PENDIDIKAN KELUARGA ISLAM DALAM KISAH NABI IBRAHIM PRESPEKTIF TAFSIR AL MUNÎR KARYA WAHBAH AZ-ZUḤAILI

(1)

i SKRIPSI

Oleh:

Miftachul Qur an NPM: 20120720211

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) strata Satu

pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam

Universitas Muhamadiyah Yogyakarta Oleh:

Miftachul Qur an NPM: 20120720211

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

SKRIPSI

Oleh:

Miftachul Qur an NPM: 20120720211

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(4)

(5)

ةرسأا

ما

ىلأا سسر

Keluarga adalah madrasah yang pertama


(6)

Ayahanda Imam Syafi’I dan Ibunda Ani Murtiningsih Kepada kakak saya Almarhumah Silvia dan adek saya Rizqi Kepada Almamater ku Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah dan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Kepada teman-teman Angkatan XII Amalia, Aulia, Dewi, Dzaqia, Hilda, Mardziyah, Inayah, Lilis, Naili, Maisyaroh, Afif, Riska, Intan, Muti, Ismaya, Ikhwan, Beta, Izzu, Fajar, Hermansya, Kasdi, Ilham, Syamsul, Nabhan, Ujang,

Safwan, Muhyie


(7)

HALAMAN PENGESAHAN……… iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN……….. v

HALAMAN MOTTO……….... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN………. vii

KATA PENGANTAR……….... viii

DAFTAR ISI……….. x

ABSTRAK………. xii

TRANSLITERASI………. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….………. 1

B. Rumusan Masalah……… 10

C. Tujuan Penelitian………. 10

D. Kegunaan Penelitian………. 11

E. Sistematika Pembahasan……….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka………. 13

B. Kerangka Teori……… 18

1. Pengertian Pendidikan... 18


(8)

5. Metode Pendidikan dengan Kisah... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian……… 31

B. Sumber Penelitian……….... 32

C. Teknik Pengumpulan Data………... 32

D. Metode Analisis Data……… 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Biografi Wahbah az-Zuḥaili………... 34

B. Biografi Nabi Ibrahim………. 43

C. Pendidikan Keluarga Islam dalam Keluarga Nabi Ibrahim Prespektif Tafsir al-Munîr……….... 47

D. Relevansi Pendidikan Keluarga Islam Nabi Ibrahim dengan Keluarga Masa Kini……… 70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……… 79

B. Saran-saran………. 82

DAFTAR PUSTAKA………... 84 CURRICULUM VITAE


(9)

(10)

xii ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pendidikan keluarga Islam dalam kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili serta mengetahui relevansinya dengan pendidikan keluarga masa kini..

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat deskriptif–analitis. Sumber dari penelitian ini adalah kitab Tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili serta beberapa sumber lainnya yang terdapat pembahasan mengenai penelitian yang sedang dilakukan yang datanya dikumpulkan dengan teknik metode analisis (tahlili).

Hasil dari penelitian ini adalah pendidikan Islam yang diterpakan Nabi Ibrahim kepada keluarganya adalah 1) Menjadi hamba yang sabar atas ujian dan cobaan dari Allah SWT. 2) Agar senantiasa berdoa untuk kebaikan diri sendiri dan kebaikan anggota keluarga yang lain. 3) Memberikan wasiat dan nasehat kepada anak agar selalu berpegang teguh pada ajaran Islam. 3) Selalu menjaga diri sendiri dan anggota keluarga agar terhindar dari kesyirikan kepada Allah SWT. 4) Menjadikan rezeki yang diperoleh untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas peribadatan kita kepada Allah SWT. 5) Menjadi hamba yang solih dengan menjaga hubungan baik antara manusia dengan cara memiliki etika dan norma yang baik. 6) Setiap anggota keluarga harus menjadi hamba yang bersyukur atas nikmat Allah SWT. 7) Menjadi rumah tangga yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang menciptakan generasi penerus ajaran Islam. 8) Mewujudkan lingkungan yang dapat menunjang peningkatan ibadah kepada Allah SWT. 9) Lebih mengutamakan pendidikan Islam daripada pendidikan yang lain. 10) Mewujudkan lingkungan keluarga yang agamis. 11) Berdialog antar anggota keluarga, khususnya kepada anak tentang kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang Muslim dengan dialog yang baik. Sebagai pendidik bagi anak dalam keluarga yakni orang tua harus memberikan materi pendidikan Islam yang mampu menjadikan anak keturunanya generasi yang memegang teguh pada ajaran Islam. Selain itu, orang tua juga diharuskan untuk memberikan nasehat, wasiat beserta panjatan doa agar tujuan dalam pendidikannya tercapai. Metode yang paling efektif digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan Islam adalah dengan metode dialog. Selanjutnya perlu dilakukan evaluasi terhadap pencapaian tujuan pendidikan Islam yakni dengan barometer salat.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan ujung tombak majunya suatu bangsa atau Negara. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tidak akan memiliki kapabilitas yang memadai dalam memajukan bangsa dan Negara. Sehingga, lemahnya pendidikan suatu masyarakatakan mengakibatkan kebodohan, kemiskinan, kejahatan dan sebagainya. Kebodohan, kemiskinan dan kejahatan yang terjadi pada suatu bangsa atau Negara akan mengakibatkan kesengsaraan bagi bangsa atau Negara itu sendiri.

Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yakni Qur an surat al-‘Alaq merupakan representasi bahwa belajar merupakan kewajiban bagi manusia. Karena mencari ilmu merupakan kewajiban, ajaran Islam pun mewajibkan kepada umatnya untuk mendidik. Kewajiban mendidik diarahkan pada ruang lingkup objek pendidikan yang jelas yakni pendidikan keluarga, pendidikan di sekolah dan pendidikan di lingkungan masyarakat (Basri dan Saebani, 2010:75).

Berbagai tanggung jawab yang paling menonjol dan mendapat perhatian besar dalam Islam adalah tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya yang berwenang memberikan pengarahan, pengajaran dan


(12)

pendidikan. Hal ini terbukti dengan banyaknya ayat maupun hadis yang memerintahkan kepada orang tua untuk memikul tanggung jawabnya serta memberikan peringatan jika meremehkan kewajiban-kewajiban mereka. Di antara ayat-ayat al-Qur an yang mengisyaratkan tanggung jawab tersebut terdapat pada (Basri dan Saebani, 2010:75):

1. Surat at-Taḥrîm ayat 6























Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Wahbah az-Zuḥaili (2009:14/702) menjelaskan dalam kitabnya Tafsir al-Munîr, bahwa:

Yang dimaksud dengan “menjaga keluarga dari api nereka” adalah dengan meninggalkan segala kemaksiatan dan menjalankan segala perintahnya. Cara untuk membawa kita dan keluarga kita meninggalkan segala kemaksiatan dan menjalankan segala perintahnya adalah dengan cara memberi nasihat dan pembelajaran/ pendidikan.

2. Surat Ṫâhâ ayat 132







Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki


(13)

kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.

Wahbah az-Zuḥaili (2009:8/666) menjelaskan dalam kitabnya Tafsir al-Munîr, bahwa:

Perintahkanlah wahai Rasulullah pada keluargamu untuk mendirikan salat, serta melindungi keluarga dari adzab Allah SWT dengan mendirikan salat. Bersabarlah dalam memerintahkan salat kepada keluargamu. Kami tidak menuntutmu untuk memberi rizki kepadamu dan juga keluargamu, tetapi jika kamu beribadah dan bertaqwa kepada Allah SWT, maka Kami akan memberikan rizki kepadamu dan keluargamu….. Maka jika kamu dan keluargamu mendirikan salat, maka kamu akan diberi rizki dari jalan yang tak terduga.

3. Hadis riwayat Imam at-Tirmiżi

،ِهِناًسِ جَُُ ْوَأ ِهِناَرِ صَُ ي ْوَأ ِهِناَدِ وَهُ ي ُاَوَ بَأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلْوُ ي ٍدْوُلْوَم ُلُك

اَهْ يِف ىَرَ ت ْلَ ِةَمْيِهَبْلا ُجَتْ َ ت ِةَمْيِهَبْلا ِلَثَمَك

ُءاَعْدَج ْنِم

Setiap (anak) yang dilahirkan itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) hingga kedua orang tuanya menjadikan ia sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi, seperti binatang yang lahir sempurna, apakah kamu melihat ada yang cacat padanya?

4. Hadis riwayat Imam aṭ-Ṫabrani

ِهِتْيَ ب ِلآ ُبُحَو ْمُكِ يِبَن ُبُح : ٍلاَصِح ِث َََث ىَلَع ْمُكَد ََْوَأ اْوُ بِ دَأ

ِنآْرُقْلا ِتَو ََِتَو

Didiklah anak-anakmu dalam tiga hal; mencintai nabimu, mencintai keluarganya dan membaca al-Qur an

Dari sini, dapat dipahami bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak-anaknya dalam keluarga. Karena pada


(14)

hakikatnya tanggung jawab dalam memberikan pendidikan merupakan tanggung jawab yang penting, sebab pendidikan adalah proses pemberian bimbingan, arahan nasehat dari orang dewasa kepada anak yang belum dewasa. Sehingga seorang ayah berkewajiban mendidik anaknya dan seorang ibu berkewajiban menjadi teladan bagi anaknya.

Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya disekolah. Tugas dan tanggun jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anaknya lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan pendidikan kesosialan (Ihsan, 2011:57).

Keluarga yang mampu mempersiapkan generasi yang bermoral atau berakhlak mulia adalah keluarga yang mampu memberikan pendidikan sikap atau watak sehingga kepribadiannya terarah dan professional. Apabila pendidikan mereka terabaikan dan pembentukan pribadi mereka dilakukan secara tidak professional, maka mereka akan menjadi bencana bagi orang tua, dan gangguan bagi masyarakat dan umat manusia secara keseluruhan (Al-Hasyimi, 2004:199 dalam Mizal, 2014:156).


(15)

Keluarga diberi kewajiban untuk mendidik anak-anaknya karena anak merupakan amanah dan titipan dari Allah SWT. Sehingga keluarga dituntut untuk memberikan pendidikan, khsususnya pendidikan Islam bagi anaknya sebagai wujud pelaksanaan amanah dari Allah SWT. Sehingga terbentuklah pribadi seorang anak yang bertakwa kepada Allah SWT. Sebagaimana dalam firman-Nya surat an-Nisâ’ ayat 9:













Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Selain sebagai amanah, anak juga merupakan ujian dan cobaan dari Allah SWT. Hal ini dapat terjadi apabila keluarga tidak melaksanakan kewajiban mereka untuk memberikan pendidikan Islam bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam Qur an surat al-Anfâl ayat 28 dan Qur an surat at-Tagâbûn ayat 15:





Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar


(16)

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Salah satu contoh kisah yang patut dijadikan teladan adalah kisah Nabi Ibrahim dalam memberikan pendidikan Islam di dalam keluarganya. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam QS al-Mumtaḥanah ayat 4:









Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia;

Salah satu kisah dari Nabi Ibrahim yang dapat diteladani bagi para keluarga (sebagaimana yang terdapat dalam QS aṣ- affât ayat 100) adalah ”disyariatkan untuk mendoakan anak, atau memohon anak yang soleh” (Az-Zuḥaili, 2009:12/128). Nabi Ibrahim juga berdoa agar keturunannya kelak dijadikan oleh Allah SWT sebagai pemimpin sebagaimana Nabi Ibrahim dijadikan pemimpin bagi seluruh umat oleh Allah SWT (sebagimana dalam QS al-Baqarah ayat 124). Selain disyariatkan untuk mendoakan kebaikan anak, (sebagaimana dalam QSaṣ- affât ayat 102) disyariatkan juga untuk mengajak sang anak bermusyawarah atau berdialog tentang permasalahan yang dihadapi (Az-Zuḥaili, 2009:12/139).

Pada kenyataannya, keluarga yang semestinyamemberikan pendidikan bagi anaknya, justru tidak melaksanakan fungsinya untuk mendidik anak tersebut. Seperti yang dialami oleh seorang anak berumur 8 tahun di Gunung Putri, Bogor yang telah menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang


(17)

tuanya selama tiga tahun. (metro.sindonews.com). Di Jakarta, selama bulan Januari hingga Juni 2015 terjadi sebanyak 106 kasus penganiyayaan anak, yang kebanyakan dilakukan oleh kerabat dekat atau keluarga (tribun.jakarta.com). Menurut data KPAI, sampai bulan april 2015 terjadi sebanyak 6.006 kasus kekerasan terhadap anak, sebanyak 3.160 kasus kekerasan terhadap anak terkait pengasuhan, 1.764 kasus terkait pendidikan, 1.366 kasus kesehatan dan narkoba dan 1.032 kasus disebabkan cyber crime dan pornografi. (bangka.tribunnews.com).

Oleh karena itu, dirasa perlu diadakan penelitian mengenai pendidikan keluarga Islam yang terdapat dalam kisah Nabi Ibrahim. Tujuan utamanya adalah agar keluarga mampu melaksanakan kewajibannya untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari api neraka dengan cara memberikan pendidikan islam. Pada penelitian ini, kisah Nabi Ibrahim akan digali berdasarkan Tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili. Metode atau kerangka pembahasan kitab ini, dapat diringkas sebagai berikut az-Zuḥaili (2009:1/12):

1. Membagi ayat-ayat al-Quran ke dalam satuan-satuan topik dengan judul-judul penjelasan.

2. Menjelaskan kandungan setiap surat secara global. 3. Menjelaskan aspek kebahasaan.

4. Memaparkan sebab-sebab turunya ayat dalam riwayat yang paling sahih dan mengesampingkan riwayat yang lemah, serta menerangkan kisah-kisah para nabi dan peristiwa-peristiwa besar Islam, seperti


(18)

perang Badar dan Uhud, dari buku-buku sirah yang paling dapat dipercaya.

5. Tafsir dan penjelasan.

6. Hukum-hukum yang dapat dipetik dari ayat-ayat.

7. Menjelaskan balaghah (retorika) dan I’rab banyak ayat, agar hal itu dapat membantu untuk menjelaskan makna bagi siapa pun yang menginginkannya, tetapi dalam hal ini saya (Wahbah az-Zuḥaili) menghindari istilah-istilah yang menghambat pemahaman tafsir bagi orang yang tidak ingin memberi perhatian kepada aspek tersebut (balaghah dan I’rab).

Dalam tafsir al-Munir, sedapat mungkin Wahbah az-Zuḥaili mengutamakan tafsir tematik, yakni menyebutkan tafsir ayat al-Qur an berdasarkan tema tertentu. Dalam tafsir al-Munîr juga akan dijelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kisah-kisah yang ada pada al-Qur an seperti kisah Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan lain-lain. Kemudian akan dijelaskan pula penjelasan yang komperehensif mengenai tafsiran suatu ayat.

Sebelum memulai penafsiran terhadap surat al-Fatihah, Wahbah terlebih dahulu menjelaskan wawasan yang berhubungan dengan ilmu al-Qur an. Dalam proses penafsiran selanjutnya, ia selalu memberi penjelasan tentang keutaman dan kandungan surat serta sejumlah tema yang terkait dengan surat tersebut. Tema tersebut lantas dibahas dari tiga aspek. Pertama, aspek bahasa (al-lughah). Ia menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam sebuah ayat dengan menerangkan segi balaghah dan gramatika bahasanya. Kedua, aspek


(19)

tafsir dan bayan (at-Tafsîr wa al-Bayân). Wahbah memaparkan ayat secara gamblang sehingga diperoleh kejelasan makna. Jika tidak terdapat permasalahan yang pelik, ia mempersingkat pembahasannya. Akan tetapi, jika ayat yang ditafsir memuat permasalahan tertentu, Wahbah memberi penjelasan yang relative panjang. Ketiga, aspek fikih kehidupan dan hukum (fiqh al-Hayât wa al-Ahkâm). Dengan aspek ini, Wahbah memrinci sejumlah kesimpulan ayat yang terkait dengan realitas kehidupan manusia. Dalam pengantar Tafsir al-Munir, Wahbah menjelaskan bahwa tafsirnya adalah model tafsir al-Qur an yang didasarkan pada al-Qur an ssendiri dan hadis-hadis sahih, mengurai asbabun nuzuul dan takhrij al-hadiits, menghindari cerita-cerita israiliyyat, riwayat yang buruk, dan polemik yang berlarut-larut(Ghofur, 2013:139).

Dalam al-Mufassriûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, Ali Iyazi mengatakan bahwa tafsir Wahbah ini menggabungkan corak tafsir bi ar-ra’yi

(berdasar akal) dan bi al-Ma’tsur (berdasar riwayat), serta menggunakan bahasa kontemporer yang jelas dan mudah dimengerti. Ia mulai menulis tafsir ini setelah merampungkan dua bukunya, Uṣul Fiqh Islâmi, Fiqh al-Islâmi wa adillatuhu. Tafsir ini ditulis berdasar atas keprihatinan Wahbah atas pandangan sejumlah kalangan yang menyudutkan tafsir klasik sebab tidak mampu menawarkan solusi atas problematika kontemporer, sedangkan para mufassir kontemporer banyak melakukan penyimpangan interpretasi terhadap ayat al-Qur an dengan dalih pembaharuan. Karena itulah, Wahbah berpendapat bahwa tafsir klasik harus dikemas dengan gaya bahasa


(20)

kontemporer dan metode yang konsisten sesuai dengan ilmu pengetahuan modern tanpa ada penyimpangan interpretasi. Lalu lahirlah tafisr al-Munir yang memadukan orisinalitas tafsir klasik dan keindahan tafsir kontemporer(Ghofur, 2013 : 139).

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, perlu adanya penelitian mengenai pendidikan keluarga Islam berdasarkan kisah Nabi Ibrahim yang tercantum dalam tafsir al-Munir karya Wahbah az-Zuḥaili. Sehingga penelitian ini diberi judul Pendidikan Keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim Prespektif Tafsir Al-Munir.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskanlah masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pendidikan keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim prespektif Tafsir al-Munîr?

