HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN REMAJA MENGHADAPI MENARCHE DI SD NEGERI 3 BANTUL

(1)

MENGHADAPI MENARCHE DI SD NEGERI 3 BANTUL Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

CHRISTAYESHA NUGRAENY PRASTANTRI 20110320053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

MENGHADAPI MENARCHE DI SD NEGERI 3 BANTUL

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

CHRISTAYESHA NUGRAENY PRASTANTRI 20110320053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

(5)

MOTTO

If you are thankful I will add more (favors) unto you, but if you show ingratitude truly My punishment is terrible indeed"

If you are thankful I will add more (favors) unto you, but if you show ingratitude truly My punishment is terrible indeed"

(QS. Ibrahim 14:7)

"ALLAH mengingatkan dalam Al-Qur'an kepada manusia yang melampaui batas agar jangan berputus asa dari rahmatNYA, karena Allah Maha Pengampun dan

Maha Penyayang" (QS. Az-Zumar(39):53)

“However bad life may seem, there is always something you can do, and succeed at. While there is life, there is hope.”


(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga mendapat kesempatan untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya

untuk Allah SWT. Shalawat serta salam tidak lupa selalu tercurah kepada nabi Muhammad SAW, tauladan seluruh umat manusia.

Karya tulis ilmiah ini kupersembahan terutama untuk Bapak (Fx. Langgeng Junaedi P.) dan Ibu (Rubiyatun) Tiada kata yang dapat melukiskan betapa

bersyukurnya penulis atas doa-doa, perjuangan, pengorbanan, dukungan, motivasi dan pastinya kasih sayang melimpah dari bapak dan ibu.

Kakakku (Aji Kusputranto, Yunita Ariyani, Yeni Dwi Septiana dan Fistalina Sukmianti) yang selalu memberikan nasihat dan bantuan selama

ini.

Adikku (Khrismacantika Gusti P.L) yang senantiasa mendukung, menghibur dan memberi do’a sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan. Sahabat “Cantika” (Aulia Zahro, Septia Reni, Siska Olivia, Uray Dita, Winda

Rachmatul, Bella Murtianingarum, Debby Sinthya, Selvi Nadia), yang selalu memberikan semangat dan keceriaan setiap harinya.

Sahabat istimewaku Vika Sulistyarini dan Ely Muji Lestari, yang selalu memberikan semangat, do’a, motivasi dan bantuan untuk segera menyelesaikan

karya tulis ini.

Teman seperjuangan dan sebimbinganku Anis Utami Rahmawati dan Devi Novita Mayangsari, yang telah sabar mengajari penulis dan saling membantu serta

menyemangati selama proses pengerjaan karya tulis ini.

Tim Skill Lab 7 A (Salis R, Nur K. Adha, Virda S, Ahmad T, Ria A, Farida N, Amirio R) selama 4 tahun iniyang telah bersedia berbagi ilmu.

Keluarga besar Dextra 2011(PSIK 2011) yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih telah menjadi keluarga baru yang sudah menemani selama 4


(7)

DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. MOTTO ...4

HALAMAN PERSEMBAHAN ...5

KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ...6

DAFTAR TABEL ...8

DAFTAR GAMBAR ...9

DAFTAR SINGKATAN...10 INTISARI ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. BAB I... Error! Bookmark not defined. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Penelitian... Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Keaslian Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB II ... Error! Bookmark not defined. TINJAUAN PUSTAKA... Error! Bookmark not defined. A. Tinjauan Pustaka ... Error! Bookmark not defined. B. Kerangka Teori ... Error! Bookmark not defined. C. Kerangka Konsep ... Error! Bookmark not defined. D. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined. BAB III... Error! Bookmark not defined. METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Populasi dan Sampel... Error! Bookmark not defined.


(8)

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Variabel Penelitian dan Hubungan Antar Variabel Error! Bookmark not defined.

E. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. F. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. G. Cara Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. H. Uji Validitas dan Reliabilitas... Error! Bookmark not defined. I. Pengolahan Data dan Metode Analisis data ... Error! Bookmark not defined.

J. Etika Penelitian... Error! Bookmark not defined. BAB IV ... Error! Bookmark not defined. HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. A. Hasil... Error! Bookmark not defined. B. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined. BAB V ... Error! Bookmark not defined. KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Saran ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Responden Di Sekolah Dasar Negeri 3

Bantul ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan tentang

menarche dan menstruasi siswi SD Negeri 3 Bantul ...Error! Bookmark not defined.

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat kecemasan dalam menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul. ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan dengan tingkat

kecemasan siswi SD Negeri 3 Bantul dalam menghadapi menarche (n=48)... Error! Bookmark not defined.


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka teori ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2. Kerangka konsep ... Error! Bookmark not defined.


(11)

DAFTAR SINGKATAN

UU : Undang-undang

WHO : World Health Organization DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta

CDGP : Constitutional Delay of Growth and Puberty SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama IPA : Ilmu Pengetahuan Alam


(12)

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara berkesinambungan dan saling berkaitan yang berlangsung secara teratur dimulai sejak konsepsi sampai dewasa. Dalam proses mencapai dewasa inilah seorang anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang, termasuk tahap remaja. Dalam masa remaja ini seorang anak akan mengalami pacu tumbuh (growth spurt), kemudian timbul ciri-ciri seks sekundernya, hingga tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan-perubaha n psikologi serta kognitif. Tercapainya tumbuh kembang yang optimal sangat bergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi antara faktor genetik (keturunan) dan lingkungan (Soetjiningsih, 2007).

Banyak pendapat yang mengemukakan tentang jenjang umur seorang anak dikatakan sebagai remaja, baik di Indonesia atau dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2007, seorang anak dikatakan remaja apabila telah mencapai umur 10-18 tahun. Di dalam UU Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 pasal 1 ayat (1) bahwa anak atau remaja adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 25 Tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun.


(14)

Masa remaja seringkali dihubungkan dengan stigma mengena i penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosional dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan. Perubahan-perubaha n tersebut seperti perubahan fisik yang dipengaruhi oleh laju hormon pertumbuhan mencakup tinggi badan, berat badan dan proporsi tubuh. Perubahan sosial dimana individu harus bisa menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan di luar keluarga dan sekolah seperti individu mulai mengena l adanya kelompok-kelompok dalam memilih teman (Hurlock, 2007). Kemudian perubahan secara emosional dimana individu lebih sensitif, mudah cemas, mudah menangis, frustasi tetapi mudah juga untuk tertawa, agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan (Primursanti, 2013).

Pada masa remaja sering muncul masalah-masalah yang terkadang sulit untuk diatasi seperti masalah pada emosional (kepekaan perasaannya), sosialisasi (hubungan pertemanan), keagamaan, hubungan keluarga dan moralitas. Hal tersebut disebabkan karena adanya perubahan biologis dan psikologis yang pesat, orang tua dan pendidik yang kurang siap memberika n informasi dan kemajuan teknologi yang menyebabkan banjirnya arus informasi sehingga sulit untuk diseleksi (Tanuwidjaya, 2008). Kelompok remaja di dunia diperkirakan berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO, 2014). Sedangkan 900 juta remaja berada di Negara


(15)

berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Pada tahun 2015 data dari badan pusat statistik (BPS)menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 254,9 juta jiwa, dimana diproyeksikan bahwa 27% dari penduduk Indonesia atau 66 juta jiwa adalah remaja (Kompasiana, 2015).

Persebaran penduduk di Indonesia termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2014 memiliki penduduk sebanyak 3.553.100 jiwa yang tersebar di 5 kabupaten. Jumlah penduduk tersebut diantaranya adalah remaja (10-19 tahun) yang terdiri dari laki-laki sebanyak 213.200 jiwa dan perempuan sebanyak 201.500 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2014).Salah satu kabupaten yang berada di DIY yaitu Kabupaten Bantul pada tahun 2015 memiliki jumlah penduduk sebesar 913.407 jiwa diantaranya adalah remaja (9-12 tahun). Jumlah penduduk remaja laki- laki sebanyak 27.526 jiwa dan perempuan sebanyak 25.450 jiwa (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bantul, 2015). Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa persebaran remaja di Indonesia memiliki proporsi yang cukup banyak dilihat dari data remaja secara keseluruhan maupun dari daerah spesifik seperti Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jika dipandang dari aspek psikologis dan sosialnya, masa remaja adalah suatu masa terjadinya perubahan fisik yang berhubungan dengan pubertas, dimana anak perempuan akan 2 tahun lebih cepat memasuki masa pubertas bila dibandingkan dengan laki-laki. Pubertas adalah suatu bagian yang penting dari masa remaja dimana yang lebih ditekankan adalah proses


(16)

biologis yang pada akhirnya mengarah kepada kemampuan bereproduksi (Nancy, 2008). Pada masa pubertas, berbagai macam masalah dapat timbul dalam diri seorang remaja terutama pada masalah perubahan biologis dan fisiknya. Masalah tersebut antara lain telars premature yaitu berkembangnya payudara pada salah satu atau kedua bagian pada perempuan di usia kurang dari 8 tahun tanpa disertai munculnya tanda-tanda seks sekunder lainnya. Pubarche premature adalah munculnya rambut kemaluan sebelum usia 8 tahun pada perempuan dan 9 tahun pada laki- laki tanpa disertai tanda-tanda seks sekunder lainnya. Ginekomastia adalah berkembangnya payudara pada laki-laki sehingga menyerupai payudara pada perempuan dan Constitutional Delay of Growth and Puberty (CDGP) adalah keadaan dimana seorang remaja mengeluhkan perawakan pendek pada dirinya dan lebih sering dijumpai pada anak laki-laki sekitar 90% (Ikatan Dokter Anak Indonesia,2013).

