Biaya operasional Pemanfaatan Limbah Padat Nata de Coco untuk Produksi Bioetanol Menggunakan Zymomonas mobilis
22
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah padat nata de coco dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol. Potensi menjadi bietanol ditunjukkan dengan
kadar gula pereduksi yang dapat mencapai 6.51 gL hidrolisat. Perlakuan fermentasi terbaik yaitu pada 15 inokulum Zymomonas mobilis
dari volume substrat yang ditambahkan nutrisi urea. Hasil fermentasi menunjukkan nilai yield ps 0.49±0.02 g etanolg substrat dan konsumsi gula
pereduksi sebesar 77.6 ± 0.8 . Persentase konsumsi gula yang tidak mendekati 100 menyiratkan bahwa Zymomonas mobilis belum optimum dalam
mengonsumsi substrat sehingga konversi menjadi etanol tidak maksimum.
Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa produksi bioetanol dari limbah nata de coco menggunakan Zymomonas mobilis tidak menguntungkan
karena nilai R-C ratio yang kurang dari 1, yaitu sebesar 0.3.
Saran
Ketidalayakkan usaha produksi bioetanol ini dikarenakan volume etanol yang tidak sebanding dengan biaya produksi. Selain itu pada analisis ekonomi ini
menggunakan kultur murni sehingga membutuhkan biaya investasi yang tinggi dan setiap produksinya memerlukan proses propagasi untuk memperoleh starter.
Maka diperlukan kajian mengenai penggunaan Zymomonas mobilis yang secara praktis dan murah untuk dapat menekan biaya.
Usaha produksi bioetanol dari limbah padat nata de coco ini tidak potensial karena kandungan selulosa yang tidak banyak untuk menghasilkan gula yang
tinggi sehingga volume etanol yang dihasilkan pun rendah. Alternatif lain pemanfaatan limbah dapat dilakukan seperti penggunaan kembali limbah menjadi
produk minuman nata de coco namun hambatan yang dialami adalah belum terciptanya pasar untuk minuman dengan nata de coco yang berbentuk tidak
beraturan seperti sisa-sisa potongan.
DAFTAR PUSTAKA
AgroTekno. 2013. Nata de coco industri unggulan [Internet]. [diunduh 2013 Desember 13]. Tersedia pada http:www.agrotekno.net201307nata-de-
coco-industri-unggulan.html. Badan Ristek. 2012. Pemanfaatan bioetanol untuk kebutuhan energi Indonesia:
Berita kegiatan Ristek [Internet]. [diunduh 2013 Desember 13]. Tersedia pada http:www.ristek.go.idindex.phpmoduleNews+Newsid10973.
Bailey JE, DF Ollis. 1991. Dasar-Dasar Biokimia. PAU, penerjemah. Bogor: IPB. Cazetta ML, Seligoi MAPC, Buzato JB and Scarmino IS. 2007. Fermentation of
molasses by Zymomonas mobilis: Effects of temperature and sugar
23
concentration on etanol production. Bioresource Technology. 98: 2824- 2828.
Chang MM, TYC Chou, dan GT Tsao. 1981. Structure, preatreatment, and hidrolysis of cellulose. Di dalam: A Fiechter, editor. Advance in
Biochemistry Engineering. Volume 20. Darwis AA, I Sailah, TT Irawadi, dan Safriani. 1995. Kajian kondisi fermentasi
produksi selulase dari limbah kelapa sawit tandan kosong dan sabut oleh Neurospora sitophila. J Teknol. Ind. Pert 53: 199-207.
Derosya V. 2010. Sakarifikasi empulur sagu Metroxylon sagu dengan konsorsium enzim amilolitik dan holoselulolitik untuk produksi bioetanol
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dien BS, MA Cotta, TW Jeffries. 2003. Bacteria engineered for fuel ethanol
production: current status. Appl. Microbial Biothecnol. 63: 258-266. Doelle, H.W. 1990. Zymomonas Ethanol Process Laboratory to Commercial
Evaluation. In Yu, P.L. editor. Fermentation Technologies Industrial Aplication. New York: Elsevier Applied Science.
