalu mengingatkan penderita untuk selalu makan obat tepat waktu dan berobat secara teratur, pengertian yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan memberi semangat agar tetap rajin


(30)

17

berobat. Keluarga juga memilik fungsi dalam perawatan kesehatan (Sutikno,2012), sehingga keluarga merupakan unit terdekat dalam pemantauan kesehatan tiap anggotanya.

Bersamaan dengan upaya untuk meningkatkan pemahaman kita tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan TB, banyak langkah telah diperkenalkan sebagai upaya untuk memperbaikinya. Upaya untuk meningkatkan tingkat kepatuhan dapat diklasifikasikan kedalam kategori berikut : (WHO, 2003)

a. Motivasi staf dan pengawasan, termasuk pelatihan dan proses manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan cara penyedia layanan kesehatan merawat pasien TB.

b. Tindakan lalai, tindakan yang akan diambil ketika seorang pasien gagal untuk menjaga janji yang telah diatur sebelumnya.

c. Anjuran, pengingat rutin bagi pasien untuk menjaga janji yang telah diatur sebelumnya.

d. Pendidikan kesehatan, penyediaan informasi tentang TBC dan apa yang perlu diperhatikan untuk pengobatan.

e. Insentif dan penggantian biaya, mengganti biaya dalam bentuk uang atau uang tunai untuk menghadiri pusat perawatan, atau untuk meningkatkan daya tarik mengunjungi pusat perawatan.

f. Kontrak, perjanjian (tertulis atau lisan) untuk kembali mengadakan pertemuan untuk pengobatan.


(31)

g. Bantuan rekan, orang dari kelompok sosial yang sama membantu pasien TB dengan mendorong atau menemani untuk kembali kepusat kesehatan.

h. Terapi yang diawasi langsung (DOT), sebuah identifikasi, latihan dan pengawasan menelan obat anti-TB oleh agen (petugas kesehatan, masyarakat relawan atau anggota keluarga) secara langsung dengan memonitor pasien.

3. Fungsi Keluarga

Keluarga merupakan kelompok yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan, mencegah, mengadaptasi dan atau memperbaiki masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga (Azwar, 2007 dalam Sutikno 2011).

Menurut UU no. 10 tahun 1992 yang disebut dengan keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya. Goldenberg (1980) dikutip Azwar (2007) membedakan keluarga menjadi 9 bentuk: (Sutikno, 2011)

a. Keluarga inti (nuclear family) b. Keluarga besar (extended family) c. Keluarga campuran (blended family)

d. Keluarga menurut hukum umum (common law family) e. Keluarga orang tua tunggal (single parent family) f. Keluarga hidup bersama (commune family)


(32)

19

g. Keluarga serial (serial family)

h. Keluarga gabungan (composite family)

i. Keluarga tinggal bersama (cohabitation family).

Para anggota yang terdapat dalam satu keluarga bersepakat untuk saling mengatur diri sehingga memungkinkan perbagai tugas yang terdapat dalam keluarga diselenggarakan secara efektif dan efisien. Kemampuan untuk mengatur dan atau melaksanakan pembagian tugas tersebut pada dasarnya merupakan salah satu faktor yang menentukan baik atau tidaknya fungsi yang dimiliki oleh satu keluarga (Azwar, 2007 dalam Sutikno, 2011). Menurut Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1994 , fungsi keluarga dibedakan menjadi: (Sutikno, 2011)

a. Fungsi keagamaan b. Fungsi budaya c. Fungsi cinta kasih d. Fungsi melindungi e. Fungsi reproduksi

f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan g. Fungsi ekonomi

h. Fungsi pembinaan lingkungan

Menurut Friedman (1999) dalam Sudiharto (2007), terdapat lima fungsi dasar keluarga yaitu:

a. Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan kasih sayang serta, saling menerima dan mendukung.


(33)

b. Fungsi sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan dilingkungan sosial.

c. Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

d. Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan.

e. Fungsi perawatan kesehatan adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan (Sutikno, 2011).

Untuk menilai persepsi anggota keluarga dari fungsi keluarga dengan memeriksa kepuasannya terhadap hubungan keluarga dikembangkan instrumen penilaian yang disebut APGAR Keluarga (Family APGAR). Instrumen ini terdiri dari lima parameter fungsi keluarga yaitu, kemampuan beradaptasi (adaptation), kemitraan (partnership), pertumbuhan (growth), kasih sayang (affection), dan kebersamaan

(resolve). Pilihan respon dirancang untuk menggambarkan frekuensi rasa puas dengan masing-masing mempunyai 3 parameter berkisar antara 0 (hampir tidak pernah) ke 2 (hampir selalu) (Smilkstein, 1978)

a. Adaptasi (Adaptation)

Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang diperlukannya dari anggota keluarga lainnya.


(34)

21

b. Kemitraan (Partnership)

Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi, musyawarah dalam mengambil suatu keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.

c. Pertumbuhan (Growth)

Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan setiap anggota keluarga.

d. Kasih Sayang (Affection)

Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.

e. Kebersamaan (Resolve)

Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang antar anggota keluarga (Sutikno, 2011).


(35)

B. Kerangka konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep

C. Hipotesis

1. Ho : Ada hubungan antara fungsi keluarga menurut APGAR dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru.

2. H1 : Tidak ada hubungan antara fungsi keluarga menurut APGAR dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru.

Kepatuhan minum obat OAT

Pasien TB Sembuh

Waktu pengobatan yang lama Motivasi / keinginan untuk sembuh Support atau dukungan dari keluarga Supervisi dari pmo

Penyuluhan kesehatan oleh petugas di puskesmas

Keinginan untuk tidak menularkan penyakit pada anggota lainnya Fungsi keluarga (menurut nilai APGAR)


(36)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasi analitik dengan desain penelitian potong lintang (crosssectional). Dalam penelitian potong lintang, variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan). Pengumpulan data untuk jenis penelitian ini, baik variabel risiko atau sebab (independent variable) maupun variabel akibat (dependent variable) dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus (Notoatmodjo, 2012). B. Populasi dan Sample Penelitian

1. Populasi

Populasi target : semua penderita TB paru.

