PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR ISMUBA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DI SD MUHAMMADIYAH KARANGPLOSO TAHUN AJARAN 2016/2017

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Wijang Prasangko Wibowo NIM: 20120720126

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) strata Satu

Pada Prodi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

Wijang Prasangko Wibowo NIM: 20120720126

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

ِدْيِ اَ اهل ِيِ يِلاَدِ ُدْلاَ يدْيدْل الاع لدو ناَااُا تا ت اَاَ ىاودق تْلاَ ّيِدْل الاع لدو ناَااُا تاَ ...

)٢ : ةِئامل( يبا اقيُدْل

Artinya:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.(Al-Maidah: 2)

) يلدِ عدْل الاَاَ( ي(اعااع ادلل اعام (اكارا بدْل : ا لاساَ يهديالاع هل لاص هل لدو ساَ الااق

Artinya:

Rasullah SAW Bersada: “Barokah akan bersama-sama orang yang berkumpul karena Allah” (HR. Muslim).


(6)

1. Kedua orangtua tercinta, Bapak Wagiman dan Ibu Wiwin Indriyani yang telah mencurahkan seluruh tenaga, harta, dan doa serta kasih sayangnya untuk saya.

2. Adiku Ulfi Marendi, yang turut ikut mendo’akan saya selama menjalani studi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

3. Dosen-dosen program studi Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan pendidikan dan pengajaran serta bimbingan selama di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Sahabat-sahabatku di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat UMY yang telah bersama-sama berjuang di jalan Allah.

5. Almamaterku, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai kampus yang unggul dan islami.


(7)

Alhamdulillah dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT. yang selalu memberi rahmat, hidayah dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang disusun sebagai syarat akademis dalam menyelesaikan studi pada Program Sarjana (S1) Jurusan Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dukungan, do’a, serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Gunawan Budianto, M.P. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Mahli Zainuddin, M.Si. Selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Dr. Abd. Madjid, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Ibu Dr. Akif Khilmiyah, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan saran, petunjuk dan bimbingan yang sangat berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 5. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Wagiman dan Alm. Ibu Wiwin Indriyani


(8)

7. Ibu Jumiyati, A. Ma., selaku guru Al-Islam SD Muhammadiyah Karangploso Bantul Yogyakarta yang telah membimbing dan membantu penulis di dalam proses pengambilan data.

8. Seluruh jajaran guru, karyawan, dan siswa-siswi Islam SD Muhammadiyah Karangploso Bantul Yogyakarta yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

9. Teman-teman terbaik kelas PAI C angkatan 2012 yang telah menemani perjalanan akademik ini dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, juga telah memberikan semangat, dukungan, doa, saran, membantu serta menemani perjuangan selama proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikkan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 17 Desember 2016 Penulis


(9)

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 7

1. Secara Teoritis... 7

2. Secara Praktis ... 7

E. Sistematika Pembahasan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

B. Kerangka Teori ... 12

1. Pembelajaran Kooperatif... 12

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 12

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 13

c. Unsur dan Ciri Pembelajaran Kooperatif... 14


(10)

2. Keaktifan Belajar Siswa... 22

a. Pengertian Keaktifan Belajar ... 22

b. Jenis-jenis Keaktifan Belajar ... 24

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar.... 25

d. Indikator Keaktifan Belajar... 26

3. Hasil Belajar Siswa ... 27

a. Definisi Belajar ... 27

b. Ciri-ciri Belajar ... 31

c. Pendekatan Belajar... 32

d. Hasil Belajar... 26

e. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar PAI ... 34

f. Indikator Hasil Belajar ... 35

4. Pendidikan ISMUBA ... 37

C. Kerangka Berfikir ... 39

D. Hipotesis... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Jenis atau Desain Penelitian ... 41

B. Penegasan Konsep dan Variabel Penelitian ... 42

1. Penegasan Konsep... 42

2. Variabel Penelitian ... 44

C. Populasi dan Sampel ... 44

1. Populasi ... 44

2. Sampel... 44

D. Teknik Pengumpulan Data... 45

E. Instrumen Penelitian ... 47


(11)

I. Sistematika Pembahasan ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Hasil Penelitian ... 60

1. Deskripsi Umum ... 60

a. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60

2. Deskripsi Data Khusus... 63

a. Perencanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 63

b. Kegiatan pra-Tindakan... 65

3. Laporan Pelaksanaan Siklus 1... 67

a. Tahap Perencanaan ... 67

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan... 68

c. Hasil Observasi ... 73

d. Hasil Tindakan ... 76

e. Tahap Refleksi ... 76

4. Laporan Pelaksanaan Siklus 2... 77

a. Tahap Perencanaan ... 77

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan... 78

c. Hasil Observasi ... 83

d. Tahap Refleksi ... 85

5. Angket Respon Siswa ... 86

B. Pembahasan... 87

C. Keterbatasan Penelitian... 108

BAB V PENUTUP... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran... 111


(12)

(13)

Tabel 3. Kisi-kisi Angket Keaktifan dan Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TPS ... 50

Tabel 4. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas.. ... 55

Tabel.5..Hasil Persentase Pengamatan Keaktifan Belajar Siswa Siklus 1. .. 74

Tabel 6. Hasil Persentase Pengamatan Keaktifan Belajar Siswa Siklus 2 ... 83

Tabel.7. Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Kelas VI A melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 89

Tabel 8. Daftar Nilai Hasil Post-Test Siklus 1 dan Siklus 2 ... 92

Tabel 9. Rentang Nilai Hasil Post-Test Siklus 1 dan Siklus 2 ... 92


(14)

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan oleh Arikunto ... 51

Gambar 3. Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Kelas VIA ... 90

Gambar 4. Peningkatan Hasil Belajar Al-Islam Siswa Kelas VI A melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 92

Gambar 5. Turut Serta Dalam Melaksanakan Tugas Belajar ... 100

Gambar 6. Keterlibatan Siswa Dalam Pemecahan Masalah ... 101

Gambar 7. Bertanya Kepada Guru atau Teman ... 102

Gambar 8. Menggunakan Berbagai Sumber Belajar... 103

Gambar 9. Melaksanakan Diskusi Kelompok Sesuai Arahan... 103

Gambar 10. Siswa Mampu Menilai Dirinya ... 104

Gambar 11. Melatih Diri Dalam Memecahkan Soal Sejenis ... 105

Gambar 12. Bertanya dan Meminta Pendapat Guru ... 106


(15)

Lampiran 2. RPP SIKLUS II... 124

Lampiran 3. Ringkasan Materi Siklus I ... 131

Lampiran 4. Materi Pembelajaran Siklus II ... 135

Lampiran 5. Soal dan kunci Jawaban LKS Siklus I ... 137

Lampiran 6. Soal dan Kunci Jawaban Post test siklus I... 141

Lampiran 7. Soal LKS Siklus 2... 143

Lampiran 8. Soal Post Test Siklus II ... 151

Lampiran 9. Daftar Absen siswa ... 156

Lampiran 10. Daftar nilai siklus I & II... 158

Lampiran 11. Catatan Lapangan Siklus I & II ... 159

Lampiran 12. Pedoman dan Lembar Observasi siswa ... 163

Lampiran 13. Analisis Hasil Observasi Siklus I dan II ... 166

Lampiran 14. Angket Respon siswa terhadap pembelajaran TPS ... 171

Lampiran 15. Analisis Hasil Respon siswa ... 174

Lampiran 16. Dokumentasi penelitian ... 180

Lampiran 17. Surat Keterangan telah melakukan penelitian ... 185


(16)

(17)

(18)

(19)

Karang Ploso Bantul Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang ditempuh dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi yang dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah siswa VI A SD Muhammadiyah Karang Ploso Bantul Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 yang berjumlah 35 siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa berupa tes tertulis dalam bentuk soal uraian, instrumen untuk mengetahui keaktifan belajar siswa berupa lembar observasi, serta instrumen angket yang digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap peningkatan keaktifan belajar dan pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TPS.

