Pendidikan seks anak dalam keluarga menurut Abdullah Nashih Ulwan

(1)

PENDIDIKAN SEKS ANAK DALAM KELUARGA

MENURUT ABDULLAH NASHIH ULWAN

Oleh :

WISNA SUPRIATNA

NIM : 105011000041

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M


(2)

Skripsi ini disusun bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pendidikan seks anak dalam keluarga menurut pemikiran Abdullah Nashih Ulwan. Data ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Book Survei).

Menurut Abdullah Nashih Ulwan pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan perkawinan, sehingga anak akan mengetahui masalah-masalah yang diharamkan dan dihalalkan bahkan mampu menerapkan tingkah laku islami dan tidak akan mengikuti syahwat dan cara hedonisme.

Metode yang digunakan penulis adalah metode Book Survei atau literature pustaka dengan berpedoman dari karya Abdullah Nashih Ulwan yang berjudul Pendidikan Anak dalam Islam (Tarbiyatul Aulad fil Islam) sebagai referensi primer dan buku-buku lain yang mendukung sebagai refensi skunder.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi para orang tua (keluarga) untuk mendidik anak-anaknya agar mereka tidak terjerumus kepada gangguan seksual yang keliru, karena keluarga adalah lembaga utama dalam pendidikan anak.


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya serta cinta-Nya, sehingga membuat hati penulis tertuntun untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat akhir dalam menyelesaikan sarjana program strata satu (SI) pada jurusan pendidikan agama islam.

Shalawat serta salam selalu penulis lafazkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan cahayanya untuk menerangi jalan kehidupan seluruh ummat. Dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya terdapat kekurangan-kekurangan sehingga jauh dari kata sempurna. Dan semua ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris serta staf jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Zaimuddin, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan masukan-masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. Siti Khadijah, M.A. selaku dosen penasehat akademik jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan khususnya dosen-dosen Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Pimpinan dan staf perpustakaan utama, perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah menyediakan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan


(4)

dan cita-cita.

8. Adik-adikku Lina Suryanah, Ahmad Kusairi, Muhammad Jubaidi, Lailatul Mukmirah, dan Muhammad syaiful Aziz yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

9. Teman-teman seperjuangan jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2005 khususnya kelas “A”. Terima kasih atas segala bantuan dan dorongan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

10.Teman-teman PPKT (Praktek Profesi Keguruan Terpadu) Away, Uus, Wawan, Tomo yang banyak menghibur penulis, juga untuk Ayangku Kiki Primawati, yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis

Kepada semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu, apapun bentuknya baik berupa tenaga, waktu, dan doa penulis ucapkan terima kasih.

Mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini diterima oleh Allah Swt dan di balas-Nya dengan pahala yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, hal ini dikarnakan keterbatsan kemampuan penulis, dan penulis terbuka terhadap saran dan kritik yang membangun

Akhir kata penulis mempersembahkan skripsi ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin………

Jakarta, 17 November 2010

Penulis


(5)

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAKSI... ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Metodologi Penelitian... 7

BAB II BIOGERAFI ABDULLAH NASHIH ULWAN A. Riwayat Hidup Dan Pendidikan... 9

B. Akhlak dan Pribadi... 11

C. Akar Pemikiran ... 12

D. Karya-karya ... 13

BAB III HAKEKAT PENDIDIKAN SEKSUAL A. Pengertian Pendidikan Seks... 15

B. Seks Ditinjau Dari Segi Agama Islam...21

C. Awal Penerapan Pendidikan Seks... 27

D. Tujuan Pendidikan Seks... 30

E. Bahaya (Dampak Negati) yang Ditimbulkan Akibat Penyimpangan Seksual...31


(6)

  vii

Keluarga ... 40 C. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anaknya ... 47 D. Penerapan Pendidikan Seks Anak Dalam Keluarga ...51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 71

B. Saran ... 76


(7)

OUTLINE

PPENDIDIKAN SEKS ANAK DALAM KELUARGA

MENURUT ABDULLAH NASHIH ULWAN

BAB I

…….…….…… 1

Pendahuluan

...……..……... 1

A. Latar Belakang Masalah ………….……. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….…. 6

C. Tujuan Penelitian …………...…. 7

D. Metodologi Penelitian ……….…. 7

E. Sistematika Penulisan ………….……. 8

BAB II

………. 10

BIOGERAFI ABDULLAH NASHIH ULWAN

... 10

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan Abdullah Nashih Ulwan ... 10

B. Akhlak dan pribadi ... 12

C. Akar Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan ... 13

D. Karya-karya Abdullah Nashih Ulwan ... 14

BAB

III

... 16

HAKEKAT PENDIDIKAN SEKS

... 16

A. Pengertian Pendidikan Seks ... 16

B. Seks Ditinjau Dari Segi Agama Islam ………...……. 22

C. Awal Penerapan Pendidikan Seks ………...……. 28

D. Tujuan Pendidikan Seks ………...……. 31

E. Bahaya Yang Ditimbulkan Akibat Penyimpangan Seksual ... 33

F. Sebab (Alasan) Orang Tua Sering Tidak Memberikan “Bimbingan Seks” Kepada Anak-anaknya ……… ...……. 36


(8)

PERANAN KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN SEKS ANAK

MENURUT ABDULLAH NASHIH ULWAN

... 37

A. Keluarga Dan Permasalahannya ... 37

B. Kedudukan dan Kewajiban Orang tua Terhadap Anak Dalam Keluarga 43 C. Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anaknya ... 51

D. Penerapan Pendidikan Seks Anak Dalam Keluarga ... 55

BAB V

... 78

KESIMPULAN

... 78


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam keluarga, umumnya anak dalam hubungan interaksi intim. Segala sesuatu yang diperbuat anak dipengaruhi keluarganya dan sebaliknya. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak moral dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pola tingkah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat.

Disamping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan kebutuhan. Perkembangan jasmani anak tergantung pada pemeliharaan fisik yang layak diberikan keluarga. Sedang perkembangan sosial anak akan bergantung pada kesiapan keluarga sebagai tempat sosialisasi yang layak. Memang besar peranan dan tanggung jawab yang harus dimainkan orang tua dalam mendidik anak.1

Ibu dan bapak adalah kedua orang tua yang sangat besar jasanya kepada anaknya, dan mereka mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anaknya tersebut. Jasa mereka tidak dapat dihitung dan dibandingkan dengan harta, kecuali mengembalikan menjadi orang merdeka sebagai manusia mempunyai hak kemanusiaan yang penuh setelah menjadi budak/hamba

1

Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali Pers), Cet II, h 9


(10)

sahaya karena sesuatu keadaan yang tidak diinginkan. Zaman sekarang tidak ada lagi perbudakkan.

Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak pun merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, disamping usaha ibu. Kalau mulai mengandung sampai masa muhariq (masa dapat membedakan baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa.2

Dalam menjalankan tugas mendidik, orang tua mendidik anak. Anak sebagai manusia yang belum sempurna pekembangannya dipengaruhi dan diarahkan orang tua untuk mencapai kedewasaan. Kedewasaan dalam arti keseluruhan, yakni dewasa secara biologis (badaniah) dan dewasa secara rohani. Anak dewasa secara biologis, bila fungsi badannya sudah berkembang dan siap untuk menyelami hidup sendiri. Dewasa secara rohani, bila anak tersebut telah menjadi manusia yang mampu berfikir, berkehendak dan berbuat bertanggung jawab sendiri, bagi masyarakat maupun tuhan. Karena itu orang dewasa seperti dikatakan orang yang sanggup berdiri sendiri, tanpa tergantung pada orang lain dalam mempergunakan akal budi, kehendak dan perasaannya.

Dengan kedewasaan rohani dan jasmani, anak tersebut akan dapat menjadi manusai yang mampu mencapai tujuan hidupnya: “yakni kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan akhirat nanti. Untuk membimbing kearah kedewasaan baik rohani maupun jasmani inilah pendidikan mempunyai peranan penting”.3

Sesudah mengetahui perkembangan jiwa anak-anak secara singkat, maka dapatlah pendidikan menentukan sikap dalam mendidik anak-anaknya.

Sikap yang bagaimanakah yang harus diambil, tidak dapat digariskan secara pasti, namun beberapa pedoman umum dapat diikuti:

2

Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islami, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), h. 203

3

Kartini Kartono, Peranan Kelauarga Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali Pers), Cet II, h 38-39


(11)

3

a. Orang tua hendaknya membantu anak-anaknya dalam memecahkan problem yang dihadapi anak

b. Orang tua hendaknya bijaksana dalam mendidik anak-anaknya, dengan membimbing agar anak dapat berkembang semaksimal mungkin, jangan memaksa, tetapi menganjurkan.

c. Memberikan pengarahan pada tindakan anak-anak ke hal-hal yang positif (ingat terutama pada masa puber) bila tidak ada pengarahan yang baik dapat berakibat timbulnya: tindakan asusila, tindakan keberandalan, krisis kepercayaan dan lain-lain.

d. Memberikan jawaban, penjelasan segala sesuatu yang perlu diketahui anak dengan jujur, dan disesuaikan dengan perkembangannya, misalnya: soal-soal pengetahuan seks

e. Berikan kebebasan kepada anak-anak untuk selalu bertanya kepada anda sebagai orang tua. Adapun hubungan sikap terbuka. Orang tua merupakan teman dan pelindung, bukan polisi yang selalu menghukum. Kebebasan anak jangan diartikan membiarkan, tetapi kebebasan dalam arti pengarahan. Kebebasan yang dilepas akan berarti: liar, sehingga anak tak akan mencapai kedewasaan. Tetapi pengekangan berarti membunuh bakat anak. Si anak bisa jadi takut, pemalu, lambat, ragu-ragu, dan sebagainya. f. Ciptakan suasana yang enak di rumah tangga. Misalkan: tenteram, rukun,

gembira dan aman.

g. Jangan menyalahkan anak kalau anak tak berkembang sesuai masanya, tetapi koreksilah diri sendiri dahulu. Bukan mustahil kesalahan terletak pada orang tua.

