Biaya operasional Pemanfaatan Limbah Padat Nata de Coco untuk Produksi Bioetanol Menggunakan Zymomonas mobilis

22 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah padat nata de coco dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol. Potensi menjadi bietanol ditunjukkan dengan kadar gula pereduksi yang dapat mencapai 6.51 gL hidrolisat. Perlakuan fermentasi terbaik yaitu pada 15 inokulum Zymomonas mobilis dari volume substrat yang ditambahkan nutrisi urea. Hasil fermentasi menunjukkan nilai yield ps 0.49±0.02 g etanolg substrat dan konsumsi gula pereduksi sebesar 77.6 ± 0.8 . Persentase konsumsi gula yang tidak mendekati 100 menyiratkan bahwa Zymomonas mobilis belum optimum dalam mengonsumsi substrat sehingga konversi menjadi etanol tidak maksimum. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa produksi bioetanol dari limbah nata de coco menggunakan Zymomonas mobilis tidak menguntungkan karena nilai R-C ratio yang kurang dari 1, yaitu sebesar 0.3. Saran Ketidalayakkan usaha produksi bioetanol ini dikarenakan volume etanol yang tidak sebanding dengan biaya produksi. Selain itu pada analisis ekonomi ini menggunakan kultur murni sehingga membutuhkan biaya investasi yang tinggi dan setiap produksinya memerlukan proses propagasi untuk memperoleh starter. Maka diperlukan kajian mengenai penggunaan Zymomonas mobilis yang secara praktis dan murah untuk dapat menekan biaya. Usaha produksi bioetanol dari limbah padat nata de coco ini tidak potensial karena kandungan selulosa yang tidak banyak untuk menghasilkan gula yang tinggi sehingga volume etanol yang dihasilkan pun rendah. Alternatif lain pemanfaatan limbah dapat dilakukan seperti penggunaan kembali limbah menjadi produk minuman nata de coco namun hambatan yang dialami adalah belum terciptanya pasar untuk minuman dengan nata de coco yang berbentuk tidak beraturan seperti sisa-sisa potongan. DAFTAR PUSTAKA AgroTekno. 2013. Nata de coco industri unggulan [Internet]. [diunduh 2013 Desember 13]. Tersedia pada http:www.agrotekno.net201307nata-de- coco-industri-unggulan.html. Badan Ristek. 2012. Pemanfaatan bioetanol untuk kebutuhan energi Indonesia: Berita kegiatan Ristek [Internet]. [diunduh 2013 Desember 13]. Tersedia pada http:www.ristek.go.idindex.phpmoduleNews+Newsid10973. Bailey JE, DF Ollis. 1991. Dasar-Dasar Biokimia. PAU, penerjemah. Bogor: IPB. Cazetta ML, Seligoi MAPC, Buzato JB and Scarmino IS. 2007. Fermentation of molasses by Zymomonas mobilis: Effects of temperature and sugar 23 concentration on etanol production. Bioresource Technology. 98: 2824- 2828. Chang MM, TYC Chou, dan GT Tsao. 1981. Structure, preatreatment, and hidrolysis of cellulose. Di dalam: A Fiechter, editor. Advance in Biochemistry Engineering. Volume 20. Darwis AA, I Sailah, TT Irawadi, dan Safriani. 1995. Kajian kondisi fermentasi produksi selulase dari limbah kelapa sawit tandan kosong dan sabut oleh Neurospora sitophila. J Teknol. Ind. Pert 53: 199-207. Derosya V. 2010. Sakarifikasi empulur sagu Metroxylon sagu dengan konsorsium enzim amilolitik dan holoselulolitik untuk produksi bioetanol [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dien BS, MA Cotta, TW Jeffries. 2003. Bacteria engineered for fuel ethanol production: current status. Appl. Microbial Biothecnol. 63: 258-266. Doelle, H.W. 1990. Zymomonas Ethanol Process Laboratory to Commercial Evaluation. In Yu, P.L. editor. Fermentation Technologies Industrial Aplication. New York: Elsevier Applied Science. Dubois M. KA Gilles, JK Hamilton, PA Rebers, F Smith. 