Model Program Stokastik Untuk Persoalan Penugasan Armada Penerbangan

MODEL PROGRAM STOKASTIK UNTUK
PERSOALAN PENUGASAN ARMADA
PENERBANGAN

TESIS

Oleh
ALFRED HASIHOLAN SILALAHI
087021053/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

MODEL PROGRAM STOKASTIK UNTUK
PERSOALAN PENUGASAN ARMADA
PENERBANGAN


TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Oleh
ALFRED HASIHOLAN SILALAHI
087021053/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

Judul Tesis


: MODEL PROGRAM STOKASTIK UNTUK PERSOALAN PENUGASAN ARMADA PENERBANGAN
Nama Mahasiswa : Alfred Hasiholan Silalahi
Nomor Pokok
: 087021053
Program Studi
: Matematika

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc)
Ketua

(Dr. Sutarman, M.Sc)
Anggota

Ketua Program Studi

Dekan


(Prof. Dr. Herman Mawengkang)

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc)

Tanggal lulus: 17 Mei 2010

Universitas Sumatera Utara

Telah diuji pada
Tanggal 17 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc
Anggota : 1. Dr. Sutarman, M.Sc
2. Dr. Saib Suwilo, M.Sc
3. Drs. Sawaluddin, MIT

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
Armada perusahaan penerbangan biasanya mempunyai kelompok pesawat ganda,
yang masing-masing mempunyai rancangan cockpit dan persyaratan spesifik awak
pesawat. Setiap kelompok pesawat mempunyai tipe pesawat ganda yang mempunyai kapasitas yang berbeda-beda. Dengan jadwal penerbangan tertentu, model
penugasan armada berkenaan dengan penugasan pesawat ke leg-leg penerbangan
untuk memaksimalkan laba dengan mempertimbangkan rencana perjalanan yang
berdasarkan permintaan. Akan tetapi, karena managemen hasil terkait dengan
peraturan penjadwalan awak pesawat, terlebih, keputusan ini harus diambil sebelum keberangkatan saat permintaan pasar masih sedikit tidak pasti, walaupun
selanjutnya pada tahap kemudian, penugasan ulang tipe-tipe pesawat di dalam
kelompok tertentu bisa dilakukan saat ramalan permintaan meningkat, sambil
tetap mempertahankan jadwal awak pesawat. Dalam tesis ini, diajukan pendekatan mixed-integer programming stokastik dua-tahap di mana tahap pertama
hanya mengambil keputusan penugasan kelompok tingkat-lebih-tinggi, sementara
tahap kedua melaksanakan penugasan tingkat tipe berbasis-kelompok selanjutnya menurut perkiraan realisasi permintaan pasar. Hasil beberapa percobaan
numerik dipresentasikan untuk menunjukkan efikasi penggunaan model stokastik
dan bukan model deterministrik tradisional yang hanya mempertimbangkan perkiraan permintaan, dan untuk menunjukkan efisiensi algoritma yang diajukan
dibandingkan dengan menyelesaikan model dengan menggunakan ekuivalen deterministiknya.

Kata kunci: Armada Penerbangan, Program Stokastik, Determenistik.


i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
An airlines fleet typically contains multiple aircraft families, each having a specific cockpit design and crew requirement. Each aircraft family contains multiple
aircraft types having different capacities. Given a flight schedule network, the
fleet assignment model is concerned with assigning aircraft to flight legs to maximize profit with respect to captured itinerary based demand. However, because
of related yield management and crew scheduling regulations, in particular, this
decision needs to be made well in advance of departures when market demand is
still highly uncertain, although subsequently at preserving crew schedule. In this
paper, we proposed a two-stage stochastic mixed-integer programming approach in
which the first stage makes only higher-level family-assigment decision, while the
seconds stages performs subsequent family based type-level assignments according
to forecasted market demand realizations. Results of some numerical experiments
are presented to exhibit the efficacy of using the stochastic model as opposed to
the traditional deterministic model that considers only expected demand, and to
demonstrate the efficiency of the proposed algorithms as compared with solving the
model using its deterministics equivalent.

Keyword: Flight fleet, stochastic programming, deterministic


ii
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati dan penuh sukacita, penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala anugrah dan
berkat-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul : MODEL PROGRAM STOKASTIK UNTUK PERSOALAN PENUGASAN ARMADA PENERBANGAN. Tesis ini merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya
kepada :
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc selaku Direktur Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengikuti Program Studi Magister Matematika di FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan.
Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU dan Pembimbing Kedua yang
juga telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis dalam penulisan tesis
ini
Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku Ketua Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini.

Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Matematika
FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc selaku Pembimbing Utama yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam penulisan
tesis ini.
Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama
masa perkuliahan.
iii
Universitas Sumatera Utara

Saudari Misiani, S.Si selaku Staf Administrasi Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan
pelayanan yang baik kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
Seluruh rekan-rekan Mahasiswa pada Program Studi Magister Matematika
FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan moril dan
dorongan kepada penulis dalam penulisan
Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada orangtua dan mertua tercinta St. Maruli Silalahi, BA / Tiomina br Simanjuntak dan Sabam M. Rajagukguk / Asmida
br. Siregar yang telah mencurahkan kasih sayang dan dukungan kepada penulis,
terlebih pada isteri tersayang Delima Christin Rajagukguk, SE yang dengan
setia mendampingi dan membantu penulis selama mengikuti perkuliahan hingga sampai penulisan tesis ini. Terakhir, ucapan terimakasih kepada anak-anak
tersayang Gracia Monica Silalahi, Anasthasya Silalahi, dan Yehezkiel

Silalahi yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam
penulisan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik saran untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis
ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
Terimakasih.

Medan,
Penulis,
Alfred Hasiholan Silalahi

iv
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Alfred Hasiholan Silalahi dilahirkan di Batu V Pematangsiantar pada tanggal 31 Oktober 1969 dari pasangan Bapak St. Maruli Silalhi, BA & Ibu Tiomina
br. Simanjuntak dan merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara. Penulis
menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) HKBP Batu IV Pematangsiantar
tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama (SMP) HKBP Batu IV Pematangsiantar
tahun 1984, Sekolah Menengah Atas (SMA) PGRI 29 Perumnas Batu VI Pematangsiantar tahun 1987. Pada tahun 1987 memasuki Perguruan Tinggi Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar jurusan PMIPA Program Studi Matematika pada Jenjang Diploma III Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga

