Manajemen Lanskap Riparian Sebagai Strategi Pengendalian Ruang Terbuka Biru Pada Sungai Ciliwung

MANAJEMEN LANSKAP RIPARIAN SEBAGAI STRATEGI
PENGENDALIAN RUANG TERBUKA BIRU
PADA SUNGAI CILIWUNG

TRI UTOMO ZELAN NOVIANDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

PERNYATAAN MENGENAI USULAN PENELITIAN DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Manajemen Lanskap
Riparian sebagai Strategi Pengendalian Ruang Terbuka Biru pada Sungai
Ciliwung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016
Tri Utomo Zelan Noviandi
NIM A451130051

ii

RINGKASAN
TRI UTOMO ZELAN NOVIANDI. Manajemen Lanskap Riparian sebagai
Strategi Pengendalian Ruang Terbuka Biru pada Sungai Ciliwung. Dibimbing
oleh HADI SUSILO ARIFIN dan KASWANTO.
Sungai Ciliwung merupakan sungai yang memiliki hulu di Kabupaten
Bogor, mengalir melalui beberapa kota seperti Bogor, Depok, dan Jakarta, hingga
akhirnya bermuara di Teluk Jakarta. Sungai ini menghadapi masalah perubahan
penutupan lahan berupa okupasi lahan terbangun pada riparian sungainya,
danakhirnya dapat memperparah dampak banjir di hilir. Sebagai zona transisi
ekosistem terestrial dan akuatik, zona riparian yang terokupasi lahan terbangun

akan kehilangan fungsi ekologisnya, terutama fungsi konservasi dari
kenanekaragaman hayati, retensi air dan resapan air.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan konsep manajemen
lanskap riparian pada Sungai Ciliwung sebagai upaya untuk mengendalikan banjir
di hilir. Riparian Sungai Ciliwung dibagi ke dalam tiga segmen, yaitu segmen
hulu, tengah dan hilir. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu
perbandingan standar lebar riparian untuk mendapatkan lebar ideal riparian,
analisis karakteristik lanskap riparian, Analytical Hierarcy Process (AHP), dan
pendekatan konsep restorasi sungai untuk mendapatkan konsep manajemen
lanskap riparian yang sesuai pada Sungai Ciliwung.
Lebar ideal riparian hasil analisis adalah 50 m untuk riparian wilayah
perkotaan dan 100 m untuk riparian di luar wilayah perkotaan. Analisis
karakteristik lanskap riparian menunjukkan bahwa 40.7% zona riparian Sungai
Ciliwung telah terokupasi oleh lahan terbangun. Okupasi lahan terbangun terbesar
ditemukan pada segmen hilir. Indeks Sinuositas Sungai Ciliwung menunjukkan
angka 1.24 (sinuous) pada segmen hulu, 1.88 (meandering) pada segmen tengah
dan 1.62 (meandering) pada segmen hilir. Prioritas fungsi lanskap riparian Sungai
Ciliwung adalah untuk manajemen sumber daya air. Sedangkan fungsi pada
masing-masing segmen yaitu (1) fungsi konservasi biodiversitas pada segmen
hulu, (2) fungsi produksi pada segmen tengah, dan (3) fungsi estetika lanskap

pada segmen hilir. Konsep manajemen lanskap riparian pada segmen hulu
diarahkan untuk resapan air dengan rencana penambahan Ruang Terbuka Biru
(RTB) berupa kolam retensi. Sedangkan, konsep manajemen lanskap riparian
pada segmen tengah dan hilir diarahkan untuk retensi atau tampungan air dengan
rencana penambahan Ruang Terbuka Biru (RTB) berupa cekungan tepi sungai.
Kata kunci:
Analytical Hierarchy Process, estetika lanskap, konservasi biodiversitas, lanskap
produksi, manajemen sumber daya air, riparian sungai

SUMMARY
TRI UTOMO ZELAN NOVIANDI. Riparian Landscape Management as Blue
Open Space Control Strategy in Ciliwung River. Supervised by HADI SUSILO
ARIFIN and KASWANTO.
Ciliwung River flows from Bogor District to the capital city of Jakarta. It’s
facing problems of land cover changes, such as settlement occupation in riparian
zones. This phenomenon caused disasters like annual flooding in Jakarta. As
transitional ecosystems between terrestrial and aquatic ecosystems, riparian zones
that were transformed into settlement will lose its ecological functions, such as
biodiversity conservation, water catchment and water retention.
The purpose of this research is to develop riparian landscape management

in Ciliwung River as an effort to control floods. Ciliwung River riparian is divided
into three segments, that is the upstream, the midstream, and the downstream.
Methods used were comparing standards to get the ideal riparian width of
Ciliwung River, analyzing riparian landscape characteristic, Analytical Hierarcy
Process (AHP), and approaches the concept of river restoration to arrange riparian
lansdscape management of Ciliwung River.
The ideal riparian of Ciliwung riparian are 50 m in urban areas and 100 m
in outside of urban areas. Riparian landscape analysis showed almost 40.7% of
riparian zones in Ciliwung River had occupied by settlement. The largest of
settlement occupation occur in the downstream. Sinuosity Index (SI) of Ciliwung
River are 1.24 (sinuous) in the upstream, 1.88 (meandering) in the midstream, and
1.62 (meandering) in the downstream. Priority function of Ciliwung River riparian
obtained from AHP in water resources management. While the function in each
segment are biodiversity concervation in the upstream, production in the
midstream, and landscape aesthetic in the downstream. Riparian landscape
management in the upstream directed to water catchment (riparian forest) with
addition of water retention pond. While, riparian landscape management in the
midstream and downstream directed to water retention or water basin with
addition of riverside pond.
Keywords:

Analytical Hierarchy Process, biodiversity concervation, landscape aesthetic,
productive landscape, river riparian, water resources management

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MANAJEMEN LANSKAP RIPARIAN SEBAGAI STRATEGI
PENGENDALIAN RUANG TERBUKA BIRU
PADA SUNGAI CILIWUNG

