5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan dan saran
sebagai berikut : 1. Ekosistem mangrove Segara Anakan mengalami degradasi yang
diindikasikan dengan penurunan luas dan saat ini mencapai 8036.9 ha. 2. Populasi P.erosa memiliki nilai kepadatan sebesar 9.83 + 4.68 indm
2
, ukuran panjang dominan 4.6
– 5.8 cm, mengelompok dan melimpah pada bagian barat maupun tengah Segara Anakan dengan kondisi mangrove
relatif rusak. 3. Populasi P.erosa tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan
kondisi mangrove dan faktor lingkungan yang berpengaruh adalah kandungan air dalam substrat, temperatur dan intensitas cahaya.
4. Masyarakat memanfaatkan P.erosa sebagai sumber makanan, pendapatan dan menimbun lahan.
Saran
Kondisi populasi P. erosa akan tetap baik di kawasan mangrove Segara Anakan, maka disarankan beberapa hal berikut:
1. Perlu adanya pengelolaan ekosistem mangrove yang melibatkan masyarakat. 2. Perlunya pengelolaan P. erosa agar masyarakat dapat melakukan
pengembangan dengan cara budidaya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali S, Huda I, Wardianto Y, Haji AG. 2009. Kondisi Vegetasi dan Kerang
Geloina erosa Pasca Tsunami dalam Kawasan Ekosistem Mangrove Pesisir Barat Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Kelautan dan Perikanan.
192: 82-89.
Amin R. 2009. Potensi Kerang Kepah Polymesoda erosa Perairan Pemangkat Sambas Kalimantan Barat [Tesis]. Semarang ID: Universitas
Diponegoro. hlm 183-246. Anwar C , Hendra G. 2007. Peran Ekologis dan Sosial Hutan Mangrove Dalam
Mendukung Pembangunan Wilayah. Prosiding Seminar Ekspose Hasil Penelitian:
Konservasi dan
Rehabilitasi Sumberdaya
Hutan. http:www.dephut.go.idfileschairil_hendra.pdf , diakses 30 April 2012.
Anwari MS, Sunarto, Dulbahri, Suwarno, Hadi S. 2013. Struktur dan Komposisi Mangrove Berdasarkan Tingkat Kerusakan di Segara Anakan, Cilacap.
Jurnal Waratropika sedang dicetak. Ardli ER, Widyastuti A. 2001. Application of NDVI analysis from Landsat TM
and SPOT images for monitoring and detection of mangrove damages at Segara Anakan Cilacap, Central Java. in Bahasa Indonesia. DUE-like
project Unsoed, Purwokerto Indonesia.
Ardli ER, Wolff M. 2008. Land use and land cover change affecting habitat distribution in the Segara Anakan lagoon, Java, Indonesia. Regional
Environmental Change. DOI:10.1007 s10113-008-0072-6. Ardli ER, Yani E, Widyastuti A. 2010. Distribusi Spasial dan Dinamika Populasi
Polymesoda erosa di Ekosistem Mangrove Segara Anakan Cilacap, Sebagai Acuan Restocking dan Konservasi. Fakultas Biologi Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Atmaja SB. 2010. Dampak Krisis Habitat Terhadap Perikanan Tangkap Kasus Perairan Segara Anakan Cilacap. Laporan Akhir. Balai Riset Perikanan
Laut. Bahtiar. 2005. Kajian Populasi Pokea di Sungai Pohara Kendari Sulawesi
Tenggara [Tesis]. Bogor ID: Sekolah Pasca Sarjana IPB. hlm 5-14. Barnes RD, Rupert. 1991. Invertebrata Zoology. Sixt Edition, Sounder College,
Publishing New York, hlm 601-607.
Barus TA. 1996. Metode Ekologi untuk Menilai Suatu Perairan Lotik.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara.
hlm 4-9. Begen DG. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik
Sumberdaya Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. hlm 86 .