Populasi terjangkau : penderita TB paru yang berobat di Puskesmas Kecamatan Campurdarat, Puskesmas Kecamatan Tanggunggunung, Puskesmas Kecamatan Pakel, Puskesmas Kecamatan Bandung, Puskesmas Kecamatan Kauman.

2. Sample

Menurut Dahlan (2013), jenis penelitian ini adalah analitik kategorik tidak berpasangan, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus :


(37)

Keterangan:

Zα = deviat baku alfa Zβ = deviat baku beta

P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya Q2 = 1− P2

P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti

Q1 = 1− P2

P1− P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna P = proporsi total = (P1+P2)/2

Q = 1− P

Setelah melakukan perhitungan menggunakan rumus diatas didapatkan sampel minimal sebanyak 56 sample. Sampel penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

Kriteria Inklusi :

a. Pasien yang telah terdiagnosis TB oleh dokter.


(38)

25

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Campurdarat, Puskesmas Tanggungunung, Puskesmas Bandung, dan Puskesmas Kauman kabupaten Tulungagung, Jawa Timur dengan metode purposive sampling dan waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015.

D. Variable Penelitian

1. Variabel bebas (independen) yaitu fungsi keluarga menurut nilai APGAR. 2. Variabel tergantung (dependen) yaitu kepatuhan minum obat anti

tuberkulosis pada penderita tuberkulosis paru. E. Definisi Operasional

1. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga diukur dengan isntrumen APGAR (adaptation, partnership, growth, affection, resolve), terdiri dari 5 pertanyaan. Hasil Pengukuran APGAR diklasifikasikan sebagai berikut:

7-10 : Fungsi keluarga sehat

4-6 : Fungsi keluarga kurang sehat

0-3 : Fungsi keluarga tidak sehat (Balqis dalam Sutikno, 2011)

2. Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku seseorang minum obat, mengikuti diet, dan atau melaksanakan perubahan gaya hidup, sesuai dengan yang telah disepakati rekomendasi dari penyedia layanan kesehatan (Gebremariam dkk, 2010). Kepatuhan disini ialah pasiean yang telah melakukan pengobatan secara teratur sesuai dengan kesapakatan dan yang telah direkomendasikan oleh tenaga kesehatan sampai orang tersebut


(39)

dinyatakan sembuh dari TB atau sesorang yang selalu taat pada jadwal pengobatan.

3. Tidak patuh terhadap pengobatan adalah seseorang yang berhenti minum obat sebelum waktu yang ditentukan atau sesorang yang tidak menaati jadwal minum obat.

F. Instrumen Penelitian

1. Lembar kuesioner kepatuhan minum obat 2. Lembar kuesioner APGAR

3. Inform concent

G. Cara Pengambilan Data

Cara pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan angket, yaitu suatu cara pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak). Angket ini berbentuk formulir-formulir yang berisikan pertanyaan-pertanyaan (question), maka angket sering disebut “questionaire” yang nantinya akan diisi sendiri oleh responden (Notoatmodjo, 2012).

H. Uji Validitas dan Reabilitas

Kuesioner untuk menilai kepatuhan penderita TB paru yang digunakan pada penelitian ini telah diuji validitas dan reabilitasnya pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Armelia Hayati dari Universitas Indonesia dengan judul penelitian Evaluasi Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Tahun 2010-2011 di puskesmas Kecamatan pancoran Mas Depok. Uji validitas menggunakan nilai Pearson Correlation yang memiliki nilai lebih


(40)

27

dari 0.444, dengan demikian seluruh butir pertanyaan pada kuesioner dinyatkan valid. Pada uji reabilitasnya menggunakan nilai Cronbsch’s Alpha yang hasilnya lebih dari 0.70, maka dinyatakan reabel.

I. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini adalah analisis bivariat dengan menggunakan uji satatistik berupa korelasi spearman. Analisis ini dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi sehingga dari uji statistik ini dapat disimpulkan adanya hubungan 2 variabel tersebut bermakna atau tidak bermakna (Notoatmodjo, 2012).

J. Kesulitan penelitian

Kesulitan dalam penelitian ini adalah masih kurangnya sumber referensi yang berhubungan dengan fungsi keluarga dan kepatuhan pengobatan TB. K. Etika Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti dan masyarakat yang akan memperoleh dampak dari hasil penelitian tersebut (Notoatmdjo, 2012). Etika penelitian dibuat dengan tujuan untuk menjamin hak-hak manusia sebagai responden seperti:

1. Self determination yaitu kebebasan untuk melibatkan atau tidak terlibat dalam penelitian. Peneliti memberi penjelasan kepada calon responden mengenai kesediaan responden untuk melibatkan atau tidak terlibat pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Calon responden yang bersedia


(41)

untuk terlibat dalam penelitian kemudian dicatat oleh peneliti pada catatan calon responden tetap.

2. Privacy yaitu kebebasan individu untuk menentukan waktu, cara/alat dan kebebasan untuk memberikan informasi. Peneliti menjelaskan kepada responden yang bersedia terlibat dalam penelitian terkait informasi yang disampaikan oleh responden pada lembar kuesioner.

3. Confidentiality yaitu kesediaan peneliti untuk dapat menyimpan rahasia responden. Peneliti harus daapat menjamin kerahasiaan responden. Semua data dalam penelitian yang mencantumkan identitas responden dan tempat penelitian hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan dapat dihapus apabila sudah tidak dipergunakan kembali.

4. Fair treatment yaitu kesediaan peneliti untuk melindungi responden dari rasa tidak nyaman. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden yang terlibat dalam penelitian apabila selama selama mengisi kuesioner terdapat pernyataan yang menyinggung perasaan responden atau responden merasa tidak nyaman dengan pernyataan yang diajukan, maka responden berhak untuk keluar menjadi responden tetap.

5. Inform consent yaitu suatu lembar persetujuan antara peneliti dengan responden. Tujuannya adalah supaya responden mengerti maksud dan tujuan dari penelitian serta dampak yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan. Apabila responden yang sudah dipilih mersa tidak nyaman dan tidak bersedia, maka peneliti menghormati hak responden yang tidak ingin berpartisipasi dalam penelitian.