Menjadi orang tua berarti siap menjadi pendidik dan siap dengan pengetahuan untuk mendidik. Mendidik berarti membimbing kearah kedewasaan. Untuk itu diri orang tua sendiri harus telah dewasa. Jadi berarti ia harus telah sadar akan tanggung jawabnya.4

4

Kartini Kartono, Peranan Kelauarga Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali Pers), Cet II, h . 47-48


(12)

Pengetahuan mengenai seks sangat diperlukan oleh anak-anak agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada mereka dikemudian hari. Banyak sekali masalah-masalah yang timbul dikalangan remaja yang berkaitan dengan kekurangtahuan mereka mengenai seks. Dan masalah-masalah seks pun dapat timbul dikalangan orang dewasa baik yang sudah maupun yang belum menikah. Untuk mencegah timbulnya masalah-masalah tersebut maka sebaiknya anak diberi penjelasan mengenai seksualitas sedini mungkin, yaitu sejak anak bisa bertanya.

Sering kita hadapi keluhan-keluhan, baik berasal dari orang tua maupun dari kalangan remaja, mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah seks. Keluhan yang berasal dari orang tua biasanya mengenai anak-anak mereka yang menyembunyikan buku-buku seks atau film-film seks dan kadangkala keluhan itu muncul karena anak perempuannya yang mulai sering dikunjungi oleh anak laki-laki. Bermacam-macam masalah seringkali dilontarkan orang tua sehubungan dengan perkembangan seksual anak. Di pihak lain, banyak keluhan-keluhan yang muncul dari anak-anak, terutama mereka yang sedang berada pada usia remaja, mengenai sikap-sikap orang tua. Anak seringkali merasa dikekang bahkan dimusuhi orang tua bila mereka mereka menunjukan perhatian terhadap hal-hal yang sifatnya seksual.5

Perilaku seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku, contohnya: berfantasi, masturbasi, berpegangan tangan, cium pipi, berpelukan, dan seterusnya.

Peranan orang tua dalam memberikan gambaran yang benar dan lurus, juga memberikan pendidikan yang jujur mengenai seks sangat menentukan terbentuknya pribadi yang baik dan persepsi yang benar mengenai seks pada anak remaja. Karena si anak akan mempersepsikan apa yang dibicarakan dan didiskusikan orang tuanya. Oleh sebab itu, orang tua perlu berhati-hati mengenai hal ini.

5

Sarlito Wirawan Sarwono dan Ami Siamsidar, Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan Seks, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h. 63-64


(13)

5

Karena itu akan sangat merisaukan bila orang tua terus menerus mengabaikan pendidikan seks bagi anak. Di Negara-negara barat, orang sudah mulai menaruh perhatian akan pentingnya pendidikan seks untuk anak. Namun, bagaimanakah orang tua muslim? Sepertinya baru sedikit orang tersadarkan, padahal Islam memiliki aturan-aturan yang jelas tentang perilaku seks anak-anak.

Hal demikian ditekankan kembali oleh H. Ali Akbar bahwasanya, menurut beliau “pendidikan seks ini harus diberikan dan dipahami oleh setiap muslim dan diajarkan sejak ia lahir dan orang yang pertama bertanggug jawab atas pendidikan seks adalah orangtua dan tempat pedidikan seks yang utama adalah rumah tangga.”6

Dalam hal ini Abdullah Nashih Ulwan (tokoh yang akan diteliti dalam skripsi ini) mempunyai pandangan tentang pendidikan seks anak dalam keluarga, bahkan ia sangat proaktif dalam membahas mengenai pendidikan seks anak, salah satu karyanya yang fenomenal adalah Tarbiyatul Aulad fil Islam (Pendidikan Anak Dlam Islam).

Menurutnya anak itu adalah amanah Allah yang harus dibina, dipelihara, dan diurus secara seksama serta sempurna agar kelak menjadi insan kamil.7 Karena itu anak perlu mendapatkan pendidikan dari kedua orang tuanya.

Abdullah Nashih Ulwan menambahkan, materi yang akan diberikan dalam pendidikan seks anak dalam keluarga berupa etika meminta izin, etika memandang, menghindarkan anak dari rangsangan-rangsangan seksual, mengajarkan hukum-hukum kepada anak dimasa pubertas dan masa baligh, perkawinan dan hubungan seksual, isti’faf (menjaga kehormatan diri) bagi orang yang belum mampu menikah. Bahkan menurut Abdullah Nashih Ulwan pendidikan seks anak dapat dimulai ketika laki-laki (calon suami) memilih

6

Abdullah Nasih Ulwan dan hasan Hathout, Pendidikan sex, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992),h. 149

7

Abdullah Nashih Ulwan, Pendiikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I, h. vii


(14)

calon istrinya, karena calon yang dipilih akan mempengaruhi kepribadian sang anak, sebab anak cenderung lebih dekat kepada ibunya.

Bertitik tolak dari masalah dan berbagai realitas, penulis melihat pentingnya suatu penelitian mengenai pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan seks. Maka penulis ingin membantu para orang tua yang ingin secara serius mendidik anak-anak mereka perihal pendidikan seks agar tidak menyimpang dari kefitrahannya. Untuk itu penulis mencoba menyusun sebuah skripsi dengan judul: “Pendidikan Seks Anak Dalam Keluarga Menurut Abdullah Nashih Ulwan.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memperkecil ruang lingkup pembahasan skripsi “Pendidikan Seks Anak Dalam Keluarga Menurut Abdullah Nashih Ulwan” penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Fungsi keluarga dalam pendidikan seks anak menurut Abdullah Nashih Ulwan.

2. Isi pendidikan seks anak dalam keluarga menurut Abdullah Nashih Ulwan. Agar pembahasan dalam skirpsi ini tidak menyimpang terlalu jauh, maka penulis dapat merumuskan kedalam bentuk pernyataan “Bagaimana Pendidikan Seks Anak Dalam Keluarga Menurut Abdullah Nashih Ulwan”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang dimaksud dalam penulisan atau penyusunan skripsi antara lain:

1. Mendapatkan data atau referensi yang lebih banyak mengenai pendidikan seks anak.

2. Mengetahui sejauhmana peran keluarga dalam pendidikan seks anak menurut Abdullah Nahih Ulwan

3. Menambah khazanah intelektual.


(15)

7

5. Sebagai syarat akhir meraih gelar sarjana (SI) di UIN

D. Metodologi Penelitian

1. Sumber data

Kajian dalam penelitian ini menggunakan kata atau informasi yang bersifat literatur kepustakaan.

2. Tekhnik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur (book survey). Studi literatur yakni mengumpulkan bahan-bahan yang menyangkut tentang pendidikan seks dan permasalahan yang berkaitan dengan masalah yang akan digarap

3. Analisis data

Setelah data yang diperlukan berkumpul, sesuai dengan teknik pengumpulan data, kemudian penulis menganalisis data dengan cara mengelompokkan data-data beserta jenisnya, menghubungkan data yang satu dengan yang lain dan menginterpretasikan data itu.

Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi UIN Jakarta, kecuali:

a. Ayat al-Qur’an tidak memakai foot note b. Terjemahan ditulis satu spasi

c. Memakai kutip awal dan kutip akhir

E. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini penulis membagi dalam lima bab, yaitu:

Bab I tentang pendahuluan, dalam bab pendahuluan ini penulis memaparkan latar belakang permasalahan mengenai pendidikan seks anak dan keluarga. Dari latar belakang tersebut sehingga muncul sebuah permasalahan yang layak untuk diteliti dan menjadi sebuah karya tulis. Selain itu juga dalam bab ini dijelaskan proses dan tata cara (metodologi) bagaimana penelitian ini menjadi sebuah karya tulis, baik itu dari pengumpulan data, menginput data, menganalisis data, serta data apa saja yang menjadi sumber primer dan


(16)

sekunder. Selain itu bab ini sedikit menjelaskan apa saja yang akan dibahas atau diteliti dalam tiap bab. Sehingga jelaslah secara keseluruhan dari tiap-tiap bab dalam penelitian ini dan menjadi sebuah penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan.

Bab II tentang biogerafi Abdullah Nashih Ulwan. Pada bab yang kedua ini penulis menjelaskan seluk beluk tentang tokoh yang akan diteliti, baik ini nasabnya atau yang berkaitan dengan riwayat kehidupannya dari sejak lahir hingga wafat. Penulis juga menjelaskan perjalanan Abdullah Nashih Ulwan tentang jenjang pendidikan yang pernah ia jalani dan kepada siapa saja ia berguru sehingga ia menjadi sebuah tokoh dalam pendidikan yang memberikan bayak kontribusinya berupa karya-karya yang ia buat.

Bab III tentang hakekat pendidikan seks. Pada bab ini penulis menjelaskan tentang pengertian pendidikan seks, seks ditinjau dari segi agama Islam, awal penerapan pendidikan seks, tujuan pendidikan seks, sampai kepada bahaya yang ditimbulkan akibat penyimpangan seks.

Bab IV tentang peranan keluarga terhadap pendidikan seks anak menurut Abdullah Nashih Ulwan. Bab ini menjelaskan tentang pendapat Abdullah Nashih Ulwan mengenai pendidikan seks anak dalam keluarga menurut Islam, yang dimulai dari keluarga dan permasalahannya, kedudukan dan kewajiban orang tua terhadap anak dalam keluarga, tanggung jawab orang tua terhadap anaknya, hingga penerapan pendidikan seks anak dalam keluarga


(17)

BAB II

BIOGERAFI ABDULLAH NASHIH ULWAN

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan Abdullah Nashih Ulwan

Syeikh Abdullah Nashih Ulwan dilahirkan di kota Halb. Syiria pada tahun 1928. dunia Islam merasa kehilangan salah seorang ‘Ulama’ dan da’I yang mukhlis ketika Abdullah Nashih Ulwan kembali ke Rahmatullah setelah diserang penyakit selama tiga tahun. Beliau meninggal dunia pada pagi hari, sabtu 5 muharram 1408 H 1987 M. beliau dimakamkan di Makkah Al-Mukarramah.1

Sejarah mencatat bahwa pendidikan Abdullah Nashih Ulwan diawali pada jenjang pengajian ibtidaiyyah pada tahun 1943, dan kemudian beliau melanjutkan ke jenjang Tsanawiyyah atau tingkat atas Jurusan Ilmu Syari’iyyah dan Ilmu Alam di kota kelahirannya dan beliau menyelesaikan studinya pada tahun 1949. pada tahun yang sama, kemudian beliau berangkat ke Mesir dan menuntut ilmu di Al-Azhar Asy-Syarif. Beliau memperoleh Darjah ‘Alamiyah dari fakultas Ushuluddin pada tahun 1952. Kemudian beliau meneruskan Dirasat ‘Ulya untuk memperoleh Syahadah Ilmiyyah dalam bidang Tarbiyyah. Beliau adalah seorang yang giat dan cerdas dalam gerakkan Islam. Mengabdikan diri untuk berdakwah dan bergabung dengan ikhwan Muslimun. Beliau berhubungan erat dengan Asy-Syahid Abdul Qadir

1

www.google.co.id/biogerafi Abdullah Nashih Ulwan


(18)

‘Audah, Sayyid Qutb dan Al-Ustadz Abdul Badi’ Shaqar (Rahimahullah jami’an).2

Dalam riwayat hidupnya beliau pernah dipenjara. Dan didalam penjara tersebut beliau menyelesaikan pengajiannya dan mamperoleh syahadah tinggi dalam bidang pengajaran dan menerima ijazah spesialiasi bidang pendidikan yang setaraf dengan Master of Art (MA) pada tahun 1954. yaitu sebelum beliau dibuang ke Syiria.