[BPKSA] Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan. 2003. Laporan pelaksanaan proyek konservasi dan pembangunan Segara Anakan. Lokakarya Status,
Problem dan Potensi Sumberdaya Perairan dengan Acuan Segara Anakan dan DAS Serayu. Purwokerto.
. 2007. Monitoring Kawasan Segara Anakan Cilacap. Pemerintah Kabupaten Cilacap. Cilacap. 58 hlm.
Buana Katulistiwa. 2002. Beberapa Indikasi Terjadinya Degradasi Lingkungan Hidup dan Kegiatan Masyarakat sebagai Faktor Pendorongnya di
Indonesia. Depok: Buana Katulistiwa - NGO for Spatial Information, Jawa Barat, Indonesia
Campos, Cabrera PJ, Cruz-Soto RA, Palacios VJA. 1998. Reproductive cycle of Polymesoda radiata Bivalvia: Corbiculidae in Costa Rica. Biología
Tripical: 643-648 . Dwiono SAP. 2003. Pengenalan Kerang Mangrove Geloina erosa dan Geloina
expansa. Oceana 28: 31-38. Dombois M, Ellenberg H. 1974. Aims and Methodes of Vegetation Ecology. John
Wiley. New York. hlm 547 . Dudley R. 2000. Segara Anakan Fisheries Management Plan. Interim Report,
SACDP. Cilacap. Effendi H. 2003. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Perairan.
Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. hlm 234-259 . Fachrul MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta ID: Bumi Aksara. hlm
198. Giesen W, Stephan W, Max Z, Liesbeth S. 2007. Mangrove Guidebook for
Southeast Asia. FAO and Wetlands International. Dharmasarn Co., Ltd. Gosling E. 2003. Bivalve Mollusc: Biology, Ecology an Culture. Fishing News
Books a division of Blackwell Publishing.hlm 443-455. Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati
Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian 23 1: 1-17.
Hari H. 1999. Beberapa Aspek Bioekologi Komunitas Bivalvia di Kawasan Hutan Mangrove Teluk Kalisusu, Kab. Muna, Sulawesi Tenggara [Tesis].
Bogor ID : Program Pascasarjana IPB. hlm 105. Hartati R, Widowati I, Ristiadi Y. 2005. Histologi Gonad Kerang Totok dari
Laguna Segara Anakan, Cilacap. Jurnal Ilmu Kelautan 10 3 : 119-125. Heddy S , Kurniati M. 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi : Suatu Bahasan
Tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya. Jakarta ID : PT. Rajagrafindo Persada. hlm 270-284.
Heryanto, Marsetiowati R, Yulianda F. 2006. Metode Survei dan Pemantauan Populasi Satwa. Seri Kelima tentang Siput dan Kerang. Cibinong ID :
Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi-LIPI. hlm 56. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta ID : Bumi Aksada.
Irwanto. 2006. Peranan Hutan Mangrove. Yogyakarta.
Kastawi Y. 2005. Zoologi Avertebrata. Malang ID : UNM. Kastoro W. 1988. Beberapa Aspek Biologi Kerang Hijau Perena viridis L dari
Perairan Binaria. Ancol Teluk Jakarta. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. hlm 21-32.
Khasanah F, Supriyantini E, Wulandari SY. 2010. Kandungan Nutrisi Kerang Totok pada Variasi Ukuran Cangkang di Pulau Gombol, Cilacap.
Majalah Ilmu Kelautan. Khazali M. 1999. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat.
Bogor ID : Wetland International-Indonesia Programme. Kresnasari D. 2010. Analisis Bioekologi: Sebaran Ukuran Kerang Totok
Polymesoda erosa Di Segara Anakan Cilacap [Tesis]. Semarang ID : Universitas Diponegoro.
Kusmana C. 1994. Ekologi Mangrove. Bogor ID: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Leimena HEP, Tati, Subadar SS, Adianto. 2005. Estimasi Daya Dukung Dan Pola Pertumbuhan Populasi Kerang Lola Trocus niloticus di Pulau Saparua
Maluku Tenggah. Jurnal Matematika dan Sains. hlm 75-80. Listyaningsih DD, Ardli ER, Prabowo RE. 2011. Studi Bioekologi Polymesoda
erosa di Ekosistem Mangrove Segara Anakan, Cilacap [Skripsi]. Purwokerto ID: Fakultas Biologi UNSOED.