Sebelum penelitian ini dilakukan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI A di SD Muhammadiyah Karangploso cenderung masih rendah. Dibuktikan dengan wawancara tidak terstruktur dengan guru mata pelajaran Al-Islam serta observasi secara langsung di dalam kelas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa, persentase keaktifan belajar siswa dari siklus 1 sebesar 76,38% meningkat menjadi 84,37% pada siklus 2 dan sudah melebihi Indikator keberhasilan yaitu 75%. Pembelajaran kooperatif tipe TPS juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, pada siklus 1 terdapat 4 dari 35 siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), pada siklus 2 telah terjadi peningkatan, dengan nilai rata-rata kelas meningkat sebesar 7,83 poin dari 82,22 pada siklus 1, menjadi 90,05 pada siklus 2.

Kata kunci: Pembelajaran kooperatif tipe TPS, keaktifan belajar, hasil belajar Pendidikan Al-Islam


(20)

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan instrumen penting dalam meningkatkan kualitas diri seseorang. Pendidikan dipandang sebagai cara yang tepat untuk membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, karena melalui pendidikan, manusia mendapatkan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, dan nilai-nilai sikap, sehingga memiliki pola pikir yang sistematis, rasional, dan bersikap kritis terhadap masalah yang dihadapi, serta mampu bersaing di era globalisasi seperti saat ini.

Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 menyebutkan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Berdasarkan Undang-Undang di atas, kedudukan siswa dalam proses pembelajaran tidak hanya sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek pembelajaran, artinya peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Selaras dengan Undang-undang di atas Sardiman (2014: 111), menyatakan mengenai posisi sentral subjek didik dalam proses pembelajaran sebagai berikut:


(22)

Siswa atau subjek didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar. Peserta didik sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita di dalam proses belajar mengajar, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa atau peserta didik itu akan menjadi faktor penentu, sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.

Peserta didik yang aktif dalam sebuah proses pembelajaran tidak lepas dari metode atau cara yang digunakan guru dalam mengajar. Seorang guru yang kurang memiliki variasi dalam metode mengajar akan berdampak pada kejenuhan dan kurang aktifnya para siswa ketika mengikuti proses belajar. Selain itu terdapat beberapa guru yang masih belum memahami akan pentingnya menyentuh tiga ranah aspek pembelajaran siswa yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Padahal sejatinya dalam suatu proses pembelajaran guru harus bisa menggunakan atau menguasai suatu metode pembelajaran yang mengarah pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sekaligus secara proporsional.

Guru sebagai pendidik di lingkungan sekolah yang memiliki peran besar dalam menuntun peserta didik untuk mampu mencapai tujuan belajarnya. Paradigma pendidikan lama mengkonsep bahwa peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dilakukan melalui peran aktif guru di kelas. Guru sebagai tenaga pendidik merupakan center of learning, segala aktivitas belajar mengajar berpusat pada guru, sehingga memunculkan pemahaman bahwa faktor penentu utama keberhasilan peserta didik adalah guru. Paradigma ini memunculkan berbagai tanggapan terhadap proses pembelajaran peserta didik yang pasif. Seharusnya dalam proses pembelajaran yang menjadi sasaran utama adalah proses belajar peserta didik.


(23)

Pembelajaran yang dilakukan di kelas akan berlangsung secara efektif jika guru dapat memilih dan menggunakan model yang sesuai dengan keadaan peserta didik dalam kelas tersebut. Setiap guru akan menggunakan model pembelajaran yang berbeda-beda satu sama yang lain. Dalam proses pembelajaran, guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Mengajar bukan berfokus pada how to teach tetapi hendaknya lebih berorientasi pada how to stimulate learning dan learning how to learn (Longworth, 1999; Novak & Gowin, 1985, dalam Sumarni, 2011: 02). Belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Zainal Arifin dan Adhi Setyawan (2012: 2). mengungkapkan bahwa, “Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan”. Dari kedua pernyatan diatas, artinya bahwa harus ada sinergitas antara guru dan siswa. Guru dituntut untuk memiliki kreatifitas dalam mengajar, karena hakikatnya guru tidak hanya menyampaikan pelajaran tetapi juga merangsang siswa untuk ikut berperan aktif dalam proses belajar mengajar, dan disinilah pembelajaran yang bersifat kooperatif di butuhkan sebagai salah satu solusi agar pembelajaran tidak lagi terkesan membosankan dan satu arah.

Sistem pembelajaran cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar


(24)

kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka di antara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan ikut andil dalam anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model cooperative learning teknik Think-Pair-Share (TPS). Pembelajaran kooperatif teknik Think-Pair-Share (Berpikir, berpasang, berbagi) adalah model pembelajaran dengan cara saling bertukar pikiran secara berpasangan. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Siswa diorganisasikan dalam bentuk kelompok kecil yang heterogen, saling bekerjasama dan berbagi. Melibatkan aktivitas siswa tanpa harus ada perbedaan status dan melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya. Siswa saling berbagi pengetahuan, ide, memberikan umpan balik dan mengajar rekan sebaya.

Uraian di atas menyatakan bahwa dalam sebuah pembelajaran harus ada proses membangun dan mengembangkan kecerdasan dalam berintraksi yang baik antar individu, bukan hanya kecerdasan kognitif saja. Namun pada kenyataannya masih ada para guru dari beberapa sekolah khususnya guru yang mengampu pelajaran Tarikh, dalam pelaksanaan pengajaran masih menggunakan model pembelajaran yang pasif, dan para siswapun beranggapan bahwa para guru Pendidikan Agama Islam kurang variatif dalam mengajar.


(25)

Sebagaimana yang diungkapkan Ibu Jumiyati (guru ISMUBA) di SD Muhammadiyah Karangploso sebagai berikut:

Ketika proses pembelajaran berlangsung saya lihat masih banyak siswa yang tidak fokus atau berbicara sendiri, mungkin di karenakan merasa bosan dan kurang tertarik terhadap pembelajaran sehingga beberapa dari murid ada yang kurang memahami dengan baik pelajaran yang diberikan oleh guru. Biasanya dalam pembelajaran yang saya berikan, saya hanya mengalir saja, biasanya dengan memberikan penjelasan dan penugasan kepada murid (Wawancara pada 30 Januari 2015).