2. Bagaimana relevansi pendidikan keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim prespektif Tafsir al-Munîr dalam pendidikan keluarga masa sekarang?

C. Tujuan Penelitian

s

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang diajukan diatas, yaitu:


(21)

1. Untuk mengetahui pendidikan keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim prespektif Tafsir al-Munîr.

2. Untuk mengetahui relevansi pendidikan keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim prespektif Tafsir al-Munir.

D. Kegunaan Penelitian 1. Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap pengembangan di bidang pendidikan agama Islam. 2. Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna bagi keluarga untuk mendidik sesuai dengan al-Qur an dan hadis dan meneladani Nabi Ibrahim dalam mendidik keluarganya.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk memberian arah yang tepat dan tidak memperluas objek kajian penelitian, maka dirumuskuan sistematika pembahasan sebagai berikut:

1. Bab pertama, berisi pendahuluan. Pada bab pendahuluan ini meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika pembahasan.

2. Bab kedua, memuat uraian tentang tinjauan pustaka dan kerangka teoritik yang relevan dan berkaitan dengan pendidikan keluarga Islam.


(22)

3. Bab ketiga, metodologi penelitan. Bab ketiga memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan yang mencakup jenis penelitian, sumber penelitan, metode pengumpulan data serta analasis data yang digunakan.

4. Bab keempat, hasil dan pembahasan. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai riwayat hidup Wahbah az-Zuḥaili dan karya-karyanya. Kemudian dilanjutkan dengan memaparkan ayat ayat yang berkaitan dengan pendidikan keluarga Islam dalam kisah Nabi Ibrahim. Selanjutnya ayat-ayat tersebut dikaji secara mendalam untuk diketahui isi kandungannya menurut penafsiran Wahbah az-Zuḥaili. Kemudian menemukan relevansi antara pendidikan keluarga Islam dalam kisah Nabi Ibrahim dengan pendidikan keluarga Islam pada saat ini.

5. Bab kelima, penutup. Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran yang bersifat konstruktif berdasarkan hasil penelitian.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Kajian Pustaka ini dilakukan agar tidak terjadi pengulangan terhadap objek yang sama. Sepanjang penelitian yang telah dilakukan, belum ditemukan penelitian yang secara spesifik membahas mengenai pendidikan keluarga Islam dalam kisah Nabi Ibrahim di dalam Tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili, juga belum ditemukan skripsi atau tesis yang membahas penelitian tersebut di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta kecuali hanya satu saja yakni penelitian dari Rifa’I tentang Pendidikan Keluarga Dalam Islam. Berikut akan ditampilkan beberapa penelitian yang terkait:

1. Penelitian tentang Pendidikan Keluarga dalam al-Qur an surat At-Taḥrîm ayat 6 dalam Tafsir al-Miṣbah karya M. Quraish Shihab dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam karya M. Faishal Hadi (2015). Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitik. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini adalah 1) Pendidikan keluarga yang terkandung dalam surat at-Taḥrîm ayat 6 dalam tafsir al-Miṣbah yakni pendidikan yang menyangkut pemeliharaan keluarga dari api neraka, pendidikan


(24)

yang harus ada dalam sebuah keluarga yakni adanya pemahaman tentang hak dan kewajiban suami, pemahaman tentang hak dan kewajiban istri serta hak dan kewajiban anak terhadap orang tua. 2) Adanya relevansi antara pendidikan keluarga dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu untuk mendapatkan keridhaan (kerelaan) dari Allah SWT.

Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah adalah pembahasan mengenai pendidikan keluarga Islam. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sumber primer yang digunakan. Penelitian di atas menggunakan sumber primer tafsir al-Miṣbah karya M. Quraish Shihab, sedangkan penelitian ini menggunakan tafsir al-Munîr karya Wahbah az-Zuḥaili.

2. Penelitian tentang Pola Hubungan Orang Tua Anak Keluarga Nabi Ibrahim dalam Al-Quran dan Relevansinya Dengan Hukum Anak di Indonesia, karya M. Dzul Fahmi Arif (2014). Penelitian ini merupakan penelitian yang bercorak library dengan menggunakan beberapa paduan teori sebagai metode dan pendekatannya. Pertama, tafsir

mauḍu’I digunakan sebagai untuk menggali ayat-ayat al-Qur an yang sesuai dengna tema yang dibahas. Kedua, teori psikologi tentang tipologi hubungan orang tua-anak yang digunakan untuk menemukan hubungan yang terjalin dalam keluarga Nabi Ibrahim. Ketiga, teori hak dan kewajiban sebagai pendekatan guna menjembatani relevansi antara kisah Nabi Ibrahim dengan hukum tentang anak yang berlaku di


(25)

Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola hubungan yang terjadi antara Nabi Ibrahim dengan orang tuanya adalah pola

rejection, yakni sikap penolakan orang tua Nabi Ibrahim karena tidak adanya kesepahaman dalam akidah. Pola hubungan yang terjadi antara Nabi Ibrahim dengan anaknya adalah acceptance, yakni sikap Nabi Ibrahim yang menunjukkan kasih sayang serta memberikan dukungan dan pengajaran secara penuh dalam berbagai bidang. Kandungan nilai yang diperoleh dari analisis kisah Nabi Ibrahim adalah nilai kemanuisaan, nilai cinta tanah air, nilai budi pekerti, nilai pendidikan, nilai demokratis dan nilai gotong royong. Selanjutnya, relevansi nilai-nilai hubungan orang tua-anak dalam kisah Nabi Ibrahim dengan UU tentang anak ialah didalam nilai-nilai yang telah disebutkan terdapat konsep pemenuhan hak dan kewajiban antara orang tua dan anak. Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah objek kajiannya adalah kisah dari Nabi Ibrahim. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah penelitian di atas membahas mengenai hubungan pola asuh orang tua-anak serta kaitannya dengan hukum anak di Indonesia. Sedangkan penelitian ini membahas mengenai pendidikan keluarga dalam Islam yang diambil dari kisah Nabi Ibrahim.

3. Penelitian tentang Nilai Pendidikan Moral dalam Kisah Nabi Luth dan Relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam (Studi Deskriptif Tafsir Ibnu Katsir) karya Eskandhita Nur Inayah (2014). Penelitian ini


(26)

merupakan penelitian kepustakaan dengan mengambil data primernya berupa buku yang berjudul Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh Dudi Rosyadi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan analisis isi untuk menganalisis makna yang terkandung di dalam data yang dihimpun melalui riset kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa nilai moral yang terkandung dalam kisah Nabi Luth ada dua. Pertama, nilai moral terpuji kepada Allah SWT berupa tawakal dan

amar ma’ruf nahi mungkar. Nilai moral terpuji terhadap sesama

berupa memuliakan tamu, peduli terhadap sesama dan tanggung jawab. Nilai moral terpuji terhadap diri sendiri berupa menjaga kehormatan diri, sabar, berani. Kedua, nilai moral tercela kepada Allah SWT berupa dusta dan fasik. Nilai moral tercela kepada sesama berupa khianat dan sombong. Nilai moral tercela terhadap diri sendiri berupa zalim dan mengikuti hawa nafsu. Selanjutnya, transformasi nilai moral dalam kisah Nabi Luth adalah teladan sikap Nabi Luth dalam menyampaikan ajaran Allah SWT berupa sikap sabar dan tawakal, berani, berulang-ulang dan kasih sayang. Penanaman nilai moral dalam kisah Nabi Luth berupa penanaman nilai moral yang dilakukan oleh Nabi Luth terhadap kaumnya dengancara mengajak dan menasehati, serta peringatan keras dan ancaman. Nilai-nilai moral yang terdapat pada kisah Nabi Luth ada relevansinya dengan komponen pendidikan Islam yakni tujuan, pendidik dan materi dalam pendidikan Islam.


(27)

Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kisah sebagai metode pendidikan Islam.

Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah penelitian di atas menggunakan kisah Nabi Luth sedangkan penelitian ini menggunakan kisah Nabi Ibrahim.

4. Penelitian tentang Pendidikan Keluarga Dalam Islam oleh Rifa’I

(2005) bertujuan untuk mengungkap konsep keluarga dalam Islam, pendidikan keluarga dalam Islam dan tinjauan psikologi terhadap konsep pendidikan keluarga. Penelitian ini bersifat literer. Data dikumpulkan dari literatur baik buku, kitab hadis maupun tafsir al-Qur an kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui penelaahan atau penelusuran sumber buku, kitab hadis dan kitab tafsir. Penelitian ini menunjukkan kesimpulan bahwa keluarga dalam Islam merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang dibentuk berdasarkan nilai ajaran Islam dan dalam berkehidupan keluarga senantiasa didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam.

Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian di atas adalah kajian yang dilakukan adalah mengenai pendidikan keluarga dalam islam. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian di atas adalah bahwa penelitian di atas objek kajiannya masih secara umum mengenai ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan keluarga dalam Islam. Sedangkan penelitian ini difokuskan kepada kisah dari Nabi Ibrahim, yakni ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah Nabi Ibrahim.