Loveless AR. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Jakarta ID: PT Gramedia.
Manzi JJ, Castagna M. 1989. Hatchery Production of Nursery Stock Clams.In Clam Mariculture in North America.Elsevier. New York. hlm 285-296.
Maulana MB, Widowati I , Suprijanto J. 2010. Studi Digestif Diverticula Kerang Totok Berdasarkan Perbedaan Kondisi Perendaman di Lokasi Mangrove
Replant Teluk Awur. Jepara ID: Majalah Ilmu Kelautan. Medrizam, Pratiwi S, Wardiyono. 2004. Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati
di Indonesia. Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Jakarta ID: Direktorat Pengendalian Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Hidup.
Morton B. 1984. A Review of Polymesoda erosa Geloina Gray 1842 Bivalvia: Corbiculidae from Indo-Pasific Mangrove. Journal Asian Marine
Biology 1: 77-86. Mueller-Dombois D, Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation
Ecology. John Wiley, London. Murtiono UH, Gunardjo T, Uchu WHP. 2012. Kajian Peran Dominansi Jenis
Mangrove Dalam Penjeratan Sedimen Terlarut di Segara Anakan Cilacap. Penelitian dan Pengembangan Kehutanan BPTKPDAS.
Surakarta.
Nabuko C, Achmadi A. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta ID : Bumi Aksara Natan Y. 2008. Studi Ekologi dan Reproduksi Kerang Lumpur pada Ekosistem
Mangrove Teluk Ambon Bagian Dalam [Disertasi]. Bogor ID: Sekolah Pasca Sarjana. hlm 163.
Noor YR, Khazali M, Suryadiputra NN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor ID: Wetlands International Indonesia Programe.
Nordhaus I, Hadipudjana FA, Janssen R, Pamungkas J. 2009. Spatio-temporal variation of macrobenthic communities in the mangrove-fringed Segara
Anakan lagoon, Indonesia, affected by anthropogenic activities. Environmental Change. 9: 291
– 313 DOI 10.1007s10113-009-0097-5. Nyabakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta ID : PT.
Gramedia Jakarta. hlm 421-459. Odum EP. 1976. Dasar-dasar Ekologi.Edisi ke-III. Diterjemahkan oleh Tjahjono
S. Yogyakarta ID: Gadjah Mada University Press. hlm 241-250.
Onrizal. 2008. Teknik Survey dan Analisa Data Sumberdaya Mangrove. Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan untuk Petugas atau
Penyuluh Kehutanan di Tanjung Pinang. Seminar 14-18 Maret 2008. hlm10.
Panggabean LMG. 2007. Karakteristik Pertumbuhan Kima Pasir yang dibesarkan di Pulau Pari. Oseanografi dan Limnologi. 33: 469-480.
Paryono TJ, Kusumastanto T, Dahuri R, Bengen DG. 1999. Kajian Ekonomi Pengelolaan Tambak di Kawasan Mangrove Segara Anakan, Kabupaten
Cilacap, Jawa Tengah. Pesisir Lautan 2 3: 8-16. Pechenik JA. 2005. Biology of the Invertebrates. Boston: Mc Hill Higner
Education. Poutiers JM. 1988. Bivalves, In : Carpenter, K.E. and Niem, V.H. 1988. The
Living Marine Resources of The Western Central Pacific. Seaweed, Corals, Bivalves and Gastropods . FAO The UN Roma 1 : 123
– 358. Pramudji. 2007. Mangrove in the Coastal Zone Lampung Bay Province of
Lampung : A Preliminary Study. Marine Resources Indonesia Journal. 32 2 :179-184.
