PERBANDINGAN PENDIDIKAN MORAL ANAK USIA DINI MENURUT NASHIH ULWAN DAN KOHLBERG (TINJAUAN PSIKOLOGIS DAN METODOLOGIS)

(1)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan investasi terpenting dalam rangka memersiapkan sumber daya manusia (SDM) dimasa yang akan datang tentunya melalui proses penidikan yang dimulai sejak usia dini sehingga sumber daya manusia yang diharapkan akan berkualitas. Usia dini merupakan usia yang sangat penting, karena dalam masa ini merupakan masa keemasan (golden age), pada masa ini merupakan masa kritis perkembangan anak. Jika dalam masa ini anak kurang mendapat pelayanan pendidikan, kasih sayang, kesehatan dan lainnya dikhawatirkan anak tidak akan tumbuh dan berkembang secara optimal.

Pentingnya pendidikan anak sejak usia dini juga didasarkan pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah salah satu upaya pembinaan yang ditujukan untuk anak sejak lahir sampai dengan 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut (Pasal 1 butir 14). Berdasarkan hal-hal tersebut maka jelaslah bahwa pendidikan sejak usia dini sanggatlah penting.


(2)

Selain pentingnya pendidikan dimulai sejak dini, anak dalam masa usia dini perlu sekali tentang penanaman nilai moral dimaksudkan agar pada tahap perkembangan selanjutnya anak akan mampu membedakan mana yang baik dan buruk, benar dan salah sehingga dia bisa menerapkan dalam kehidupan sehari- hari dan akan berpengaruh pula dalam kehidupan dimasyarakat.

Menurut Nasikh Ulwan pendidikan agama/ iman merupakan faktor tepenting serta berpengaruh terhadap pendidikan moral anak. Pendidikan iman merupakan faktor yang dapat meluruskan tabiat yang menyimpang dan memperbaiki jiwa kemanusiaannya, tanpa pendidikan keimanan maka perbaikan, ketentraman dan moral tidak akan tercipta.1 Oleh karena itu

pendidikan keagamaan sebagai pondasi dasar yang harus ditanamkan kepada anak mulai usia dini agar terbentuk moral dan karakter anak sesuai dengan aturan atau syariat agama.

Anak diibaratkan selembar kertas putih yang masih polos. Apa yang pertama kali dituliskan, maka itulah yang akan membentuk karakter dirinya. Apabila seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu yang kurang baik dan kemudian telah menjadi kebiasaannya, maka sulit untuk meluruskannya.

Sebuah pepatah bijak menyatakan bahwa “barang siapa membiasakan sesuatu

semenjak kecil maka dia akan terbiasa dengannya hingga dewasa.”2 Dari peribahasa tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penanaman moral yang

1Nasikh Ulwan, Abdullah. 2007.Pendidikan Anak dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Imani) hlm. 170 2Syarifuddin, Ahmad. 2004.Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al Qur’an,(Jakarta: Gema


(3)

diajarkan sejak anak usia dini maka perkembangannya akan melekat sampai dia tumbuh dewasa.

Sangat pentingnya faktor pendidikan bagi anak sehingga Allah SWT berfirman sebagaimana dikutip oleh Syarifuddin:

Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….” (QS. At Tahrim, 66: 6).

Menurut sahabat Ali bin Abu Thalib r.a ayat tersebut mengandung maksud :

“Ajari dan didiklah anak-anakmu pendidikan yang baik”. Sedangkan menurut

Hasan al-Bashri r.a.: “Suruhlah mereka taat kepada Allah dan didiklah

mereka ajaran kebaikan”. Dan menurut Abdullah bin Umar r.a.: “Didiklah

anak-anakmu pendidikan yang baik karena hal itu tanggung jawabmu, sementara kelak (jika dewasa) anak-anakmu bertanggung jawab untuk

berbuat baik dan patuh kepadamu”.3

Berdasarkan QS. At Tahrim, 66: 6, sudah sangat jelas sekali bahwa Allah SWT memerintahkan kepada hambaNya yang beriman untuk mengajarkan pendidikan yang baik kepada anak- anaknya, karena pendidikan yang baik merupakan tanggungjawab orang tua, sehingga yang diharapkan mereka akan tumbuh berkembang dengan baik, serta mempunyai nilai-nilai keimanan yang lurus sebagai bekal kehidupan yang akan datang, dan kelak dewasa mereka akan berbuat baik dan patuh kepada orang tua.

Menurut Syarifudin (2004), Fungsi utama pendidikan sejak dini adalah untuk melestarikan fitrah anak, yaitu fitrah kebenaran, fitrah tauhid, fitrah berperilaku positif, dan sebagainya. Pendidikan sejak dini juga berfungsi agar

3Syarifuddin, Ahmad. 2004.Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al Qur’an. (Jakarta: Gema Insani) hlm. 60


(4)

kehanifan anak yaitu kelurusannya dalam meniti kebenaran tetap terjaga.4 Menurut pendapat tersebut di atas sudah menjadi kewajiban dan tanggungjawab semua orang tua untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan anaknya sejak dini dengan cara yang baik dan benar agar anak menjadi manusia yang terjaga fitrahnya, yaitu bertauhid, berakhlak mulia, dan menjadi manusia yang cerdas, berkualitas, berguna bagi keluarga, masyarakat serta bangsa.

Menurut Desmita mengungkapkan bahwa perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh individu dalam interaksinya dengan orang lain. Menurutnya anak-anak pada saat dilahirkan tidak memiliki moral (imoral), tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Melalui pengalamannnya ketika berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami mengenai perilaku mana yang baik yang boleh dilakukan, dan tingkah laku mana yang buruk yang tidak boleh dilakukan.5 Oleh karenanya dalam penanaman moral kepada anak usia dini diperlukan sikap hati-hati karena pada masa ini anak sedang dalam tahap perkembangan baik jasmani maupun rohani. Ketika anak merasa kurangnya pendidikan moral maka yang terjadi kehidupan yang akan datang moral mereka akan rusak.

Pada akhir-akhir ini berbagai perilaku negatif sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari pada anak-anak. Melalui beberapa media elektronik

4Syarifuddin, Ahmad. 2004.Mendidik ...hlm. 60

5Novan Ardy Wiyani. 2014.Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. (Yogyakarta: Gava Media)


(5)

atau surat kabar sering dijumpai kasus anak usia dini yang berbicara kurang sopan, perilaku kekerasan fisik maupun seksual, senang meniru adegan kekerasan juga meniru perilaku orang dewasa yang belum semestinya dilakukan oleh anak-anak bahkan kasus bully sudah terjadi pada anak usia dini, seperti yang peneliti kutip dari Liputan6.com bahwa bullying atau tindakan menyakiti orang lain demi kepentingan diri sendiri sudah lama dikenal di Indonesia. Biasanya korbannya anak kecil oleh orang dewasa. Namun, siapa sangka bahwa ini telah ada bahkan di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).6 Berdasarkan hal tersebut pentingnya penanaman nilai-nilai moral pada anak mulai dari usia dini, serta pentingnya orang tua untuk memperhatikan pendidikan anak dengan baik.

Selain kasus bullying yang sudah merambah di dunia anak usia dini, kasus pelanggaran hak terhadap anak semakin meningkat. Menurut Samsul Ridwan selaku sekretaris jendral Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA) bahwa pengaduan pelanggaran hak anak terus meningkat berdasarkan data yang dihimpun pusat data dan informasi (Pusdatin) Komnas anak, dalam kurun waktu 2010 sampai dengan 2015, dimana 62% kekerasan terhadap anak terjadi dilingkungan terdekat dan lingkungan sekolah, selebihnya 38% diruang publik.7

Kondisi- kondisi tersebut di atas menjadi keprihatinan kita bahwa seharusnya masa anak usia dini merupakan dunia yang seharusnya diwarnai dengan kesenangan untuk mengembangkan diri, yang sebagian besar 6

http://health.liputan6.com/read/2027629/rupanya-kasus-bully-sudah-ada-sejak-di-pendidikan-usia-dini di akses tanggal 20 Oktober 2016


(6)

waktunya diisi dengan belajar melalui berbagai macam permainan yang sesuai dengan tumbuh kembang anak.

Berangkat dari permasalahan tersebut penulis merasa penting melakukan penelitian tentang moral, dalam hal ini penulis ambil dari dua tokoh yang berpengaruh di dunia Barat maupun Islam yakni Kohlberg dan Nasikh Ulwan. Kedua tokoh tersebut telah banyak memberikan sumbangsih yaitu Nasikh Ulwan merupakan tokoh dalam dunia pendidikan Islam yang karyanya banyak menjadi rujukan oleh para pendidik terbukti dengan banyaknya penerbit yang telah menerjemahkan buku beliau dalam berbagai cetakan dan terjemahan. Sedangkan tokoh dari Barat Kohlberg merupakan tokoh yang karyanya menjadi dasar dalam teori moral. Oleh karena itu tokoh tersebut sudah tidak asing lagi dikalangan para peneliti, sudah ada penelitian yang meneliti tentang moral menurut Kohlberg dan pendidikan moral menurut Nasikh Ulwan tetapi belum ada yang secara detail membandingkan antara keduanya. Dari hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk membandingkan pemikiran tentang moral kedua tokoh tersebut

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti mengajukan rumusan masalah :

1. Apa konsep pendidikan moral Anak Usia Dini menurut Nasikh Ulwan dan Kohlberg ?

2. Apa perbedaan asumsi dasar yang digunakan oleh Nasikh Ulwan dan Kohlberg dalam teori perkembangan moral anak ?


(7)

3. Sejauhmana relevansi dari konsep Nasikh Ulwan dan Kohlberg dalam Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Mengetahui konsep pendidikan moral Anak Usia Dini menurut Nasikh Ulwan dan Kohlberg.

2. Mengkaji perbedaan asumsi dasar yang digunakan oleh Nasikh Ulwan dan Kohlberg dalam teori perkembangan moral anak.

3. Mengidentifikasi sejauhmana relevansi dari konsep Nasikh Ulwan dan Kohlberg dalam Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis :

Memberikan sumbangan keilmuan dalam bidang psikologi pendidikan tentang pendidikan moral anak Usia Dini khususnya menurut Nasikh Ulwan dan Kohlberg.