(28)

B. Kerangka Teori

1. Pengertian Pendidikan

Secara alamiah, manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus bertahap. Kematangan bertitik akhir pada optimalisasi, perkembangan baru tercapai apabila berlangsung melalui proses kearah tujuan akhir perkembangan dan pertumbuhan (Syah, 2013:87).

Secara etimologi atau kebahasaan, kata ‘pendidikan’ berasal dari kata dasar ‘didik’ yang mendapat imbuhan awalan dan akhiran pe-an. Berubah menjadi kata kerja ‘mendidik’ yang berarti membantu anak untuk menguasai aneka pengatahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwarisi dari keluarga dan masyarakatnya. Istilah ini pertama kali muncul dengan bahasa Yunani yaitu paedagogiek yang berarti ilmu menuntun anak, dan paedagogia adalah pergaulan dengan anak-anak, sedangkan orangnya yang menuntun/ mendidik anak adalah paedagog. Orang romawi melihat pendidikan sebagai educare yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai erziehung yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/ potensi anak. Dalam bahasa Inggris dikenal


(29)

education (kata benda) dan educate (kata kerja) yang berarti mendidik (Rohman, 2011:5).

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga bisa ‘belajar’ tetapi lebih ditentukan oleh instingnya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen (Anwar, 2014:62).

Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban (Anwar, 2014:62).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif


(30)

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian muslim, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukana dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU Sisdiknas No.23 Tahun 2003).

Pendidikan menurut Hamka terbagi menjadi dua bagian yaitu; pertama pendidikan jasmani, yaitu pendidikan untuk pertumbuhan dan kesempurnaan jasmani serta kekuatan jiwa dan akal. Kedua, pendidikan ruhani, yaitu pendidikan untuk kesempurnaan fitrah manusia dalam ilmu pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan kepada agama. Kedua unsur jasmnai dan ruhani tersebut memiliki kecenderungan untuk berkembang, dan untuk menumbuhkembangkan keduanya adalah melalui pendidikan karena pendidikan merupakan sarana yang paling tepat dalam menentukan perkembangan secara optimal kedua unsur tersebut. (Suyitno, 2009:3)

Dari beberapa pengertian pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha secara sadar untuk mengembangkan unsur jasmani yang berkaitan dengan fisik dan akal serta unsur rohani yang berkaitan dengan perilaku, sikap dan akhlak mulia sehingga mampu menjadi generasi yang diharapkan oleh masyarakat bangsa, negera dan agama.

Dalam Islam, pengertian pendidikan dapat dibagi menjadi tiga istilah yakni pendidikan (menurut) Islam, pendidikan (dalam) Islam dan pendidikan (agama) Islam (Tadjab, 1996 : 1).


(31)

a. Istilah yang pertama, pendidikan (menurut) Islam, berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal, yang bersumber dari al-Qur an dan as-Sunnah. Dalam hal ini, pendidikan (menurut) Islam, dapat dipahami sebagai ide-ide, konsep-konsep, nilai-nilai dan norma-norma kependidikan, sebagaimana yang diahami dan dianalisis serta dikembangkan dari sumber otentik ajaran Islam, yaitu al-Qur an dan as-Sunnah.

b. Pendidikan (dalam) Islam, berdasarkan sudut pandang, bahwa Islam adalah ajaran-ajaran, sistem budaya dan peradaban yang tumbuh dan berkembang serta didukung oleh umat Islam sepanjang sejarah, sejak zaman Nabi SAW, sampai masa sekarang. Berdasarkan sudut pandang yang demikian, pendidikan (dalam) Islam ini, dapat dipahami sebagai proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan di kalangan umat Islam, yang berlangsung secara berkesinambungan dari generasi ke generasi dalam/sepanjang sejarah Islam.

c. Pendidikan (agama) Islam, timbul sebagai akibat logis dari sudut pandang bahwa Islam adalah nama bagi agama yang menjadi anutan dan pandangan hidup umat Islam. Agama Islam diyakini oleh pemeluknya sebagai ajaran yang berasal dari Allah yang memberikan petunjuk ke jalan yang benar menuju keselamatan hidup dunia akhirat. Pendidikan (agama) Islam, dalam hal ini bisa


(32)

dipahami sebagai proses dan upaya serta cara mendidikkan ajaran-ajaran agama Islam tersebut, agar menjadi panutan dan pandangan hidup (way of life) bagi seseorang. Penekanannya adalah pada pendidikan terhadap orang-orang atau pribadi, agar menjadi orang atau probadi yang muslim.

Pendidikan Islam merupakan pengembangan pikiran, penataan, perilaku pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya. Seluruh ide tersebut telah tergambar secara integrative (utuh) dalam sebuah konsep dasar yang kokoh. Islam pun telah menawarkan konsep akidah yang wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam perasaan yang mendorongnya pada perilaku normative yang mengacu pada syariat Islam. Perilaku yang dimaksud adalah penghambaan manusia berdasarkan pemahaman atas tujuan penciptaan manusia itu sendiri, baik dilakukan secara individu maupun kolektif. (An-Nahlawi, 1995 : 34)

Dari beberapa pengeritan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan konsep-konsep dan ide-ide yang bersumber dari ajaran Islam yang bertujuan untuk mengembangkan pikiran dan potensi manusia agar tujuan hidupnya dapat diraih dan diwujudkan. Pengembangan pikiran dan potensi ini harus didasarkan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur an dan as-Sunnah sehingga tujuan utama penciptaan manusia yakni berupa penghambaan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat diwujudkan.


(33)

2. Unsur-unsur Pendidikan a. Pesereta Didik

Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya peserta didik. Peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya. Pesereta didik adalah orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu di lingkungan keluarga, sekolah maupun di lingkungan masyarakat di mana anak tersebut berada (Anwar, 2014:80).

b. Pendidik

Dalam pengertian sederhana, pendidik adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, sedangkan dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/musala, wihara, di rumah dan sebagainya (Anwar, 2014:89). Pendidik pertama dan utama adalah orang tua itu sendiri. Mereka berdua bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses dan tidaknya anak sangat tergantung pengasuhan, perhatian dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cerminan atas kesuksesan orang tua juga. Firman Allah SWT yang artinya:


(34)

Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.(QS at-Taḥrîm ayat 6) (Mudjib dan Muzakkir 2008:88).

c. Materi pendidikan

Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi pembelajaran (pendidikan, pen) adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasasr serta tercapainya indicator (Anwar, 2014:102). d. Metode Pendidikan

Metoda atau metoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu metha

dan hodos. Metha berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Metode berarati jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam bahasa arab, metode disebut ṭariqah. Mengajar berarti menyajikan atau menyampaikan pelajaran. Jadi metode mengajar berarti suatu cara yang harus dilalui untuk


(35)

menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran (Ghunaimah, 1952:177 dalam Umar, 2010:180).

e. Evaluasi pendidikan

Evaluasi adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan (Hamalik, 1982:106 dalam Mudjib dan Mudzakir, 2008:211). Program evaluasi ini diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas dan sebagainya (Mudjib dan Mudzakir, 2010:211). Evaluasi hasil belajar pada dasarnya mempermasalahkan bagaimana guru dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Guru (pendidik, pen) harus mengetahui sejauh mana pebelajar (peserta didik,

pen) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Adapun untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai (Nasih dan Kholidah, 2009:159).

3. Pengertian Islam

Abdurrahman An-Nahlawy (1989:36) menjelaskan bahwa secara etimologi dan menurut al-Qur an, al-Islam berarti penyerahan diri dan kepatuhan. Allah SWT berfirman:


(36)















Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan (QS Ali Imran ayat 83).

Kemudian kata al-Islam ini digunakan dalam al-Qur an sebagai nama agama dan tatanan kehidupan yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dari Allah SWT, Allah SWT menjelaskan bahwa barangsiapa membuat atau mengikuti selain agama-Nya, meskipun itu agama samawi yang terdahulu, maka Allah tidak akan menerimanya.









Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. (QS Ali Imran ayat 19)









pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.

Jadi, Islam adalah tatanan Ilahi yang selain dijadikan oleh Allah sebagai penutup segala syari’at, juga sebagai sebuah tatanan kehidupan paripurna dan meliputi seluruh aspeknya. Allah SWT telah meridhoi Islam untuk menata hubungan antara manusia dengan al-Khaliq, alam, makhluk,


(37)

dunia, akhirat, masyarakat, istri, anak, pemerintah dan rakyat. Juga untuk menata seluruh hubungan yang dibutuhkan oleh manusia. penataaan ini didasarkan atas ketaatan dan keikhlasan beribadah kepada Allah SWT semata, sereta pelaksanaan segala yang dibawa oleh Rasulullah SAW (An-Nahlawi, 1989:36).

Dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (2014:278) dijelaskan bahwa Agama Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah apa yang diturunkan di dalam al-Qur an dan yang tersebut dalam sunnah yang sahih, serta apa saja yang disyariatkan Allah dengan perantaraan nabi-nabi Allah SWT berupa perintah-perintah, dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa agama Islam adalah Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang berisi perintah, larangan serta petunjuk yang menghimpun seluruh aspek kehidupan manusia di dunia dan akhirat yang berdasarkan sumber al-Qur an dan as-Sunnah.