TRI UTOMO ZELAN NOVIANDI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

vi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Yuli Suharnoto, MEng

ii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian ini adalah sungai, dengan judul Manajemen Lanskap Riparian sebagai
Strategi Pengendalian Ruang Terbuka Biru pada Sungai Ciliwung. Hasil utama
dari penelitian ini adalah konsep manajemen lanskap riparian yang sesuai untuk
diterapkan pada sempadan Sungai Ciliwung. Penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian RTH-RTB BOPTN yang berjudul “Analisis Ketersediaan Green Water
dan Blue Water dalam Manajemen Lanskap yang Berkelanjutan di Daerah Aliran
Sungai Ciliwung”, kerja sama dengan Future Cities Lab. ETH Singapore. Selain
itu, penelitian ini juga merupakan bagian dari penelitian Water Sensitive Cities,
kerja sama antara Institut Pertanian Bogor dan Monash University, The
Australian-Indonesia Centre (AIC).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr Ir Hadi Susilo Arifin, MS
dan Dr Kaswanto, SP, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran
dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama
pengumpulan data dan penyusunan karya ilmiah. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Hasil penelitian ini akan diharapkan bermanfaat bagi pemerintah dan
masyarakat yang dilalui Sungai Ciliwung maupun sungai lain yang memiliki
permasalahan seperti Sungai Ciliwung, dalam menerapkan bentuk manajemen

lanskap riparian sungainya. Dengan menerapkan bentuk manajemen lanskap
riparian yang tepat, sungai sebagai badan air yang memiliki jasa lingkungan yang
penting akan tetap terjaga dan bencana banjir pun dapat dikendalikan.

Bogor, Mei 2016
Tri Utomo Zelan Noviandi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xv


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Riparian Sungai
Lebar Riparian Sungai Berdasarkan Studi Literatur
Penentuan Lebar Riparian Berdasarkan Morfologi Melintang
dan Hidraulik Banjir Sungai
Pengelolaan Riparian Sungai untuk Pengendalian Banjir


5
5
6

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Jenis dan Sumber Data
Metode Penelitian
Analisis Lebar dan Karakteristik Lanskap Riparian
Sungai Ciliwung
Analisis Fungsi dan Pemanfaatan Lanskap Riparian
Sungai Ciliwung
Penyusunan Manajemen Lanskap Riparian Sungai Ciliwung

13
13
15
15

15

20
23

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Situasional Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung
Topografi dan Iklim
Hidrogeologi
Jenis Tanah dan Geomorfologi
Penggunaan Lahan
Analisis Lanskap Riparian Sungai Ciliwung
Penentuan Lebar Riparian Sungai Ciliwung
Riparian Sungai Ciliwung Segmen Hulu
Riparian Sungai Ciliwung Segmen Tengah
Riparian Sungai Ciliwung Segmen Hilir
Hasil Analisis Lanskap Riparian Sungai Ciliwung

24
24
24
26
27
28
31
31
32
34
38
40

7
9

18

iv

Analisis Fungsi dan Pemanfaatan Lanskap Riparian Sungai Ciliwung
Hasil AHP Pakar Teknik Sipil dan Sumber daya Air
Hasil AHP Pakar Sosial dan Pengelolaan Lanskap Riparian
Berbasis Masyarakat
Hasil AHP Pakar Daerah Aliran Sungai (DAS)
Hasil AHP Tergabung (Combined Synthesis)
Analisis Sensitivitas Fungsi Lanskap Riparian Sungai Ciliwung
Penentuan Fungsi dan Pemanfaatan Lanskap Riparian
Sungai Ciliwung
Manajemen Lanskap Riparian Sungai Ciliwung
Manajemen Riparian Sungai Ciliwung Segmen Hulu
Manajemen Riparian Sungai Ciliwung Segmen Tengah
Manajemen Riparian Sungai Ciliwung Segmen Hilir
Estimasi Jumlah Penambahan Ruang Terbuka Biru
Estimasi Volume Air Penambahan Ruang Terbuka Biru
Strategi Pembebasan Lahan untuk Aplikasi Konsep Manajemen
Lanskap Riparian pada Sungai Ciliwung

41
41
42
42
43
46
46
48
51
54
58
62
63
64

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

66
66
66

DAFTAR PUSTAKA

67

LAMPIRAN

71

RIWAYAT HIDUP

93

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Standar lebar riparian atau sempadan sungai di Indonesia
Standar lebar riparian sungai berdasarkan kajian dari berbagai literatur
Hasil kajian lebar riparian sungai tidak bertanggul
Pembagian segmen lokasi penelitian
Alat penelititan
Matriks tujuan penelitian, data, sumber data, metode dan keluaran atau
hasil dari penelitian
Perbandingan standar lebar riparian dari berbagai literatur
Daftar responden pakar untuk pengisian kuesioner AHP
Kelas kemiringan lereng dan luasannya di DAS Ciliwung
Geologi dan luasannya di DAS Ciliwung
Jenis tanah dan luasannya di DAS Ciliwung
Penggunaan lahan dan luasannya di DAS Ciliwung
Penentuan lebar riparian Sungai Ciliwung
Analisis penutupan lahan riparian Sungai Ciliwung segmen hulu
Analisis penutupan lahan riparian Sungai Ciliwung segmen tengah
Analisis penutupan lahan riparian Sungai Ciliwung segmen hilir
Penutupan lahan tergabung riparian Sungai Ciliwung
Ringkasan pembobotan prioritas fungsi dan sub-fungsi lanskap riparian
pada Sungai Ciliwung
Prioritas fungsi lanskap riparian Sungai Ciliwung per segmen
Prioritas pemanfaatan lanskap riparian Sungai Ciliwung per segmen
Konsep manajemen lanskap riparian Sungai Ciliwung per segmen
Estimasi jumlah penambahan RTB pada riparian Sungai Ciliwung
Estimasi volume penambahan RTB pada riparian Sungai Ciliwung

6
7
9
13
15
16
18
21
25
27
27
29
32
34
37
39
40
45
47
48
50
61
62

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kerangka pikir penelitian
Ilustrasi zona riparian sungai
Pembagian zona riparian sungai
Penanaman di riparian sungai
Riparian sungai sebelum pelebaran (kiri) dan setelah pelebaran (kanan)
Konsep eco-engineering
Konsep inisiasi meander
Konsep river side polder
Lokasi penelitian lanskap riparian pada Sungai Ciliwung
Tahapan penelititan
Contoh klasifikasi penutupan lahan terbangun dan non-terbangun pada
riparian Sungai Ciliwung