Akan tetapi karena pada masa pemerintahan Gamal Abdul Naser, pada tahun 1954, beliau diusir dari Mesir, sehingga beliau tidak sempat meraih gelar Doktor dari Perguruan Tinggi tersebut. Hal ini dikarenakan pada akhir tahun 1948 dan awal tahun 1949 Ikhwanul Muslimin ini mulai melancarkan serangan terhadap Inggris dan Yahudi di Mesir, sehingga terjadinya konfrontasi antara Ikhwanul Muslimin dan Pemerintah Mesir yang mencapai puncaknya dengan terbunuhnya PM Mahmud Fahmi Nuqrasyi dan Al-Banna sendiri3. Terjadinya Revolusi 1952 ini tidak menyurutkan konflik antara Ikhwanul Muslimin dengan pemerintah Mesir, bahkan pada tahun 1954 dan 1965 justru terjadi dua konfrontasi berdarah. Dimana banyak anggota Ikhwanul Muslimin yang ditahan, disiksa, dan dibunuh oleh rezim Gamal Abdul Naser4. Termasuk diantaranya adalah Dr. Abdullah Ulwan dan Ideolog Ikhwanul Muslimin Sayyid Qutb.

Begitu juga selama beliau di Syiria, tekanan dari kerajaan semakin keras diarahkan kepada kaum Muslimin di Syiria. Karena adanya dekrit yang dikeluarkan oleh rezim Hafiz Al-Asad yang berbunyi “bahwa stiap orang yang berhubungan dengan Ikhwanul Muslimin dapat dijatuhi hukuman mati”5. Hal ini disebabkan adanya pandangan bahwa Ikhwanul Muslimin adalah sebagai lawan politik oleh rezim yang berkuasa.

2

www.google.co.id/biogerafi Abdullah Nashih Ulwan

3

Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (eds), Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPPI Press, 2005). Cet. I. h. 56-57

4

Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (eds), Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPPI Press, 2005). Cet. I. h. 58

5

Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (eds), Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPPI Press, 2005). Cet. I. h. 58


(19)

11

Beliau berhijrah ke Jordan pada tahun 1400 H (1979 M), kemudian beliau ke Arab Saudi dan bertugas di Universitas Al-Malik Al-Abdul Aziz di Jeddah. Dan pada tahun 1404 H beliau menyelesaikan studinya dan mendapat gelar Ph.D didalam bidang Syari’ah Islamiyyah di Universitas Sind di Pakistan, dalam tesisnya yang berjudul “Fiqh Ad-Dakwah Ad-Da’iyyah”6.

B. Akhlak dan pribadi

Dr. Abdullah Nashih Ulwan disenangi oleh semua pihak kecuali mereka yang memusuhi Islam. Beliau menjalinkan hubungan yang baik dengan sesiapa sahaja.

Beliau adalah seorang yang sangat berani menyatakan kebenaran, tidak takut atau gentar kepada sesiapa pun dalam menyatakan kebenaran sekalipun kepada pemerintah. Beliau telah meletakkan amanah dalam dakwah adalah amalan yang wajib kepada umat Islam. Semasa di Syria, beliau telah menegur beberapa sistem yang diamalkan oleh pemerintah di waktu itu dan senantiasa menyeru supaya kembali kepada sistem Islam, kerana Islam adalah penyelamat. Keadilan Islam adalah rahmat kepada ummah.

Keluhuran pekerti kesan didikan Islam yang meresap dalam jiwa beliau telah meletakkan beliau sangat disanjungi oleh ulama dan masyarakat. Rumahnya sentiasa dikunjungi oleh orang ramai. Sahabat karib beliau, Dr. Muhammad Walid menyatakan, Dr Abdullah Nasih Ulwan adalah seorang yang sangat peramah, murah untuk memberi senyuman kepada sesiapa sahaja, pertuturannya sangat mudah difahami, percakannya sentiasa disulami nasihat dan peringatan, beliau juga seorang yang tegas dengan prinsip asas Islam.

Dr Abdullah Nasih Ulwan juga seorang yang sangat benci kepada perpecahan dan munculnya berbilang-bilang jamaah dalam negara Islam. Menyeru kepada perpaduan dan kesatuan atas nama Islam untuk membina kekuatan umat Islam yang semakin pudar. Beliau berpendapat bahawa pepecahan umat Islam perlu dimuhasabah semula oleh setiap lapisan umat Islam. Apabila berbincang mengenai perpaduan dan kesatuan umat Islam, air

6


(20)

matanya pasti tumpah menandakan beliau adalah seorang yang sangat cintakan kesatuan umat Islam.

Dalam persahabatan, beliau menjalinkan hubungan dengan sesiapa sahaja serta senantiasa menziarahi teman-teman. Bertanyakan kabar serta mementingkan ikatan ukhuwah Islamiah yang terjalin. Menghuluran bantuan dan pertolongan sekalipun bersusah payah untuknya.7

C. Akar Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan

Abdullah Nashih Ulwan merupakan salah satu tokoh pemikiran pendidikan di dunia Islam. Pemikirannya diwarnai oleh nilai-nilai dakwah yang sangat tinggi. Salah satu contohnya adalah setiap buku-buku atau karya-karyanya berisikan nilai-nilai dakwah, ajakan atau seruan kepada setiap kaum muslimin. Dalam hal ini penulis dalam memberi contoh yaitu karya beliau yang berjudul Ila Warasatil Anbiyai. Dalam buku ini beliau menjelaskan materi-materi tentang bagaimana para Ulama melaksanakan kewajiban menyampaikan Islam dengan hikmah dan ajaran yang baik.

Sebagai seorang aktivis Ikhwanul Muslimin, Ulwan sangat terpana dengan kepribadian Hasan Al-Banna. Dengan semangat juang dan dakwah yang tinggi, sehingga yang melatarbelakangi pemikiran Ulwan adalah Hasan Al-Banna.

Ikhwanul Muslimin merupakan jamaah yang murni religius dan filantropis, yang bertujuan menyebarkan moral Islam dan amal baik. Kemunculan Ikhwanul Muslimin merupakan respon terhadap berbagai perkembangan yang terjadi di dunia Islam (khususnya Timur Tengah), berkaitan dengan makin luasnya dominasi imperialis Barat8. Sehingga organisasi ini berkembang dengan pesat ke seluruh wilayah Timur Tengah seperti Mesir, Suriah (tempat kelahiran Abdullah Nashih Ulwan), Lebanon, Yordania, Kuwait, Arab Saudi, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Palestina, sudan, Maroko, Aljazair, dan Tunisia.

7

www.google.com\dr-abdullah-nasih-ulwan-selagi-nadi.html

8

Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (eds), Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPPI Press, 2005). Cet. I. h. 56


(21)

13

Sebagai organisasi yang berkembang pada saat itu sehingga Abdullah Nashih Ulwan tergerak untuk bercimpung dalam gerakan tersebut. Apalagi Suriah dan Mesir merupakan tempat kelahiran dan tempat beliau menuntut llmu, maka secara langsung “ruh” ideologi yang ada dalam Ikhwanul Muslimin masuk kedalam pemikiran beliau. Oleh karena itu pantaslah pemikiran beliau sangat mencirikan nilai-nilai dakwah untuk merubah moral pada kaum muslimin.

D. Karya-karya Abdullah Nashih Ulwan

Karya-karya yang dihasilkan oleh Abdullah Nashih Ulwan sangat banyak dan mencakup bukan dalam satu bidang saja, karya-karyanya menyentuh bidang atu ilmu dakwah, fiqih, sosial dan pendidikan. Diantara karya-karyanya adalah9:

1. Ila Warasatil Anbiyai (Kepada Pewaris Para Nabi), risalah ini menjelaskan tentang bagaimana para ulama melaksanakan kewajiban menyampaikan Islam dengan hikmah dan ajaran yang baik.

2. Hukmul Islam Fit Tillviziyyun (Hukum Islam Tentang Televisi), risalah ini menjelaskan tentang bahaya dan pengaruh negatif mengenai Audio Visual 3. Hatta Ya’lamasy Syabab (Agar Para Pemuda Mengetahui), risalah ini

menjelaskan tentang para pemuda.

4. At-Takafullul Ijtima’i Fil Islam (Jaminan Sosial dalam Islam), risalah ini menjelaskan tentang para pejabat dan urusan sosial masyarakat.

5. Salahuddin Al-ayyubi, risalah ini menjelaskan tentang kerindun pada masa lalu, dann mengingatkan tentang kebebasan pada masa lalu.

6. Ahkamuz Zakati (Hukum-hukum Zakat), risalah ini menjelaskan tentang kaum muslimin dengan kontek Ilmu pengetahuan dan fiqh.

7. Ahkamut Ta’min (Hukum-hukum Asuransi), risalah ini menjelaskan tentang media untuk menyelamatkan dari bahaya-bahaya kapitalisme,

9

Abdullah Nashih Ulwan, Pendiikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I, h., xxv-xxvi


(22)

menyebutkan bahaya-bahayanya, serta menjelaskan peran penggantinya yang benar dalam jaminan sosial yang Islami.

8. Tarbiyatul Aulad Fil Islam, risalah ini menjelaskan tentang isi atau materi pendidikan yang akan diberikan kepada anak dalam menanamkan moral di dalam diri anak, serta yang berkaitan dengan perkawinan.