(42)

29

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Penelitian dilakukan di 5 Puskesmas di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur yaitu di Puskesmas Tanggunggunung, Puskesmas Campurdarat, Puskesmas Bandung, Puskesmas Pakel, dan Puskesmas Kauman pada bulan Agustus-Desember 2015 dengan metode purposive sampling.

Data penelitian baik kepatuhan minum obat dan fungsi keluarga diambil menggunakan kuisioner dengan cara mendatangi responden secara lansung kerumah responden atau pada saat responden melakukan kunjungan ke puskesmas. Kuisioner diisi oleh responden yang telah menyetujui untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian sebanyak 56 responden.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data penelitian dapat dideskripsikan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut :

Tabel 4. Karakeristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase

Laki-laki 40 71%

Perempuan 16 29%


(43)

Berdasarkan Tabel 4, karakteristik responden dari penelitian ini adalah laki-laki sebanyak 40 orang (71%) dan perempuan sebanyak 16 orang (29%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan data penelitian dapat dideskripsikan karakteristik responden berdasarkan umur sebagai berikut:

Tabel 5. Distribusi mean dan standar deviasikarakteristik responden berdasarkan umur

N Mean Min Max Std Deviation

Usia 56 40,10 18 68 12,599

Pada Tabel 5 di atas, hasil penelitian menggunakan statistik deskriptif didapatkan nilai rata-rata atau mean umur pasien TB paru adalah 40 tahun dan standar deviasi sebesar 12,599. Sedangkan umur terendah adalah 18 tahun dan umur tertinggi adalah 68 tahun.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai APGAR

Berdasarkan data penelitian dapat dideskripsikan karakteristik responden berdasarkan nilai APGAR sebagai berikut:

Tabel 6. Distribusi frekuensi dan prosentase karakteristik responden berdasarkan nilai APGAR

Nilai APGAR Frekuensi Prosentase

Keluarga Sehat 39 70%

Keluarga Kurang Sehat 12 21%

Keluarga Tidak Sehat 5 9%

Total 56 100%

Berdasarkan Tabel 6, didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki fungsi keluarga sehat sebanyak 39 orang (70%), kurang sehat 12 orang (21%), dan tiak sehat 5 orang (9%).


(44)

31

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis

Berdasarkan data penelitian dapat dideskripsikan karakteristik responden berdasarkan kepatuhan pemakaian OAT sebagai berikut :

Tabel 7. Distribusi frekuensi dan prosentase karakteristik responden berdasarkan kepatuhan pemakaian OAT

Kepatuhan Frekuensi Prosentase

Patuh 39 70%

Tidak patuh 17 30%

Total 56 100%

Berdasarkan Tabel 7, ditemukan bahwa jumlah responden yang patuh terhadap pengobatan TB paru lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak patuh. Responden yang patuh terhadap pengobatan sebanyak 39 orang (70%) dan tidak patuh sebanyak 17 orang (30%). 5. Hasil Analisis Bivariat Hubungan antara Skor APGAR dengan Kepatuhan

Minum Obat Anti Tuberkulosis pada Penderita Tuberkulosis Paru Tabel 8. Hubungan antara nilai APGAR dengan kepatuhan

pemakaian OAT Nilai APGAR

Kepatuhan Pemakaian

OAT Jumlah

Patuh Tidak Patuh

Fungsi keluarga Sehat 35 8 39

Fungsi Keluarga Kurang Sehat 4 4 12

Fungsi Keluarga Tidak Sehat 0 5 5

Jumlah 39 17 56

Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa responden yang patuh dalam pengobatan dengan fungsi keluarga sehat sebanyak 35 orang, responden yang patuh dengan fungsi keluarga kurang sehat sebanyak 4 orang, responden yang patuh dengan fungsi keluarga tidak sehat sebanyak


(45)

0 orang, responden yang tidak patuh dalam pengobatan dengan fungsi keluarga sehat sebanyak 4 orang, responden yang tidak patuh dalam pengobatan dengan fungsi keluarga kurang sehat sebanyak 8 orang, dan responen yang tidak patuh dalam pengobatan dengan fungsi keluarga tidak sehat sebanyak 5 orang.

Setelah dilakukan uji analisis korelasi spearman (tabel 9) didapatkan nilai p=0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB. Nilai r =0,557 yang berarti hubungan fungsi keluarga dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada penderita tuberkulosis paru memiliki kekuatan korelasi sedang, artinya semakin sehat fungsi keluarga pada penderita tuberkulosis maka akan semakin patuh dalam meminum obat anti tuberkulosis.

Tabel 9. Hasil analisis korelasi bivariat spearman

Kepatuhan APGAR

Spearma n

Kepatuhan Correlation coefficient 1,000 ,557

Sig. (2-tailed) ,000

N 56 56

APGAR Correlation coefficient ,557 1,000

Sig. (2-tailed) ,000

N 56 56

C. Pembahasan

Responden dalam penelitian ini mememiliki rata-rata usia 40 tahun. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kurniawan, dkk (2015) dan Dhewi, dkk (2011) rata-rata penderita TB paru terjadi pada usia produktif (15-50 tahun). Hal ini diperkirakan karena kelompok usia reproduktif mempunyi mobilitas yang cukup tinggi sehingga kemungkinan untuk terpapar kuman


(46)

33

Mycobacterium tuberculosis paru lebih besar, selain itu reaksi endogen cenderung terjadi pada usia produktif.

Berdasarkan data yang diperoleh prosentase penderita TB paru lebih banyak banyak pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Korua, dkk (2014) dan Nurwidji, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih berpeluang menderita TB paru dibandingakan dengan perempuan. Hal tersebut dikaitkan dengan kebiasaan laki-laki yang sering merokok dan mengkonsumsi alkohol sehingga menurunkan sistem pertahanan tubuh.

