BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya
kematangan, biasanya mulai dari usia 14 tahun pada pria dan usia 12 tahun pada wanita Mitra Inti Foundation, 2001. Pada masa pubertas atau masa transisi dari
dunia anak-anak ke dunia dewasa secara fisik ditandai dengan berbagai perubahan. Berbagai perubahan tersebut alamiah sifatnya, namun hal ini tidak diketahui oleh
remaja yang bersangkutan jika mereka tidak dijelaskan sesuai dengan nalar dan alam pikiran mereka. Ketidaktahuan tersebut berdampak pada kebingungan, kecemasan,
ketakutan, atau bahkan pemberontakan diri. Para remaja ini membutuhkan keyakinan khusus bahwa yang mereka alami adalah sesuatu yang alamiah dan perbedaan yang
terjadi antara dirinya dengan teman sebaya lainnya bukanlah suatu kekurangan atau kelainan Cerita Remaja Indonesia, 2001.
Berdasarkan hasil survei dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN terhadap 2.880 responden dengan usia 15–24 tahun di enam kota di Jawa
Barat Mei 2002 yang menunjukkan bahwa 39,65 responden pernah melakukan hubungan seksual pranikah Adiningsih, 2004. Penelitian lain dilakukan Annisa
Foundation AF, seperti dikutip Warta Kota diberitakan bahwa 42,3 pelajar SMP dan SMA di Cianjur telah melakukan hubungan seksual. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Juli sampai Desember 2006 terhadap 412 responden, yang berasal dari 13 SMP dan SMA negeri serta swasta. Menurut pengakuan mereka, hubungan seks itu
dilakukan suka sama suka, bahkan ada yang berganti-ganti pasangan dan hanya 9 dengan alasan ekonomi Republika Online, 2007b. Bila yang sudah pernah
melakukan hubungan seks saja sudah demikian banyak, bisa dibayangkan berapa banyak remaja yang sudah melakukan sentuhan ataupun ciuman. Hal ini sangat
memprihatinkan, kondisi seperti di atas tidak hanya terjadi di kota besar, namun sudah merambah ke kota sedang, kecil bahkan ke pedesaan. Di Malang Jawa Timur
1
misalnya, penelitian dr. Andik Wijaya, DMSH 2002 terhadap 202 remaja mendapatkan kenyataan bahwa hampir 15 di antaranya telah melakukan hubungan
seksual pranikah Adiningsih, 2004. Semakin meningkatnya perilaku seksual dan reproduksi di kalangan remaja
menyebabkan semakin rentannya remaja terpapar oleh berbagai macam permasalahan kesehatan reproduksi, sehingga mereka perlu mengetahui kesehatan
reproduksinya agar mendapatkan informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya Mitra Inti Foundation, 2001. Namun
pada dasarnya, mendapatkan informasi seks dan kesehatan reproduksi yang baik dan benar merupakan hak setiap anak di seluruh penjuru dunia. Terlebih karena rasa
ingin tahu anak tentang seks adalah hal yang wajar akibat konsekuensi dari perkembangannya. Rasa ingin tahu itu akan selalu muncul berulang-ulang selama
belum terpuaskan BKKBN, 2004. Orang yang paling tepat untuk menjawab keingintahuan anak-anak adalah
orang terdekat mereka, yaitu orang tua. Karena orang tua adalah orang yang seharusnya paling mengenal siapa anaknya, apa kebutuhannya dan bagaimana
memenuhinya. Selain itu, orang tua merupakan pendidik utama, pendidik yang pertama dan yang terakhir bagi anaknya BKKBN, 2004. Namun terkadang orang
tua enggan, karena merasa bahwa masalah itu bukan urusan mereka, cukup diserahkan pada guru dan sekolah, atau karena tidak tahu bagaimana cara memulai
atau menyampaikannya. Tetapi ada juga yang lebih tidak peduli lagi dengan berpendapat bahwa nantinya mereka akan tahu dengan sendirinya. Tidak pernah
terlintas bahwa anak-anak justru akan menjawab ketidaktahuan mereka dengan mencari sumber-sumber lain yang tidak bisa dipercaya, misalnya dari teman-teman
sebayanya yang juga tidak tahu apa-apa, dari majalah, televisi, bahkan dari internet Mitra Inti Foundation, 2005. Bahaya dari pengaruh tayangan televisi yang
menonjolkan pornografi dan pornoaksi, maraknya penjualan keping disk khusus dewasa serta kebebasan membuka situs pornografi di internet diduga semakin
`meledakkan` angka seks pra nikah yang dilakukan para remaja di Jawa Barat
BKKBN, 2007b. Walaupun tidak ada batasan bagaimana sebaiknya memberikan pendidikan seks kepada anak remaja, namun berbagai studi dan pendapat para ahli
memperlihatkan bahwa sifat keterbukaan, perhatian, cinta dan rasa persahabatan yang diberikan oleh orang tua kepada para remaja mampu membina pendidikan seks
dalam keluarga. Oleh karena itu, orang tua sangat berperan dalam menimbulkan nilai-nilai positif remaja perihal kehidupan seksual mereka, seperti bahaya PMS dan
HIVAIDS, hubungan seks bebas, kehamilan usia muda dan lain sebagainya Cerita Remaja Indonesia, 2001.
