Persebaran Dan Neraca Kehidupan Kutudaun Akar Padi Rhopalosiphum Rufiabdominalis (Sasaki) Dan Tetraneura Nigriabdominalis (Sasaki) (Hemiptera Aphididae) Di Jawa Barat

PERSEBARAN DAN NERACA KEHIDUPAN KUTUDAUN AKAR
PADI Rhopalosiphum rufiabdominalis (Sasaki) DAN Tetraneura
nigriabdominalis (Sasaki) (HEMIPTERA: APHIDIDAE)
DI JAWA BARAT

HARLENI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Persebaran dan Neraca
Kehidupan Kutudaun Akar Padi Rhopalosiphum rufiabdominalis (Sasaki) dan
Tetraneura nigriabdominalis (Sasaki) (Hemiptera: Aphididae) di Jawa Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016

Harleni
NIM A351130091

iv

RINGKASAN
HARLENI. Persebaran dan Neraca Kehidupan Kutudaun Akar Padi
Rhopalosiphum rufiabdominalis (Sasaki) dan Tetraneura nigriabdominalis
(Sasaki) (Hemiptera: Aphididae) di Jawa Barat. Dibimbing oleh PURNAMA
HIDAYAT dan HERMANU TRIWIDODO.
Kutudaun merupakan serangga fitofag yang umum ditemukan di bagian
tanaman di atas tanah seperti daun, bunga, buah, tunas dan ranting. Namun ada
beberapa kutudaun yang hidup pada akar tanaman diantaranya Rhopalosiphum

rufiabdominalis (Sasaki) dan Tetraneura nigriabdominalis (Sasaki). Kutudaun
tersebut mendapatkan nutrisi dari akar tanaman padi. Informasi dasar mengenai
sebaran dan sejarah kehidupan kutudaun tersebut di Jawa barat masih sedikit
diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran dan neraca
kehidupan kutudaun pada akar padi di Jawa Barat.
Pengambilan sampel untuk studi persebaran dilakukan pada pertanaman
padi di beberapa kabupaten di Jawa Barat. Kutudaun yang digunakan untuk
penelitian neraca kehidupan diambil dari sawah di Leuwiliang Bogor. Identifikasi
spesies dan penelitian neraca kehidupan dilakukan di Laboratorium
Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan sejak Juni 2014 sampai dengan Juli
2015. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling pada
lahan pertanaman padi kering dengan cara pencabutan rumpun padi dan dilihat
bagian akarnya. Jika kutudaun ditemukan maka pada bagian batang padi dekat
akar dipotong dan dimasukan ke dalam kotak pemeliharaan, diberi label lokasi
dan tanggal pengambilan sampel. Sampel yang diambil sebanyak sepuluh rumpun
padi untuk setiap lahan pengamatan.
Tanaman padi yang digunakan untuk pemeliharaan kutudaun di
laboratorium adalah ratun padi varietas Ciherang yang berasal dari sawah
Situgede, Bogor. Panjang akar ratun padi yang digunakan adalah 4 cm (3 cm di

bawah pangkal akar + 1 cm di atas pangkal akar). Masing-masing spesies yaitu 2
imago R. rufiabdominalis dan 2 imago T. nigriabdominalis dimasukkan ke dalam
5 cawan petri yang berisi 3 akar ratun padi untuk memperoleh nimfa instar 1.
Sebanyak 60 ekor nimfa instar 1 diepilihara di akar ratun padi. Selanjutnya
diamati kematian serta perkembangannya. Data hasil pengamatan individu dicatat
setiap hari untuk analisis neraca kehidupan (life table).
Hasil identifikasi menunjukan bahwa ada 2 kutudaun akar padi yang
dikumpulkan dari Jawa Barat yaitu R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis.
Kedua kutudaun ditemukan pada padi varietas Ciherang, Cisadane, IR-64 dan
Rojolele. Kutudaun R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis telah tersebar
dibeberapa daerah di Jawa Barat yaitu di Kabupaten Bandung, Bogor, Cianjur,
Cirebon, Garut, Karawang, Sukabumi, dan Tasikmalaya. Tidak adanya pembatas
alami antar provinsi dan kesamaan penggunaan varietas padi di berbagai sentra
pertanaman padi di pulau Jawa, kemungkinan besar kutudaun ini juga telah
terdapat pada pertanaman padi di pulau Jawa.

viii

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kutudaun R. rufiabdominalis
memiliki siklus hidup mulai dari menjadi nimfa instar 1 hingga melahirkan nimfa

instar 1 untuk pertama kalinya adalah 4.98 hari. Lama hidupnya sejak menjadi
imago hingga imago tersebut mati adalah 15.94 hari. Keperidiannya jumlah nimfa
yang dilahirkan oleh setiap imago selama hidupnya adalah 67.44 nimfa.
Sedangkan siklus hidup, lama hidup dan keperidian T. nigriabdominalis masingmasing adalah 5.25 hari, 18.11 hari, dan 11.11 nimfa. Kedua spesies kutudaun
memiliki 4 instar pada nimfanya. Hasil kajian neraca kehidupan menunjukan
bahwa R. rufiabdominalis memiliki tingkat pertambahan intrinsik (r) 0.46
individu/induk/hari dan waktu penggandaan populasi menjadi dua kali lipat (DT)
1.51 hari, sedangkan T. nigriabdominalis memiliki tingkat pertambahan intrinsik
(r) 0.16 individu/induk/hari dan waktu penggandaan populasi menjadi dua kali
lipat (DT) 4.33 hari. Berdasarkan analisis neraca kehidupan menunjukkan bahwa
populasi R. rufiabdominalis lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan populasi T.
nigriabdominalis pada akar tanaman padi. Kedua spesies kutudaun ini memiliki
siklus hidup yang pendek dan keperidian yang tinggi, sehingga berpotensi
menjadi hama penting pada pertanaman padi di daerah kering
Kata kunci: neraca kehidupan, kutudaun akar padi, hama padi, Jawa Barat

SUMMARY
HARLENI. Distribution and Life Table Rice Root Aphids Rhopalosiphum
rufiabdominalis (Sasaki) and Tetraneura nigriabdominalis (Sasaki) (Hemiptera:
Aphididae) in West Java. Supervised by PURNAMA HIDAYAT and