2. Praktis :

Memberikan sumbangan pemikiran bagi :

a) Lembaga Formal (PAUD) : menambah khasanah keilmuan bagi para pendidik tentang pandangan teori moral antara Kohlberg dan Nasikh Ulwan serta memberikan gambaran tentang bagaimana relevansinya untuk anak usia dini sesuai dengan perkembangan mereka.


(8)

b) Orang tua : Sebagai tolak ukur dalam mendidik moral Anak Usia Dini sehingga diharapkan tidak salah dalam pemberian pendidikan sesuai dengan tahapan perkembangan anak.

c) Direktorat PAUD (PTK-PNF) : Sebagai masukan untuk lebih menambah keilmuan tentang Pendidikan Anak Usia Dini serta lebih selektif dalam pemberian ijin kepada lembaga pengelolaan Pendidikan Anak Usia Dini agar lebih kompetitif dalam penyelenggaraan pendidikannya supaya lebih bermutu.


(9)

9

TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian pendidikan moral anak usia dini dapat diidentifikasi beberapa penelitian yang relevan, yang merupakan tinjauan pustaka yaitu sebagai berikut.

Penelitian yang dilakukan oleh Anidi, Tesis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2013 dengan judul Pendidikan Anak Berbasis Kasih Sayang (Analisis Aspek Psikologis Pendidikan Anak dalam Buku Terjemahan Tarbiyatul Al-Aulad Fil Islam Karya Abdullah Nashih Ulwan). Penelitian ini fokus pada pendidikan anak dengan basis kasih sayang, yang ditinjau dari aspek psikologi, yaitu dengan menjauhkan anak dari perasaan takut, perasaan rendah diri, dan perasaan marah, dengan menganalisis buku karya Abdullah Nashih Ulwan yang berjudul Tarbiyatul Aulad Fil Islam (Pendidikan Anak dalam Islam).

Penelitian yang dilakukan oleh Elga Yanuardianto, S.Pd.I, Tesis Universitas Islam Negeri Yogyakarta tahun 2015 dengan judul Pendidikan Karakter Anak (Studi Komparasi Pemikiran Thomas Licona dan Abdullah Nasikh Ulwan). Penelitian ini fokus pada pendidikan karakter anak menurut Thomas Licona dan Abdullah Nasikh Ulwan. Tujuan pendidikan karakter menurut Nasikh Ulwan adalah tidak hanya memperbaiki moral manusia namun juga sebagai bentuk pengabdian manusia kepada Allah, maka dari itu Abdullah Nasikh Ulwan menekankan iman dan agama tidak bisa dipisahkan


(10)

dengan pendidikan moral atau pendidikan karakter. Sedangkan konsep Thomas Licona menekankan pada kerjasama sekolah dan keluarga dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan karakter, karena tanpa adanya kerjasama yang selaras tidak akan menghasilkan sesuatu yang maksimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Irpan Saefurrahman, sebuah Skripsi IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2001 tentang Pendidikan Anak dalam Perspektif Abdullah Nashih Ulwan (Telaah Kitab Tarbiyatul Al-Aulad Fil Islam). Adapun fokus dari hasil penelitian ini adalah penelaahan terhadap pemikiran Abdullah Nashih Ulwan tentang pendidikan Islam ditinjau dari perkembangan psikis anak. Berdasarkan penelitian tersebut terungkap bahwa Abdullah Nashih Ulwan memfokuskan tujuan pendidikan tidak hanya mementingkan aspek kecerdasan saja, tetapi lebih pada dimensi kualitas manusia secara utuh dengan pendekatan pada sisi keshalehan anak didik. Materi pendidikan anak yang mendasar dan universal untuk diajarkan antara lain pendidikan moral, pendidikan intelektual, pendidikan psikis, dan pendidikan sosial. Metode pendidikan anak yang mampu dan efektif untuk diterapkan dalam pendidikan anak diantaranya adalah metode keteladanan, pendidikan dengan adat kebiasaan, pemberian nasehat, metode perhatian (pengawasan), serta metode pemberian hukuman.

Penelitian yang dilakukan oleh Eka Nirmalasari sebuah Skripsi Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2014 tentang Pola Asuh Orang Tua dalam Membentuk Kecerdasan Emosional Anak (Kajian Kitab Tarbiyah Al-Aulad fil Al Islam Karya Abdullah Nashih Ulwan).


(11)

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara kritis, bagaimana pola asuh orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional anak, dalam buku karangan Abdullah Nashih Ulwan yang berjudul “Tarbiyatul

Aulad Fil Islam”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) konsep pola asuh orang tua tercermin dari cara orang tua berkomunikasi dan bersosialisasi dengan anak, menerapkan berbagai aturan, disiplin, pemberian ganjaran, dan hukuman, juga cara orang tua menerapkan kekuasaan dan perhatian terhadap keinginan anak, (2) materi tentang kecerdasan emosional anak menurut Abdullah Nashih Ulwan meliputi dua ranah yaitu pendidikan moral dan sosial. Tujuan dari pendidikan moral dan sosial ini adalah agar seorang anak tampil di masyarakat sebagai generasi yang mampu berinteraksi sosial dengan baik, beradab, seimbang, berakal yang matang, berakhlak dan berperilaku yang bijaksana. Seorang anak yang mempunyai kecerdasan emosional maka ia akan mempunyai jiwa sosial yang tinggi, akhlak dan perilaku yang mulia, beradab dan bermoral sesuai dengan aturan masyarakat, dan bijaksana dalam setiap tindakan dan pemikirannya, (3) adapun metode pendidikan dalam membentuk kecerdasan emosional bagi anak yang ditawarkan Abdullah Nashih Ulwan dalam kitabnya tersebut antara lain, mendidik dengan keteladanan, adat kebiasaan, nasehat, pemberian perhatian, dan pemberian hukuman. Berbagai metode pendidikan yang ditawarkan Abdullah Nashih Ulwan tersebut masih relevan jika diterapkan dalam pendidikan Islam sesuai dengan konteks materi yang akan disampaikan.


(12)

Penelitian yang dilakukan oleh Yuni Irawati mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri tahun 2013 dalam Skripsinya yang berjudul“Metode Pendidikan Karakter Islami Terhadap Anak Menurut Abdullah Nasikh Ulwan dan

Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Nasional “. Dalam Skripsinya tersebut dijelaskan bahwa metode yang relevan dengan tujuan pendidikan nasional ada dua hal yakni metode yang mengantarkan pada Pendidikan Spiritual dan Pendidikan Intelektual, Pendidikan Moral, dan Pendidikan Sosial.

Dari berbagai tinjauan pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan dimana dalam hal ini peneliti fokus dengan dua tokoh yang sudah tidak asing dengan pendidikan moral yakni dari tokoh Islam yaitu Nasikh Ulwan dan dari Barat yaitu Kohlberg. Dari kedua tokoh tersebut peneliti akan membandingan pemikiran keduanya serta relevansinya terhadap pendidikan di Indonesia.

B. Landasan Teori 1. Pendidikan Moral

Secara bahasa moral berasal dari bahasa latin yaitu kata “mores”

yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat.1Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia, moral berarti ajaran baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak dan kewajiban.2

1Budianingsih. 2004.Pembelajaran Moral. (Jakarta: PT. Rineka Cipta ) hlm. 24 2Alfandi.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. (Solo: Sendang Ilmu ) hlm.


(13)

Secara Etimologinya kata “moral” sama dengan “etika”, jika

dilihat dari sudut pandang pengertian “moral”, bahwa kata tersebut bisa

dipakai sebagai nomina (kata benda) atau sebagai adjektiva (kata sifat).

Jika kata “moral” dipakai sebagai kata sifat artinya sama dengan kata “etis” dan jika dipakai sebagai kata benda mempunyai pengertian sama dengan “etika”, dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa moral diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.3

Menurut Zuriah berpendapat bahwa moral adalah sesuatu yang restrictive, artinya bukan sekedar sesuatu yang deskriptif tentang sesuatu yang baik, melainkan juga sesuatu yang mengarahkan kelakuan dan pikiran seseorang untuk berbuat baik. Moralitas menuntut keseluruhan dari hidup seseorang karena ia melaksanakan apa yang baik dan menolak apa yang batil.4

Menurut Nasikh Ulwan dalam bukuTarbiyatul Aulad Fil Islamjuz 1, hal 156 yaitu5:

3Bertens.K. 2013.Etika. (Yogyakarta: Kanisius) hlm. 6

4Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan:

Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara Konstektual Dan Futuristik. (Jakarta: PT. Bumi Aksara) hlm. 12


(14)

“Pendidikan moral adalah serangkaian prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga ia menjadi seorang mukalaf, yakni siap mengarungi lautan kehidupan”.

Pengertian pendidikan moral menurut Nasikh Ulwan mengatakan bahwa pendidikan moral merupakan serangkaian dari prinsip dasar moral, sikap serta watak yang harus dimiliki oleh manusia dan dijadikan kebiasaan oleh anak dari mulai usia dini sampai mereka tumbuh dewasa.

Berbeda dengan yang diungkapkan Nasikh Ulwan, tokoh dari Barat yakni Kohlberg, mengungkapkan bahwa:

“moralityhas generally been definedas conscience, as a set of cultural

rules of social action which have been internalized by the individual”.6

Menurut Kohlberg moralitas secara umum telah didefinisikan sebagai hati nurani, sebagai seperangkat aturan budaya dan sosial yang telah diinternaliasi oleh individu, atau sebagai norma yang menetapkan

6L. Hoffman Martin. Lois Wladis Hoffman. 1964. Review of Child Development Research. (New

York) p. 383.


(15)

perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat, bahkan sebelum kita dituntut untuk bertindak. Kohlberg memperkenalkan teori moral, dimana moral seseorang anak itu berasal dari proses sosialisasi, pendidikan, adat dan kebudayaan. Faktor tersebut yang mempengaruhi kepada perkembangan intelek dan kognitifnya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas tentang pengertian moral, sehingga dapat disimpulkan bahwa moral adalah suatu perilaku atau tindakan manusia yang sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai, norma atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat, sehingga penanaman nilai moral ini harus ditanamkan betul kepada anak dari usia dini sehingga diharapkan akan menuntun mereka menjadi pribadi yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Mengingat pentingnya moral, pendidikan atau pembelajaran moral pada anak usia dini hendaknya tidak hanya berlangsung dalam kegiatan formal (sekolah) saja tetapi juga dalam lingkungan seperti keluarga, dengan kelompok teman, dan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan komunikasi dan kerjasama antara orang tua dan guru, serta konsistensi dalam memberikan pendidikan moral anak sehingga dapat membentuk karakter anak yang sesuai dengan nilai dan norma-norma atau peraturan yang berlaku.