4
5
8
10
11
11
12
12
14
17
19

vi

12 Kegiatan observasi lapang riparian Sungai Ciliwung (kiri) dan
penelusuran sungai dengan perahu karet (kanan)
13 Penghitungan nilai sinuositas sungai
14 Rancangan struktur AHP
15 Skema penyusunan manajemen lanskap riparian
16 Peta kelas kemiringan lereng DAS Ciliwung
17 Peta curah hujan DAS Ciliwung
18 Peta jenis tanah DAS Ciliwung
19 Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung
20 Analisis penentuan lebar riparian Sungai Ciliwung
21 Lahan produksi berupa sawah (kiri) dan perkebunan (kanan) pada
riparian Sungai Ciliwung segmen hulu
22 Vegetasi alami berupa hutan (kiri) dan semak belukar (kanan) pada
riparian Sungai Ciliwung segmen hulu
23 Lahan terbangun berupa permukiman (kiri) dan restoran tepi sungai
(kanan) pada riparian Sungai Ciliwung segmen hulu
24 Vegetasi alami berupa jajaran bambu di Kelurahan Waringin Jaya (kiri)
dan semak belukar di Kelurahan Karadenan (kanan) pada riparian
Sungai Ciliwung segmen tengah
25 Kebun campuran di Kelurahan Kedung Halang (kiri), Kelurahan
Sukahati (kanan atas) dan Kelurahan Tirtajaya (kanan bawah) pada
riparian Sungai Ciliwung segmen tengah
26 Pemanfaatan riparian dalam bentuk keramba di Kota Bogor
27 Lahan terbangun berupa permukiman di Kelurahan Sempur, Bogor
(kiri) dan Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Depok (kanan) pada
riparian Sungai Ciliwung segmen tengah
28 Longsor pada riparian Sungai Ciliwung Kelurahan Sempur
29 Lahan terbangun di Kelurahan Bukit Duri (kiri) dan Kelurahan
Kampung Melayu (kanan) pada riparian Sungai Ciliwung segmen hilir
30 Vegetasi riparian di Kelurahan Bukit Duri (kiri) dan Kelurahan
Kampung Melayu (kanan) pada riparian Sungai Ciliwung segmen hilir
31 Sintesis prioritas segmen (atas) serta fungsi lanskap riparian (bawah)
menurut pakar teknik sipil dan sumber daya air
32 Sintesis prioritas segmen (atas) serta fungsi lanskap riparian (bawah)
menurut pakar sosial dan pengelolaan lanskap riparian berbasis masyarakat
33 Sintesis prioritas segmen (atas) serta fungsi lanskap riparian (bawah)
menurut pakar Daerah Aliran Sungai (DAS)
34 Sintesis prioritas segmen berdasarkan hasil kombinasi AHP
35 Prioritas fungsi lanskap riparian Sungai Ciliwung berdasarkan hasil
kombinasi ketiga pakar
36 Diagram pohon prioritas fungsi lanskap riparian Sungai Ciliwung
37 Grafik sensitivitas prioritas fungsi lanskap riparian terhadap setiap
segmen Sungai Ciliwung
38 Konsep lanskap riparian berkelanjutan
39 Contoh rencana lanskap riparian Sungai Ciliwung segmen hulu
40 Potongan AA’ konsep manajemen lanskap riparian Sungai Ciliwung
segmen hulu
41 Konsep piramida makanan pada ekosistem sungai

19
20
22
23
24
26
28
30
31
32
33
33

34

35
35

36
36
38
39
41
42
43
43
44
44
46
49
51
52
54

42 Inisiasi meander dan cekungan tepi sungai (riverside pond)
43 Contoh rencana lanskap riparian Sungai Ciliwung segmen tengah
44 Potongan AA’ konsep manajemen lanskap riparian Sungai Ciliwung
segmen tengah
45 Contoh rencana lanskap riparian Sungai Ciliwung segmen hilir
46 Potongan AA’ konsep manajemen lanskap riparian Sungai Ciliwung
segmen hilir
47 Potongan konsep kanal sisi sungai pada Sungai Ciliwung; alternatif 1
(atas) dan alternatif 2 (bawah)
48 Strategi aplikasi konsep manajemen lanskap riparian Sungai Ciliwung

55
56
57
59
60
61
64

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Koefisien run off
Jenis tumbuhan pada riparian Sungai Ciliwung
Format kuisioner Analytical Hierarchy Process (AHP)
Koordinat penambahan RTB