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa bukan remaja yang tidak ingin mendapatkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan seksual. Namun,
pemahaman yang salah menyangkut kesehatan reproduksi dan seksual telah membatasi remaja selama bertahun-tahun guna mendapatkan kesempatan untuk
menyiapkan masa depan dan melindungi reproduksi dan seksualnya lebih baik Cemara, 2006. Misalnya masih banyaknya pendapat, permasalahan seks itu tabu
untuk dibicarakan kepada mereka yang belum menikah, dengan pendidikan seks justru akan meningkatkan kasus-kasus seperti kehamilan di luar nikah, aborsi, dan
IMS termasuk HIVAIDS. Padahal berbicara seksual bukan sebatas intercourse tetapi banyak hal yang harus diketahui mulai dari organ kelamin, perihal kontrasepsi
atau KB, sampai dengan bagaimana seorang wanita melahirkan Suarta, 2002. Disinilah saatnya orang tua berperan, mengkomunikasikan apa yang baik,
mana yang boleh dan mana yang tidak Mitra Inti Foundation, 2005. Berkomunikasi berarti mendengarkan anak dengan penuh empati, mencoba mengerti rasa takut yang
dirasakan anak, mengerti problema mereka, mencari tahu pergaulan mereka, selalu siap membantu mereka pada saat yang diperlukan, dan mengatakan dengan tegas
mana nilai-nilai yang baik dan mana nilai yang tidak baik. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kepercayaan dan pengetahuan anak diperoleh dan dibentuk dari
apa yang diajarkan kepada mereka yang pertama kalinya diperoleh dari rumah. Selanjutnya pengetahuan inilah yang akan membekali mereka dalam melawan arus
masyarakat, pengaruh lingkungannya, pengaruh teman, bacaan, film atau bintang
idola mereka. Bila bekal yang didapatkan dari orang tua tidak cukup mampu melindungi anak dari tantangan, baik yang datang dari dalam diri maupun dari
lingkungan sekitar sehingga anak bisa bebas dari kesulitan dan keterikatan seumur hidup dari bahaya-bahaya kehidupan dunia luar. Semakin orang tua mengetahui
permasalahan yang dihadapi remaja maka akan semakin mudah memberikan penjelasan pada anak, salah satu bentuk cara pencegahan adalah berkomunikasi
dengan anak Hidayat, 2003. Para orang tua bisa memilih apakah akan tetap diam, mengulang kesalahan yang sama yang dilakukan orang tua zaman dulu yang tidak
mengkomunikasikan tentang seks dan reproduksi dengan alasan tabu untuk dibicarakan, atau segera merubah pikiran, bahwa pendidikan anak merupakan
tanggung jawab orang tua. Bahkan beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa anak-anak dari orang tua yang biasa berbicara tentang seks, lebih sedikit
mengalami permasalahan dibandingkan dengan anak-anak yang tidak pernah diajak berbicara atau diberikan informasi apapun oleh orang tua mereka Mitra Inti
Foundation, 2005. Saat ini, jumlah remaja Indonesia adalah 60 juta orang atau hampir 30 dari
seluruh penduduk Indonesia Republika Online, 2007a. Berdasarkan data Kabupaten Jember Menurut Angka Tahun 20062007, jumlah penduduk menurut kelompok
umur 15–19 tahun paling banyak yaitu di Kecamatan Sumbersari sebesar 10.978 jiwa BPS Kabupaten Jember, 2007b. Jumlah SMAN di wilayah Kecamatan Sumbersari
terdapat 2 sekolah yaitu SMAN 1 Jember dan SMAN 2 Jember, dengan murid berjumlah 1.810 siswa BPS Kabupaten Jember, 2007a.
Berdasarkan hasil penelitian 2006 yang telah dilakukan di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember diketahui bahwa dari 100 responden yang diambil
secara acak, responden yang menggunakan media elektronik terbanyak adalah remaja pada golongan umur 15–19 tahun yaitu sebanyak 41. Penelitian tersebut
juga menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan remaja tentang seksualitas cukup tinggi dengan persentase 68. Sikap terhadap seksualitas, sosial, nilai-nilai sosial
budaya dan moral sangat tinggi sebesar 73. Tindakan seksual yang dilakukan
remaja sebanyak 76 adalah tindakan seksual pasif, sedangkan pada tindakan seksual aktif sebanyak 24 Pratiwi, 2006. Bahkan hasil penelitian 2005 yang
telah dilakukan pada 180 responden siswa SMAN 1 Jember didapatkan sebanyak 100 memiliki tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang tinggi, 73,3
memiliki sikap kesehatan reproduksi yang positif dan 98,3 memiliki tindakan kesehatan reproduksi yang positif. Selain itu, penelitian tersebut juga menyebutkan
bahwa siswa SMAN 1 Jember lebih banyak mengakses sumber informasi non media yaitu teman dan guru, dibandingkan dengan sumber informasi media yaitu
televisiradio dan majalah Yuliasari, 2005. Oleh karena itu, peneliti bermaksud ingin mengadakan penelitian mengenai hubungan antara bentuk komunikasi
antarpribadi orang tua dan anak dengan pengetahuan, sikap dan praktek kesehatan reproduksi remaja pada siswa kelas XI SMAN di wilayah Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember tahun 2007.
1.2 Rumusan Masalah