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN, pendidikan moral di Indonesia bisa dirumuskan sebagai berikut:


(16)

“ Pendidikan moral adalah suatu program (sekolah dan luar sekolah)

yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber- sumber moral dan disajikan dengan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan. Menurut para ahli pendidikan moral, tujuanpendidikan moral akan mengarahkan seseorang menjadi bermoral, yang terpenting adalah bagaimana agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup

bermasyarakat”7

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, pendidikan moral di Indonesia dimaksudkan agar manusia menjadi bermoral, dan bukan pendidikan tentang moral yang akan mengutamakan penalaran moral (moral reasoning) dan pertumbuhan intelegensi sehingga seseorang bisa melakukan pilihan dan penilaian moral yang paling tepat. Di Indonesia pendidikan moral lebih tertuju bagaimana dapat menanamkan nilai- nilai moral dan membentuk sikap moral seseorang.

Tahapan moral menurut Kohlberg ada enam tahapan moral. Adapun untuk tingkat anak usia dini terdapat dalam tahapan yang pertama yang dinamakan dengan tahap prakonvensional. Kohlberg mengatakan sebelum usia sembilan tahun, kebanyakan anak-anak berpikir tentang dilema moral dengan cara yang prakonvensional. Kohlberg menjelaskan tahap perkembangan moral pada tingkat prakonvensional terdiri dari dua tahapan yaitu :

a. Hukuman –pengindraan dan kepatuhan (punishment-avoidance and obedience)

7Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan:

Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara Konstektual Dan Futuristik. (Jakarta: PT Bumi aksara) hlm. 22


(17)

Tahap hukuman- pengindraan dan kepatuhan merupakan tahap penalaran moral dimana orang akan membuat keputusan berdasarkan apa yang terbaik bagi mereka, tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau perasaan orang lain. Perilaku yang salah adalah perilaku yang akan mendapat hukuman.

b. Saling memberi dan menerima

Mereka mungkin mencoba memuaskan kebutuhan orang lain apabila kebutuhan mereka sendiripun akan terpenuhi melalui perbuatan

tersebut misalnya “bila kamu mau memijat punggungku, akupun akan memijat punggungmu”. Mereka masih mendefinisikan yang

benar dan yang salah berdasarkan konsekuensinya bagi diri mereka sendiri.8

Berdasarkan tahap perkembangan moral di atas, dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pada tahapan pertama yaitu Hukuman – Pengindraan dan kepatuhan (punishment-avoidance and obedience), pada tahap ini anak berada pada tahap penalaran moral dimana ia akan membuat keputusan berdasarkan yang terbaik bagi diri mereka sendiri tanpa memikirkan kebutuhan dan kepentingan orang lain. Sehingga pada tahap ini terlihat jelas sifat egois yang masih melekat dalam diri anak. Mereka menganggap orang yang dianggap salah adalah orang yang patut mendapat hukuman.

Pada tahap ke dua yaitu saling memberi dan menerima, pada tahap ini anak sudah mulai memahami kebutuhan orang lain akan tetapi apabila kebutuhan mereka juga terpenuhi. Dengan kata lain mereka akan memberi jika mereka juga mendapatkan atau menerima yang mereka dapatkan pula. Misalnya mereka akan membantu orang lain jika orang lain mau membantunya pula.

8Santrock, John w. 2002.Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. (Jakarta: Erlangga)


(18)

Selain tahapan perkembangan moral, Kohlberg dalam penelitiannya juga memusatkan prinsip perkembangan moral seseorang berdasarkan prinsip keadilan bukan pada agama dan institusi agama. Seperti dikutip oleh Bertens (2013) dalam bukunya Etika bahwa:

“Penelitian Kohlberg memandang bahwa agama dan pendidikan keagamaan tidak memainkan peranan khusus apa pun dalam proses perkembangan moral. Pada umumnya hasil studi Kohlberg memperlihatkan bahwa perbedaan dalam keanggotaan religious dan kehadiran dalam ibadat tidak berhubungan dengan proses perkembangan moral”.9

Pemikiran Kohlberg seperti sedikit sekali memandang peran agama dan institusi agama dalam pengaruhnya pada prinsip moral seseorang bahkan perkembangan moral sekalipun, bahkan dia mengklaim bahwasanya agama dalam hal ini tidak berpengaruh. Menurut Kohlberg bahwasanya prinsip keadilan merupakan komponen pokok dalam proses perkembangan moral yang kemudian diterapkan dalam proses pendidikan moral.

Berbeda sekali dengan yang dipaparkan ilmuan muslim seperti Nasikh Ulwan. Menurut Nasikh Ulwan dalam bukunya Tarbiyah Al-Aulad fi al-Islammenyatakan bahwa :


(19)

“ Oleh karena itulah maka wajib bagi semua orang tua dan

pendidik, terutama para ibu dengan cara khusus: menanamkan di dalam diri anak tentang akidah keimanan dan ketakwaan, keutamaan persaudaraan dan kecintaan, nilai- nilai kasih sayang, mengutamakan orang lain dan kelembutan, jiwa pantang menyerah, keberanian demi kebenaran, dan dasar- dasar kejiwaan yang mulia lainnya. Tatkala anak sudah dewasa dan mencapai usia yang telah siap mengarungi samudra kehidupan, mereka dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab tanpa mewakilkan, ragu- ragu dan kelemahan. Selanjutnya, mereka dapat menjalankan setiap kebiasaan dengan orang lain tanpa mengesampingkan hak dan

meremehkan kewajiban”.10

Berdasarkan pendapat Nasikh Ulwan di atas dapat disimpulkn bahwa setiap pendidikan dan pembentukan moral yang tidak ditegakkan di atas dasar - dasar kejiwaan yang ditetapkan oleh Islam akan mengalami kegagalan, sehingga dalam hal ini agama merupakan faktor yang terpenting serta berpengaruh terhadap perkembangan moral anak. Pendidikan iman merupakan faktor yang dapat meluruskan tabiat yang menyimpang dan memperbaiki jiwa kemanusiaan. Tanpa pendidikan iman, maka perbaikan, ketentraman dan moral tidak akan tercipta.


(20)

Sependapat dengan Nasikh Ulwan, menurut Athiyah Al- Abrasyi mengatakan bahwa tujuan dari pendidikan moral adalah untuk menjadikan orang- orang yang baik akhlaknya, keras kemauannya, sopan dalam bicara, perbuatan mulia dan tingkah laku dan bersikap bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas dan suci.11 Sehingga tujuan tersebut tidak akan tercapai jika faktor terpenting dalam pendidikan moral yaitu agama diabaikan, atau dengan kata lain melalui keimanan yang lurus maka tujuan pendidikan moral yaitu menjadikan orang- orang yang baik akhlaknya maka akan terwujud.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral merupakan serangkaian prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak dari sejak usia dini untuk menghindarkan mereka dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama.

2. Pendidikan Anak Usia Dini a. Pengertian

Pendidikan Anak Usia Dini berasal dari kata pendidikan dan phrase anak usia dini. Pengertian masing-masing, baik pendidikan maupun anak usia dini dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Pendidikan

Secara etimologi pendidikan (paedagogie) berasal dari

bahasa Yunani “Dais” artinya anak dan “Again” artinya

11 Abdullah, Abdurrahman. 2002. Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam. (Yogyakarta: UI


(21)

membimbing, sehingga biasa diartikan dengan bimbingan yang diberikan kepada anak.12 Sedangkan menurut J.J. Rousseau,

sebagaimana dikutip Hasbullah13 “pendidikan memberikan kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa,” dan menurut

Ahmad D. Marimba, “pendidikan adalah bimbingan atau

pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian

yang utama.”

Menurut Muchtar pendidikan diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mendewasakan manusia, atau dengan kata lain pendidikan adalah suatu upaya untuk “memanusiakan”

manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan

berkembang secara wajar dan “sempurna” sehingga ia dapat

melaksanakan tugas sebagai manusia. Pendidikan dapat mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak baik menjadi baik atau dengan kata lain pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagai mana mestinya.14

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik, 12Ahmadi, Abu. 2001.Ilmu Pendidikan.(Jakarta: PT. Rineka Cipta) hlm. 68

13Hasbullah. 1999.Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) hlm. 2 14Muchtar, Heri Jauhari. 2005.Fikih Pendidikan.(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya) hlm. 1-4


(22)

membimbing, membina, mengarahkan manusia agar mampu tumbuh dan berkembang secara wajar sehingga menjadi manusia yang memiliki potensi dan kemampuan sebagaimana mestinya.

2) Anak Usia Dini

Pengertian anak usia dini menurut pasal 1 ayat 14 UU No 20 tahun 2003 adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsanngan pendidikan yang membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.15

Maka dari pengertian kata pendidikan dan phrase anak usia dini dapat diambil pengertian bahwa pendidikan anak usia dini adalah upaya membina, mendidik, membimbing anak sejak lahir hingga usia enam tahun menggunakan metode yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak agar memiliki kemampuan dan potensi yang semestinya.

Pengertian lebih lengkap oleh para ahli tentang pendidikan anak usia dini yang adalah sebagai berikut :

15 https://www.linkedin.com/pulse/makna-dan-implikasi-uu-sisdiknas-20-thn-2003-terhadap-fsopiah-zenal di akses pada tanggal 22 Oktober 2016


(23)

1) Menurut Hariwijaya

Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.16

2) Menurut Mansur

Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan nonfisik, dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual) motorik, akal pikir, emosional dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Upaya yang dilakukan mencakup stimulasi intelektual, pemeliharaan kesehatan, pemberian nutrisi, dan penyediaan kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi dan belajar secara aktif.17

3) Menurut Haasan

Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, non formal dan informal. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakkan dasar kea rah pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kecerdasan, daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, berbahasa atau komunikasi, dan sosial.18

Definisi konseptual Pendidikan Anak Usia Dini menurut Hariwijaya, merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada

anak-16Hariwijaya. 2009. PAUD Melejitkan Potensi Anak dengan Pendidikan Sejak Dini. Yogyakarta:

Mahadhika Publishing, hlm 7

17Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Pustaka Pelajar, hlm 88-89

18Hasan, M. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). (Yogyakarta: Diva Press)

http://www.bukukita.com/Anak-Anak/Pendidikan-Anak/73403-PAUD-%28Pendidikan-Anak-Usia-Dini%29.html diakses tanggal 12 September 2016


(24)

anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Perkembangan jasmani dan rohani tersebut dapat meliputi aspek perkembangan moral dan nilai agama, fisik, bahasa, kognitif, sosial dan emosional serta seni.

