BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kriptografi
2.1.1 Definisi Kriptografi
Kriptografi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua suku kata yaitu kripto dan graphia. Kripto artinya menyembunyikan, sedangkan graphia artinya tulisan.
Kriptografi atau yang sering dikenal dengan ilmu penyandian pesan adalah seni dan ilmu yang menyembunyikan informasi dari yang tidak berhak Rahayu, 2005.
Menurut Request for Comments RFC, kriptografi merupakan ilmu matematika yang berhubungan dengan transformasi data untuk membuat artinya tidak
dapat dipahami untuk menyembunyikan maknanya, mencegahnya dari perubahan tanpa izin, atau mencegahnya dari penggunaan yang tidak sah. Jika transformasinya
dapat dikembalikan, kriptografi juga bisa diartikan sebagai proses mengubah kembali data yang terenkripsi menjadi bentuk yang dapat dipahami. Artinya, kriptografi dapat
diartikan sebagai proses untuk melindungi data dalam arti yang luas.
Dalam kamus bahasa Inggris Oxford diberikan pengertian kriptografi sebagai berikut:
“Sebuah teknik rahasia dalam penulisan, dengan karakter khusus, dengan menggunakan huruf dan karakter di luar bentuk aslinya, atau dengan
metode-metode lain yang hanya dapat dipahami oleh pihak-pihak yang memproses kunci, juga semua hal yang ditulis dengan cara seperti ini.”
Jadi, secara umun dapat diartikan sebagai seni menulis atau memecahkan cipher Talbot dan Welsh, 2006.
Menezes, van Oorschot dan Vanstone 1997 menyatakan bahwa kriptografi adalah suatu studi teknik matematika yang berhubungan dengan aspek keamanan
informasi seperi kerahasiaan, integritas data, otentikasi entitas dan otentikasi keaslian data. Kriptografi tidak hanya berarti penyediaan keamanan informasi, melainkan
sebuah himpunan teknik-teknik.
Selain definisi di atas, Scheiner 1996 mengemukakan pendapatnya tentang definisi kriptografi yaitu: ilmu dan seni untuk menjaga keamanan pesan. Penggunaan
kata “seni” di dalam definisi di atas berasal dari fakta sejarah bahwa pada masa-masa awal sejarah kriptografi, setiap orang mungkin mempunyai cara yang unik untuk
merahasiakan pesan. Cara-cara unik tersebut mungkin berbeda-beda pada setiap pelaku kriptografi sehingga setiap cara menulis pesan rahasia pesan mempunyai nilai
estetika tersendiri sehingga kriptografi berkembang menjadi sebuah seni merahasiakan pesan kata “graphy” di dalam “cryptography” itu sendiri sudah menyiratkan sebuah
seni Munir, 2006.
2.1.2 Sejarah Kriptografi
Secara historis ada empat kelompok orang yang berkontribusi terhadap perkembangan kriptografi, dimana mereka menggunakan kriptografi untuk menjamin kerahasiaan
dalam komunikasi pesan penting, yaitu kalangan militer termasuk intelijen dan mata-mata, kalangan diplomatik, penulis buku harian, dan pencinta lovers. Di
antara keempat kelompok ini, kalangan militer yang memberikan kontribusi paling penting karena pengiriman pesan di dalam suasana perang membutuhkan teknik
enkripsi dan dekripsi yang rumit.
Sejarah kriptografi sebagian besar merupakan sejarah kriptografi klasik, yaitu metode enkripsi yang menggunakan kertas dan pensil atau mungkin dengan bantuan
alat mekanik sederhana. Secara umum algoritma kriptografi klasik dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu algoritma transposisi transposition cipher dan algoritma
substitusi substitution cipher. Cipher transposisi mengubah susunan huruf-huruf di dalam pesan, sedangkan cipher substitusi mengganti setiap huruf atau kelompok huruf
dengan sebuah huruf atau kelompok huruf lain.
Sejarah kriptografi klasik mencatat penggunaan cipher transposisi oleh tentara Sparta di Yunani pada permulaan tahun 400 SM. Mereka menggunakan alat yang
disebut scytale Gambar 2.1a. Scytale terdiri dari sebuah kertas panjang dari daun papyrus yang dililitkan pada sebuah silinder dari diameter tertentu diameter silender
menyatakan kunci penyandian. Pesan ditulis secara horizontal, baris per baris Gambar 2.1b. Bila pita dilepaskan, maka huruf-huruf di dalamnya telah tersusun
secara acak membentuk pesan rahasia. Untuk membaca pesan, penerima pesan harus melilitkan kembali melilitkan kembali kertas tersebut ke silinder yang diameternya
sama dengan diameter silinder pengirim.
a Sebuah scytale b Pesan ditulis secara horizontal, baris
perbaris.