1956. Colorimetic method for determination of sugar and related substance. Analitical Chemist. 28: 350-356. Enie A.B. 1998. Kajian Pengembangan Industri Nata de Soya dari Air Tahu. Seminar Pengembangan Pengolahan dan Penggunaan Kedele selain Tempe. Di dalam: Intan N.T, Catur B.H, dan Sri H. 2013. Pembuatan Nata de coco: Tinjauan Sumber Nitrogen terhadap Sifat Fisiko-Kimianya [Jurnal]. Sukoharjo: Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara. Fardiaz S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Gong CS dan GT Tsao. 1979. Cellulase and Biosynthesis Regulation. Di dalam D. Perlman, editor. Annual Report of Fermentation Process. New York: Academic Press. Gunasekaran P. and Raj KC. 1999. Ethanol Fermentation Technology – Zymomonas mobilis. Current Science. Vol. 771: 56-68. Di dalam Ghani Arasyid dkk [Internet]. [Diunduh 15 Juni 2014]. Tersedia pada http:digilib.its.ac.idpublicITS-Undergraduate-12522-Paper.pdf. Haryani, Sri. 2008. Produksi bioetanol dari sirup glukosa ubi jalar Ipomoea batatas L. Menggunakan Saccharomyces cerevisiae [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hogg, S. 2005. Essential Microbiology. England: John Wiley Sons Ltd. Husnan S. dan Suwarsono M. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi ke-4. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan. Hutkins, R.W. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Food. USA: Blackwell Publishing Ltd. Ismail T, L Iksanti, ND Jayanti. 2009. Etanol dari molases menggunakan Zymomonas mobilis yang diamobolisasi dengan karaginan pada reaktor kontinyu. Makalah pada Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, 19-20 Oktober 2009, Bandung. Lee W and C Huang, 2000. Modelling of ethanol fermentation using Zymomonas mobilis ATCC 10988 grown on the media containing glucose and fructose. Biochemistry Engineering Journal 4 3: 217-227. 24 Mandels M, R. Andreotti and C. Rochie. 1976. Measurement of saccharifying cellulose. Biotechnol. Bioeng. Symp. 6: 21-33. Mayasti Nur. K. I. 2009. Analisis kelayakan pasar, teknis dan finansial produksi nata de cassava dari hasil samping industri pati tapioka, Pundong Bantul [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Mc Lellan, PJ, AJ Daugulis, and J Li, 1999. The incidence of oscillatory behavior in the continous fermentations of Z. mobilis. Biotechnology Progress 15 4: 667-680. Moat A. G. 1979. Microbiology Physiology. New York: John Willey and Sons Inc. Miller GC. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for the determination of reducing sugar. Analitical Chemist. 31: 420-428. Obire O. 2005. Activity of Zymomonas sp in palm-sap obtained in there areas in edo state, nigeria. J Appl Sci Environ Manage. 91: 25-30 Pannesar PS, SS Marwaha, JF Kenedy. 2007. Comparison of ethanol and temperature tolerance of Zymomonas mobilis strain in glucose and mollases medium. J Biothecnol. 6: 74-77. Philip GO and Williams PA. 2000. Handbook of Hydrocolloids, Woodhead Publishing limited, Cambridge. Di dalam: Sulistyana dan Ita Ulfin. 2011. Studi Pendahuluan Adsorpsi Kation Ca dan Mg Penyebab Kesadahan Menggunakan Selulosa Bakterial Nata de Coco dengan Metode Batch [skripsi]. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. San Diego: Academic Press Inc. Prescott SG and CG. Dunn. 1959. Industrial Microbiology. New York: McGraw- Hill BookCompany. Purba Elida. 