Berdasarkan data karakteristik responden berdasarkan nilai APGAR, 70% responden menunjukkan fungsi keluarga sehat. Fungsi keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan sosial yang meliputi interaksi keluarga dengan tetangganya, keaktifan keluarga mengikuti kegiatan-kegiatan masyarakat. Fungsi keluarga juga dipengaruhi oleh kultur daerah setempat, agama yang dianut, pendidikan, dan ekonomi. Bila ekonomi rendah maka fungsi keluarga tidak akan sehat karena anggota keluarga akan kesulitan untuk mendapatkan tempat tinggal yang sehat, pendidikan yang memadai dan pelayanan kesehatan yang maksimal sehingga mengakibatkan kualitas hidup anggota keluarganya tidak baik (Sutikno, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 70% responden patuh terhadap pengobatan. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan salah satunya adalah persepsi pasien tentang penyakit tersebut. Berdasarkan pengamatan di lapangan pada saat penelitian, responden mengaku takut


(47)

apabila tidak meminum obat teratur dan tidak sampai sembuh akan menyebabkan kematian. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pasek, dkk (2013) bahwa pesepsi penderita TB mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pengobatan. Menurut Kardas, dkk (2013) menyatakan bahwa tingkat keparahan penyakit memiliki efek positif pada kepatuhan. Hal ini juga didukung oleh Notoatmodjo dalam Safri, dkk (2013) yang mengemukakan bahwa tindakan individu untuk melakukan pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat. Tindakan yang dilakukan penderita TB paru dalam hal ini adalah patuh terhadap pengobatan mengingat TB paru adalah penyakit serius yang dapat menyebabkan kematian.

Terdapat hubungan positif antara fungsi keluarga dengan kepatuhan. Hal tersebut memiliki arti bahwa fungsi adaptation, partnership, growth, affection

dan resolve juga baik.

Adaptation, merupakan kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, serta menerima, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang lain, dalam hal ini berarti keluarga ikut serta membantu dan memberi dukungan pasien untuk patuh minum obat.

Partnership, menggambarkan komunikasi, saling mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh anggota keluarga tersebut, berarti keluarga membantu pasien untuk ikut berbagi dalam berbagai masalah termasuk masalah dalam pengobatan, kepatuhan minum obat ataupun penaggulangan TB paru. Growth, menggambarkan dukungan keluarga


(48)

35

terhadap hal-hal baru yang dilakukan anggota keluarga. Keluarga mampu menerima dan mendukung kegiatan pasien untuk selalu minum obat. Penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa adpatation, partnership, dan growth

merupakan salah satu bentuk dari dukungan keluarga. Menurut Septia, dkk (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa dukungan keluarga mendapatkan hasil yang positif (74%) dalam kepatuhan minum obat pada penerita TB. Dukungan keluarga yang positif adalah berpartisipasi penuh pada pengobatan penderita, seperti pengaturan makan dan minum, pola istirahat, perawatan diri terutama kebersihan, pola istirahat, pengambilan obat serta mampu merujuk penerita bila ada gejala samping obat yang berat.

Affection, menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga. Interaksi dengan keluarga dapat berupa informasi, perhatian, dorongan dan bantuan dari PMO dapat memunculkan kualitas hubungan yang dapat mempengaruhi kesembuhan penderita (Hendriani dkk, 2012). Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya kasih sayang dan interaksi dari keluarga kepada penderita dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan sehingga pasien bisa sembuh dari penyakitnya.

Keluarga juga mampu menjadi tempat mengungkapkan emosi dan meluangkan waktu bersama terkait dengan TB paru hal ini yang dimaksud dengan resolve. Menurut Sulami, dkk (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dukungan emosional memiliki peran penting terhadap kepatuhan suatu pengobatan karena dengan adanya dukungan emosional dalam suatu pengobatan akan membuat pasien merasa dirinya tidak


(49)

menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mendengar dan membantu memecahkan masalah yang terjadi sehingga memberikan rasa nyaman kepada pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Niven (dalam Safri dkk, 2013) menyebutkan bahwa dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain merupakan faktor penting dalam kepatuhan terhadap program-program medis.

D. Kekurangan Penelitian

Kekurangan penelitian ini adalah kuisioner yang diberikan tidak lengkap seperti tidak adanya data tentang jenis pekerjaan pasien dan lamanya pasien menderita TB sehingga data yang diperoleh minim.


(50)

37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Ada hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga menurut APGAR dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru.

B. Saran

1. Peneliti selanjutnya disarankan agar menggunakan instrumen penelitian yang lebih lengkap dan desain penelitian yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

2. Peneliti selanjutnya dapat meneruskan penelitian ini dengan meneliti lebih lanjut kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat meniliti lebih lanjut terkait fungsi keluarga dengan kepatuhan pengobatan TB, sehingga dapat menjadi bahan untuk menambah referensi ilmiah mengingat masih kurangnya refensi-referensi terbaru.


(51)

38

Setiyohadi, A. Idrus, M. S. K, & S. Setiati, Ilmu Penyakit Dalam (4th ed., hal. 2230-2238). Jakarta: InternaPublishing.

Betteng, R., Pangemanan, D., & Muyulu, N. (2014). Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Usia Produktif di Puskesmas Wawonasa. Jurnal e-Biomedik (eBM), vol 2 no 2.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Fisiologi (3th ed.). Jakarta: EGC.

Dahlan, M. S. (2013). Besar Sample Dan Cara Pengambilan Sample. Jakarta: Salemba Medika.

Determinants of Patient Adherence: a Review of Systematic review. (2013, Juli 25). Frontiers in Pharmacology.

Dhewi, G. I., Armiyati, Y., & Supriyono, M. (2011). Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Pasien dan Dukungan Keluarga dengan kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB Paru di BKPM Pati.

Gebremariam, M. K., Bjune, G. A., & Frinch, J. C. (2010). Barriers and facilitators of Adherence to TB Treatment in Patient on Concominant TB and HIV Treatment: A Qualitative Study. BMC Public Health, 1.

Hayati, A. (2011). Evaluasi Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Tahun 2010-2011 di Puskesmas kecamatan Pancoran Mas Depok. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Indonesia, Depok.

Hendiani, N., Sakti, H., & Widayanti, C. G. (2012). The Relationship Bertween Perceive Family Support as Drug Consumption Controller/ Pengawas Minum Obat (PMO)'s And Self Efficacy of Tuberculosis Patients in BKPM Semarang Region. Jurnal Psikologi, 1, 94-105.