Gambar 2.1 Scytale.
Sedangkang algoritma substitusi paling awal dan paling sederhana adalah Caesar cipher, yang digunakan oleh raja Yunani kuno, Julius Caesar. Caranya adalah
dengan mengganti setiap karakter di dalam alfabet dengan karakter yang terletak pada tiga posisi berikutnya di dalam susunan alfabet Munir, 2006.
Kriptografi juga digunakan untuk tujuan keamanan. Kalangan gereja pada masa awal agama Kristen menggunakan kriptografi untuk menjaga tulisan relijius dari
gangguan otoritas politik atau budaya yang dominan saat itu. Mungkin yang sangat terkenal adalah “Angka si Buruk Rupa Number of the Beast” di dalam Kitab
Perjanjian Baru. Angka “666” menyatakan cara kriptografik yaitu dienkripsi untuk menyembunyikan pesan berbahaya, para ahli percaya bahwa pesan tersebut mengacu
pada Kerajaan Romawi.
Di India, kriptografi digunakan oleh pencinta lovers untuk berkomunikasi tanpa diketahui orang. Bukti ini ditemukan di dalam buku Kama Sutra yang
merekomendasikan wanita seharusnya mempelajari seni memahami tulisan dengan
cipher. Pada Abad ke-17, sejarah kriptografi mencatat korban ketika ratu Skotlandia, Queen Mary, dipancung setelah surat rahasianya dari balik penjara surat terenkrpsi
yang isinya rencana membunuh Ratu Elizabeth I berhasil dipecahkan oleh seorang pemecah kode Munir, 2006.
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kriptografi umum digunakan di kalangan militer. Pada Perang Dunia ke II, Pemerintah Nazi Jerman membuat mesin
enkripsi yang dinamakan Enigma. Gambar 2.2. Mesin yang menggunakan beberapa buah rotor roda berputar ini melakukan enkripsi dengan cara yang sangat rumit.
Namun Enigma cipher berhasil dipecahkan oleh pihak Sekutu dan keberhasilan memecahkan Enigma sering dikatakan sebagai faktor yang memperpendek perang
dunia ke-2 Churchhouse, 2004.
Gambar 2.2 Mesin Enkripsi Enigma.
Kriptografi modern dipicu oleh perkembangan peralatan komputer digital. Dengan komput er digital, cipher yang lebih kompleks menjadi sangat mungkin untuk
dapat dihasilkan dan berdampak pada permintaan dari pihak-pihak tertentu sebagai sarana untuk melindungi informasi dalam bentuk digital dan untuk menyediakan
layanan keamanan. Dimulai dari usaha Feistel dari IBM di awal tahun 70-an dan mencapai puncaknya pada 1977 dengan pengangkatan DES Data Encryption
Standard sebagai standar pemrosesan informasi federal Amerika Serikat untuk mengenkripsi informasi yang tidak atau belum diklasifikasi. DES merupakan
mekanisme kriptografi yang paling dikenal sepanjang sejarah.
Induk dari ilmu kriptografi sebenarnya adalah matematika khususnya teori aljabar yang mendasari ilmu bilangan. Oleh karena itu kriptografi semakin
berkembang ketika komputer ditemukan. Dengan adanya penemuan komputer
memungkinkan dilakukannya perhitungan yang rumit dan kompleks dalam waktu yang relatif singkat. Dari hal tersebut lahirlah banyak teori dan algoritma penyandian
pesan yang semakin kompleks dan sulit dipecahkan.
2.1.3 Tujuan Kriptografi
Tujuan dari kriptografi yang juga merupakan aspek keamanan informasi adalah sebagai berikut Menezes, van Oorschot dan Vanstone, 1997 Scheiner, 1996:
1. Kerahasiaan adalah layanan yang digunakan untuk menjaga isi informasi dari semua pihak kecuali pihak yang memiliki otoritas terhadap informasi. Ada
beberapa pendekatan untuk menjaga kerahasiaan, dari pengamanan secara fisik hingga penggunaan algoritma matematika yang membuat data tidak dapat
dipahami. Istilah lain yang senada dengan confidentiality adalah secrecy dan privacy.