Kejadian paling akhir dari pubertas adalah menarche. Sembilan puluh lima persen dari perempuan mengalami menarche antara usia 11-15 tahun yang disebut dengan masa pra-pubertas atau pueral. Masa ini ditandai oleh perubahan fisik anak yang mulai sedikit berubah. Pada usia ini juga ciri paling menonjol adalah rasa harga diri yang makin menguat (Kartono, 2007). Menarche merupakan kejadian yang biasanya meningkatkan harga diri pada anak perempuan di antara teman-teman sebayanya. Apabila seorang anak perempuan secara psikologis tidak mempersiapkan diri menghadapi menarche, dikarenakan kurangnya informasi mengena i


(17)

menarche maka menyebabkan perasaan negatif seperti perasaan cemas apabila menarcheterjadi (Vasta et al., 2004).

Kecemasan adalah sebuah respon emosional terhadap penilaia n yang terjadi pada individu, namun hal tersebut bergantung dari bagaimana individu mempersepsikan rasa cemasnya, dapat berasal dari stimulas i stresor yang bersumber dari luar (interpersonal) atau dari dalam (interpsikis). Kecemasan merupakan reaksi terhadap ancaman yang berasal dari luar atau konflik di dalam yang merupakan suatu kemampuan emosional yang berhubungan dengan perasaan takut dan respon fisio lo gi (Nash & Potokar, 2004).Penyebab timbulnya gangguan kecemasan dan depresi pada remaja putri salah satunya adalah menarche (Sudjana, 2015).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di SD Negeri 3 Bantul pada tanggal 17 Oktober 2015 dengan metode wawancara pada 8 siswi kelas 6 yang dipilih secara acak yang belum mengalami menarche diketahui bahwa ada 5 siswi yang tidak begitu memahami tentang menarche dan tidak tahu sikap yang harus dilakukan ketika mendapatkan menarche. Hal ini terjadi karena siswi tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang reproduksi terutama tentang menstruasi baik dari orang tua terutama ibu dan dari pihak sekolah. Berdasarkan wawancara terhadap wali/gur u kelas 6 juga menyatakan bahwa informasi yang diberikan mengena i reproduksi terutama menstruasi pada siswi tidak maksimal karena terkendala dengan waktu/jam pelajaran di sekolah, juga tidak adanya tempat khusus atau wadah berbagi seperti bimbingan konseling dan keputrian.


(18)

Guru hanya memberikan informasi sesuai dengan materi yang ada pada buku pelajaran IPA yang tidak begitu membahas secara mendalam mengenai reproduksi terutama menstruasi, sehingga dampaknya adalah pada pengetahuan siswi yang kurang tentang menarche.

Berdasarkan wawancara tersebut juga dapat diketahui bahwa pada umumnya mereka belajar dan mendapatkan pengetahuan tentang menarche dari ibu, tetapi informasi yang diberikan hanya sekilas mengenai pengertian menarche secara umum dan nasehat-nasehat seperti tidak boleh berdekatan dengan lawan jenis, tidak boleh mengkonsumsi minuman bersoda dan es (dingin) serta harus bisa menjaga diri sehingga timbul rasa takut dan cemas dengan apa yang akan terjadi selama mengalami menarche. Hal inilah yang

membuat penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Hubungan

Pengetahuan terhadap Kecemasan Remaja Menghadapi Menarche di SD

Negeri 3 Bantul”.

B. Rumusan Masalah

“Adakah hubungan pengetahuan terhadap kecemasan remaja menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul ?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kecemasan remaja di sekolah dasar menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul.


(19)

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya tingkat pengetahuan remaja putri tentang menarche di SD Negeri 3 Bantul.

b. Diketahuinya tingkat kecemasan remaja putri dalam menghadap i menarche di SD Negeri 3 Bantul.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Manfaat penelitan secara teoritis merupakan aplikasi dari ilmu keperawatan anak. Harapannya dapat memberikan manfaat bagi sesama yang bisa diberikan oleh mahasiswa khususnya keperawatan dan institusi kesehatan dalam menghadapi perubahan pada anak dan remaja. 2. Manfaat praktis

a. Bagi siswi

Manfaat penelitian ini diharapakan dapat meningkatk a n pengetahuan remaja putri mengenai menarche sehingga akan lebih siap dalam menghadapi menstruasi pertamanya.

b. Bagi pihak sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menciptakan sebuah kegiatan khusus seperti bimbingan konseling atau keputrian dimana siswi dan guru dapat saling berbagi informasi dan pengetahua n mengenai menarche dan menstruasi.


(20)

c. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandinga n dan dapat dikembangkan lagi untuk penelitian berikutnya yang berhubungan dengan kecemasan menghadapi menarche.

E. Keaslian Penelitian

1. Madina (2011) melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui hubungan pengetahuan remaja putri kelas III-V terhadap kesiapan dalam menghadapi menarche di SD Negeri Mulyorejo I-237 Surabaya. Penelitian ini bersifat cross-sectional dengan pendekatan kuantitat if. Pengambilan sample menggunakan Systemic Random Sampling dengan analisis data menggunakan uji statistik chi-square. Hasil penelit ia n menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik dengan sikap positif sebanyak 20 orang (37,0%), pengetahuan baik dengan sikap negative sebanyak 18 orang (33,3%), pengetahuan kurang dengan sikap positif sebanyak 10 orang (18,5%) sedangkan pengetahuan kurang dan negative menghadapi menarche sebanyak 6 orang (11,1%). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan remaja putri terhadap kesiapan dalam menghadapi menarche.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah dari tujuannya yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kecemasan remaja menghadapi menarche, teknik sampling yang digunakan purposive sampling, tingkatan kelas yaitu kelas IV-VI dan


(21)

perbedaan tempat yaitu di SD Negeri 3 Bantul. Sedangkan persamaan penelitian ini terletak pada respondennya yaitu siswi sekolah dasar dan jenis penelitiannya.

2. Nastiti, et al., (2013) melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui hubungan tingkat pengetahuan menarche dengan kesiapan siswi kelas V-VI menghadapi menarche di SD Negeri 1 Gedanganak.Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimen dengan desain penelitia nnya adalah cross-sectional. Tehnik pengambilan data dengan tehnik Total Sampling melalui instrument kuesioner , dengan subyek 31 responden. Uji analisis pada penelitian ini berupa pendeskripsian data secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan siswi yang kurang pengetahua n dan mengatakan tidak siap (73,3%) sedangkan siswi yang memilik i pengetahuan cukup dan siap (26,7%) sehingga dapat diketahui adanya hubungan pengetahuan yang dapat mempengaruhi kesiapan siswi dalam menghadapi menarche.

Persamaan dalam penelitian ini terletak pada desain penelitiannya dan respondennya yaitu siswi sekolah dasar. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah dari tujuannya yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kecemasan remaja menghadapi menarche, teknik sampling yang digunakan purposive sampling, tingkatan kelas yaitu kelas IV-VI dan perbedaan tempat yaitu di SD Negeri 3 Bantul.