Hudoyo, A. (2012, Maret). Sekali Lagi Tentang TB-MDR. Siapa yang Salah.

Jurnal Tuberkulosis Indonesia, VIII, ii.

Kardas, P., Lewek, P., & Matyjaszczyk, M. (2013). Determinants of Patient Adherence: a review of Systematic reviews. Frontiers in Pharmacology. Korua, E. S., Kapantow, N. H., & Kawatu, P. A. (2014). Hubungan Antara Umur,

Jenis Kelamin, Dan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Tb Paru Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Noongan.


(52)

39

Kurniawan, N., HD, S. R., & Indriyati, G. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru. JOM, 1. Marta, O. F. (2012). Determinan Tingkat Depresi Pada Lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta selatan. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Indonesia, Depok.

Nezenega, Z. S., H, Y., & Tafere, T. E. (2013). Patient satisfication on tuberculosis treatment service and adherence to treatment in public health facilities of Sidama zone, South Ethiopia. BMC Health Service Research, 1.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nurwidji, & Fajri, T. (2013). Hubungan Motivasi kesembuhan dengan Kepatuhan

Penatalaksanaan Pengobatan pada pasien TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Mojosari mojokerto. Medica Majapahit , 5.

Pasek, M. S., & Satyawan, I. M. (2013, April). Hubungan Persepsi dan Tingkat Pengetahuan Penderita TB dengan Kepatuhan Pengobatan di Kecamatan Buleleng. Jurnal Pendidikan Indonesia, II, 145.

PDPI. (2006). Tuberkulosis Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Diakses dari http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html.

Putri, W. A., & Permana, I. (2011). Hubungan antara Fungsi Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia di Kelurahan Wirobrajan Yogyakarta. Mutiara Medika.

Safri, F. M., Sukartini, T., & Ulfiana, E. (2013). Analisis Faktor Yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Paru Berdasarkan Health Belief Model di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulsari, Kabupaten Jember .

Septia, A., Rahmalia, S., & Sabrina, F. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat paa Penderita TB Paru. JOM PSKI, 1. Smilkstein, G. (1978). The Family APGAR: A Proposal fo a Family Function

Test and Its Use by Psysicians. The Journal of Family Practice, VI, 1231 . Sri Melati Munir, Arifin Nawas, Dianiati K Soetoyo. (2010, April). Pengamatan

Pasien Tuberkulosis Paru dengan Multidrug Resistant (TB-MRD) di Poliklinik Paru RSUP Persahabatan. Jurnal Respira Indonesia, XXX, 92.


(53)

Suherni, N. A., & Maduratna. (2013). Analisi Pengelompokan kecamatan di Kota Surabaya Berdasarkan Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Tuberkulosis.

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS, II, D13-D14.

Sulami, S., Prastiani, D. B., & Kastining. (2015). Hubungan Dukungan Emosional Keluarga dengan Kepatuhan Kunjungan Ulang Pasien Stroke di Poliklinik Saraf RSUD Dokter Soeselo Kabupaten Tegal.

Sutikno, E. (2011, Januari). Hubungan antara Fungsi Keluarga dan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal Kedokteran Indonesia, II, 73-74.

Werdhani, R. A. (2010). Patofisiologi, diagnosis, dan klafisikasi Tuberkulosis.

Departemen ilmu kedokteran komunitas, okupasi, dan keluarga. Fkui. WHO. (2003). Adherence to Long Term Therapies: Evidence for Action.

123-137.

WHO. (2013). Global Tuberculosis Report. World Health Organization.

Widjanarko, B., Gompekman, M., Dijkers, M., & Werf, M. J. (2009). Factors that influence treartment adherence of tuberculosis patients living in Java, Indonesia. Dovepress, 231.


(54)

(55)

Lampiran 1

LEMBAR INFORMASI PENELITIAN

Dengan hormat saya yang bertanda tangan dibawah ini, Nama : Agistha Nurhitha Arda Nandhi

NIM : 20120310032

Adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Fungsi Keluarga Menurut Nilai Apgar Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis Pada Pasien Tuberkulosis Paru”. Pada penelitian ini akan dilakukan pengisian kuisioner pada semua responden.

Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi bapak/ibu/saudara/saudari sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberika akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika tidak bersedia bapak/ibu/saudara/saudari berhak untuk menolak atau mengundurkan diri dari penelitian ini.

Apabila bapak/ibu/saudara/saudari bersedia menjadi responden, maka saya meminta kesediannya untuk menandatangi persetujuan / inform consent menjadi responden dan menjawab pertanyaan yang ada. Atas perhatian dan kesedian bapak/ibu/saudara/saudari menjadi responden saya mengucapkan terimakasih.

Yogyakarta, ... 2015 Peneliti


(56)

Lampiran 2

INFORM CONSENT

SURAT PERNYATAAN BERSEDIA

BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertandatangan di bawah ini, saya: Nama :

Usia :

Saya telah membaca surat permohonan dan mendapatkan penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan oleh saudari Agistha Nurhitha Arda Nandhi, mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul “Hubungan Antara Fungsi Keluarga Menurut Nilai Apgar Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis Pada Penderita Tuberculosis Paru”.

Saya telah mengerti dan memahami tujuan dan manfaat dari penelitian yang akan dilakukan. Saya mengerti dan yakin bahwa peneliti akan menghormati hak-hak saya dan menjaga kerhasiaan semua data yang diperoleh dari saya. Saya memutuskan bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Adakah bentuk kesediaan saya adalah untuk menjawab pertanyaan sesuai yang tercantum pada kuesioner penelitian.

Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Mengetahui Yogyakarta, 2015 Peneliti,


(57)

Lampiran 3

KUESIONER KEPATUHAN MINUM OBAT TB

No. Pertanyaan Ya Tidak

1 Saya pernah lupa untuk meminum obat.

2 Saya pernah dengan sengaja tidak meminum obat. 3 Saya pernah mengurangi atau melebihikan jumlah butir

obat dari jumlah yang seharusnya saya minum.