Kependidikan (P 3TK) dan lulus tahun 1990. Kemudian pada tahun 1990 penulis
melanjutkan perkuliahan ke jenjang Strata Satu (S-1) pada Universitas HKBP
Nommensen Pematangsiantar dan lulus tahun 1991.
Pada tahun 1990 1993, penulis menjadi guru honorer pada SMP HKBP
Batu IV Pematangsiantar. Kemudian pada tahun 1993 1995, penulis bekerja
sebagai Mechanic - A pada PT. Budi Bora Jaya Duri Riau. Pada tahun 1995
1997, penulis bekerja sebagai Lead Mechanic pada PT. Timbul Permata Jaya Duri
Riau. Pada tahun 1997 1999, penulis merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai
guru honorer pada SMP Negeri 70 Tanah Abang, SMK Negeri 9 Pinangsia Jakarta
Barat, SMK Corpotarin Jakarta Timur, SMK TIO Bekasi, dan part time sebagai
Debt Collector pada Astra Credit Company (ACC) Jakarta. Pada tahun 1998,
penulis mengikuti Test CPNS di Jakarta dan Lulus, kemudian pada tanggal 1
Maret 1998, penulis diangkat menjadi CPNS dan ditempatkan pada SLTP Negeri
1 Sabu Barat Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur, tetapi penulis baru
pergi ke NTT untuk melaksanakan tugas pada bulan Juli 1999 dan langsung
mendapat nota tugas sebagai guru pada SMA Negeri 1 Atambua Kabupaten Belu
NTT untuk mengatasi jumlah siswa pengungsi yang membludak akibat korban
jajak pendapat di Timor-Timur. Pada Tahun 2000, penulis pulang ke Medan
untuk menikah dengan isteri tercinta Delima Christin Rajagukguk, SE. Tuhan
mengaruniakan 2 anak perempuan bernama Gracia Monica Silalahi & Anasthasya

v
Universitas Sumatera Utara

Silalahi dan 1 anak laki-laki bernama Yehezkiel Silalahi.
Pada tahun 2004, penulis dan keluarga pindah ke Pematangsiantar dan mendapat tugas sebagai guru di SMA Negeri 2 Bandar Kabupaten Simalungun. Pada
tahun 2006 sekarang, penulis menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah Urusan
Kurikulum pada SMA Negeri 2 Bandar Kabupaten Simalungun. Selama melaksanakan tugas, penulis telah banyak mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi Guru baik pada tingkat kabupaten maupun provinsi. Pada tahun 2008, penulis mendapat beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk melanjutkan pendidikan pada Program
Studi Magister Matematika SPs Universitas Sumatera Utara.

vi
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK

i

ABSTRACT


ii

KATA PENGANTAR

iii

RIWAYAT HIDUP

v

DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

ix

BAB 1 PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang

1

1.2 Perumusan Masalah

3

1.3 Tujuan Penelitian

3

1.4 Manfaat Penelitian

3

1.5 Metode Penelitian

3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

4

BAB 3 LANDASAN TEORI

6

3.1 Penugasan Armada dengan Pendekatan Stokastik
3.1.1 Model Penugasan Armada Stokastik Dua-Tahap
3.1.2 Strategi Penugasan Tipe-Pesawat Setelah Penyelesaian
SPFAM
BAB 4 PEMBAHASAN

6
7
16
20

4.1 Penyusunan Skenario

20
vii
Universitas Sumatera Utara

4.2 Pendekatan Penyelesaian

21

4.2.1 Kerangka Berbasis-Dekomposisi

22

4.2.2 Analisa Polyhedral: Pengembangan SPFAM2

26

4.2.3 Pendekatan Penyelesaian Yang Diajukan

33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

37

5.1 Kesimpulan

37

5.2 Saran

38

DAFTAR PUSTAKA

39

viii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

3.1 Parameter untuk contoh 3.1

15

3.2 Solusi penugasan armada yang diperoleh melalui model 3.1, 3.2, dan
pendekatan determenistik

15

3.3 Pelaksanaan dari ketiga pendekatan dengan skenario yang berbeda

16

ix
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Armada perusahaan penerbangan biasanya mempunyai kelompok pesawat ganda,
yang masing-masing mempunyai rancangan cockpit dan persyaratan spesifik awak
pesawat. Setiap kelompok pesawat mempunyai tipe pesawat ganda yang mempunyai kapasitas yang berbeda-beda. Dengan jadwal penerbangan tertentu, model
penugasan armada berkenaan dengan penugasan pesawat ke leg-leg penerbangan
untuk memaksimalkan laba dengan mempertimbangkan rencana perjalanan yang
berdasarkan permintaan. Akan tetapi, karena managemen hasil terkait dengan
peraturan penjadwalan awak pesawat, terlebih, keputusan ini harus diambil sebelum keberangkatan saat permintaan pasar masih sedikit tidak pasti, walaupun
selanjutnya pada tahap kemudian, penugasan ulang tipe-tipe pesawat di dalam
kelompok tertentu bisa dilakukan saat ramalan permintaan meningkat, sambil
tetap mempertahankan jadwal awak pesawat. Dalam tesis ini, diajukan pendekatan mixed-integer programming stokastik dua-tahap di mana tahap pertama
hanya mengambil keputusan penugasan kelompok tingkat-lebih-tinggi, sementara
tahap kedua melaksanakan penugasan tingkat tipe berbasis-kelompok selanjutnya menurut perkiraan realisasi permintaan pasar. Hasil beberapa percobaan
numerik dipresentasikan untuk menunjukkan efikasi penggunaan model stokastik
dan bukan model deterministrik tradisional yang hanya mempertimbangkan perkiraan permintaan, dan untuk menunjukkan efisiensi algoritma yang diajukan
dibandingkan dengan menyelesaikan model dengan menggunakan ekuivalen deterministiknya.

Kata kunci: Armada Penerbangan, Program Stokastik, Determenistik.

i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
An airlines fleet typically contains multiple aircraft families, each having a specific cockpit design and crew requirement. Each aircraft family contains multiple
aircraft types having different capacities. Given a flight schedule network, the
fleet assignment model is concerned with assigning aircraft to flight legs to maximize profit with respect to captured itinerary based demand. However, because
of related yield management and crew scheduling regulations, in particular, this
decision needs to be made well in advance of departures when market demand is
still highly uncertain, although subsequently at preserving crew schedule. In this
paper, we proposed a two-stage stochastic mixed-integer programming approach in
which the first stage makes only higher-level family-assigment decision, while the
seconds stages performs subsequent family based type-level assignments according
to forecasted market demand realizations. Results of some numerical experiments
are presented to exhibit the efficacy of using the stochastic model as opposed to
the traditional deterministic model that considers only expected demand, and to
demonstrate the efficiency of the proposed algorithms as compared with solving the
model using its deterministics equivalent.