Dubois M. KA Gilles, JK Hamilton, PA Rebers, F Smith. 1956. Colorimetic method for determination of sugar and related substance. Analitical
Chemist. 28: 350-356. Enie A.B. 1998. Kajian Pengembangan Industri Nata de Soya dari Air Tahu.
Seminar Pengembangan Pengolahan dan Penggunaan Kedele selain Tempe. Di dalam: Intan N.T, Catur B.H, dan Sri H. 2013. Pembuatan Nata de coco:
Tinjauan Sumber Nitrogen terhadap Sifat Fisiko-Kimianya [Jurnal]. Sukoharjo: Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara.
Fardiaz S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Gong CS dan GT Tsao. 1979. Cellulase and Biosynthesis Regulation. Di dalam D. Perlman, editor. Annual Report of Fermentation Process. New York:
Academic Press. Gunasekaran P. and Raj KC. 1999. Ethanol Fermentation Technology
– Zymomonas mobilis. Current Science. Vol. 771: 56-68. Di dalam Ghani
Arasyid dkk [Internet]. [Diunduh 15 Juni 2014]. Tersedia pada http:digilib.its.ac.idpublicITS-Undergraduate-12522-Paper.pdf.
Haryani, Sri. 2008. Produksi bioetanol dari sirup glukosa ubi jalar Ipomoea batatas L. Menggunakan Saccharomyces cerevisiae [Skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor. Hogg, S. 2005. Essential Microbiology. England: John Wiley Sons Ltd.
Husnan S. dan Suwarsono M. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi ke-4. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan.
Hutkins, R.W. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Food. USA: Blackwell Publishing Ltd.
Ismail T, L Iksanti, ND Jayanti. 2009. Etanol dari molases menggunakan Zymomonas mobilis yang diamobolisasi dengan karaginan pada reaktor
kontinyu. Makalah pada Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, 19-20 Oktober 2009, Bandung.
Lee W and C Huang, 2000. Modelling of ethanol fermentation using Zymomonas
mobilis ATCC 10988 grown on the media containing glucose and fructose. Biochemistry Engineering Journal 4 3: 217-227.
24
Mandels M, R. Andreotti and C. Rochie. 1976. Measurement of saccharifying cellulose. Biotechnol. Bioeng. Symp. 6: 21-33.
Mayasti Nur. K. I. 2009. Analisis kelayakan pasar, teknis dan finansial produksi nata de cassava dari hasil samping industri pati tapioka, Pundong Bantul
[skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Mc Lellan, PJ, AJ Daugulis, and J Li, 1999. The incidence of oscillatory behavior
in the continous fermentations of Z. mobilis. Biotechnology Progress 15 4: 667-680.
Moat A. G. 1979. Microbiology Physiology. New York: John Willey and Sons Inc.
Miller GC. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for the determination of reducing sugar. Analitical Chemist. 31: 420-428.
Obire O. 2005. Activity of Zymomonas sp in palm-sap obtained in there areas in edo state, nigeria. J Appl Sci Environ Manage. 91: 25-30
Pannesar PS, SS Marwaha, JF Kenedy. 2007. Comparison of ethanol and temperature tolerance of Zymomonas mobilis strain in glucose and mollases
medium. J Biothecnol. 6: 74-77. Philip GO and Williams PA. 2000. Handbook of Hydrocolloids, Woodhead
Publishing limited, Cambridge. Di dalam: Sulistyana dan Ita Ulfin. 2011. Studi Pendahuluan Adsorpsi Kation Ca dan Mg Penyebab Kesadahan
Menggunakan Selulosa Bakterial Nata de Coco dengan Metode Batch [skripsi]. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. San Diego: Academic Press Inc.