2. Integritas data adalah layanan penjagaan pengubahan data dari pihak yang tidak berwenang. Untuk menjaga integritas data, sistem harus memiliki kemampuan
untuk mendeteksi manipulasi pesan oleh pihak-pihak yang tidak berhak, antara lain penyisipan, penghapusan, dan pensubsitusian data lain kedalam pesan yang
sebenarnya. Di dalam kriptografi, layanan ini direalisasikan dengan menggunakan tanda-tangan digital digital signature. Pesan yang telah ditandatangani
menyiratkan bahwa pesan yang dikirim adalah asli. 3. Otentikasi adalah layanan yang berhubungan dengan identifikasi, baik
mengidentifikasi kebenaran pihak-pihak yang berkomunikasi user authentication atau entity authentication maupun mengidentifikasi kebenaran sumber pesan
data origin authentication. Dua pihak yang saling berkomunikasi harus dapat mengotentikasi satu sama lain sehingga ia dapat memastikan sumber pesan. Pesan
yang dikirim melalui saluran komunikasi juga harus diotentikasi asalnya. Otentikasi sumber pesan secara implisit juga memberikan kepastian integritas
data, sebab jika pesan telah dimodifikasi berarti sumber pesan sudah tidak benar. Oleh karena itu, layanan integritas data selalu dikombinasikan dengan layanan
otentikasi sumber pesan. Di dalam kriptografi, layanan ini direalisasikan dengan menggunakan tanda-tangan digital digital signature. Tanda-tangan digital
menyatakan sumber pesan.
4. Nirpenyangkalan adalah layanan untuk mencegah entitas yang berkomunikasi melakukan penyangkalan, yaitu pengirim pesan menyangkal melakukan
pengiriman atau penerima pesan menyangkal telah menerima pesan.
Selain ada pihak yang ingin menjaga agar pesan tetap aman, ada juga pihak yang ingin mengetahui pesan rahasia tersebut secara tidak sah. Bahkan ada pihak yang
ingin agar dapat mengubah isi pesan tersebut. Usaha untuk membongkar suatu pesan sandi tanpa mendapatkan kunci dengan cara yang sah dikenal istilah serangan attack.
Beberapa macam penyerangan terhadap pesan yang telah dienkripsi yaitu: 1. Ciphertext only attack.
Dimana penyerang hanya mendapatkan pesan yang sudah disandikan saja. 2. Known plaintext attack atau clear-text attack.
Dimana penyerang selain mendapatkan sandi, juga mendapatkan pesan asli. 3. Choosen plaintext attack.
Sama dengan known plaintext attack, namun penyerang bahkan dapat memilih penggalan mana dari pesan asli yang disandikan.
2.1.4 Terminologi dan Konsep Dasar Kriptografi 2.1.4.1 Pesan, Plainteks, dan Cipherteks
Pesan message adalah data atau informasi yang dapat dibaca dan dimengerti maknanya. Nama lain untuk pesan adalah plainteks atau teks-jelas cleartext
Scheiner, 1996. Pesan dapat berupa data atau informasi yang dikirim melalui kurir, saluran telekomunikasi, dan sebagainya atau yang disimpan di dalam media
perekaman kertas, storage, dan sebagainya. Pesan yang tersimpan tidak hanya berupa teks, tetapi juga dapat berbentuk citra image, suarabunyi audio, dan video,
atau berkas biner lainnya.
Agar pesan tidak dapat dimengerti maknanya oleh pihak lain, maka pesan perlu disandikan ke bentuk lain yang tidak dapat dipahami enkripsi. Bentuk pesan
yang tersandi disebut cipherteks atau kriptogram. Proses pembalikan dimana cipherteks diubah kembali menjadi plainteks di sebut dekripsi Stamp, 2007.
a Plainteks teks b Cipherteks dari a
Gambar 2.3 Contoh-contoh plainteks dan cipherteksnya.
2.1.4.2 Peserta Komunikasi
c Unsecured Channel
Alice Bob
Gambar 2.4 Skema komunikasi dengan proses enkripsi.
Skema komunikasi dengan proses enkripsi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Entitas atau peserta adalah orang atau sesuatu yang mengirim, menerima, atau
memanipulasi informasi. Entitas bisa berupa orang, terminal komputer, kartu kredit, dan sebagainya. Jadi, orang bisa bertukar pesan dengan orang lainnya
contoh: Alice berkomunikasi dengan Bob sedangkan di dalam jaringan komputer, mesin komputer berkomunikasi dengan mesin contoh: mesin ATM
berkomunikasi dengan komputer server di bank. Adversary
m Encryption
E
e
m = c Plaintext
source m
Decryption E
d
c = m Destination
Ketika saya berjalan-jalan dipantai, saya menemukan
banyak sekali kepiting yang merangkak menuju laut.