Keyword: Flight fleet, stochastic programming, deterministic

ii
Universitas Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap perusahaan penerbangan perlu memanfaatkan kapasitas peralatannya dengan efisien karena modal dan biaya operasional pesawat yang sangat
tinggi dengan cara menjadwalkan pesawat secara bijaksana ke leg-leg penerbangan yang berbeda untuk mengakomodir permintaan penumpang sampai tingkat
yang mungkin sehingga perusahaan memperoleh laba maksimal. Proses keputusan
ini melibatkan armada kelompok-kelompok pesawat yang berbeda yang masingmasing terdiri dari tipe pesawat ganda yang mempunyai kapasitas spesifik yang
disebut sebagai model penugasan armada penerbangan atau Fleet Assignment
Model (FAM). Berdasarkan hasil penelitian dari para peneliti sebelumnya seperti
Farkas (1995), Kniker (1998), Jacobs et al. (1999), Barnhart et al. (2002) dan
Sherali et al. (2005), mengatakan pada umumnya setiap perusahaan penerbangan dapat menyelesaikan masalah penjadwalan pesawat 10-12 minggu sebelum
keberangkatan karena keputusan penjadwalan awak pesawat ditentukan oleh tipe
pesawat yang digunakan pada leg-leg penerbangan yang berbeda, dan menurut
peraturan serikat pekerja, keputusan ini harus dipastikan 8-10 minggu sebelum
keberangkatan
Yang menjadi kendala ini adalah fakta bahwa pada tahap awal, permintaan
tidak pasti (uncertainly), karena beberapa hal seperti : jumlah penumpang, kondisi cuaca. Kondisi ini agak rumit dihadapi oleh perusahaan penerbangan karena
kondisi tersebut diketahui saat mau penerbangan. Biasanya kondisi ini sudah determenistik. Akibatnya, perusahaan penerbangan melakukan penugasan armada
awal didasarkan pada proyeksi permintaan terbatas. Dengan semakin dekatnya
keberangkatan (4-6 minggu sebelum keberangkatan) dan dengan meningkatnya
ramalan permintaan, perusahaan penerbangan merevisi penugasan ini agar kapasitas penerbangan yang dijadwalkan lebih sesuai dengan permintaan penumpang
1
Universitas Sumatera Utara

2
yang disebut dengan model pengerahan ulang armada. Keputusan ini dilaksanakan
dengan menggunakan model optimisasi berskala besar. Setelah tahap pengerahanulang armada, yang bisa dilaksanakan adalah hanya terbatas pada tukar-menukar
pesawat antara leg-leg atau rute-rute yang mempunyai tempat keberangkatan dan
tempat tujuan yang sama.
Penelitian ini, diajukan pendekatan program stokastik bilangan bulat campuran dua-tahap (Stochastic Mixed Integer Programming - SMIP), dimana tahap
pertama hanya mengambil keputusan penugasan kelompok tingkat lebih-tinggi,
selanjutnya tahap kedua melaksanakan penugasan tingkat tipe berbasis-kelompok
menurut perkiraan realisasi permintaan pasar. Dengan mempertimbangkan ketidakpastian permintaan sebelum tahap penentuan armada awal, tambahan fleksibilitas dimasukkan ke dalam proses yang menawarkan peluang yang lebih bijaksana untuk direvisi, kemudian dilakukan analisa polyhedral atas model yang
diajukan lalu mengembangkan pendekatan penyelesaian yang cocok.
Penelitian ini, difokuskan pada dua tahap. Tahap pertama disebut dengan
tahap kerangka penugasan armada dinamik penugasan armada awal dan tahap
kedua disebut dengan tahap pengerahan-ulang armada. Untuk menentukan berapa banyak penumpang yang diterima pada network penerbangan yang dijadwalkan, keputusan pengerahan armada ini dipadukan dengan komponen managemen hasil. Permintaan yang datang dari penumpang multi-leg akan tergantung
pada ketersediaan tempat duduk pada semua leg yang terlibat antara tempat keberangkatan dan tempat tujuan penumpang yang dikenal sebagai efek network.
Serupa halnya, penumpang yang terbang pada leg tertentu tidak identik dengan
bentuk pendapatan yang dihasilkan perusahaan penerbangan dan sumberdaya
yang dikonsumsi oleh perusahaan penerbangan.
Oleh karena itu, untuk mengakomodir efek jaringan digunakan informasi
permintaan penumpang berbasis-rencana perjalanan, dan bukan hanya data permintaan berbasis-leg. Pendekatan yang menggunakan permintaan berbasis rencana perjalanan ini digunakan oleh Farkas (1995), Kniker (1998), Jacobs et al.
(1999), Barnhart et al. (2002) dan Sherali et al. (2005).

Universitas Sumatera Utara

3
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana memodelkan
program stokastik untuk membuat perencanaan dalam menyelesaikan persoalan
penugasan armada penerbangan dalam kondisi ketidakpastian.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan dan menyelesaikan
model program stokastik untuk persoalan penugasan armada penerbangan dalam
kondisi ketidakpastian sehingga permintaan penumpang dapat dipenuhi dan juga
perusahaan penerbangan dapat memaksimalkan laba.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan
penerbangan yang mengalami masalah dalam penugasan armada penerbangan
menentukan model dengan kondisi tidak pasti, serta menjadi acuan bagi peneliti
lainnya dalam melakukan penelitian yang sama ataupun lebih kompleks lagi.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah bersifat literatur kepustakaan dan
dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari referensi beberapa buku dan jurnal, memahami penelitian-penelitian yang telah pernah dilakukan oleh peneliti
lain yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, dan selanjutnya menjelaskan model-model yang digunakan dalam program stokastik dalam membuat
perencanaan untuk meyelesaikan persoalan penugasan armada penerbangan.

Universitas Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Program stokastik adalah sebuah kerangka untuk mengoptimasikan masalah pemodelan dalam kondisi ketidakpastian (uncertainly). Sedangkan optimasi
kondisi kepastian (determenistik) dirumuskan dengan parameter-parameter yang
diketahui. Masalah-masalah dunia nyata hampir selalu menyertakan beberapa
parameter yang tidak diketahui. Ketika parameter hanya dikenal dalam batasbatas tertentu, salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalahmasalah seperti ini adalah pendekatan optimisasi kuat (robust optimization). Model program stokastik dirumuskan, dipecahkan secara analisis atau dikontrol, dan
di analisa dalam rangka untuk memberikan informasi yang berguna bagi pembuat keputusan. Tujuannya adalah untuk mencari solusi yang layak dan optimal
(dalam arti tertentu) untuk semua masalah.
Salah satu program yang diterapkan dan mempelajari model pogram stokastik
adalah program linear dua-tahap. Di sini pembuat keputusan mengambil beberapa tindakan di tahap pertama, setelah terjadi peristiwa acak yang mempengaruhi
hasil keputusan tahap pertama. Kemudian, sebuah keputusan lain/dapat diambil
pada tahap kedua untuk mengkompensasikan efek buruk yang mungkin dialami
sebagai akibat dari keputusan tahap pertama kebijakan yang optimal dari model
seperti itu
Barnhart et al. (2002) dan Sherali et al. (2005), mengembangkan rumusan
ini dari skenario tunggal (perkiraan permintaan), penugasan armada berbasisrencana perjalanan dan model pengerahan-ulang armada.
Secara teoritis, Smith (2004) membahas bahwa model program stokastik
dapat digeneralisasi untuk mencakup keputusan penumpang tingkat-kelas-ongkos
dengan mendefinisikan ? dalam batasan campuran penumpang sebagai himpunan
rencana perjalanan dan ongkos kelas. Listes dan Dekker (2005) juga menggunakan
program stokastik dua-tahap untuk mengkaji manfaat pencocokan dinamik kapa4
Universitas Sumatera Utara

5
sitas pesawat dengan permintaan penumpang, walaupun fokus mereka adalah
pada pengambilan keputusan tentang komposisi armada.

