Maisaroh Nurharjanti Kisah Nabi Ibrahim Dalam al Qur'an (Kajian Semiotik)

KISAH NABI IBRAHIM A.S. DALAM ALQURAN (SUATU KAJIAN SEMIOTIK)

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Agama dalam Ilmu Bahasa dan Sastra Arab

Oleh : Maisaroh Nurharjanti NIM : 01.2.00.1.06.01.0049

Pembimbing :

Dr. H. A. Sayuti Anshari Nasution, M.A.

KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA ARAB SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H / 2008 M

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama

: Maisaroh Nurharjanti

NIM

: 01.2.00.1.06.01.0049

Tempat dan Tanggal Lahir : Gunungkidul, 27 Januari 1975 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul "Kisah Nabi Ibrahim

a.s. dalam Alquran (Suatu Kajian Semiotik) " adalah benar karya asli saya kecuali kutipan dan bukan merupakan jiplakan. Apabila di kemudian hari terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar.

Surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya

Jakarta, 31 Desember 2007

Maisaroh Nurharjanti

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Tesis yang berjudul Kisah Nabi Ibrahim a.s. dalam Alquran (Suatu Kajian Semiotik) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Magister Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta pada tanggal 12 Februari 2008. Tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama (M.A.) bidang Pengkajian Islam, konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab.

Jakarta, 12 Februari 2008

Sidang Munaqasyah

) Ketua Sidang/Penguji

1. Dr. Yusuf Rahman, M.A.

2. Dr. Thoyib I.M ( ) Penguji

3. Dr. H. A. Sayuti Anshary Nasution, M.A. ( ) Pembimbing / Penguji

ABSTRAK

Tesis ini membahas tentang Kisah Nabi Ibrahim a.s. dalam Alquran. Penelitian ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana struktur yang membangun kisah Ibrahim a.s. dalam Alquran, bagaimana koherensi dan keterpaduan unsur-unsur dalam kisah Ibrahim a.s., dan bagaimana pemaknaan total kisah Ibrahim a.s. dalam Alquran.

Untuk membahas permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik yang merupakan perkembangan dari pendekatan strukturalisme. Strukturalisme melihat sebuah karya sastra sebagai sebuah konstruksi yang memiliki unsur-unsur internal yang membentuknya. Dalam perkembangannya, teori ini lebih luas lagi tidak hanya memperhatikan unsur-unsur intrinsiknya saja melainkan juga unsur-unsur di luar diri teks tersebut, misalnya latar belakang kemunculannya, situasi sosial budaya di sekitarnya, ataupun diri pengarang yang melahirkan karya.

Pendekatan semiotik ini digunakan karena dianggap dapat memberikan pemaknaan yang lebih luas -dari sekedar makna literalnya- dari sebuah kisah yang

terdapat dalam Alquran. Data yang diperlukan diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan, dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan penulisan dari berbagai sumber. Untuk menganalisis ayat-ayat yang berkaitan dengan persoalan yang dibahas, penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif seperti kata-kata tertulis. Melalui metode ini, penulis mencoba untuk mengungkapkan berbagai pemaknaan yang timbul dari kumpulan tanda di dalam teks.

Berdasarkan penelitian penulis, dapat dikemukakan bahwa kisah Nabi Ibrahim a.s. dalam Alquran mengandung unsur-unsur sebagaimana yang terdapat dalam kisah, berupa tema, tokoh, plot, peristiwa, setting atau latar, dan pesan moral. Diantara pesan yang ingin disampaikan adalah sebuah tatanan sosial yang berlandaskan tauhid. Inti dari segala uraian Alquran adalah memperkenalkan keesaan Allah swt.

Kisah Ibrahim a.s. lebih mementingkan tema yang ingin disampaikan berupa pesan-pesan moral yang luhur dan sedikit “mengabaikan” unsur-unsur lainnya, seperti siapa ayah Ibrahim a.s. yang sungguhnya, usia berapa ia mulai berdakwah, Alquran tidak merincinya. Hal ini disebabkan Alquran lebih mengutamakan pesan- pesan tersebut sampai kepada pembaca dan dijadikan pelajaran agar dapat mengikuti jejak Ibrahim a.s. dari perjuangan dan keteguhannya serta menjauhi kesesatan dan kebodohan kaumnya. Allah swt. menjadikan Ibrahim a.s. sebagai teladan atau contoh manusia yang teguh pendirian.

Tema yang menggambarkan tentang ajaran tauhid menjadi tema utama dari keseluruhan kisah Ibrahim a.s. dalam Alquran. Tema utama ini mempengaruhi atau mewarnai keseluruhan episode kisah Ibrahim a.s. yang memang tersebar dalam beberapa surah dalam Alquran. Keteguhan dan keyakinan Ismail tentang mimpi yang dialami ayahnya merupakan wujud pengabdian yang sangat tinggi kepada Allah swt.

Beberapa tema minor mengarah kepada tema utama diantaranya adalah kecerdasan Ibrahim dalam menyampaikan hujjah atau dalil-dalil untuk mengajak kaumnya mengikuti ajaran tauhid, keteguhan sikap dan sikap pengorbanan Ibrahim a.s. dalam mempertahankan suatu keyakinan meskipun sikap seperti itu akan membahayakan dirinya, dan proses observasi dan perenungan terhadap bintang, bulan, dan matahari yang dilakukan Ibrahim merupakan salah satu perjalanan spiritual dalam rangka menemukan keesaan Allah swt. Ketika Ibrahim dan Ismail mendirikan kakbah sebagai tempat beribadah terlihat bahwa keduanya memiliki ketaatan, kepatuhan dan penghormatan kepada Sang Pencipta.

Selain tema utama dan tema-tema minor, penggambaran kisah Ibrahim a.s. juga dipaparkan melalui penggambaran sang tokoh, setting kehidupannya, sifat-sifat positifnya, dan juga alur yang membangun rangkaian episode dari kisah Ibrahim a.s. Unsur-unsur tersebut mengarah pada satu tema pokok yaitu ajaran tauhid.

Wallahu a’lam bil shawâb.

(coherence)

ABSTRACT

This thesis discusses the Tales of the Prophet Ibrahim `alayhis salam in The Quran . The study is focused on answering questions regarding the constructive structure of story creation regarding the Prophet Ibrahim `alayhis salam in the Quran, its coherency and cohesion of elements in the story, and the complete understanding of the Prophet Ibrahim `alayhis salam tale in the Quran.

To disscuss the issue, this study utilizes the semiotic approach, which is a further development of the structuralism approach. Structuralism views a literary piece as a construction that contains internal elements creating the work. In its development, this theory is more extensive, it not only observes the intrinsic, but also the external elements of the text itself. For example, the background of its materialization, the surrounding socio-cultural situation, as well as the author creating the work.