71
72
76
86

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai Ciliwung merupakan sungai yang memiliki hulu di Kabupaten
Bogor, mengalir melalui beberapa kota seperti Bogor, Depok, dan Jakarta, hingga
akhirnya bermuara di Teluk Jakarta. Sungai ini memiliki panjang kurang lebih
117 km dengan kedalaman rata-rata kurang dari 4 m. Sebagai sungai yang melalui
ibukota, Sungai Ciliwung kerap kali dijadikan “kambing hitam” penyebab
terjadinya bencana banjir di Jakarta. Hal ini disebabkan karena pada musim hujan
debit Sungai Ciliwung meluap hingga dapat membanjiri beberapa kawasan dan
jalan di Ibukota Jakarta.
Bencana banjir sebenarnya terjadi akibat berkurangnya daerah yang
memiliki fungsi ekologis sebagai resapan air (water catchment) dan tampungan
air (water basin). Fungsi resapan air dapat dicapai dengan adanya Ruang Terbuka
Hijau (RTH), salah satunya dapat berupa riparian sungai (Schultz et al. 2000;
Pusey dan Arthington 2003; Bertoldi et al. 2011; Stevaux et al. 2013). Riparian
merupakan zona transisi antara ekosistem daratan dengan akuatik (Naiman et al.
2005; Arroyo et al. 2010; Clerici et al. 2014), yang dalam hal ini diartikan sebagai
kawasan sempadan sungai. Riparian sungai memberikan fungsi ekologis antara
lain, sebagai sumber air (mata air) dan nutrisi, penyaring polutan dan zat beracun,
dan sebagai habitat vegetasi dan satwa (Naiman et al. 1993; Naiman dan Decamps
1997; Sabo et al. 2005; Negussie et al. 2011; Izydorczyk et al. 2013). Fungsi
tampungan air, dapat dicapai dengan adanya Ruang Terbuka Biru (RTB). Menurut
Arifin (2014), RTB merupakan cekungan-cekungan yang berpotensi sebagai
tempat menampung atau mengalirkan air, seperti danau, waduk, kolam, atau
bahkan sungai itu sendiri. Akan tetapi, RTH dalam bentuk sempadan sungai
maupun RTB dalam bentuk badan-badan air, luasannya semakin berkurang akibat
aktivitas pembangunan (BBWSCC 2012).
Pesatnya pembangunan yang mengokupasi kawasan riparian telah
menyebabkan fungsi ekologis kawasan tersebut berkurang (Sliva dan Williams
2001; Li et al. 2009). Dalam Peraturan Menteri PUPR No. 28 Tahun 2015 dan
Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2011, pemerintah telah menetapkan bahwa
sempadan sungai merupakan kawasan lindung yang seharusnya bebas dari
aktivitas pembangunan. Akan tetapi, peraturan yang sudah ada tersebut seolah
diabaikan dan pembangunan tetap terjadi pada kawasan sempadan Sungai
Ciliwung. Isu mengenai perubahan tutupan lahan akibat pembangunan merupakan
faktor utama terjadinya degradasi lingkungan (DeFries et al. 2004). Pembangunan
ini dapat menutup tanah dan menghancurkan formasi vegetasi riparian. Akibatnya,
daya retensi air semakin berkurang sehingga volume air limpasan menuju hilir
akan semakin besar dan dapat memperparah dampak banjir (Barbosa et al. 2012).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi
volume luapan air limpasan penyebab banjir. Salah satunya adalah upaya relokasi
masyarakat yang tinggal di sempadan sungai guna mengembalikan fungsi
sempadan sungai sebagai kawasan resapan air. Akan tetapi, berbagai
permasalahan masih saja timbul, yaitu sulitnya upaya relokasi masyarakat yang
tinggal di kawasan sempadan sungai. Masyarakat yang tidak bersedia direlokasi
memiliki alasan bahwa tanah yang mereka tempati memiliki sertifikat. Selain itu,

2

dekatnya tempat tinggal mereka terhadap lokasi untuk mencari nafkah juga
menjadi alasan retorik yang selalu diutarakan untuk mempertahankan tempat
tinggal ilegal ini.
Upaya untuk mengurangi dampak banjir juga sudah dilakukan pemerintah
dengan teknik normalisasi Sungai Ciliwung. Teknik normalisasi bertujuan untuk
memperkuat sempadan sungai dengan pembetonan dan diharapkan dapat
mengalirkan air lebih cepat sehingga tidak membanjiri suatu kawasan. Akan
tetapi, teknik ini sebenarnya justru dapat memperparah banjir di hilir, karena
dengan pembetonan, daya retensi air pada sempadan sungai akan berkurang dan
aliran debit menuju ke hilir akan semakin cepat. Akibatnya, banjir di kawasan
hilir akan semakin cepat terjadi dengan volume banjir yang lebih besar.
Selain relokasi dan normalisasi, salah satu upaya yang akan dilakukan
pemerintah dalam mengendalikan bencana banjir ini adalah dengan merencanakan
pembuatan Waduk Ciawi. Waduk ini direncanakan dibangun dengan luas 107 ha
dan dapat menampung 11.8 juta m3 air dari DAS Ciliwung (jakarta.go.id 2014).
Akan tetapi, dalam realisasinya, pembangunan waduk ini menghadapi kendala
yaitu besarnya dana yang diperlukan mencapai 3.1 triliun rupiah, terdiri dari dana
untuk pembebasan lahan sebesar 1.2 triliun rupiah, dan dana untuk pembangunan
fisik waduk sebesar 1.9 triliun rupiah. Selain dana yang besar, permasalahan
lingkungan juga tidak lepas dari aktivitas pembangunan waduk tersebut.
Perubahan tutupan lahan yang sebelumnya merupakan ekosistem terestrial
menjadi badan air akan banyak merendam vegetasi dan menimbulkan
pembusukan. Hal ini dapat meningkatkan jumlah CO2 dan gas metan (CH4) yang
merupakan salah satu gas penyebab efek rumah kaca (Karyono 2010). Selain itu,
biodiversitas akan banyak berkurang akibat adanya perubahan ekosistem di
kawasan pembangunan waduk baru. Interupsi ekologi seperti migrasi ikan (fish
migration) dan sedimen yang lebih besar pada hilir sungai juga dapat terjadi
akibat pembangunan waduk.
Meninjau dari permasalahan yang terjadi pada riparian Sungai Ciliwung,
alternatif tindakan yang bertujuan untuk melindungi kawasan riparian ini sebagai
kawasan resapan air sangat diperlukan. Beberapa bentuk strategi yang dapat
diterapkan pada riparian atau sempadan Sungai Ciliwung yaitu restorasi kawasan
sempadan sungai ataupun dengan rekayasa sempadan sungai yang bertujuan untuk
mengkonservasi kawasan sempadan sungai. Dengan mengupayakan konservasi
kawasan sempadan yang sudah dipadati oleh permukiman menjadi bentuk-bentuk
riparian yang lebih berwawasan lingkungan, air limpasan penyebab banjir
diharapkan dapat direduksi.
Untuk mencapai tujuan yaitu manajemen lanskap riparian yang sesuai
pada Sungai Ciliwung, beberapa pendekatan perlu dilakukan. Analisis lebar
riparian dan karakteristik lanskap riparian secara spasial perlu dilakukan untuk
mengetahui kondisi umum riparian Sungai Ciliwung. Penentuan bentuk fungsi
dan pemanfaatan lanskap riparian dilakukan dengan pendekatan kepada berbagai
stakeholder dan pakar terkait Sungai Ciliwung meggunakan metode wawancara
dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Pendekatan terakhir yang digunakan
dalam penyusunan manajemen lanskap riparian adalah konsep restorasi sungai
atau naturalisasi sungai. Konsep restorasi sungai bertujuan untuk mengembalikan
sungai dan zona riparian pada kondisi alami hingga perlindungan pasca restorasi
(Helfield et al. 2012; Stella et al. 2013; Xia et al. 2014).