Universitas Sumatera Utara

BAB 3
LANDASAN TEORI

3.1 Penugasan Armada dengan Pendekatan Stokastik
Model penugasan armada penerbangan biasanya dirumuskan sebagai program stokastik bilangan bulat campuran (Stochastic Mixed Integer Program), dan
data permintaan dimasukkan dalam model dengan menggunakan perkiraan nilai
yang didasarkan pada informasi historis dan ramalan pasar. Seperti yang telah
dibahas pada tahap ini, perkiraan nilai mungkin tidak mencerminkan realisasi
permintaan akhir karena tingkat ketidakpastian yang tinggi di pasar. Oleh karena itu, secara eksplisit perlu dipertimbangkan beberapa skenario pasar potensial
dalam mengambil keputusan awal (tingkat-kelompok) untuk memberikan proses
pengerahan-ulang armada selanjutnya dengan fleksibilitas yang lebih besar dalam
mencapai laba yang lebih tinggi. Konsep berbasis-skenario ini biasanya menghasilkan pendekatan program stokastik dua-tahap. Juga dikaji model program
stokastik alternatip yang lebih sederhana yang menangguhkan pengerahan-ulang
armada hingga tahap pasca-optimisasi. Keputusan yang diambil untuk tujuan
penjadwalan-awak adalah hanya penugasan kelompok pesawat untuk terbang,
akan tetapi, keputusan lain seperti pertimbangan penerbangan-terusan dan managemen hasil tetap membutuhkan informasi tipe-armada karena penyelesaian
penugasan tipe-pesawat yang diperoleh dari model SMIP dua-tahap adalah suatu
kebijakan yang hanya menspesifikasi penugasan terpisah untuk masing-masing
realisasi permintaan potensial.

6
Universitas Sumatera Utara

7
3.1.1 Model Penugasan Armada Stokastik Dua-Tahap
Masalah penugasan armada awal yang memasukkan peluang pengerahanulang armada akan dirumuskan dengan menggunakan program stokastik duatahap bilangan bulat campuran (SMIP). Rumusan ini dikembangkan oleh Barnhart dkk. (2002) dan Sherali dkk. (2005) dari skenario tunggal (perkiraan permintaan), penugasan armada berbasis-rencana perjalanan dan model pengerahanulang armada yang didasarkan pada struktur network penerbangan waktu-ruang
yang digambarkan dalam Gambar 1, yang biasanya digunakan dalam perumusan
model penugasan armada (FAM) dan menggambarkan jadwal penerbangan yang
diputuskan dengan proses penjadwalan perusahaan penerbangan sebelumnya.
Representasi network penerbangan waktu-ruang secara keseluruhan menetapkan himpunan network sedemikian, satu untuk masing-masing tipe armada
dalam masing-masing kelompok. Ini memungkinkan waktu penerbangan tergantung tipe-armada dan waktu memutar (waktu yang dibutuhkan pesawat yang
datang untuk bersiap untuk penerbangan lainnya). Jika waktu penerbangan dan
waktu memutar tidak berbeda secara signifikan antara sebagian tipe armada tertentu, maka representasi network gabungan bisa dibentuk untuk tipe-tipe ini.
Dalam subnetwork untuk tipe armada tertentu, jadwal waktu network vertikal
terkait dengan masing-masing stasion, yang terdiri dari serangkaian node kejadian yang terjadi secara berangkai di stasion ini. Node kejadian ini menggambarkan
pertibaan atau keberangkatan penerbangan pada waktu spesifik.
Barnhart et al. (2001) dan sherali et. al (2005) mengatakan ada tiga tipe
arc dalam subnetwork untuk masing-masing tipe armada, yaitu arc ground yang
ditunjukkan oleh panah melengkung yang menggambarkan pesawat tetap di stasion yang sama selama periode waktu tertentu, arc penerbangan yang ditunjukkan
oleh panah vertikal yang menggambarkan leg-leg penerbangan dan arc wraparound
(atau arc bermalam) yang ditunjukkan oleh panah miring yang menghubungkan
kejadian terakhir hari dengan kejadian pertama hari di masing-masing stasion,
yang menghasilkan flow sirkulasi atas dasar harian.

Universitas Sumatera Utara

8

Gambar 3.1 Struktur Network Penerbangan Waktu Ruang
Arc penerbangan menghubungkan node-node yang tepat pada jadwal waktu
network yang berbeda-beda untuk masing-masing tipe armada. Untuk masingmasing stasion, jumlah arc penerbangan yang tiba sama dengan jumlah arc penerbangan yang berangkat, yang diberikan oleh proses penjadwalan untuk menjamin
jadwal harian yang sama dan untuk menghindari munculnya tiket cuma-cuma.
Persyaratan bahwa hanya satu tipe armada (dan karenanya hanya satu kelompok
armada) dialokasikan pada masing-masing leg penerbangan secara bersama-sama
mengatur flow yang terjadi pada subnetwork dengan tipe yang berbeda-beda,
yang dengan demikian menjadikan semua subnetwork saling tergantung.
Untuk memformalisasikan representasi model Barnhart et al. (2001) dan
sherali et. al (2005) membuat notasi - notasi untuk formulasi SMIP dua-tahap
untuk FAM (untuk selanjutnya disingkat SPFAM):

Universitas Sumatera Utara

9
Himpunan
K

: himpunan kelompok pesawat dalam armada, dengan indeks k (misalnya
k = 1 bisa menotasikan kelompok Boeing B737).

Tk

: himpunan tipe armada dalam kelompok k, dengan indeks t (misalnya
T1 bisa mencakup tipe B737-300 dan B737-500 dalam kelompok Boeing
B737).

T

: himpunan semua tipe armada dalam keseluruhan armada, dimana T =
∪k∈K Tk

Nt

: himpunan node dalam network t tipe armada, t ∈ T ; dengan indeks n.

Gt

: himpunan arc ground dalam network t tipe armada, t ∈ T ; dengan
indeks g.

Lk

: himpunan leg penerbangan yang ditugaskan pada kelompok k (sebagai
konsekuensi dari keputusan pengerahan armada awal yang akan ditentukan), dengan indeks l.

L

: himpunan semua leg penerbangan, di mana L = ∪k∈K Lk .

Π

: himpunan semua rencana perjalanan (path) yang diidentifikasi yang
akan dipertimbangkan dalam analisa, dengan indeks i.

Π(l) : himpunan rencana perjalanan (path) dalam Π yang lewat melalui leg
l, l ∈ L.
CSt

: himpunan arc (arc penerbangan/leg penerbangan, l, dan arc ground,
g) yang maju dalam waktu hingga jadwal waktu penghitungan (garis
horizontal yang bersesuaian dengan waktu tetap) dalam network t tipe
pesawat, t ∈ T .

S

: himpunan skenario yang bersesuaian dengan realisasi permintaan, dengan indeks s.