Pribadi R. 2003. The ecology of mangrove vegetation and common asiatic clam Polymesoda erosa in Segara Anakan. Pusat Kajian Pesisir dan Laut
Tropis. Lembaga Penelitian Semarang p. 38. Putri RE. 2005. Analisis Populasi dan Habitat : Sebaran Ukuran dan Kematangan
Gonad Kerang Lokan Batissa violacea L. 1818 di Muara Sungai Batang Anai Padang Sumatra Barat [Disertasi]. Bogor ID: Institut Pertanian
Bogor. hlm 124-154.
Ramesh R, Ravichandran R , Rameshkumar G. 2009. Analysis of Age and Growth Rate of Turbo Brunneus. World Journal of Dairy and Food Sciences.
41: 54-56. Ridwan, Sunarto. 2009. Pengantar Statistika untuk Penelitian, Pendidikan, Sosial,
Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung ID: Alfabeta. Romimohtarto K, Juwana S. 2009. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang Biota
Laut. Jakarta ID: Djambatan. Rumaluntur FL. 2004. Komposisi Jenis Gastropoda pada Komunitas Hutan
Mangrove di Pulau Tameni dan Pulau Raja, Desa Gita, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara [Skripsi]. Bogor ID: Institut
Pertanian Bogor.
Saputra SW. 2003. Kondisi Perairan Segara Anakan Ditinjau dari Indikator Biotik. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Bogor ID: Institut Pertanian
Bogor. hlm 9-15. Setyawan AD, Kusumo W, Indrowuryatno, Wiryanto AS. 2008. Tumbuhan
Mangrove di Pesisir Jawa Tengah: Diagram Profil Vegetasi. Biodiversitas Jurnal 4: 315-321.
Siahaan A. 2006. Keanekaragaman dan Distribusi Ikan di Kawasan Muara Percut Kecamatan Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang [Skripsi]. Medan ID:
USU. Siregar S. 2011. Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta ID: Rajawali
Pers. Sitorus, Dermawan BR. 2008. Keanekaragaman Dan Distribusi Bivalvia Serta
Kaitannya Dengan Faktor Fisik-Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang [Tesis]. Medan ID: Universitas Sumatra Utara.
hlm 26-47.
Slamet Y . 2006 . Metode Penelitian Sosial . Surakarta ID: LPP UNS dan UNS Press.
Spellerberg FI. 1998. Global Ecology and Biogeography Letters. Blackwell publishing. hlm 317-333.
Sukmarani D, Ardli ER, Yani E. 2009. Kajian Zonasi Vegetasi Mangrove di Area Tanah Timbul Segara Anakan Cilacap. Seminar Nasional Peran
Biosistematika dalam Pengelolaan Sumberdaya Hayati Indonesia. Sulaiman, Dedi N, Suprihatin. 2005. Sifat-sifat Kimia dan Mineralogi Tanah.
Bogor ID : Balai Penelitian Tanah. hlm 40-46. Supriyantini J, Widowati I, Ambariyanto. 2006. Studi Kandungan Asam Lemak
Omega 3 pada Kerang Totok yang Mendapat Perlakuan Pakan Alami Tetraselmis chuii dan Skelotonema costatum. Jurnal Ilmu Kelautan. 12
2: 97-103.
Susilo ES , Chrisna AS. 2005. Struktur Populasi dan Distribusi Kerang Totok Geloina sp. Bivalvia: Corbiculae di Segara Anakan Cilacap Ditinjau
dari Aspek Degradasi Salinitas. Laporan Kegiatan. FPIK Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang. hlm 19-22.
Tis’in M. 2008. Tipologi Mangrove dan Keterkaitannya Dengan Populasi Gastropoda Littorina neritoides LINNE,1758 di Kepulauan Tankeke,
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor.
Tomlinson PB. 1994. The Botany of Mangrove. Cambridge University Press. Cambridge. hlm 412.