4 Saya pernah tidak tepat waktu untuk meminum obat atau waktu untuk meminum obat selalu berubah-ubah.

5 Saya pernah minum obat tidak sesuai dengan frekuensi yang dianjurkan.

6 Saya pernah membuang obat TB paru.

7 Saya pernah telat untuk mengambil obat ke puskesmas dari waktu yang telah ditentukan.

8 Saya pernah telat untuk memeriksakan dahak ulang dari waktu yang telah ditentukan.

Keterangan :

Jenis ketidakpatuhan : Q1 : lupa minum obat

Q2 : sengaja tidak minum obat

Q3 : mengurangi dan melebihkan jumlah butir obat yang seharusnya diminum Q4 : tidak tepat waktu dalam minum obat atau waktu minum obat selalu berubah- ubah

Q5 : minum obat tidak sesuai dengan frekuensi yang dianjurkan Q6 : membuang obat

Q7 : telat untuk mengambil obat dari waktu yang ditentukan

Q8 : telat untuk memeriksakan ulang dahak dari waktu yang telah ditetapkan Skala penilaian (Q1-Q8)

0 : penah melakukan

0 : tidak prnah melakukan

Skor : status penilaian kepatuhan penderita TB paru 0-7 : tidak patuh


(1)

2 INTISARI

Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia sebagai penyebab utama kematian. Lamanya pengobatan TB membuat banyak penderita TB yang menghentikan pengobatan atau drop out (defauledt). Kasus drop out ini memberi dampak peningkatan kasus dengan kuman resistensi terhadap pengobatan standar atau yang disebut dengan multidrug-resistant (MDR). Banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan TB salah satunya adalah keluarga yang berfungsi pemantauan kesehatan tiap anggotanya. Untuk menilai persepsi anggota keluarga dari fungsi keluarga dengan memeriksa kepuasannya terhadap hubungan keluarga dikembangkan instrumen penilaian yang disebut APGAR Keluarga (Family APGAR). Metode: Penelitian ini menggunakan metode observasi analitik dengan desain penelitian cross sectional. Besar sampel yang diteliti sebanyak 56 orang. Instrumen penelitian untuk menilai fungsi keluarga menggunakan kuesiner APGAR Smilkstein sedangkan untuk menilai kepatuhan pengobatan menggunakan kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitas. Analisa data menggunakan uji spearman.

Hasil: Didapatkan nilai p=0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB. Nilai r =0,557 yang berarti hubungan fungsi keluarga dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada penderita tuberkulosis paru memiliki kekuatan korelasi sedang, artinya semakin sehat fungsi keluarga pada penderita tuberkulosis maka akan semakin patuh dalam meminum obat anti tuberkulosis.

Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga menurut APGAR dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru.


(2)

3 Pendahuluan

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia sebagai penyebab utama kematian. Menurut laporan WHO dalam Global Tuberculosis Report 2013, pada tahun 2012 terdapat 8,6 juta kasus TB aktif di dunia (termasuk 320.000 diantaranya meninggal dengan HIV positif). Sembilan juta orang menderita TB termasuk 1,1 juta kasus di antaranya adalah pengidap HIV, 1,5 juta orang meninggal akibat TB, termasuk 360.000 antara orang-orang dengan HIV positif. Indonesia termasuk dalam lima negara dengan jumlah kasus insiden terbesar pada tahun 2012 sebanyak 0,4-0,5 juta kasus dan menempati peringkat ke 4 setelah India (2,0 juta-2,4 juta), China (0,9-1,1juta), Afrika Selatan (0,4-0,6 juta), dan kemudian Pakistan (0,3-0,5 juta).

Pengobatan penyakit TB memerlukan waktu selama 6 bulan, dan selama masa pengobatan tersebut banyak penderita yang menghentikan pengobatan ditengah jalan atau drop out (defauledt). Kasus drop out ini memberi dampak peningkatan kasus dengan kuman resistensi terhadap pengobatan standar atau yang disebut dengan multidrug-resistant (MDR).

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan TB antara lain kepatuhan, pendidikan, persepsi, status sosial ekonomi penderita, petugas kesehatan di puskesmas (Pasek & Satyawan, 2013). Pada salah satu jurnal penelitian menyebutkan bahwa keyakinan dapat sembuh dari TB, tingkat keparahan penyakit dengan adanya infeksi HIV, dan dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan juga merupakan faktor dari kepatuhan suatu pengobatan TB (Gebremaria, dkk., 2010).

Dukungan keluarga memegang peran penting dalam keberhasilan pengobatan pasien TB paru dengan cara selalu mengingatkan penderita untuk selalu

makan obat tepat waktu dan berobat secara teratur, pengertian yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan memberi semangat agar tetap rajin berobat. Keluarga juga memilik fungsi dalam perawatan kesehatan (Sutikno, 2011), sehingga keluarga merupakan unit terdekat dalam pemantauan kesehatan tiap anggotanya. Untuk menilai persepsi anggota keluarga dari fungsi keluarga dengan memeriksa kepuasannya terhadap hubungan keluarga dikembangkan instrumen penilaian yang disebut APGAR Keluarga (Family APGAR). Instrumen ini terdiri dari lima parameter fungsi keluarga: kemampuan beradaptasi (adaptation), kemitraan (partnership), pertumbuhan (growth), kasih sayang (affection), dan kebersamaan (resolve) (Sutikno, 2011).

Berdasarkan latar belakang diatas kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan pengobatan agar tidak menimbulkan efek negetif seperti timbulnya resistensi terhadap obat, penularan penyakit dan biaya pengobatan menjadi meningkat dan waktu yang lama untuk pengobatan, sehingga penelitian tentang hubungan fungsi keluarga menurut nilai APGAR dengan kepatuhan mimun obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis paru perlu untuk dilakukan. Metode Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross

sectional. Populasinya adalah semua

penderita TB paru yang berobat di Puskesmas Kecamatan Campurdarat, Puskesmas Kecamatan Tanggunggunung, Puskesmas Kecamatan Pakel, Puskesmas Kecamatan Bandung, Puskesmas Kecamatan Kauman. Penelitian ini dilakukan selama bulan Agustus-Desember 2015. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 yang didapat dari rumus sebagai berikut:


(3)

4 Instrumen penelitian untuk menilai fungsi keluarga menggunakan kuesiner Smilkstein sedangkan untuk menilai kepatuhan pengobatan menggunakan kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitas. Hasil Penelitian

Table 1.Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan Tabel 1, karakteristik responden dari penelitian ini adalah laki-laki sebanyak 40 orang (71%) dan perempuan sebanyak 16 orang (29%). Tabel 2.Distribusi mean dan standar

deviasi karakteristik responden berdasarkan umur

Usia

N 56

Mean 68

Min 18

Max 68

Std Deviation 12,599

Pada Tabel 2 di atas, hasil penelitian menggunakan statistik deskriptif didapatkan nilai rata-rata atau mean umur pasien TB paru adalah 40 tahun dan standar deviasi sebesar 12,599. Sedangkan umur terendah adalah 18 tahun dan umur tertinggi adalah 68 tahun.