The semiotic approach is used because it can provide a more extensive comprehension – rather than just a literal understanding – of a tale contained in the Quran . The required data is obtained by conducting a literary study of compiled data and literature material from various sources. To analyze verses related to the issue in discussion, the writer utilizes the qualitative method, a research resulting in descriptive data such as written words. By means of this method, the writer attempts to disclose various understandings emerging from the collection of signs in the text.

Based on the writer’s study, it is proposed that the tale of the Prophet Ibrahim `alayhis salam in the Quran contains elements found in a story in the form of

theme, character, plot, events, setting or background, and moral message. Amongst the messages to be conveyed are that of a social structure based on tauhid (monotheism). The essence of the elucidation contained in the Quran is the introduction of the Oneness of Allah subhanahu wata’ala.

Tales of the Prophet Ibrahim `alayhis salam emphasize more on the communication of the theme of exalted moral messages, and somewhat “disregards” the other elements such as the identity of his true father, or at what age he began proselytizing. The Quran does not discuss these issues in detail. This is caused by the reason that the Quran devotes greater emphasis on the moral messages reaching its readers, and turn them into lessons to follow the footsteps of Ibrahim `alayhis salam based on his struggle and conviction, and to avoid his people’s misled ways and lack of common sense. Allah subhanahu wata’ala presents Ibrahim `alayhis salam as an example of a man of great conviction.

The theme illustrating the teachings of monotheism became the main theme of the overall tale of the Prophet Ibrahim `alayhis salam in the Quran. This main theme influences or provides nuance to the overall episodes of the Prophet Ibrahim `alayhis salam which is disseminated in several surah of the Quran. The firmness and conviction of Ismail regarding his father’s dream displays tremendous dedication to Allah subhanahu wata’ala.

Several minor themes leading to the main theme, are Ibrahim’s astuteness in conveying persuasive arguments for his people to follow the teaching of tauhid (monotheism), his strength and sacrificial attitude in defending a conviction, although this behavior may endanger himself. And the process of observation and contemplation of the stars, moon and sun by Ibrahim is a form of spiritual journey in the framework of finding the oneness of Allah subhanahu wata’ala. When Ibrahim and Ismail constructed the kaabah as a place of worship, it is depicted that both had obedience, loyalty and respect for the Creator.

Aside from the main theme and sub-themes, the tale of the Prophet Ibrahim `alayhis salam is also presented through the portrayal of the character, his background, positive nature, and a story line creating a series of episodes of the Prophet Ibrahim `alayhis salam tale. These elements lead to a single main theme which is the teaching of tauhid.

Wallahu a’lam bil shawâb.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya milik Allah swt., yang atas curahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis dalam rangka memperoleh gelar magister di bidang Bahasa dan Sastra Arab pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan umat Nabi Muhammad saw. yang telah diutus Allah swt. sebagai rahmat bagi alam semesta. Begitu juga semoga tercurah kepada para keluarga, sahabat, serta

pengikutnya yang setia sampai akhir zaman. Setelah sekian waktu, penulis “vakum” dari aktifitas perkuliahan, penulis sempat merasakan putus harapan akan terselesaikannya penulisan tesis ini. Namun, penulis yakin Allah swt. akan memberikan kemudahan kepada hamba yang selalu memohon kepada-Nya. Dengan energi dan semangat yang sedikit demi sedikit penulis kumpulkan dan dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, baik perorangan maupun lembaga, baik secara langsung maupun tidak langsung, mulai perencanaan, penelitian, penyusunan sampai pada tahap finalisasi, Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan pada batas limit waktu yang diberikan. Alhamdulillâhi rabbil 'âlamin.

Untuk itu, sudah sewajarnya penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dengan kepemimpinan dan kebijakan-kebijakannya, penulis bisa menyelesaikan program S2 ini.

2. Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana sekaligus sebagai Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat yang telah memberikan semangat dengan kata-kata beliau, “Tesis adalah untuk ditulis dan bukan untuk dikhayalkan”.

3. Asisten Direktur dan seluruh staf Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan arahan dan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada penulis, sehingga penulis tetap bersemangat untuk menyelesaikan program S2 ini.

4. Bapak Dr. H. Ahmad Sayuti Anshari Nasution, M.A. yang telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk memberikan bimbingan, masukan- masukan, arahan-arahan serta memberikan dorongan moril yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

5. Segenap Dosen Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selama penulis menimba ilmu, mereka dengan ikhlas dan penuh tanggung

jawab memberikan ilmu pengetahuan dan telah memperluas cakrawala berfikir penulis.

6. Kepala dan segenap staf perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kepala perpustakaan di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya Jakarta Pusat yang telah sudi meminjamkan buku-buku yang diperlukan untuk penyelesaian penulisan tesis.

7. Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Administrasi, Bapak Henry Soelistyo Budi, S.H., L. LM., Kepala Pusat Penerjemahan dan Penyiapan Naskah, Bapak Drs. Maman H. Soetardja, Apt., M.M. beserta rekan kerja di Sekretariat Wakil Presiden RI, khususnya Pusat Penerjemahan dan Penyiapan Naskah, Mas Sapto, Siti Khodijah, dan Risti, serta tentu saja untuk Pak Hananto, terima kasih atas pengertian dan perhatiannya selama penulis dalam proses penyelesaian penulisan tesis. Atas semua bantuan dan jasa mereka, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih,

jazaahumullah khairan katsiro , semoga menjadi amal shaleh yang akan memberatkan timbangan amal kebaikan di akhirat nanti dan Allah swt. senantiasa melimpahkan hidayah-Nya. Amin.

Selanjutnya penulis tidak lupa memanjatkan doa kepada Allah swt., kiranya Allah swt. mengampuni dan mengasihi kedua orang tua penulis, H. Muhaji dan Hj.

Siti Jamhariah yang atas atas doa dan kasih sayangnya yang tulus dan tiada pernah pupus serta motivasi untuk terus belajar dan belajar, yang sangat penulis rasakan berkahnya. Penulis ucapkan “Jazâkumullâh khaira al-jazâ”, serta doa Rabbi ighfir lî wa liwâlidayya wa arhamhumâ kamâ rabbayânî shaghîrâ, Amin. Saudara-saudaraku di Yogyakarta, Mbak Nur, Mbak Upik, Irwan , dan Ulfa, terima kasih banyak atas dukungannya.

Begitu pula penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak dan Mama Mertua, Drs. H. Chusnan Jusuf dan Dr. Hj. Masyitoh, M.Ag. atas dorongan moril dan materiil dalam upaya menyelesaikan studi ini.