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini penting untuk dilakukan guna mengatasi ketidak aktifan siswa dan semakin besar tingkat kepasifan siswa. Sehingga mata pelajaran ISMUBA tidak bisa diterima secara baik. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji peningkatan keaktifan dan prestasi belajar Al-islam melalui pembelajaran kooperatif model Think Pair Share di SD Muhammadiyah Karangploso.

B. Rumusan Masalah:

Berdasarkan masalah yang diuraikan di atas maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah keaktifan belajar siswa kelas VI A SD Muhammadiyah Karangploso pada mata pelajaran Ismuba sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) ?

2. Bagaimanakah hasil belajar siswa kelas VI A SD muhammadiyah Karangploso pada pelajaran Ismuba sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ?


(26)

3. Bagaimanakah implementasi pembelajaran tipe kooperatif tipe Think Pair Share pada pelajaran Ismuba kelas VI A di SD Muhammadiyah Karangploso ? 4. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI A SD Muhammadiyah Karangploso ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk memberi gambaran keaktifan belajar siswa kelas VI A SD

Muhammadiyah Karangploso pada mata pelajaran Ismuba (Al-Islam) sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). 2. Untuk memberi gambaran hasil belajar siswa kelas VI SD Muhammadiyah

Karangploso pada mata pelajaran Ismuba (Al-Islam) sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

3. Untuk memberi gambaran implementasi pmebelajaran kooperatif tipe TPS di kelas VI A SD Muhmammadiyah Karangploso pada mata pelajaran Ismuba (Al-Islam).

4. Untuk mengetahui peningkatan keaktifan belajar dan hasil belajar siswa kelas VI SD Muhammadiyah Karangploso pada mata pelajaran Ismuba setelah implementasi pembelajaran kooperatif model Think Pair Share (TPS).

D. Kegunaan Penelitian


(27)

1. Secara Teoritis

a. Sumbangan pemikiran bagi pengembangan keilmuan di bidang Pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam.

b. Memberikan konstribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya, maupun bagi masyarakat luas pada umumnya mengenai implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

c. Sebagai acuan dan bahan pertimbangan pada penelitian selanjutnya. 2. Secara Praktis

a. Bagi Guru

Memberikan bahan pertimbangan kepada guru untuk mengoptimalkan proses pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share guna meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Ismuba siswa.

b. Bagi Siswa

Memberikan motivasi siswa untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.


(28)

BAB II

TINJAUN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitan terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian ini untuk dijadikan bahan acuan. Beberapa penelitian yang terkait dengan masalah yang peneliti lakukan antara lain:

Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Diah Setianingsih, (2013), UNY, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Teknik TPS (THINK PAIR SHARE) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Dalam Pembelajaran Akuntansi Bilingual Siswa Kelas XI AK 1 SMK Negeri 1 Depok Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) meningkatkan Motivasi Belajar dalam pembelajaran Akuntansi bilingual siswa kelas XI AK 1 SMK Negeri 1 Depok Tahun Ajaran 2012/2013 dengan mengimplementasikan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik TPS (Think Pair Share) dan 2) mengetahui respon siswa kelas XI AK 1 terhadap implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Teknik TPS dalam pelaksanaan pembelajaran Akuntansi bilingual. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan selama dua siklus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan angket. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lembar observasi motivasi belajar, catatan lapangan, angket motivasi belajar, dan angket respon siswa. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Analisis ini dilakukan dengan cara mengolah skor Motivasi Belajar dan respon


(29)

siswa, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa: 1) Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Teknik TPS dapat meningkatkan Motivasi Belajar siswa kelas XI AK 1 SMK Negeri 1 Depok tahun ajaran 2012/2013.

Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh Ratri, (2013), Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Teknik Think-Pair-Share Dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar dan Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Prambanan Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) keefektifan metode pembelajaran teknik Think-Pair-Share dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi; 2) keefektifan metode pembelajaran teknik Think-Pair-Share dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi; 3) keefektifan metode Think-Pair-Share dalam meningkatkan keaktifan belajar dibandingkan dengan metode konvensional; 4) keefektifian metode Think-Pair-Share dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibanding dengan metode konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain control-group pretest-postest design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Prambanan yang berjumlah 192 siswa. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik purposive random sampling sehingga didapatkan 2 kelas sebagai kelompok eksperimen (KE) dan kelompok kontrol (KK). Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, angket dan tes. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif dan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Metode Think-Pair-Share sebagai metode pembelajaran efektif dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi.


(30)

Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh Ma’rifah, (2014), Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model Cooperative Tipe Think Pair Share Dalam Pembelajaran PKN Siswa Kelas V SD Negeri 3 Puluhan Klaten. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pelajaran PKn pada siswa kelas V SD Negeri 3 Puluhan, Trucuk, Klaten dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative tipe Think Pair Share. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN 3 Puluhan. Objek penelitian adalah keseluruhan proses dan hasil pembelajaran PKn dengan penerapan model Cooperative tipe Think Pair Share (TPS). Instrumen instrument yang digunakan adalah lembar observasi. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus dengan menerapkan model cooperative tipe think pair share. Langkah-lagkah pembelajaran yang dilaksanaka yaitu perubahan dalam penyampaian materi pelajaran, siswa menganalisis permasalahan (think), pembentukan kelompok diskusi dengan mengubah pengelompokan siswa yang didasari dari prestasinya, siswa berpasangan untuk berdiskusi (pair), perwakilan kelompok siswa menyampaikan hasil diskusi di depan kelas (share). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri 3 Puluhan Klaten meningkat setelah digunakannya model Cooperative tipe think pair share dalam pembelajaran PKn dengan materi pokok Menjaga Keutuhan NKRI. Peningkatan ini terbukti pada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dari skor rerata pratindakan sebesar 64.25 menjadi 69.63 pada siklus I dan meningkat menjadi 78.25 pada siklus II.


(31)

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, (2015), Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa pada Pembelajaran Akuntansi Kelas X AK 2 SMK Negeri 1 Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa kelas X AK 2 SMK Negeri 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 melalui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS). Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian kelas X AK 2 yang berjumlah 30 siswa. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Data penelitian diperoleh dari hasil observasi, angket respon siswa dan catatan lapangan. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa pada pembelajaran akuntansi siswa kelas X AK 2 dengan diimplementasikan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Keaktifan Belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 6,39 % yaitu dari 88,33 % pada siklus I menjadi 94,72 % pada siklus II.

Adapun perbedaan dari penelitian-penelitian di atas dengan penelitian saya adalah terdapat pada subjek penelitan yaitu siswa kelas VI A SD Muhammadiyah Karangploso Bantul dan variabel hasil belajar pada mata pelajaran Al-Islam. Sedangkan persamaannya terdapat pada aspek tujuan yaitu, untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa, metodelogi penelitian yaitu, PTK dan variable pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu, posisi peneletian ini dengan penelitian terdahulu adalah untuk menguatkan penelitian-penelitian sebelumnya.