HERMANU TRIWIDODO.
Aphids are phytopagous insects which usually live on plant parts above the
ground, such as leaves, flowers, fruits, shoots, and branches. However, several
aphids have been reported live on rice roots, such of Rhopalosiphum
rufiabdominalis (Sasaki) and Tetraneura nigriabdominalis (Sasaki). These aphids
obtain the nutrition from rice root. The basic information about the rice root
aphids are limited. This study was aimed to know the distribution and life table of
rice root aphids from West Java.
Distribution study of rice root aphids were conducted on rice fields in
saveral districts in West Java. Rice root aphids used for life table study were
collected from rice field in Lewiliang, Bogor. Spesies identification and life table
study were conducted in the Insect Biosystematic Laboratory, Plant Protection
Department, Faculty of Agriculture, IPB. Research was conducted from June 2014
until July 2015. Sampling was done by purposive sampling method on dried rice
field by pulling off some clumps of rice hills to observe the presence of aphids on
the rice root. The rice roots that contained aphids were cropped near steam base,
labeled, and then placed into rearing boxs. Ten rice hills were sampled and
collected for each observation field.
Aphids rearing were done on the root of Ciherang variety rice ratoons
collected from Situgede Village, West Bogor, and were put into a petri dish. The

length of the rice ratoons used for rearing were 4 cm (3 cm below the root base +
1 cm above the root base). This experiment used five petri dishes, that contained
two adults of aphids and three rice ratoons root to obatain the same age first instar
nymphs. As many as 60 first instar nymphs were reared in the root of rice
ratoons.The mortality and fecundity of aphids were observed every day until all
aphids dead. This data were used to analysis the life table of aphids.
The results of identification showed that there were two spesies of aphids
that infested rice root collected from West Java namely R. rufiabdominalis and T.
ngriabdominalis. Both species were collected from the root of Ciherang,
Cisadane, IR-64, and Rojelele rice varieties. Aphid R. rufiabdominalis and T.
ngriabdominalis had been spread in several areas West Java, included Bandung,
Bogor, Cianjur, Cirebon, Garut, Karawang, Sukabumi, and Tasikmalaya Districts.
The absence of natural border among provinces and similar rices varieties that
planted in West Java and other Java areas, caused possibility of both aphids
species can be found in another Java areas.
The result of obsevation showed that R. rufiabdominalis needed 4.98 days to
completed its life cycle. The longevity of R. rufiabdominalis was 15.94 days, and
the fecundity was 67.44 nymphs. Aphid T. nigriabdominalis had a 5.25 days life
cycle, the longevity was 18.11 days, and the fecundity was 11.11 nymphs. Both
species of aphids nymph had 4 stages instars of nymph. R. rufiabdominalis had


x

intrinsic rate of increase (r) and doubling time for it‟s population (DT) was 0.46
individual per parent per day and 1.50 days, respectively while for T.
nigriabdominalis intrinsic rate of increase (r) and doubling time for its population
(DT) was 0.14 individual per parent per day and 4.99 days respectively. Based on
the life table analysis, the population of R. rufiabdominalis was growing faster
than the population of T. nigriabdominalis on rice root. Both aphids species of the
have short life cycle and high fecundity, thereby they are potentially to become
important pests on rice plant in dry areas.
Keywords: life table, rice pests, rice root aphids, West Java

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.


Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

xii

13

PERSEBARAN DAN NERACA KEHIDUPAN KUTUDAUN
AKAR PADI Rhopalosiphum rufiabdominalis (Sasaki) DAN
Tetraneura nigriabdominalis (Sasaki) (HEMIPTERA:
APHIDIDAE) DI JAWA BARAT

HARLENI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

14

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ali Nurmansyah, MSi

16

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tesis yang
berjudul “Persebaran dan Neraca Kehidupan Kutudaun Akar Padi
Rhopalosiphum rufiabdominalis (Sasaki) dan Tetraneura nigriabdominalis
(Sasaki) (Hemiptera: Aphididae) di Jawa Barat” ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Purnama Hidayat, MSc sebagai
Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc sebagai Anggota
Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan,
saran, motivasi dan masukan selama penelitian, terimakasih juga kepada Dr Ir Ali
Nurmansyah, MSi sebagai dosen komisi luar dan Dr Ir Pudjianto, MSi sebagai
ketua Program Studi Entomologi. Selain itu, penulis juga menyampaikan ucapan
terimakasih kepada Ayahanda A. Dt. Marajo dan Ibunda Khairanis atas doa tulus
ikhlas, perjuangan dan pelajaran hidup yang sangat berharga kepada penulis serta
uncu Ratna Sari Dewi, Kakanda Insan Kamil Muhammad, Khairusil, Adinda
Hardinel. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Aisyah, Mba Atiek,
Rekan-rekan di laboratorium Biosistematika Serangga Irfan, Ciptadi, Mba Yani,
Heri, Herni, Mba Hapsah, Mba Dika, Suryadi, Nia dan teman-teman Entomologi
2013 Mas Ichsan, Laila, Dila, Ihsan. Terimakasih juga kepada Gunawan
wibisono, Ilma Satriana Dewi dan teman-teman lain yang tidak dapat penulis
tuliskan satu persatu yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
menyusun karya tulis ini.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016


Harleni

17

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
1
1

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Kutudaun di Akar Padi
Biologi Kutudaun
Nilai Ekonomi
Neraca Kehidupan

2
2
4
4
4

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Alat dan Bahan
Pengambilan Sampel Kutudaun
Pembuatan Preparat Slide Kutudaun
Identifikasi Kutudaun
Karakteristik Spesies Kutudaun
Pemeliharaan Kutudaun untuk Pengamatan Neraca Kehidupan
Pengamatan Pemeliharaan Kutudaun di Akar, Batang dan Daun Padi
Pengamatan Neraca Kehidupan

6
6
6
6
7
7
8

8
8
9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Persebaran Kutudaun Akar Padi di Daerah Jawa Barat
Identifikasi Kutudaun
Biologi R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis
Neraca Kehidupan R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis
Biologi R. rufiabdominalis pada Daun, Batang dan Akar Padi
Neraca Kehidupan R . rufiabdominalis pada Batang dan Akar Padi

10
10
11
13
14
16
18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

21
21
21

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

22
25

18

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Jumlah Kutudaun yang Ditemukan pada Masing-masing Kabupaten
Biologi R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis
Neraca Kehidupan R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis
Biologi R. rufiabdominalis di Batang dan Akar Daun Padi
Neraca Kehidupan R. rufiabdominalis di Akar dan Batang Padi

10
13
16
17
19

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Karakter Identifikasi Kutudaun pada Bagian Dorsal dan Ventral
Peta Lokasi Pengambilan Sampel
Kutudaun Pada Akar Padi
Gejala yang di Timbulkan oleh Kutudaun di Akar
Morfologi Kutudaun
Karakter Morfologi R. rufiabdominalis
7. Karakter Morfologi T. nigriabdominalis
8. Peluang Hidup dan Rataan Keperidian Harian R. rufiabdominalis dan T.
nigriabdominalis
9. Peluang Hidup dan Keperidian Harian R. rufiabdominalis pada Akar dan
Batang

3
6
8
11
12
12
13
15
18

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Neraca kehidupan R. rufiabdominalis pada akar padi
Neraca kehidupan T. nigriabdominalis pada akar padi
Neraca kehidupan R. rufiabdominalis pada akar padi
Neraca kehidupan R. rufiabdominalis pada batang padi