(23)

BAB III

HAKEKAT PENDIDIKAN SEKS

A. Pengertian Pendidikan Seks

Seks berfungsi untuk berkembang biak mengembangkan keturunan dan meraih kenikmatan yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Kenikmatan selalu membawa ketenangan dalam hati dan fikiran, dan sebaliknya ketidaknyamanan menimbulkan kegelisahan dan penderitaan.1

Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk lainnya. Dianugerahkan kepadanya insting untuk mempertahankan keturunan sebagai konsekuensi kemuliaanya itu. Ini berarti manusia harus memperkembangkan keturunan dengan alat yang telah diperlengkapkan tuhan kepadanya. Diantara perlengkapan ini adalah alat kelamin dan nafsu syahwat untuk saling bercinta. Dari percintaan inilah akan timbul nafsu seks sebagai naluri manusia sejak lahir.

Naluri seks merupakan naluri manusia yang paling kuat dan menghujam. Sebab, ia beraksi secara kokoh dan menuntut respon teratur. Ia merupakan unsur orisinal di dalam eksistensi manusia, demi hikmah yang tinggi dan tujuan yang berkaitan dengan kelestarian hidup dan kelangsungan generasi, seperti yang disebutkan di dalam al-Qur’an:

1

Sudirman Tebba, Ayat-ayat Seks, (Jakarta: Pustaka Irvan, 2006), h. 11


(24)

Artinya:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”(Q.S. an-Nisa:1)2

1. Pendidikan

Makna pendidikan tidaklah semata-mata kita menyekolahkan anak ke sekolah untuk menimba ilmu pengetahuan, namun lebih luas daripada itu. Seorang anak akan tumbuh kembang dengan baik manakala ia memperoleh pendidikan yang paripurna (komprehensif), agar ia kelak menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, Negara, dan agama. Anak yang demikian ini adalah anak yang sehat dalam arti luas, yaitu sehat fisik, mental-emosional, mental-intelektual, mental-sosial dam mental-spiritual. Pendidikan itu sendiri sudah harus dilakukan sedini mungkin di rumah maupun di luar rumah, formal di institute pendidikan, dan non formal di masyarakat.

Berbicara soal pendidikan, menyangkut tiga hal pokok, yaitu: 1. Aspek Kognitif

Yang dimaksud dengan aspek kognitif, adalah kemampuan anak untuk menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Hal ini berhubungan dengan kemampuan intelektual dan taraf kecerdasan anak didik.

2. Aspek Afektif

Yang dimaksudkan dengan aspek afektif, adalah kemampuan anak untuk merasakan dan menghayati apa-apa yang diajarkan, yang telah diperolehnya dari aspek kognitif diatas. Sehingga daripadanya timbullah motivasi untuk mengamalkan atau melakukan apa-apa yang telah dimilikinya itu.

3. Aspek Psikomotorik

2

Yurdian Wahyudi Asmin dan Muhammad Abdul Bashir, Islam dan Anarsisme Seks,


(25)

17

Yang dimaksud dengan aspek psikomotor, kemampuan anak didik untuk merubah sikap dan perilaku sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari (aspek kognitif) dan ilmu yang telah dihayatinya (aspek afektif).

Sebagai contoh misalnya, dikatakan pendidikan agama Islam (dalam hal ini shalat) baru dikatakan berhasil secara paripurna, bila anak ltu:

a) Memahami/mengetahui secara intelektual hal ihwal yang berhubungan dengan shalat (aspek kognitif)

b) Merasakan/menghayati makna serta manfaat dan hikmah shalat baginya (afektif)

c) Melaksanakan amalan shalat secara fisik dengan manjalankan shalat lima waktu (aspek psikomotorik)3

Pendidikan menurut istilah akan diuraikan sebagai berikut:

a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.4

b. Menurut undang-undang RI No. 2 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 dikemukakan, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

c. Menurut Drs. Amir Dien Indra Kusuma, bahwa bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmaninya maupun rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa.5

3

Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Ilmu Kodekteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h. 155-156.

4

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), edisi ketiga, h. 263.

5

Amir Dien Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, tth), h. 27.


(26)

d. Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat: Pendidikan adalah suatu aktifitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Ini berarti pendidikan tidak hanya berlangsung didalam kelas tetapi berlangsung diluar kelas.6

Secara keseluruhan, pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan tanpa pamrih, dalam rangka memberikan bimbingan dan pengarahan menuju suatu hidup yang harmonis dan sejahtera untuk individu-individu dalam mengarungi kehidupan.

Dengan demikian pendidikan tidak hanya cukup dilakukan didalam kelas dalam waktu terbatas, karena sasarannya adalah pembentukan watak, sikap, tingkah laku, bahkan pendewasaan seluruh aspek kehidupan anak. Pendidikan maupun peserta didik sangat membutuhkan pengawasan dan kontinuitas sikap. Oleh karena itu, pendidikan harus lebih banyak dilakukan oleh orang tua dan masyarakat, karena sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan diluar sekolah.

2. Seks

Seks dalam kamus biologi berarti ”sifat kelamin atau nafsu syahwat atau jenis kelamin”.7

Menurut sseksiologi, nafsu syahwat adalah kekuatan naluri yang terkuat diantara naluri-naluri lainnya. Firman Allah Dalam Surat ali-Imran ayat 14:

Artinya:

”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,...”

Menurut Sarlito Wirawan Sarwono dan Ami Siambadar dalam bukunya ”Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks Anak”, seksualitas

6

Zakiah Darajat, FilsafatPendidikan Islam, (Jakarta: Pembinaan Kelembagaan Agama Islam), (DEPAG RI, 1983-1984), h. 147.

7


(27)

19

adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan seks. Dalam pengertian ini ada dua aspek (segi) dari seksualitas:

a. seks dalam arti sempit b. seks dalam arti luas

Dalam artinya yang sempit seks berarti kelamin. Sedangkan seks dalam artinya yang luas, yaitu segala hal yang terjadi sebagai akibat (konsekuensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin.8

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya seks adalah jenis kelamin dan semua ihwal uang berhubungan dengan alat kelamin, seperti membedakan antara pria dan wanita, persetubuhan, reproduksi seks, kelenjar-kelenjar, dan hormon-hormon yang mempengaruhi alat-alat kelamin sampai peran dan kerjaan serta hubungan antara pria dan wanita.

3. Pendidikan Seks

Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencagah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan, seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi, dan perasaan berdosa.

Akan tetapi dipihak lain, ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan pendidikan seks. Hal itu karena dikhawatirkan dengan pendidikan seks, anak-anak yang belum saatnya tahu tentang seks jadi mengetahuinya. Selanjutnya, karena dorongan keinginan tahu yang besar yang ada pada remaja, mereka jadi ingin mencobanya.

Pandangan pro-kontra pendidikan seks ini pada hakikatnya tergantung sekali pada bagaimana kita mendefinisikan pendidikan seks itu sendiri. Jika pendidikan seks diartikan sebagai pemberian informasi mengenai seluk-beluk anatomi dan proses faal dari reproduksi manusia

8

Sarlito Wirawan Sarwono dan Ami Siamsidar, Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan Seks, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h. 7-8


(28)

semata ditambah dengan tekhnik-tekhnik pencegahannya (alat kontrasepsi), kecemasan yang disebutkan diatas memang beralasan.9

Adapun yang berkenaan dengan pendidikan seks akan dikemukakan oleh pendapat beberapa tokoh pendidikan berikut ini, diantaranya adalah:

a. Menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah dampak negatif yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan bedosa.10

b. Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz Elqusy, pendidikan seks ialah pemberian pengalaman yang benar kepada anak, agar dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dalam kehidupannya dimasa depan sebagai hasil dari pemberian pengalaman kepada si anak, dan si anak akan memperoleh sikap mental yang baik terhadap masalah seks dan masalah keturunan.11

c. Menurut Salim Sahli yang dimaksud dengan pendidikan seks adalah penerangan yang bertujuan untuk membimbing serta mengasuh laki-laki dan perempuan sejak dari anak-anak sampai anak-anak dewasa, perihal pergaulan antar kelamin umumnya dan kehidupan seksual. Khususnya agar mereka dapat melakukan sebagaimana mestinya sehingga kehidupan berkelamin itu mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat manusia.12

d. Dr. Abdullah Nasih Ulwan mengatakan:

نأ

ﻪ رﺎ

و

ﻪ ﻮ و

ﺪ ﻮ ا

ا

ﺔ ﺮ ﺎ

دﻮ ﻘ ا

ﻰ ا

ﺎ ﺎ ﻀﻘ ا

,

ةﺰ ﺮﻐ ﺎ

ﺮ و

,

و

9

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 182-183

10

Sarlito Wirawan Sarwono, Peranan Orang Dalam Pendidikan Seks, (Jakarta: Rajawali, 1986), Cet.ke-1, h. 183.

11

Abdul Aziz, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental II, Terjemah Zakiah Darajat,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), Cet.ke-1, h. 281

12

Salim Sahli, Sex Education, (Semarang: Yayasan Arafah Abadi dan Yayasan Sejahtera, 1995), h. 227.


(29)

21

”bahwa pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan perkawinan sehingga jika anak telah mengetahui masalah-masalah yang diharamkan dan yang dihalalkan bahkan mampu menerapkan tingkah laku Islami sebagai akhlak kebiasaan dan tidak akan mengikuti syahwat dan cara hedonisme.”13

Dengan melihat definisi-definisi diatas, para ahli mengungkapkan bahwa pendidikan seks adalah usaha untuk memberikan bimbingan dan pengarahan agar dapat memberikan pengertian tentang seks yang benar serta tidak disalahgunakan dalam rangka pencapaian kehidapan yang teratur dan harmonis serta diridhoi oleh Allah SWT, sedangkan menurut Nasih Ulwan tidak hanya sebatas memberikan bimbingan dan pengarahan, akan tetapi lebih condong kepada sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari (akhlak).

B. Seks Ditinjau Dari Segi Agama Islam

Kemunculan istilah pendidikan seks (seks education) dalam sistem pendidikan Islam bukan berasal dari warisan Islam atau dapat dikatakan tidak ada dalam din Islam. Istilah pendidikan seks berasal dari masyarakat barat. Negara barat yang pertama kali memperkenalkan pendidikan ini secara sistematis adalah swedia yang dimulai sekitar 1926. diindonesia, pembicaraan mengenai pendidikan seks secara resmi baru dimulai pada 9 september 1972 melalui orasi Masalah Pendidikan Seks yang dicetuskan fakultas Kedokteran Univarsits Pajajaran.