Menurut Mansur, sependapat dengan apa yang disampaikan Hariwijaya bahwa Pendidikan Anak Usia Dini mencakup perkembangan fisik dan non fisik dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani, motorik, akal pikir, emosional dan sosial. Kemudian menurut Hasan, menambahkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini merupakan jenjang pendidikan yang menitik beratkan pada aspek pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, bahasa, komunikasi dan sosial. Pendidikan Anak Usia Dini ini merupakan jenjang pendidikan yang diselenggarakan sebelum anak memasuki jenjang pendidikan dasar. Sehingga pada usia dini merupakan masa terpenting bagi pendidik atau orang tua dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.

Definisi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menurut para Ahli di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kesamaan diantaranya Pendidikan Anak Usia dini merupakan proses pembinaan tumbuh kembang anak dari sejak lahir sampai usia 6 (enam) tahun. Sehingga


(25)

dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan proses tumbuh kembang anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun, yang mencakup perkembangan fisik dan non fisik antara lain meliputi perkembangan jasmani dan rohani kecerdasan, daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, berbahasa atau komunikasi dan sosial yang tepat agar anak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal melalui pemberian stimulus berupa intelektual, pemeliharaan kesehatan, pemberian nutrisi yang cukup, penyediaan kesempatan untuk mengeksplorasi dan belajar secara aktif.

b. Aspek- Aspek Perkembangan Anak Usia Dini

Untuk dapat memahami anak usia dini dan memberikan pelayanan secara optimal perlu secara khusus memahami berbagai karakteristik perkembangannnya. Karakteristik setiap aspek perkembangan anak usia dini menurut Mulyasa dalam bukunya Manajemen PAUD yaitu sebagai berikut:

Tabel. 1

Karakteristik Aspek Perkembangan Anak Usia Dini19 Aspek

Perkembangan

Kompetensi

Dasar Indikator

Moral dan nilai agama

Anak mampu

berlaku hidup terpuji

- Mengucapkan tolong jika meminta orang lain untuk menolongnya.

- Menghargai teman dan tidak


(26)

memaksakan kehendak

- Membantu pekerjaan ringan orang dewasa

- Tuhan mempunyai sifat Maha Pengasih dan sebagainya

Fisik Anak mampu

mengkondisikan motorik kasar dan halus dengan baik

- Berjalan dengan berbagai variasi maju, mundur dan lain sebagainya

Bahasa Anak mampu

membedakan suara huruf dan perintah

- Membedakan berbagai jenis suara

- Menjawab dengan kalimat lengkap

Kognitif Anak mampu

membedakan rasa, bau dan dapat mengenal bentuk

- Membedakan penyebab rasa,

- Menyebutkan persegi panjang

Sosial dan emosional

Anak mampu

tanggap dengan dirinya dan lebih mengenal

lingkungan

- Tidak mengganggu teman dengan sengaja

- Sabar menunggu giliran dam sebagainya

Seni Anak mampu

mengikuti irama musik dam dapat menggambar sederhana

- Menggerakan tubuh mengikuti irama


(27)

Berdasarkan tabel di atas dapat dijabarkan sebagai berikut20:

1) Perkembangan Fisik dan Motorik

Perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik, sesuai dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang. Gerakan- gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan dan minatnya, serta cenderung menunjukkan gerakan- gerakan motorik yang cukup gesit dan lincah, bahkan sering kelebihan gerak atau over activity. Oleh karena itu, usia dini merupakan masa kritis bagi perkembangan motorik, dan masa yang paling tepat untuk mengajarkan berbagai keterampilan motorik seperti menulis, menggambar, melukis, berenang dan lain sebagainya.

Perkembangan fisik Anak Usia Dini dapat dilihat dari anak yang mampu mengkondisikan motorik kasar dan halus dengan baik. Adapun contohnya yaitu, belajar berjalan dengan mealakukan berbagai variasi gerakan misalnya maju dan mundur dan lain sebagainya.

Fungsi utama dari bidang perkembangan fisik adalah terkait kemampuan anak untuk bergerak dan mengendalikan bagian tubuhnya. Pandangan psikolog juga memperlihatkan bahwa faktor lingkungan yaitu pengalaman, memainkan peranan yang sangat penting dalam timbulnya ketrampilan motorik yang baru.


(28)

2) Perkembangan Kognitif

Kognitif sering di sinonimkan dengan intelelektual karena prosesnya banyak berhubungan dengan berbagai konsep yang telah dimiliki anak dan berkenaan dengan kemampuan berfikirnya dalam memecahkan suatu masalah. Faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar, karena sebagian besar aktivitas belajar selalu berhubungan dengan mengingat dan berfikir.

Para ahli psikologi perkembangan mengakui bahwa pertumbuhan anak itu berlangsung secara terus menerus dan mengikuti suatu tahapan perkembangan. Menurut Piaget melukiskan urutan perkembangan kognitif ke dalam empat tahap yang berbeda secara kualitatif, yaitu tahap sensori motorik (lahir- 2 tahun); pada tahap ini panca indera dan aktifitas motorik dipergunakan anak untuk mengenal lingkungan dan objek- objek yang ada, tahap praoperasional (2 tahun- 7 tahun); tahap ini terlihat jelas kemampuan menggunakan simbol terutama dalam bahasa, anak pada tahapan ini sudah dapat berfikir tentang suatu tanpa harus ada benda yang dihadapannya, tahap operasi konkrit (7 tahun- 11 tahun); tahap ini anak bisa melaksanakan tiga sampai empat perintah sekaligus dalam satu kali instruksi, berfikir sistematis terhadap hal-hal atau objek-objek yang konkrit, dan tahap operasi formal (11 tahun- 16 tahun). Setiap tahapan tersebut urutannya tidak berubah- ubah sehingga


(29)

setiap anak akan melalui keempat tahapan tersebut dengan urutan yang sama.

3) Perkembangan Bahasa

Dalam perkembangan bahasa anak mampu mengembangkan pemikiran melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara seperti bertanya, berdialog, dan bernyanyi. Sejak usia dua tahun anak menunjukkan minat untuk menyebut nama benda, serta terus berkembang sejalan dengan bertambahnya usia mereka sehingga mampu berkomunikasi dengan lingkungan yang lebih luas dan dapat menggunakan bahasa dengan ungkapan yang lebih kaya.

4) Perkembangaan Emosi

Perkembangan emosi anak usia dini berlangsuh lebih terperinci, menyangkut seluruh aspek perkembangan, dan mereka cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas.

Pekembangan emosi setiap anak memiliki pola yang sama sekalipun dalam variasi yang berbeda, variasi tersebut meliputi, frekuensi, intensitas, dan jangka waktu dari berbagai macam emosi, serta usia pemunculannya yang disebabkan oleh beberapa kondisi yang mempengaruhi perkembangan emosi.


(30)

5) Perkembangan Moral

Teori perkembangan moral dalam psikologi umum yaitu menurut Kohlberg terdapat tiga tingkatan dan terdiri dari enam tahap, sehingga pada masing-masing tingkat terdapat dua tahap. Pada masa anak usia dini atau masa prasekolah perkembangan moral menurut Kohlberg berada pada tingkat pertama yaitu penalaran prakonvensional.

Penalaran prakonvensional merupakan tingkat paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral. Penalaran nilai moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata lain aturan dikontrol oleh orang lain (eksternal), sehingga tingkah laku yang baik akan mendapatkan hadiah dan sebaliknya, tingkah laku yang buruk akan mendapatkan hukuman.

Penalaran prakonvensional menurut Kohlberg terdiri dari dua tahapan yaitu:

a). Tahap I, Orientasi hukuman dan ketaatan

Pada tahap ini, penalaran moral didasarkan atas hukuman dan ketaatan.Anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Anak menganggap perbuatannya baik apabila dia memperoleh ganjaran atau tidak mendapatkan hukuman, oleh karenanya tingkah laku anak diarahkan untuk mendapatkan


(31)

ganjaran tersebut dan menghindarkan larangan- larangan yang akan memberinya hukuman.

Pada tahap ini pula pikiran anak masih bersifat egosentris yaitu anak tidak dapat memahami atau mempertimbangkan pandangan-pandangan orang lain yang berbeda dengan pandangannya.

b). Tahap II, Individualisme dan tujuan

Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri.21Anak menganggap yang benar apabila kedua belah pihak mendapat perlakuan yang sama, yaitu yang memberikan kebutuhan-kebutuhan sendiri dan orang lain.

Tahap ini juga disebut tujuan instrumental oleh karena itu tindakan itu dianggap benar jika secara instrumental dapat menyenangkan, memuaskan diri sendiri dan orang lain. Tahap ini berbeda dengan tahapan yang pertama (orientasi patuh dan takut hukuman), dalam hal timbulnya pandangan timbal balik antara dirinya dengan orang lain, karena tahap orientasi patuh dan takut hukuman hanya mampu melihat dari perspektif dan kepentingan dirinya sendiri. Perbedaan lainnya adalah anak pada tahap ini di dalam menentukan apakah sesuatu itu baik atau tidak baik, tidak

21Mansur, Herawati dan Temu Budiarti. 2014. Psikologi Ibu dan anak untuk kebidanan (Jakarta: Salemba Merdika) hlm. 70


(32)

sepenuhnya tergantung pada pihak otoritas (kekuatan eksternal), tetapi peran dirinya sendiri mulai terlihat.