27
28
29
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kutudaun umumnya hidup pada bagian tanaman yang berada di atas
permukaan tanah seperti pucuk, daun, ranting, bunga, dan buah. Namun, beberapa
spesies kutudaun dapat hidup pada akar tanaman di dalam tanah. Spesies
kutudaun yang diketahui hidup di bagian akar tanaman padi adalah
Rhopalosiphum rufiabdominalis (Sasaki) dan Tetraneura nigriabdominalis
(Sasaki) (Pike et al. 1990; Kindler et al. 2004).
Persebaran kutudaun akar padi belum banyak dilaporkan di Indonesia,
sehingga perlu dilakukan penelitian untuk melihat persebarannya. Di Indonesia
Kalshoven (1950) melaporkan bahwa kutudaun yang menyerang akar padi adalah
Byrsocrypta hirsuta Bak yang ditemukan di Pulau Jawa. Rahmah (2013)
melaporkan bahwa T. nigriabdominalis ditemukan pada akar padi di Desa
Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Persebaran T.
nigriabdominalis meliputi berbagai negara yaitu Afrika, Amerika, Australia,
Bangladesh, Fiji, Indonesia, Itali, Jepang, Korea, Laos, Malaysia, Nepal, New
Zealand, Pakistan, Philipina, Sri Lanka, Slovenia, dan Tonga (Pathak dan khan
1994; Galli dan Manicardi 1998; Saito et al. 2006; Modic et al. 2011)
Kutudaun ini memperoleh nutrisi dengan cara menghisap bagian dari akar
padi. Kutudaun ini hidup berkoloni pada setiap rumpun padi. Populasi kutudaun
yang tinggi pada akar padi dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi.
Informasi mengenai kutudaun akar padi belum banyak dilaporkan di Indonesia,
sehingga diperlukan adanya penelitian mengenai pertumbuhan, perkembangan,
keperidian, dan kematian kutudaun tersebut masih sangat terbatas.
Peluang hidup dan keperidian kutudaun di akar padi dapat diketahui dengan
metode neraca kehidupan. Neraca kehidupan merupakan suatu metode untuk
menggambarkan dan mengukur kematian dalam populasi (Price 1995). Data yang
diperoleh dari metode neraca kehidupan dapat digunakan sebagai informasi dasar
yang dibutuhkan dalam upaya pengendalian populasi kutudaun di akar padi.
Dalam hal ini, neraca kehidupan dapat membantu untuk memutuskan teknik
pengendalian yang sesuai dengan mengetahui strategi kehidupan dari hama
tersebut.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui persebaran dan neraca kehidupan
kutudaun akar padi di Jawa Barat.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
persebaran dan neraca kehidupan kutudaun akar padi di Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Kutudaun Akar Padi
Kutudaun termasuk ke dalam golongan Phytopthires atau kutu tanaman
(Saragih 1994). Borror dan Delong (1971) menggolongkan kutudaun tersebut ke
dalam Ordo Hemiptera, Subordo Sternorryncha, Superfamili Aphidoidea, Famili
Aphididae. Menurut Blackman dan Eastop (2000), Super Famili Aphidoidea
terdiri dari tiga famili yaitu, Adelgidae, Phylloxeridae, dan Aphididae. Famili
Aphididae terdiri atas delapan subfamili di antaranya Erisomatinae,
Hormaphidinae, Anoeciinae, Calaphidinae, Chaitophorinae, Greenideinae,
Aphidinae, dan Lachininae.
Kutudaun memiliki tubuh yang lunak dengan panjang tubuh sekitar 1.5
sampai 3.5 mm tergantung spesiesnya. Kutudaun ini ada yang bersayap dan ada
yang tidak bersayap (Carver et al. 2000). Kutudaun pada umumnya memiiki
antena yang terdiri dari 6 ruas dan pada ujung nya terdapat terminal proses,
rostrum 4-5 ruas, tarsi 2 ruas dan abdomen 8 ruas. Bagian abdomen, kepala,
antena, rostrum, kauda, dan tungkai biasanya mempunyai rambu-rambut halus
(Gambar 1) Blackman dan Eastop (2006).
Kutudaun T. nigriabdominalis masuk ke dalam famili Aphididae, subfamili
Eriosmatinae, tribe Eriosomatini (Blackman dan Eastop 2006). Imago T.
nigriabdominalis berwarna jingga dengan ukuran tubuh 1.8 mm dengan bentuk
tubuh bulat. Karakter T. nigriabdominalis adalah memiliki antena pendek kurang
dari 0.2 kali panjang tubuhnya dengan terminal proses lebih pendek dari segmen
dasar antena, terdapat 10 helai rambut pada segmen antena yang ketiga, memiliki
sifunkuli yang pendek dan agak gelap dibandingkan tubuhnya. Sifunkuli
membentuk seperti pori atau kerucut, tidak memiliki pola polygonal retikulasi,
sedikit membengkak, tarsi 1 ruas dan memiliki rostrum yang pendek dan
berambut.
Kutudaun R. rufiabdominalis masuk ke dalam famili Aphididae, subfamili
Aphidinae, tribe Aphidini (Blackman dan Eastop 2006). Imago R. rufiabdominalis
berwarna hijau kecoklatan dengan ukuran tubuh 1.7 mm. Karakter R.
rufiabdominalis adalah memiliki kepala hitam dengan mata merah gelap hampir
hitam. Rostrum bagian pangkal ke tengah hijau pucat, bagian tengah ke ujung
kehitaman, antena hitam, toraks hitam, vena sayap depan coklat kehitaman
dengan tepi coklat, kauda hijau gelap, pangkal femur dan tibia coklat terang,
tarsus hitam dan bagian tengah tubuh ke ujung abdomen kehitaman sampai hitam
(Blackman dan Eastop 2000).

111

3

Gambar 1 Karakter identifikasi kutudaun pada bagian dorsal dan ventral
Sumber: (Blackman & Eastop 2006)

4
Biologi Kutudaun
Di negara empat musim kutudaun berkembangbiak dengan cara seksual
(kawin) dan aseksual (tidak kawin). Pada musim gugur populasi terdiri dari
individu berkelamin jantan dan betina. Kutudaun betina meletakkan telur yang
akan menetas di musim semi dan menjadi serangga betina. Pada musim semi dan
panas semua serangga adalah betina dan berkembangbiak secara partenogenetis.
Pada musim gugur berikutnya akan timbul lagi individu yang berkelamin jantan
dan perkembangbiakan secara kawin. Kutudaun ini bereproduksi secara vivipar
partenogenesis. Perkembangan kutudaun terdiri atas empat instar yaitu masingmasing instar 1-4 adalah 2.2, 2.7, 3.8, dan 5.7 hari. Kutudaun dewasa hidup 15
sampai 20 hari dan menghasilan 35 sampai 45 nimfa. Nimfa biasanya dilahirkan
tidak lama setelah kutudaun mencapai tahap dewasa (Pathack dan khan 1994).
Reproduksi kutudaun di Indonesia (daerah tropis) dengan aseksual yaitu
partenogenesis dan vivipar. Nimfa yang baru lahir dapat berkembang cepat
menjadi imago dan siap melahirkan nimfa baru. Bentuk dewasa dari kutudaun di
akar ada yang bersayap dan tidak bersayap. Kutudaun akar padi yang dewasa
bersayap dengan panjang 1.5 sampai 2.5 mm dan bentuk yang tidak bersayap
dengan panjang 1.5 sampai 2.3 mm. Serangga bersayap dihasilkan apabila
terdapat jumlah populasi yang berdesakan pada saat populasi memuncak
(Kalshoven 1981).
Nilai Ekonomi
Kerusakan tanaman akibat serangan kutudaun dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Kerusakan secara langsung berkisar antara 6-25%.
Kerusakan secara tidak langsung dapat sebagai vektor yang menyebabkan
kerugian mencapai lebih dari 80% (Miles 1987).
Imago dan nimfa T. nigriabdominalis & R. rufiabdominalis mengambil
cairan tanaman yang mengakibatkan warna daun menjadi kuning dan tanaman
menjadi kerdil (Pathack dan Khan 1994; Shepard 1995). Kehilangan hasil
produksi padi yang disebabkan oleh kutudaun tersebut di Jepang mencapai 50%
(Heinrichs dan Barrion 2004). Di India T. nigriabdominalis merupakan spesies
umum yang menyerang akar padi pada persemaian sampai musim tanam. Populasi
kutudaun ini sangat tinggi pada padi varietas IR8 (Heinrichs dan Barrion 2004).
Meskipun beberapa spesies kutudaun akar padi dilaporkan sebagai vektor virus
Tobacco Vein-banding Virus (TBMV), tetapi T. nigriabdominalis tidak
menularkan virus tersebut berdasarkan hasil percobaan di laboratorium. Jedlinsky
(1981) dan Chapin (2001) melaporkan bahwa R. rufiabdominalis merupakan
vektor Barley Yellow Dwarf Virus pada tanaman gandum yang mengakibatkan
kehilangan hasil sebesar 20.1% di Carolina Selatan.