13

Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, (Bandung: Asysyifa, 1998), h. 572


(30)

Tidak ditemukannya istilah pendidikan seks dalam Islam bukan berarti tidak ada pendidikan mengenai seks di dalam sistem pendidikan Islam. Pembahasan seks dalam Islam tersebar dan dibahas bersamaan dengan pendidikan lainnya.

Ketika membahas akhlak, seks merupakan bagian yang dikomentari. Contohnya akhlak pergaulan antara pria dan wanita.

Ketika membahas ibadah, seks merupakan bagian yang dikomentari. Contohnya wajib shalat bagi individu yang telah baligh, mandi junub bagi orang yang selesai haidh, bersenggama dan mimpi basah.

Ketika membahas akidah, kembali seks menjadi bagian yang dikomentari. Contohnya dapat dilihat pada surat al-Ahzab ayat 35:

Artinya:

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak


(31)

23

menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Termasuk pengetahuan yang berkaitan dengan biologis manusia seperti cara membersihkan diri setelh haidh dan menyusui yang diterangkan dalam surat al-Baqarah ayat 233:

Artinya:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Dengan demikian, pendidikan seks dalam Islam adalah satu paket dengan pendidikan nilai yang lain. Inilah salah satu ciri yang membedakan pendekatan pendidikan seks sekuler. Pemisahan pendidikan dari dari pesan-pesan nilai Islam akan mengakibatkan hilangnya sasaran yang hendak dicapai dalam pembinaan moral. Inilah penyebab kegagalan pendidikan seks sekuler


(32)

selama ini. Pendidikan seks hanya berupa penyampaian pengetahuan seputar seksualitas manusia.14

Manusia itu diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk lainnya. Allah menganugerahkan naluri kepada manusia untuk mempertahankan keturunan sebagai konsekuensi kemuliaannya itu. Naluri itu yang kemudian kita kenal sebagai naluri seks yang harus diarahkan pada naluri yang di rahmati Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat Yusuf ayat 53:

Artinya:

“Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang”

Ayat diatas menunjukan bahwa ada dua jenis nafsu syahwat, yaitu nafsu liar (hewani) dan nafsu yang dirahmati Allah SWT. Nafsu liar akan membawa manusia kepada kejahatan, sedangkan nafsu yang dirahmati Allah akan memberikan kasih sayang yang diwujudkan dalam perkawinan, dijelaskan dalam firman Allah dalam surat ar-Rum ayat 21:

Artinya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Sungguh, Islam telah mengatur segala-galanya. Meskipun manusia diberi keleluasaan untuk menyalurkan hasrat seksualnya, namun bukan berarti

14

Marzuki Umar Sa’bah, Seks dan Kita, (Jakarta: Gema Insani Press, 1988), Cet I, h. 322-324.


(33)

25

melaksanakan kebebasan seksual. Sebab, keleluasannya dalam menyalurkan dorongan seksual harus tetap dalam ikatan nikah sebagaiman firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 223:

Artinya:

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”

Melalui tali pernikahan itulah, kesucian masalah seksual bisa terpelihara. Masalah seksual yang dianggap jijik, kotor, hina oleh kaum rahbaniyyah atau yang didewa-dewakan oleh kaum yang menyuarakan kebebasan seksual, maka oleh Islam ditempatkan secara terhormat. Ia bukanlah masalah yang jijik dan kotor. Namun ia bukan pula sebagai sesuatu yang diagung-agungkan sehingga manusia justru diperbudaknya. Namun ia merupakan sesuatu yang bersifat biologis yang memiliki kaitan dengan moral.

Tak mengherankan, bila didalam Islam banyak sekali aturan-aturan yang berkenaan dengan masalah seksual ini. Banyak petunjuk-petunjuk yang duberikan al-Qur’an, dan banyak pula contoh perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW sebagai dasar pendidikan seksual.

Diantara tuntutan yang diajarkan Islam dalam kaitannya dengan masalah seksual, misalkan: larangan hidup membujang, menjaga pandangan mata terhadap lawan jenis yang bukan mahromnya, perlunya para wanita menutup aurat, takterkecuali bagi laki-laki dengan batasan-batasan tertentu, larangan kawin dengan saudara sekandung (incest), begitupun dengan yang sepersusuan, menjauhi (tidak bersetubuh) dengan istri yang sedang haidh, larangan berdua-duaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahromnya (khalwat), adab bersetubuh, adab berhias bagi wanita, larangan berzina, adab meminang, sifat malu wanita saat dipinang, cara memilih calon istri, larangan beristri lebih dari empat orang, sikap istri bila diminta “tidur” bersama oleh suami dan sebagainya.


(34)

Semua hal tersebut diatas, merupakan pedoman pendidikan seksual yang telah dinyatakan dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Adanya pedoman pendidikan seksual tersebut sebagai konsekuensi dari pengakuan Islam terhadap naluri seksual. Dan sebagai bukti, bahwa Islam menjunjung tingggii kesucian dan keluhuran dorongan-dorongan seksual pada manusia.15

Pandangan Islam tentang seks ini berdasar atas pengetahuan tentang fitrah manusia, sehingga tidak ada seorangpun di dalam masyarakat yang berani melampaui batas-batas fitrahnya, dengan cara penyimpangan yang bertentangan dengan nalurinya. Tetapi ia akan menempuh cara sesuai dengan metode lurus yang telah digariskan Islam, yaitu institusi perkawinan. Sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Rum diatas.

Dari sini kita dapat mengetahui bahwa Islam mengharamkan upaya menghindarkan diri dari perkawinan dan zuhud di dalamnya dengan niat mengosongkan diri untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Terutama sekali jika muslim ini mampu untuk kawin dan segala sarananya mudah ia dapatkan. Bahkan, di dalam syari’at Islam, kita mendapatkan bahwa syari’at memerangi secara keras setiap penyeruan rahbaniyyah yang dibenci dan hina itu, karena bertentangan dengan fitrah, naluri dan kecenderungan manusia.

Al-Baihaqi meriwayatkan di dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqash ra:

ﺔ ّ ا

ﺔّ

ا

ﺔّ ﺎ هّﺮ ﺎ

ﺎ ﺪ أ

ﷲا

ّنإ

Artinya:

“Sesungguhnya Allah telah menggantikan rahbaniyyah dengan al-Hanifiyyah yang luhur” Ath-Thabrani dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda:

ّﺛ

ﻜ ّ

نﻷ

اﺮ ﻮ

نﺎآ

Artinya:

“Barang siapa mudah baginya untuk kawin, kemudian ia tidak kawin, maka ia bukan termasuk umatku”

15

Ayip Syafruddin, Islam dan Pendidikan Seks Anak, (tt, CV.Pustaka Manti, 1992), h. 32-33


(35)

27

Diantara sikap Rasulullah SAW di dalam mendidik masyarakat dan mengatasi kerusakan-kerusakan jiwa, adalah sebagaimana sebagaimana yang terlihat di dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Anas ra, bahwa:

Tiga macam manusia telah datang kepada istri-istri Nabi SAW, bertanya kepada mereka tentang ibadah beliau. Ketika mereka diberitahukan tentang ibadah beliau itu, seakan-akan mereka memandangnya sedikit, sehingga mereka bertanya, “dimanakah kedudukan kami disisi Nabi SAW, sedang beliau telah diampuni dari dosanya yang telah lalu dan yang akan datang?” salah seorang diantara mereka berkata, “adapun aku, selalu tidak luput dari shalat malam”, yang lain berkata, “aku selalu berpuasa dan tidak pernah berbuka”, dan yang lainnya berkata, “aku menghindarkan diri dari kaum wanita dan tidak pernah kawin”. Kemudian, datanglah Rasulullah SAW seraya bersabda, “kaliankah yang berkata anu dan anu itu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya daripada kalian. Tetapi, aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku tidur, dan aku mengawini kaum wanita. Oleh karena itu, barang siapa benci terhadap sunnahku, maka ia bukan termasuk umatku”.

Sikap rasulullah SAW ini merupakan penjelasan yang paling besar bahwa Islam adalah dini ‘l-fitrah, way of life dan risalah keabdian sampai Allah mewariskan bumi dan segala isinya. Dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?

Diantara pandangan Islam tentang seks adalah bahwa Islam memandang pemenuhan syahwat dan naluri secara halal melalui perkawinan, termasuk salah satu amal saleh. Pelakunya berhak mendapatkan keridhaan Allah, balasan dan pahala.16

C. Awal Penerapan Pendidikan Seks

Insting seksual (gharijah jinsiyah) bukan suatu hal yang buruk bagi manusia, tapi sangat bermanfaat untuk keberlangsunga generasi muda. Berkat

16

Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, (Bandung: Asysyifa, 1998), h. 667-669


(36)

insting ini juga manusia menjadi betah hidup didunia. Kalau insting ini digunakan secara benar akan terwujud kehidupan yang indah dan menyenangkan bagi umat manusia. Namun sebaliknya kalau manusia menyalahgunakan insting ini secara sewenang-wenang, maka hidup akan menjadi neraka baginya. Guru dan orang tua harus serius memberikan bekal yang praktis untuk anak-anak dalam segala tahapnya sehingga mereka terhindar dari perbuatan asusila.

Anak-anak yang mudah terangsang memang harus ditangani dengan benar. Sebagian orang mengira bahwa anak-anak yang belum baligh tidak mengerti apa-apa tentang seks, dan bahkan tidak memiliki sensitivitas tertentu. Pandangan seperti ini tampaknya harus segera dirubah karena menurut riset anak-anak sudah mengalami rasa nikmat, dan bahkan bisa dilihat. Alat kemaluan anak-anak laki-laki bahkan tegang ketika tersentuh. Anak-anak yang berusia 5 sampai 6 tahun kadang-kadang suka melihat kemaluan temannya dan kadang-kadang saling menyentuh.