Pada masa prakonvensional, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara, dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi itulah anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak boleh. Sehingga peranan orang tua dan pendidik sangatlah penting untuk menanamkan perilaku mulia dan kedisiplinan pada anak, dan tentunya penanaman kedisiplinan tersebut tidak ada unsur doktrin, maksudnya adalah pembiasaan disiplin harus diiringi penjelasan tentang alasannya dan sebaiknya menggunakan tutur bahasa yang santun dan lembut.

c. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini

Secara umum, menurut Asmani dalam bukunya “Manajemen Strategi Pendidikan Anak Usia Dini” menjelaskan bahwa tujuan pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan hidup supaya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sedangkan secara spesifik, ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini, yaitu tujuan utama dan tujuan penyerta. Tujuan utamanya adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar


(33)

dan dalam mengarungi kehidupan di masa dewasa, dan tujuan penyertanya adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.22

Kesimpulannya, tujuan pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan berbagai potensi dalam diri anak secara optimal sebagai persiapan anak dalam memasuki pendidikan dasar maupun pendidikan lanjut dan dalam menghadapi kehidupan pada saat dewasa. d. Satuan Pendidikan Anak Usia Dini

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pada bagian tujuh pasal 28 ayat 2 sebagaimana dikutip Hariwijaya, Pendidikan Anak Usia Dini dapat dibedakan menjadi :23

1) Pendidikan Formal, yaitu TK (Taman Kanak-Kanak) adalah program pendidikan bagi anak usia 4 tahun sampai 6 tahun;

2) Pendidikan Non Formal, diantaranya :

a) Kelompok Bermain, yaitu suatu wadah untuk mengembangkan kreativitas anak dalam batas usia tertentu dalam suatu kegiatan yang mengasyikkan. Kelompok Bermain menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun.

22Asmani, Jamal Ma’mur. 2009.Manajemen Strategi Pendidikan Anak Usia Dini. (Yogyakarta:

DIVA Press) hlm. 55-56

23Hariwijaya. 2009.PAUD Melejitkan Potensi Anak dengan Pendidikan Sejak Dini. (Yogyakarta: Mahadhika Publishing) hlm. 17-19


(34)

b) Taman Pendidikan Anak, yaitu satuan PAUD yang menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, pengasuhan anak, dan pendidikan anak sejak lahir sampai berusia 6 tahun. c) Taman Balita, yaitu suatu kelompok bermain yang

menyelenggarakan kegiatan-kegiatan menyenangkan untuk mengembangkan kreativitas anak dengan batas usia bayi dibawah lima tahun.

d) Satuan PAUD Sejenis, yaitu suatu program layanan pendidikan yang dipadukan dengan BKB (Bina Keluarga dan Balita) dan Posyandu, yang hanya dilakukan 1-2 kali/minggu yang ditujukan bagi anak usia 2-4 tahun.

e) Taman Pendidikan Anak Shaleh (TAPAS), yaitu taman pendidikan untuk anak-anak yang beragama Islam, yang didalamnya anak dibekali dengan segala kegiatan yang berhubungan dengan rutinitas agama Islam.

f) Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ), yaitu lembaga nonformal

yang menyelenggarakan pendidikan membaca dan menulis

al-Qur’an bagi anak-anak dalam rangka menyiapkan generasi

Qur’ani.24

3) Pendidikan Informal (pendidikan dalam keluarga dan lingkungan). Dari berbagai macam satuan pendidikan anak usia dini di atas, pendidikan informal, yaitu pendidikan keluarga dan lingkungan adalah


(35)

yang memiliki pengaruh besar bagi perkembangan potensi anak sebab waktu yang paling banyak bagi anak adalah di dalam keluarga maupun lingkungan.

e. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini

Landasan yang digunakan dalam penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) meliputi :

1) Landasan Yuridis

Landasan yuridis pendidikan anak usia dini terkait apa yang tersirat dalam amandemen UUD 1945 pasal 28 b ayat 2 bahwa negara menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan serta perlindungan setiap anak dari kekerasan dan diskriminasi. Dan juga dalam UU No. 23 tahun 2002 pasal 9 ayat 1 tentang Perlindungan Anak bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan dirinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.25

Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bagian ketujuh pasal 28 yang terdiri dari 6 ayat, dijelaskan bahwa semua pendidikan anak usia dini, apapun bentuknya, dimanapun diselenggarakan dan siapapun yang

25Asmani, Jamal Ma’mur. 2009.Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini. (Yogyakarta :


(36)

menyelenggarakan merupakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).26

2) Landasan Empiris

Menurut Mansur jika dilihat dari segi pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan di Indonesia baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah menunjukkan masih sangat rendahnya anak usia dini yang mendapatkan pelayanan

pendidikan prasekolah. Menurutnya “pada tahun 2002 dari sekitar

26.172.763 anak usia 0-6 tahun di Indonesia yang mendapatkan layanan pendidikan dari berbagai program PAUD yang ada baru sekitar 7.343.240 anak atau sekitar 28%.” Rendahnya anak yang

mengikuti pendidikan anak usia dini mengakibatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia rendah.

Selain kualitas sumber daya manusia Indonesia yang masih rendah, menurut Mansur kualitas pendidikan Indonesia di segala bidang dan tingkat juga rendah. Hal tersebut berdasarkan hasil studi yang dilaksanakan oleh Internasional Educational Achievement (IEA) diketahui bahwa kualitas siswa Sekolah Dasar (SD) di Indonesia di urutan 38 dari 39 negara. Kualitas pendidikan yang rendah tersebut dikarenakan rendahnya kualitas calon siswa sebagai raw input, dimana selama ini perhatian terhadap pendidikan anak usia dini masih sangat minim.27

26Mansur. 2009.Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) hlm. 94 27Mansur. 2009.Pendidikan………. hlm. 96


(37)

3) Landasan Keilmuan

Landasan keilmuan pendidikan anak usia dini berdasarkan beberapa penemuan para ahli tentang pentingnya pendidikan anak usia dini terhadap tumbuh kembang anak. Sebagaimana yang dikutip oleh Asmani bahwa “menurut Wittrock ada tiga wilayah perkembangan otak yang semakin meningkat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit, kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah otak tersebut sangat penting untuk pengembangan kapasitas berpikir manusia.” Sejalan dengan itu,

menurut Teyler pada saat lahir, otak manusia berisi sekitar 100 milyar hingga 200 milyar sel saraf dan setiap sel saraf siap berkembang sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat stimulasi yang sesuai dari lingkungan.28

Menurut Jean Pigeat bahwa :

Anak belajar melalui interaksi dengan lingkungannya.Anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat. Tetapi, yang terpenting, agar anak dapat memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, dan menemukannya sendiri.29

Sementara Lev Vigotsky meyakini bahwa :

pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika ia dapat melakukan sesuatu atas

28Asmani, Jamal Ma’mur. 2009.Manajemen Strategi Pendidikan Anak Usia Dini. (Yogyakarta: DIVA Press) hlm. 69


(38)

lingkungannya. Dengan demikian, perkembangan kemampuan berpikir manusia sangat berkaitan dengan struktur otak, dimana struktur otak itu sendiri dipengaruhi oleh stimulasi, kesehatan, dan gizi yang diberikan oleh lingkungan sehingga peran pendidikan yang sesuai bagi anak usia dini sangat diperlukan.30

Berdasarkan uraian penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang terpenting bagi perkembangan proses berfikir anak, serta dari interaksi dengan lingkungan tersebut merupakan proses belajar anak sehingga terbentuk aktivitas mental yang akan menjadi pengalaman bermakna bagi anak. Tugas pendidik maupun orang tua harus mampu menuntun anak dengan menyediakan kebutuhan- kebutuhan yang tepat dan yang terpenting anak- anak memahami sesuatu dengan membangun pengertian itu sendiri dan menemukannya sendiri. 4) Landasan Filososfi dan Religi

Pendidikan dasar anak usia dini pada dasarnya pada nilai-nilai filosofis dan religi yang dipegang oleh lingkungan yang berada disekitar anak dan agama yang dianutnya. Pendidikan agama menekankan pada pemahaman tentang agama serta bagaimana agama diamalkan dan diaplikasikan dalam tindakan serta perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman nilai-nilai agama tersebut disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak serta keunikan yang dimiliki oleh setiap anak. Merupakan dasar atau pondasi awal bagi


(39)

pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Dibutuhkan situasi kondisi yang kondusif pada saat memberikan stimulasi dan upaya-upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak yang berbeda satu dengan yang lainnya (individual differences)

Ontologis, anak sebagai makhluk individu yang mempunyai aspek biologis, psikologis, sosiologis, dan antropologis. Epistomologis, pembelajaran anak pada anak usia dini haruslah menggunakan konsep belajar sambil bermain (learning by playing), belajar sambil berbuat (learning by doing), belajar melalui stimulasi (learning by stimulating). Aksiologis, isi kurikulum haruslah benar dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka optimalisasi seluruh potensi anak.31

Beberapa landasan di atas sudah cukup memberi pengertian bahwa pendidikan anak usia dini penting dan sangat perlu untuk dilaksanakan dan diselenggarakan terutama di dalam setiap keluarga maupun lingkungan, apapun bentuknya demi meningkatkan kualitas pendidikan yang masih rendah di Indonesia.

f. Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

Dalam melaksanakan pendidikan anak usia dini perlu menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1) Berorientasi pada kebutuhan anak, maksudnya kegiatan belajar yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan


(40)

potensi anak sebagai individu.32 Perkembangan potensi tersebut baik fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio- emosional.

2) Belajar melalui bermain, maksudnya anak diajak untuk bereksplorasi (mencari), menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya melalui permainan.33 Belajar sambil bermain tersebut diharapkan dapat

menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga anak tidak merasa bosan dan jenuh terhadap materi pebelajaran.

3) Lingkungan yang kondusif, yaitu menciptakan lingkungan anak yang menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang mendukung kegiatan belajar melalui bermain.34 Misalnya dengan menghadirkan lingkungan yang sesuai dengan kehendak anak- anak atau sesuatu yang disukai, contohnya dengan mendekorasi ruang semenarik mungkin, sesuai kehendak anak serta memberikan kenyamanan, sehingga amak- anak akan lebih bersemangat untuk menerima materi pembelajaran.

4) Menggunakan pembelajaran terpadu, maksudnya pembelajaran dilakukan melalui tema (tematik) yang dibuat dengan menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal tersebut dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep

32Hariwijaya. 2009.PAUD Melejitkan Potensi Anak dengan Pendidikan Sejak Dini. (Yogyakarta: Mahadhika Publishing) hlm. 25

33Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. Manajemen Strategi Pendidikan Anak Usia Dini. (Yogyakarta: DIVA Press) hlm, 71


(41)

secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna.35

5) Mengembangkan kecakapan hidup, yaitu mengembangkan keterampilan hidup yang diarahkan untuk membantu anak menjadi mandiri, disiplin, mampu bersosialisasi dan memiliki keterampilan dasar yang berguna bagi kehidupan, sehingga membantu anak dalam mengeluarkan daya kreativitasnya.