(22)

3. Rifrianti (2013) melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui tingkat kecemasan siswi kelas VII dalam menghadapi menarche di SMP Warga Surakarta. Penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif dengan populasi siswi kelas VII yang berjumlah 175 siswi dan sampel yang digunakan sebanyak 35 siswi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan siswi kelas VII dalam menghadapi menarche di SMP Warga Surakarta tahun 2013 pada tingkat tidak ada kecemasan sebesar 0%, tingkat kecemasan ringan dialami oleh 8 responden (22,9%), tingkat kecemasan sedang sebanyak 17 responden (48,6%) dan tingkat kecemasan berat sebanyak 10 responden (28,5%). Persamaan penelit ia n terletak pada variable kecemasan dalam menghadapi menarche, tetapi perbedaannya terletak pada tingkatan kelas responden, dan perbedaan tempat yaitu di SD Negeri 3 Bantul.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Kecemasan a) Definisi

Kecemasan adalah perasaan yang tidak jelas tentang keprihatinan dan kekhawatiran karena adanya ancaman pada sistem nilai atau pola keamanan seseorang. Individu mungkin dapat mengidentifikasi situasi terhadap ancaman, tetapi pada kenyataannya ancaman terhadap diri berkaitan dengan perasaan khawatir dan keprihatinan yang terlibat di dalam situasi. Situasi tersebut dalah sumber dari kecemasan, tetapi bukan ancaman itu sendiri (Carpenito, 2007). Kecemasan dapat juga diartikan sebagai rasa khawatir dan takut yang tidak jelas sebabnya dan merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang normal maupun yang menyimpang (Gunarsa & Gunarsa 2008).

Menurut Herdman di dalam Nanda (2014), kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang sama r disertai respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan


(24)

yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman. b) Faktor-faktor penyebab kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan (Agita, 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada umumnya seperti lingkungan yang meliputi fisik dan sosial, kepercayaan diri serta informasi. Lingkungan fisik seperti ketenangan disertai lingkungan sosial yang diwarnai dengan persahabatan, keramahtamahan dan kasih saying akan mengurangi kecemasan. Kurangnya kepercayaan diri pada individu dan informasi yang diterima dapat meningkatkan kecemasan (Luthfa, 2008).

Secara psikologis, kecemasan tersebut merupakan pengembangan negatif dari berbagi masalah yang muncul sebelumnya dan semakin menguat pada remaja karena tiga hal berikut (Al-Mighwar, 2006) :

1) Kurangnya pengetahuan sehingga kurang mampu menyesua ika n diri dengan pertumbuhan dan perkembangannya serta tidak mampu menerima apa yang dialaminya.

2) Kurangnya dukungan dari orangtua, teman sebaya atau lingkungan masyarakat disekitarnya.


(25)

3) Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan berbagai tekanan yang ada.

c) Faktor yang mempengaruhi respon kecemasan (Stuart, 2007) 1) Usia

Usia dapat mempengaruhi psikologi individu. Semakin tinggi usia seseorang maka semakin baik tingkat kematangan emosionalnya serta kemampuan dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupan.

2) Status kesehatan jiwa dan fisik

Kelelahan fisik dan adanya suatu penyakit dapat menurunkan mekanisme pertahanan alami dalam tubuh seseorang.

3) Nilai-nilai budaya dan spiritual

Budaya dan spiritual akan mempengaruhi cara berpikir seseorang. Religiusitas yang tinggi dapat menjadikan seseorang berpandangan positif terhadap masalah yang dihadapinya. 4) Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan individu mudah mengalami kecemasan. Semakin tingkat pendidikannya tinggi akan mempengaruhi kemampuan berpikirnya.


(26)

5) Respon koping

Mekanisme koping digunakan individu ketika mengalami kecemasan. Ketidakmampuan dalam mengatasi kecemasan secara konstruktif sebagai penyebab tersedianya perilaku patologis.

6) Dukungan sosial

Dukungan sosial dan lingkungan sebagai sumber koping, dimana kehadiran orang lain dapat membantu mengura ngi kecemasan dan lingkungan yang mempengaruhi area berpikir seseorang.

7) Tahap perkembangan

Pada tahap perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor yang berbeda, sehingga resiko terjadinya stres pada tiap perkembangan berbeda. Individu akan membentuk kemampuan adaptasi yang semakin baik terhadap suatu stresor. 8) Pengalaman masa lalu

Pengalaman di masa lalu dapat mempenga r uhi kemampuan seseorang dalam menghadapi stresor yang sama. 9) Pengetahuan

Ketidaktahuan dapat menyebabkan munculnya kecemasan dan pengetahuan dapat digunakan untuk mengatas i masalah yang ada.


(27)

d) Tingkat kecemasan 1) Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilka n pertumbuhan dan kreativitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat, dan tingkah laku yang sesuai situasi (Stuart, 2007).

2) Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingka n yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini adalah kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung, pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis (Stuart, 2007).


(28)

3) Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi persepsi seseorang. Seseorang dalam kecemasan berat cenderung untuk memusatka n pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan perhatiannya. Manifestas i yang muncul seperti mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, persepsi menyempit, tidak bisa belajar secara efektif, berfokus pada diri sendiri, keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, dan disorientasi (Stuart, 2007). 4) Tingkat panik

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror karena mengalami kendala. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernafas, dilatasi pupil, pucat, pembicaraan inkoheren, tidak dapat merespons terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi (Stuart, 2007). e) Tanda dan gejala kecemasan

Adapun tanda dan gejala kecemasan mulai dari tingkat ringan sampai beratyaitu takut, gelisah, kurangnya kontak mata, fokus terhadap dirinya sendiri, kesulitan dalam berkonsentrasi,


(29)

peningkatan pernafasan dan jantung, serta nafsu makan berkurang. Sedangkan tanda dan gejala pada tingkat panik yaitu sesak nafas, nyeri atau rasa tidak nyaman pada dada, pusing, mengalami panas dingin atau demam, berkeringat, menggigil, melakukan sesuatu yang tidak terkontrol, gelisah dan mual(Townsend, 2009). Gejala lain yang dikeluhkan oleh orang yang mengalami ganggua n kecemasan antara lain cemas, khawatir, firasat yang buruk, rasa takut, banyak pikiran, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pada pola tidur, mimp i-mimpi yang menegangkan, gangguan daya ingat dan keluhan somatik (rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, gangguan pencernaan dan perkemihan) (Hawari, 2008).

2. Pengetahuan a. Definisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah gabungan berbagai pengetahuan yang disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara orang lain tingga l


(30)

menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus-menerus oleh seseorang yang setiap saat mengala m i reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru (Notoadmojo, 2010).

b. Jenis pengetahuan 1) Pengetahuan implisit

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari (Notoadmojo, 2007).

2) Pengetahuan eksplisit

Pengetahuan eksplisist adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskrips ika dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan (Notoadmojo, 2007).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoadmojo, 2007)

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangka n kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik


(31)

formal maupun non formal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi baik dari orang lain maupun media massa.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkata n pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

2) Informasi/media massa

Informasi dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulas i, mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan informas i dengan tujuan tertentu (Undang-Undang Teknologi Informas i). Informasi dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan pengamatan terhadap dunia di sekitar kita, serta diteruskan melalui komunikasi. Biasanya informas i dapat mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program


(32)

computer, dan basis data. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberika n pengaruh dalam jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Media massa sebagai sarana informasi dan komunikasi memilik i berbagai bentuk seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lainnya mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.

3) Sosial, budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya, walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkunga n tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik


(33)

ataupun tidak, yang akan di respon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu.

6) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia, maka akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

d. Tahapan Pengetahuan (Anderson & Krathwohl, 2010) 1) Tahu (know)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan menginga t peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.


(34)

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi tersebut secara benar.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

e. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjekpenelitian atau responden. Arikunto (2006) membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase yaitu :


(35)

b) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56-74%. c) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya < 55%.

Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu masyarakat umum sebagai responden dan petugas kesehatan sebagai responden. Apabila yang diteliti adalah masyarakat umum maka:

a) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 50%.

b) Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤

50%.

Namun, jika yang diteliti adalah petugas kesehatan, maka presentasenya sebagai berikut :

a) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 75%.

b) Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤

75%. 3. Tumbuh kembang

a. Definisi

Tumbuh kembang dianggap sebagai cerminan berbagai perubahan yang terjadi selama masa kehidupan seseorang. Pertumbuhan atau tumbuh adalah perubahan pada peningkata n jumlah dan ukuran sel saat membelah diri dan mensintesis protein baru, menghasilkan peningkatan ukuran dan berat seluruh atau sebagian bagian sel. Perkembangan adalah perubahan dan perluasan secara bertahap dan lebih kompleks, peningkatan dan perluasan


(36)

kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, maturasi dan pembelajaran (Wong, 2009).