Universitas Sumatera Utara

10
Variabel

1 jika leg penerbangan l diterbangkan oleh kelompok pesawatk




(dalam masalah tahap pertama), l ∈ L, k ∈ K
Zlk =




0 untuk lainnya


 1 jika taraf 1 diterbangkan oleh tipe armada t (dalam masalah
tahap kedua) dengan scenarios, l ∈ L, k ∈ K, s ∈ S
s
xlt =


0 untuk lainnya
ygs

: jumlah pesawat (tipe t) pada arc ground g dalam network t tipe
armada untuk skenario s, g ∈ Gt , t ∈ T, s ∈ S

Pts

: variabel artifisial untuk mencatat ketaklayakan dalam batasan
ketersediaan pesawat untuk tipe t dan skenario s, t ∈ T, s ∈ S.

qts

: jumlah penumpang yang diterbangkan (permintaan diterima) atas
rencana perjalanan i dengan skenario s, i ∈ Π, s ∈ S.

Parameter Permintaan dan Biaya
µsi

:

realisasi permintaan untuk rencana perjalanan i, i ∈ Π, dengan
skenario s, s ∈ S.

µs

:

vektor realisasi permintaan atas seluruh rencana perjalanan dalam
Π dengan skenario s, s ∈ S.

Clt

:

biaya pencakupan leg l dengan menggunakan armada tipe t, l ∈
L, t ∈ T

Capt

:

kapasitas armada tipe t, t ∈ T .

fis

:

taksiran ongkos rata-rata untuk rencana perjalanan i dengan skenario s, i ∈ Π, s ∈ S.

ps

:

probabilitas untuk realisasi skenario s, s ∈ S.

At

:

jumlah pesawat tipe t yang tersedia,t ∈ T .

ψt

:

biaya penalti yang cukup besar untuk variabel artifisial Pts yang
digunakan dalam batasan ketersediaan tipe t, t ∈ T .

Universitas Sumatera Utara

11
Notasi Lainnya
Qs (z, µs )

:

nilai tujuan tahap kedua untuk skenario s, dengan diketahuinya
keputusan pengerahan armada z dari tahap pertama dan realisasi
permintaan µs , s ∈ S.

bfln = ±1

:

jika penerbangan l berawal/berakhir di node n (dalam network
armada tipe t), l ∈ L, n ∈ N, t ∈ T .

bggn = ±1 :

jika arc ground g berawal/berakhir di node n (dalam network
armada tipe t), g ∈ G, n ∈ N, t ∈ T .

Keacakan dinyatakan dengan menggunakan himpunan skenario diskrit S, di
mana setiap skenario s ∈ S terkait dengan realisasi permintaan µs , ongkos yang
P
bersesuaian f s , dan probabilitas ps (dimana s∈S ps = 1). Variabel z adalah ke-

putusan penugasan kelompok pesawat, dan xs adalah keputusan penugasan tipe-

pesawat atau, ekuivalen, keputusan pengerahan-ulang armada yang bersesuaian
dengan masing-masing skenario s ∈ S. Di dalam prakteknya, permintaan biasanya ditaksir dengan menggunakan distribusi normal, karena distribusi kontinu
biasanya jauh lebih sulit ditangani dalam perhitungan dan algoritma, rentang nilai
permintaan yang mungkin bisa didiskritkan untuk menyatakan skenario diskrit,
dan dengan demikian permintaan rata-rata dan probabilitas untuk setiap segmen
yang didiskritkan diambil sebagai nilai µ dan nilai p yang bersesuaian. Dengan
tergantung pada tingkat diskritisasi, pendekatan ini bisa menghasilkan terlalu
banyak skenario yang perlu diperhatikan. Kemudian, dalam bagian 4.1.3, dirancang proses penyusunan skenario yang menghasilkan representasi yang layak
sambil menjaga ukuran masalah tetap bisa ditangani dengan mudah. Untuk saat
ini, difokuskan pada pemodelan masalah.
Pada tahap pertama SPFAM dua-tahap yang diajukan, kelompok pesawat
dialokasikan ke leg penerbangan untuk meminimalkan perkiraan biaya pengerahan armada tahap-kedua. Dengan diketahuinya penugasan kelompok pesawat dari
masalah tahap-pertama, masalah tahap-kedua meminimalkan biaya bersih pengerahan armada melalui penugasan tipe armada ke leg penerbangan dan keputusan
selanjutnya tentang jumlah pelanggan yang diterima untuk setiap rencana per-

Universitas Sumatera Utara

12
jalanan. Kemudian SPFAM tahap-dua bisa dinyatakan sebagai berikut.
Model 3.1. :

Program FAM Stokastik Dua-Tahap Yang Mempertimbangkan Pengerahan-ulang Armada:

SPFAM :
ps Qs (z, µs )
P
Zlk = 1 f oralll ∈ L
dengan batasan
Minimalkan

P

(1a)

s∈S

(1b)

k∈K

z biner

(1c)

di mana, untuk setiap s ∈ S, akan diperoleh :
PP
P s s P
fi qi +
ψt pst
Qs (z, µs ) = min
clt xslt −
l∈L t∈T

i∈lt

Dengan batasan :
P s
xlt = zlk ∀l ∈ L, k ∈ K
t∈T
P
Pk
bggn ygs = 0 ∀n ∈ Nt , ∀t ∈ T
bfln xslt +
g∈Gt
l∈L
P
P s
ygs pst ≤ At ∀t ∈ T
xlt +
l∈CS
P t
P t s g∈CS
Captxslt ∀l ∈ L
qi ≤
i∈Π(l)
qis ≤

P

l∈L
s

(1d)

t∈T

(1e)
(1f)
(1g)
(1h)

t∈T

µsi

∀i ∈ Π
P
bggn ygs ≤ CFt
bfln xslt +
g∈G
s s

x biner, (y , q , ps ) ≥ 0

(1i)
(1j)
(1k)

Fungsi tujuan (1a), dalam penerbangan (1d), meminimalkan total perkiraan laba dengan efektif. Batasan tahap pertama (1b) menjamin bahwa setiap leg
penerbangan ditangani tepat oleh satu kelompok pesawat. Batasan (1c), (1f)
dan (1g) adalah batasan pengerahan armada tahap kedua, yang menjamin bahwa
masing-masing leg penerbangan ditangani tepat oleh satu tipe pesawat dari kelompok yang bersesuaian yang ditugaskan padanya dalam tahap pertama, sehingga
flow network dibalik, dan bahwa jumlah pesawat yang digunakan dari masingmasing tipe tidak melampaui kuantitas yang tersedia (termasuk setiap kelebihan
terkena penalti yang digunakan di luar As untuk tipe t, sebagaimana dicatat oleh
variabel artifisial). Batasan (1h) dan (1i) adalah batasan campuran penumpang