6) Menggunakan media edukatif dan sumber belajar yang tepat.36 7) Dilaksanakan secara bertahap dan terus menerus, maksudnya

“pendidikan harus dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak, hingga berlanjut ke konsep-konsep yang rumit”.37 Agar konsep dapat dikuasai dengan baik, guru perlu menyajikan kegiatan yang berulang atau terus menerus.38

Prinsip-prinsip di atas harus digunakan dalam setiap proses pembelajaran, baik pada lembaga pendidikan maupun yang bukan lembaga pendidikan sehingga tujuan pendidikan anak usia dini dapat tercapai dengan maksimal.

3. Psikologi Anak Usia Dini

Psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Psyche yang berarti jiwa dan logosberarti ilmu. Jadi Psikologi secara bahasa dapat diartikan

35Asmani, Jamal Ma’mur. 2009.Manajemen Strategi Pendidikan Anak Usia Dini. (Yogyakarta: DIVA Press) hlm. 72

36Asmani, Jamal Ma’mur. 2009.Manajemen...hlm. 26

37Hariwijaya. 2009.PAUD Melejitkan Potensi Anak dengan Pendidikan Sejak Dini. (Yogyakarta: Mahadhika Publishing) hlm. 26


(42)

dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Psikologi menurut istilah yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku atau perbuatan manusia sebagai makhluk monodualis yang merupakan manisfestasi dari kondisi kejiwaan yang dialaminya. Kemudian psikologi perkembangan anak usia dini dapat diartikan sebagai bagian dari cabang ilmu psikologi perkembangan yang mengkaji tentang segala aspek pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini serta implikasinya terhadap perilaku anak usia dini.39

Pendidikan anak usia dini dapat disimpulkan bahwa anak yang berusia sekitar nol tahun hingga enam tahun yang melewati masa bayi, masa batita, dan masa prasekolah. Berbagai aspek perkembangan yang melingkupi perkembangan anak usia dini antara lain aspek perkembangan motorik, kognitif, emosi, sosial, bahasa, moral dan agama. Menurut Novan Ardy Wiyani dalam bukunya yang berjudul

“Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini” menjelaskan tentang ruang

lingkup psikologi perkembangan anak usia dini adalah mengkaji tentang : a. Aspek perkembangan fisik-motorik pada anak usia 0-6 tahun

b. Aspek perkembangan kognitif pada anak usia 0-6 tahun c. Aspek perkembangan bahasa pada anak usia 0-6 tahun d. Aspek perkembangan sosial-emosi pada anak usia 0-6 tahun e. Aspek perkembangan moral dan agama pada anak usia 0-6 tahun40

39Novan Ardy Wiyani. 2014.Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. (Yogyakarta: Gava Media)

hlm.7


(43)

4. Metodologi Pembelajaran Anak Usia Dini

Metodologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana dikutip oleh Abdul Azis41 berarti “ilmu tentang metode atau uraian tentang metode”. Sedangkan metode berarti “cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang

ditentukan.”

Kesimpulannya, metodologi adalah hasil melihat (setelah mempelajari) metode atau cara kerja bersistem, yang digunakan untuk melaksanakan sesuatu agar tercapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini cara yang digunakan untuk mendidik anak usia dini.

Mendidik anak usia dini tidak semudah mendidik anak Sekolah Dasar (SD) maupun orang dewasa, karena membutuhkan metodologi yang unik dan kreatif. Metode yang digunakan menurut Asmani, harus disesuaikan dengan tahap usia anak. Adapun metode yang bisa digunakan adalah 42:

1) Metode Observasi, yaitu membiarkan anak mencoba-coba sesuatu, misalkan anak dibiarkan menggambar bunga dengan berbagai warna atau anak diberi kosakata baru dan membiarkannya untuk merangkai kalimat.

41Azis, Abdul.Metodologi Pendidikan Agama Islam.


(44)

2) Metode Main Mapping, yaitu membuat jaringan topik, misalnya meminta anak menjelaskan konsep meja berdasarkan bentuknya, maupun fungsinya.

3) Metode Global (Ganze Method), yaitu meminta anak membuat suatu kesimpulan dengan kalimatnya sendiri, misalnya meminta anak menceritakan kembali buku yang telah dibacanya dengan menggunakan rangkaian kalimat sendiri.

4) Metode Percobaan (Experimental Method), yaitu memberi kesempatan pada anak untuk melakukan percobaan sendiri. Tentu saja setelah anak dijelaskan teorinya, misalnya setelah anak belajar tentang tanaman, lalu anak belajar menanam.

5) Metode Learning by Doing, yaitu belajar sambil beraktivitas (bermain), misalnya mewarnai gambar, menyusun balok.

6) Metode Home Schooling Group, yaitu menjadikan lingkungan terdekat (rumah) anak sebagai tempat belajar, misalnya anak mendengarkan ibu membaca doa-doa atau ayat-ayat al-Qur’an.

7) Metode Bilingual, yaitu mengenalkan anak bahasa-bahasa asing, misalnya berbicara dengan dua bahasa pada anak.

Metode Observasi, Experimental Method, Learning by Doing, Home Schooling Group, dan Bilingual dapat digunakan dalam proses pembelajaran pada semua tingkatan umur anak usia dini. Dan metode Learning by Doing adalah yang paling cocok digunakan dalam proses pembelajaran anak usia dini.


(45)

Khusus untuk penggunaan metode Main Mapping dan Ganze Methoddalam proses pembelajaran perlu memperhatikan tingkat umur dan kecerdasan anak. Umur yang berbeda tentu saja membuat penalaran anak berbeda. Demikian pula kecerdasan anak yang berbeda membuat pemahaman anak berbeda pula antara satu dengan yang lain.

Selain metode di atas, juga terdapat metode- metode yang berpengaruh terhadap anak menurut Nasikh Ulwan yang dikutip oleh Jalalludin Mirri di dalam bukunya “Pendidikan Anak dalam Islam”

antara lain :

a. Pendidikan dengan keteladanan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dala pandangan anak, yang tindak tanduk, sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan, dan tindak tanduknya akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak. Oleh karena itu masalah keteladanan merupakan faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. b. Pendidikan dengan adat kebiasaan adalah dimensi praktis dalam upaya

pembentukan (pembinaan) persiapan. Metode dengan pembiasaan berperilaku dengan akhlak yang baik. Pendidikan pembiasaan ini sangatlah penting diajarkan dari anak usia dini karena daya tangkap dan potensi pada anak usia dini dalam menerima pengajaran dan pembiasaan adalah sangat besar dibanding pada usia lainnya, maka


(46)

hendaklah para pendidik, serta orang tua memusatkan perhatian pada pengajaran anak- anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya, sejak ia mulai memahami realita kehidupan. Sehingga jika dibiasakan pada kebaikan dan diajarkan kebaikan kepadanya, maka ia akan tumbuh pada kebaikan tersebut, dan akan berbahagialah di dunia dan akhirat.

c. Pendidikan dengan nasihat adalah metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial dengan cara pemberian nasehat. Nasihat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak- anak kesadaran akan hakekat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasi dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip- prinsip Islam. Metode ini termasuk metode yang tertuang dalam al- Qur’an, menyerukan kepada manusia untuk melakukannya, dan mengulang- ulangnya dalam beberapa ayat- Nya dan dalam sejumlah tempat dimana Dia memberikan arahan dan nasehat- Nya. d. Pendidikan dengan perhatian/ pengawasan adalah metode dengan

senatiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya. Pendidikan dengan perhatian/ pengawasan merupakan modal dasar yang dianggap paling


(47)

kokoh dalam pembentukan manusia seutuhnya yang sempurna, yang menunaikan hak setiap orang yang memilikinya dalam kehidupan dan termotivasi untuk menunaikan tanggung jawab secara sempurna. Melalui upaya tersebut akan tercipta muslim yang hakiki, sebagai batu utama untuk membangun pondasi Islam yang kokoh.

e. Pendidikan dengan hukuman adalah metode dengan pemberian hukuman sesuai dengan takaran, artinya menghukum dengan tujuan mendidik anak. Pendidik maupun orang tua hendaklah bijaksana dalam menggunakan cara hukuman yang sesuai, tidak bertentangan dengan tingkat kecerdasan anak, pendidikan, dan pembawaannya. Di samping hal tersebut hendaknya tidak segera menggunakan hukuman, kecuali setelah menggunakan cara- cara lain. Hukuman adalah cara yang paling akhir.43

Dari penjabaran beberapa metode pengajaran yang dikemukakan para ahli, bahwasanya metode hendaknya digunakan secara bijak dalam pelaksanaannya serta harus melihat situasi dan kondisi anak. Misalnya metode hukuman haruslah dilakukan ketika anak sudah melalui tahap pemberian metode yang lain contohnya setelah dinasehati, jadi metode hukuman diberikan atau merupakan cara yang terakhir dalam proses pembentukan akhlak.

43Abdullah Nashih Ulwan. 2007.Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Jamaluddin Miri, Pendidikan Anak


(48)

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari penelitian terdahulu. Pendekatan ini peneliti gunakan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis sebagai landasan teori ilmiah, yakni dengan cara memilih dan menganalisa literatur-literatur yang relevan dengan judul yakni dalam hal ini mengenai pendidikan moral anak usia dini yang berkaitan dengan pemikiran tokoh pendidikan anak dalam Islam yaitu Abdullah Nasikh Ulwan serta dari tokoh Barat yakni Kohlberg.