Tumbuh kembang adalah gabungan kata pertumbuha n (growth) dan perkembangan (development). Tumbuh yang peristiwanya disebut pertumbuhan adalah proses yang berhubunga n dengan bertambah besarnya ukuran fisik karena terjadi pembelahan dan bertambah banyaknya sel disertai bertambahnya substansi intersiil pada jaringan tubuh. Proses tersebut dapat diamati dengan adanya perubahan-perubahan pada besar dan bentuk yang dinyatakan dalam nilai-nilai ukuran tubuh, misalnya berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan sebagainya. Kembang yang peristiwanya disebut perkembangan adalah proses yangberhubungan dengan fungsi organ atau alat tubuh karena terjadinya pematangan. Pada pematangan ini terjadi diferensiasi sel dan maturasi alat atau organ sesuai dengan fungsinya. Proses tersebut dapat diamati dengan bertambahnya kepandaian, ketrampilan dan perilaku (Moersintowarti & Suyitno, 2008).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang (Tanuwidja ya, 2008)


(37)

a) Perbedaan ras/etnik atau bangsa

Tinggi badan setiap bangsa berlainan, pada umumnya ras orang kulit putih memiliki ukuran tungkai yang lebih panjang daripada ras orang Mongol.

b) Jenis kelamin

Wanita lebih cepat dewasa daripada laki-laki. Pada masa pubertas umumnya wanita tumbuh lebih cepat daripada laki-laki dan kemudian setelah melewati masa pubertas laki-laki akan tumbuh lebih cepat.

c) Kelainan genetik

Sebagai contohnya, Achondroplasia yang menyebabkan dwarfisme, sedangkan sindroma Marfan menandai pertumbuhan tinggi badan yang berlebihan. d) Kelainan kromosom

Kelainan pada kromosom umumnya disertai dengan

kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.

2) Faktor eksternal/lingkungan meliputi : a) Sosio-ekonomi

Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan akan menghambat pertumbuhan anak.


(38)

b) Stimulasi

Perkembangan memerlukan rangsanga/stimul us khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan mainan, sosialisasi anak, keterlibatan anggota keluarga dalam kegiatan anak dan perlakuan terhadap anak.

c) Obat-obatan

Pemakaian kortikosteroid dalam jangka lama akan menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf pusat yang menyebabkan terhambatnya produksi hormone pertumbuhan.

c. Tahapan tumbuh kembang

Pada dasarnya tumbuh kembang merupakan dasar kehidupan yang berlangsung melalui tahapan-tahapan yang mempunyai ciri khas dengan kebutuhan dan permasalahannya (Moersintowarti & Suyitno, 2008). Beberapa tahapannya menurut Tanuwidjaya (2008) meliputi:

1) Masa prenatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan). Masa ini dibagi menjadi 2 periode yaitu masa embrio yang dimulai sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu dan masa fetus yang dimulai sejak umur 9 minggu sampai kelahiran.


(39)

2) Masa postnatal atau masa setelah lahir, terdiri dari 2 periode yaitu masa neonatal dimulai dari umur 0 hari sampai 28 hari dan masa bayi dari umur 1 bulan hingga 2 tahun.

3) Masa pra sekolah (2-6 tahun), dima pada tahap ini pertumbuha n berlangsung dengan stabil, terjadi perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan meningkat nya ketrampilan dan proses berpikir.

4) Masa sekolah atau masa pra pubertas, dimana pada wanita terjadi antara umur 6-10 tahun dan pada laki-laki antara 8-12 tahun. Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa pra sekolah, ketrampilan dan intelektual semakin berkembang, senang bermain berkelompok dengan jenis kelamin yang sama. 5) Masa adolesensi atau masa remaja, pada wanita terjadi antar a umur 10-18 tahun dan pada laki-laki antara 12-20 tahun. Anak perempuan akan 2 tahun lebih cepat memasuki masa remaja daripada anak laki-laki. Masa ini merupakan transisi dari periode anak ke dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan berat dan tinggi badan yang pesat yang disebut dengan Adolescence Growth Spurt. Terjadi pertumbuhan dan perkembangan pesat dari alat kelamin dan timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder.


(40)

4. Remaja a. Definisi

Masa remaja merupakan suatu periode transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang merupakan waktu dimana kematangan fisik, kognitif, sosial dan emosional yang cepat terjadi pada anak laki-laki untuk mempersiapkan diri menjadi laki-lak i dewasa dan pada anak perempuan untuk mempersiapkan diri menjadi wanita dewasa. Batasan yang tegas pada remaja sulit untuk ditetapkan, tetapi periode ini biasanya digambarkan pertama kali dengan penampakan karakteristik seks sekunder pada sekitar usia 11-12 tahun dan berakhir dengan berhentinya pertumbuhan tubuh pada usia 18 sampai 20 tahun. Masa remaja, yang secara literature

berarti “tumbuh hingga mencapai kematangan”, secara umum berarti

proses fisiologis, sosial dan kematangan yang dimulai dengan perubahan pubertas (Wong, 2009).

Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengena i Kesejahteraan Anak, remaja adalah individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. Namun menurut Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal. Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu usia 16 tahun


(41)

untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki- laki (Soetjiningsih, 2007).

Menurut Hurlock (2007), istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Adolescence mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Sedangkan menurut Soetjiningsih (2007), masa remaja merupakan transisi antara masa anak dan dewasa dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seksual sekunder, tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan psikologi serta kognitif.

b. Ciri-ciri remaja

1) Masa remaja sebagai periode yang penting

Perubahan- perubahan yang dialami pada masa remaja akan memberikan dampak baik secara langsung atau dalam jangka panjang pada individu yang bersangkutan yang akan mempengaruhi perkembangannya. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perkembangan mental merupakan hal penting yang perlu diperhatikan karena akan menimbulka n sikap perlunya penyesuaian mental dan perlu untuk membentuk sikap, nilai dan minat baru (Hurlock, 2007).

2) Masa remaja sebagai periode peralihan

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan.


(42)

Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak tetapi bukan juga seorang dewasa. Status yang tidak jelas ini menguntungka n remaja karena status member waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai untuk dirinya (Hurlock, 2007). 3) Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisiknya. Terdapat perubahan yang sama dan hampir bersifat universa l (umum) yaitu perubahan emosi yang terjadi lebih cepat di awal masa remaja, perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa dan mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut serta keinginan dalam menuntut kebebasan (Hurlock ,2007). 4) Masa remaja sebagai usia bermasalah

Tidak adanya pengalaman remaja dalam mengatas i masalahnya sendiri dikarenakan pada masa kanak-kanaknya semua masalah diatasi oleh orangtua dan guru-guru, sehingga ketika beranjak menuju masa remaja dimana timbul suatu permasalahan, remaja cenderung menolak bantuan dari orangtua dan gurunya karena merasa sudah mampu mengatasi masalahnya sendiri (Hurlock, 2007).


(43)

5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada tahun-tahun diawal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap menjadi hal penting. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadisama dengan teman-temannya dalam kelompok. Cara untuk mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dalam bentuk pakaian dan kepemilikan barang-barang yang mudah terlihat. Dengan cara tersebut, remaja menarik perhatian agar dipandang sebagai individu, tetapi tetap mempertahankan identitasnya didalam kelompok sebayanya (Hurlock, 2007).

6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Stereotip budaya yang biasanya melekat pada remaja seperti anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung merusak dan berperilaku merusak inilah yang membuat peralihan menuju masa dewasa menjadi sulit. Hal ini yang menimbulkan pertentangan antara remaja dan orangtua sehingga adanya jarak yang ditimbulkan yang menghala ngi anak untuk berkomunikasi dengan orangtuanya (Hurlock, 2007).

7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistic

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca yang berwarna merah jambu, dimana dia melihat diri sendiri dan


(44)

orang lain seperti apa yang dia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita (Hurlock, 2007).

8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertingkah laku seperti dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum- minuman keras, menggunaka n obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks yang mereka anggap bahwa perilaku tersebut akan memberikan citra yang mereka inginkan (Hurlock, 2007).

c. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan pada masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kanak-kanak untuk bersikap dan berperilaku secara dewasa. Menurut Havighurst (2004), tugas perkembangan remaja yaitu :

1) Menerima kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif.

2) Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebayanya dari jenis kelamin manapun.


(45)

3) Menerima peran jenis kelamin masing- masing (laki-laki atau perempuan).

4) Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya.

5) Mempersiapkan karir ekonomi.

6) Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga. 7) Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggungjawab. 8) Mencapai system nilai dan etika tertentu sebagai pedoman

tingkah lakunya.