Neraca Kehidupan
Neraca kehidupan adalah salah satu cara untuk mempelajari suatu populasi
serangga. Di dalam neraca kehidupan terdapat deskripsi yang sistematis tentang

5
mortalitas dan kelangsungan hidup suatu populasi. Pertumbuhan populasi suatu
spesies dapat diketahui dengan melihat jumlah keturunan yang dihasilkan seekor
betina pada interval umur selama hidupnya, dan jumlah individu pada setiap
interval umur tersebut. Untuk mengetahui hal tersebut, pendekatannya dapat
disederhanakan dengan hanya mengetahui betina saja dalam satu populasi (Price
1995). Informasi tersebut merupakan informasi dasar yang diperlukan dalam
menelaah perubahan kepadatan dan laju pertumbuhan atau penurunan suatu
populasi. Tabel kehidupan berisi nilai-nilai berikut (Begon et al. 2008):
1. x adalah titik tengah umur kohort (hari, minggu, bulan dll);
2. lx adalah peluang hidup setiap individu pada umur x;
3. mx adalah rata-rata jumlah keturunan yang dihasilkan oleh serangga betina
pada umur x;
4. lxmx adalah banyaknya anak yang dilahirkan pada kelas umur x.
Parameter neraca kehidupan yang digunakan untuk melihat hubungan
preferensi kutudaun terhadap tanaman yang diujikan adalah lama stadia
pradewasa, lama stadia imago dan keperidian imago betina. Parameter demografi
yang dihitung Birch (1948) meliputi :
1. Laju reproduksi bersih (R0) dihitung dengan rumus:
R0 = ∑lxmx
2. Laju pertambahan intrinsik (r) dihitung dengan rumus:
r = ln R0/ T
3. Rataan masa generasi (T) dihitung dengan rumus:
T = ∑xlxmx/∑lxmx
4. Populasi berlipat ganda (DT) dihitung dengan rumus:
DT = ln (2/r)
Laju reproduksi bersih (R0) merupakan rata-rata jumlah keturunan betina
yang dihasilkan oleh imago betina per generasi. Laju pertambahan intrinsik (r)
merupakan rata-rata banyaknya individu betina yang dihasilkan seekor induk
betina per hari. Nilai rataan lama generasi (T) diartikan sebagai rataan waktu yang
dibutuhkan sejak nimfa diletakkan hingga imago betina menghasilkan separuh
keturunannya. Waktu penggandaan populasi menjadi dua kali lipat (DT)

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan pada pertanaman padi di beberapa
kabupaten di Jawa Barat yaitu Bogor, Garut, Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung,
Cirebon, Karawang dan Cianjur (Gambar 2). Kutudaun untuk pengamatan neraca
kehidupan diambil dari sawah di Leuwiliang Bogor. Identifikasi morfologi serta
pengamatan neraca kehidupan dilakukan di Laboratorium Biosistematika
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilakukan sejak bulan Juni 2014 sampai dengan Juli 2015.

PROVINSI
JAWA BARAT

Gambar 2 Peta lokasi pengambilan sampel
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain mikroskop nikon SMZ-U ZOOM 1:10,
mikroskop stereo, mikroskop cahaya, kamera Dino-eye, GPS, objek glass, cover
glass, hotplate fisher scientific slide warmer, wadah plastik, tisu, plastik bening,
kuas, jarum mikro, cawan petri, alat tulis, kamera digital, hand-counter, alkohol
(50, 70, 80, 95 dan 100 %), larutan KOH 10%, balsam kanada dan minyak
cengkeh.

7
Pengambilan Sampel Kutudaun
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling pada
suatu lahan pertanaman padi kering. Pada lahan tersebut dilakukan pencabutan
rumpun padi, kemudian diamati bagian akarnya. Jika terdapat kutudaun maka
pada bagian batang padi dekat akar dipotong dan dimasukan ke dalam kotak
pemeliharaan, diberi label lokasi dan tanggal pengambilan sampel. Sampel yang
diambil sebanyak sepuluh rumpun padi.
Setiap rumpun padi yang dicabut diperhatikan keberadaan kutudaun dengan
mengukur jarak antara kutudaun dari pangkal akar keberadaan kutudaun tersebut.
Kelimpahan populasi kutudaun dilakukan dengan cara menghitung jumlah
kutudaun pada semua tanaman contoh. Selain itu, diamati dan dicatat fase tanam
dan varietas yang ada pada masing-masing plot pengambilan sampel. Posisi
geografis dan ketinggian lokasi survei diukur dengan menggunakan bantuan
(Global Positioning System) GPS.
Pembuatan Preparat Slide Kutudaun
Pembuatan preparat slide kutudaun dilakukan dengan metode preparat
permanen yang bertujuan mempermudah proses identifikasi dan penyimpanan
dalam waktu yang lama. Spesimen yang digunakan dalam pembuatan preparat
slide kutudaun adalah fase imago (dewasa).
Imago kutudaun dipilih berdasarkan kelengkapan bagian tubuh (antena,
kepala, tungkai, sifunculi, dan kauda). Kutudaun direbus dalam tabung reaksi
yang sudah diisi alkohol 95% selama tiga menit. Spesimen yang telah direbus
diletakkan di cawan petri, kemudian bagian abdomennya ditusuk dengan jarum
mikro untuk mengeluarkan cairan tubuhnya. Kemudian spesimen direbus dalam
tabung reaksi berisi KOH 10% hingga berwarna bening (transparan). Setelah itu
spesimen diletakkan di dalam cawan petri dan ditekan bagian abdomennya untuk
mengeluarkan sisa isi bagian tubuhnya.
Spesimen yang telah direbus kemudian dicuci dengan akuades sebanyak dua
kali. Selanjutnya direndam dengan alkohol secara bertahap dimulai dari alkohol
50%, 80%, 95% dan terakhir dengan alkohol 100% masing-masing selama 10
menit. Perendaman ini bertujuan agar spesimen tidak mengkerut. Kemudian
spesimen direndam dengan minyak cengkeh selama 10 menit untuk
menghilangkan kadar air yang masih tersisa di tubuh spesimen selanjutnya
spesimen diletakkan di atas kaca objek untuk ditata atau dilakukan perentangan,
sehingga bisa terlihat jelas bagian-bagian tubuhnya. Kemudian kanada balsam
diteteskan secara perlahan dari bagian atas spesimen agar tidak merusak
posisinya, lau dibiarkan beberapa hingga kemudian spesimen ditutup dengan
cover glass. Preparat yang telah selesai dikeringkan di dalam oven pengering
serangga atau pada Hotplate fischer scientific slider warmer selama dua minggu.
Identifikasi Kutudaun
Identifikasi kutudaun dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap karakter
morfologi dengan bantuan kunci identifikasi (Blackman dan Eastop 2006).
Karakter umum yang menjadi ciri identifikasi adalah bentuk antena, abdomen,
sifunkuli dan kauda. Karakter morfologi tersebut diamati dengan menggunakan
mikroskop digital model Olympus CX21FS1 dan Dino-eye AM432U yang