3

Perumusan Masalah
Sungai Ciliwung, sebagai salah satu bentuk Ruang Terbuka Biru (RTB)
yang bersifat lotik (dinamis), memiliki kawasan riparian yang berfungsi sebagai
penyangga bagi badan air sungai itu sendiri dan retensi terhadap air limpasan
menuju hilir. Akan tetapi, kondisi riparian Sungai Ciliwung saat ini cukup
memprihatinkan. Okupasi lahan terbangun pada kawasan riparian menjadikan
riparian atau sempadan Sungai Ciliwung tidak lagi dapat meresapkan air secara
optimal. Badan air sungai pun semakin menyempit dan air hujan tidak lagi dapat
meresap optimal ke dalam tanah. Hal ini menyebabkan semakin besarnya air
limpasan yang terakumulasi pada debit sungai. Tidak heran, jika pada musim
hujan, air Sungai Ciliwung meluap dan kerap dijadikan “kambing hitam” dari
banjir yang terjadi di Jakarta.
Meninjau dari permasalahan kawasan riparian atau sempadan Sungai
Ciliwung yang terjadi, manajemen terhadap kawasan riparian menjadi salah satu
strategi yang penting untuk mengendalikan banjir di hilir. Oleh karena itu, kajian
untuk menyusun manajemen lanskap riparian diperlukan guna memberikan solusi
terbaik bagi keberlanjutan lingkungan dan kehidupan manusia. Berdasarkan hal
tersebut, berikut merupakan pertanyaan yang dihadapi dalam penyusunan
manajemen lanskap riparian sebagai strategi pengendalian ruang terbuka biru pada
Sungai Ciliwung.
1. Bagamaina standar lebar sempadan atau riparian dan penutupan lahan
terbangun pada riparian Sungai Ciliwung?
2. Bagaimana fungsi dan pemanfaatan lanskap riparian yang sesuai diterapkan
pada setiap kawasan yang dilalui Sungai Ciliwung?
3. Bagaimana manajemen lanskap riparian yang sesuai untuk diterapkan pada
Sungai Ciliwung?

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menyusun manajemen
lanskap riparian sebagai strategi pengendalian Ruang Terbuka Biru (RTB) pada
Sungai Ciliwung. Sementara tujuan khusus penelitian ini yaitu:
1. Menganalisis lebar dan karakteristik lanskap riparian Sungai Ciliwung.
2. Menganalisis alternatif fungsi dan pemanfaatan lanskap riparian yang sesuai
untuk diterapkan pada setiap segmen Sungai Ciliwung.
3. Menyusun konsep manajemen lanskap riparian yang sesuai pada Sungai
Ciliwung dalam bentuk model gambar.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian berupa konsep manajemen lanskap riparian diharapkan
dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah serta masyarakat yang dilalui Sungai
Ciliwung maupun sungai-sungai lain dengan karakteristik yang tidak jauh berbeda
dengan Sungai Ciliwung, untuk dapat mengelola riparian sungainya. Dengan
menerapkan konsep ini, diharapkan fungsi ekologis riparian tetap terjaga sehingga
dapat mengurangi dampak banjir.

4

Ruang Lingkup Penelitian
Batasan penelitian meliputi lingkup area wilayah penelitian dan lingkup
bahasan penelitian yang akan dikaji. Lingkup area wilayah penelitian adalah
riparian Sungai Ciliwung. Lebar riparian yang digunakan sesuai dengan regulasi
Peraturan Mentri (Permen) PUPR No 28 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia (PPRI) No 38 Tahun 2011, serta analisis dan kajian literatur
lain mengenai penentuan standar lebar riparian sungai.
Lingkup bahasan penelitian ini didasari pada fenomena okupasi
permukiman yang terus berkembang tanpa memperhatikan aspek lingkungan.
Salah satu lahan yang telah terokupasi adalah kawasan riparian. Okupasi
permukiman pada kawasan riparian akan berimbas pada menurunnya daya resap
air ke dalam tanah, dan pada akhirnya akan meningkatkan debit air limpasan.
Berbagai upaya untuk menanggulangi luapan air limpasan penyebab banjir dirasa
belum cukup efektif. Oleh karena itu, analisis terhadap lebar riparian, karakteristik
lanskap riparian, fungsi serta pemanfaatan lanskap riparian perlu dilakukan guna
menyusun konsep manajemen lanskap riparian Sungai Ciliwung sebagai salah
satu strategi untuk mengendalikan banjir di ibukota (Gambar 1).
Alih Fungsi Lahan di Sempadan Sungai Ciliwung
akibat Okupasi Lahan Permukiman

Berkurangnya Luas RTH

Berkurangnya Luas RTB

Resapan air berkurang

Tampungan air berkurang

Bencana Banjir di Ibukota Jakarta
Permasalahan

Berbagai macam cara untuk mengendalikan banjir

Analisis lebar riparian dan
penutupan lahan riparian

Analisis bentuk pemanfaatan
lanskap riparian

Analisis konsep restorasi sungai pada riparian Sungai Ciliwung

Analisis yang
akan dilakukan

Konsep Manajemen Lanskap Riparian Sungai Ciliwung

Fungsi lanskap
riparian

Rencana lanskap
riparian per segmen

Pemanfaatan
lanskap riparian

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Produk
Penelitian

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Riparian Sungai
Riparian berasal dari bahasa latin “riparius” yang berarti “daerah milik tepi
sungai” (Naiman dan Decamps 1997). Riparian merupakan ekosistem yang berada
di tepi sungai atau badan air lainnya yang dipengaruhi oleh banjir periodik.
Riparian juga dapat diartikan sebagai zona transisi ekositem (ecotones), yaitu
transisi ekosistem akuatik dari sungai dan ekosistem terestrial (Gambar 2) yang
kondisi biotik dan abiotiknya dipengaruhi oleh aliran air permukaan dan hidrologi
di bawah permukaan (Verry et al. 2004). Sebagai zona transisi antara sungai dan
daratannya, area ini mendukung tumbuhnya vegetasi yang lebih beragam (Elmore
1992; Osborne dan Kovacic 1993).