Tercapai atau tidaknya tugas perkembangan tersebut, ditentukan oleh 3 faktor yaitu kematangan fisik, desakan dari masyarakat dan motivasi dari individu yang bersangkutan. Menurut Duvall & Miller (2004), keberhasilan remaja dalam memenuhi tugas perkembangan tidak terlepas dari bagaimana orangtua menampilka n tugas perkembangan mereka pada tahap ini.

d. Perkembangan seks remaja putri

Di dalam siklus kehidupan, pada masa remaja atau pubertas merupakan masa yang penting dalam perkembangan seksualitas. Pada wanita umumnya masa pubertas dimulai pada saat usia 8-14 tahun dan berlangsung kurang lebih selama 4 tahun. Awal pubertas berbeda-beda untuk tiap individu tergantung dari kebudayaan, bangsa dan status gizi. Semakin bertambah baik gizi seorang anak, maka masa pubertasnya dapat terjadi lebih cepat. Pubertas sendiri


(46)

akan berakhir pada saat ovarium sudah berfungsi secara matang dan teratur. Pada masa ini ditandai dengan membesarnya putting dan payudara, tumbuh rambut di ketiak dan sekitar kemaluan, lemak badan bertambah di sekitar bagian pinggul termasuk bagian perut dan atas paha. Ciri lainnya yang muncul adalah siklus menstruas i pertamanya atau menarche.Perubahan tersebut sebagian besar karena pengaruh hormon seperti estrogen (Proverawati & Misaroh, 2009).

5. Menarche a. Definisi

Menarche adalah haid pertama yang terjadi akibat proses sistem hormonal yang kompleks (Nasution, 2011). Diartikan juga merupakan menstruasi pertama yang biasanya terjadi dalam rentang usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi. Ditandai dengan munculnya ciri-ciri seks sekunder seperti pertumbuhan payudara, pertumbuhan rambut daerah pubis dan aksila, serta distribusi lemak pada daerah pinggul. Oleh karena itu, kesiapan mental dalam menghadapi perubahan tersebut sebelum menarche sangat diperlukan, karena perasaan cemas dan takut akan muncul (Proverawati & Misaroh, 2009).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi menarche (Proverawati & Misaroh, 2009)


(47)

1) Kesuburan

Pada sebagian besar wanita, menarche bukanlah sebagai tanda terjadinya ovulasi. Secara tidak teratur menstruasi terjadi sela 1-2 tahun sebelum terjadi ovulasi yang teratur. Adanya ovulasi yang teratur menandakan interval yang konsisten dari lamanya menstruasi dan perkiraan waktu datangnya kembali serta mengukur tingkat kesuburan seorang wanita.

2) Pengaruh waktu

Menarche biasanya terjadi sekitar 2 tahun setelah perkembangan payudara. Namun akhir-akhir ini, menarche terjadi di usia yang lebih muda dan tergantung dari pertumbuha n individu, diet dan tingkat kesehatan.

3) Lingkungan sosial

Salah satu dari lingkungan sosial ini adalah lingkunga n keluarga. Lingkungan keluarga yang harmonis dan adanya keluarga besar yang baik dapat memperlambat terjadinya menarche dini, sedangkan seorang anak yang tinggal di keluarga yang tidak harmonis dapat mengakibatkan terjadinya menarche dini. Selain itu ketidakhadiran seorang ayah ketika masih kecil, adanya tindakan kekerasan seksual dan adanya konflik dalam keluarga merupakan faktor yang berperan penting pada terjadinya menarche dini.


(48)

c. Gejala yang muncul ketika menarche

Gejala yang sering menyertai menarche adalah rasa tidak nyaman yang disebabkan karena selama menstruasi volume cairan didalam tubuh berkurang. Gejala lain yang dirasakan antara lain sakit kepala, pegal-pegal di kaki dan di pinggang untuk beberapa waktu, kram di perut serta sakit perut. Sebelum periode ini terjadi biasanya ada beberapa perubahan emosional yang menyerta i. Perasaan suntuk, marah dan sedih yang disebabkan oleh adanya pelepasan beberapa hormon (Proverawati & Misaroh, 2009). d. Upaya yang dilakukan ketika menarche

Upaya-upaya yang perlu dilakukan ketika seorang anak perempuan mengalami menarche adalah menjaga kebersihan selama menstruasi dengan mengganti pembalut minimal 2x sehari untuk mengurangi perkembangbiakan bakteri, minum obat apabila timbul rasa nyeri yang berlebihan dan memeriksakan diri ke dokter, pemberian vitamin untuk individu yang menderita keluhan sakit pada saat menstruasi dan diminum sesuai dosis yang dianjurka n, serta menjaga kebersihan vagina untuk meminimalkan masuknya kuman yang dapat menimbulkan penyakit pada saluran reproduksi (Proverawati & Misaroh, 2009).


(49)

B. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka teori

(Proverawati & Misaroh, 2009., Al-Mighwar, 2006)

C. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep

Tingkat pengetahuan dapat mempengaruhi kecemasan remaja dalam menghadapi menarche. Apabila remaja memiliki pengetahuan yang baik, maka kecemasan yang dialami termasuk ke dalam tingkat kecemasan ringan. Jika tingkat pengetahuan yang dimiliki seorang remaja cukup, maka tingkat kecemasan yang dialami akan cukup, sedangkan apabila tingkat

Pubertas 1. Menarche

2. Ciri seks sekunder - Pertumbuhan

payudara - Pertumbuhan

rambut daerah pubis dan aksila - Distribusi lemak

Kecemasan 1. Kurangnya

pengetahuan 2. Kurangnya

dukungan keluarga, teman sebaya atau lingkungan

3. Ketidakmampuan menyesuaikan diri

Pengetahuan Kecemasan

Berat

Sedang


(50)

pengetahuan yang dimiliki masuk kategori kurang maka kecemasan yang dialami berada dalam tingkat kecemasan berat.

D. Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan remaja menghadapi menarhe di SD Negeri 3 Bantul.

Ho : Tidak ada hubngan antara pengetahuan dengan kecemasan remaja menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelit ia n non-eksperimental. Metode yang digunakan adalah deskriptif korelasiona l dengan rancangan penelitian cross-sectional. Cross sectional merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara pengetahua n tentang menarche dan menstruasi terhadap kecemasan remaja menghadap i menarche dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2010).

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subyek yang memenuhi kriteria untuk diteliti (Nursalam, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswi SD Negeri 3 Bantul.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan ditelit i (Hidayat 2007). Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan cara memilih sampel diantara populasi yang dikehendaki peneliti (Nursalam 2010). Maka peneliti mengambil siswi yang duduk di kelas IV-VI SD Negeri 3 Bantul yang belum mengala mi menstruasi. Adapun kriteria dalam penelitian ini adalah :


(52)

1) Siswi SD Negeri 3 Bantul tahun ajaran 2014-2015 kelas IV - VI yang berusia 9-13 tahun.

2) Siswi yang bersedia bekerjasama dalam penelitian ini dengan melengkapi informed consent yaitu dengan mengisi kuisio ner yang dibagikan untuk menjadi responden.

3) Siswi yang belum mengalami menstruasi. b) Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1) Siswi yang tidak hadir saat dilakukan penelitian.

2) Siswi yang mengundurkan diri saat penelitian berlangsung.

Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihit ung dengan menggunakan rumus sampel dari Arikunto (2006) :

= % ��

= % �

= .

= �� Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi


(53)

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Maret-April 2016 di SD Negeri 3 Bantul.

D. Variabel Penelitian dan Hubungan Antar Variabel 1. Variabel bebas

Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang menarche.

2. Variabel terikat

Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah kecemasan dalam menghadapi menarche.

3. Hubungan antar variabel

E. Definisi Operasional

1. Pengetahuan adalah kemampuan siswi untuk mengetahui dan memahami tentang menarche, seperti pengertian menarche, siklus menstruasi, reaksi yang ditimbulkan dan hal-hal yang harus dilakukan ketika menstruasi pada siswi kelas IV – VI SD Negeri 3 Bantul yang berusia 9-13 tahun. Data diperoleh dengan menggunakan kuisioner yang berisi tentang informasi mengenai menarche dan menstruasi. Skala

Variable bebas : Pengetahuan tentang menarche

Variable terikat : Kecemasan dalam menghadapi menarche


(54)

pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal yang dikategorika n sebagai berikut :

a) Kategori Baik jika nilainya ≥ 50 - 100%.

b) Kategori Cukup jika nilainya ≥ 24 - 49%.

c) Kategori Kurangjika nilainya ≤ 23%.