4. Pengertian Keluarga

Pengertian keluarga memiliki dua dimensi. Pertama keluarga sebagai ikatan kekerabatan antar individu. Pernyataan ini merujuk kepada mereka yang mempunyai hubungan darah dan pernikahan. Kedua sebagai sinonim rumah tangga dalam makna ini ikatan kekerabatan amat penting,


(38)

namun yang ditekankan adalah kesatu-hunian dan ekonomi. Dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahterah, pada Bab Ketentuan Umum, keluarga dinyatakan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dengan anaknya atau ayah dengan anaknya atau ibu dengan anaknya (Syah, 2013:92).

Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya disekolah. Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anaknya lebih bersifar pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan pendidikan kesosialan (Ihsan, 2011 : 57).

Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan

nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami, istri), persusuan dan pemerdekaan. Keluarga (kawula dan warga) dalam pandangan antropologi adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan ditandai oleh kerjasama ekonomi,


(39)

berkembang, mendidik, melindungi, merawat, dan sebagainya. Inti keluarga adalah ayah, ibu dan anak (Mudji dan Mudzakkir, 2008:226). 5. Metode Pendidikan dengan Kisah

Menurut al-Razzi (1985:87) sebagaimana dikutip Mahmud dkk (2013:159) kisah merupakan penelusuran terhadap kejadian masa lalu. Teknik yang dilakukan dengan bercerita, mengungkapkan peristiwa-peristiwa bersejarah yang mengandung ibrah (nilai moral, sosial dan rohani) bagi seluruh umat manusia di segala tempat dan zaman, baik mengenai kisah yang bersifat kebaikan yang berakibat baik maupun kisah kezaliman yang berakibat buruk di masa lalu (Mudji dan Mudzakkir, 2010:193). Teknik ini sangat efektif sekali, terutama untuk materi sejarah (tarikh), sirah, dan kultur Islam, dan terlebih lagi sasarannya untuk peserta didik yang masih dalam perkembangan fantasi. Dengan mendengarkan suatu kisah, kepekaan jiwa dan perasaan peserta didik dapat tergugah, meniru figure yang baik yang berguna bagi perkembangan hidupnya, dan membenci terhadap tokoh antagonis atau zalim. Jadi, dengan memberikan stimulasi kepada peserta didik dengan cerita itu, secara otomatis mendorong peserta didik untuk berbuat kebajikan dan dapat membentuk akhlak mulia, serta dapat membina rohani (Mudji dan Mudzakkir, 2008:193). Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, kisah sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, karena dalam kisah-kisah terdapat


(40)

berbagai teladan dan edukasi. Hal ini karena terdapat alasan yang mendukungnya (Mahmud dkk, 2013: 159):

a. Kisah senantiasa memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendenganr tersebut.

b. Kisah dapat menyentuh hati manusia, karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh, sehingga pembaca atau pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah tersebut, seolah-olah dia sendiri yang menjadi tokohnya.

c. Kisah qurani mendidik keimanan dengan cara: membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, ridho dan cinta (hub); mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah; melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.


(41)

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yang memusatkan penelitian pada literatur yang terkait dengan pendidikan keluarga dalam Islalm seperti kitab-kitab tafsir dan buku-buku yang berisi pembahasan mengenai pendidikan keluarga dalam Islam.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisa fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupunkelompok (Sukmadinata, 2012:60).Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganlas isi pemikiran Wahbah az-Zuḥail imengenai pendidikan keluarga Islam Nabi Ibrahim yang terdapat dalam Tafsir Al-Munir. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis, yakni penelitian yang mendeskripsikan dan menganalisis data-data yang sudah dikumpulkan. Setelah itu data dijelaskan seecara sistematis dan dikaitkan satu dengan yang lainnya guna mendapatkan pemahaman yang komperehensif.


(42)

B. Sumber Penelitian 1. Data Primer

Buku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tafsir al-Munir karya Wahbah az-Zuḥaili.

2. Data sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa buku-buku atau karya ilmiah lain yang di dalamnya terdapat pembahasan mengenai pendidikan keluarga dalam islam, antara lain kitab Tarbiyah Aulâdfî al-Islâm karangan Abdullâh Naṣiḥ Ulwan, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat karangan Abdurrahman An-Nahlawy, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolahdan di Masyarakatkarangan Abdurrahman An-Nahlawy.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menelusuri dan menelaah yang terdapat dalam teks (kitab) maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian. Selain itu, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis (tahlîly). Metode ini berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan dan keinginan mufasirnya yang dihidangkan secara runtut sesuai dengan perurutan ayat-ayat dalam mushaf. Biasanya yang dihidangkan itu mencakup pengertian umum kosakata ayat, munâsabah atau hubungan ayat dengan ayat


(43)

sebelumnya, sabab an-Nuzûl (kalauada), makna global ayat, hukum yang dapat ditarik, yang tidak jarang menghidangkan aneka pendapat ulama madzhab (Shihab, 2013:378).

D. Metode Analisis data

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis konten (analysis content) yang ditujukan untuk menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen resmi, dokumen yang validitas dan keabsahannya terjamin baik. Analisis juga dapat dilakukan terhadap buku-buku teks, baik yang bersifat teoritis maupun empiris (Sukmadinata, 2012:81).

Adapun langkah-langkah yang ditempuhyakni: a. Membaca keseluruhan teksTafsir al-Munîr

b. Mengindentifikasikan dan menjadi bagian-bagian untuk dianalisis c. Data dari teks yang didapat dilakukan analisis dengan mengacu pada

berbagai teori, sumber data yang berkaitan yang kemudian menjabarkan hasil analisis kedalam laporan penelitian.


(44)

A. Biografi Wahbah az-Zuhaili

Wahbah az-Zuḥaili lahir di Da’ir ‘Atiyah, yang terletak di salah satu pelosok kota Damsyik, Suria, pada tahun 1351H/ 1932 M. Nama lengkapnya Wahbah bin al-Syeikh Muṣṭafa az-Zuhaily. Ia putra syeikh Muṣṭafa az-Zuhaily, seorang petani sederhana nan alim, hafal al-Qur an rajin menjalankan ibadah, dan gemar berpuasa. Di bawah bimbingan ayahnya, Wahbah menerima pendidikan dasar-dasar agama Islam. Setelah itu, ia sekolah di Madrasah Ibtidaiyah di kampungnya, hingga jenjang pendidikan formal berikutnya. Gelar sarjana diraihnya pada tahun 1953 di Fakultas Syariah Universitas Damsyik. Tahun 1956 ia meraih gelar doktor dalam bidang

Syari’ah dari Universitas al-Azhar, Kairo (Ghofur, 2013:137). Selama belajar di al-Azhar, Wahbah az-Zuḥaili pun belajar di Universitas Ain Syams pada Fakultas Hukum (al-Ḫuqûqi) dan selesai dengan nilai jayyid pada 1957. Wahbah az-Zuḥaili pun berhasil mendapatkan diploma Magister dari Fakultas Hukum Universitas Kairo pada 1959 (Riswanto, 2010:462).

Pada 1963, Wahbah az-Zuḥaili berhasil mendapatkan gelar doktor dengan yudisium summa cumlaude. Ketika itu dia menulis disertasi dengan judul Aṡâr Harb fî Fiqh Islâmî: Dirâsah Muqâranah baina al-Maḍâhib at-Tasmâniyyah wa al-Qanûn ad-Daulî al-‘Am (Efek Perang dalam


(45)

Fikih Islam: Studi Komparatif antara Mazhab Delapan dan Hukum Internasional Umum). Diseretasi tersesbut kemudian direkomendasikan untuk dibarter dengan universitas-universitas asing (Riswanto, 2010:462).

Wahbah az-Zuḥaili merupakan seorang ahli fiqh. Dia adalah anggota dewan-dewan fiqih yang ada di seluruh dunia, seperti yang ada di Makkah, Jeddah, India, Amerika dan Sudan. Di Suriah, Wahbah az-Zuḥaili menjabat sebagai Ketua Divisi Fiqih dan Mazhab Islam, Fakultas Syariah Universitas Damaskus (Riswanto, 2010:462).

Wahbah kemudian mengabdikan diri sebagai dosen alamamternya,

Żakultas Syari’ah Universitas Damsyik, pada tahun 1963. Karir akademiknya

terus menanjak. Tak berapa lama ia diangkat sebagai pembantu dekan pada fakultas yang sama. Jabatan dekan sekaligus Ketua Jurusan Fiqh al-Islam juga disandangnya karena dalam waktu relative singkat dari masa pengangkatannya sebagai pembantu dekan. Kini ia menjadi guru besar dalam bidang hukum Islam pada salah satu universitas di Syiria (Ghofur, 2013:137).