Para ahli psikolog mengatakan bahwa anak-anak yang berusia 6 sampai 7 tahun sudah bis membayangkan hubungan seks dan bahkan ingin mengetahuinya lebih jauh lagi. Dari usia 8 tahun sampai 9 tahun kadang-kadang mereka secara sembunyi-sembunyi berbicara dengan kawan-kawannya membicarakan masalah seks. Kadang-kadang mereka juga ingin mengetahui rahasia hubungan seks kedua orang tua mereka. Semakin dewasa, semakin besar hasrat seksula mereka. Hasrat seksual pada anak-anak memang tampak dalam bentuk yang berbeda-beda. Kecenderungan seperti itu jika masih dalam batas-batas kewajaran, maka tidak akan menjadi masalah. Namun jika anak-anak sudah kecanduan dengan seksual , maka ini tidak bisa dibiarkan lagi. Anak-anak yang cepat matang secara seksual akan mengalami kesulitan-kesulitan mental, sebab ia tidak bisa memuaskan hasratnya lewat pernikahan resmi. Sebagian anak-anak juga ada yang terbiasa melakukan onani sejak kecil, jika tidak bisa dihentikan kebiasaan ini sejak kecil maka akan terbawa sampai dewasa. Orang tua harus melakukan pengawasan dan berusaha mengalihkan hasrat mereka sehingga tidak menjadi kebiasaan. Dan lakukan


(37)

29

penegahan sejak dini, sehingga anak-anak tidak mengalami reaksi seksual sebelum waktunya.17

Pendidikan seks juga berkenaan dengan perintah Allah SWT. Agar menutup aurat yang tidak hanya ditujukan kepada wanita akan tetapi juga bagi laki-laki. Aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan, sedangkan bagi laki-laki batas auratnya adalah antara lutut dan pusar.

Begitulah ketentuan syariat Islam dalam hal menjaga aurat, baik dikenakan kepada wanita wanita maupun laki-laki karena Islam menjaga sekali sopan santun dalam pergaulan antara sesama manusia, khususnya kepada lawan jenis dan sangat menjunjung tinggi masalah moralitas.

Dalam surat An-Nur ayat 58-59, Allah SWT menjelasan dasar-dasar pendidikan bagi keluarga yang mencakup adab bagi anak kecil dalam meminta izin ketika hendak masuk kekamar orang tuanya. Pertama, anak tidak boleh kekamar orang tua sebelum masuk waktu shalat shubuh sebab pada saat itu orang tua mungkin masih terlelap tidur. Kedua, siang hari sesudah shalat dzuhur aebab waktu itu mungkin dipergunakan orang tua unutk istirahat. Ketiga, sesudah waktu shalat isya sebab waktu itu merupakan waktu idur dan beristirahat bagi orang tua. Petunjuk al-Qur'an diatas secara tegas telah menunjukan bahwa Islam benar-benar memperhatikan pendidikan anak dan melindungi kesucian mereka.

Mengenai waktu pendidikan seks, "seharusnya dimulai sejak anak kecil dan bukan setelah remaja. Yang bertanggung jawab adalah semua pihak baik orang tua, sekolah (guru), masyarakat dan pemerintah.18

Akhirnya peran orang tua yang dekat kepada anak berkewajiban untuk memberikan pendidikan seks. Oleh karena itu orang tua harus siap untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh anaknya berkaitan dengan masalah seks itu. Hendaknya disesuaikan juga dengan cara-cara yang setaraf dengan usia pertumbuhannya baik di rumah maupun disekolah.

17

Ahmad Subandi dan Salman Fadhullah, Agar Tidak Salah Mendidik Anak, (Jakarta( Al-Huda, 2006) h. 275-276

18

Arfendi AR, Pendidikan Seks dan Akhlak Buat Si Mungil , Mabrur, 026, (November, 1994), h. 37


(38)

Menurut Abdullah Nasih Ulwan bahwa pendidikan seksual yang harus mendapatkan perhatian secara khusus dari para pendidik, dilaksanakan berdasarkan fase-fase berikut ini:

Fase pertama, usia 7 – 10 tahun, disebut masa tamyiz (masa pra pubertas). Pada masa ini, anak diberi pelajaran tentang etika meminta izin dan memandang sesuatu.

Fase kedua, usia 10 – 14 tahun, disebut masa murahaqah (masa peralihan atau pubertas) pada masa ini anak dijauhkan dari berbagai rangsangan seksual.

Fase ketiga, usia 14 – 16 tahun, disebut masa bulugh (masa adolesen). Jika anak sudah siap untuk menikah, maka pada masa ini anak diberi pelajaran tentang etika (adab) mengadakan hubungan seksual.

Fase keempat, setelah masa adolesen disebut masa pemuda. Pada masa ini anak diberi pelajaran tentang adab (etika) melakukan isti’faf (bersuci), jika memang ia belum mampu melangsungkan pernikahan.19

D. Tujuan Pendidikan Seks

Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai atau diraih dalam mendapatkan hal yang diinginkan atau diwujudkan. Adapun tujuan pendidikan seks yang dikemukakan oleh Ali Akbar adalah untuk menciptakan suasana ketenangan dan kebahagiaan dalam rumah tangga, tempat mendidik keturunan yang taat kepada Allah dan supaya manusia menjauhi zina.20

Pendidikan seks bertujuan untuk memberikan kepada generasi muda pokok-pokok pengendalian diri dengan kelakuan diantaranya; menghargai pendapat umum yang berhubungan dengan masalah-masalah seks, merasakan seks dan menghargainya, mengetahui hasil peraturan-peraturan sosial, meladeni orang-orang baik dalam menjaga kehormatan yang tinggi yang cocok bukan malu dan segan yang dulu dikenal orang, atau keterlaluan kurang

19

Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, (Bandung: Asysyifa, 1998), h. 572

20

Ali Akbar, Seksualitas Ditinjau dari hokum islam, (Jakarta: Balai Aksara, 1986) Cet ke-3, h.15


(39)

31

sopan seperti kita saksikan sekarang ini, menghargai kewanitaan dan kelaki-lakian, membentuk kebiasaan mengekang diri mengetahui hubungan umum antara masalah seks dan kehidupan, menumbuhkan cara-cara rekreasi mental dan jasmani dan bukan untuk mengatasi dorongan seks, tetapi sebagai jalan untuk menggantinya, mengetahui ganjaran, sopan santun pada generasi muda dan mempelajari sopan santun yang menggambarkan cinta dalam bentuknya yang mulia.21

Dengan adanya beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan seks ialah mencegah terjadinya penyimpangan seks dan mencegah terjadinya hubungan seks di luar nikiah, juga dapat menghasilkan manusia-manusia dewasa yang dapat menjalankan kehidupan yang bahagia karena dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat beserta lingkungannya dan bertanggung jawab terhadap dirinya dan terhadap orang lain.

E. Bahaya (Dampak Negatif) Yang Ditimbulkan Akibat Penyimpangan Seksual

Berikut ini Abdullah Nashih Ulwan menyajikan berbagai bahaya terpenting yang muncul akibat perzinahan dan hubungan haram, agar para pembaca dapat mengetahui permasalahan ini lebih jelas dan dapat melaksanakan kewajiban menyadarkan anak dengan sebaik-baiknya.

Dibawah ini adalah bahaya-bahaya (dampak negatif) yang muncul akibat perbuatan-perbuatan keji:

1. Bahaya (Dampak Negatif) Bagi kesehatan a. Penyakit Kencing Nanah (Gonorhea) b. Penyakit Syphilis (Raja Singa) c. Penyakit Kanker Kelamin d. Penyakit Kanker Lainnya

e. Penyakit Kematangan Seksual Terlalu Dini

21

Abdul Aziz Elqussy, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental II, Terjemah Zakiah Darajat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), Cet.ke-1, h. 294-295


(40)

2. Bahaya (Dampak Negatif) Bagi Psikis dan Moral

a. Penyakit Penyimpangan Seksual (Homo Seks dan Lesbian) b. Penyakit Gila Seks (hyper sexs)

3. Bahaya (Dampak Negatif) Bagi Sosial

a. Terancamnya Keluarga Oleh Kepunahan (Tidak Akan Menikah) b. Dzalim Terhadap Janin dan Anak (Tidak Ingin Memiliki Anak)

c. Berada Dalam Kesengsaraan (Tidak Ada Ketenangan Dalam Dirinya) d. Terputusnya Hubungan Kekeluargaan dan Kekerabatan (Hina di Mata

Keluarga dan Kerabat )

4. Bahaya (Dampak Negatif) Bagi Ekonomis

a. Lemahnya Kekuatan Diri (Menderita Penyakit Otak, Fisik, Moral, dan Jiwa)

b. Sedikitnya Pendapatan (Menghambur-hamburkan Harta)

c. Pencaharian Rezeki Yang Tidak Halal (Terjebak Dalam DuniaHitam)

5. Bahaya (Dampak Negatif) Bagi Agama dan Ukhrawi

Orang yang sengaja tidak kawin dan tidak menyucikan dirinya dari hal-hal yang diharamkan Allah, tidak menjaga dirinya dari syahwat dan fitnah, akan terkena empat kehinaan yang indikasinya disebutkan oleh Rasulullah SAW. Berikut ini

Di dalam Ausath, Thabrani meriwayatkan dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda:

لﺎ

رأ

نﺈ

ﻰ ﺰ او

آﺎ إ

:

قزﺮ ا

ﻘ و

ﻪ ﻮ ا

ءﺎﻬ ا

هﺬ

,

رﺎ ا

دﻮ ا

و

ﺮ ا

و

Artinya:

“Jauhilah olehmu perbuatan zina, sebab didalamnya terdapat empat perkara: menghilangkan kewibawaan wajah, memutuskan rezeki, membuat yang maha pengasih madah dan menyebabkan kekekalan didalam neraka.”


(41)

33

Diantara bahaya-bahaya ukhrawinya adalah ketika seseorang melakukan zina, ia terlepas dari ikatan iman. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Nabi SAW. Bahwa beliau bersabda:

ﻮهو

ﻰ ﺰ

ﻰ اﺰ ا

ﻰ ﺰ

Artinya:

“Tidaklah beriman seseorang yang berzina ketiuka ia berzina”

Apabila seseorang terus-menerus melakukan maksiat tanpa bertobat sampai datang saat kematiannya, maka Allah SWT akan melipat gandakan siksaan baginya pada hari kiamat, Allah berfirman:

Artinya:

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),” (68)

“(yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,” (69)22

Itulah beberapa bahaya-bahaya terpenting menurut Abdullah Nashih Ulwan yang muncul akibat perzinaan dan perbuatan munkar yang memedihkan, baik dari kesehatan, akhlak, jiwa, akal, agama, keluarga, masyarakat dan ekonomi.