2. Kecemasan yang disampaikan siswi kelas IV – VI SD Negeri 3 Bantul yang berusia 9-13 tahun tentang perasaan takut, bingung dan khawatir menjelang pertama kali menstruasi. Data diperoleh dengan menggunakan kuisioner yang berisi tentang kecemasan ketika menarche dan menstruasi. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal yang memiliki rentang nilai sebagai berikut :

a) Kecemasan Ringan jika nilainya ≥ 50 – 100%.

b) Kecemasan Sedang jika nilainya ≥ 21 - 49%.

c) Kecemasan Berat jika nilainya ≤ 20%.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari 3 kuisioner yaitu :

1. Kuisioner bagian pertama berisi identitas responden yang meliput i nama, umur, kelas, alamat, belum atau sudah menstruasi dan sumber informasi yang diperoleh tentang menarche.

2. Kuisioner bagian kedua digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan tentang menarche. Skala pengukuran tingkat pengetahua n


(55)

ini dimodifikasi oleh peneliti dari peneliti sebelumnya yaitu Anggar ini (2013) dan mengacu kepada teori yang telah ada. Pertanyaan kuisioner pengetahuan tentang menarche dan menstruasi ini terdiri dari 7 item pertanyaan yang dibuat dan dikembangkan oleh peneliti.

Penilaian untuk kuisioner tingkat pengetahuan tentang menarche dan menstruasi menggunakan Skala Guttman, dimana responden menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapatkan skor 1, sedangkan jika salah akan mendapatkan skor 0. Pengukuran variabel tingkat pengetahuan ini diukur dengan menggunakan skala ordinal untuk mengetahui nilai presentase yang diperoleh yaitu baik, cukup dan kurang. Kemudian hasilnya dimasukkan kedalam kategori kuantitat if menjadi :

Baik = ≥ 50 - 100% Cukup = ≥ 24 - 49%. Kurang = ≤ 23%.

3. Kuisioner bagian ketiga untuk mengukur tingkat kecemasan dalam menghadapi menarche. Kuisioner yang terdiri dari 11 item pertanyaan dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada teori yang sudah ada. Penilaian untuk kuisioner tingkat kecemasan tentang menarche dan menstruasi menggunakan Skala Guttman, dimana responden menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapatkan skor 1, sedangkan jika salah akan mendapatkan skor 0.


(56)

Kecemasan ringan : ≥ 50- 100%. Kecemasan sedang : ≥ 21% - 49%. Kecemasan berat : ≤ 20%.

G. Cara Pengumpulan Data

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan izin etik di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terlebih dahulu, dan surat izin penelitian dari universitas, kemudian mengajukan surat izin penelitian ke SD Negeri 3 Bantul.

Peneliti mengumpulkan sampel penelitian dengan menyebarkan kuisioner penelitian di SD Negeri 3 Bantul sesuai dengan kriteria inklus i, kemudian data yang telah diperoleh dikategorikan dan dianalisis sehingga diperoleh hasil akhir dari data tersebut.pengumpulan data dalam penelit ia n ini adalah menggunakan metode angket dan kuisioner. Data yang diperoleh dengan menggunakan kuisioner merupakan data primer, dimana lembar kuisioner diisi sendiri oleh responden.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum kuisioner dibagikan kepada responden, kuisioner ini diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu agar instrument yang digunakan benar-benar telah memenuhi syarat sebagai alat pengukur data (Notoadmojo, 2010).


(57)

1. Uji validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Sebuah instrume nt dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Uji validitas dilakukan dengan metode Pearson Product Moment Corellation yang dikatakan valid jika

r hitung> r tabel dengan nilai ≥ 0,6dengan tingkat kepercayaan 95% dan

tingkat kesalahan 5%. (Hidayat, 2007). Hasil uji validitas menunjukka n bahwa untuk kuisioner pengetahuan tentang menarche dan menstruas i berisi 10 pertanyaan didapatkan 3 soal tidak valid karena memiliki r hitung lebih besar dari r tabel dengan taraf signifikansi 0,649 (≥ 0,6) yaitu soal nomor 3,7 dan 10. Sedangkan untuk pertanyaan kecemasan didapatkan 9 pertanyaan tidak valid dari 20 pertanyaan. Soal yang tidak valid selanjutnya dibuang dan tidak dipergunakan sebagai instrume nt pengumpulan data, sehingga jumlah kuisioner pengetahuan menarche dan menstruasi serta kecemasan berjumlah 18 pertanyaan.

2. Uji reliabilitas

Reabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpula n data kerena instrumen tersebut sudah cukup baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Uji realibitas dilakukan dengan menggunakan rumus


(58)

Alpha Cronbach, instrumen dikatakan reliabel jika nilai alpha ˃ 0,6 (Notoadmojo, 2010). Rumus Alpha Cronbach yaitu :

ri= �

�−1 {

��2 ��2 }

Hasil uji reabilitas dengan Alpha Cronbach didapatkan semua kuesioner berjumlah 18 soal reliabel. Nilai Alpha Cronbach pada kuesioner pengetahuan terhadap kecemasan adalah 0,864 (>0,6).

I. Pengolahan Data dan Metode Analisis data 1. Pengolahan data

Setelah semua data terkumpul melalui tahap pengumpulan data, maka langkah selanjutnya data akan dianalisis dalam beberapa langkah, yaitu:

a) Editing

Dilakukan dengan memeriksa kembali data-data yang diperoleh, kelengkapan dari data kuesioner yang diberikan kepada responden. Dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul, memeriksa data, menghindari hitunga n atau perhitungan yang salah, memeriksa jawaban dan pada tahap ini tidak dilakukan pergantian atau penafsiran jawaban.

b) Coding

Tahap ini dilakukan dengan cara memberi kode (numeric/angka) di setiap data yang telah diklarifikasi dengan tujuan untuk memudahkan dalam pengolahan dan analisis data.


(59)

Mulai dari usia 9-13 tahun diberi kode berdasarkan rasio. Kelas IV diberi kode 1, kelas V diberi kode 2 dan kelas VI diberi kode 3. Sumber informasi diberi kode 1 untuk media elektronik, kode 2 untuk media cetak, kode 3 untuk keluarga, kode 4 untuk lingkungan, dan kode 5 untuk tidak ada atau belum tahu.

c) Tabulating

Data yang sudah diubah menjadi kode-kode selanjutnya disusun dan dikelompokan ke dalam tabel-tabel sesuai dengan sifat-sifat dimiliki.

d) Data Entry

Memasukan data yang berupa kode-kode ke dalam program komputer atau software komputer.

e) Penyajian

Hasil pengolahan data akan disajikan dalam bentuk tabel berupa presentase.

2. Analisis data

Data yang telah terkumpul pada penelitian ini, kemudian diolah dan dianalisis dengan program komputer/software komputer.

a) Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median dan


(60)

standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Deskripsi data hasil penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi yang dihitung dengan rumus:

� =�x100%

Keterangan : P : Prosentase X : Jumlah Kasus N : Jumlah Individu

Penelitian ini menggunakan analisis univariat untuk mengetahui pengetahuan tentang menarche. Hasil ditampilka n dalam bentuk nilai distribusi dan frekuensi menggunaka n aplikasiMicrosoft Excel.

b) Analisis bivariat

Apabila telah dilakukan analisis univariat yang menunjukkan hasil dalam bentuk tabel karakteristik atau distribusi setiap variabel dapat dilanjutkan analisis bivariat. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Dalam korelasi Spearman Rank sumber data untuk kedua variabel yang akan dikonversikan dapat berasal dari sumber yang tidak sama, jenis data yang dikorelasikan adalah data ordinal, serta data dari kedua variabel tidak harus membentuk


(61)

distribusi normal. Spearman-Rank dianalisis dengan menggunakan program SPSS. Kemudian hasil dikatakan signifikan apabila nilai probabilitas < 0,05 (Sugiyono, 2011). J. Etika Penelitian

Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan ijin dari pihak SD Negeri 3 Bantul. Etika penelitian dalam penelitian ini saat pengambilan data dilakukan dengan cara:

1. Informed Consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (Hidayat, 2007). Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan supaya responden dapat mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pada responden yang menolak, peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak dan keputusan responden. Responden yang setuju diminta untuk menandatan ga ni lembar persetujuan.

2. Anonymity (tanpa nama)

Peneliti memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode (Hidayat, 2007).


(62)

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan. Selama penelitian, data yang diperoleh dari responden hanya diketahui penelisti dan responden(Hida yat, 2007).