8
dihubungkan dengan sebuah komputer PC. Identifikasi dilakukan hingga tingkat
spesies.
Karakteristik Spesies Kutudaun
Karakter setiap spesies dari kutudaun digambar dengan menggunakan
mikroskop Nikon SMZ-U ZOOM 1:10 sehingga terbentuk gambar yang mirip
dengan karakter yang diinginkan. Karakter yang digambar adalah karakter
spesifik yang dimiliki oleh setiap spesies. Karakter tersebut dapat digunakan
sebagai pembeda antar spesies.
Pemeliharaan Kutudaun untuk Pengamatan Neraca Kehidupan
Kutudaun di akar padi yang diperoleh dari sawah di Leuwiliang Bogor
dimasukkan ke dalam kotak pemeliharaan yang berisi tanaman padi untuk
perbanyakan. Kotak pemeliharaan yang digunakan berupa wadah plastik
berdiameter 10 cm dengan tinggi 8 cm.
Tanaman padi yang digunakan untuk pemeliharaan adalah ratun padi
Varietas Ciherang yang berasal dari sawah Situgede, Bogor. Panjang akar ratun
padi yang digunakan adalah 4 cm (3 cm di bawah pangkal akar + 1 cm di atas
pangkal akar) (Gambar 3). Sebanyak dua imago dari masing-masing spesies R.
rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis dimasukkan ke dalam cawan petri yang
berisi akar ratun padi. Perlakuan ini diulang sebanyak lima kali.
Populasi kohort merupakan sejumlah individu yang memiliki umur seragam.
Nimfa instar 1 R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis dalam populasi kohort
diinfestasi pada akar padi ratun. Nimfa instar 1 kutudaun tersebut diinfestasikan
masing-masing ke dalam 60 wadah plastik berdiameter 5 cm dengan tinggi 4.8
cm. Setiap wadah berisi satu nimfa kutudaun.
a

b

Gambar 3 Kutudaun pada akar padi: (a) koloni yang diperoleh dari lapang (b) Individu
pada akar ratun padi di wadah pemeliharaan

Pengamatan Pemeliharaan Kutudaun di Akar, Batang dan Daun Padi
Pengamatan ini bertujuan untuk melihat kesesuaian habitat kutudaun pada
akar, batang, dan daun padi. Tanaman padi yang digunakan untuk pemeliharaan
adalah ratun padi Varietas Ciherang yang berasal dari sawah di Situgede Bogor.
Akar, batang, dan daun padi yang digunakan berukuran 3 cm. Nimfa instar 1

9
kutudaun diinfestasikan ke dalam 15 wadah plastik untuk setiap pakan. Wadah
yang digunakan berdiameter 5 cm dengan tinggi 4.8 cm.
Pengamatan Neraca Kehidupan
Peubah yang diamati yaitu lamanya waktu tiap instar, siklus hidup,
praoviposisi, lama hidup dan keperidian kutudaun di akar padi. Siklus hidup
kutudaun tersebut diamati mulai dari nimfa instar 1 yang diinfestasi hingga
melahirkan nimfa instar satu untuk pertama kalinya. Praoviposisi kutudaun
diamati dari waktu yang dibutuhkan sejak menjadi imago pertama hingga
melahirkan nimfa instar satu untuk pertama kalinya. Lama hidup kutudaun
dimulai dari hari pertama menjadi imago hingga imago tersebut mati. Pengamatan
keperidian kutudaun dihitung dari banyaknya nimfa yang dilahirkan oleh setiap
imago selama hidupnya. Data hasil pengamatan disusun dalam tabel biologi
kutudaun di akar padi.
Pengamatan peluang hidup (lx) dilakukan dengan cara menghitung jumlah
individu kutudaun di akar padi yang hidup tiap harinya. Pengamatan keperidian
harian (mx) yaitu rata-rata jumlah nimfa kutudaun yang dilahirkan oleh imago
setiap harinya pada umur (x). Data peluang hidup dan keperidian harian dapat
digambarkan dalam bentuk kurva dan diperoleh neraca kehidupan.
Neraca kehidupan kohort merupakan neraca kehidupan yang mengikuti
perkembangan kohort dimulai dari nimfa instar 1 sampai imago terakhir yang
mampu bertahan hidup. Data mengenai pengamatan kohort kutudaun di akar padi
disusun dalam tabel neraca kehidupan. Penentuan parameter demografi lainnya
dapat ditentukan dengan menggunakan data neraca kehidupan kutudaun tersebut.
Birch (1948) menyatakan bahwa parameter demografi yang dihitung meliputi:
1. Laju reproduksi bersih (R0)
= ∑ lxmx
2. Laju reproduksi kotor (GRR)
= ∑ mx
3. Laju pertambahan intrinsik (r)
= ∑ lon R0/T
4. Rataan masa generasi (T)
= ∑ xlxmx / ∑ lxmx
5. Populasi berlipat ganda (DT)
= ln (2) / r
Keterangan:
(x) = kelas umur kohort
(lx) = proporsi individu yang hidup pada kelas umur ke-x
(mx) = keperidian spesifik individu-individu pada kelas umur ke-x
Laju reproduksi bersih (R0) merupakan jumlah individu betina yang akan
dihasilkan oleh setiap imago betina di dalam populasi. Menurut Price (1997) laju
pertambahan instrinsik (r) merupakan laju pertambahan populasi dengan sumber
daya yang tidak terbatas. Rataan lama generasi (T) merupakan rataan waktu yang
dibutuhkan sejak nimfa diletakkan hingga imago betina menghasilkan separuh
keturunannya. Populasi berlipat ganda (DT) merupakan waktu yang dibutuhkan
untuk berlipat ganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Persebaran Kutudaun Akar Padi di Daerah Jawa Barat
Pengambilan sampel kutudaun akar padi dilakukan di beberapa kabupaten
Jawa Barat. Terdapat dua jenis kutudaun yang ditemukan pada penelitian ini yaitu
R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis.
Kutudaun R. rufiabdominalis ditemukan di Kabupaten Bandung (Kec
Pangalengan), Bogor (Kec. Tenjolaya, Ciampea, Kemang, Cibungbulang,
Dramaga, Leuwiliang), Cianjur (Kec. Cipanas, Bocong Picung), Cirebon (Kec.
Palimanan), Garut (Kec. Limbangan, Malangbong, Samarang), Kerawang (Kec.
Purwasari), Sukabumi (Kec. Sukamulya) dan Tasikmalaya (Kec. Gunung Cupu,
Cikangere, Samarang). Kutudaun tersebut ditemukan pada ketinggian tempat
antara 12 sampai 1438 mdpl (Tabel 1). R. rufiabdominalis merupakan serangga
kosmopolitan pada daerah tropis khususnya di Indonesia (Hill 1971), selain itu
daya tahan R. rufiabdominalis terhadap musim dan cekaman lingkungan juga
merupakan salah satu penyebab ditemukannya spesies ini pada semua lokasi
pengamatan (Shepard et al.1995).
Tabel 1 Jumlah total kutudaun yang ditemukan pada masing-masing kabupaten
Lokasi
Bandung
Bogor
Cianjur
Cirebon