22

Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, (Bandung: Asysyifa, 1998), h. 643-650


(42)

BAB IV

PERANAN KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN SEKS ANAK MENURUT ABDULLAH NASHIH ULWAN

A. Keluarga Dan Permasalahannya

Pembentukan sebuah keluarga bermula dengan pinangan seorang laki-laki kepada seorang wanita untuk mendirikan rumah tangga. Peristiwa itu disusuli dengan berbagai peristiwa lain seperti menentukan mas kawin, akad nikah, hari pesta, walimah, dan lain-lain lagi. Tetapi hari peminangan itulah hari yang paling bersejarah bagi seorang laki-laki, karena pada hari itu ia membuat suatu keputusan (decision) untuk memikul tanggungjawab sebagai kepala rumah tangga. Bagi seorang wanita pinangan itu juga sangat bersejarah, sebab pada hari itu, kalau setuju menerima pinangan , ia telah setuju pula untuk bersama-sama dengan calon suaminya untuk mendirikan suatu keluarga yang menjadi sendi asas bagi berdirinya suatu masyarakat. Penerimaan tanggungjawab itu bukan secara kebetulan dan bukan hanya dengan memikul tanggungjawab itulah kebahagiaan diri dan masyarakatnya akan terwujud.1

Akan tetapi pembentukan identitas anak menurut Islam, dimulai jauh sebelum anak itu diciptakan. Islam memberikan berbagai syarat dan ketentuan pembentukan keluarga sebagai wadah yang akan mendidik anak sampai umur tertentu yang disebut baligh (berakal). Karena itu perlu kita singgung sedikit syarat-syarat pembentukan keluarga yang terdapat didalam al-Qur’an sebagai berikut:

1

Prof. Dr. Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Penerbit Pustaka Al-Husna, 1985), Cet ke-3, h. 46


(43)

35 a. Larangan menikah dengan wanita yang dalam hubungan darah dan kerabat

tertentu, sepert tersebut dalam surat an-Nisa ayat 22 dan 23

Artinya:

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).”(Q.S. an-Nisa: 22)

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara bapakmu yang perempuan;


(44)

Saudara-isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(Q.S. an-Nisa: 23)

b. Larangan menikah dengan orang yang berbeda agama disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 221:

Artinya:

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya


(45)

37 (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Q.S. al-Baqarah:221)

c. Larangan menikah dengan orang yang berzina diutarakan dalam surat an-Nur ayat 3:

Artinya:

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki-laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.”(Q.S. an-Nur: 3)2

Dalam membentuk sebuah keluarga dalam ajaran agama Islam yang di jelaskan oleh Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya “Tarbiyatul Aulad fiil Islam” terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah mengenai pemilihan jodoh, yaitu:

a. Memilih Berdasarkan Agama

Yang dimaksud agama disini adalah pemahaman yang hakiki terhadap Islam dan penerapan setiap keutamaan dan adabnya yang tinggi dalam perbuatan dan tingkah laku, melaksanakan syariat dan prinsip-prinsipnya secara sempurna selamanya. Ketika pelamar dan yang dilamar telah mencapai taraf pemahaman dan pelaksanaan seperti ini, maka kita akan menyebut masing-masing diantara mereka sebagai orang yang memiliki agama dan akhlak.

b. Memilih Berdasarkan Keturunan dan Kemuliaan

Diantara kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh Islam dalam memilihkan pasangan hidup adalah memilih jodoh dari keturunan atau keluarga mulia yang dikenal mempunyai kebaikan, akhlak dan keturunan

2

Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), Cet. 2, h. 41-43


(46)

Nabi SAW telah menyebutkan bahwa manusia adalah laksana logam. Mereka saling berbeda dalam kehinaan dan kemuliaan, kebaikan dan keburukan. Beliau bersabda di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Thayalisi, Ibnu Mani’ dan Al-Askari dari Abu Hurairah:

ﺮ او

ﺮ ا

ندﺎ

سﺎ ا

,

م ﻹا

هرﺎ

ﺔ هﺎ ا

هرﺎ

,

اذإ

اﻮﻬﻘ

Artinya:

“Manusia itu laksana logam dalam kebaikan dan keburukan. Orang-orang yang baik dari mereka dalam jahiliyyah adalah yang sebaik mereka dalam Islam, apabila mereka memahami”

Untuk itu, maka kepada setiap orang yang ingin kawin, Nabi SAW menganjurkan untuk memilih pasangan atas dasar kebaikan, kemuliaan dan kemaslahatan.

c. Mengutamakan Orang Jauh (Dari Kekerabatan) Dalam Perkawinan

Diantara pengarahan Islam yang bijaksana di dalam memilih istri adalah mengutamakan wanita yang jauh atas wanita yang seketurunan atau kaum kerabat. Hal ini dimaksudkan demi keselamatan fisik anak dari penyakit yang menular atau cacat secara heriditas, disamping untuk memperluas lingkungan kekeluargaan dan memperat ikatan-ikatan sosial.

Di dalam hal ini, fisik mereka akan bertambah kuat, kesatuan mereka semakin kokoh dan terjalin, dan perkenalan mereka bertambah luas. Tidak aneh bila Nabi SAW memberikan peringatan sebaiknya tidak mengawini wanita-wanita yang seketurunan atau sekerabat, agar anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya.

Diantara peringatan Nabi SAW tersebut adalah sabda beliau:

ﻪ ﻮ و

ﺎ وﺎ

ﺪ ﻮ ا

ّنﺈ

ﺔ اﺮ ا

اﻮ ﻜ

:

اوﻮﻀ و

اﻮ ﺮ ﻏا


(47)

39 “Janganlah kalian menikahi kaum kerabat, sebab akan dapat menurunkan anak yang lemah jasmani dan bodoh” dan sabdanya: “Carilah untuk kalian wanita –wanita yang jauh, dan janganlah mencari wanita-wanita dekat (yang lemah badannya dan lemah otaknya)”

d. Lebih Mengutamakan Gadis-gadis

Diantara ajaran Islam yang sangat tepat dalam memilih istri adalah mengutamakan gadis dibandingkan janda. Yang demikian itu dimasudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung.

Diantara manfaat tersebut adalah, melindubngi keluarga dari hal-hal yang menyusahkan kehidupan, yang menjerumuskan kedalam berbagai perselisihan dan menyebarkan kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab, gadis itu akan memberikan sepenuhnya kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki pertama yang melindunginya, menemui dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda. Kadangkala dari suaminya yang kedua, ia tidak mendapatkan kelembutan yang sempurna, kecintaan yang menggantikan kecintaan dari suami yang pertama dan pertautan hati yang sesungguhnya, karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua.

Tidak aneh jika kita melihat Aisyah ra telah memberikan kepada Nabi SAW makna semua ini, ketika ia berkata kepada Rasul SAW:

ﺎﻬ

آا

ةﺮ

ﻪ و

ﺎ داو

أرأ

ﷲا

لﻮ ر

,

آﺆ

ةﺮ

و

ﺎﻬ

,

م

او

ة

ا

لﺎ

؟كﺮ

آ

ﺎﻬ

ّىأ

:

ﻰ ا

ﺎﻬ

,

ﺎﻬ

ﷲا

ﻰ ر

" :

ﻰه

ﺎ ﺄ

."

Artinya:

Wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika engkau turun pada suatu lembah yang di dalamnya terdapat sebatang pohon yang telah dimakan sebagian daripadanya dan sebatang yang lain belum dimakan daripadanya. Dimana engkau akan menggembalakan untamu?” Rasulullah SAW menjawab, “Pada pohon yang belum pernah digembalakan daripadanya” Aisyah berkata, “Maka aku ini adalah pohon (yang masih utuh dan belum digembalakan daripadanya) itu” (HR. Bukhari)

Aisyah bermaksud menjelaskan keutamaannya dibandingkan istri-istri yang lainnya. Sebab Rasulullah SAW tidak pernah mengawini gadis kecuali Aisyah.

Rasulullah SAW telah menjelaskan sebagai hikmah mengawini gadis. Beliau bersabda


(48)

“Kawinlah oleh kamu sekalian gadis-gadis. Sebab, mereka itu lebih manis pembicaraannya, lebih banyak melahirkan anak, lebih sedikit tuntutan dan tipuan, serta lebih menyukai kemudahan.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)

e. Mengutamakan perkawinan dengan wanita subur

Diantara ajaran Islam di dalam memilih istri adalah memilih wanita subur yang banyak melahirkan anak. Dan hal ini dapat diketahui dengan dua cara:

Pertama, kesehatan fisiknya dari penyakit-penyakit yang mencegahnya dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada spesialis kandungan.

Kedua, melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuannya yang telah kawin. Sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak, maka wanita itupun akan seperti mereka.

Sebagaimana yang dapat diketahui secara medis, bahwa wanita yang termasuk banyak melahirkan anak, biasanya mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat. Wanita yang mempunyai tanda-tanda seperti ini dapat memmikul beban rumah tangganya, kewajiban-kewajiban mendidik anak dan memikul hak-hak sebagai istri secara sempurna.3

Artinya:

“Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu).” (27)

3

Abdullah Nashih Ulwan, Pendiikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I, h., 11-22


(49)

41

B. Kedudukan dan Kewajiban Orang tua Terhadap Anak Dalam Keluarga

Seorang pria dan wanita yang berjanji dihadapan Tuhan untuk hidup sebagai suami istri, berarti juga bersedia memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang bakal dilahirkan. Ini berarti bahwa pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan siap sedia untuk menjadi orang tua. Salah satu kewajiban dan hak utama dari orang tua yang tak dipindahkan adalah mendidik anak-anaknya. Sebab orang tua memberikan hidup kepada anak, maka mereka mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak mereka. Jadi tugas sebagai orang tua tidak hanya sekedar menjadi perantara adanya makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya agar dapat melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya.4

Anak bagi orang tua merupakan amanat Allah dan menjadi tanggung jawabnya kepada Allah SWT untuk mendidiknya, mengisi fitrahnya dengan karimah, iman dan amal shaleh.

Rasulullah SAW bersabda:

آ

دﻮ ﻮ

دﻮ ﻮ

،ةﺮ ا

اﻮ ﺄ

ﻪ ادﻮﻬ

وأ

ﻪ اﺮ

وأ

،ﻪ ﺎ

ﺎ آ

ﺔ ﻬ ا

ًﺔ ﻬ

،ءﺎ

ه

نﻮ

ﺎﻬ

؟ءﺎ ﺪ

لﻮﻘ

ﻮ أ

ةﺮ ﺮه

:

اوءﺮ او

نإ

:

تﺮ

ﷲا

ﻰ ا

سﺎ ا

ﺎﻬ

،ﷲا

ﻚ ذ

ﺪ ا

، ﻘ ا

ﻜ و

ﺮ آأ

سﺎ ا

نﻮ

.