Kepada suami tercinta, Faiz Rafdhi, M.Kom., yang tiada bosan memberikan motivasi kepada penulis selama studi, serta mendampingi penulis dalam suka maupun

duka. Semoga tesis ini dapat memacu dalam menyelesaikan penulisan disertasi pada Program Doktor Bidang Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta. Terakhir, kepada kedua permata hati Rifda Hanun dan Izza Mufida yang dengan canda dan tawanya dapat memecah kebuntuan dan menjadi penghibur saat lelah menghadapi tugas. Teriring doa untuk kedua permata hati, semoga kelak permata hatiku tersayang akan menjadi mukminah, ‘alimah, ‘arifah, dan shalihah. Amin.

Akhirnya, Penulis sadar sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam penulisan tesis ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca sangat dinantikan demi kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita termasuk hamba Allah yang senantiasa berserah diri kepada-Nya. Amin.

Jakarta, 31 Desember 2007 M

21 Dzulhijjah 1428 H

Maisaroh Nurharjanti

PEDOMAN TRANSLITERASI

a. Vokal Tunggal

b. Vokal Rangkap __ = a

3. Maddah (vokal panjang) Vokal panjang dikembangkan dengan huruf dan tanda, yaitu:

Huruf Arab

Huruf Latin dan Tanda

Contoh

xvi

= qâla

= qîla

= yaqûlu

4. Ta marbuthah ( / ) yang hidup (berharakat fathah, kasrah, dan dlomat)

menjadi “t”

5. Syaddah ( ) Tanda syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan yang diberi

tanda syaddah. Contoh:

= Rabbana

6. Kata Sandang

Kata sandang yang diikuti oleh huruf baik syamsyiyah maupun qamariyah

berlaku aturan yang sama, yakni dimulai dengan kata sandang

dan diikuti

oleh huruf-huruf tersebut. Contoh: al-Syams (untuk syamsyiyah) =

al-Qamar (untuk qamariyah) =

Secara umum, transliterasi dalam tulisan ini merujuk pada Pedoman Transliterasi Arab Latin berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158 tahun 1977 dan No. 0543 b/ U/ 1987. Untuk nama orang, dianggap sudah diindonesiakan.

xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Alquran berasal dari bahasa Arab al-Qur’ân yang secara harfiah merupakan akar kata dari qara’a yang berarti membaca. Al-Qur’ân adalah bentuk mashdar

yang diartikan sebagai isim maf’ûl yaitu maqrû’ yang berarti “yang dibaca”. 1 Menurut istilah pengertian Alquran adalah kalam yang diwahyukan Allah swt.

kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantaraan malaikat Jibril. 2 Alquran merupakan bayân atau penjelasan kepada manusia tentang bagaimana

membangun sebuah tatanan sosial yang berlandaskan tauhid. Dengan kata lain inti dari segala uraian Alquran adalah memperkenalkan keesaan Allah swt. Ini terlihat

sejak wahyu pertama Alquran, ketika wahyu tersebut memerintahkan untuk membaca dengan nama Allah swt. yang diperkenalkannya sebagai Maha Pencipta, Maha Pemurah, serta Maha Pemberi Ilmu.

Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan bahasa Arab, bahasa yang dipakai oleh orang-orang Arab waktu itu. Tingkat kebahasaan bangsa Arab pada waktu itu telah mencapai tingkat bahasa yang tinggi. Meskipun demikian bahasa Alquran tetap tak bisa ditandingi oleh para penyair sekalipun.

Perlu digarisbawahi bahwa Alquran menggunakan kosa kata yang digunakan oleh orang-orang Arab pada masa turunnya. Namun, pengertian kosa kata tersebut tidak selalu sama dalam pemaknaannya dengan yang berlaku di masyarakat pada waktu itu. Selain harus memperhatikan struktur serta kaidah- kaidah kebahasaan serta konteks pembicaraan ayat, harus diperhatikan pula penggunaan kosa kata tersebut pada masa pra Islam. Hal ini penting untuk

menangkap makna yang dimaksud oleh Alquran. 3

1 Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm al-Zarqani, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Juz I, Beirut: Dâr al-Fikr, 1988 h. 43-47

2 Shubhi al-Shâlih, Mabâhits fî ‘Ulûm al- al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-‘Ilm li al-Malâyîn, 1988 h. 21

3 M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Bandung: Mizan, 1992, h. 82

Sebagai kitab hidayah dan furqân, Alquran bertujuan untuk mempengaruhi pendengar atau pembacanya agar mau menerima gagasan yang diajukannya dan mengamalkannnya dalam kehidupan. Oleh karena itu Alquran selalu menggunakan dualisme pendekatan dalam menyeru manusia. Gagasan-gagasan Allah swt. disampaikan oleh Alquran secara argumentatif, logis, dan rasional tetapi menggunakan gaya bahasa dan teknik pengungkapan yang menyentuh perasaan dan emosi pendengar atau pembacanya sehingga terpengaruh dan terkesan oleh gagasan tersebut. Ini menunjukkan bahwa Alquran menggunakan pendekatan sastra dalam menyampaikan pesan-pesan Allah swt. mengenai

kehidupan dunia dan akhirat. 4 Allah swt. meyakinkan manusia tentang ajaran-Nya dengan menyentuh

seluruh totalitas manusia, termasuk menyentuh hati mereka. Sarana yang digunakan adalah melalui seni yang ditampilkan oleh Alquran, antara lain melalui kisah-kisah nyata atau simbolik yang dipadu oleh imajinasi dan gambaran- gambaran kongkrit dari gagasan abstrak yang dipaparkan dalam bahasa seni yang

mencapai puncaknya. 5 Salah satu tradisi bangsa Arab dalam menyampaikan suatu pesan adalah

dengan menggunakan sarana kisah, hikayat, dan mitos yang diwariskan secara turun temurun. Sebagaimana tradisi bangsa Arab pada waktu itu maka Alquran pun banyak menggunakan kisah sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kebenaran. Alquran menjadikan kisah sebagai salah satu sarana pendidikan yang sejalan dengan pandangannya tentang alam, manusia, dan kehidupan.

Secara teologis, Alquran diyakini oleh umat Islam sebagai firman Allah swt. yang didektekan langsung oleh malaikat Jibril kepada Muhammad. Hal ini yang membedakan otentisitas Alquran dibandingkan kitab suci agama lain yang mana kitab suci agama lain redaksinya ditulis oleh para nabi (manusia). Teks Alquran ditulis dalam bahasa Arab yang dapat membuka peluang penafsiran hermeneutis ketika Alquran dibaca oleh generasi berikutnya yang berselang waktu dan tempat

4 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fanni fî Al-Qur’ân, Kairo: Dâr al-Ma’ârif, 1975, h. 12 5 M. Quraish Shihab, Wawasan Alquran, Bandung: Mizan, 1996, h. 399 4 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fanni fî Al-Qur’ân, Kairo: Dâr al-Ma’ârif, 1975, h. 12 5 M. Quraish Shihab, Wawasan Alquran, Bandung: Mizan, 1996, h. 399

berbagai sudut pandang dan tak pernah ada habisnya. 6 Untuk memahami pesan yang disampaikan Alquran diperlukan tafsir.