Spesies Kutudaun
R.
T.
rufiabdominalis nigriabdominalis
+
+
+
+
+
+
+

Garut

+

+

Kerawang
Sukabumi
Tasikmalaya

+
+
+

+
+

Varietas padi
Ciherang
Ciherang, IR-64
Ciherang
Ciherang
Ciherang,
Rojolele,
Cisadane
Ciherang
Ciherang
Ciherang, IR-64

Ketinggian
tempat
(mdpl)
1438
262-633
292-921
12
600
145
1029
388

Kutudaun R. rufiabdominalis ditemukan pada padi Varietas Ciherang, IR64, Cisadane dan Rojolele. Jumlah koloni terbanyak ditemukan pada bagian
pangkal akar sekitar 1 sampai 5 cm dari permukaan tanah. Koloni yang terbentuk
terdiri dari imago dan nimfa. Pada akar yang kedalamannya 6 sampai 10 cm
jumlah koloni yang ditemukan lebih sedikit dan di dalam koloni ini ditemukan
musuh alami yakni Staphylinidae. Hal ini sama dengan yang dilaporkan Dixon
(1985) yang menyatakan bahwa musuh alami menyebabkan kutudaun dimangsa
sebelum sempat melahirkan anak atau anak yang dilahirkan dimangsa sebelum
dewasa.
Kutudaun T. nigriabdominalis ditemukan di Kabupaten Bogor (Kec.
Nanggung, Leuwisadeng, Leuwiliang, Pamijahan, Cigudeg, Jasinga, Ciomas),
Cianjur (Kec. Cimenteng, Karang Tengah, Mande, Sukaluyu, Cugenang, Cikalong
Kulon, Ciranjang, Sukamantri, Cipanas), Cirebon (Kec. Palimanan), Garut (Kec.

11
Limabangan) dan Kerawang (Kec. Purwasari). Kutudaun tersebut ditemukan pada
ketinggian tempat antara 12 sampai 600 mdpl (Tabel 1). Kutudaun T.
nigriabdominalis ditemukan pada padi varietas Ciherang, IR-64, Cisadane dan
Rojolele.
Ketinggian di atas 1300 mdpl yaitu di Pangalengan, T. nigriabdominalis
tidak ditemukan sedangkan R. rufiabdominalis ditemukan, pada daerah dataran
rendah, yaitu di Cirebon (12 mdpl) kedua kutudaun ini ditemukan. Hal ini dapat
membuktikan bahwa pada tempat dengan ketinggian rendah kutudaun di akar padi
dapat berkembangbiak dan melakukan penyebaran. Hill (1971) menyatakan
bahwa suhu merupakan pembatas bagi persebaran kutudaun. Semakin tinggi suatu
tempat maka suhu pada tempat tersebut akan semakin rendah, maka dapat
diasumsikan bahwa T. nigriabdominalis tidak dapat berkembangbiak pada daerah
yang memiliki suhu rendah, sedang R. rufiabdominalis masih dapat berkembang
biak pada suhu rendah.
a

a

b

Gambar 4 Gejala yang ditimbulkan oleh kutudaun di akar, a) batang kerdil dan daun
kekuningan; b) koloni kutudaun T. nigriabdominalis

Kutudaun di akar padi menyerang perakaran yang fungsinya untuk
menyerap unsur hara yang akan diolah dan dijadikan sumber makanan bagi
tanaman. Serangan yang dilakukan oleh kutudaun akan menimbulkan dampak
bagi tanaman padi. Menurut Shepard et al. (1995), kutudaun yang menyerang akar
padi menimbulkan gejala kekuningan pada daun padi. Gejala ini timbul apabila
populasi kutudaun mencapai puncaknya, sedangkan populasi kutudaun yang
ditemukan pada masing-masing tempat pengamatan tidak terlalu banyak, sehingga
gejala yang terlihat tidak terlalu signifikan hanya sedikit kekuningan pada batang
dan terdapat beberapa tanaman yang terlihat seperti kerdil. Menurut Patack dan
Khan (1994), kutudaun di akar umumnya menyebabkan kerusakan berupa
perubahan warna dan pertumbuhan tanaman padi yang terganggu (Gambar 4).
Identifikasi Kutudaun
Identifikasi spesies dilakukan untuk memastikan jenis kutudaun yang
digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil identifikasi kutudaun yang
ditemukan pada akar padi merupakan spesies R. rufiabdominalis dan T.
nigriabdominalis (Gambar 5).
Kalshoven (1950) melaporkan bahwa kutudaun yang menyerang akar padi
adalah Byrsocrypta hirsuta Bak yang ditemukan di pulau Jawa. Rahmah (2013)

12
menemukan kutudaun akar padi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan setelah di
identifikasi ternyata spesies tersebut adalah spesies T. nigriabdominalis. Secara
morfologi kutudaun ini menunjukan kesamaan dengan yang dilaporkan oleh
Kalshoven.
a

0.5 mm

b

0.5 mm

Gambar 5 Morfologi kutudaun akar padi: (a) R. rufiabdominalis, (b) T. nigriabdominalis

Blackman dan Eastop (2000) juga melaporkan bahwa terdapat beberapa
kutudaun akar padi, dua diantaranya adalah R. rufiabdominalis dan T.
nigriabdominalis. Spesies R. rufiabdominalis sampai saat ini belum pernah
dilaporkan ditemukan pada akar padi di Indonesia.
Imago R. rufiabdominalis dicirikan dengan imago pada bagian toraks
berwarna hijau gelap. Abdomen berwarna hijau kecoklatan dengan panjang tubuh
1.7 mm. Bentuk tubuh bulat sedikit memanjang. Antena panjang dengan lima ruas
(Gambar 6c), antena dari ruas 3 sampai 5 berambut, terdapat rambut halus pada
tubuhnya, sifunkuli berbentuk seperti tabung (Gambar 6b), kauda berbentuk
kerucut (Gambar 6a), rostrum panjang (Gambar 6d), tarsus dengan 4 ruas.

0.2 mm

Gambar 6 Karakter morfologi dari R. rufiabominalis: (a) bentuk kauda;
(b) sifunkuli; (c) ruas antena; (d) rostrum

13
Imago T. nigriabdominalis dicirikan dengan imago berwarna jingga
(orange) sampai coklat kekuningan dengan ukuran tubuh 1.8 mm dengan bentuk
tubuh bulat. Antena pendek (Gambar 7c), antena ruas ketiga memiliki rambut
sebanyak 10 helai. Bagian abdomen terdapat rambut-rambut halus. Sifunkuli
pendek berbentuk seperti pori atau kerucut (Gambar 7f). Kauda berbentuk bulat
dan berambut 2-5 helai (Gambar 7b). Tarsi satu ruas (Gambar 7d) dan memiliki
rostrum yang pendek dan berambut (Gambar 7e).