Artinya:

“setiap anak dilahirkan atas fitrah, maka kedua ibu bapaknyalah yang meyahudikannya atau menasranikannya atau memajusikannya, bagaikan binatang yang sebagai menghasilkan secara keseluruhan, apakah kalian merasakan padanya ada kekurangan? Kemudian Abu Hurairah berkata “kalau kalian berkehendak bacalah” “fitrata ‘illahi dan seterusnya (tetaplah atas fitrah Allah, yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agam, yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”(H.R. Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits ini pendidikan post natal (setelah lahir) orang tua mempunyai tanggung jawab tentang pengisian fitrah si anak. Dalam hal ini kewajiban orang tua mengisinya dengan iman dan amal shaleh menurut metoda yang tepat untuk tiap tahapan umur anak.

Pendidikan post-natal untuk tahap pertama, sesuai dengan kewajiban anak, yang mempunyai naluri (instink) meniru, bahwa sianak suka meniru apa saja yang

4


(1)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Menurut Abdullah Nashih Ulwan keluarga memiliki peranan penting dalam membentuk sikap serta perilaku seks anak, karena pendidikan anak dimulai dari keluarga, bahkan pada saat pemilihan jodoh sudah dimulai pendidikan bagi anak, karena bagaimana anak nanti itu tergantung dari orang tuanya. Peranan keluarga sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan jiwa anak. Apabila orang tua salah dalam mendidik, maka anak pun akan mudah terbawa arus kepada hal-hal yang tidak baik. Maka dengan adanya peranan masing-masing hendaknya orang tua saling melengkapi sehingga membentuk keluarga yang utuh dan harmonis dan dapat menjalankan perintah agama dengan sebaik-baiknya. Keluarga memiliki tanggung jawab terhadap pembentukan perilaku seks anak, juga menentukan kebijaksanaan yang akan diambil olehnya pada masa sekarang dan mendatang.

Sedangkan Islam dalam memandang seks yaitu sesuai yang fitrah/manusiawi serta bernilai ibadah, asalkan pemenuhannya sesuai dengan konstitusi Islam (dalam hal ini adalah pernikahan). Syariat Islam adalah syariat yang lengkap dan sempurna dalam mengatur segala hubungan baik vertikal maupun horizontal. Tidak ada satu sisi pun dalam kehidupan manusia yang tidak diatur oleh syariat Islam, termasuk seks dengan segala konsekuensinya.

Menurut Abdullah Nasih Ulwan bahwa pendidikan seksual yang harus mendapatkan perhatian secara khusus dari para pendidik, dilaksanakan berdasarkan fase-fase berikut ini:


(2)

Fase pertama, usia 7 – 10 tahun, disebut masa tamyiz (masa pra pubertas). Pada masa ini, anak diberi pelajaran tentang etika meminta izin dan memandang sesuatu.

Fase kedua, usia 10 – 14 tahun, disebut masa murahaqah (masa peralihan atau pubertas) pada masa ini anak dijauhkan dari berbagai rangsangan seksual.

Fase ketiga, usia 14 – 16 tahun, disebut masa bulugh (masa adolesen). Jika anak sudah siap untuk menikah, maka pada masa ini anak diberi pelajaran tentang etika (adab) mengadakan hubungan seksual.

Fase keempat, setelah masa adolesen disebut masa pemuda. Pada masa ini anak diberi pelajaran tentang adab (etika) melakukan isti’faf (bersuci), jika memang ia belum mampu melangsungkan pernikahan.

Hal ini bertujuan agar anak terhindar dari godaan syahwat dan membentuk pribadi yang kuat serta mampu menahan diri dari gangguan seksual yang keliru, sehingga ketika anak terjun ke masyarakat ia sudah mempunyai landasan hidup dan tidak mudah terpengaruh oleh keadaan sekitar.

B. Saran

Keluarga adalah lembaga utama dalam pendidikan anak, jadi baik buruknya anak tergantung bagaimana keluarga itu memberikan pondasi diri kepada anak mereka. Dalam pendidikan seksual seharusnya keluarga terutama orang tuamulai memberikan pendidikan seks kepada anak-anaknya ketika sang anak sudahmengerti tentang perbedaan jenis kelamin yang mereka miliki dengan jenis kelamin teman sebayanya. Hal ini dapat diketahui ketika sang anak mulai bertanya mengenai: “koq punya ade (kelamin laki-laki) berbeda dengan punya sinta (kelamin perempuan)?”. Oleh karena itu orang tua harus pandai-pandai menyampaikan informasi tentang seks kepada anak-anaknya, karena secara materi pendidikan seks itu sendiri turut menetukan bagaimana persepsi anak akan terbentuk, maka dari itu orang tua tidak perlu ragu-ragu untuk menerangkan yang benar, karena tanpa keterangan yang jujur, justru si anak akan mencari tahu dan mendapatkan dari lingkungannya (sesuatu yang belum tentu ideal baginya)

Setelah orang tua memberikan opini mengenai pendidian seksual, barulah orang tua menambahkan sikap dan tingkah laku kepada si anak, seperti bagaimana cara berpakaian (menutup aurat), antara laki-laki dan perempuan, tingkah laku (dalam pergaulan), kemudian etika meminta izin dan memandang.


(3)

Dalam hal ini tentu saja orang tuia berarti harus menanamkan akidah dan akhlak yang baik kepada anak sejak mereka masih kanak-kanak, karena itu merupakan kunci dari segala permasalahan. Oleh karena itu, unsur penanaman akidah yang kokoh adalah unsure utama dalam pendidikan.

Orang tua juga harus selalu mengawasi perkembangan anak-anaknya agar mereka terhindar dari rangsangan seksual yang keliru dengan memberikan sari tauladan yang baik bagi anak, ibarat pepatah “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, karena anak pasti akan mengikuti apa yang yang dilakukan oleh orang tuanya, maka jangan salahkan anak apabila anak melakukan hal yang keliru akan tetapi orang tua harus introfeksi diri apakah mereka sudah memberikan tauladan yang baik atau belum.

Kemudian orang tua pun harus membentuk pengaruh lingkungan yang baik dalam keluarga, misalnya jika di dalam ada paman, keponakan, nenek atau siapa saja, maka harus dipastikan bahwa mereka memberikan tauladan baik bagi anak dan tidak memberikan masukan yang bertentangan dengan apa yang diajarkan orang tua.

Selain membentuk pengaruh lingkungan yang baik dalam keluarga, orang tua juga harus membentuk pengaruh yang baik dalam lingkungan masyarakat dan sekolah, oleh karena itu orang tua harus bekerja sama dengan masyarakat dan para guru untuk memberikan tauladan yang baik kepada anak-anak mereka dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang positif, seperti membentuk jamaah pengajian di masjid, kegiatan rohis di sekolah dan lain-lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA Sumber Primer

Ulwan, Abdullah Nashih, Pendiikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I, Jilid I

Ulwan, Abdullah Nasih dan hasan Hathout, Pendidikan sex, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992)

Sumber Sekunder

Akbar Ali, Seksualitas Ditinjau dari hokum islam, (Jakarta: Balai Aksara, 1986) Cet ke-3

Al-Hasan, Yusuf Muhammad, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Al-Safwa, 1997), Cet. 1

Aly, Herry Noer, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999) cet II

Arfendi. AR, Pendidikan Seks dan Akhlak Buat Si Mungil , Mabrur, 026, (November, 1994)

Asmin, Yurdian Wahyudi dan Muhammad Abdul Bashir, Islam dan Anarsisme Seks, (Yogyakarta: al-Kautsar, 1990)

Darajat, Zakiah, FilsafatPendidikan Islam, (Jakarta: Pembinaan Kelembagaan Agama Islam), (DEPAG RI, 1983-1984)

Darajat Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. 14

Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), Cet. 2

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), edisi kedua

Djatnika,Rahmat Sistem Etika Islami, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996)

Elqussy, Abdul Aziz, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental II, Terjemah Zakiah Darajat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), Cet.ke-1

Hafidz, Muhammad Nur Abdul, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Terjemahan dari Manhaj Al-Tarbiyyah Al-Nabawiyyah Li Al-Thifl karya Muhammad Nur Abdul Suwaid, (Bandung: Al-Bayan, 1997), Cet. I


(5)

Hasbullah, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006)

Hawari, Dadang, Ilmu Kodekteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996)

Kartono, Kartini, Peranan Keluarga Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali Pers), Cet II

Kusuma, Amir Dien Indra, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, tth)

Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Penerbit Pustaka Al-Husna, 1985), Cet ke-3

Muchtar, Heri Jauhari, Fikh Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. I

Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Rosda Karya, 2000), Cet 13

Ramayulis, Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga…

Sabri, M. Alisub, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,1999), Cet. II

Sabri, M Alisuf, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997)

Sa’bah, Marzuki Umar, Seks dan Kita, (Jakarta: Gema Insani Press, 1988), Cet I

Sahli Salim, Sex Education, (Semarang: Yayasan Arafah Abadi dan Yayasan Sejahtera, 1995)

Sarwono, Sarlito Wirawan, Peranan Orang Dalam Pendidikan Seks, (Jakarta: Rajawali, 1986), Cet.ke-1

Sarwono, Sarlito Wirawan, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006)

Sarwono, Sarlito Wirawan dan Ami Siamsidar, Peranan Orang Tua Dalam Pendidikan Seks, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986)

Subandi Ahmad dan Salman Fadhullah, Agar Tidak Salah Mendidik Anak, (Jakarta( Al-Huda, 2006)

Syafruddin, Ayip, Islam dan Pendidikan Seks Anak, (Solo, CV, Pustaka Mantio: 1992), Cet ke-2


(6)

Tebba, Sudirman, Ayat-ayat Seks, (Jakarta: Pustaka Irvan, 2006)

Turmudi Endang dan Riza Sihbudi (eds), Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPPI Press, 2005). Cet. I

Yatim, Wildan, Kamus Biologi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999) Cet ke-1

Yulis, Rama. et. all, Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), Cet ke -1

Zamroni Anang dan Ma’ruf Asrori, Bimbingan Seks Islami, (Surabaya: Pustaka Anda, 1997), Cet-1