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

1. Deskriptif Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 3 Bantul. SD Negeri 3 Bantul berlokasi di gang Gerilya, Dukuh, Bejen, Bantul. Jumlah siswa SD Negeri 3 Bantul pada tahun ajaran 2016 sebanyak 384 orang yang terdiri dari 191 siswi perempuan dan 193 siswa laki-lak i. Sekolah ini memiliki luas tanah ± 3000m2 ,15 ruang kelas, 1 perpustakaan, 1 Unit Kesehatan Sekolah dan 4 tempat sanitasi, serta sekolah sudah dilengkapi dengan akses internet. SD Negeri 3 Bantul ini memiliki banyak prestasi dan penghargaan yang telah dicapai, baik ditingkat kabupaten maupun nasional. Sekolah ini berbatasan dengan gang Gerilya dibagian utara, bagian timur berbatasan dengan persawahan daerah Dukuh, bagian selatan berbatasan dengan lapangan sepak bola daerah Dukuh dan bagian barat berbatasan dengan area pemakaman daerah Dukuh.


(64)

2. Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Responden Di Sekolah Dasar Negeri 3 Bantul

Usia Jumlah (n) Persentase (%)

10 tahun 25 52,08

11 tahun 17 35,41

12 tahun 6 12,5

Jumlah 48 100

Tabel.1 menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden berumur 10 tahun(52,08%). Responden yang paling banyak adalah siswi yang berusia 10 tahun sebanyak 25 anak, responden yang berusia 11 tahun sebanyak 18 anak (35,41%) dan responden paling sedikit berumur 12 tahun yaitu sebanyak 6 anak (12,5%).


(65)

3. Analisis Univariat

Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan tentang menarche dan menstruasi siswi SD Negeri 3 Bantul

Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 24 50

Cukup 13 27.08

Kurang 11 22.91

Jumlah 48 100

Berdasarkan Berdasarkan hasil yang didapatkan diketahui bahwa sebagian besar siswi SD Negeri 3 Bantul memiliki pengetahua n baik tentang menarche dan menstruasi sebanyak 24 anak (50%). Sedangkan siswi yang berpengetahuan cukup sebanyak 13 anak (27,08%) dan siswi berpengetahuan kurang sebanyak 11 anak (22.91%).


(66)

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat kecemasan dalam menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul.

Tingkat kecemasan Frekuensi Persentase

Ringan 25 52.08%

Sedang 21 43.75%

Berat 2 4.16%

Jumlah 48 100

Dari Tabel.3 dapat dilihat bahwa tingkat kecemasan paling banyak yang dialami oleh siswi SD Negeri 3 Bantul adalah dalam tingkat kecemasan ringan sebanyak 25 anak (52.08%), siswi yang mengalami tingkat kecemasan sedang sebanyak 21 anak (43,75%) dan yang mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 2 anak (4,16%).


(67)

4. Analisis Bivariat

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan siswi SD Negeri 3 Bantul dalam menghadapi menarche (n=48)

Kecemasan menghadapi menarche Tingkat

pengetahuan

Ringan n %

Sedang n %

Berat n %

Total n

P value

Baik 24 100 0 0 0 0 24 0,000

Cukup 1 7,69 12 92,3 0 0 13

Kurang 0 0 9 81,8 2 18,18

11

Total 25 21 2 48

Tabel.4 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analis is hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan menghadapi menarche pada siswi SD Negeri 3 Bantul ditemuka n responden yang berpengetahuan baik mengalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 24 anak (100%). Responden berpengetahuan cukup sebagian besar mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 12 anak (92,3%) dan hanya 1 anak (7,69%) yang memiliki kategori kecemasan ringan.


(68)

Responden yangberpengetahuan kurang sebagian besar mengalami kecemasan sedang sebanyak 9 anak (81,81%) dan hanya sedikit yang menunjukkan kecemasan beratsebanyak 2 anak (18,18%).Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Spearman Rank menunjukkan bahwa nilai probabilitas yang diperoleh sebesar 0,000 (P<0,05). Sehingga dapat dikatakan Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu ada hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan remaja menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul.

B. Pembahasan

1. Karakteristik responden

Hasil Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik umur siswi SD negeri 3 Bantul yang menjadi responden penelitian sebagian besar berumur 10 tahun yaitu sebanyak 25 siswi (52,08%). Umur remaja yang mengalami menarche di Indonesia bervariasi antara 10 hingga 16 tahun dan rata-rata menarche terjadi pada usia 12 tahun 5 bulan (Munda et al., 2013). Responden pada penelitian ini masuk dalam kategori remaja usia menarche.Pada usia ini menurut teori yang dikemukakan oleh Piaget (1952) maka remaja ini masuk usia perkembangan kognitif (7-11tahun) dimana anak sudah mengembangkan pikiran logisnya dan perkembangan kognitif mencapai puncaknya pada umur 11-18 tahun dimana anak sudah dapat menggunakan pengetahuan secara efisien. Pikiran logis yaitu pola pikir dimana suatu peristiwa pasti ada sebabnya. Sedangkan menggunaka n


(69)

pengetahuan secara efisien atau tepat yaitu pengetahuan digunaka n dengan tepat, cermat dan sesuai dengan rencana atau tujuannya.

2. Tingkat pengetahuan

Berdasarkan hasil data distribusi frekuensi pengetahuan tentang menarche menunjukkan bahwa setengah dari responden memilik i tingkat pengetahuan yang baik mengenai menarche dan menstruasi yaitu sebanyak 24 anak (50%). Hasil ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang sebelumnya sudah diketahui. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu terdiri dari faktor interna l dan eksternal. Faktor internal terdiri dari umur, tingkatan pendididkan, dan pengalaman. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sumber informasi, yang dapat didapatkan melalui pendidikan baik secara formal, non-formal, dan informal.

Sudah masuknya pengetahuan siswi SD Negeri 3 Bantul pada kategori baik dapat dikarenakan salah satu dari faktor tersebut yaitu faktor eksternal. Pertama siswi mendapat informasi mengenai menarche dan menstruasi melalui pendidikan formal yaitu pemberian penjelasan materi secara singkat dari guru di sekolah mengenai sistem reproduksi, kemudian pengetahuan didapatkan dari pendidikan non-formal seperti kursus, les, pendidikan ketrampilan dan kepanduan (keputrian), meskipun ini tidak diberikan kepada siswi di sekolah secara intens if. Selanjutnya yaitu dari pendidikan informal, seperti pendidikan dari ibu dan saudara terdekat yang sudah mengalami menstruasi.


(70)

Semakin banyak informasi yang didapat oleh seseorang maka akan semakin baik pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2010). Hal ini sejalan dengan Leilina (2010) yang berpendapat bahwa semakin baik pengetahuan seseorang, maka semakin siap seseorang menghadap i menarche. Lebih lanjut, peningkatan pengetahuan tentang menstruas i dari masa kecil dapat meningkatkan penerapan kebiasaan tentang menstruasi dan berkemungkinan mengurangi penderitaan wanita saat menstruasi (Tarhane dan Kasulkar, 2015).

3. Tingkat kecemasan

Hasil data dari tingkat kecemasan menghadapi menarche menunjukkan bahwa lebih dari setengah remaja di SD Negeri 3 Bantul mengalami kecemasan di tingkat yang ringan, yaitu sebanyak 25 anak (52.08%). Kecemasan yang dialami oleh remaja perempuan dalam menghadapi menarche ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain pengetahuan, pemahaman dan informasi serta adanya perubahan-perubahan yang terjadi ketika remaja menghadapi masa menarche (Solihah, 2013).

Selain faktor pengetahuan, sebagian remaja putri mengala m i kegelisahan, adanya rasa takut, kerisauan dan kecemasan ketika menghadapi menarche karena adanya perubahan fisik pada tubuh mereka. Misalnya bertambah besarnya buah dada, tumbuhnya rambut disekitar kemaluan dan ketiak serta mulai berfungsinya organ reproduksi (Aryati dalam Solihah, 2013). Hal ini juga dapat terlihat pada


(1)

Faktor internal terdiri dari umur, tingkatan pendididkan, dan pengalaman. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sumber informasi, yang dapat didapatkan melalui pendidikan baik secara formal, non-formal, dan informal.

Misalnya siswi mendapat informasi mengenai menarche dan menstruasi melalui pendidikan formal yaitu pemberian penjelasan materi secara singkat dari guru di sekolah mengenai sistem reproduksi Semakin banyak informasi yang didapat oleh seseorang maka akan semakin baik pengetahuan seseorang6. Hal ini sejalan dengan Leilina (2010) yang berpendapat bahwa semakin baik pengetahuan seseorang, maka semakin siap seseorang menghadapi menarche.

Kemudian hasil data dari tingkat kecemasan menghadapi

menarche menunjukkan bahwa lebih dari setengah remaja di SD Negeri 3 Bantul mengalami kecemasan di tingkat yang ringan, yaitu sebanyak 25 anak (52.08%). Kecemasan yang dialami oleh remaja perempuan dalam menghadapi menarche ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain pengetahuan, pemahaman dan informasi serta adanya perubahan-perubahan yang terjadi ketika remaja menghadapi masa menarche8.