(32)

A. Kerangka Teoritik

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan social (social skill) termasuk interpersonal skill (Riyanto, 2010: 267). Pembelajaran kooperatif, berupaya membantu siswa untuk mempelajari isi akademis dan berbagai keterampilan untuk mencapai berbagai sasaran dan tujuan sosial dan hubungan antar-manusia yang penting. Sharan (1990) dikutip Isjoni dan Ismail (2008: 157-158), mengemukakan bahwa ‘Siswa yang belajar dengan menggunakan jenis pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena dibantu dari teman sebaya. Pembelajaran kooperatif juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menerima berbagai informasi, belajar menggunakan sopan-santun, meningkatkan motivasi siswa, meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain’.

Kunci dari pembelajaran kooperatif adalah bekerjasama. Kerjasama adalah suatu bentuk interaksi, merancang untuk memudahkan pencapaian tujuan lewat bekerjasama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai sekumpulan proses yang membantu siswa untuk


(33)

berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan tertentu atau membangun hasil karya yang diinginkan. Pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model ini memiliki ciri pokok yaitu siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif yang dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan. Tujuan dari pembelajaran ini adalah hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menuurut Riyanto (210: 267) menyebutkan kategori tujuan dalam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut:

1) Individual, artinya keberhasilan seseorang ditentukam oleh orang itu sendiri tidak dipengaruhi oleh orang lain.

2) Kompetitif, artinya keberhasilan seseorang dicapai karena kegagalan orang lain ada ketergantungan negative.

3) Kooperatif, artinya keberhasilan seseorang karena keberhasilan orang lain, orang tidak dapat mencapai keberhasilan dengan sendiri.

Sedangkan Suprihatiningrum (2013) dalam Rahmawati (2015: 20), mangatakan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif untuk:

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.


(34)

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Pembelajaran kooperatif menyajikan peluang bagi siswa berbagai latar belakang dan kondisi, untuk bekerja dan saling bergantung satu sama lain atas tugas - tugas bersama.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas.

c. Unsur dan Ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Nur (2000) dalam Daryanto dan Rahardjo (2012: 242), pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, bangsa, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.

4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu. Menurut Sukarmin (2002) dalam Risdiawati (2012: 44), unsur-unsur dasar yang perlu ditanamkan pada diri siswa agar cooperative learning lebih efektif adalah sebagai berikut :


(35)

1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau

berenang bersama”.

2) Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi.

3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.

4) Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara anggota kelompok

5) Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.

6) Para siswa berbagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.

7) Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

d. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif memiliki prinsip-prinsip yang berbeda dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Trianto (2009) dalam Risdiawati (2012: 45), adalah sebagai berikut:

1) Penghargaaan kelompok, yang diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.


(36)

2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.

3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.

e. Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif sama halnya dengan pembelajaran yang lain memiliki keuntungan dan kelemahan. Menurut Sanjaya (2011) dalam Rahmawati (2015: 26-28), keuntungan pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan pembelajaran yang lain sebagai berikut :

1) Pembelajaran Kooperatif tidak terlalu menggantungkan kepada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain. 2) Pembelajaran Kooperatif dapat mengembangkan kemampuan

mengungkapkan ide atau gagasan dan membandingkan dengan ide-ide orang lain.


(37)

3) Pembelajaran Kooperatif dapat membantu anak untuk menghormati pada orang lain dan menyadari akan keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4) Pembelajaran Kooperatif dapat membantu setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5) Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan mengatur waktu dan sikap positif terhadap sekolah.

6) Pembelajaran Kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata. Adapun kelemahan pembelajaran Kooperatif, yaitu:

1) Untuk siswa yang memiliki kemampuan lebih, mereka akanmerasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. 2) Ciri utama pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling

membelajarkan, maka bila dibandingkan dengan pengajaran langsung guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.

3) Pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. 4) Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan

kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang.


(38)

5) Kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan pada kemampuan secara individual.

f. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. Lyman juga oleh Spencer Kagan bersama Jack Hassard (1996) dalam (Warsono dan Hariyanto, 2013:202). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang mudah dan sederhana untuk dilaksanakan di semua jenjang pendidikan.Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share atau berpikir, berpasangan, dan berbagi merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu (Trianto, 2009:81).


(39)

g. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

Menurut Agus Suprijono (2012: 91), penjabaran atas tahap-tahap pembelajaran dalam teknik TPS adalah:

1) Berpikir ( Thinking )

Guru mengajukan masalah atau pertanyaan yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk memikirkan jawabannya.

2) Berpasangan ( Pairing )

Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Diharapkan diskusi tersebut dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan siswa melalui intersubjektif dengan pasangannya.

3) Berbagi ( Sharing )

Guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas mengenai hasil yang telah mereka diskusikan. Dalam tahap ini, diharapkan terjadi tanya-jawab yang mendorong pengonstruksian pengetahuan secara integratif, sehingga siswa dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.

Melalui teknik TPS, siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/ tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, teknik TPS dapat membantu pengembangan akuntabilitas siswa, karena siswa


(40)

harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa yang jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di depan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena pasangannya. Dalam teknik TPS, siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru dalam materi pembelajaran (student oriented).

h. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

Model Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ini diharapkan siswa bisa terlibat aktif dalam diskusi atau bekerjasama. Karena dalam tipe TPS ini biasanya kelompok diskusi hanya terdiri dari dua orang siswa (kelompok kecil). Hal ini tentunya diharapkan lebih efektif dalam diskusi daripada kelompok yang terdiri dari 4-6 siswa atau lebih.

Pembelajaran TPS ini menekankan untuk berpikir dua orang dalam menyelesaikan masalah yang diajukan oleh guru. Berpikir dua orang jauh lebih baik daripada berpikir sendiri – sendiri karena ada peluang sharing pendapat. Model TPS ini dapat membantu peserta didik pasif berani menyampaikan ide, pendapat, maupun pengalaman kepada temannya (Zainal Arifin dan Adhi Setyawan, 2012: 64).Selain itu dikemukakan juga kelebihan dan kekurangan menurut Hartinah (2008) dalam Rahmawati (2015: 30), yaitu sebagai berikut :


(41)

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS antara lain sebagai berikut :

1) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.

2) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.

3) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

4) Siswa memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar. 5) Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam

proses pembelajaran.

2. Keaktifan Balajar Siswa

a. Pengertian Keaktifan Belajar

Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting dalam proses pembelajaran. Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Aktivitas belajar adalah


(42)

kegiatan yang bersifat fisik maupun psikis, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2014: 100). Perlunya dilakukan aktivitas dalam belajar karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku menjadi melakukan kegiatan.

Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman, 2014: 95-97). Menurut Rousseau dalam Sardiman, (2014: 96), pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara rohani maupun teknis.Ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri.Tanpa ada aktivitas, proses belajar tidak mungkin terjadi. Dengan demikian keaktifan belajar siswa sangat diperlukan, mengingat pada prinsipnya belajar itu berbuat atau melakukan aktivitas. Pembelajaran tidak ada jika tidak berbuat. Mc Keachie (1954) dalam Daryanto dan Rahardjo (2012: 4), mengemukakan 7 dimensi proses belajar mengajar dimana terdapat kadar keaktifan sebagai berikut:

1) Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan belajar mengajar. 2) Penekanan pada aspek afektif dalam pengajaran.

3) Partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, utama yang berbentuk interaksi antarsiswa.


(43)

4) Penerimaan guru terhadap perbuatan dan sumbangan siswa yang kurang relevan atau yang salah.

5) Keeratan hubungan kelas sebagai kelompok.

6) Kesempatan yang diberikan kepada siswa dan kesempatan untuk mengambil keputusan yang penting akan kegiatan di sekolah.

7) Jumlah waktu yang digunakan untuk menangani masalah pribadi siswa, baik berhubungan ataupun yang tidak berhubungan dengan pelajaran.

Berdasarkan teori tentang aktivitas diatas, maka pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru harus mengacu pada peningkatan aktivitas siswa. Guru tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan secara teoritis, akan tetapi guru harus melibatkan siswa secara langsung sehingga dapat membuat siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Menurut Suprijono (2014: 14), mengatakan bahwa:

Keaktifan peserta didik akan sangat membantu dalam proses pembelajaran mengingat belajar merupakan proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima ceramah dari guru’.

Oleh karena itu, diperlukan adanya keaktifan siswa pada pembelajaran ISMUBA agar pembelajaran dapat berjalan efektif.

b. Jenis-jenis Keaktifan Belajar

Terdapat banyak jenis kegiatan (aktivitas belajar) yang dapat dilakukan anak-anak di kelas, tidak hanya mendengarkan atau mencatat. Paul B. Diedric dalam Sardiman (2014: 101), membuat suatu daftar yang


(44)

berisi 177 macam kegiatan (aktivitas siswa) yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1) Visual activities seperti membaca, memperhatikan gambar,

demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya.

2) Oral activities seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi, interupsi dan sebagainya.

3) Listening activities seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato dan sebagainya.

4) Writing activities seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin, dan sebagainya.

5) Drawing activities seperti menggambar, membuat grafik, peta diagram, pola, dan sebagainya.

6) Motor activities seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang dan sebagainya.

7) Mental activities seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.

8) Emotional activities seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan sebagainya.

Klasifikasi di atas menunjukkan bahwa banyaknya aktivitas yang dilakukan di sekolah. Apabila aktivitas- aktivitas tersebut dapat diterapkan


(45)

di sekolah, maka proses pembelajaran akan menjadi lebih efektif dan menyenangkan.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar

Dalam melakukan proses pembelajaran, aktivitas siswa sangat diperlukan. Keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan agar proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang diinginkan. Yamin (2007) dalam Rahmawati (2015: 16-17), menyebutkan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran yaitu :

1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa). 3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.

4) Memberikan stimulus(masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari) 5) Memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya.

6) Memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

7) Memberi umpan balik (feedback)

8) Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur.


(46)

Keaktifan belajar siswa dapat diamati melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Menurut Sudjana (2014: 61), keaktifan belajar dapat dilihat dari:

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya 2) Terlibat dalam pemecahan masalah

3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya

4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah

5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru 6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya 7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis 8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah

diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

Menurut Ahmadi dan Supriyono (2013: 207) melalui indikator cara belajar siswa aktif dapat dilihat tingkah laku mana yang muncul dalam suatu proses belajar mengajar, berdasarkan apa yang dirancang oleh guru. Indikator tersebut dilihat dari lima segi yakni:

1) Keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan, permasalahannya

2) Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar.

3) Penampilan berbagai usaha/kekreatifan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilannya.

4) Kebebasan atau keleluasaan melakukan hal tersebut tanpa tekanan guru/ pihak lainnya (kemandirian belajar).

Keaktifan belajar siswa dapat diukur dengan berbagai indikator seperti yang telah disebutkan di atas. Keaktifan belajar siswa dalam penelitian ini akan diukur dengan indikator keaktifan belajar menurut Sudjana yang disesuaikan dengan metode pembelajaran yang akan diterapkan. Indikator untuk keaktifan belajar siswa tersebut diambil untuk


(47)

mendapatkan data keaktifan belajar siswa yang akan diamati pada saat penelitian sehingga diperoleh data penilaian keaktifan belajar siswa.

3. Hasil Belajar Siswa a. Definisi Belajar

Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Pengertian belajar memiliki kaitan yang erat dengan proses pendidikan, dalam hal ini belajar lebih menekankan pada siswa dan proses perubahan tingkah lakunya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara

etimologis belajar memiliki arti yaitu, “Berusaha memperoleh kepandaian

atau ilmu” (http://kbbi.web.id/ajar). Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.

‘Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya untuk mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dimiliki sebelumnya, sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki

tentang sesuatu’ Fudyartanto 2002 dalam Baharudin dan Wahyuni (2015:15).

Menurut Hilgrad dan Bower (1975) dalam Baharudin dan Wahyuni (2015:15) belajar (to learn) memiliki arti:

1) To gain knowledge, comprehension, or mastery of trough


(48)

2) To fix in the main or memory; memorize

3) To acquire trough experience

4) To become in form of to find out.

Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan,dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.

Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu proses perubahan positif-kualitatif yang terjadi pada tingkah laku siswa sebagai subjek didik akibat adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, minat, apresiasi, kemampuan berpikir logis dan kritis, kemampuan interaktif, dan kreativitas yang telah dicapainya. Konsep belajar demikian menempatkan manusia yang belajar tidak hanya pada proses teknis, tetapi juga sekaligus pada proses normatif. Hal ini amat penting agar perkembangan kepribadian dan kemampuan belajar (siswa maupun mahasiswa) terjadi secara harmonis dan optimal.

b. Ciri-ciri Belajar

Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2015: 18), dari definisi para ahli tersebut dapat ditemukan mengenai ciriciri belajar yaitu:

1) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behaviour). Hasil belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati


(49)

tingkah laku, hasil belajar, kita tidak akan dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar.

2) Perubahan perilaku relatif permanen. Perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah–ubah. Tetapi perubahan tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup.

3) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.

4) Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.

5) Pengalaman atau latihan tersebut dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.

Tidak semua tingkah laku dapat digolongkan sebagai perilaku belajar. Ciri-ciri perilaku belajar menurut Sugihartono (2007) dalam Risdiawati (2012: 14-17), meliputi:

1) Perubahan tingkah laku yang terjadi secara sadar. Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila perilaku menyadari terjadinya perubahan tersebut atau sekurang–kurangnya merasakan adanya suatu perubahan dalam dirinya misalnya menyadari pengetahuannya bertambah. Oleh karena itu, perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar tidak termasuk dalam pengertian belajar.