Peak flow

Gambar 2 Ilustrasi zona riparian sungai
Riparian pada umumnya diisi oleh kombinasi atau formasi tanaman dari
penutup tanah, semak hingga pohon. Formasi yang paling dekat dengan badan air
sungai diisi oleh semak atau tanaman rendah lain yang toleran terhadap genangan
air. Hal ini disebabkan pada saat musim hujan, tinggi muka air akan naik dan
menggenangi bantaran atau daerah dataran banjir. Riparian memiliki fungsi
ekologis yaitu menjaga kualitas air sungai, mengurangi akumulasi sedimentasi,
dan mencegah erosi (Dindaroglu et al. 2015). Selain itu, fungsi lain dari riparian
antara lain sebagai berikut (Schultz et al. 2000; Pusey dan Arthington 2003;
Bertoldi et al. 2011; Stevaux et al. 2013):
a. Memberikan naungan guna mengatur temperatur di sepanjang sungai.
b. Menyerap air sehingga dapat mereduksi volume air limpasan.
c. Menyimpan air dan mengisi ulang air tanah dalam.
d. Mereduksi zat-zat kimia yang dapat mencemari sungai.
e. Menyediakan habitat untuk bermacam-macam hewan dan tumbuhan baik
terestrial maupun akuatik.
Riparian sungai dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai bantaran
atau sempadan dari suatu sungai. Lebar sempadan sungai yang berlaku di

6

Indonesia telah diatur oleh pemerintah dan tertulis dalam Peraturan Menteri
(Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 28 Tahun 2015
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 38 Tahun 2011.
Standar sempadan sungai ini bervariasi, tergantung pada tipe sungai, daerah yang
dilalui oleh sungai, dan luas DAS serta kedalaman sungai tersebut (Tabel 1).
Tabel 1 Standar lebar riparian atau sempadan sungai di Indonesia
Tipe sungai

Luar wilayah perkotaan
Kriteria

Sungai bertanggul
(diukur dari kaki tanggul
sebelah luar)
Sungai tak bertanggul
(diukur dari tepi sungai)

-

Sungai besar
(luas DAS >
500 km²)
-

Sungai kecil
(luas DAS ≤
500 km²)
Sungai yang terpengaruh
pasang surut air laut (dari
tepi sungai)

-

Lebar riparian
5m

Dalam wilayah perkotaan
Kriteria
-

Lebar riparian
3m

100 m

Kedalaman
> 20 m

30 m

-

Kedalaman
3-20 m

15 m

50 m

Kedalaman
300
km²

100 m

DAS > 300
km²

75 m

L > 15 m
H > 15 m

50 m

50 < DAS
≤ 300 km²

75 m

50 < DAS
≤ 300 km²

50 m

3 < L ≤ 15 m
3 < H ≤ 15 m

25 m

DAS ≤ 50
km²

50 m

DAS ≤ 50
km²

30 m

L ≤3m
H ≤3m

10 m

Sumber: Maryono (2009)

Pengelolaan Riparian Sungai untuk Pengendalian Banjir
Permasalahan banjir, khususnya banjir di Ibukota Jakarta, merupakan
bencana yang rutin datang terutama pada saat musim hujan. Banjir dapat terjadi
karena beberapa faktor, antara lain; (1) curah hujan yang berlebih, (2) luapan air
dari sungai atau waduk, (3) gelombang pasang air laut, ataupun (4) kombinasi dari
beberapa faktor (Meesuk et al. 2015). Bencana banjir ini merupakan salah satu
indikator kerusakan lingkungan (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011; Rafiq dan
Blasch 2012; Albano et al. 2014). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah
untuk mengendalikan bencana banjir ini, salah satunya yaitu dengan melakukan
perbaikan dan pengelolaan terhadap sungai.
Konsep pengelolaan sungai yang saat ini diterapkan di Indonesia masih
berkiblat pada konsep konvensional atau konsep hidraulik murni yang
mengupayakan agar air dibuang secepat-cepatnya menuju hilir. Beberapa upaya
yang telah dilakukan dengan konsep hidraulik murni ini adalah normalisasi
sungai, sudetan, pelurusan hingga pengerasan tebing sungai dengan beton. Akan
tetapi, konsep hidraulik murni ini justru dapat memperparah dampak banjir. Air
tidak lagi dapat ditahan secara maksimal oleh riparian sungai, arus air pun
semakin cepat dan akhirnya terkumulasi menjadi banjir di hilir.
Kesadaran akan buruknya dampak yang ditimbulkan dari konsep hidraulik
murni, memunculkan konsep baru dalam pengelolaan sungai, yaitu restorasi
sungai. Konsep restorasi sungai ini merupakan upaya untuk memperbaiki sungai
dengan mengembalikan sungai pada kondisi alaminya. Upaya restorasi sungai ini

10

tercetus karena masyarakat, khususnya di Eropa, mulai menyadari bahwa rekayasa
hidraulik murni terhadap sungai hanya berdampak pada makin memburuknya
kualitas lingkungan. Konsep restorasi sungai juga dikenal dengan istilah lain
seperti revitalisasi sungai, renovasi sungai dan renaturalisasi sungai. Restorasi
sungai bertujuan untuk mengembalikan sungai dan zona ripariannya pada kondisi
alami, meliputi kegiatan perlindungan sampai pemulihan ekologi pada kawasan
yang sudah terganggu oleh kegiatan yang bersifat antropogenik (Helfield et al.
2012; Stella et al. 2013; Xia et al. 2014). Upaya restorasi ini harus
mempertimbangkan berbagai hal seperti keberlanjutan lingkungan, keuntungan
yang dapat diperoleh masyarakat serta kemudahan dalam penerapannya (Valero et
al. 2014). Secara khusus, kesuksesan dalam kegiatan restorasi riparian sungai
dapat dilihat dari status ekologi dan potensi ekologi yang baik (Morandi et al.
2014). Konsep restorasi riparian sungai ini dilakukan dengan dengan pendekatan
ekologi dan hidraulik, yang dikenal dengan konsep eko-hidraulik.
Konsep eko-hidraulik merupakan konsep integral dalam pengelolaan
sungai yang mempertimbangkan aspek ekologi dan hidrolika secara sinergis
(Maryono 2014). Konsep ini memandang sungai sebagai suatu kesatuan ekosistem
dengan komponen biotik dan abiotik di dalamnya yang saling terhubung.
Penerapan konsep ini dapat dilakukan pada riparian atau sempadan sungai itu
sendiri. Beberapa penerapan konsep eko-hidraulik pada riparian sungai misalnya:
1. Penanaman kembali (revegatation) kawasan riparian sungai
Penanaman pada riparian dilakukan dengan menggunakan tanaman lokal
yang sesuai atau sudah ada sebelumnya pada kawasan riparian (Gambar
4). Penggunaan tanaman lokal sangat diutamakan karena sangat sesuai
dengan lingkungan riparian sebagai habitatnya. Tumbuhan pada riparian
dapat memperkuat lereng sehingga bahaya longsor dapat dikurangi.