Selain faktor pengetahuan, sebagian remaja putri mengalami kegelisahan, adanya rasa takut, kerisauan dan kecemasan ketika menghadapi menarche karena adanya perubahan fisik pada tubuh mereka. Misalnya bertambah besarnya buah dada, tumbuhnya rambut disekitar kemaluan dan


(2)

ketiak serta mulai berfungsinya organ reproduksi9.

Meskipun tingkat kecemasan pada penelitian ini masuk dalam kategori ringan akan tetapi hal ini merupakan suatu masalah karena dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap pandangan remaja terhadap menstruasi sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan, karena pada banyak peristiwa, menstruasi pertama itu dihayati oleh anak gadis sebagai satu pengalaman yang traumatis10. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam tentang bagaimana cara menghadapi menarche.

Selanjutnya mencari hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan menghadapi menarche. Hasil penelitian hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan remaja menghadapi menarche di SD

Negeri 3 Bantul menunjukkan bahwa remaja yang memiliki kecemasan ringan yaitu sebanyak 24 remaja puteri. Analisis Spearman Rank menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kecemasan menghadapai menarche dengan nilai probabilitas 0,000 (P<0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kecemasan remaja menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh Puryanti (2012) bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang menstruasi dengan kecemasan menghadapi menarche pada remaja muslimah di Surabaya. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pakistan oleh


(3)

Marie Stops International (2006) 63% anak perempuan yang tidak menerima informasi apapun mengenai menarche memicu terjadinya kecemasan dan ketakutan pada saat mengalami menarche.

Pengetahuan merupakan bentuk dari tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai

dorongan psikis dalam

menumbuhkan diri maupun dorongan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan seseorang6.

Pengetahuan mengenai reproduksi memberitahukan apa yang dialami oleh seorang perempuan yang sedang dalam masa puber adalah normal. Adanya perasaan bingung saat pertama kali mengalami menstruasi disebabkan

oleh remaja putri tersebut kurang pengetahuan tentang menstruasi.

Ketidaktahuan anak tentang menstruasi dapat mengakibatkan anak sulit untuk menerima menarche11. Dengan kata lain,

adanya pemahaman yang mendalam tentang proses menstruasi maka anak akan siap menerima dan mengalami menstruasi pertama (menarche) sebagai proses yang normal12. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan tentang menarche dan menstruasi mempunyai peranan penting dalam mengatasi kecemasan yang timbul saat mengalami menarche dan dibutuhkan pengetahuan mengenai menstruasi dan menarche lebih mendalam agar remaja tidak mengalami kecemasan pada saat menarche.


(4)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis mengenai hubungan pengetahuan dengan kecemasan remaja menghadapi menarche di SD Negeri 3 Bantul dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Setengah dari responden di SD Negeri 3 Bantul memiliki tingkat pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak 24 remaja puteri (50% 2. Sebagian besar remaja puteri di

SD Negeri 3 Bantul mengalami tingkat kecemasan ringan, yaitu sebanyak 25 remaja puteri (52,8%)

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kecemasan menghadapi menarchepada remaja di SD Negeri 3 Bantul dengan nilai probabilitas 0,000 (P<0,05)

SARAN 1. Bagi siswi

Siswi diharapkan lebih tenang dan siap dalam menghadapi menarche sebagai proses yang normal dan siswi hendaknya dapat mencari informasi tentang menstruasi secara mandiri.

2. Bagi pihak sekolah

Diharapkan segenap guru dan tenaga pendidik di SD Negeri 3 Bantul memberikan informasi yang mendalam mengenai kesiapan menghadapi menarche dalam bentuk bimbingan konseling atau keputrian dan juga dapat menyediakan buku-buku mengenai informasi menarche, menstruasi dan sikap dalam menghadapinya.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggali lebih dalam


(5)

mengenai pengetahuan tentang menarche dan menstruasi dengan memberi pertanyaan yang lebih spesifik dan tidak hanya menggunakan open question.

DAFTAR PUSTAKA

9Aryati, D. (2008). Usiamenarche pada siswi SD dan SLTP di kota Bandung. dalam Solihah,I.E., Cakrawala Galuh : Bandung

11Budiati, Sevi., Apriastuti, Dwi Anita. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Dengan Kesiapan Anak Menghadapi Masa Pubertas. Akademi Kebidanan

Estu Utomo

Boyolali.http://journal.akbideu b.acid/index.php/jkeb/article/vi ew/58/5 (Diakses pada tanggal 21 Agustus 2016).

12Fajri, Ayu., Khairani, Maya. 2010. Hubungan Antara Komunikasi Ibu-Anak Dengan Kesiapan Menghadapi Menstruasi Pertama (Menarche) Pada Siswi Smp Muhammadiyah

Banda Aceh.

http://ejournal.undip.ac.id/inde x.php/psikologi/article/downlo ad/2885/2568 (Diakses pada tanggal 19 Agustus 2016). 5Hidayat, A.A.A., 2007. Metode

Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data Edisi Jakarta: Salemba Medika.

10Kartono, K., 2007. Psikologi Perkembangan Anak, Bandung: Mandar Maju.

Leliana. 2010. Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Terhadap Kesiapan Dalam Menghadapi Menarche di SD

AL-Azhar Medan.

http://repository.usu.ac.id/hand le/123456789/19364. (Diakses pada tanggal 20 Agustus 2016.)

Marie Stopes International. (2006). Adolescence in Pakistan: Sex, marriage and reproductive health. Retrieved from http://www.mariestopes.org.uk /pdf/Adolescence-in-Pakistan-int.pdf (diakses pada tanggal 19 Agutus 2016)

7Munda, S.S., Wagey, W.F., & Wantania J. 2013. Hubungan Antara Imt Dengan Usia Menarche Pada Siswi Sd Dan

Smp Di Kota

Manado.http://ejournal.unsrat. ac.id/index.php/eclinic/article/ viewFile/3289/2832. (Diakses pada tanggal 20 Agustus 2016).

2Nancy, P., 2004. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Jakarta: CV. Sagung Seto.

6Notoatmodjo. (2010). Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi, edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

1Primursanti, R., 2013. Perilaku Remaja Awal Dalam Hal Perubahan Psikologis Pada Masa Pubertas Di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyah Medan Tahun 2013.


(6)

4Said, U., 2004. Interaksi Hormonal dan Kualitas Kehidupan pada Wanita.

World Health Organization. (2007). Adolescent health and

development (AHD)

unitdepartment of family and community health. Diakses

dari http:/

www.searo.who.int/LinkFiles/f act_Sheets-Nepa-AHD-07.pdf pada tanggal 19 Agustus 2016


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Terhadap Kesiapan Dalam Menghadapi Menarche di SD AL-Azhar Medan.

49 220 78

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PREMENSTRUAL SYNDROME DENGAN KECEMASAN REMAJA PUTRI SAAT MENGHADAPI PREMENSTRUAL SYNDROME DI SMP NEGERI 1 KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

1 6 239

HUBUNGAN DUKUNGAN ORANG TUA DENGAN KESIAPAN ANAK REMAJA PUTRI MENGHADAPI MENARCHE DI SD Hubungan Dukungan Orang Tua dengan Kesiapan Anak Remaja Putri Menghadapi Menarche di SD Negeri Dukuh 01 Mojolaban Sukoharjo.

1 6 14

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KESIAPAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI DI SD NEGERI 2 MANJUNG BOYOLALI.

0 0 14

Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Menstruasi Dengan Kecemasan Menghadapi Menarche Pada Remaja Muslimah - Ubaya Repository

0 0 2

HUBUNGAN DUKUNGAN IBU DENGAN KECEMASAN REMAJA DALAM MENGHADAPI MENARCHE DI SD NEGERI LOMANIS 01 KECAMATAN CILACAP TENGAH KABUPATEN CILACAP

0 0 12

HUBUNGAN PERAN IBU SEBAGAI PENDIDIK REMAJA DENGAN KESIAPAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI USIA 10 - 12 TAHUN DI SD NEGERI 3 SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA

0 0 20

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECEMASAN REMAJA PUTRI USIA PUBERTAS DALAM MENGHADAPI MENARCHE DI SMP MUHAMMADIYAH 5 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kecemasan Remaja Putri Usia Pubertas dalam Menghadapi Menarche di SMP Mu

0 0 13

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MENARCHE DENGAN TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS V DAN VI DI SDN I KRETEK BANTUL TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MENARCHE DENGAN TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI MEN

0 0 8

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS V SD MUHAMMADIYAH WIROBRAJAN 3 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS V SD M

0 0 12