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data penelitian dengan dokumentasi.Dokumen merupakan “catatan peristiwa yang

sudah berlalu, baik berupa tulisan, gambar, atau karya- karya monumental dari seseorang”.1 Menurut Gulo, dokumen adalah “catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu.”2

Dokumen dapat diperoleh dari sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

1Sugiyono. 2008.Memahami Penelitian Kualitatif.(Bandung: CV. Alfabeta) hlm. 63 2Gulo, W. 2005.Metodologi Penelitian. (Jakarta: Grasindo) hlm. 123


(49)

pengumpul data. Sedangkan sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.3

Sumber primer penelitian diperoleh dari buku karangan Abdullah Nasikh Ulwan dengan judul “Tarbiyatul aulad fil Islam” yang telah diterjemahkan oleh Jalaludin Miri, dengan judul “Pendidikan Anak Dalam Islam“ yang diterbitkan oleh Pustaka Imani, serta bukunya Kohlberg yang telah ditejermahkan oleh John de Santo dengan judul “Tahap- tahap

Perkembangan Moral, Lowrence Kohlberg”yang diterbitkan oleh Kanisius. Sedangkan sumber sekunder penelitian ini diperoleh dari buku-buku lain yang relevan, jurnal dan artikel-artikel yang membahas masalah pendidikan moral anak usia dini diantaranya adalah buku Psikologi Perkembangan Anak Usia Dinikarangan Novan Ardy Wiyani,Pembelajaran Moral: Berpijak pada Karakteristik dan Budayanya karangan Budianingsih, Virus-Virus Perusak Kepribadian Anak karangan Herry Prasetyo dan Rosa Listiyandari serta buku yang berkaitan lainnya.

C. Metode Analisis Data

Penelitian kepustakaan (library research) adalah termasuk penelitian kualitatif. Menurut Catherine Marshal sebagaimana yang dikutip oleh Sarwono4, penelitian kualitatif merupakan suatu proses yang mencoba untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas (keragaman) yang ada dalam interaksi manusia.

3Sugiyono. 2008.Memahami...hlm. 62


(50)

Menurut Bungin ,5dalam penelitian kualitatif dikenal ada dua strategi analisis yang sering digunakan bersama atau secara terpisah yaitu strategi analisis deskriptif kualitatif dan strategi analisis verifikatif kualitatif. Selanjutnya dalam penelitian ini digunakan strategi analisis deskriptif kualitatif, serta pendekatan analisisnya menggunakan pendekatan logika induktif. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bungin bahwa analisis penelitian kualitatif menggunakan pendekatan logika induktif dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal khusus dan bermuara pada hal-hal umum. Selain itu, logika deduktif juga digunakan dalam penelitian ini.6 Menurut Gogdan dan Guba pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka).7

Sedangkan metode analisis datanya menggunakan analisis isi (Content Analysis). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bungin bahwa sebagaimana tujuan penelitian kualitatif yaitu menemukan makna dari data yang dianalisis, maka seluruh tekniknya menggunakan content (isi- makna) sebagai puncak dari rangkaian analisis.8

Penelitian dengan model analisis isi ini digunakan untuk memperoleh keterangan dari komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang yang terdokumentasi atau dapat didokumentasikan. Metode ini dapat dipakai untuk menganalisa semua bentuk komunikasi seperti pada buku, surat kabar, film

5Bungin. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT.Raja Grafimdo Persada) hlm. 83 6Bungin. 2006. Metodologi... hlm. 54

7Moleong.2006.Metode Penelitian Kualitatif.(Bandung: Remaja Rosda Karya) hlm. 76 8Bungin. 2006.Metodologi...hlm. 55


(51)

dan sebagainya. Sebagai suatu teknik penelitian, analisis isi mencakup prosedur- prosedur khusus untuk pemrosesan dalam data ilmiah dengan tujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru dan menyajikan fakta.9

Selanjutnya dikemukakan oleh Holsti bahwa kajian isi adalah teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis.10 Menurut

Holsti pula, analisis isi adalah suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasikan berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif, sistematis, dan generalis, yaitu:

a. Objektif

Berarti menurut aturan atau prosedur yang apabila dilaksanakan oleh orang (peneliti) dapat menghasilkan kesimpulan yang sempurna.

b. Sistematis

Sistematis artinya penetapan isi atau kategori dilakukan menurut aturan yang diterapkan secara konsisten, meliputi penjaminan seleksi dan pengkordingan data.

c. Generalisasi

Generalisasi artinya penemuan harus memiliki referensi teoritis.11

9Klaus Krispendof. 1993.Analisis Isi Pengantar dan Teori Metodologi. (Jakarta: Rajawali Press)

hlm.15

10Satori, Djam’an dan Komariah. 2009.Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabeta) hlm. 56 11Khilmiyah, Akif. 2016.Metode Penelitian Kualitatif.(Yogyakarta: Samudra Biru) hlm.119


(1)

3. Analisis Pendidikan Moral Menurut Nasikh Ulwan dan Kohlberg a. Persamaan

Tabel. 3

Persamaan Konsep Pendidikan Moral Nasikh Ulwan dan Kohlberg

No Aspek Nasikh Ulwan Kohlberg

1. Pendidikan Moral Serangkaian prinsip dasar serta watak yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan-kebiasaan anak sejak masa pemula hingga ia menjadi dewasa

Norma yang

menetapkan perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat,

bahkan sebelum kita bertindak.

2. Tujuan pendidikan moral

Membentuk manusia yang bermoral.

Membentuk manusia yang bermoral.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan adanya persamaan antara Nasikh Ulwan dan Kohlberg tentang pendidikan moral adalah konsep tindakan moral baik Nasikh Ulwan maupun Kohlberg mengartikan bahwa moral merupakan tindakan, aplikasi nilai-nilai moral yang dianut oleh seseorang. Tujuan dari pendidikan moral adalah membentuk manusia yang bermoral. b. Perbedaan

Perbedaan dari pemikiran tentang moral antara Nasikh Ulwan dan Kohlberg antara lain sebagai berikut :

Tabel. 4 Perbedaan Konsep

Pendidikan Moral Menurut Nasikh Ulwan dan Kohlberg

No Aspek Nasikh Ulwan Kohlberg

1. Sumber Moral Moral bersumber pada keimanan seseorang yang berpedoman kepada al-Qur’an dan Hadiś .

Moral bersumber pada akal pikiran manusia itu sendiri.

2. Tahapan Moral Tahapan moral tidak diuraikan secara

terperinci, karena moral sudah terbentuk dari anak itu lahir. Kesempurnaan moral bisa dilihat dari ketaqwaan manusia kepada Tuhannya.

Tahapan moral terperinci yang terdiri dari tiga tingkatan dan setiap tingkatan terdiri dari dua tahapan antara lain :

- Tingkat I Moralitas

Prakonvensional

- Tingkat II Moralitas Konvensional

- Tingkat III Moralitas Pasca


(2)

Konvensional

3. Fungsi Pendidikan Moral

Sarana untuk

menanamkan nilai-nilai moral kepada anak.

Membantu anak menemukan nilai moralnya masing-masing tanpa adanya aturan moral.

Berdasarkan tabel perbedaan konsep pendidikan moral menurut Nasikh Ulwan dan Kohlberg di atas dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Menurut Nasikh Ulwan sumber moral berdasarkan kepada keimanan seseorang yang berpedoman pada Al Qur’an dan Hadiś, sedangkan menurut Kohlberg bahwa nilai moral bersumber pada akal pikir manusia itu sendiri. 2) Tahapan moral menurut Nasikh Ulwan tidak diuraikan seperti yang

diungkapkan Kohlberg. Nasikh Ulwan tidak mengungkapkan tahapan perkembangan moral secara terperinci karena moral sudah terbentuk dari anak itu lahir dan kesempurnaan moral dapat dilihat dari ketaqwaan manusia kepada Tuhannya.

3) Fungsi pendidikan moral menurut Nasikh Ulwan adalah sebagai sarana untuk menanamkan nilai- nilai moral kepada anak. Sedangkan menurut Kohlberg adalah membantu anak menemukan nilai moralnya masing- masing tanpa adanya aturan moral dan sesuai dengan tahapan yang dilalui.

4. Relevansi Konsep Moral Nasikh Ulwan dan Kohlberg Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia

Relevansi konsep moral Nasikh Ulwan dan Kohlberg terhadap Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel. 5

Relevansi konsep moral Nasikh Ulwan dan Kohlberg terhadap Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia

No Aspek Konsep Nasikh

Ulwan

Konsep

Kohlberg Konsep di Indonesia 1. Sumber moral Al-Qur’an dan

Hadiś Akal manusia

Pendidikan akhlak dan kognitif

2. Tujuan Membentuk

manusia yang bermoral.

Membentuk manusia yang bermoral.

Pendidikan karakter

3. Metodologi Keteladanan, pembiasaan dan metode yang menundukung lainnya.

Kurikulum tersamar

Problematika Krisis kepemimpinan


(3)

Pendidikan saat ini khususnya di Indonesia, sedang mengalami krisis moral, anak-anak sudah dengan bebasnya bergaul, main hakim sendiri, tawuran, bully

bahkan kekerasan seksual. Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah buat semuanya baik pendidik maupun orang tua, untuk selalu waspada serta mengamati perkembangan anak. Pendidikan saat ini umumnya mempersiapkan peserta didik memiliki banyak pengetahuan, tetapi tidak tahu cara memecahkan masalah tertentu yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Pendidikan lebih mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anak yang pandai dan cerdas, tetapi kurang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anak yang baik. Masalah berkenaan dengan baik dan buruk menjadi kajian bidang moral. Demikian juga dalam mengembangkan aspek moral peserta didik berarti bagaimana cara membantu peserta didik untuk menjadi anak yang baik, yang mengetahui dan berperilaku atau bersikap berbuat baik dan benar. Sikap dan perilaku moral dapat dikembangkan melalui pendidikan dan penanaman nilai/ norma yang dilakukan secara terintegrasi dalam pelajaran maupun kegiatan yang dilakukan anak di keluarga dan sekolah. Pendidikan bukan hanya mempersiapkan anak menjadi manusia cerdas, tetapi juga menjadi manusia yang baik, berbudi luhur, dan berguna bagi orang lain. Pengembangan moral melalui pendidikan mestinya bukan hanya mengajarkan nilai- nilai sebagai slogan saja. Hal ini tampak pada moral yang diyakini penganut dan moral budaya yang diterima warga masyarakat.