Prescott SG and CG. Dunn. 1959. Industrial Microbiology. New York: McGraw- Hill BookCompany.
Purba Elida. 2009. Hidrolisis pati ubi kayu Manihot esculenta dan pati ubi jalar Impomonea batatas menjadi glukosa secara cold process dengan acid
fungal amilase dan glukoamilase [skripsi]. Lampung: Universitas Lampung. Rabinovich ML, Melnik MS, Bolobova AV. 2002. Microbial Cellulases.
Microbiol. 384: 305-321. Reed G, HJ Rehm. 1983. Biotechnology Vol III. Industrial Biotechnology.
Wstport, Connecticut: AVI Publishing Company Inc. Shuler ML, Kargi F. 1992. Bioprocess Engineering, Basic concept. New Jessey:
Prentice Hall International Inc. Sri RS. 1992. Faktor-faktor yang mempengaruhi nata sari buah tomat [skripsi].
Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Taherzadeh M J dan Karimi K. 2007. Acid-Based hydrolysis processes for ethanol
from lignocellulosic material: a Review, J Biores 23: 472-499. Thomsen MH, JB Holm-Nilsen, P Oleskowiez-Popiel, AB Thomsen. 2008.
Pretreatment of whole crop harvested, ensiled maize for ethanol production. Appl Biochem Biothecnol. 148: 23-33.
Tjokroadikoesoemo S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tsao GT, M Ladisch, C Ladisch, T.A. Hsu, B. Dale, dan T. Chou. 1978. Fermentation substrates from cellulosic materials: Production of
fermentable sugars from cellulosics materials. Di dalam: Arlman D. Annuals Reports on Fermentation Processes 2 : 1-21.
25
Wang D, X Wu, S Bean, JP Wilson. 2006. Ethanol production from pearl millet using Saccharomycess cereviseae. Cereal Chem. 83 2: 127-131.
Wijono D. 1988. Evaluasi kinetika fermentasi etanol oleh Zymomonas mobilis ZM 4. FTP UGM dalam Bioproses dalam Industri Pangan. Yogyakarta: PAU
Pangan dan Gizi UGM. Zhang M, C Eddy, K Dedana, M Finkelstein dan S Pictaggio. 1995. Metabolic
engineering of a pentose metabolism pathway in ethanologenic Zymomonas mobilis. Science. 267: 240-243.
Zhao Xueyan, El-Zahab, Bilal, Brosnahan, Ryan, Perry, Justin, Wang, Ping. 2007. An organic soluble lipase for water-freesynthesis of biodiesel. Appl
Biochem Biotechnol. 143:236 –243
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis karakterisasi bahan Kadar Air AOAC 1995
Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, diisi sebanyak 2-3 gram sampel lalu ditimbang W
1
kemudian dimasukkan kedalam oven suhu 105
o
C selama 1-2 jam. Cawan alumunium dan sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. Ulangi
pemanasan sampai dihasilkan bobot konstan W
2
. Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan air yang hilang sebagai kadar air.
Kadar air =
Kadar Serat Kasar AOAC 1984
Contoh sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml H
2
SO
4
0,325 N dan dididihkan selama kurang lebih 30 menit. Ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1,25 N dan dididihkan selama 30 menit.
Dalam keadaan panas disaring dengan kertas Whatman No.40 setelah diketahui bobot keringnya. Kertas saring yang digunakan dicuci berturut-turut dengan air
panas, 25 ml H
2
SO
4
dan etanol 95. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100-110°C sampai bobotnya konstan. Kertas saring didinginkan dalam
desikator dan ditimbang.