Mereka adalah anak-anak kepiting yang baru menetas
dari dalam pasir. Naluri mereka mengatakan bahwa
laut adalah tempat kehidupan mereka.
Ztaxzpepepququyp{p}yp{ p}ex’p]apx;
epep[t]tazp]qp}etzp{x’xe x
}v ep}v[tup}vzpz]aya[paa=\t
utz p
psp{pnp}pzp}pzzt’xax}v qpua
t]tapeapuxspuxsp{p}’pex
2. Pengirim adalah entitas dalam komunikasi yang mengirimkan informasi kepada entitas lainnya.
3. Penerima adalah entitas dalam komunikasi yang diharapkan menerima informasi. 4. Penyusup adversary adalah entitas diluar pengirim dan penerima yang mencoba
untuk membobol keamanan informasi. Penyusup biasanya bertindak seolah-olah sebagai pengirim yang sah ataupun penerima yang sah.
2.1.4.3 Kriptologi
Kriptologi berasal dari bahasa Yunani, “kryptos” yang berarti “tersembunyi” dan “logos” yang berarti “kata”. Jadi, kriptologi dapat diartikan sebagai frase kata yang
tersembunyi. Kriptologi dapat juga diartikan sebagai seni dan ilmu untuk membuat dan memecahkan kode rahasia. Kriptologi dibagi menjadi kriptografi seni dan ilmu
membuat kode rahasia, kriptanalisis ilmu dan seni untuk memecahkan cipherteks menjadi plainteks tanpa mengetahui kunci yang digunakan Stamp, 2007 dan
steganografi metoda menyembunyikan pesan atau data lainnya. Pelaku kriptanalisis disebut kriptanalis. Jika seorang kriptografer cryptographer mentransformasikan
plainteks menjadi cipherteks dengan suatu algoritma dan kunci maka sebaliknya seorang kriptanalis berusaha untuk memecahkan cipherteks tersebut untuk
menemukan plainteks atau kunci.
Cryptology
Cryptanalysis Steganography
Gambar 2.5
Hubungan kritografi, kriptanalisis, dan steganografi. Cryptography
2.1.5 Algoritma dan Kunci
Algoritma menggambarkan sebuah prosedur komputasi yang terdiri dari variabel input dan menghasilkan output yang berhubungan. Algoritma kriptografi atau sering disebut
dengan cipher adalah suatu fungsi matematis yang digunakan untuk melakukan enkripsi dan dekripsi Schneier, 1996. Algoritma kriptografi ini bekerja dalam
kombinasi dengan menggunakan kunci key seperti kata, nomor atau frase tertentu.
Dasar matemetis yang mendasari proses enkripsi dan dekripsi adalah relasi antara dua himpunan yaitu yang berisi elemen plainteks dan elemen cipherteks.
Enkripsi dan dekripsi merupakan fungsi transformasi antara himpunan-himpunan tersebut. Apabila elemen-elemen plainteks dinotasikan dengan P, elemen-elemen
cipherteks dinotasikan dengan C, sedang untuk proses enkripsi dinotasikan dengan E, dekripsi dinotasikan dengan D, maka secara matematis kriptografi dapat dinyatakan
sebagai berikut:
EP = C DC = P atau DEP = P
Gambar 2.6a memperlihatkan skema enkripsi dan dekripsi dengan menggunakan kunci, sedangkan Gambar 2.6b mengilustrasikan enkripsi dan dekripsi
terhadap sebuah pesan Schneier, 1996.
Gambar 2.6 a Skema enkripsi dan dekripsi, b contoh ilustrasi enkripsi dan
dekripsi pesan.
2.1.6 Algoritma Kriptografi
Algoritma adalah urutan langkah-langkah logis untuk menyelesaikan suatu masalah yang disusun secara sistematis. Langkah-langkah tersebut harus logis, ini berarti nilai
kebenarannya harus dapat ditentukan benar atau salah. Algoritma kriptografi adalah bagian dari kriptografi yang berisi kumpulan langkah-langkah logis yang digunakan
oleh seseorang untuk melakukan enkripsi dan dekripsi. Biasanya langkah-langkah ini berupa sekumpulan fungsi matematik. Berdasarkan sifat kuncinya, ada dua jenis
algoritma kriptografi yaitu algoritma simetris dan algoritma asimetris.