2009. Hidrolisis pati ubi kayu Manihot esculenta dan pati ubi jalar Impomonea batatas menjadi glukosa secara cold process dengan acid fungal amilase dan glukoamilase [skripsi]. Lampung: Universitas Lampung. Rabinovich ML, Melnik MS, Bolobova AV. 2002. Microbial Cellulases. Microbiol. 384: 305-321. Reed G, HJ Rehm. 1983. Biotechnology Vol III. Industrial Biotechnology. Wstport, Connecticut: AVI Publishing Company Inc. Shuler ML, Kargi F. 1992. Bioprocess Engineering, Basic concept. New Jessey: Prentice Hall International Inc. Sri RS. 1992. Faktor-faktor yang mempengaruhi nata sari buah tomat [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Taherzadeh M J dan Karimi K. 2007. Acid-Based hydrolysis processes for ethanol from lignocellulosic material: a Review, J Biores 23: 472-499. Thomsen MH, JB Holm-Nilsen, P Oleskowiez-Popiel, AB Thomsen. 2008. Pretreatment of whole crop harvested, ensiled maize for ethanol production. Appl Biochem Biothecnol. 148: 23-33. Tjokroadikoesoemo S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Tsao GT, M Ladisch, C Ladisch, T.A. Hsu, B. Dale, dan T. Chou. 1978. Fermentation substrates from cellulosic materials: Production of fermentable sugars from cellulosics materials. Di dalam: Arlman D. Annuals Reports on Fermentation Processes 2 : 1-21. 25 Wang D, X Wu, S Bean, JP Wilson. 2006. Ethanol production from pearl millet using Saccharomycess cereviseae. Cereal Chem. 83 2: 127-131. Wijono D. 1988. Evaluasi kinetika fermentasi etanol oleh Zymomonas mobilis ZM 4. FTP UGM dalam Bioproses dalam Industri Pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM. Zhang M, C Eddy, K Dedana, M Finkelstein dan S Pictaggio. 1995. Metabolic engineering of a pentose metabolism pathway in ethanologenic Zymomonas mobilis. Science. 267: 240-243. Zhao Xueyan, El-Zahab, Bilal, Brosnahan, Ryan, Perry, Justin, Wang, Ping. 2007. An organic soluble lipase for water-freesynthesis of biodiesel. Appl Biochem Biotechnol. 143:236 –243 LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis karakterisasi bahan Kadar Air AOAC 1995 Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, diisi sebanyak 2-3 gram sampel lalu ditimbang W 1 kemudian dimasukkan kedalam oven suhu 105 o C selama 1-2 jam. Cawan alumunium dan sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. Ulangi pemanasan sampai dihasilkan bobot konstan W 2 . Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan air yang hilang sebagai kadar air. Kadar air = Kadar Serat Kasar AOAC 1984 Contoh sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml H 2 SO 4 0,325 N dan dididihkan selama kurang lebih 30 menit. Ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1,25 N dan dididihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas disaring dengan kertas Whatman No.40 setelah diketahui bobot keringnya. Kertas saring yang digunakan dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H 2 SO 4 dan etanol 95. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100-110°C sampai bobotnya konstan. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar serat kasar = Kandungan nitrogen N dengan metode Kjedahl Sebanyak 0.25 gam sampel dimasukkan ke dalam labu kjedahl dan ditambahkan 2.5 ml H 2 SO 4 pekat dan 1 g katalis. Larutan tersebut kemudian didestruksi hingga jernih. Selanjutnya ditambahkan NaOH 40 ke dalam larutan dekstruksi dingin sebanyak 15 ml. Disipakan pula larutan penampung di dalam erlenmeyer 250 ml yang terdiri dari 19 ml H 3 BO 3 4 dan indikator mensel 2-3 26 tetes. Setelah itu larutan sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi. Destilasi dihentikan apabila tidak ada lagi terbentuk gelembung-gelembung yang keluar pada larutan penampung. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan H 2 SO 4 0.02 N. N = Kandungan karbon C JICA 1978 Perhitungan kadar karbon didefinisikan sebagai kadar abu dalam bahan. Penentuan kadar abu berdasar pada prinsip sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550 o C. Cawan porselen dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian didinginkan selama 30 menit didalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh berat konstan A. Lalu ditimbang contoh sebanyak 2 gam B, dan dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dipijarkan menggunakan pembakar Bunsen sampai tidak membentuk asap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik furnace pada suhu 550 o C selama ± 12 jam. Selanjutnya cawan didinginkan selama 30 menit pada desikator, dan ditimbang hingga didapatkan berat konstan C. Kadar abu = Kadar C = Penetapan Total Gula Metode Fenol H 2 SO 4 Dubois et al., 1956 Sebelum dilakukan pengukuran total gula pada sampel, maka perlu diketahui kurva standar fenol yang digunakan. Tahapan pembuatan kurva fenol antara lain adalah 2 ml larutan yang mengadung 0, 10, 20, 30, 40 dan 60 g glukosa masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu, ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok. Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat. Setelah itu ditunggu selama 10 menit. Kemudian, sampel dikocok dan ditempatkan dalam penangas air selama 15 menit. Selanjutnya, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm. Pengukuran sampel hasil hidrolisat sama dengan metode pembuatan kurva fenol. Pada pengujian, larutan glukosa diganti dengan larutan hasil hidrolisis. Kurva standar fenol dapat dilihat pada Gambar 9 berikut. Gambar 6 Kurva standar fenol sulfat y = 0.0149x - 0.0216 R² = 0.9972 0.2 0.4 0.6 0.8 1 10 20 30 40 50 60 70 Abs o rba ns i Konsentrasi glukosa ppm 27 Penetapan Total Gula Pereduksi Metode DNS Miller, 1959 Prinsip uji suasana alkali gula pereduksi akan mereduksi asam 3,5 – dinitrosolisilat DNS membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Tahapan prosesnya terdiri dari penyiapan pereaski DNS, penentuan kurva standar, dan penetapan total gula pereduksi. Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu, ditambahkan 306 g Na – K Tartarat, 7,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50 o C, dan 8,3 g Na – Metebisulfit. Larutan ini diaduk rata. Kemudian, sebanyak 3 ml larutan ini dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator fenolftalein. Banyaknya titran berkisar 5 – 6 ml. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N. Penentuan kurva standar dibuat dengan mengukur untuk mengetahui nilai gula pereduksi pada glukosa pada selang 0,2 – 0,5 mgl. Kemudian nilai gula pereduksi dicari dengan metode DNS. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam gafik secara linier. Kurva standar gula pereduksi metode DNS dapat dilihat pada Gambar 10 berikut. Gambar 7 Kurva standar DNS Pengujian gula pereduksi menggunakan kurva standar DNS adalah 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian, ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Biarkan sampai dingin pada suhu ruang. Selanjutnya, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Lampiran 2 Uji aktivitas enzim Derosya 2010 Substrat CMC dibuat menjadi larutan 0.5 dalam buffer fosfat sitrat pada pH yang akan diujikan. Enzim juga diencerkan dengan buffer fosfat sitrat pada pH yang akan diujikan. Larutan substrat dan enzim kemudian dicampurkan dan diinkubasi pada suhu yang akan diujikan selama 30 menit. Tiap 10 menit, larutan dipipet sebanyak 2 ml kemudian ditambahkan pelarut DNS dinitrosalisilat sebanyak 6 ml untuk diukur gula pereduksi yang terbentuk. Sebagai kontrol, larutan substrat dan enzim pada waktu ke-0 juga diukur gula pereduksinya. Aktivitas enzim diperoleh dengan rumus berikut. y = 0.004x - 0.255 R² = 0.991 0.2 0.4 0.6 0.8 1 50 100 150 200 250 300 Abs o rba ns i Konsentrasi glukosa ppm 28 Aktivitas enzim IUml = ⁄ Penentuan kadar gula sampel maupun kontrol diketahui dengan terlebih dahulu menghubungkan nilai absorbansi substrat CMC pada berbagai konsentrasi sehingga diperoleh kurva standar menggunakan metode DNS pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar aktivitas enzim ditunjukkan pada Gambar 11 berikut. Gambar 8 Kurva standar aktivitas enzim Lampiran 3 Analisis hasil fermentasi Kadar Etanol metode specific gravity AOAC 1995 Sebanyak 25 ml contoh dimasukkan ke dalam labu distilasi sambil diukur suhunya, kemudian ditambahkan akuades dengan volume yang sama. Distilasi dihentikan setelah diperoleh distilat ±23 ml dan diatur suhunya agar sama dengan suhu pada saat pemipetan. Destilat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam piknometer 25 ml yang telah diketahui bobotnya P, selanjutnya ditepatkan hingga tanda tera dengan menambahkan akuades dan ditutup. Dinding piknometer dikeringkan kemudian ditimbang D. Piknometer dicuci dengan aseton, kemudian dikeringkan dan dibiarkan hingga mencapai suhu kamar. Dengan menggunakan piknometer yang sama, ditentukan pula bobot air suling W. Kadar etanol ditentukan dengan bantuan tabel hubungan antara bobot jenis dengan kadar etanol pada berbagai suhu. Rumus perhitungan bobot jenis adalah sebagai berikut. Biomassa kering Sebanyak 1 ml sampel di sentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Selanjutnya sampel dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 o C selama 24 jam. Sebelum ditimbang, biomassa disimpan terlebih dahulu di dalam desikator selama 1 jam. Lampiran 4 Analisis hasil hidrolisis y = 0.0027x - 0.1667 R² = 0.9912 0.5 1 1.5 100 200 300 400 500 Abs o rba ns i konsentrasi mgL 29 Ekuivalen Dekstrosa Dextrose EquivalentDE Ekuivalen dekstrosa DE diperoleh melalui rasio antara nilai gula pereduksi dengan nilai total gula. Derajat Polimerisasi DP Derajat polimerisasi diperoleh dengan membagi nilai total gula dengan nilai gula pereduksi contoh. Lampiran 5 Neraca massa proses hidrolisis Lampiran 6 Data hasil fermentasi Keterangan : 10 Zm : 10 inokulum Zymomonas mobilis dari volume substrat 10 Zm+N : 10 inokulum Zymomonas mobilis dari volume substrat dan ditambahkan nutrisi 15 Zm : 15 inokulum Zymomonas mobilis dari volume substrat 15 Zm+N : 15 inokulum Zymomonas mobilis dari volume substrat dan ditambahkan nutrisi Limbah nata de coco Pencucian Pengecilan ukuran Hidrolisis Enzim selulase Penyaringan Ampas Hidrolisat nata de coco Larutan buffer pH 5 6.78 kg kg 7 ml 3435 ml 680 g 12 L 30