Universitas Sumatera Utara

13
tahap-kedua yang masing-masing menyatakan batasan kapasitas dan batasan permintaan. Batasan (1j) mengatakan bahwa semua penerbangan untuk tiap jenis
pesawat memenuhi ketersediaan awak pesawat. Secara teoritis, model ini dapat
digeneralisir untuk mencakup keputusan penumpang tingkat-kelas-ongkos dengan
mendefinisikan Π dalam batasan campuran penumpang ini sebagai himpunan rencana perjalanan dan kelas ongkos, seperti yang dibahas Smith (2004). Akan tetapi,
ini meningkatkan ukuran masalah secara drastis, dan membutuhkan studi lebih
lanjut untuk pengembangan pendekatan penyelesaian khusus yang sesuai.
Penyelesaian untuk Model 3.1 akan menghasilkan penugasan kelompok pesawat ke leg penerbangan untuk FAM awal dan penugasan alternatip tipe pesawat dengan skenario yang berbeda-beda. Penugasan tingkat-tipe-alternatip ini
bisa dipandang sebagai keputusan potensial untuk proses pengerahan-ulang armada kemudian. Penugasan tingkat-kelompok ke leg tidak memutuskan tentang
kapasitas yang dialokasikan ke leg penerbangan.
Sebagai alternatip, dapat didispensasikan dengan keputusan pengerahanulang armada berbasis-skenario dari tahap kedua dengan mendukung pembentukan masalah tahap-kedua linier (bukan diskrit) yang lebih mudah dikerjakan.
Dalam kasus ini, masalah tahap-pertama itu sendiri memutuskan tentang penugasan tipe pesawat ke leg, dan meminimalkan biaya penugasan ini minus perkiraan
pendapatan dari tahap kedua. Ini menghasilkan varian stokastik lain dari FAM
awal yang mempertimbangkan permintaan rencana perjalanan sebagai berikut.
Model 3.2. :

Program FAM Stokastik Dua-Tahap Yang Mengesampingkan Pengerahan-ulang Armada:

Minimalkan
P s R
P
PP
p Qs (x, µs )
ψt Pt −
clt xlt +
l∈L t∈T

t∈T

Dengan batasan
P
xlt = 1 ∀l ∈ L
t∈T
P
P
bggn yg = 0 ∀n ∈ Nt , ∀t ∈ T
bfln xlt +
g∈Gt
l∈L
P
P
yg Pt ≤ At ∀t ∈ T
xlt +
l∈CSt

(2a)

s∈S

(2b)
(2c)
(2d)

g∈CSt

Universitas Sumatera Utara

14
x biner , (y, P ) ≥ 0
dimana :

(2e)


)
P
P

s
fis qis
QR
Capt xlt∀l ∈ L, ≤ qis ≤ µsi , ∀i ∈ Π,
qs ≤
t (x, µ ) = max
i∈Π(l) i t∈T
i∈Π
∀s ∈ S
(2f)
(

P

s
dan di mana QR
t (x, µ ) adalah tujuan tahap-kedua (digunakan superskript R

untuk menyatakan sudut pandang terbatas yang mengesampingkan pengerahanulang armada). Pada prinsipnya rumus ini merupakan FAM tingkat-OD (asal dan
tujuan) dengan mempertimbangkan managemen pendapatan (RM) yang diajukan
oleh Smith (2004), di mana tahap kedua adalah masalah managemen pendapatan
tingkat-OD.
Dari sudut pandang implementasi, Model 3.2 lebih mudah dikerjakan daripada Model 3.1. Akan tetapi, dari sudut pandang pemodelan, Model 3.2 membatasi satu penugasan tingkat-tipe untuk semua realisasi permintaan; karenanya,
nilai tujuan optimal untuk Model 3.1 setidaknya lebih baik untuk Model 3.2.
Lebih jauh lagi, penugasan tingkat-tipe optimal yang diperoleh dari Model 3.2
bisa tidak layak berkenaan dengan penugasan tingkat-kelompok yang diperoleh
dari Model 3.1. Contoh berikut membandingkan penyelesaian dari pendekatan
stokastik sedemikian versus pendekatan deterministik. Dalam Bagian 4, akan
dilakukan percobaan perhitungan lebih lanjut dengan menggunakan Model 3.2
dan menggunakan FAM deterministik dengan model pengerahan-ulang armada
digerakkan-permintaan pasca-optimisasi.
Barnhart et al. (2001) dan sherali et. al (2005) membuat Contoh untuk mengillustrasikan perbandingan Model 3.1, Model 3.2 dan pendekatan deterministik, dengan memperhatikan network hipotetis yang mempunyai 4 (empat) leg yang terdiri dari dua trip putaran yang tak berimpit. Pada contoh ini dimisalkan himpunan berikut: K = {k1 , k2 }, Tk1 = {t1, t2}, Tk2 = {t2, t4}, S = {s1 , s2} dan
Π = L = {l1, l2, l3, l4} (yaitu, semua rencana perjalanan hanya memuat leg tunggal). Kita hanya bisa menggunakan pesawat yang tersedia (yaitu, ψi = ∞, ∀t ∈ T ,
sehingga Pts = 0∀t ∈ T, s ∈ S). Lebih jauh lagi, misalkan parameter biaya, ongkos
dan permintaan seperti yang dispesifikasi pada Tabel 1.

Universitas Sumatera Utara

15

l1
l2
l3
l4

clt1
9,000
9,000
8,000
8,000

Tabel 3.1 Parameter untuk contoh 3.1
Biaya
Skenario 1 Skenario 2 Rata-rata
clt2
clt3
clt4
fi1
µ1i
fi2
µ2i
f¯i
µ¯i
18,000 19,000 10,000 400
90
970 140 628 110
17,000 18,000 10,000 430 100 1,000 150 658 120
17,000 18,000 9,000 410
90
980 140 638 110
18,000 19,000 9,000 530
90
990 140 714 110

Juga, andaikan bahwa masing-masing tipe hanya mempunyai satu pesawat
yang tersedia, dan bahwa kapasitas untuk ke empat tipe masing-masing adalah
120, 138, 141 dan 123. Misalkan probabilitas untuk kedua skenario adalah ps1 =
0, 6 dan ps2 = 0, 4, dan dengan demikian ongkos dan permintaan rata-rata, f¯ dan
µ
¯ , diambil dari nilai yang diperlihatkan dalam dua kolom terakhir pada Tabel 1.
Penugasan yang diperoleh dari Model 3.1, 3.2 dan pendekatan deterministik yang
menggunakan nilai ongkos dan permintaan rata-rata diperlihatkan pada Tabel 2
berikut.
Tabel 3.2 Solusi penugasan armada yang diperoleh melalui model 3.1, 3.2, dan
pendekatan determenistik
Model 3.1
Model 3.2
Deterministik
Kelompok Tipe di
Tipe di Kelompok Tipe Kelompok Tipe
bawah s1 bawah s2
l1
k2
t4
t3
k2
t4
k1
t1
l2
k2
t4
t3
k2
t4
k1
t1
l3
k2
t4
t3
k2
t4
k1
t1
l4
k2
t4
t3
k2
t4
k1
t1

Penugasan yang diperoleh dari Model 3.2 adalah untuk menugaskan pesawat
tunggal tipe t, dari kelompok k2 ke semua leg, penugasan yang diperoleh dari pendekatan deterministik adalah menugaskan pesawat tunggal tipe t dari kelompok k1
ke semua leg, sementara penugasan yang diperoleh dari Model 3.1 menggunakan
pesawat dari kedua kelompok.
Untuk membandingkan kinerja keputusan, diambil penugasan armada dari
ketiga pendekatan ini, dan akan dikaji nilai tujuan yang dicapai jika realisasi permintaan berubah menjadi seperti yang dispesifikasi Skenario 1 dan 2. Tabel 3