Wahbah az-Zuḥaili tidak saja memiliki peranan di bidang akademik melainkan juga memiliki peran penting di masyarakat secara langsung baik di dalam maupun di luar tanah airnya. Di antaranya, beliau pernah menjadi anggota Majma’ Malâki untuk membahas kebudayaan Islam di Yordan. Selain itu beliau pernah menjabat sebagai kepala Lembaga Pemeriksa Hukum pada

Syarikat Muḍârobah wa Muqâsah al-Islâmiyyah di Bahrain dan sebagai anggota majelais fatwa tertinggi di syiria (Fuadiyah, 2005:80).


(46)

Keberhasilan Wahbah az-Zuḥaili di bidang akademik dan lainnya tidak lepas dari guru-guru yang telah membimbingnya baik yang ada di Syiria sendiri ataupun yang berada di luar Syiria. Guru-guru yang di Damaskus antara lain di bidang hadis Nabi, Yaitu Syaikh Mahmud Yasin, Syaikh Hâsyim al-Khâtib guru bidang fikih Syafi’I, Syaikh Luṭfi al-Fayûmi di bidang

Uṣûl Fiqh dan Muṣṭalah al-Hadîṡ, Syaikh âlih al-Farfuri dalam ilmu Bahasa Arab seperti balâgah dan peradaban Arab. Ilmu Tafsir dipelajarinya dari Syaikh Ḫasan Ḫabnakah dan adîq Ḫabnakah al-Midâni. Beliau juga murid dari Doktor Naẓâm Maḥmûd pada bidang syari’ah serta guru-guru lainnya di bidang akhlaq, tajwid, tilawah, khitabah, hukum dan lain-lain (Fuadiyah, 2005:81).

Sedangkan di luar Damaskus, Wahbah az-Zuḥaili banyak mendapatkan ilmu dari Maḥmud altut, Dr. Abdurrahman Tâj Syaikh Isâ Manûn pada studi fikih di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar. Syaikh Jâd al-Rab Ramâ an, Syaikh Maḥmud ‘Abd ad-Dâyim dalam ilmu fikih Syafi’i. Syaikh Muṣṭafa

‘Abd al-Khâliq, Syaikh Uṡmân al-Mûrâzifi, Syaikh Ḫasan dalam bidang uṣûl fiqh. Dr. Sulaiman aṭ-Ṫamâwi, Dr. Ali Yunus, Syaikh Zakî ad-Dîn Syu’mân serta guru lain di Universitas Al-Azhar, Universitas Kairo serta Universitas

‘Ain Syam (Fuadiyah, 2005:81).

Sedangkan di antara murid-murid Wahbah az-Zuḥaili yang banyak menimba ilmu darinya adalah Dr. Maḥmûd az-Zuḥaili, Dr. Muhammad Na’im Yasin, Dr. Abd Laṭîf Żarfûri, Dr. Abu Lail, Dr. Abd Salâm ‘Abâdi, Dr. Muhammad asy-Syarbaji, serta masih banyak lagi murid-muridnya dari


(47)

berbagai bangsa di berbagai Negara seperti di Syiria, Libanon, Sudan, Emirat Arab, Amerika Malaysia, Afganistan dan Indonesia dan mereka yang mempelajari kita fikih dan tafsir hasil karya Wahbah az-Zuḥaili (Fuadiyah, 2005:81).

Popularitas keilmuwan Wahbah berbanding lurus dengan produktifitasnya dalam bidang tulis-menulis. Selain menulis makalah ilmiah untuk jurnal ilmiah, ia telah merampungkan tak kurang dari 30 buku. Diantaranya, Uṣul Fiqh al-Islâmi (2 jilid), al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu (8 jilid), Tafsîr al-Munîr (16 jilid), Aṡâr al-Harb fî al-Fiqh al-Islâmi, Takhrîj wa Tahqîq Ahâdiṡ Tuhfat Fuqahâ’ (4 jilid), Nażâriyyat Adammân aw Ahkâm

al-Mas’uliyyat al-Madâniyat wa al-Janâ’iyât fî al-Fiqh al-Islâmi, al-Waṣâyâ wa al-Waqf, at-Tanwîr fî at-Tafsîr ‘alâ Hâmasy al-Qur an al-‘Aẓîm, dan al-Qur an Syarî’at al-Mujtama’. Dari sekian karya Wahbah, tafsir al-Munir bisa dibilang karya monumentalnya. Dalam tafsir ini, ia membahas seluruh ayat al-Qur an dari surat al-Fâtiḥah hingga surat an-Nâs. Namun penjelasannya didasarkan atas topik-topik tertentu (Ghofur, 2013:138).

Dalam al-Mufassriûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, Ali Iyazi mengatakan bahwa tafsir Wahbah ini menggabungkan corak tafsir bi ar-ra’yi

(berdasar akal) dan bi al-Ma’tsur (berdasar riwayat), serta menggunakan bahasa kontemporer yang jelas dan mudah dimengerti. Ia mulai menulis tafsir ini setelah merampungkan dua bukunya, Uṣul Fiqh Islâmi, Fiqh al-Islâmi wa adillatuhu. Tafsir ini ditulis berdasar atas keprihatinan Wahbah atas pandangan sejumlah kalangan yang menyudutkan tafsir klasik sebab tidak


(48)

mampu menawarkan solusi atas problematika kontemporer, sedangkan para mufassir kontemporer banyak melakukan penyimpangan interpretasi terhadap ayat al-Qur an dengan dalih pembaharuan. Karena itulah, Wahbah berpendapat bahwa tafsir klasik harus dikemas dengan gaya bahasa kontemporer dan metode yang konsisten sesuai dengan ilmu pengetahuan modern tanpa ada penyimpangan interpretasi. Lalu lahirlah tafisr al-Munir yang memadukan orisinalitas tafsir klasik dan keindahan tafsir kontemporer (Ghofur, 2013:139).

Sebelum memulai penafsiran terhadap surat al-Fatihah, Wahbah terlebih dahulu menjelaskan wawasan yang berhubungan dengan ilmu al-Qur an. Dalam proses penafsiran selanjutnya, ia selalu memberi penjelasan tentang keutaman dan kandungan surat serta sejumlah tema yang terkait dengan surat tersebut. Tema tersebut lantas dibahas dari tiga aspek. Pertama, aspek bahasa (al-lughah). Ia menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam sebuah ayat dengan menerangkan segi balaghah dan gramatika bahasanya. Kedua, aspek tafsir dan bayan (at-Tafsîr wa al-Bayân). Wahbah memaparkan ayat secara gamblans sehingga diperoleh kejelasan makna. Jika tidak terdapat permasalahan yang pelik, ia mempersingkat pembahasannya. Akan tetapi, jika ayat yang ditafsir memuat permasalahan tertentu, Wahbah memberi penjelasan yang relative panjang. Ketiga, aspek fikih kehidupan dan hukum (fiqh al-Hayât wa al-Ahkâm). Dengan aspek ini, Wahbah memrinci sejumlah kesimpulan ayat yang terkait dengan realitas kehidupan manusia. Dalam pengantar Tafsir al-Munir, Wahbah menjelaskan bahwa tafsirnya adalah


(49)

model tafsir al-Qur an yang didasarkan pada al-Qur an ssendiri dan hadis-hadis sahih, mengurai asbaabun nuzuul dan takhrij al-hadiits, menghindari cerita-cerita israiliyyat, riwayat yang buruk, dan polemik yang berlarut-larut (Ghofur, 2013:139).

Sebagai intelektual Islam, Wahbah az-Zuhaili telah menghasilkan berbagai macam karya, diantaranya (Fuadiyah, 2005:81):

1. Dalam bidang al-Qur an dan ‘Ulûmul Qur an:

a. Al-Tafsîr al-Munîr fî al-‘Aqîdah wa al-Syarî’ah wa al-Manhaj juz 1-16.

b. Al-Tartîl Al-Tafsîr al-Wajîz ‘ala Ḫamsy al-Qur an al-‘Aẓim wa

Ma’ahu Asbâb al-Nuzûl wa Qawâ’iduhu.

c. Al-Tafsîr al-Wajîz wa Mu’jam Ma’âni al-Qur an al-‘Azîs

d. Al-Qur an al-Karîm – Bunyâtuhu al-Tasyri’iyyah wa Khaṣâiṣuhu al-Ha âriyah.

e. Al’Ijâz al-‘Ilmi fi al-Qur an al-Karîm

f. Al-Syar’iyyah al-Qirâ’at al-Mutawâtirah wa Aṡâruha fi al-Rasm al-Qur an wa al-Aḥkâm.

g. Al-Qiṣah al-Qur aniyyah.

h. Al-Qâim al-Insâniyyah fi al-Qur an al-Karîm. i. Al-Qur an al-Wajîz –surah Yâsin wa Jûz ‘Amma. 2. Dalam bidang Fiqh dan Usul Fiqh

a. Aṡâr al-Ḫarb fi al-Fiqh al-Islâmi b. Uṣûl al-Fiqh al-Islâmi 1-2


(50)

c. Al-‘Uqûd al-Musamâh fi Qanûn al-Mu’âmalât al-Madâniyyah al-Imârati.

d. Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu al-Jûz al-Tâsi al-Mustadrak. e. Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu.