2.1.6.1 Algoritma Simetris
Algoritma enkripsi akan disebut algoritma simetris apabila pasangan kunci untuk proses enkripsi dan dekripsinya adalah sama. Pada algoritma enkripsi algoritma
simetris, digunakan sebuah kunci untuk melakukan proses enkripsi dan dekripsinya.
Masalah utama yang dihadapi dalam algoritma simetris membuat pengirim dan penerima menyetujui kunci rahasia tanpa ada orang lain yang mengetahuinya. Sifat
kunci yang identik membuat pengirim harus selalu memastikan bahwa jalur yang digunakan dalam pendistribusian kunci adalah jalur yang aman atau memastikan
Plainteks Cipherteks
Plainteks A
B Enkripsi
Dekripsi Kunci
bahwa seseorang yang ditunjuk membawa kunci untuk dipertukarkan adalah orang yang dapat dipercaya.
Kelebihan sistem kriptografi simetris ini adalah kecepatan proses enkripsi dan dekripsinya yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan algoritma asimetris.
Sedangkan kelemahan dari algoritma ini adalah permasalahan pendistribusian kunci dan efisiensi jumlah kunci.
Gambar 2.7 Skema Algoritma Simetris.
Contoh dari algoritma simetris adalah Vigenere Cipher, Cipher Permutasi, Cipher Substitusi, Hill Cipher, OTP, RC2, RC4, RC5, RC6, Twofish, Magenta,
SAFER, LOKI, AES, DES, IDEA dan lain-lain.
2.1.6.2 Algoritma Asimetris
Algoritma asimetris adalah algoritma yang menggunakan kunci berbeda untuk proses enkripsi dan dekripsinya. Algoritma ini juga disebut sebagai sistem kriptografi
public-key karena kunci untuk enkripsi dibuat secara umum public-key, dapat diketahui oleh siapa saja, tapi untuk proses dekripsinya dibuat satu kunci yang hanya
diketahui oleh yang berwenang. Kunci ini disebut private-key.
Public-key merupakan kunci yang bersifat umum, artinya kunci ini tidak dirahasiakan sehingga dapat dilihat oleh siapa saja, sedangkan private-key adalah
kunci yang dirahasiakan dan hanya orang-orang tertentu yang boleh mengetahuinya.
Keuntungan utama dari algoritma ini adalah memberikan jaminan keamanan kepada siapa saja yang melakukan pertukaran informasi meskipun diantara mereka
tidak ada kesepakatan mengenai keamanan pesan terlebih dahulu bahkan jika mereka saling tidak mengenal satu sama lainnya.
Kelemahan dari sistem ini adalah waktu yang digunakan untuk melakukan proses enkripsi dan dekripsi jauh lebih lambat dibandingkan dengan sistem kriptografi
simetris, sehingga kurang cocok jika digunakan untuk mengenkripsi suatu pesan yang cukup banyak.
Gambar 2.8 Skema Algoritma Asimetris.
Contoh dari algoritma asimetris adalah RSA, Elgamal, ACC, LUC, DSA dan lain-lain.
2.1.6.3 Perbandingan Algoritma Simetris dan Asimetris.
Baik kriptografi simetris maupun kriptografi asimetris kunci publik, keduanya mempunyai kelebihan dan kelemahan.
1. Kelebihan kriptografi simetri: a. Algoritma kriptografi simetri dirancang sehingga proses enkripsidekripsi
membutuhkan waktu yang singkat. b. Ukuran kunci simetri relatif pendek.
c. Algoritma kriptografi simetri dapat digunakan untuk membangkitkan bilangan acak.
d. Algorima kriptografi simetri dapat disusun untuk menghasilkan cipher yang lebih kuat.
e. Otentikasi pengirim pesan langsung diketahui dari cipherteks yang diterima, karena kunci hanya diketahui oleh pengirim dan penerima pesan saja.
B
Dekripsi
Plainteks Kunci Rahasia
A
Enkripsi
Plainteks Cipherteks
Kunci Publik
2. Kelemahan kriptografi simetri: a. Kunci simetri harus dikirim melalui saluran yang aman. Kedua entitas yang
berkomunikasi harus menjaga kerahasiaan kunci ini. b. Kunci harus sering diubah, mungkin pada setiap sesi komunikasi.