Gambar 4 Penanaman di riparian sungai (anglingforconservation.org)
2. Pelebaran bantaran banjir (flood plain)
Pelebaran bantaran banjir atau riparian sungai bertujuan untuk menambah
ruang retensi air air ketika debit tinggi (Gambar 5). Daerah bantaran banjir
(flood plain) yang telah berubah menjadi lahan pertanian atau dibuat talud,

11

dapat direnaturalisasi dengan membuka kembali talud (tanggul) yang ada
dan menggantinya dengan vegetasi atau tumbuhan alami riparian.

Gambar 5 Riparian sungai sebelum pelebaran (kiri) dan setelah pelebaran
(kanan) (wiki.reformrivers.eu)
3. Pembuatan eco-engineering pada tebing sungai
Konsep eco-engineering merupakan konsep yang bertujuan untuk
memperkuat tebing sungai dari ancaman erosi dengan menggunakan
material alami. Beberapa alternatif material yang dapat digunakan seperti
batang pohon, ranting, formasi batu kali (Gambar 6), ataupun ikatan
batang pohon dan ranting yang dikombinasikan dengan batu dan tanah.
Penggunaan material alami akan lebih ramah lingkungan sehingga tidak
merusak ekosistem pada riparian.

Tumbuhan riparian
sebagai zona penyangga
ekosistem sungai

Penguatan tebing sungai
dengan formasi batu dan
tumbuhan

Gambar 6 Konsep eco-engineering (Ebeling 2014)

12

4. Inisiasi pembentukan meander sungai
Konsep pembentukan kelokan sungai atau meander ditujukan pada sungaisungai yang telah mengalami pelurusan atau normalisasi. Teknik ini dapat
dilakukan dengan penanaman tumbuhan riparian atau peletakan struktur
(seperti bronjong) secara berselang-seling (Gambar 7), sehingga aliran air
sungai akan mengalir secara berkelok kembali. Dengan mengembalikan
bentuk sungai yang berkelok-kelok, daya retensi terhadap air akan
meningkat sehingga kecepatan air limpasan menuju hilir dapat dikurangi.

Gambar 7 Konsep inisiasi meander (Maryono 2014)
5. Pembuatan river side polder
Pembuatan river side polder ini diawali dengan memperlebar bantaran
sungai. Polder atau cekungan yang dapat menampung air dapat dibuat
pada bantaran yang telah diperlebar (Gambar 8). Cekungan ini dapat terisi
oleh air sehingga arus air dapat ditahan dan tidak mengalir begitu saja
menuju hilir. Selain itu, polder ini juga berfungsi sebagai penampung air,
sehingga pada fluktuasi debit air pada musim kemarau dan musim hujan
tidak terlalu signifikan.

Polder
Polder

Gambar 8 Konsep river side polder (Maryono 2014)

13

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada riparian atau sempadan Sungai Ciliwung dari
bulan April sampai dengan bulan September 2015. Riparian Sungai Ciliwung
yang diteliti adalah riparian sungai utama sepanjang 106.75 km, dari total panjang
Sungai Ciliwung kurang lebih 117 km. Panjang 106.75 km ini diambil dari Desa
Tugu Utara di hulu dimana okupasi lahan mulai terlihat. Sedangkan sisanya
sepanjang 10.25 km masih merupakan hutan dengan topografi yang curam.
Riparian Sungai Ciliwung dibagi ke dalam tiga segmen berdasarkan toposkuens
DAS Ciliwung, yaitu segmen hulu, tengah dan hilir (Tabel 4 dan Gambar 9).
Lebar riparian dalam penelitian ditentukan berdasarkan analisis berbagai literatur
dan jurnal, serta regulasi mengenai garis sempadan sungai yang berlaku di
Indonesia (Permen PUPR No 28 Tahun 2015 dan PPRI No 38 Tahun 2011).
Tabel 4 Pembagian segmen lokasi penelitian
Segmen/
bagian

Batas desa/
kelurahan

Koordinat

Panjang
sungai

Jarak dua
lembah sungai

Hulu

Tugu Utara

6º 41' 20.88" LS

16.74 km

13.41 km

67.52 km

35.83 km

22.49 km

13.83 km

106º 57' 55.34" BT
Katulampa

6º 37' 28.22" LS
106º 50' 13.95" BT

Tengah

Katulampa

6º 37' 28.22" LS
106º 50' 13.95" BT

Rawajati

6º 15' 27.33" LS
106º 51' 36.1" BT

Hilir

Rawajati

6º 15' 27.33" LS
106º 51' 36.1" BT

Ancol

6º 7' 12.55" LS
106º 49' 42.17" BT

Riparian Sungai Ciliwung segmen hulu dibatasi dari Desa Tugu Utara di
Kecamatan Cisarua sampai Bendung Katulampa di Kota Bogor yang merupakan
perbatasan antara DAS Ciliwung hulu dan tengah. Riparian yang diteliti melintasi
wilayah luar perkotaan di Kabupaten Bogor dan wilayah dalam perkotaan di Kota
Bogor. Panjang sungai pada segmen ini 16.74 km dengan jarak antara kedua
lembah sungai, yaitu 13.41 km.
Riparian Sungai Ciliwung segmen tengah dibatasi dari Kelurahan
Katulampa sampai Kelurahan Rawajati yang merupakan perbatasan antara DAS
Ciliwung tengah dan hilir. Riparian yang diteliti melintasi wilayah luar perkotaan
di Kabupaten Bogor dan wilayah dalam perkotaan seperti di Kota Bogor, Kota
Depok dan Ibukota Jakarta. Panjang sungai pada segmen ini 67.52 km dengan
jarak antara kedua lembah sungai, yaitu 35.83 km.