f. Na âriyyat Adammân aw Ahkâm al-Mas’uliyyat al-Madâniyat

wa al-Janâ’iyât.

g. Al-Wajîz fi Uṣul al-Fiqh

h. Al-Waṣâyâ wa al-Waqf fi Al-Fiqh al-Islâmi. i. Al-Istinsâkh jadl al-‘Ilm wa al-Dîn wa al-Akhlâq j. Naẓariyah al-Darûrah al-Syar’iyyah

k. Al-Tamwîl wa Sûq al-Awrâq al-Mâliyah al-Bûrṣah l. Khiṭâbât al-Damân

m. Bai’ al-Ashâm n. Bai’ al-Taqsît

o. Bai’ al-Dainfi al-Syarî’ah al-Islâmiyyah.

p. Al-Buyû’ wa Aṡâruha al-Ijtimâ’iyyah al-Mu’âṣirah q. Al-Amwâl allati Yasiḥu Waqfuha wa Kaifiyah arfiha r. Asbâb al-Ikhtilâf wa Jihât al-Naẓr al-Fiqhiyyah. s. Idârah al-Waqf al-Khairi

t. Aḥkâm al-Mawâd al-Najsah wa al-Muhramah fi al-ża a wa al

-Dawâ’

u. Aḥkâm al-Ta’ammul ma’a al-Maṣârif al-Islamiyyah v. Al-Ijtihâd al-Fiqhi al-Ḫadiṡ Munṭlaqâtuhu wa Itijâhâtuhu


(51)

w. Al-Ibrâ’ min al-Dain

x. Al-Dain wa Tufâ’iluhu ma’a al-Ḫayâh

y. Al- arâ’I fi al-Siyâsah al-Syar’iyyah wa al-Fiqh al-Islâmi z. Sûr in ‘Urûd al-Tijârah al-Mu’aṣirah wa Aḥkâm al-Zakâh.

aa. Al’Urf wa al-‘Âdah.

bb.Al-‘Ulûm al-Syar’iyyah baina al-Waḥdah wa al-Istiqlal.

cc. Al-Maẓâhib al-Syâfi’I wa Ma âhibuhu al-Wasiṭ baina

al-Ma âhib al-Islâmiyyah

dd.Naqât al-Iltiqâ’ baina al-Maẓâhib al-Islâmiyyah. ee. Al-Mas’ûliyyah al-Jimâ’iyyah li Mara i al-Jinsi al-I ar. ff. Manâhij al-Ijtihâd fi al-Maẓâhib al-Mukhtalifah.

gg.Al-Ḫadîs al-‘Alâqat al-Dauliyyah fi Islâm Muqâranah bi al-Qanûn al-Dauli.

hh.Al-Rakhṣ al-Syar’iyyah ii. Tajdîd al-Fiqh al-Islâmi

jj. Al-Fiqh al-Mâliki al-Yasr juz 1-2.

kk. Hukm Ijrâ’ al-Uqûd bi Wasâ’il al-Ittiṣâl al-Hâdiṡah

ll. Zakât al-Mâl al-‘Âm

mm. Al-‘Alâqat al-Dauliyyah fi al-Islâm

nn. ‘A’id al-Istiṡmâr fi al-Fiqh al-Islâm

oo.Tagayur al-Ijtihâd

pp.Taṭbîq al-Syar’iyyah al-Islâm


(52)

rr. Bai’ al-‘Urbûn

ss. Al-Taqlîd fi al-Ma âhib al-Islâmi ‘inda al-Sunnah wa al-Syi’ah tt. Uṣûl at-Taqrîb baina al-Ma âhib al-Islâmiyyah.

uu.Aḥkâm al-Harb fi al-Islâmi wa Khaṣâiṣuha al-Insâniyyah. vv.Ijtihâd al-Tabi’in

ww. Al-Bâ’iṡ‘ala al-‘Uqûd fi al-Fiqh al-Islâmi wa Uṣûlihi 3. Karya-karya di bidang ḥadis dan ‘ulumul hadis

a. Al-Muslimîn al-Sunnah al-Nabawiyyah al-Syarîfah Ḫaqîqatuha

wa Makânatuha ‘inda Żiqh al-Sunnah al-Nabawiyyah. 4. Karya-karya Wahbah az-Zuḥaili di bidang Aqidah Islam

a. Al-Imân bi al-Qa â’ wa al-Qadr

b. Uṣûl Muqâranah Adyân al-Bad’I al-Munkarah

5. Karya-karya Wahbah az-Zuḥaili di bidang Dirasah Islamiyah a. Al-Khaṣâiṣ al-Kubra li Huqûq al-Insân fi al-Islâm wa Da’âim

al-Daimuqrâṭiyyah al-Islamiyyah

b. Al-Da’wah al-Islamiyah wa Gairu al-Muslimîn al-Manhâh wa al-Wasîlah wa al-Hadfu

c. Tabṣîr al-Muslimîn li Goirihim bi al-Islâmi Aḥkâmuhu wa awâbiṭuhu wa ‘Adâbuhu

d. Al-Amn al-ża â’I fi al-Islâm

e. Al-Imam al-Suyûṭi Mujadid al-Da’wah ila al-Ijtihâd f. Al-Islâm wa al-Imân wa al-Iḥsân


(53)

g. Al-Islâm wa Taḥdiyât al-‘Aṣri Ta akhum Naqdi min al-Wajhah al-Syar’iyyah

h. Al-Islâm wa Gairu al-Muslimîn

B. Biografi Nabi Ibrahim

Menurut Ibnu Kaṡîr, nama lengkap Nabi Ibrahim adalah Ibrahim bin Terah (250 tahun) bin Nahor (148) bin Serug (230) bin Rehu (239) bin Peleg (439) bin Eber (464) bin Selah (433) bin Arpakhsad (438) bin Sam (600) bin Nuh (Kaṡîr, 2002:207). Nabi Ibrahim lahir di Ur (Urkasdim), sebelah selatan Babyolon, daerah Iraq Selatan. Beliau adalah anak tertua dari pasangna Azar (Tarikh) bin Nahur (ketika berusia 75 tahun) dan Buna binti Kartiba bin Karṡi, salah seorang dari Bani Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh. Beliau mempunyai dua saudara kandung, Nahur bin Azar dan Haran bin Azar, ayah Nabi Luth (Murdodiningrat, 2012:313).

Nabi Ibrahim dilahirkan di tengah-tengah masyarakat yang penuh kemusyrikan dan kekufuran. Pada waktu itu yang berkuasa adalah raja bengis Namrudz bin Faligh bin Abir bin Shalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh yang memerintah selama empat ratus tahun di kerajaan Babylon. Ia menjadi sangat gelisah ketika mendapat firasat bahwa akan ahir seorang laki-laki yang dapat menggulingkan kerajannya. Karena ketakutan bahwa firasatnya akan menjadi kenyataan, maka dikeluarkanlah suatu undang-undang yang isinya menyatakan bahwa semua anak laki-laki yang lahir di dalam tahun ini harus dibunuh (Murdodiningrat, 2012:316).


(54)

Nabi Ibrahim memiliki banyak peristiwa dan kisah yang banyak dijadikan teladan oleh kaum muslim. Diantara kisah-kisah beliau yang menginspirasi adalah pencarian Nabi Ibrahim terhadap penciptanya. Kisah ini terdapat dalam al-Qur an surat al-An’am ayat 76-79. Dikisahkan bahwa ketika Nabi Ibrahim melihat bintang, Nabi Ibrahim mengira bintang adalah tuhannya, namun ketika pagi telah datang dan bintang tidak lagi menampakkan sinarnya, maka Nabi Ibrahim mengatakan bahwa bintang bukanlah tuhan. Keesokan harinya, ketiak Nabi Ibrahim melihat bulan, Nabi Ibrahim mengatakan bahwa bulan adalah tuhan, namun setelah bulan berganti dengan matahari maka Nabi Ibrahim mengatakan bahwa bulan bukanlah tuhan. Ketika Nabi Ibrahim melihat matahari yang ukurannya lebih besar daripada bintang dan bulan, maka Nabi Ibrahim mengatakan bahwa matahari adalah tuhannya karena matahari lebih besar. Namun ketika malam tiba dan matahari telah tenggelam maka Nabi Ibrahim mengatakan bahwa ia berserah diri kepada Sang Pencipta yang menciptakan bintang bulan dan matahari.

Peristiwa yang lain yang dialami Nabi Ibrahim adalah ketika beliau berdakwah kepada ayahnya, Azar untuk meninggalkan agamanya yaitu menyembah berhala. Kisah ini terdapat dalam al-Qur an surat Maryam ayat 42-50. Dikisahkan bahwa ketika Nabi Ibrahim bertanya kepada ayahnya mengenai berhala yang disembah oleh bapaknya, padahal berhala tersebut tidak dapat mendengar, melihat bahkan menolong orang-orang yang menyembahnya. Selain itu, Nabi Ibrahim juga mengajak ayahnya untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim yang lurus yakni menyembah Allah SWT.