Tumisem, Suwarno. 2008. Degradasi Hutan Bakau Akibat Pengambilan Kayu Bakar oleh Industri Kecil Gula Kelapa di Cilacap. Forum Geografi. 22
2 : 159-168. Usman H, Purnomo SA. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta ID:
Penerbit Bumi Aksara. hlm 363. Utomo NPW, Irwani, Suryono CA. 2012. Kelimpahan Kelas Ukuran Panjang
Kerang Batik di Daerah Pesisir Genuk, Kota Semarang. Journal of Marine Research. 11: 95-102.
Wibisono ITC, Suryadiputra. 2006. Hasil Studi Pembelajaran dari restorasi mangrove pesisir Aceh dan Nias Pasca Tsunami. Bogor ID: Wetlands
International. Widowati I, Suprijanto J, Hartati R, Dwiono SAP. 2005. Hubungan Dimensi
Cangkang dengan Berat Kerang Totok Polymesoda erosa Bivalvia: Corbiculidae dari Segara Anakan Cilacap, Prosiding Seminar Nasional
Biologi dan Akuakultur Berkelanjutan, Fakultas Biologi Program Sarjana Perikanan dan Kelautan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. 48-
50 hlm.
Yamin S, Kurniawan. 2009. SPSS Complete. Teknik Analisis Statistik Terlengkap Jilid I. Jakarta ID : PT. Salemba Infotek. hlm 328.
Yuwono E. 2001. Fisiologi Hewan I. Purwokerto ID: Universitas Jenderal Soedirman. hlm 189.
Yuwono E, Jennerjahn TC, Nordhaus I, Ardli ER, Sastranegara MH, Pribadi R. 2007. Ecological status of Segara Anakan, Java, Indonesia, a mangrove-
fringed lagoon affected by human activities. Asian Journal of Water, Environment and Pollution 4 1: 61-70.
Zamroni Y , Rohyani IS. 2008. Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Biodiversitas. hlm 284-287.
Lampiran 1. Analisis jenis dan tekstur tanah menurut Sulaiman et al.2005 dengan
metode pipet di laboraturium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. a Alat dan bahan:
Alat yang dipakai yaitu gelas piala 800 ml, penyaring berkefeld, ayakan 50 mikron, gelas ukur 500 ml, pipet 20 ml, pinggan aluminium, dispenser 50 ml,
gelas ukur 200 ml, stop watch, oven berkipas, pemanas listrik, dan neraca analitik ketelitian empat desimal. Bahan yang dipakai yaitu H
2
O
2
30, H
2
O
2
10 H
2
O
2
30 diencerkan tiga kali dengan air bebas ion, HCl 2N mengencerkan 170 ml HCl 37 teknis dengan air bebas ion dan diimpitkan hingga 1 l, larutan Na
4
P
2
O
7
4 melarutkan 40 g Na
4
P
2
O
7
.10 H
2
O dengan air bebas ion dan diimpitkan hingga 1 l.
b Cara kerja Contoh tanah 2mm ditimbang 10,00 g, dimasukkan ke dalam gelas piala
800 ml, ditambah 50 ml H
2
O
2
10 kemudian dibiarkan semalam. Keesokan harinya ditambahkan 25 ml H
2
O
2
30 dipanaskan sampai tidak berbusa, selanjutnya ditambahkan 180 ml air bebas ion dan 20 ml HCl 2N. Dididihkan
diatas pemanas listrik selama lebih kurang 10 menit. Diangkat dan setelah agak dingin diencerkan dengan air bebas ion menjadi 700 ml. Dicuci dengan air bebas
ion menggunakan penyaring Berkefeld atau dienap-tuangkan samapai bebas asam, kemudian ditambah 10 ml larutan peptisator Na
4
P
2
O
7
4. Pemisahan pasir
Suspensi tanah yang telah diberi peptisator diayak dengan ayakan 50 mikron sambil dicuci dengan air bebas ion. Filtrat ditampung dalam silinder 500 ml untuk
pemisahan debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan dipindahkan ke dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya dengan air bebas ion
menggunakan botol semprot. Dikeringkan hingga bebas air dalam oven pada temperatur 105
o
C, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang berat pasir = A g.