Kadar serat kasar = Kandungan nitrogen N dengan metode Kjedahl
Sebanyak 0.25 gam sampel dimasukkan ke dalam labu kjedahl dan ditambahkan 2.5 ml H
2
SO
4
pekat dan 1 g katalis. Larutan tersebut kemudian didestruksi hingga jernih. Selanjutnya ditambahkan NaOH 40 ke dalam larutan
dekstruksi dingin sebanyak 15 ml. Disipakan pula larutan penampung di dalam erlenmeyer 250 ml yang terdiri dari 19 ml H
3
BO
3
4 dan indikator mensel 2-3
26
tetes. Setelah itu larutan sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi. Destilasi dihentikan apabila tidak ada lagi terbentuk gelembung-gelembung yang keluar
pada larutan penampung. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan H
2
SO
4
0.02 N. N =
Kandungan karbon C JICA 1978
Perhitungan kadar karbon didefinisikan sebagai kadar abu dalam bahan. Penentuan kadar abu berdasar pada prinsip sisa mineral hasil pembakaran bahan
organik pada suhu 550
o
C. Cawan porselen dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105
o
C selama 1 jam, kemudian didinginkan selama 30 menit didalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh berat konstan A. Lalu
ditimbang contoh sebanyak 2 gam B, dan dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dipijarkan menggunakan pembakar Bunsen sampai tidak membentuk asap
lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik furnace pada suhu 550
o
C selama ± 12 jam. Selanjutnya cawan didinginkan selama 30 menit pada desikator,
dan ditimbang hingga didapatkan berat konstan C.
Kadar abu = Kadar C =
Penetapan Total Gula Metode Fenol H
2
SO
4
Dubois et al., 1956
Sebelum dilakukan pengukuran total gula pada sampel, maka perlu diketahui kurva standar fenol yang digunakan. Tahapan pembuatan kurva fenol
antara lain adalah 2 ml larutan yang mengadung 0, 10, 20, 30, 40 dan 60 g glukosa masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu, ditambahkan 1 ml
larutan fenol 5 dan dikocok. Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat. Setelah itu ditunggu selama 10 menit. Kemudian, sampel dikocok
dan ditempatkan dalam penangas air selama 15 menit. Selanjutnya, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm.
Pengukuran sampel hasil hidrolisat sama dengan metode pembuatan kurva fenol. Pada pengujian, larutan glukosa diganti dengan larutan hasil hidrolisis.
Kurva standar fenol dapat dilihat pada Gambar 9 berikut.
Gambar 6 Kurva standar fenol sulfat
y = 0.0149x - 0.0216 R² = 0.9972
0.2 0.4
0.6 0.8
1
10 20
30 40
50 60
70
Abs o
rba ns
i
Konsentrasi glukosa ppm
27
Penetapan Total Gula Pereduksi Metode DNS Miller, 1959
Prinsip uji suasana alkali gula pereduksi akan mereduksi asam 3,5 –
dinitrosolisilat DNS membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm.
Tahapan prosesnya terdiri dari penyiapan pereaski DNS, penentuan kurva standar, dan penetapan total gula pereduksi. Pereaksi DNS dibuat dengan
melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu, ditambahkan 306 g Na
– K Tartarat, 7,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50
o
C, dan 8,3 g Na – Metebisulfit. Larutan ini diaduk rata. Kemudian,
sebanyak 3 ml larutan ini dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator fenolftalein. Banyaknya titran berkisar 5
– 6 ml. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N.
Penentuan kurva standar dibuat dengan mengukur untuk mengetahui nilai gula pereduksi pada glukosa pada selang 0,2
– 0,5 mgl. Kemudian nilai gula pereduksi dicari dengan metode DNS. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam
gafik secara linier. Kurva standar gula pereduksi metode DNS dapat dilihat pada Gambar 10 berikut.
Gambar 7 Kurva standar DNS Pengujian gula pereduksi menggunakan kurva standar DNS adalah 1 ml
sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian, ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit.
Biarkan sampai dingin pada suhu ruang. Selanjutnya, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm.