Universitas Sumatera Utara

16
merangkumkan penugasan tipe dan nilai tujuan yang diperoleh dengan menggunakan ketiga pendekatan dengan kedua skenario ini.
Tabel 3.3 Pelaksanaan dari ketiga pendekatan dengan skenario yang berbeda
Model 3.1
Model 3.2
Deterministik
Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario
s1
s2
s1
s2
s1
s2
Objektif
-476,660 -127,600 -446,620 -125,600 -438,800 -129,600
Diharapkan
-337,036
-318,212
-315,120

Perkiraan nilai tujuan pada table 3 untuk Model 3.1, Model 3.2 dan pendekatan deterministik masing-masing adalah -337,036, -318,212 dan -315,120.
Karenanya, walaupun mempunyai ukuran masalah yang lebih kecil, Model 3.2
maupun pendekatan deterministik kehilangan ciri optimalitas dan fleksibilitas
tertentu berkenaan dengan keputusan pengerahan-ulang armada dengan cara
yang sama modeldapat digeneralisir. 3.1. digeneralisir untuk mengakomodasi
keputusan penumpang tingkat kelas-ongkos dan, dengan cara serupa, keputusan
penumpang setiap harinya. Model ini juga bisa diperluas untuk memasukkan efek
penangkapan kembali (yaitu, routing ulang penumpang yang tidak bisa mewujudkan rencana perjalanan pilihan-pertama mereka ke rencana perjalanan lain yang
mempunyai asal dan tujuan yang sama) dengan memasukkan variabel qijs , ∀ij ∈ Π,
untuk menotasikan permintaan atas rencana perjalanan i yang diterbangkan atas
rencana perjalanan j bila penangkapan kembali dipertimbangkan. Lebih jauh lagi, rumus optimisasi kuat (RO) bisa dibentuk dari Model 3.1 untuk menstabilkan
variabilitas antar-skenario. Dalam tulisan ini, akan difokuskan pada program
stokastik dasar Model 3.1 (SPFAM) dan variannya Model 3.2, dengan mempertimbangkan motivasi pada saat keputusan diambil.
3.1.2 Strategi Penugasan Tipe-Pesawat Setelah Penyelesaian SPFAM

Dalam model SPFAM dua-tahap yang diajukan (Model 3.1), tahap pertama menugaskan kelompok pesawat ke penerbangan-penerbangan yang didasarkan

Universitas Sumatera Utara

17
pada tipe subnetwork seperti yang diperkenalkan pada Bagian 3.1. Tahap kedua
menugaskan tipe pesawat ke leg penerbangan dan menentukan permintaan yang
diterima, tergantung pada skenario permintaan. Penugasan tipe armada dari
tahap kedua ini bisa bervariasi antara skenario yang satu dengan skenario yang
lain. Lebih jauh lagi, jika masalah ini tidak diselesaikan sampai optimal, maka penyelesaian penugasan tipe-armada biner mungkin tidak ada tersedia. Akan
tetapi, penugasan tipe-armada yang layak dan konsisten sering dibutuhkan untuk managemen pendapatan dan sistem keputusan lainnya. Oleh karena itu,
dalam bagian ini, penulis mengajukan strategi untuk merekonsiliasi penugasanpenugasan tipe armada yang berbeda yang terjadi akibat dari keputusan berbasisskenario tahap-kedua.
Misalkan (¯
z, x
¯, y¯, q¯) adalah notasi penyelesaian yang diperoleh untuk SPFAM. Dalam penyelesaian ini, diasumsikan bahwa z¯ adalah biner, tetapi (¯
x, y¯)tidak
selalu demikian , yang mungkin penyelesaian untuk masalah tahap-kedua adalah
penyelesaian heuristik. Oleh karena itu, setiap kelompok pesawat dapat memutuskan leg penerbangan yang dicakup oleh setiap kelompok pesawat. Untuk subnetwork terkait yang terdiri dari leg penerbangan yang dicakup masing-masing
kelompok, perlu ditentukan penugasan tipe armada spesifik ke leg yang bersesuaian. Model yang diajukan berikut adalah menyelesaikan masalah pengerahan
armada untuk masing-masing kelompok k ∈ K, di mana tujuannya untuk meminimalkan biaya pengerahan-ulang armada.
Definisikan ult menjadi sebuah variabel keputusan biner yang mempunyai
nilai 1(satu) jika tipe armada t ditugaskan ke leg penerbangan l, dan 0 (nol) untuk lainnya, ∀l ∈ L, t ∈ T . Juga misalkan vg jumlah pesawat pada arc ground
g ∀g ∈ G, t ∈ T . Misalkan clt,t adalah biaya yang terkait dengan pengerahanulang armada pada leg l dari tipe yang dialokasikan mula-mula t menjadi tipe t,
∀l ∈ Lk t, t ∈ Tk . Biaya ini dapat mencakup biaya pribadi, biaya pemeliharaan
dan biaya terkait-bandara (seperti yang ditanggung karena pergantian gerbang,
dan juga biaya yang ditanggung karena ketidakpuasan penumpang). KemudiP
P
an s∈S ps t∈Tk clt,t, x¯st menyatakan biaya rata-rata berbobot atas skenario yang

Universitas Sumatera Utara

18
berbeda-beda untuk mengerahkan-ulang armada leg l dari tipe yang ditugaskan
semula untuk tipe yang akan ditentukan t, ∀l ∈ Lk , t ∈ Tk . Karenanya, model
berikut dapat diselesaikan untuk masing-masing kelompok k ∈ K, di mana batasan (3b) - (3e) diwarisi dari FAM kelompok tunggal dan fungsi tujuan (3a) meminimalkan total biaya pengerahan-ulang armada. Penyelesaian modelnya adalah
penugasan tipe armada ke leg yang meminimalkan perkiraan biaya pengerahanulang armada masa mendatang.
Model 3.3. :

Merekonsiliasi Penugasan Tipe-Armada Untuk Meminimalkan Perkiraan Biaya Pengerahan-ulang Armada:
Minimalkan :
!
P
P P P 5 P l s
ψt Pt
(3a)
ct,tx¯lt ult +
p
l∈Lk t∈Tk

t∈Tk

t∈Tk

s∈S

Dengan batasan :
P
ult = 1 ∀l ∈ Lk
t∈T
k
P
P
bggn vg = 0 ∀n ∈ Nt , ∀t ∈ Tk
bfln ult +
g∈G
l∈L
t
k
P
P
vg Pt ≤ At ∀t ∈ Tk ,
ult +
l∈CSt

(3b)
(3c)
(3d)

g∈CSt

u biner, (v, P ) ≥ 0

(3e)

Catatan
n 3.2. Perhatikan kasus khusus di mana :
θ jika t 6= t
clt,t = 0 jika t = t
∀l ∈ Lk , t ∈ Tk
(4)
di mana θ adalah konstanta.
Dalam kasus
# ini, fungsi tujuan (3a) di atas menjadi
"
P
P 5 P s
P P
ψt Pt
(5)
θ¯
xlt +
p
ult
Minimalkan
t∈Tk
t∈Tk
s∈S
l∈Lk t∈Tk
P
P
Dengan menggunakan
¯slt = 1 dari (1e),
t∈Tk x
t∈Tk ult = 1 dari (3b) dan
P
s
menjadi
:
s∈S p = 1 maka (5) tereduksi