2) Perubahan bersifat kontinu dan fungsional. Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan selanjutnya akan berguna bagi kehidupan atau bagi proses belajar berikutnya. Misalnya, jika seorang anak bealajar membaca, maka ia akan


(50)

mengalami perubahan dari tidak dapat membaca menjadi dapat membaca. Perubahan ini berlangsung terus sampai kecakapan membacanya menjadi cepat dan lancar. Bahkan dapat membaca berbagai bentuk tulisan maupun berbagai tulisan di beragam media. 3) Perubahan bersifat positif dan aktif. Perubahan tingkah laku merupakan hasil dari proses belajar apabila perubahan–perubahan tersebut bersifat positif dan aktif. Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumya. Semakin banyak usaha belajar dilakukan semakin baik dan semakin banyak perubahan yang diperoleh. Perubahan dalam belajar bersifat aktif yaitu bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri. Oleh karena itu, perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan dari dalam tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.

4) Perubahan bersifat permanen. Perubahan yang terjadi karena belajar bersifat menetap atau permanen. Misalnya kecakapan seorang anak dalam bermain sepeda tidak akan hilang begitu saja, melainkan akan terus dimiliki bahkan akan semakin berkembang jika terus dipergunakan atau dilatih.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang akan dicapai


(51)

oleh pelaku belajar dan terarah pada perubahan tingkah laku yang benar–benar disadari. Misalnya, seorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dari belajar mengetik. Dengan demikian, perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang ditetapkannya. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

c. Pendekatan Belajar

Ditinjau dari faktor-faktor pendekatan belajar, terdapat tiga bentuk dasar pendekatan belajar siswa menurut hasil penelitian Biggs (1991) dalam Risdiawati (2012: 17-18), yaitu:

1) Pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah), yaitu kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari luar (ekstrinsik), misalnya mau belajar karena takut tidak lulus ujian sehingga dimarahi orangtua. Oleh karena itu gaya belajarnya santai, asal hafal, dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.


(52)

2) Pendekatan deep (mendalam) yaitu, kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari dalam (intrinsik), misalnya mau belajar karena memang tertarik pada materi dan merasa membutuhkannya. Oleh karena itu gaya belajarnya serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

3) Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi), yaitu kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan untuk mewujudkan ego enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius dari pada siswa yang menggunakan pendekatan belajar lainnya. Terdapat keterampilan belajar yang baik dalam mengatur ruang kerja, membagi waktu dan menggunakannya secara efisien, serta memiliki keterampilan tinggi dalam penelaahan silabus. Di samping itu siswa dengan pendekatan ini juga sangat disiplin, rapi, sistematis, memiliki perencanaan ke depan (plans ahead) dan memiliki dorongan berkompetisi tinggi secara positif.

d. Hasil Belajar

Menurut Hamalik (2013: 30), bahwa: “Hasil belajar adalah bila

seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti


(53)

menjadi mengerti”. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2013: 4-5), mengemukakan bahwa:

Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Hasil Belajar, untuk sebagian adalah berkat untuk tindak guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran.

Menurut Teori Taksonomi Benjamin S. Bloom (1966) dalam Abdurrahman, (2010: 38), menyebutkan bahwa:

Ada tiga ranah (domain) hasil belajar yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar kognitif yaitu, hasil belajar yang berdasarkan pengalaman, sedangkan hasil belajar yang afektif yaitu dengan cara mengenal dengan cara merasakan, dan hasil belajar psikomotorik yaitu hasil belajar berdasarkan sikap atau

aktivitas anak didik tersebut’.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Selanjutnya Benjamin S. Bloom (1966) dalam

Abdurrahman, 2010: 38), berpendapat bahwa ‘hasil belajar dapat dikelompokkan dalam dua macam yaitu pengetahuan dan keterampilan’. Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu:

1) Pengetahuan tentang fakta. 2) Pengetahuan tentang prosedural. 3) Pengetahuan tentang konsep. 4) Pengetahuan tentang prinsip.

Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu:


(54)

2) Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik. 3) Keterampilan bereaksi atau bersikap.

4) Keterampilan berinteraksi.

Setelah melalui proses belajar, siswa diharapkan dapat mencapai tujuan belajar yang disebut juga sebagai hasil belajar. Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

e. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Al-Islam 1) Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor ini meliputi:

a) Faktor fisiologi (yang bersifat fisik) yang meliputi Karena sakit dan cacat tubuh.

b) Faktor Psikologi meliputi Intelegensi, Bakat, Minat, Motivasi, Faktor kesahatan mental

2) Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yangs ifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya. Faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat. Menurut Slameto (2013: 64-69), mengungkapkan bahwa:


(55)

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

f. Indikator Hasil Belajar

Menurut Jihad dan Haris (2008) dalam Risdiawati (2012: 27-29), terdapat dua kriteria hasil belajar yang meliputi:

1) Kriteria ditinjau dari sudut prosesnya

Kriteria ditinjau dari sudut prosesnya menekankan pengajaran sebagai suatu proses yang merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai subjek mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri. Untuk mengukur keberhasilan pengajaran dari sudut prosesnya dapat dikaji melalui beberapa persoalan di bawah ini;

a) Apakah pengajaran direncanakan dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh guru dengan melibatkan siswa secara sistematik?

b) Apakah kegiatan siswa belajar dimotivasi guru sehingga ia melakukan kegiatan belajar dengan penuh kesabaran, kesungguhan dan tanpa paksaan untuk memperoleh tingkat penguasaan, pengetahuan, kemampuan serta sikap yang dikehendaki dari pengajaran itu?

c) Apakah guru memakai multimedia?

d) Apakah siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan menilai sendiri hasil belajar yang dicapainya? Apakah proses pengajaran dapat melibatkan semua siswa dalam kelas?


(56)

e) Apakah suasana pengajaran atau proses belajar mengajar cukup menyenangkan dan merangsang siswa belajar?

f) Apakah kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga menjadi laboratorium belajar?

2) Kriteria ditinjau dari hasilnya

Di samping ditinjau dari segi proses, keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil. Berikut ini adalah beberapa persoalan yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan keberhasilan pengajaran ditinjau dari segi hasil atau produk yang dicapai siswa:

a) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses pengajaran nampak dalam bentuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh? b) Apakah hasil belajar yang dicapai siswa dari proses pengajaran

dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa?

c) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa tahan lama diingat dan mengendap dalam pikirannya, serta cukup mempengaruhi perilaku dirinya?

d) Apakah yakin bahwa perubahan yang ditunjukkan oleh siswa merupakan akibat dari proses pengajaran?

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar Al-Islam adalah tingkat kemampuan siswa yang diukur melalui penguasaan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil kemajuan siswa dalam mata pelajaran Al-Islam yang diwujudkan dalam bentuk nilai maupun huruf. Dari pemaparan teori-teori para ahli di atas


(57)

peneliti menegaskan bahwa indikator dari hasil belajar ini adalah mencakup minat, pengetahuan dan pemahaman siswa ketika mengikuti peroses pembelajaran di kelas yang terakumulasi dari nilai hasil lembar kerja siswa atau Post Test.