0.1 mm

Gambar 7 Karakter morfologi dari T. nigriabdominalis, (a) bentuk kepala;
(b) kauda; (c) ruas antena; (d) tarsus; (e) rostrum; (f) sifunkuli

Biologi R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis
Hasil analisis nilai rataan biologi R. rufiabdominalis berbeda dengan T.
nigriabdominalis. Spesies T. nigriabdominalis mengalami perkembangan lebih
lama dari pada spesies R. rufiabdominalis (Tabel 2). Siklus hidup R.
rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis berturut-turut adalah 4.98 hari dan 5.25
hari. Perbedaan siklus hidup serangga menurut Morgan et al. (2001), dipengaruhi
oleh spesies serangga, suhu, tanaman inang, serta metode perbanyakan serangga
yang digunakan.
Tabel 2 Biologi R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis di akar padi
Parameter

Rataan ± SE (hari)
R. rufiabdominalis

T. nigriabdominalis

Instar 1

1.76 ± 0.07

3.00 ± 0.17

Instar 2

1.03 ± 0.58

1.93 ± 0.13

Instar 3

1.20 ± 0.05

1.93 ± 0.15

Instar 4

0.98 ± 0.02

1.60 ± 0.17

Siklus hidup

4.98 ± 0.09

5.25 ± 0.93

Praoviposisi

0.15 ± 0.05

0.32 ± 0.09

Lama hidup imago

15.94 ± 0.99

18.11 ± 1.54

Keperidian

67.44 ± 4.72 individu

11.11 ± 2.71 individu

14
Lama hidup merupakan selang waktu sejak imago pertama kali muncul
hingga imago tersebut mati. Setiap organisme mempunyai variasi jangka hidup
yang terbatas. Rata-rata lama hidup imago R. rufiabdominalis dan T.
nigriabdominalis berturut-turut adalah 15.94 hari dan 18.11 hari. Lama hidup T.
nigriabdominalis lebih panjang dari R. rufiabdominalis tetapi R. rufiabdominalis
memiliki keperidian yang lebih tinggi dari T. nigriabdominalis.
Lamanya perkembangan siklus hidup T. nigriabdominalis secara tidak
langsung akan berpengaruh terhadap waktu reproduksinya. Semakin lama waktu
yang diperlukan untuk mencapai fase imago, maka semakin lama pula waktu
untuk bereproduksi. Kozlowski (1992) menyebutkan bahwa tertundanya waktu
reproduksi akan berdampak terhadap peningkatan mortalitas sebelum
bereproduksi, penurunan masa reproduksi, penurunan output reproduksi dan
waktu generasi menjadi lebih lama.
Waktu praoviposisi kedua kutudaun ini berbeda, R. rufiabdominalis lebih
cepat dibandingkan T. nigriabdominalis. Cepatnya waktu praoviposisi akan
berpengaruh pada banyaknya jumlah keperidian karena penundaan masa
praoviposisi akan mengakibatkan proses tertundanya imago untuk melahirkan
nimfa. Salah satu faktor eksternal yang mepengaruhi adalah terpenuhinya nutrisi
kutudaun. Kuo et al. (2006) melaporkan bahwa nutrisi yang diserap oleh T.
nigriabdominalis yang rendah, termasuk nitrogen dapat menyebabkan
keperidiannya menurun.
Keperidian kutudaun dihitung dari banyaknya nimfa yang dilahirkan oleh
setiap imago selama hidupnya. Semakin banyak nimfa yang dilahirkan imago
maka semakin tinggi nilai keperidian. Banyaknya nimfa yang dilahirkan imago
memperlihatkan tingkat kesesuaian individu tersebut pada tanaman inangnya.
Rataan keperidian imago R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis berturutturut adalah 67.44 nimfa dan 11.11 nimfa (Tabel 2). Keperidian imago R.
rufiabdominalis lebih tinggi dari keperidian imago T. nigriabdominalis. Menurut
Kuswanto dan Budi (2007), menyatakan bahwa meningkatnya jumlah nimfa yang
dilahirkan oleh imago kutudaun dapat meningkatkan populasinya secara cepat,
terutama dipengaruhi oleh faktor makanan yang tidak terbatas. Selain faktor
makanan, menurut Subagyo dan Hidayat (2014), meningkatnya keperidian juga
dipengaruhi oleh suhu.
Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi biologi kutudaun ini adalah
suhu, nutrisi tanaman, umur inang, struktur permukaan inang dan komposisi kimia
yang ada pada tanaman (Weathersbee dan Hardee 1994). Selain faktor eksternal,
faktor internal juga memberikan pengaruh terhadap biologi kutudaun. Cara
adaptasi serangga tersebut terhadap lingkungan sekitar menjadi faktor penting
dalam laju siklus hidupnya (Razmjou et al. 2006).
Neraca Kehidupan R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis
Nilai rataan jumlah nimfa yang dilahirkan oleh imago R. rufiabdominalis
berbeda dengan imago T. nigriabdominalis (Gambar 8). Nilai rataan keperidian
harian tertinggi pada R. rufiabdominalis adalah 7 nimfa, tetapi untuk T.
nigriabdominalis adalah 3.2 nimfa. Puncak keperidian R. rufiabdominalis
sebanyak 5 kali, sedangkan pada T. nigriabdominalis 3 kali. R. rufiabdominalis
tidak lagi menghasilkan nimfa pada umur 33 hari dan T. nigriabdominalis pada
umur 22 hari.

15
Tipe bertahan hidup R. rufiabdominalis menunjukan kurva tipe II dan T.
nigriabdominalis menunjukkan kurva tipe III. Menurut Price (1997), kurva tipe I
adalah kematian populasi organisme yang rendah pada umur muda dan dalam
jumlah besar pada umur tua, tipe II adalah kematian populasi suatu individu yang
konstan dan tipe III adalah tingginya kematian populasi suatu individu yang
terjadi saat umur muda.

b b

Umur (Hari)

Gambar 8 Peluang hidup (lx) dan rataan keperidian harian (mx) pada:
(a) R. rufiabdominalis, (b) T. nigriabdominalis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter neraca kehidupan yang
diukur dari kedua kutudaun tersebut berbeda (Tabel 3). Laju reproduksi R.
rufiabdominalis lebih tinggi dari pada T. nigriabdominalis. Hal ini dikarenakan
nilai berlipat ganda (DT) R. rufiabdominalis lebih singkat daripada T.
nigriabdominalis. Waktu yang dibutukan untuk populasi berlipat ganda pada R.
rufiabdominalis adalah 1.51 hari sedangkan pada T. nigriabdominalis 4.33 hari.
Nilai DT yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya laju reproduksi kotor
(GRR) dan nilai reproduksi bersih (R0). Menurut Birch (1948), nilai populasi

Rataan keperidian harian (mx)

Peluang hidup (lx)