Tabel 1.Distribusi frekuensi dan prosentase karakteristik responden berdasarkan skor APGAR

Berdasarkan Tabel 3, didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki fungsi keluarga sehat sebanyak 39 orang (70%), kurang sehat 12 orang (21%), dan tiak sehat 5 orang (9%).

Tabel 4.Distribusi frekuensi dan prosentase karakteristik responden berdasarkan kepatuhan pemakaian OAT

Berdasarkan Tabel 4, ditemukan bahwa jumlah responden yang patuh terhadap pengobatan TB paru lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak patuh. Responden yang patuh terhadap pengobatan sebanyak 39 orang (70%) dan tidak patuh sebanyak 17 orang (30%).

Pada hasil perhitungan hubungan antara skor APGAR dengan kepatuhan pemakaian OAT diketahui bahwa responden yang patuh dalam pengobatan dengan fungsi keluarga sehat sebanyak 35 Jenis

Kelamin Frekuensi Prosentase

Laki-laki 40 71%

Perempuan 16 29%

Total 56 100%

Kepatuhan Frekuensi

Prosentas e

Patuh 39 70%

Tidak patuh 17 30%

Total 56 100%

Skor

APGAR Frekuensi

Pros entas

e Keluarga

Sehat 39 70%

Keluarga Kurang

Sehat 12 21%

Keluarga Tidak

Sehat 5 9%

Total

56

100 %


(4)

5 orang, responden yang patuh dengan fungsi keluarga kurang sehat sebanyak 4 orang, responden yang patuh dengan fungsi keluarga tidak sehat sebanyak 0 orang, responden yang tidak patuh dalam pengobatan dengan fungsi keluarga sehat sebanyak 4 orang, responden yang tidak patuh dalam pengobatan dengan fungsi keluarga kurang sehat sebanyak 8 orang, dan responen yang tidak patuh dalam pengobatan dengan fungsi keluarga tidak sehat sebanyak 5 orang. Hasil analisa menggunakan korelasi spearman didapatkan nilai p=0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB. Nilai r =0,557 yang berarti hubungan fungsi keluarga dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada penderita tuberkulosis paru memiliki kekuatan korelasi sedang, artinya semakin sehat fungsi keluarga pada penderita tuberkulosis maka akan semakin patuh dalam meminum obat anti tuberkulosis.

Diskusi

Responden dalam penelitian ini mememiliki rata-rata usia 40 tahun. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kurniawan, dkk (2015) dan Dhewi, dkk (2011) rata-rata penderita TB paru terjadi pada usia produktif (15-50 tahun). Hal ini diperkirakan karena kelompok usia reproduktif mempunyi mobilitas yang cukup tinggi sehingga kemungkinan untuk terpapar kuman Mycobacterium tuberculosis paru lebih besar, selain itu reaksi endogen cenderung terjadi pada usia produktif.

Berdasarkan data yang diperoleh prosentase penderita TB paru lebih banyak banyak pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Korua, dkk (2014) dan Nurwidji, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih berpeluang menderita TB paru

dibandingakan dengan perempuan. Hal tersebut dikaitkan dengan kebiasaan laki-laki yang sering merokok dan mengkonsumsi alkohol sehingga menurunkan sistem pertahanan tubuh.

Berdasarkan data karakteristik responden berdasarkan skor APGAR, 70% responden menunjukkan fungsi keluarga sehat. Fungsi keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan sosial yang meliputi interaksi keluarga dengan tetangganya, keaktifan keluarga mengikuti kegiatan-kegiatan masyarakat. Fungsi keluarga juga dipengaruhi oleh kultur daerah setempat, agama yang dianut, pendidikan, dan ekonomi. Bila ekonomi rendah maka fungsi keluarga tidak akan sehat karena anggota keluarga akan kesulitan untuk mendapatkan tempat tinggal yang sehat, pendidikan yang memadai dan pelayanan kesehatan yang maksimal sehingga mengakibatkan kualitas hidup anggota keluarganya tidak baik (Sutikno, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 70% responden patuh terhadap pengobatan. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan salah satunya adalah persepsi pasien tentang penyakit tersebut. Berdasarkan pengamatan di lapangan pada saat penelitian, responden mengaku takut apabila tidak meminum obat teratur dan tidak sampai sembuh akan menyebabkan kematian. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pasek, dkk (2013) bahwa pesepsi penderita TB mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pengobatan. Menurut Kardas, dkk (2013) menyatakan bahwa tingkat keparahan penyakit memiliki efek positif pada kepatuhan. Hal ini juga didukung oleh Notoatmodjo dalam Safri, dkk (2013) yang mengemukakan bahwa tindakan individu untuk melakukan pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat. Tindakan yang dilakukan penderita TB


(5)

6 paru dalam hal ini adalah patuh terhadap pengobatan mengingat TB paru adalah penyakit serius yang dapat menyebabkan kematian.

Terdapat hubungan positif antara fungsi keluarga dengan kepatuhan. Hal tersebut memiliki arti bahwa fungsi adaptation, partnership, growth, affection dan resolve juga baik.