Lampiran 2 Uji aktivitas enzim Derosya 2010
Substrat CMC dibuat menjadi larutan 0.5 dalam buffer fosfat sitrat pada pH yang akan diujikan. Enzim juga diencerkan dengan buffer fosfat sitrat pada pH
yang akan diujikan. Larutan substrat dan enzim kemudian dicampurkan dan diinkubasi pada suhu yang akan diujikan selama 30 menit. Tiap 10 menit, larutan
dipipet sebanyak 2 ml kemudian ditambahkan pelarut DNS dinitrosalisilat sebanyak 6 ml untuk diukur gula pereduksi yang terbentuk. Sebagai kontrol,
larutan substrat dan enzim pada waktu ke-0 juga diukur gula pereduksinya. Aktivitas enzim diperoleh dengan rumus berikut.
y = 0.004x - 0.255 R² = 0.991
0.2 0.4
0.6 0.8
1
50 100
150 200
250 300
Abs o
rba ns
i
Konsentrasi glukosa ppm
28
Aktivitas enzim IUml = ⁄
Penentuan kadar gula sampel maupun kontrol diketahui dengan terlebih dahulu menghubungkan nilai absorbansi substrat CMC pada berbagai konsentrasi
sehingga diperoleh kurva standar menggunakan metode DNS pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar aktivitas enzim ditunjukkan pada Gambar 11
berikut.
Gambar 8 Kurva standar aktivitas enzim
Lampiran 3 Analisis hasil fermentasi Kadar Etanol metode
specific gravity AOAC 1995
Sebanyak 25 ml contoh dimasukkan ke dalam labu distilasi sambil diukur suhunya, kemudian ditambahkan akuades dengan volume yang sama. Distilasi
dihentikan setelah diperoleh distilat ±23 ml dan diatur suhunya agar sama dengan suhu pada saat pemipetan. Destilat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
piknometer 25 ml yang telah diketahui bobotnya P, selanjutnya ditepatkan hingga tanda tera dengan menambahkan akuades dan ditutup. Dinding piknometer
dikeringkan kemudian ditimbang D.
Piknometer dicuci dengan aseton, kemudian dikeringkan dan dibiarkan hingga mencapai suhu kamar. Dengan menggunakan piknometer yang sama,
ditentukan pula bobot air suling W. Kadar etanol ditentukan dengan bantuan tabel hubungan antara bobot jenis dengan kadar etanol pada berbagai suhu.
Rumus perhitungan bobot jenis adalah sebagai berikut.
Biomassa kering
Sebanyak 1 ml sampel di sentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Selanjutnya sampel dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50
o
C selama 24 jam. Sebelum ditimbang, biomassa disimpan terlebih dahulu di dalam
desikator selama 1 jam. Lampiran 4 Analisis hasil hidrolisis
y = 0.0027x - 0.1667 R² = 0.9912
0.5 1
1.5
100 200
300 400
500
Abs o
rba ns
i
konsentrasi mgL
29
Ekuivalen Dekstrosa Dextrose EquivalentDE
Ekuivalen dekstrosa DE diperoleh melalui rasio antara nilai gula pereduksi dengan nilai total gula.
Derajat Polimerisasi DP
Derajat polimerisasi diperoleh dengan membagi nilai total gula dengan nilai gula pereduksi contoh.
Lampiran 5
Neraca massa proses hidrolisis
Lampiran 6 Data hasil fermentasi
Keterangan : 10 Zm
: 10 inokulum Zymomonas mobilis dari volume substrat 10 Zm+N : 10 inokulum Zymomonas mobilis dari volume substrat dan
ditambahkan nutrisi 15 Zm
: 15 inokulum Zymomonas mobilis dari volume substrat 15 Zm+N : 15 inokulum Zymomonas mobilis dari volume substrat dan
ditambahkan nutrisi Limbah nata
de coco
Pencucian
Pengecilan ukuran
Hidrolisis Enzim
selulase Penyaringan
Ampas
Hidrolisat nata de coco
Larutan buffer pH 5
6.78 kg kg
7 ml 3435 ml
680 g
12 L
30