4. Pendidikan ISMUBA

Pendidikan merupakan salah satu amal usaha Muhammadiyah yang cukup strategis. Disebut strategis karena melalui pendidikan, Muhammadiyah dapat melakukan transfer pengetahuan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip kepada peserta didik. Sekolah dan Madrasah Muhammadiyah didesain dan diorientasikan untuk memberikan pelayanan dan peningkatan kualitas lulusan yang unggul dalam kepribadian, keagamaan, keilmuan, keterampilan, berkarya seni-budaya dan berdaya saing tinggi baik ditingkat lokal, nasional maupun global.

Dikdasmen PWM (2012: 03) menyebutkan ada beberapa fungsi dan tujuan dari memberikan pelajaran ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah di antaranya:

1) Mengembangkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT serta akhlak mulia, semangat Kemuhammadiyahan dan kecintaan terhadap bahas arab yang telah ditanamkan terlebih dahulu dalam lingkungan keluarga atau pendidikan pada jenjang sebelumnya.

2) Menumbuhkembangkan aqidah Islam melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Al-Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaaanya kepada Allah SWT sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.


(58)

Pendidikan ISMUBA juga merupakan upaya sadar, terencana dan sistematis dalam menyiapkan peserta didiknya untuk mengenal, memahami serta menghayati agama islam dan muhammadiyah agar beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia, mengamalkan ajaran Islam dan cara hidup menurut Muhammadiyah serta mampu berbahasa arab melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan serta pengalaman.


(59)

B. Kerangka Berfikir

Gambar 1. Kerangka berpikir Implementasi model pembelajaran kooperatif Tipe TPS

Berdasarkan kajian teoritis yang bersumber dari pendapat para ahli dan hasil penelitian terdahulu, dapat dinyatakan bahwa Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dapat meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa.Dengan demikian, implementasi pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) diharapkan dapat meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada pembelajaran Ismuba kelas VI A SD Muhammadiyah Karangploso.

METODE CERAMAH

Keaktifan dan Hasil Belajar siswa masih rendah

Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

Keaktifan dan Hasil Belajar siswa meningkat


(60)

C. Hipotesis

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran ISMUBA (Al-Islam) kelas VI A SD Muhammadiyah Karangploso Tahun Ajaran 2016/2017.


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriftif kualitatif-kuantitatif, artinya dalam proses sampai akhir pembelajaran penelitian in disajikan dalam bentuk deskriftif kemudian dibuktikan dalam bentuk kuantitatif. Alasanya untuk mencari data secara merata dan komprehensif dari proses sampai akhir pembelajaran. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh data-data tentang keaktifan dan hasil belajar siswa.

Sedangkan jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif. Dikatakan kolaboratif karena peneliti tidak melakukan penelitian sendiri, namun berkolaborasi atau bekerjasama dengan guru PAI. Dikatakan partisipatif karena peneliti secara langsung terlibat dalam pelaksanaan penelitian langkah demi langkah.

Menurut Sanjaya (2015: 26), mengatakan bahwa:

penelitian tindakan kelas dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi yang nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.


(62)

Penelitian ini dilakukan di kelas dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Tarikh. Menurut Kemmis (1983) dalam Wiriaatmadja (2014: 12), mengatakan bahwa:

Sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu (termaksud pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari kegiatan praktek sosial atau pendidikan, pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktek pendidikan dan situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek pendidikan.

Berdasarkan Iskandar (2009) dalam Risdiawati (2012: 63), Penelitian Tindakan Kelas juga memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional. 2) Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya.

3) Penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi.

4) Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional.

5) Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus. 2. Penegasan Konsep dan Variabel Penelitian

a. Penegasan Konsep

1) Keaktifan Belajar Siswa adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa baik fisik maupun mental dalam usaha untuk mencapai aktivitas belajar yang optimal dan dapat kelas yang kondusif. Pengukuran keaktifan siswa dilakukan dengan pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran antara lain: mengeksplorasi kemampuannya sendiri, membahas tugas dengan pasangannya,


(63)

menyelesaikan tugas dengan pasangannya, menyampaikan hasil diskusi kelompoknya, mengajukan pertanyaan atau pendapat kepada guru atau teman, mencatat materi yang dipelajari, memperhatikan penjelasan pasangan lain atau guru, menjawab pertanyaan guru atau teman.

2) Hasil belajar ismuba merupakan suatu hasil belajar siswa baik dari ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang diperoleh melalui proses belajar ismuba yang dilakukan dalam waktu tertentu sesui dengan Standar Kompetensi yang sudah ditentukan dan diketahui dengan adanya penilaian atau pengukuran berupa simbol, huruf maupun angka. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang akan diukur hanya hasil belajar kognitif siswa saja, sedangkan yang menjadi indikator hasil belajar adalah peningkatan hasil belajar siswa dari satu siklus ke siklus berikutnya dengan Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu 75.

3) Melalui pembelajaran kooperatif, siswa berada dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari berbagai siswa yang berbeda-beda kemampuan akademiknya. Model pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu strategi pembelajaran yang mengajak siswa untuk saling bekerjasama dan saling membantu antar teman dalam kelompok untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan pembelajaran yang terdiri dari anggota kelompok kecil yang saling bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap


(64)

pemahaman suatu konsep atau informasi. Informasi yang diberikan merupakan informasi akademik sederhana. Pemilihan topik dilakukan oleh guru. Siswa diminta untuk berfikir, lalu mendiskusikan dengan temannya dan yang terakhir adalah mempresentasikan hasilnya di depan kelas. Model ini menggunakan suatu kuis untuk mengukur pemahaman konsep siswa.

b. Variabel Penelitian

Penelitian ini variabel independenya adalah pembelajaran kooperatif tipe TPS untuk meningkatkan variable dependen yaitu, keaktifan belajar belajar ismuba siswa.

3. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015: 117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SD Muhammadiyah Karangploso.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2015: 62). Adapun sampel pada penelitian ini adalah siswa aktif kelas VI A SD Muhammadiyah Karangploso tahun ajaran 2016/2017.


(65)

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dan informasi yang mendukung penelitian ini, maka langkah langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data adalah: a. Observasi Partisipasi

Observasi atau pengamatan dilakukan oleh observer dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas serta partisipasi yang ditunjukkan siswa pada saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung tanpa mengganggu kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi keaktifan siswa yang telah dipersiapkan yang berguna sebagai acuan peneliti untuk bahan dasar penelitian keaktifan belajar Siswa Kelas VI A SD Muhammadiyah Karangploso Tahun Ajaran 2016/2017.

b. Catatan Lapangan

Catatan lapangan digunakan untuk mendeskripsikan kondisi saat pembelajaran di kelas VI SD Muhammadiyah Karangploso berlangsung sehingga terdapat bukti yang akurat.

c. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan sebagai penguat data yang diperoleh selama kegiatan observasi berlangung. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini berupa data jumlah siswa, hasil belajar ISMUBA (Al-Islam) siswa, catatan lapangan, foto-foto pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, silabus, dan RPP.