14

Riparian Sungai Ciliwung segmen hilir dibatasi dari Kelurahan Rawajati
di Jakarta Selatan sampai Kelurahan Ancol di Jakarta Utara yang merupakan
muara Sungai Ciliwung di Teluk Jakarta. Riparian yang diteliti melintasi wilayah
dalam perkotaan, yaitu Ibukota Jakarta. Panjang sungai pada segmen ini 22.49 km
dengan jarak antara kedua lembah sungai, yaitu 13.83 km.

Gambar 9 Lokasi penelitian lanskap riparian pada Sungai Ciliwung

15

Alat dan Bahan
Penelitian untuk menentukan konsep manajemen lanskap riparian yang
sesuai pada Sungai Ciliwung mengunakan peralatan berupa perangkat keras dan
perangkat lunak. Peralatan tersebut meliputi kamera digital, perekam suara,
perahu karet, Global Positioning System (GPS), alat tulis, software AutoCAD
2007, Microsoft Word 2010, Microsoft Excel 2010, Adobe Photoshop CS4, dan
Expert Choice 11 (Tabel 5).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner, peta
DAS Ciliwung dan Citra Satelit Landsat serta citra yang didapat dari sumber lain
seperti wikimapia dan Google Earth. Selain itu, data pendukung dari berbagai
sumber dan laporan terdahulu juga menjadi referensi dan pertimbangan dalam
melakukan penelitian ini.
Tabel 5 Alat penelititan
Alat penelitian

Fungsi

Hardware

Perahu karet
Kamera Digital
Perekam suara
Global Positioning System

Observasi lapang.
Dokumentasi observasi lapang.
Merekam suara saat wawancara.
Mendapatkan titik koordinat
sampel riparian Sungai Ciliwung

Software

AutoCAD 2007, Microsoft Word 2010,
Microsoft Excel 2010, Adobe Photoshop
CS4, dan Expert Choice 11

Analisis penutupan lahan
terbangun dan non-terbangun pada
riparian Sungai Ciliwung

Jenis dan Sumber Data
Jenis data penelitian yang dibutuhkan terdiri dari data yang didapat secara
langsung melalui observasi lapang dan data yang didapatkan dari penelusuran
literatur serta dari lembaga atau instansi yang terkait dengan Sungai Ciliwung.
Data yang dibutuhkan dikelompokkan berdasarkan tujuan penelitian dan diperinci
berdasarkan tujuan penelitian, jenis data, sumber, metode atau analisis data, dan
hasil masing-masing atau keluaran yang diharapkan (Tabel 6).
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan terdiri atas tiga tahapan yaitu; (1)
penentuan lebar riparian serta analisis karakteristik lanskap riparian Sungai
Ciliwung; (2) analisis fungsi dan pemanfaatan lanskap riparian Sungai Ciliwung;
dan (3) penyusunan konsep manajemen lanskap riparian yang sesuai pada setiap
segmen riparian Sungai Ciliwung. Tahap pertama dan kedua dapat dilakukan
secara bersamaan, terutama pada kegiatan observasi lapang yang dapat dilakukan
bersamaan dengan pengumpulan data kuesioner dari pakar. Selanjutnya, hasil dari
tahap 1 dan 2 akan digunakan untuk penyusunan konsep manajemen lanskap
riparian di tahap ketiga (Gambar 10).

16

Tabel 6 Matriks tujuan penelitian, data, sumber data, metode dan keluaran atau
hasil dari penelitian
Tujuan
penelitian

Data

Sumber

Metode

Keluaran

Analisis lebar
riparian dan
karakteristik
lanskap
riparian
Sungai
Ciliwung

Lebar riparian untuk
pengendalian banjir

Literatur dan
jurnal

Perbandingan
standar lebar
riparian

Regulasi standar Garis
Sempadan Sungai (GSS)

PUPR No 28
Tahun 2015 dan
PPRI No 38
Tahun 2011

Penentuan
lebar
riparian
Sungai
Ciliwung

Lebar riparian
berdasarkan morfologi
dan hidraulik banjir

Maryono (2009)

Citra Landsat (geotiff)

LAPAN

Citra DAS Ciliwung

Wikimapia dan
Google Earth

Biofisik lanskap riparian
Sungai Ciliwung

Observasi
lapang

Peta Topografi dan curah
hujan DAS Ciliwung

BPDAS
CitarumCiliwung

Analisis
spasial
terhadap citra
dan analisis
deskriptif
terhadap data
pendukung

Kondisi
umum, serta
luas dan
persentase
penutupan
lahan
terbangun
dan nonterbangun
pada
riparian
Sungai
Ciliwung

Analitycal
Hierarchy
Process
(AHP)

Prioritas
fungsi dan
pemanfaatan
lanskap
riparian
Sungai
Ciliwung

Analisis
konsep
restorasi
sungai
dengan
pendekatan
teknik ecoengineering
untuk Sungai
Ciliwung

Konsep
Manajemen
Lanskap
Riparian
pada Sungai
Ciliwung

Peta Jenis Tanah DAS
Ciliwung
Peta Penggunaan Lahan
DAS Ciliwung
Data debit air (m³/detik)

BBWSCC

Data curah hujan
(mm/tahun)
Analisis fungsi
dan
pemanfaatan
lanskap
riparian
Sungai
Ciliwung

Hasil pengisian
kuesioner AHP
Wawancara

Pakar Teknik Sipil
dan Manajemen
Sumber Daya Air
Pakar Sosial dan
Manajemen
Riparian berbasis
Masyarakat
Pakar Daerah
Aliran Sungai

Menyusun
konsep
manajemen
lanskap
riparian pada
Sungai
Ciliwung

Penentuan lebar riparian
Penutupan lahan riparian

Hasil analisis
tujuan 1

Fungsi dan pemanfaatan
lanskap riparian Sungai
Ciliwung

Hasil analisis
tujuan 2

Konsep restorasi sungai
dan teknik ecoengineering

Literatur dan
Jurnal Nasional
maupun
Internasional

17

Tahap 1

Tahap 2

Kajian lebar riparian dengan
studi literatur

Studi literatur mmengenai
fungsi dan pemanfaatan
lanskap riparian

Penentuan lebar riparian Sungai
Ciliwung sebagai batasan
penelitian

Analisis spasial
dengan citra satelit

Pembuatan kuisioner Analytical
Hierarchy Process (