Hidayat berpendapat bahwa Muhammad saw. terlibat langsung dalam proses penafsiran Alquran. Dengan keempat sifat utama yang dimilikinya (shiddiq, amanah, fathanah, tabligh ), Muhammad saw. mampu memahami, menyerap, dan mengungkapkann kembali pesan Allah swt. yang disampaikan melalui Jibril tersebut dalam bahasa Arab. Keterlibatan Muhammad saw. dalam penafsiran Alquran berlangsung dalam dua level. Kesatu, proses pengungkapannya dalam

bahasa Arab; kedua, penafsiran atas Alquran yang kemudian disebut dengan hadis. 7

Perdebatan mengenai pendekatan sastra untuk memahami kisah-kisah dalam Alquran ini telah terjadi sejak lama. Selain al-Khuli, terdapat juga Khalafullah dan Nasr Hamid Abu Zaid yang mencoba menafsirkan Alquran dengan memposisikan teks Alquran sebagai teks yang dapat dikaji dengan sudut pandang pemahaman yang umum. Teks-teks kisah dalam Alquran dipandang sebagai bukan teks sejarah melainkan teks-teks sastra yang dipilih Alquran sebagai mediator demi kemudahan penyampaian pesan-pesan dasarnya yang kadang bertentangan dengan mainstream tafsir yang biasanya memosisikannya sebagai teks-teks sejarah.

Jika ditilik dari segi historisnya, Alquran diturunkan untuk berdialog dengan realitas sosial budaya yang melingkupinya. Turunnya sebuah ayat Alquran dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa dan merupakan jawaban atas pertanyaan- pertanyaan umat pada masa turunnya ayat tersebut. Sehingga muncullah

6 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Sebuah kajian Hermeneutik, Jakarta: Paramadina, 1996, h. 15

7 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Sebuah kajian Hermeneutik, h. 16 7 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Sebuah kajian Hermeneutik, h. 16

Kisah dalam Alquran bukanlah sebuah karya seni yang terpisah dalam tema, cara penyampaiannya, dan dalam pengolahan alur ceritanya tetapi Alquran memiliki cara yang beragam dalam menyampaikan sebuah kisah untuk maksud tujuan keagamaan. Tugas kisah dalam Alquran adalah memberikan gambaran- gambaran yang semuanya tunduk pada tujuan keagamaan. 8

Pemaparan Alquran menyatukan antara maksud tujuan keagamaan dan maksud tujuan seni. Alquran menjadikan keindahan seni sebagai alat yang digunakan untuk mempengaruhi perasaan.

Diantara tujuan-tujuan kisah dalam Alquran adalah:

1. Untuk menetapkan wahyu dan risalah. Sebagaimana terdapat dalam pembukaan Surah Yusuf as.: “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Alquran dengan berbahasa Arab agar kamu memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah pa-ling baik dengan mewahyukan Alquran ini kepadamu dan sesungguhnya kamu se-belumnya adalah termasuk orang- orang yang belum mengetahui.” SurahYusuf [QS 12:2-3].

2. Menerangkan bahwa semua agama berasal dari Allah swt., sejak masa Nabi Nuh a.s. hingga Nabi Muhammad saw.

3. Menerangkan bahwa agama seluruhnya berlandaskan pada satu dasar yaitu tauhid.

4. Menjelaskan cara-cara para nabi berdakwah dan sikap penerimaan umatnya yang relatif sama.

5. Menerangkan asal yang sama antara agama Nabi Muhammad saw. dan agama Nabi Ibrahim a.s. secara khusus dan agama-agama bani Israil secara umum.

6. Menerangkan bahwa Allah swt. pada akhirnya pasti akan menolong para nabi- Nya dan membinasakan orang-orang yang mendustakan mereka.

8 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fanni fî Al-Qur’ân, h. 120

7. Membenarkan kabar gembira dan kabar ancaman serta menyajikan contoh- contoh nyata dari pembenaran ini.

8. Menerangkan nikmat-nikmat Allah swt. yang diberikan kepada nabi-nabi-Nya dan orang-orang pilihan-Nya

9. Memberikan peringatan kepada anak-anak Adam terhadap godaan dan rayuan setan serta menampakkan permusuhan abadi antara setan dan anak keturunan Adam as.

10. Menerangkan kekuasaan Allah swt. yang di luar kebiasaan. 9 Selain itu masih terdapat tujuan-tujuan lain yang berisi nasehat dan wejangan

yang mewarnai dan mendominasi kisah-kisah dalam Alquran. Mengingat peran penting dari kisah adalah untuk menanamkan nilai-nilai

keagamaan dan juga merupakan tradisi keberagamaan bangsa Arab pada masa itu, maka Alquran menjadikan kisah sebagai salah satu alat dakwah. Kisah dalam Alquran bukanlah karya sastra murni baik dilihat dari segi tema, alur cerita, ataupun aspek penokohannya tetapi kisah dalam Alquran ini merupakan sarana dakwah untuk mempengaruhi emosi pembaca ataupun pendengarnya.

Pentingnya posisi kisah dalam Alquran menjadikannya menempati porsi yang tidak sedikit dari keseluruhan ayat-ayat Alquran. Bahkan ada surah-surah Alquran yang dikhususkan untuk kisah semata-mata di dalamnya banyak mengandung pelajaran bagi umat manusia, misalnya Surah Yusuf, al-Qashash, al-

Anbiyâ’, dan lain-lain. 10 Salah satu kisah yang dipaparkan dalam Alquran adalah kisah nabi Ibrahim

a.s. Dalam agama Islam, Ibrahim a.s. adalah panutan iman yang teguh dan penganut monoteisme yang kokoh, nabi dan rasul, dan penerima wahyu dari Allah swt. Nabi Ibrahim a.s. tercatat sebagai kekasih atau sahabat Allah swt. 11

9 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fanni fî Al-Qur’ân, h. 120-128 10 A. Hanafi, Segi-segi Kesusatraan Pada Kisah-Kisah Alquran, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1984,

h. 22 11 Jerald F. Dirk, Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, penerjemah, Satrio Wahono Jakarta: Serambi,

2004, h. 13

Selain menjadi nama dari surah dalam Alquran, Nabi Ibrahim a.s. juga merupakan manusia yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh nabi ataupun manusia lain. Misalnya Nabi Ibrahim a.s. menemukan Allah swt. melalui tahapan-tahapan pencarian dan analisa yang panjang serta pengalaman ruhaniah. Nabi Ibrahim a.s. merupakan satu-satunya nabi yang memohon pada Allah swt. agar diperlihatkan bagaimana Allah swt. menghidupkan yang mati dan

permohonan tersebut dikabulkan. 12 Nabi Ibrahim as. juga pendiri kakbah sebagai kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia. Pada masa hidupnya Nabi selalu memberikan penjelasan dan penafsiran tentang ayat-ayat Alquran, namun tidak semua ayat telah dikomentari oleh beliau.