P
P s s
P P
ψtPt
(6)
p x¯lt −
ult
Maksimalkan
l∈Lk t∈Tk

s∈S

i∈Tk

Dalam kasus ini, pengerahan-ulang armada atas semua leg dari suatu tipe
yang semula ditugaskan ke suatu tipe lainnya diasumsikan juga tidak diinginkan.
P
Dengan demikian suku s∈S ps x¯slt menotasikan probabilitas bahwa leg l akan diP

P
s s
alokasikan ke tipe l, ∀l ∈ Lk , t ∈ Tk dan kemudian suku t∈Tk ult
¯lt
s∈S p x
Universitas Sumatera Utara

19
menyatakan probabilitas bahwa leg l mempertahankan penugasan awalnya. Karenanya, fungsi tujuan (6) memaksimalkan total probabilitas penahanan penugasan
awal atas semua leg.
Pada kasus - khusus lain di mana :
n
bl
jika t 6= t
l
ct,t = −a
∀l ∈ Lk , t ∈ Tk
(7)
l jika t = t
di mana koefisien aj adalah tingkat preferensi atau ganjaran (biaya negatip) untuk mempertahankan penugasan tipe-armada semula atau awal, dan koefisien bt
adalah penalti untuk setiap perubahan dalam penugasan ini, untuk masing-masing
leg l. Dalam kasus ini, fungsi
tujuan
 (3a) ekuivalen dengan



P 
 P
P

s
s
s 
ψl Pl
ult  p alx¯lt −
bl x¯lt −
Maksimalkan
s∈S 
 t∈Tk
l∈Lk t∈Tk
t ∈ Tk
t 6= t
Dengan menggunakan (1e)
dan
(3b),
ini
menghasilkan


P
P s
P P
s
ψtPt
p (al + bl )¯
xlt −
ult
Maksimalkan
P P

l∈Lk t∈Tk

s∈S

(8a)

(8b)

t∈Tk

Untuk nilai konstanta a1 + b1 atas l, ini pada gilirannya tereduksi menjadi fungsi
tujuan (6).

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Penyusunan Skenario
Listes dan Dekker (2005) juga menggunakan program stokastik dua-tahap
untuk mengkaji manfaat pencocokan dinamik kapasitas pesawat dengan permintaan penumpang, walaupun fokus mereka adalah pada pengambilan keputusan
tentang komposisi armada. Dalam penyusunan skenario, mereka mendiskritkan
masing-masing distribusi permintaan (tingkat-leg) menjadi S segmen dengan probabilitas sama, dan memilih secara acak suatu permintaan sampel untuk masingmasing leg dari ke S segmen ini. Percobaan numerik mereka menunjukkan bahwa
50 skenario sudah cukup untuk menangkap dampak variasi permintaan, dan dengan mempertimbangkan skenario tambahan tidak menghasilkan perubahan yang
signifikan dalam penyelesaian yang diperoleh.
Pendekatan yang digunakan sama untuk menghasilkan skenario, tanpa melakukan segmentasi secara eksplisit atas distribusi kontinu. Untuk menghasilkan
skenario, diambil secara acak sampel masing-masing permintaan tingkat-rencana
perjalanan menurut distribusinya (diasumsikan berdistribusi normal terpancung).
Masing-masing komposisi permintaan tingkat-rencana perjalanan yang sampelnya
diambil membentuk satu skenario tertentu, dan dihasilkan S skenario sedemikian
yang kemungkinannya sama.
Pendekatan penyusunan skenario yang berbeda, dan mungkin lebih representatif,
yang bisa digunakan adalah melalui pengelompokan rencana perjalanan. Sebagai contoh , andaikan diseleksi sekitar enam kota utama, misalnya poros dalam
network poros-dan-jari-jari, dan mengalokasikan rencana perjalanan sehingga arc
yang incident pada masing-masing kota utama sedemikian membentuk kelompok
tunggal. Lebih jauh lagi, asumsikan bahwa permintaan atas semua rencana perjalanan yang termasuk dalam kelompok yang sama berkorelasi positip, dengan
mengambil tingkat permintaan ”tinggi” atau ”rendah” secara simultan, dan bah20
Universitas Sumatera Utara

21
wa permintaan atas rencana perjalanan kelompok-kelompok yang berbeda saling
lepas, sementara rencana perjalanan lainnya yang tidak termasuk dalam suatu
kelompok selalu menangani permintaan rata-rata sendiri.
4.2 Pendekatan Penyelesaian
Model 3.1(SPFAM) adalah program mixed-integer stokastik dua-tahap (SMIP) yang mempunyai variabel biner pada tahap pertama dan variabel biner dan
kontinu pada tahap kedua. Fokusnya adalah untuk menugaskan kelompok pesawat ke network penerbangan dengan tujuan mempertahankan fleksibilitas yang
cukup untuk kemudian direvisi pada penugasan tipe-armada. Jumlah penerbangan per hari dan rencana perjalanan yang diidentifikasi untuk perusahaan penerbangan utama dengan mudah bisa mencapai ribuan dan jutaan, walaupun dalam
kenyataannya, hanya himpunan gabungan rencana perjalanan yang representatif
sedemikian untuk beberapa himpunan bagian penerbangan bisa digunakan untuk tujuan pemodelan. Jika jumlah tipe dipadu dengan duplikasi armada untuk
merealisasikan permintaan dan skenario ganda untuk masing-masing rencana perjalanan, ini dapat menimbulkan masalah berskala sangat besar. Oleh karena itu,
pendekatan penyelesaian yang cermat perlu dirancang untuk mengurangi beban
kombinatorial yang sifatnya melekat.
Dalam bagian 4.2.1, mula-mula akan dibahas kerangka penyelesaian berbasisdekomposisi Benders untuk model yang merelaksasi pembatasan biner dalam
tahap kedua dan mengeksploitasi separabilitas parsial berkenaan dengan kelompok pesawat untuk menghasilkan potongan dengan lebih efisien. Kemudian dalam
bagian 4.2.2, akan dilaksanakan analisa polyhedral atas model awal untuk meningkatkan penyelesaian bernilai-biner pada tahap kedua. Sekali lagi, untuk model
yang ditingkatkan ini, akan diperlonggar batasan biner pada variabel-x tahap
kedua dan dikembangkan prosedur penyelesaian berbasis-dekomposisi Benders.
Dua pendekatan algoritma yang dihasilkan untuk model yang diperlonggar (dinotasikan masing-masing SPFAM1 dan SPFAM2).

Universitas Sumatera Utara

22
4.2.1 Kerangka Berbasis-Dekomposisi
Sherali dan Fraticelli (2002) mengembangkan algoritma dekomposisi Benders yang dimodifikasi untuk menyelesaikan SMIP di mana variabel tahap pertama bernilai biner dan tahap kedua melibatkan variabel bilangan bulat campuran 0-1. Proses penyelesaiannya bergantian antara masalah utama dan submasalah yang bersesuaian dengan skenario yang berbeda-beda. Masalah utama
diselesaikan melalui skema cabang-dan-batas