3. Kelebihan kriptografi kunci-publik asimetri: a. Hanya kunci privat yang perlu dijaga kerahasiaannya oleh setiap entitas yang
berkomunikasi tetapi, otentikasi kunci publik tetap harus terjamin. Tidak ada kebutuhan mengirim kunci privat sebagaimana pada sistem simetri.
b. Pasangan kunci publikkunci privat tidak perlu diubah, bahkan dalam periode waktu yang panjang.
c. Dapat digunakan untuk mengamankan pengiriman kunci simetri. d. Beberapa algoritma kunci-publik dapat digunakan untuk memberi tanda tangan
digital pada pesan.
4. Kelemahan kriptografi kunci-publik asimetri: a. Enkripsi dan dekripsi data umumnya lebih lambat daripada sistem simetri,
karena enkripsi dan dekripsi menggunakan bilangan yang besar dan melibatkan operasi perpangkatan yang besar.
b. Ukuran cipherteks lebih besar daripada plainteks bisa dua sampai empat kali ukuran plainteks.
c. Ukuran kunci relatif lebih besar daripada ukuran kunci simetri. d. Karena kunci publik diketahui secara luas dan dapat digunakan setiap orang,
maka cipherteks tidak memberikan informasi mengenai otentikasi pengirim. e. Tidak ada algoritma kunci-publik yang terbukti aman sama seperti block
cipher. Kebanyakan algoritma mendasarkan keamanannya pada sulitnya memecahkan persoalan-persoalan aritmetik pemfaktoran, logaritmik, dan
sebagainya yang menjadi dasar pembangkitan kunci.
2.1.7 Sistem Kriptografi
Suatu sistem kriptografi merupakan sebuah himpunan algoritma, seluruh kemungkinan plainteks, cipherteks, kunci, dan proses manajemen kunci yang
digunakan. Sistem kriptografi merupakan suatu fasilitas untuk mengkonversikan plainteks menjadi cipherteks, dan sebaliknya. Dalam sistem ini, seperangkat parameter
yang menentukan proses plainteks menjadi cipherteks tertentu disebut dengan set kunci. Proses enkripsi dan dekripsi diatur oleh satu atau beberapa kunci. Secara
umum, kunci–kunci yang digunakan untuk proses enkripsi dan dekripsi tidak perlu identik, tergantung dari sistem yang digunakan.
2.1.7.1 Keamanan Sistem Kriptografi
Suatu sistem kriptografi dikatakan aman jika para penyusup adversary dengan kemampuan yang dimilikinya tidak dapat memecahkan atau membobol sistem
tersebut.
Berdasarkan kemampuan yang dimiliki penyusup, terdapat dua jenis keamanan sistem kriptografi, yaitu:
1. Keamanan tak kondisional, jika penyusup tidak dapat membobol sistem dengan kemampuan komputer yang tidak terbatas. Keamanan ini berhubungan dengan
teori informasi dan teori probabilitas. 2. Keamanan kondisional, jika secara teoritis mungkin bagi penyusup untuk
membobol sistem tapi secara komput asi tidaklah mungkin karena keterbatasan sumberdaya dan kemampuan penyusup untuk mengakses informasi. Keamanan
ini berhubungan dengan teori kompleksitas.
Sistem kriptografi dikatakan aman bila memiliki keadaan sebagai berikut: 1. Bila harga untuk membobol sistem lebih besar daripada nilai informasi yang
dibuka. 2. Bila waktu yang diperlukan untuk membobol sistem tersebut lebih lama daripada
lamanya waktu yang diperlukan oleh informasi itu untuk tetap aman.
3. Bila jumlah data yang dienkrip dengan kunci dan algoritma yang sama lebih sedikit dari jumlah data yang diperlukan untuk menembus algoritma tersebut
Kurniawan, 2004.
2.1.7.2 Serangan pada Sistem Kriptografi
Pada dasarnya serangan terhadap sistem kriptografi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Serangan pasif adalah serangan dimana penyerang hanya memonitor saluran komunikasi. Penyerang pasif hanya mengancam kerahasiaan data.
2. Serangan aktif adalah serangan dimana penyerang mencoba untuk menghapus, menambahkan, atau dengan cara yang lain mengubah transmisi pada saluran.
Penyerang aktif mengancam integritas data dan otentikasi, juga kerahasiaan.
2.2 Konsep Dasar Matematis Kriptografi