Setelah beliau wafat, para sahabat dan thabi’in memberikan penjelasan mengenai ayat-ayat yang belum dijelaskan oleh Nabi. Munculnya penafsiran Alquran

menjadikan tumbuh berbagai aliran tafsir. Tafsir Alquran dapat membantu manusia untuk menangkap pesan-pesan Allah swt. yang dituangkan dalam Alquran. 13

Semiotika atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotika lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu semeion, yang berarti “tanda”. Yang dipelajari di dalamnya adalah sistem tanda seperti bahasa, kode, sinyal, dan lain sebagainya.

Awal mula konsep semiotika diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure melalui dikotomi sistem tanda, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signifie). Jadi ketika salah satu aspek disebut atau ditunjuk, maka aspek yang lain turut

hadir dalam penunjukan atau penyebutan tersebut 14 . Dalam istilah linguistik, fenomena penanda-petanda diungkap sebagai fenomena langue-parole atau

competence-performance. Langue dimaknai sebagai aspek sosial bahasa yang

12 M. Quraish Shihab, Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: Mizan, 1994, h., 203 13 Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Alquran, penerjemah, Hasan Basri dan Amroeni Jakarta:

Riora Cipta, 2000, h. 2 14 Riyadi Santoso, Semiotika Sosial Pandangan Terhadap Bahasa, Surabaya: Eureka, 2003, h. 2 Riora Cipta, 2000, h. 2 14 Riyadi Santoso, Semiotika Sosial Pandangan Terhadap Bahasa, Surabaya: Eureka, 2003, h. 2

Aminuddin menyebutkan bahwa ruang lingkup semiotika meliputi:

1. Karakteristik hubungan antara bentuk, lambang, atau kata yang satu dengan yang lainnya.

2. Hubungan antara bentuk kebahasaan dengan dunia luar yang diacunya.

3. Hubungan antara kode bahasa dengan pemakainya. Berkaitan dengan tiga ruang lingkup semiotika tersebut di atas, maka bahasa dalam sistem semiotik dapat dibedakan dalam tiga komponen sistem, yaitu:

1. Sintaktik, yakni komponen yang berkaitan dengan lambang atau sign serta bentuk hubungannya.

2. Semantik, yakni unsur yang berkaitan dengan masalah hubungan antara lambang dengan dunia luar yang diacunya.

3. Pragmatik, yakni bidang kajian yang berkaitan dengan hubungan antara pemakai dengan lambang dalam pemakaian. 16

Media sastra adalah bahasa. Bahasa adalah sistem tanda, maka untuk memahami konsep makna dalam karya sastra seorang penelaah harus menguasai tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem lambang, dan proses perlambangan yang terdapat dalam suatu bahasa. Hal tersebut berdasarkan kenyataan bahwa sistem tanda atau lambang pada masing-masing bahasa mempunyai ciri dan spesifikasinya sendiri. 17

Fungsi bahasa seperti dikutip Sobur dari Roman Jacobson adalah bahwa bahasa memiliki enam macam fungsi yaitu:

1. Fungsi referensial, atau bahasa sebagai pengacu pesan;

2. Fungsi emotif, bahasa adalah alat untuk mengungkapkan keadaan pembicara;

15 Hedy Sri Ahimsa Putra, Strukturalisme Levi Strauss, Mitos dan Karya Sastra, Yogyakarta: Galang Press, 2001, h. 42-43

16 Aminuddin, Semantik Pengantar Studi Tentang Makna, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001, h. 37

17 Zainuddin Fananie, Telaah Sastra, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2002, h., 139

3. Fungsi konatif, bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan sesuatu keinginan

pembicara yang langsung atau segera dipikirkan oleh pendengarnya;

4. Fungsi metalinguistik, bahasa sebagai penjelas terhadap sandi atau kode yang digunakan;

5. Fungsi Fatis, bahasa sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan, atau kontak antara pembicara dengan pendengarnya;

6. Fungsi puitis atau penyandi pesan. 18 Berbeda dengan Jacobson, Halliday mengungkapkan fungsi bahasa secara makro yang terbagi menjadi tiga fungsi yaitu:

1. Fungsi Ideasional, bahasa sebagai alat untuk membentuk, mempertahankan, dan memperjelas hubungan antar masyarakat;

2. Fungsi Interpersonal, berkaitan dengan pera bahasa sebagai alat untuk menyampaikan informasi di antara anggota masyarakatnya. Bahasa berperan sebagai pembangun dan pemelihara hubungan sosial dalam masyarakat. Bahasa dapat mengungkapkan sebuah status, sikap sosial dan individu, serta penilaian atau taksiran terhadap peristiwa komunikasi dalam masyarakat;

3. Fungsi tekstual, bahasa berfungsi untuk membentuk suatu mata rantai hubungan kebahasaan dan mata rantai unsur situasi yang memungkinkan

digunakannya bahasa oleh para pemakainya. 19 Metode semiotik dalam kajian sastra lahir sebagai kelanjutan dari metode

strukturalisme. Strukturalisme memiliki asumsi bahwa dalam suatu fenomena terdapat konstruksi tanda-tanda. Keterkaitan antar inner structure merupakan inti dari metode strukturalisme ini. Dalam menanggapi karya sastra secara obyektif haruslah berdasarkan teks karya sastra itu sendiri. Jika kajian struktural hanya menitikberatkan pada aspek intrinsik, semiotik tidak demikian halnya karena paham semiotik menganggap bahwa karya sastra memiliki sistem tersendiri. Pengkajian terhadapnya diarahkan pada bagian-bagian karya sastra dalam

18 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, h. 56 19 Halliday, M.A.K, Language Structure and Language Function, dalam John Lyons, 1972, h.140-

Pendekatan sastra atas teks Alquran sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Pada masa abad pertama Islam, Abdullah ibnu Abbas (w. 68 Hijriah/687 M) menggunakan puisi pra Islam untuk menafsirkan beberapa teks Alquran. Hal ini dilakukan karena sebelum kedatangan Islam tradisi sastra berupa syi’r telah berkembang di dunia Arab. Model penafsiran seperti ini diikuti oleh para ulama sesudah ibn Abbas, diantaranya adalah Abd al-Qahir al-Jurjani dan al- Zamakhsyari. 21

Pada masa modern, pendekatan linguistik dan sastra dimotori oleh Amin al- Khuli (w. 1967). Ia mulai mengkaji pendekatan sastra dalam menginterpretasikan

Alquran (al-manhaj al-adabi fi al-tafsîr) pada pertengahan abad ke dua puluh. Keseriusannya dalam mengkaji Alquran tidak bisa dilepaskan dari kajian- kajiannya terhadap bahasa dan sastra Arab. Menurutnya, kajian sastra Arab membutuhkan perangkat analisis ilmu balaghah yang mencakup aspek ma’ani, bayân dan badî’.