Adaptation, merupakan

kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, serta menerima, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang lain, dalam hal ini berarti keluarga ikut serta membantu dan memberi dukungan pasien untuk patuh minum obat. Partnership, menggambarkan komunikasi, saling mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh anggota keluarga tersebut, berarti keluarga membantu pasien untuk ikut berbagi dalam berbagai masalah termasuk masalah dalam pengobatan, kepatuhan minum obat ataupun penaggulangan TB paru. Growth, menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan anggota keluarga. Keluarga mampu menerima dan mendukung kegiatan pasien untuk selalu minum obat. Penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa adpatation, partnership, dan growth merupakan salah satu bentuk dari dukungan keluarga. Menurut Septia, dkk (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa dukungan keluarga mendapatkan hasil yang positif (74%) dalam kepatuhan minum obat pada penerita TB. Dukungan keluarga yang positif adalah berpartisipasi penuh pada pengobatan penderita, seperti pengaturan makan dan minum, pola istirahat, perawatan diri terutama kebersihan, pola istirahat, pengambilan obat serta mampu merujuk penerita bila ada gejala samping obat yang berat.

Affection, menggambarkan

hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga. Interaksi dengan

keluarga dapat berupa informasi, perhatian, dorongan dan bantuan dari PMO dapat memunculkan kualitas hubungan yang dapat mempengaruhi kesembuhan penderita (Hendriani dkk, 2012). Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya kasih sayang dan interaksi dari keluarga kepada penderita dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan sehingga pasien bisa sembuh dari penyakitnya.

Keluarga juga mampu menjadi tempat mengungkapkan emosi dan meluangkan waktu bersama terkait dengan TB paru hal ini yang dimaksud dengan

resolve. Menurut Sulami, dkk (2015)

dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dukungan emosional memiliki peran penting terhadap kepatuhan suatu pengobatan karena dengan adanya dukungan emosional dalam suatu pengobatan akan membuat pasien merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mendengar dan membantu memecahkan masalah yang terjadi sehingga memberikan rasa nyaman kepada pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Niven (dalam Safri dkk, 2013) menyebutkan bahwa dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain merupakan faktor penting dalam kepatuhan terhadap program-program medis.

Kesimpulan

Ada hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga menurut APGAR dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru.

Saran

1. Peneliti selanjutnya disarankan agar menggunakan instrumen penelitian yang lebih lengkap dan desain penelitian yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 2. Peneliti selanjutnya dapat meneruskan


(6)

7 lanjut kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat meniliti lebih lanjut terkait fungsi keluarga dengan kepatuhan pengobatan TB, sehingga dapat menjadi bahan untuk menambah referensi ilmiah mengingat masih kurangnya refensi-referensi terbaru. Daftar Pustaka

WHO. (2013). Global Tuberculosis

Report. World Health

Organization.

Pasek, M. S., & Satyawan, I. M. (2013, April). Hubungan Persepsi dan Tingkat Pengetahuan Penderita TB dengan Kepatuhan Pengobatan di Kecamatan Buleleng. Jurnal Pendidikan Indonesia, II, 145. Dhewi, G. I., Armiyati, Y., & Supriyono,

M. (2011). Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Pasien dan Dukungan Keluarga dengan kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB Paru di BKPM Pati. Gebremariam, M. K., Bjune, G. A., &

Frinch, J. C. (2010). Barriers and facilitators of Adherence to TB Treatment in Patient on Concominant TB and HIV Treatment: A Qualitative Study. BMC Public Health, 1.

Hendiani, N., Sakti, H., & Widayanti, C. G. (2012). The Relationship Bertween Perceive Family Support as Drug Consumption Controller/ Pengawas Minum Obat (PMO)'s And Self Efficacy of Tuberculosis Patients in BKPM Semarang Region. Jurnal Psikologi, 1, 94-105.

Kardas, P., Lewek, P., & Matyjaszczyk, M. (2013). Determinants of Patient Adherence: a review of Systematic

reviews. Frontiers in

Pharmacology.

Korua, E. S., Kapantow, N. H., & Kawatu, P. A. (2014). Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin, Dan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Tb Paru Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Noongan.

Kurniawan, N., HD, S. R., & Indriati, G. (2015, Februari). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru. JOM, 2(1).

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Nurwidji, & Fajri, T. (2013, Oktober). Hubungan Motivasi Kesembuhan

Dengan Kepatuhan

Penatalaksanaan Pengobatan Pada Pasien Tb Paru. Medica Majapahit, 5(2), 68.

Septia, A., Rahmalia, S., & Sabrian, F. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru. JOM PSIK, 1(2).

Sulami, S., Prastiani, D. B., & Kastining. (2015). Hubungan Dukungan Emosional Keluarga dengan Kepatuhan Kunjungan Ulang Pasien Stroke di Poliklinik Saraf RSUD Dokter Soeselo Kabupaten Tegal.

Sutikno, E. (2011, Januari). Hubungan antara Fungsi Keluarga dan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal Kedokteran Indonesia, II, 73-74.


Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru Di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan 2012

4 85 65

PERAN KELUARGA DALAM PENGAWASAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERCULOSIS PARU Di Wilayah Puskesmas Ciptomulyo

9 59 17

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA TUBERCULOSIS PARU DI PUSKESMAS GATAK

0 4 7

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENDERITA TUBERCULOSIS DAN DUKUNGAN KELUARGA Hubungan Antara Pengetahuan Penderita Tuberculosis Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus.

0 3 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Pengetahuan Penderita Tuberculosis Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus.

1 4 9

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENDERITA TUBERCULOSIS DAN DUKUNGAN KELUARGA Hubungan Antara Pengetahuan Penderita Tuberculosis Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus.

0 2 18

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN BEROBAT PADA Hubungan Antara Peran Pengawas Minum Obat (Pmo) Dengan Kepatuhan Kunjungan Berobat Pada Pasien Tuberculosis Paru (Bb Paru) Di Puskesmas Nogosari Boyolali.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN BEROBAT PADA Hubungan Antara Peran Pengawas Minum Obat (Pmo) Dengan Kepatuhan Kunjungan Berobat Pada Pasien Tuberculosis Paru (Bb Paru) Di Puskesmas Nogosari Boyolali.

0 1 14

PENDAHULUAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru di Puskesmas Gatak.

0 0 5

Tingkat Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru Di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan 2012

0 1 15