(66)

d. Angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang bersifat tertutup. Angket tertutup terdiri atas pernyataan dengan sejumlah jawaban tertentu sebagai pilihan.

Instrumen penelitian berupa angket pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran yang telah diterapkan selama proses pembelajaran dikelas pada mata pelajran ISMUBA (Al-Islam). Angket tersebut akan dimodifikasi dengan empat alternatif jawaban, sehingga responden tinggal memberikan tanda cheklist (√) pada kolom jawaban yang disediakan. Pengukuran variabel tersebut dengan menggunakan alternatif jawaban yang disediakan yaitu:

1) Sangat setuju, apabila pernyataannya sangat sesuai dengan yang dirasakan responden.

2) Setuju, apabila pernyataanya sesuai dengan yang dirasakan responden.

3) Kurang setuju, apabila pernyataannya kurang sesuai dengan yang dirasakan responden.

4) Tidak setuju, apabila pernyataannya tidak sesuai dengan yang dirasakan responden.


(67)

Adapun penskoran terhadap alternatif jawaban tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :

Pernyataan Bersifat Positif Pernyataan Bersifat Negatif Skor

Sangat Setuju Tidak Setuju 4

Setuju Kurang Setuju 3

Kurang Setuju Setuju 2

Tidak Setuju Sangat Setuju 1

Tabel 1. Ketentuan Pengukuran Instrumen Angket 5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Lembar Observasi

Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi keaktifan siswa. Lembar observasi keaktifan siswa merupakan lembar yang berisi pedoman dalam melaksanakan pengamatan keaktifan belajar siswa pada saat pembelajaran di dalam kelas. Aspek yang diamati dalam implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah sebagai berikut ini :

1) Siswa mengeksplorasi kemampuannya sendiri (think). 2) Siswa membahas tugas dengan pasangannya (pair). 3) Siswa menyelesaikan tugas dengan pasangannya.


(68)

5) Siswa mengajukan pertanyaan atau pendapat kepada guru atau teman.

6) Siswa mencatat materi yang dipelajari.

7) Siswa memperhatikan penjelasan pasangan lain atau guru. 8) Siswa menjawab pertanyaan guru atau teman.

Lembar observasi dalam penelitian ini berupa rating scale, yaitu pernyataan yang disusun untuk dinilai responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan (Sudjana, 2014: 61). Skala penilaian yang digunakan dalam penilaian ini berbentuk numerical (numerical rating scale) yang pada alternatif penilaiannya ditentukan dengan nomor sesuai dengan kategori. Alternatif penilaian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Kategori Alternatif Penilaian

Sangat Aktif 4

Aktif 3

Cukup Aktif 2

Kurang Aktif 1

Tabel 2. Alternatif Penilaian dalam Lembar Observasi b. Angket

Instrumen penelitian berupa angket merupakan alat bantu yang digunakan dalam penelitian pada saat mengumpulkan data di lapangan yang digunakan sebagai informasi tambahan untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran yang telah diterapkan dan keaktifan


(69)

belajar dalam pembelajaran Tarikh. Angket yang digunakan peneliti berupa angket tertutup yaitu angket yang telah dilengkapi dengan alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden. Penyusunan angket pada penelitian ini adalah dengan menjabarkan setiap variabel penelitian ke dalam indikator-indikator yang akan diukur. Indikator akan dijabarkan menjadi butir-butir pernyataan. Adapun indikator yang digunakan pada angket keaktifan belajar siswa adalah indikator keaktifan belajar siswa menurut Sudjana(2014: 61) keaktifan belajar dapat dilihat dari:

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

2) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya

3) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah

4) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru 5) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya 6) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis 7) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah

diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.


(70)

Adapun kisi-kisi angket keaktifan dan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sebagai berikut :

Tabel 3. Kisi-Kisi Angket Keaktifan dan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

No Aspek Indikator (+) (-) Jumlah

1 Keaktifan Belajar Siswa

Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

1,19 3

3 Terlibat dalam pemecahan masalah

2,3,11 3

4 Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya

4,5,7 6,8 5

5 Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

14,17 2

6 Melaksanakan diskusi

kelompok sesuai dengan petunjuk guru.

10 1

7 Menilai kemampuan dirinya

dan hasil-hasil yang diperolehnya

18 1

8 Melatih diri dalam

memecahkan soal atau masalah yang sejenis

15,16, 21

2

9 Kesempatan menggunakan

atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau yang dihadapinya.

9,12, 20,22

13 4


(71)

6. Rancangan Penelitian

Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi (Arikunto, 2014: 16). Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:

n

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan oleh Arikunto (2014: 16) c. Siklus 1

1) Tahap Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini, peneliti merencanakan tindakan yang dilaksanakan dalam penelitian, meliputi:

SIKLUS I

SIKLUS II Refleksi

Refleksi

Pengamata Pengamata

Perencanaan

Pelaksanaan

Pelaksanaan


(72)

a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kompetensi dasar.

b) Menyusun materi yang akan digunakan saat proses pembelajaran berlangsung yakni materi dengan kompetensi dasar.

c) Menyiapkan catatan lapangan guna merekam semua aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

d) Membuat kelompok dengan mendiskusikan terlebih dahulu dengan guru al-islam.

e) Membuat soal diskusi dengan materi pelajaran Tarikh dalam Lembar Kerja Siswa yang digunakan untuk menilai keaktifan siswa.

2) Tahap Pelaksanaan Tindakan

Apabila tahap perencanaan telah dilaksanakan, maka peneliti melanjutkan dengan melaksanakan perencanaan tersebut. Pelaksanaan tindakan ini bertujuan agar peneliti dapat mendapatkan hasil yang diinginkan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah:

a) Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah, guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan memimpin doa, presensi dan memberi informasi tentang materi yang akan disampaikan serta memberikan peraturan tentang model pembelajaran yang akan digunakan.


(1)

Gambar 5. Guru menyimpulkan materi


(2)

Gambar 7. Murid sedang melakukan presentasi


(3)

Gambar 9. Guru mata pelajaran melakukan observasi


(4)

(5)

Lampiran 18 : Curriculum Vitae

CURICULUM VITAE

Nama : Wijang Prasangko Wibowo

NIM : 20120720126

Tempat Tanggal Lahir : Bantul, 18 November 1992

Alamat : Ds. Ngijo, Srimulyo, Piyungan, Bantul.

Email : wijangpw@gmail.com

Nomor Handphonne : 0897 206 9292

RIWAYAT PENDIDIKAN

1999 – 2005 : SD Negeri Jombor

2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Piyungan

2008 – 2011 : SMK Negeri 2 Yogyakarta

2012 – 2016 : Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam,


(6)