Muhammad Ahmad Khalafullah menerapkan teori yang digunakan oleh al- Khulli ini dalam mengkaji kisah-kisah nabi dalam Alquran. Menurutnya kisah- kisah nabi yang terdapat dalam Alquran bukanlah data sejarah yang disusun secara kronologis tetapi kisah-kisah tersebut banyak disebutkan secara berulang karena memiliki misi tertentu. Gambaran sastrawi banyak digunakan untuk mengekspresikan ajaran moral yang disampaikan sesuai dengan konteks asbâb al-

nuzûl 22 pada saat ayat tersebut diturunkan. Generasi setelah kedua ulama di atas adalah Nashr Hamid Abu Zayd yang mengembangkan teori sastra sebagai sebuah

pendekatan dalam menafsirkan Alquran.

20 Suminto A. Sayuti, Strukturalisme Dinamik dalam Pengkajian Sastra, dalam Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra Yogyakarta: Hanindita, 2001, h. 66

21 Moch. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis Alquran, Jakarta: Teraju, 2003, h. 42 22 Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm h. 44

Sebagaimana dijelaskan di atas, kisah dalam Alquran bukanlah karya sastra murni baik dilihat dari segi tema, alur cerita, ataupun aspek penokohannya. Secara kritis dapat diajukan pertanyaan, dapatkah dikatakan bahwa cerita Ibrahim a.s. bukanlah suatu kisah? Jika tidak, bagaimana Alquran membangun struktur kisahnya? Jika ya, termasuk kategori apa kisah Ibrahim a.s. dalam kaitannya dengan sastra?

Tesis ini merupakan satu bentuk tugas akhir program Magister untuk program studi Bahasa dan Sastra Arab dalam rangka kajian sastra dalam Alquran. Ada dua alasan mengangkat topik ini ke dalam penelitian tesis. Kesatu, belum terdapat satu literatur yang secara khusus menjabarkan kisah-kisah Ibrahim a.s.,

mengingat beliaulah tokoh tiga agama samawi dan bapak para nabi. Diharapkan, penelitian ini menambah literatur baru dalam khazanah sastra di Indonesia;

Kedua , penulis tertarik mengangkat tema ini dengan pendekatan semiotik untuk menjawab permasalahan-permasalahan di atas.

B. IDENTIFIKASI MASALAH Dari uraian di atas dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur yang membangun kisah Ibrahim a.s. dalam Alquran?

2. Bagaimana koherensi dan keterpaduan unsur-unsur dalam kisah Ibrahim a.s.?

3. Bagaimana pemaknaan total kisah Ibrahim a.s. dalam Alquran?

C. PEMBATASAN MASALAH

1. Pemaknaan terhadap struktur narasi yang membangun kisah Ibrahim a.s.;

2. Relasi struktural kisah Ibrahim a.s. dengan konteks;

3. Pemberian makna totalitas terhadap kisah Ibrahim a.s.

4. Studi kasus pada Surah-surah yang mengandung kisah Ibrahim a.s., yaitu:

a. Surah al-Baqarah disebut namanya sebanyak 15 kali.(Madaniyyah)

b. Surah Âli ‘Imrân disebut namanya sebanyak 7 kali. (Madaniyyah)

c. Surah An-Nisâ’disebut namanya sebanyak 4 kali. (Madaniyyah) c. Surah An-Nisâ’disebut namanya sebanyak 4 kali. (Madaniyyah)

e. Surah At-Taubah disebut namanya sebanyak 3 kali. (Madaniyyah)

f. Surah Hud disebut namanya sebanyak 4 kali. (Makiyyah)

g. Surah Yusuf disebut namanya sebanyak 2 kali. (Makiyyah)

h. Surah Ibrâhîm a.s. disebut namanya sebanyak 1 kali. (Makiyyah)

i. Surah al-Hijr disebut namanya sebanyak 1 kali.(Makiyyah) j. Surah an-Nahl disebut namanya sebanyak 2 kali. (Makiyyah) k. Surah al-Anbiyâ’ disebut namanya sebanyak 4 kali. (Makiyyah) l. Surah al-Hajj disebut namanya sebanyak 3 kali.(Madaniyyah) m. Surah al-Syu’arâ’ disebut namanya sebanyak 1 kali. (Makiyyah)

n. Surah al-Ankabût disebut namanya sebanyak 2 kali. (Makiyyah) o. Surah al-Ahzab disebut namanya sebanyak 1 kali.(Madaniyyah)

p. Surah as-Shâffat disebut namanya sebanyak 3 kali. (Makiyyah) q. Surah Shâd disebut namanya sebanyak 1 kali. (Makiyyah) r. Surah as-Syurâ disebut namanya sebanyak 1 kali. (Makiyyah) s. Surah al-Zukhruf disebut namanya sebanyak 1 kali. (Makiyyah) t. Surah al-Dzâriyat disebut namanya sebanyak 1 kali. (Makiyyah) u. Surah an-Najm disebut namanya sebanyak 1 kali. (Makiyyah) v. Surah al-Hadîd disebut namanya sebanyak 1 kali. (Madaniyyah) w. Surah al-Mumtahanah disebut namanya sebanyak 2 kali. (Madaniyyah) x. Surah al-A’lâ disebut namanya sebanyak 1 kali. (Makiyyah) 23

23 Pengklasifikasian Surah berdasarkan jenis ayat Madaniyyha ataupun Makiyyah berdasarkan Al- Qur’ân al-Karîm , Madinah: Majma’ al-Malik al-Fahd li Thibâ’ah al-Mushhaf al-Syarîf, tanpa tahun.