Konsep pendidikan moral Nasikh Ulwan yang menganjurkan untuk kembali bersumber kepada al- Qur’an dan Hadiś sangat relevan untuk mengatasi problematika pendidikan di Indonesia. Dengan melalui pendidikan moral/ karakter serta kembali berpedoman teguh pada al- Qur’an dan Hadiś sebagai solusi agar menjadikan anak bukan sekedar pandai secara kognitifnya tetapi pandai pula dengan aspek psikomotor serta afektifnya. Seperti yang diungkapkan Kohlberg yang mendalami tentang pendidikan moral kognitif bahwasanya pendekatan yang didasarkan pada aspek intelektual/ kecerdasan akal saja, artinya bahwa konsep yang di tawarkan Kohlberg juga relevan jika diterapkan di Indonesia. Pendekatan Kognitif Kohlberg mengajarkan anak didik untuk mempelajari hal- hal tentang keadilan dan demokrasi saat moral mereka sedang berkembang, serta meyakini bahwa atsmosfer moral di sekolah sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral anak dengan kata lain, iklim sekolah dalam pendidikan moral akan menentukan keberhasilan pendidikan moral.

Proses pendidikan dan pembelajaran moral diteladankan orang tua dan dilakukan secara terpadu (integrated) pada tiap peluang dalam semua kegiatan, mengajarkan keteraturan hidup, disiplin serta melatih dan membiasakan peserta didik bermoral dalam perilaku dan kegiatannya. Otoritas mendukung berbagai kegiatan pengembangan moral warga masyarakat sebagai bagian upaya membangun karakter manusia indonesia seutuhnya. Cara yang ideal dalam konsep kebangsaan adalah dengan memantapkan pancasila melalui keteladanan pendidik pada umumnya kepada warga bangsa sebagai peserta didik sepanjang hayat. Disini berproses pembangunan watak bangsa.22

Selain hal tersebut diatas perlu diingat kembali bahwa perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) juga salah satu pemicu merosotnya nilai moral, perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang tanpa dilandasi 22Syah.Muhibbin, 2000, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. (Bandung : PT Remaja Rosda Karya) hlm.


(4)

dengan iman, akan memicu kebobrokan moral maka perlu adanya filter dan pegangan yang kokoh yakni kembali kepada al-Qur’an dan Hadiś. Terkait dengan hal tersebut akan relevan apabila konsep dan prinsip pendidikan moral menurut Nasikh Ulwan ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Hal tersebut akan menghindarkan anak dari disintegrasi ilmu, serta menjauhkan dari penyalahgunaan ilmu dan tekhnologi.

Menurut Nasikh Ulwan, Islam sangat memperhatikan pendidikan anak- anak dari aspek moral, membentuk anak dan mengajarkan akhlak yang mulia. Para pendidik terutama orang tua, mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam mendidik anak- anak dengan kebaikan dan dasar- dasar moral. Dalam bidang moral, tanggung jawab orang tua/ pendidik meliputi masalah perbaikan jiwa, meluruskan penyimpangan, mengangkat mereka dari kehinaan dan menganjurkan pergaulan yang baik dengan orang lain.

Menurut Kohlberg menekankan pendidikan moral menggunakan kurikulum tersamar dimana ia menekankan bahwa pengajar atau guru maupun orang tua mampu mewujudkan suatu kondisi pribadi yang mencerminkan moral terhadap peserta didik, dengan pengertian bahwasanya pendidik mampu menjadi teladan bagi peserta didik sehingga krisis kepemimpinan seperti yang terjadi akhir- akhir ini banyak terjadi bisa diminimalisir yaitu dengan cara penanaman sejak dini tentang pendidikan moral dengan salah satu pendekatannya menggunakan metode keteladanan. Hal tersebut akan berimplikasi pada pencapaian harga diri/ martabat yang tinggi dan masa depan yang gemilang dengan hadirnya sosok pemimpin yang selalu menjaga amanah rakyat serta bisa dijadikan figur teladan yang baik . Oleh karena itu ajaran moral menurut Nasikh Ulwan akan dapat menjawab problematika di Indonesia.

D. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan

a. Konsep pendidikan moral menurut Nasikh Ulwan, pendidikan moral adalah serangkaian prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga ia menjadi seorang mukallaf, yakni siap mengarungi lautan kehidupan. Termasuk persoalan yang tidak diragukan lagi bahwa moral, sikap, dan tabiat merupakan salah satu buah iman yang kuat dan pertumbuhan sikap keberagamaan seseorang yang benar. Sedangkan menurut Kohlberg, tujuan pendidikan moral yaitu, untuk membantu anak menemukan nilai-nilai moralnya sendiri dan membiarkan anak menggunakan penilaian moralnya untuk mengontrol perilakunya tanpa adanya aturan moral. Pendidikan moral menurut Kohlberg bersumber pada pola pikir individu yang berprinsip pada konsep keadilan dan kemanusiaan.

b. Perbedaan antara ke dua tokoh tentang pendidikan moral, bahwa keduanya memiliki beberapa asumsi yang berbeda mengenai konsep pendidikan moral,antara lain sebagai berikut:

1) Menurut Nasikh Ulwan sumber, moral berdasarkan kepada keimanan seseorang yang berpedoman pada al Qur’an dan Hadiś, sedangkan menurut Kohlberg bahwa nilai moral bersumber pada akal pikir manusia itu sendiri. 2) Tahapan moral menurut Nasikh Ulwan, tidak diuraikan seperti yang

diungkapkan Kohlberg. Nasikh Ulwan tidak mengungkapkan tahapan perkembangan moral secara terperinci karena moral sudah terbentuk dari


(5)

anak itu lahir dan kesempurnaan moral dapat dilihat dari ketaqwaan manusia kepada Tuhannya.

3) Fungsi pendidikan moral, menurut Nasikh Ulwan adalah sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Sedangkan menurut Kohlberg adalah membantu anak menemukan nilai moralnya masing-masing tanpa adanya aturan moral dan sesuai dengan tahapan yang dilalui.

c. Konsep dasar yang digagas Nasikh Ulwan dan Kohlberg merupakan konsep yang menekankan pendidikan moral anak dari usia dini. Dalam upaya membangun karakter masyarakat Indonesia yang bermoral harus dimulai dari usia dini. Dalam rangka menanggulangi krisis moral yang sudah dalam tingkat mengkhawatirkan, maka kembalilah untuk berpegang teguh kepada al Qur’an dan Hadiś.

Menurut Nasikh Ulwan, Islam sangat memperhatikan pendidikan anak-anak dari aspek moral, membentuk anak dan mengajarkan akhlak yang mulia. Para pendidik terutama orang tua, mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam mendidik anak-anak dengan kebaikan dan dasar- dasar moral. Dalam bidang moral, tanggung jawab orang tua/pendidik meliputi masalah perbaikan jiwa, meluruskan penyimpangan, mengangkat mereka dari kehinaan dan menganjurkan pergaulan yang baik dengan orang lain.

Kemudian menurut Kholberg adanya tahapan moral anak sesuai dengan tingkat perkembagan kognitif, semakin tinggi tahapan moralnya berarti tinggi pula taraf perkembagan kognitifnya. Hal tersebut akan berimplikasi pada pencapaian harga diri dan martabat yang tinggi serta masa depan yang gemilang. Oleh karena itu, ajaran moral menurut Nasikh Ulwan dan Kohlberg akan dapat menjawab problematika di Indonesia serta konsep Nasikh Ulwan dan Kohlberg relevan dengan pendidikan moral di Indonesia.

2. Rekomendasi

Berdasarkan uraian di atas maka kiranya peneliti memberikan saran dan rekomendasi sebagai bahan masukan untuk tercapainya pendidikan moral yang lebih baik antara lain:

a. Penelitian ini masih terbatas mengkaji Nasikh Ulwan dan Kohlberg pada aspek tahap moralnya, belum pada aspek perilaku moral, maka penelitian selanjutnya sebaiknya mengkaji dari aspek perilaku moralnya agar diperoleh suatu kajian lengkap yakni perkembangan moral serta perilaku moralnya.

b. Perlu adanya kerjasama antara orang tua maupun pendidik dalam rangka mewujudkan pendidikan moral, serta perlu adanya penanaman moral sejak anak usia dini. Pendidikan moral sejak usia dini merupakan upaya preventif agar kelak ketika dewasa mereka dapat mengontrol perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral.

c. Perkembangan moral anak usia dini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, oleh karena itu diharapkan kepada orang tua maupun pendidik selayaknya bisa menjadi figur/ teladan dalam berperilaku sesuai dengan nilai moral karena hal tersebut sebagai contoh untuk perkembangan moral anak menjadi lebih baik. Serta ditanamkan sejak dini metode- metode yang mengnajarkan anak untuk lebih mengenal Tuhannya seperti metode pembiasaan misal dalam hal pelaksanaan ibadah dan lain-lain.

d. Perkembangan moral seharusnya tidak hanya sebatas teoritis melainkan perlu adanya tindak lanjut yang mencerminkan dari pendidikan moral itu sendiri.


(6)

E. Daftar Pustaka

Alfandi.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. (Solo: Sendang Ilmu ) Budianingsih. 2004.Pembelajaran Moral. (Jakarta: PT. Rineka Cipta )

Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada)

John de Santo. “Tahap-Tahap Perkembangan Moral. Lawrence Kohlberg”. 1995. (Yogyakarta: Kanisius)

Kholiq, Abdul dkk. 1999. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer(Semarang: Pustaka Pelajar)

L. Hoffman Martin. Lois Wladis Hoffman. 1964. Review of Child Development Research. (New York) p. 383.(http://book.google.co.id/books?hl= en &lr di akses pada tanggal 22 Oktober 2016

Nasikh Ulwan, Abdullah. 2007.Pendidikan Anak dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Imani) Nasikh Ulwan, Abdullah. juz 1, hal 156 www.abdullahelwan.net di akses tanggal 9

oktober 2016

Novan Ardy Wiyani. 2014.Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. (Yogyakarta: Gava Media)

Sugiyono. 2008.Memahami Penelitian Kualitatif.(Bandung: CV. Alfabeta)

Syah.Muhibbin, 2000, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. (Bandung : PT Remaja Rosda Karya)

Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara Konstektual Dan Futuristik. (Jakarta: PT Bumi aksara)

http://health.liputan6.com/read/2027629/rupanya-kasus-bully-sudah-ada-sejak-di-pendidikan-usia-dini di akses tanggal 20 Oktober 2016

www. Liputan 6.com/read/2396014 diakses pada 17 Oktober 2016

http://id.scribd.com/doc/48722403/teori-perkembangan-kohlberg di akses pada tanggal 4 April 2016