1. Kadar Etanol

Hasil uji kadar etanol vv selama fermentasi 72 jam percobaan 1 Faktor Pengamatan Pengamatan jam ke- 12 24 36 48 60 72 10 Zm 0,05 0,07 0,09 0,1 0,1 0,09 10 Zm + N 0,07 0,09 0,1 0,14 0,14 0,12 15 Zm 0,05 0,09 0,13 0,15 0,14 0,13 15 Zm + N 0,07 0,11 0,15 0,2 0,19 0,15 Hasil uji kadar etanol gl selama fermentasi 72 jam percobaan 1 Hasil uji kadar etanol vv selama fermentasi 72 jam percobaan 2 Faktor Pengamatan Pengamatan jam ke- 12 24 36 48 60 72 10 Zm 0,1 0,15 0,18 0,2 0,23 0,22 10 Zm + N 0,11 0,18 0,21 0,25 0,26 0,24 15 Zm 0,13 0,2 0,25 0,27 0,25 0,25 15 Zm + N 0,18 0,23 0,28 0,3 0,3 0,28 Hasil uji kadar etanol gl selama fermentasi 72 jam percobaan 2 Faktor Pengamatan Pengamatan jam ke- 12 24 36 48 60 72 10 Zm 0,79 1,185 1,422 1,58 1,817 1,738 10 Zm + N 0,869 1,422 1,659 1,975 2,054 1,896 15 Zm 1,027 1,58 1,975 2,133 1,975 1,975 15 Zm + N 1,422 1,817 2,212 2,37 2,37 2,212

2. Kadar Gula Pereduksi Sisa

Hasil uji kadar gula pereduksi gl selama fermentasi 72 jam percobaan 1 Faktor Pengamatan Pengamatan jam ke- 12 24 36 48 60 72 10 Zm 3.56 3.29 1.89 0.84 0.54 0.5 0.45 10 Zm + N 3.56 3.32 1.67 0.8 0.43 0.38 0.33 15 Zm 3.56 3.27 1.72 0.78 0.42 0.35 0.33 15 Zm + N 3.56 3.25 1.03 0.68 0.33 0.31 0.27 Faktor Pengamatan Pengamatan jam ke- 12 24 36 48 60 72 10 Zm 0,395 0,553 0,711 0,79 0,79 0,711 10 Zm + N 0,553 0,711 0,79 1,106 1,106 0,948 15 Zm 0,395 0,711 1,027 1,185 1,106 1,027 15 Zm + N 0,553 0,869 1,185 1,58 1,501 1,185 31 Hasil uji kadar gula pereduksi gl selama fermentasi 72 jam percobaan 2 Faktor pengamatan Pengamatan jam ke- 12 24 36 48 60 72 10 Zm 6.51 6.09 5.81 4.46 2.07 1.94 1.88 10 Zm + N 6.51 5.89 4.75 3.91 1.8 1.68 1.6 15 Zm 6.51 5.88 4.79 3.86 1.65 1.64 1.63 15 Zm + N 6.51 5.17 4.55 2.87 1.23 1.03 0.99

3. Konsentrasi Biomassa sel

Konsentrasi biomassa sel gl selama fermentasi 72 jam percobaan 1 Faktor Pengamatan Pengamatan jam ke- 12 24 36 48 60 72 10 Zm 0.048 0.26 0.526 0.67 1.269 0.62 0.753 10 Zm + N 0.05 0.32 0.646 0.655 1.22 0.68 0.68 15 Zm 0.056 0.4 0.473 0.647 1.073 0.624 1.073 15 Zm + N 0.058 0.543 0.813 1.086 1.896 1.473 1.473 Konsentrasi biomassa sel gl selama fermentasi 72 jam percobaan 2 Faktor pengamatan Pengamatan jam ke- 12 24 36 48 60 72 10 Zm 0,048 0,4 0,771 0,833 1,107 1,107 1,106 10 Zm + N 0,05 0,387 0,953 1,118 1,169 1,168 1,12 15 Zm 0,056 0,897 0,953 1,118 1,387 1,169 1,28 15 Zm + N 0,058 0,987 1,167 1,169 1,553 1,129 1,125 4. Hasil Uji Fermentasi Perlakuan Media Terbaik inokulum 15 + nutrisi