Mayoritas kisah-kisah Alquran tergolong dalam ayat-ayat Makiyyah. Pada periode awal dakwah Islam di Mekah, isu sentral yang muncul ke permukaan sangat kental diwarnai dengan tiga poin yaitu, ketuhanan, kerasulan, dan mukjizat. (Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al- Qashashî fî al- Qur’ân al-Karîm

h. 114 Dari dua puluh empat surah yang memuat kisah Ibrahim a.s. tersebut hanya tujuh surah yang merupakan kelompok ayat-ayat madaniyyah. Hal tersebut merupakan salah satu ciri ayat-ayat makiyyah yang lebih mengutamakan pengajaran tauhid melalui penjelasan-penjelasan tentang prinsip- prinsip akhlak yang mulia dan pranata sosial yang tinggi yang tujuannya untuk mengajak orang untuk beriman, taat, dan menjauhi kemusyrikan.(Abdul Djalal, ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 96)

D. PERUMUSAN MASALAH Dari pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian ini dengan pertanyaan berikut: “Bagaimana pemaknaan simbol, interpretasi, dan pemaknaan totalitas kisah Ibrahim a.s. dalam Alquran dilihat dari paradigma semiotik ?”

E. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pemaknaan simbol yang diungkapkan dalam kata-kata yang tersusun tentang Ibrahim a.s. dalam Alquran.

2. Memahami kerangka pemaknaan yang logis berdasarkan urutan kisah.

3. Memahami kisah Ibrahim a.s. secara total, sistematis dan berdasarkan pendekatan semiotik.

4. Memperoleh jawaban atas permasalahan yang diangkat

F. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kajian sastra Arab khususnya dalam menerapkan metode semiotik. Metode ini memiliki kemampuan untuk menganalisis dan menginterpretasikan kisah-kisah sehingga maknanya dapat digali lebih jauh.

2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wacana baru bagi masyarakat dalam memahami pesan-pesan yang tersurat ataupun tersirat dalam kisah- kisah Alquran.

G. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan proses, prinsip dan prosedur kerja yang digunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Metodologi adalah pendekatan umum untuk mengkaji suatu obyek penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan prinsip kerja penelitian kualitatif. Dengan demikian hasil penelitian ini dijabarkan dan dianalisis dengan kata-kata atau susunan kalimat dan tidak menggunakan angka-angka statistik. Penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis,

prinsip angka dan metode statistik. 24 Penelitian ini memiliki ciri-ciri atau karakteristik sebagai penelitian

kualitatif, diantaranya adalah:

1. Mempunyai latar ilmiah Penelitian kualitatif dengan ciri latar ilmiah berarti peneliti melakukan penelitian pada satu konteks secara utuh. Hal itu disebabkan oleh kesatuan konteks yang terdari beberapa struktur yang saling menginterpretasi satu sama lain dan tidak dapat dipecah-pecah. Antara struktur yang satu dengan struktur

lainnya saling berpengaruh. 25

2. Menggunakan manusia (peneliti) sebagai instrumen penelitian Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan pengumpul data utama. Penelitian dengan peneliti sebagai alat pengumpul data utama dalam

istilah Moleong 26 , disebut sebagai ”pengamatan berperan serta” atau ”participant observation”.

3. Bersifat diskriptif Deskripsi dalam penelitian kualitatif dijabarkan dalam gambaran dengan ciri-ciri yang akurat yang berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Data-data yang dikumpulkan dapat berasal dari naskah, hasil wawancara, ataupun dari

24 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, h. 150 25 Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, Bandung:

Eresco, 1993, h. 11 26 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996, h. 5.

lapangan. Data tersebut kemudian disusun dengan dipilah sesuai denga hakikatnya atau sesuai dengan ciri-cirinya. Penelitian juga harus diawali dengan sebuah studi pustaka yan kemudian disusun dengan teliti dan

sistematis dengan pertimbangan ilmiah. 27

4. Menganalisis data secara induktif Analisis data pada tahapan ini menggunakan kajian data secara induktif , yaitu data yang akan diuji berlangsung dari fakta kepada teori dan bukan sebaliknya.

5. Mementingkan proses daripada hasil 28 Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses karena sejalan dengan

pengertian teori strukturalisme De Saussure yang menyatakan bahwa bagian- bagian atau unsur-unsur itu merupakan satu kesatuan yang utuh yang saling

berhubungan satu dengan yang lainnya. Dapat dikatakan bahwa peranan proses dalam penelitian kualitatif adalah besar sekali.

Metode penelitian pada tesis ini adalah metode deskriptif analitis, yaitu dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusun dengan analisis, terutama yang berhubungan dengan isi teks. Sebagai jenis

penelitian kualitatif, dasar dari metode analisis adalah penafsiran. 29 Penelitian ini juga bersifat diskriptif karena dalam penelitian ini data-data

akan dipaparkan sebagaimana adanya seperti yang tergambar pada saat penelitian dilakukan. Laporan penelitian juga berbentuk paparan yang berisi kutipan dari data untuk memberikan dukungan terhadap hal-hal yang diteliti. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan dan menguraikan secara sistematis

mengenai fakta-fakta serta hubungan antar peristiwa yang diteliti. 30 Di dalam penelitian kebahasaan, metode penelitian deskriptif cenderung digunakan dalam

27 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 6 28 Zaini Hasan, Karakteristik Penelitian Kualitatif, dalam Aminuddin, Pengembangan Penelitian

Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra, Malang: HISKI-YA3, 1990, h. 14 29 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2006, cet. ii, h.49. 30 M.Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, h. 63 Pelajar, 2006, cet. ii, h.49. 30 M.Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, h. 63

Data dalam penelitian ini adalah seluruh sistem tanda bahasa yang terdapat dalam Alquran mengenai kisah Nabi Ibrahim a.s. yang merupakan unsur-unsur pembentuk struktur kisah Nabi Ibrahim a.s. tersebut. Dalam tesis ini, dilakukan beberapa langkah penelitian, yaitu:

a. Menentukan topik penelitian

b. Merumuskan masalah

c. Menentukan metode pengolahan data

d. Mengklasifikasi dan mengidentifikasi data

e. Menganalisis data, serta

f. Menarik kesimpulan

H. SUMBER DATA Data penelitian ini diperoleh dari Alquran pada ayat-ayat yang memuat kisah Ibrahim a.s. Ayat-ayat tersebut menjadi sumber data utama dalam penelitian ini. Data skunder diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan kajian sastra, baik sastra pada umumnya maupun sastra Arab pada khususnya. Selain itu buku-buku tentang kisah-kisah para Nabi dijadikan juga sebagai data pendukung.

I. TEKNIK DAN PROSEDUR PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data diperoleh melalui langkah-langkah dan teknik sebagai berikut:

1. Menentukan unsur-unsur kisah yang akan diteliti

2. Mengumpulkan data-data primer

3. Mengumpulkan data-data sekunder

4. Pembacaan keseluruhan terhadap kisah Ibrahim a.s. dalam Alquran

J. TEKNIK DAN PROSEDUR ANALISIS DATA

Langkah-langkah analisis metode semiotik adalah sebagai berikut:

1. Teks dianalisis dengan memperhatikan hubungan antar unsur-unsur dengan keseluruhannya dengan menggunakan pendekatan struktural.

