Back To Nurture (Sekelumit analisis Hukum Adat)

Back To Nurture
Oleh : N.A.Putri

“Masyarakat adat adalah masyarakat yang masih memiliki
nurture” (Soedjono Soekanto). Kalimat tersebut adalah
pemikiran dari seorang ahli hukum adat tentang masyarakat
adat, di desa tempat praktik KKN-ku ini aku tidak menemukan
masyarakat adat mungkin. Masyarakat adat menurut F.D
Hollman memiliki beberapa ciri yaitu, komunal-konkret dan
magis-religius. Secara ciri khas, masyarakat tersebut tidak
ditemukan, namun aku melihat terdapat nurture di desa ini,
Caringin. Nurture secara bahasa berarti pemberdayaan,
perlindungan, dan juga dapat diartikan pemeliharaan. Hal
tersebut kutemukan disini, di Caringin, nurture seperti apa?
Pemeliharaan yang dimaksud adalah pemeliharaan dari segi
adat budaya dan dari segi agama.
Masyarakat desa Caringin lebih mendekati pada ciri
masyarakat yang sudah modern karena arus globalisasi sudah
deras masuk dan menjadi suatu yang mempengaruhi sifat dari
masyarakat desa Caringin. Baik dari anak-anak, pemuda,
sampai orang tua. Bahkan lembaga pendidikan di desa ini telah

tersentuh arus global dalam hal pendidikan, seperti salah satu
yayasan pendidikan pesantren yang ternyata bekerjasama
dengan Australia dan Amerika. Kemudian yayasan SD Islam
Terpadu yang memiliki kerjasama dengan pemerintah Australia.
Pemikiran global tersebut agaknya sudah menjadi suatu hal
yang dinamis di desa Caringin. Namun, disamping hal tersebut
pemeliharaan dari segi budaya yang masih kental terlihat dari
masyarakat yang sudut desanya agak jauh ke dalam secara
geografis, secara adat, ketika sudah ada ajaran beladiri di
daerah tersebut tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk
mnegajari ajaran beladiri lainnya. kemudian, perempuan yang
jalan sendiri akan menjadi hal yang sangat aneh di kawasan itu,
karena setidaknya harus ditemani maramnya ketika kelar

rumah. Secara agama, hampir di setiap RW (Rukun Warga)
atau jaro untuk sebutan disana terdapat Pesantren dan begitu
banyak pendidikan agama Islam baik formal maupun non
formal. Setidaknya nurture yang dimaksud Prof. Soejono
Soekanto walaupun tidak secara ciri khas masyarakat adat,
namun di tengah arus globalisasi yang deras dan kadang

mengkulturisasi sehingga adat istiadat yang riil dan konkret
terhapus, warga desa Caringin mampu menyeimbangkan
keduanya, antara arus globalisasi untuk memajukan pikiran dan
ilmu pengetahuan dengan adat yang harus dipelihara
keasliannya.