a. Kadar etanol

Hasil uji kadar etanol vv selama fermentasi 72 jam Percobaan Pengamatan jam ke- 12 24 48 72 Ulangan 1 0.09 0.2 0.24 0.22 Ulangan 2 0.13 0.22 0.26 0.25 mean 0.11 0.21 0.25 0.24 SD 0.03 0.01 0.01 0.02 32 Hasil uji kadar etanol gl selama fermentasi 72 jam Percobaan Pengamatan jam ke- 12 24 48 72 Ulangan 1 0.711 1.58 1.896 1.738 Ulangan 2 1.027 1.738 2.054 1.975 mean 0.9 1.6 2.0 1.8 SD 0.2 0.1 0.1 0.2

b. Kadar gula pereduksi sisa

Hasil uji kadar gula pereduksi sisa gl selama fermentasi 72 jam Percobaan Pengamatan jam ke- 12 24 48 72 Ulangan 1 5.21 4.79 2.92 1.21 1.09 Ulangan 2 5.21 4.23 2.96 1.12 1.02 mean 5.21 4.5 2.94 1.17 1.05 SD 0.4 0.03 0.06 0.05

c. Konsentrasi biomassa

Hasil uji konsentrasi biomassa sel gl selama fermentasi 72 jam Percobaan Pengamatan jam ke- 12 24 48 72 Ulangan 1 0.72 0.661 1.018 1.145 1.187 Ulangan 2 0.72 0.788 1.224 1.353 1.167 mean 0.72 0.72 1.12 1.25 1.18 SD 0.09 0.14 0.14 0.01

5. Penentuan waktu fermentasi optimum

Menggunakan analisis Anova Faktor Tunggal Perlakuan jam Ulangan Jumlah Rata-rata Varian 2 12 2 0,22 0,11 0,0008 24 2 0,42 0,21 0,0002 48 2 0,5 0,25 0,0002 72 2 0,47 0,235 0,00045 Hasil uji statistik waktu fermentasi optimum Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung Ftabel Waktu fermentasi 0,08864 4 0,02216 67,15 5,19 Error 0,00165 5 0,00033 Total 0,09029 9 33 F hitung Ftabel yang dapat diartikan waktu fermentasi yang diujikan berbeda signifikan terhadap respon yang diamati yaitu kadar etanol. Maka analisis dilanjutkan ke uji Duncan Uji lanjut Duncan P 2 3 4 5 SY 0,00454 0,00454 0,00454 0,00454 RP 0,016526 0,01698 0,017207 0,017388 Selisih rata-rata kadar etanol pada setiap jam fermentasi 0 jam 12 jam 24 jam 48 jam 72 jam 0,11 0,21 0,25 0,235 0 jam 12 jam 0,11 0,11 24 jam 0,21 0,21 0,1 48 jam 0,25 0,25 0,14 0,04 72 jam 0,235 0,235 0,125 0,025 0,015 Syarat berbeda nyata yaitu selisih rata-rata antar perlakuan lebih besar dari nilai RP antar perlakuan. Maka dapat dinyatakan bahwa : 0 jam berbeda nyata dengan 12 jam 12 jam berbeda nyata dengan 24, 48, dan 72 jam 24 jam berbeda nyata dengan 48 dan 72 jam 48 jam tidak berbeda nyata dengan 72 jam Maka, 48 jam dinyatakan sebagai waktu fermentasi optimum karena hasil kadar etanol antara 72 jam tidak berbeda nyata.

6. Kinetika fermentasi

Laju pertumbuhan spesifik = Keterangan : Xt = biomassa sel pada waktu ke-t Xo = biomassa sel pada waktu ke-0 tn = waktu fermentasi Waktu penggandaan sel = Parameter kineika fermentasi Waktu fermentasi jam 12 24 48 72 Laju pertumbuhan spesifik µ jam -1 0.0005 0.018 0.011 0.0068 doubling time jam 1328.93 37.40 60.12 101.08 Laju pertumbuhan spesifik maksimum µ maks dicapai saat jumlah substrat dan nutrisi masih mencukupi atau terjadi pada fase eksponensial maka dari penelitian ini µ maks = 0.018 jam -1 dengan waktu penggandaan sel doubling time 37 jam