2. Pemberian makna masing-masing unsur dengan metode semiotik sesuai dengan yang berlaku dalam sastra.

3. Pencarian makna totalitas dalam kerangka semiotik.

4. Untuk kepentingan pemaknaan itu harus dilakukan pembacaan heuristik dan hermeneutik. Perlu ditekankan disini bahwa urut-urutan di atas dapat dibolak-balik sesuai

keperluan. Dalam kerangka semiotik perlu diperhatikan konvensi-konvensi sastra dan kaitannya dengan kerangka kesejarahan dan kerangka sosial budaya dimana

teks tersebut diproduksi atau dihasilkan.

K. TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TERDAHULU Kajian tentang qashash al-qur’ân telah banyak tersebar dalam buku-buku tafsir maupun dalam ‘ulûm al- qur’ân karena qashash merupakan bagian dari kandungan Alquran. Sejauh pengamatan penulis, kajian semiotik yang diterapkan dalam Kisah Nabi Ibrahim a.s. belum penulis temukan. Namun, karya-karya terdahulu yang menjadi tinjauan kepustakaan dalam kajian ini diantaranya adalah:

Khalafullah dalam bukunya yang berjusul al-Fann al-Qashashî fî al-

Qur’ân al-Karîm 32 , Quthb dalam bukunya, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân , al- Qaththân dalam Mabâhis fî

‘Ulûm al-Qur’ân 33 , Ibnu Katsir dalam Qashash al- Anbiyâ 34 ’. Selain buku-buku tersebut, penulis juga menggunakan beberapa

penelitian tesis terdahulu sebagai studi kepustakaan diantaranya adalah tesis yang

31 Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, Kairo: Maktabah al- Nahdlah al-Mashîrah, 1951

32 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân 33 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhis fî ‘Ulûm al-Qur’ân, tanpa penerbit, 1990 34 Ibnu Katsir, Qashash al-Anbiyâ’, Juz 1, Tahqîq Mushtofa Abdul Wahid, Kairo: Dâr al-

Kutub al-Hadîtsah, tanpa tahun Kutub al-Hadîtsah, tanpa tahun

Kisah Alquran 36 , Tohe, Gaya Bahasa Alquran Periode Mekah, Kajian Struktural Semiotik 37 , dan Hidayat, Struktur Narasi dalam Qashash al-Qur’ân, Tinjauan Analisa Strukturalime Naratif 38 . Penjelasan mengenai kajian-kajian terdahulu dan

menjadi tinjauan kepustakaan dalam penulisan tesis ini, secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:

Kajian Khalafullah merupakan kajian yang komprehensif dan menjadi argumen bahwa Alquran mengikuti konvensi sastra dalam penyajian qashash al- Qur’ân . Kajian Khalafullah telah menggunakan pendekatan surah dalam

menyatukan tema-tema dan tidak menyatukan tokoh-tokoh atau peristiwa- peristiwa khas dalam kisah Alquran. 39

Kajian Quthb lebih mengedepankan asumsi bahwa Qashash al-Qur’ân tunduk dalam kerangka tujuan keagamaan dan tujuan dakwah Muhammad. Pandangan yang dibangun Quthb adalah Alquran merupakan kitab dakwah keagamaan dan Qashash merupakan salah satu sarananya. Qashash dalam Alquran bukanlah sebuah karya seni yang terpisah dalam tema dan cara pengungkapan atau penggambarannya tetapi merupakan salah satu cara Alquran yang beragam untuk maksud tujuan keagamaan. 40

Sebuah kritik terhadap tesis yang dikemukakan Quthb adalah fokus yang menjadi perhatian Quthb pada pengungkapan atau penggambaran (tashwîr) yang

35 Muhbib Abdul Wahab, Konsep Dialog dalam Alquran: Studi Kisah Nabi Ibrahim a.s., Tesis S2 Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1997 36 Andy Hadiyanto, Kajian Semiotik Kisah Yusuf, Sebuah Tinjauan Sastra terhadap Kisah

Alquran, Tesis S2 Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004

37 Achmad Tohe, Gaya Bahasa Alquran Periode Mekah Kajian Struktural Semiotik, Tesis S2 Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2006 38 M. Wakhid Hidayat, Struktur Narasi dalam Qashas al-Qur’ân Tinjauan Analisa Strukturalime

Naratif, Tesis S2 Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007

39 Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 211-212. 40 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân, h. 143 39 Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 211-212. 40 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân, h. 143

Qashash al-Qur’ân. 41 Sementara itu, al-Qaththân, berpendapat bahwa Qashash al-Qur’ân

merupakan gambaran realita kehidupan masa lalu yang benar-benar terjadi dan jauh dari khayalan ataupun imajinasi. Al-Qaththân, membagi cerita menjadi tiga; cerita para nabi dan rasul, cerita orang-orang pendahulu yang tidak ditetapkan

kenabian dan kerasulannya, dan cerita yang berkaitan dengan masa Muhammad. 42 Perbedaan antara Khalafullah dengan kajian al-Qaththân, adalah pada penekanan

acuan (reference) cerita, dimana acuan narasi dalam pemikiran Khalafullah kepada kehidupan Muhammad, sedangkan acuan narasi pemikiran al-Qaththân,

kepada kehidupan para tokoh cerita, misalnya Musâ, Ibrâhim, Lûth, dan lainnya. 43 Sejalan dengan Quthb, Ibn Katsir menceritakan para nabi dari sudut pandang

kesejarahan sehingga yang diungkapkan lebih cenderung semacam biografi kehidupan para nabi, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi serta tokoh-tokoh lain

yang berinteraksi dengan para nabi semasa hidup mereka. 44 Karena mengacu pada referen kehidupan nyata sang tokoh atau suatu peristiwa, eksistensi teks cerita

atau kisah dengan model-model penceritaannya menjadi terabaikan. Penjelasan singkat mengenai kajian kepustakaan dari beberapa tesis adalah: Wahab dalam tesisnya yang berjudul “Konsep Dialog dalam Alquran: Studi tentang Kisah Ibrahim a.s .” menjabarkan tentang konsep dialog dalam Alquran dengan fokus penelitian pada kisah Ibrahim. Objek kajian Muhbib dengan tesis yang penulis susun adalah sama-sama meneliti kisah Ibrahim a.s. Namun, menurut penulis, tesis Wahab hanya membahas salah satu unsur yang terdapat dalam teori strukturalisme yaitu dialog. Sementara kajian semiotik yang penulis

41 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân, h. 163-168 42 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 306 43 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 308

44 Ibn Katsir, Qashash al-Anbiyâ’, Qashash al-Anbiyâ’ , Juz 1, Tahqîq Mushtofa Abdul Wahid, Kairo: Dâr al-Kutub al-Hadîtsah, tanpa tahun.