(55)

Namun ajakan Nabi Ibrahim tersebut menimbulkan murka dan mengusir Nabi Ibrahim bahkan Nabi Ibrahim diancam oleh ayahnya sendiri akan dilempari batu hingga mati. Walaupun Nabi Ibrahim mendapatkan amarah dari sang ayah, namun Nabi Ibrahim tetap mencintai sang ayah seraya berdoa kepada Allah SWT agar ayahnya diampuni oleh Allah SWT. Akhirnya Nabi Ibrahim hijrah ke negeri Syam (Palestina) dan hidup serta berkeluarga di Syam.

Tidak hanya berdakwah kepada ayahnya, Nabi Ibrahim juga berdakwah kepada kaumnya agar mengikuti ajaran Nabi Ibrahim yakni dengan menyembah Allah SWT. Kisah ini terdapat dalam al-Qur an surat al-Anbiyâ’ ayat 51-73. Dikisahkan bahwa kaum Nabi Ibrahim adalah penyembah berhala sebagaimana ayahnya. Beliau hendak mengajak kaumnya tersebut agar meninggalkan peribadatan kepada berhala dan berpindah menyembah Allah SWT. Namun dakwah Nabi Ibrahim ini selalu ditolak oleh kaumnya. Hingga pada akhirnya, Nabi Ibrahim berinisiatif untuk diam-diam menghancurkan berhala-berhala yang menjadi sesembahan oleh kaumnya, beliau menghancurkan seluruh berhala-berhala dan menyisakan satu berhala yang paling besar diantara berhala-berhala tersebut. Tatkala kaumnya ingin melaksanakan peribadatan, mereka terkejut mendapati berhala-berhala yang menjadi tuhan mereka hancur rata dengan tanah. Setelah itu mereka mencari pelaku yang menghancurkan tuhan berhala mereka hingga akhirnya tertangkaplah Nabi Ibrahim selaku otak dari penghancuran berhala-berhala mereka. Karena ketakwaan dan keimanan Nabi Ibrahim oleh Allah SWT, Nabi Ibrahim pun diberi pertolongan. Nabi Ibrahim bersiasat agar kaum penyembah


(56)

berhala itu bertanya kepada berhala yang paling besar apabila berhala tersebut mampu mendengan dan menjawab pertanyaan dari penyembah-penyembahnya. Mereka merasa terpojok atas pernyataan dari Nabi Ibrahim sehingga tidak ada jalan lain selain menjatuhi Nabi Ibrahim hukuman bakar. Allah Yang Maha Kuasa, menolong hamba-Nya dengan berseru kepada api yang membakar Nabi Ibrahim agar menjadi dingin dan memberi keselamatan kepada Nabi Ibrahim.

Kisah yang paling menginspirasi dari Nabi Ibrahim adalah kisah penyembelihan Nabi Ismail yang terdapat dalam al-Qur an surat aṣ- âffât ayat 102. Dikisahkan bahwa ketika Nabi Ismail menginjak usia muda (menurut Wahbah az-Zuḥaili berumur 13 tahun), Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT melalui mimpinya yang beliau alami selama 3 kali untuk menyembelih anak yang telah dinanti oleh Nabi Ibrahim selama kurang lebih 86 tahun lamanya, yakni Nabi Ismail. Karena kesalehan dan ketakwaan yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, maka keduanyapun melaksanakan perintah Allah SWT tanpa perlu berfikir panjang. Ketika Nabi Ibrahim akan menyembelih Nabi Ismail, Allah SWT megganti Nabi Ismail dengan domba karena keduanya telah membenarkan perintah Allah SWT.

Berbagai kisah dan peristiwa sepanjang perjalanan Nabi Ibrahim telah menjadikannya hamba yang bertakwa dan mengesakan Allah SWT, sehigga Allah SWT memuji Nabi Ibrahim dan menjadikannya Imam Agama Tauhid, Bapak para Nabi, dan Allah pun mensifati Nabi Ibrahim dengan sembilan sifat, diantaranya (az-Zuḥaili 2009:7/586):


(57)

1. Sebagai pemimpin diantara umat-umat yang ada karena mempunya kebaikan yang sempurna.

2. Sikap taat, takut dan tunduk terhadap perintah Allah SWT.

3. Sikap berserah diri kepada Allah SWT dengan berpaling dari kemusyrikan dan memurnikan hati untuk bertauhid kepada Allah SWT.

4. Nabi Ibrahim termasuk orang yang mengesakan Allah SWT dari beliau kecil hingga besar.

5. Hamba yang senantiasa bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat-nikmat-Nya.

6. Allah SWT memilih Nabi Ibrahim untuk misi kenabian.

7. Allah SWT memberi petunju kepada Nabi Ibrahim dalam berdakwah menuju kepada agama yang benar dan berpaling dari ajaran yang salah.

8. Allah SWT memberikan Nabi Ibrahim kehidupan di dunia yang baik.

9. Di akhirat Nabi Ibrahim termasuk ke dalam golongan orang-orang yang saleh.

C. Pendidikan Keluarga Islam dalam Kisah Nabi Ibrahim Prepektif Tafsir Al-Munir

Pendidikan merupakan kebutuhan pokok manusia. Karena manusia dilahirkan di dunia ini tanpa mengetahui sesuatu apapun, sebagaimana Allah SWT berfirman:


(58)









Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (Qs. An-Nahl ayat 78)

Oleh karena itu, al-Qur an melalui wahyu pertamanya yakni surat al-‘Alaq ayat satu sampai lima membawa misi pendidikan melalui firman Allah

“bacalah”. Karena pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhana komunitas manusia memerlukan pendidikan (Ramayulis, 2015:28).

Karena jika ditinjau dari kedudukan manusia dan implikasinya terhadap pendidikan, manusia memiliki dua kedudukan yakni berkedudukan sebagai ‘abdun dan berkedudukan sebagai khalifah Allah fi al-Ardh.

Kedudukan manusia sebagai ‘abdun dapat diimplikasikan kepada pendidikan, bahwa ‘abdun merupakan peserta didik yang patuh dan taat kepada pendidiknya, yaitu Allah Rabb al-‘Alamîn. Ketaatan kepada Allah direalisasikan dalam bentuk ibadah. Oleh karean itu pendidik di lembaga Islam harus dapat melaksanakan pembelajaran yang dapat menciptakan manuisa yang menyembah (mengabdi) kepada Allah secara ikhlas, baik dalam bentuk ibadah ritual maupun normal. Kedudukan manusia sebagai khalifah Allah fi al-Ardh dapat diimplikasikan dalam pendidikan, dimana para pendidik harus dapat melaksanakan pembelajaran agar peserta didik nantinya dapat melaksanakan tugas kekhalifahan sebagai pemimpin di bumi, dapat mengatur


(1)

86 Rifai. 2005. Konsep Pendidikan Keluarga Dalam Islam. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta:

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Riswanto, Arif Munandar, 2010. Buku Pintar Islam. Bandung: Mizan Pustaka.

Rohman, Arif. 2011. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama

Salim, Moh. Haitami. 2013. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Shihab, M. Quraish, 2013. Kaidah Tafsir. Tanggerang: Lentera Hati. ---, 2002. Tafsir al-Misbah. Tanggerang: Lentera Hati.

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. Suyitno, Y. 2009. Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia (Dari Dunia Timur, Timur Tengah Dan

Barat). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Syah, Imas Jihan. 2013. Konsep Pendidikan Keluarga Menurut Al-Qur an Dalam Kisah Nabi Ibrahim AS. Jurnal Akademika, Vol. 7. No. 1.

Tadjab, (et.al). 1996. Dasar-Dasar qKependidikan Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Tafsir, Ahmad. 1997. Metodologi Pengajaran Islam. Bandung: Rosdakarya.

---, 2004. Ilmu Pendidikan Prespektif Islam. Bandung: Rosdakarya. Ulwan, Abdullâh Naṣiḥ. tt. Tarbiyah al-Aulâd fî al-Islâm. Dâr al-Islâm. Umar, Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Hamzah.

Zuhraini, et.al.2009.Filsasfat Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi aksara.

Sumber Lainnya

http://bangka.tribunnews.com/2015/08/03/sampai-april-2015-ada-6006-kasus-kekerasan-terhadap-anak. Diakses pada tanggal 1 April 2016 pukul 20.38.


(2)

87

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160603214336-20-135752/kak-seto-minimnya-pendidikan-orang-tua-picu-kejahatan-anak/ diakses pada 5 Agustus 2016 pukul 08.31.

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160530190224-20-134523/kabareskrim-kekerasan-anak-bersumber-dari-keluarga/ diakses pada tanggal 6 Agustus 2016 pukul 09.22.

http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku-kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun-meningkat/ diakses pada 6 agustus 2016 jam 8.55 am.

http://metro.sindonews.com/read/1053799/170/sudah-3-tahun-bocah-8-tahun-ini-mengaku-dianiaya-orang-tua-1445018759. Diakses pada tanggal 1 April 2016.

http://www.tribunnews.com/metropolitan/2015/06/23/106-kasus-kekerasan-anak-terjadi-di-jakarta-barat. Diakses pada tanggal 1 April 2016.


(3)

(4)

(5)

(6)