Rataan keperidian harian (mx)

a

16
berlipat ganda yang tinggi pada suatu individu dapat menyebabkan penurunan
sumber daya lingkungan dan mempengaruhi nilai laju pertambahan intrinsik (r).
Tabel 3 Neraca Kehidupan R. rufiabdominalis dan T. nigriabdominalis
Satuan
Parameter
R. rufiabdominalis
T. nigriabdominalis
GRR
110.56
22.67
Individu/generasi
R0
062.18
05.18
Individu/induk/generasi
r
000.46
00.14
IiIndividu/induk/hari
T
008.93
11.85
Hari
DT
001.50
04.99
Hari
Keterangan: (GRR) Laju reproduksi kotor, (R0) laju reproduksi bersih, (r) laju pertambahan
instrinsik, (T) rataan lama generasi, (DT) waktu populasi berlipat ganda

Nilai rataan lama generasi (T) diartikan sebagai rataan waktu yang
dibutuhkan sejak nimfa diletakkan hingga imago betina menghasilkan separuh
keturunannya. Nilai rataan lama generasi pada R. rufiabdominalis dan T.
nigriabdominalis berturut-turut adalah 8.93 hari dan 11.85 hari.
Nilai GRR (laju reproduksi kotor) R. rufiabdominalis lebih besar dari T.
nigriabdominalis. Nilai GRR dan R0 yang tinggi pada R. rufiabdominalis
memperlihatkan tingkat kesesuaian hidup terhadap tanaman inang. Nilai R0 (laju
reproduksi bersih) pada R. rufiabdominalis menunjukkan bahwa generasi
berikutnya akan meningkat sebanyak 62.18 kali dari generasi sebelumnya,
sedangkan nilai R0 pada T. nigriabdominalis hanya meningkat sebanyak 5.18 kali.
Laju pertambahan intrinsik merupakan kapasitas suatu populasi untuk
peningkatan. Nilai yang diperoleh ditentukan oleh berbagai aspek yang
berhubungan dengan sejarah kehidupan organisme, yaitu kematian, kelahiran dan
waktu perkembangan (Kurniawan 2007). Nilai r T. nigriabdominalis lebih rendah
daripada R. rufiabdominalis. Nilai r pada T. nigriabdominalis berkisar antara 0.14
nimfa per hari, sedangkan pada R. rufiabdominalis 0.46 nimfa per hari. Siklus
hidup yang panjang pada T. nigriabdominalis menyebabkan laju pertambahan
intrinsiknya menjadi rendah (Tabel 3).
Tingginya nilai r ini disebabkan oleh tingginya keperidian dan rendahnya
mortalitas pada pradewasa dan dewasa. Akan tetapi menurut Birch (1948), nilai
laju pertambahan intrinsik (r) yang tinggi pada suatu spesies tidak selalu diartikan
sebagai tingkat keberhasilan dalam suatu habitat. Hal tersebut berdasarkan adanya
proses seleksi dari spesies tersebut agar nilai r-nya menjadi relatif tinggi sehingga
mampu berkompetisi dengan spesies lain. Laju pertambahan intrinsik dapat
digunakan untuk memprediksi pertumbuhan populasi serangga dalam jangka
waktu yang panjang. Laju pertambahan intrinsik yang rendah dapat diartikan
bahwa populasi suatu organisme memiliki sedikit kemungkinan untuk terus
tumbuh.
Biologi R. rufiabdominalis pada Daun, Batang dan Akar Padi
Kutudaun R. rufiabdominalis merupakan kutudaun di akar padi, tetapi pada
penelitian ini dicoba dibiakkan pada daun, batang dan akar padi untuk melihat
kecocokan dan ketahanan hidup. Pada daun padi R. rufiabdominalis tidak bisa
diamati biologinya secara keseluruhan karena pada daun padi R. rufiabdominalis
tidak bisa menyelesaikan siklus hidupnya. Kutudaun R. rufiabdominalis tidak bisa

17
bertahan hidup di daun padi dikarenakan daun padi sedikit lebih keras sehingga
instar satu tidak bisa menusukan stilet pada daun padi.
Menurut Hsieh (1970); Kindler et al. (2004); Zilahi et al. (2005), kutudaun
di akar ini dapat bertahan hidup di wadah pemeliharaan dengan pakan akar dan
batang tanaman. Ada beberapa kutudaun yang memang hidup pada daun, seperti
Rhopalosiphum maidis pada jagung (Carena dan Glogoza 2004); Macrosiphum
rosae pada daun mawar (Kmiek 2007), Macrospihum euphorbiae pada daun
tomat (Hummel et al. 2004), Myzus persicae pada daun tanaman kentang atau dari
famili Solanaceae (Musa et al. 2004; Troncoso et al. 2005). Penelitian kutudaun
di akar yang dibiakkan pada daun sampai saat ini belum dilakukan, sehingga pada
penelitian ini dilakukan pemeliharaan dengan menggunakan daun padi sebagai
pakan, namun tidak ada kutudaun yang berhasil menyelesaikan siklus hidupnya.
Hasil rataan biologi R. rufiabdominalis di akar dan batang tidak jauh
berbeda (Tabel 4). Siklus hidup R. rufiabdominalis di akar dan batang berturutturut adalah 5.40 hari dan 5.50 hari. Pada batang padi serangga ini akan masuk ke
dalam lipatan batang, karena dalam lipatan batang kondisi pakannya lebih lunak.
Salah satu kunci perkembangan hidup yang cepat bagi serangga herbivora adalah
kecocokan inangnya (Awmack dan Leather 2002). Semakin tidak cocok inang
yang diberikan kepada serangga herbivora, akan berdampak pada penurunan
populasi dan penurunan kualitas hidupnya (Legrand & Barbosa 2000).
Tabel 4 Biologi R. rufiabdominalis di batang dan akar daun padi
Rataan ± SE (Hari)
Variabel

Akar

Batang

Instar 1

1.33 ± 0.13

1.33 ± 0.13

Instar 2

1.20 ± 0.31

1.13 ± 0.13

Instar 3

1.80 ± 0.46

1.00 ± 0.13

Instar 4

2.07 ± 0.96

1.00 ± 0.13

Siklus hidup

5.40 ± 0.10

5.50 ± 0.25

Praoviposisi

1.00 ± 0.00

1.00 ± 0.01

Lama hidup imago

7.50 ± 0.96

1.75 ± 0.21

Keperidian

40.07 ± 1.75 individu

7.33 ± 0.72 individu

Kutudaun lebih suka dengan permukaan tanaman yang tidak terlalu keras
karena serangga ini memakan bagian floem tanaman dengan menggunakan
stiletnya (Kindler et al. 2004). Akar tanaman memiliki bagian yang lebih lunak
dibandingan dengan bagian lainnya, sehingga banyak kutudaun jenis ini yang
menyerang pada bagian tersebut (Emden dan Bashford 1969; Weathersbee dan
Hardee 1994). Menurut Hsieh (1970), ketika kondisi lahan dalam keadaan kering
kutudaun ini dapat terlihat bergerombol berada pada akar tanaman padi,
sedangkan ketika kondisi lahan dalam keadaan basah atau tergenang air dan
populasi kutudaun tinggi, maka kutudaun ini dapat berpindah untuk menghisap
atau makan pada bagian batang.
Praoviposisi R. rufiabdominalis di batang dan di akar tidak berbeda. Lama
hidup R. rufiabdominalis berbeda antara yang di akar dengan yang di batang.
Lama hidup R. rufiabdominalis di batang 1.75 hari dan lama hidup R.
rufiabdominalis di akar 7.50 hari. Lama hidup R. rufiabdominalis di batang lebih

18
pendek dari pada di akar karena kura