Pemisahan debu dan liat Filtrat dalam silider diencerkan menjadi 500 ml, diaduk selama 1 menit dan
segera dipipet sebanyak 20ml ke dalam pinggan aluminium. Filtrat dikeringkan pada temperatur 105
o
C biasanya 1 malam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang berat debu + liat + peptisator = B g.
Untuk pemisahan liat diaduk lagi selama 1 menit lalu dibiarkan selama 3 jam 30 menit pada temperatur kamar. Suspensi liat dipipet sebanyak 20 ml pada
kedalaman 5.2 cm dari permukaan cairan dan dimasukkan ke dalam pinggan aluminium. Suspensi liat dikeringkan dalam oven pada temperatur 105
o
C, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang berat liat + peptisator = C g. Bobot
peptisator pada pemipetan 20 ml berdasarkan penghitungan adalah 0.0095 g. Bobot ini dapat pula ditentukan dengan menggunakan blanko.
Perhitungan Fraksi pasir
= A g Fraksi debu
= 25 B – C g
Fraksi liat = 25 C
– 0.0095 g Jumlah fraksi
= A + 25 B – 0.0095 g
Pasir =
x 100 Debu
= x 100
Liat = x 100
Keterangan A
= berat pasir B
= berat debu + liat + peptisator C
= berta liat + peptisator 25
= faktor konfersi dari 20 ml ke 500 ml 100
= faktor konversi ke
Lampiran 2. Titik koordinat stasiun pengambilan sampel Stasiun
UTM X
Y A1
261933 9151698 A2
264554 9150703 A3
264931.3 9148924 B1
265080.7 9149575 B2
266215.6 9148914 B3
267796.1 9147484 C1
268476.7 9147477 C2
269936.2 9147262 C3
271187.9 9147658 D1
275930.8 9146825 D2
275011.8 9148758 D3
274279.7 9151222 Lampiran 3. Sebaran P. erosa berdasarkan kelas ukuran panjang pada tiap stasiun
pengambilan sampel No
Panjang cm
A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 Jumlah
1 2-3.2
5 2
11 2
3.3-4.5 2
17 1 18
14 3
4.6-5.8 13
7 17
10 16 1
16 4
5.9-7.1 10
11 3
9 1
1 4
5 7.2-8.4
3 1
1
Lampiran 4. Kadar air dalam tanah pada tiap plot pengambilan sampel
Stasiun Berat
awal Berat akhir
Kadar air Bo gr
Ba gr WC = Bo - BaBo100
AI.1 35.57
19.44 45.35
AI.2 35.13
20.95 40.36
AI.3 37.35
22.1 40.83
A2.1 34.8
21.7 37.64
A2.2 50.57
32.74 35.26
A2.3 48.31
29.96 37.98
A3.1 28.48
13.47 52.70
A3.2 41.74
15.64 62.53
A3.3 44.18
21.65 51.00
BI.1 53.77
23.61 56.09
BI.2 38.82
20.14 48.12
BI.3 39.65
21.21 46.51
B2.1 53.88
25.74 52.23
B2.2 58.1
20.35 64.97
B2.3 50.26
20.54 59.13
B3.1 48.75
23.34 52.12
B3.2 60.93
23.32 61.73
B3.3 46.7
20.32 56.49
CI.1 33.99
16.31 52.02
CI.2 53.5
23.89 55.35
CI.3 30.21
12.05 60.11
C2.1 25.68
17.25 32.83
C2.2 42.87
24.59 42.64
C2.3 37.12
21.7 41.54
C3.1 42.78
23.26 45.63
C3.2 53.14
23.94 54.95
C3.3 60.88
25.61 57.93
DI.1 34.75
14.87 57.21
DI.2 39.88
11.41 71.39
DI.3 38.46
10.61 72.41
D2.1 31.1
17.94 42.32
D2.2 58.75
33.34 43.25
D2.3 20.99
12.31 41.35
D3.1 39.12
20.16 48.47
D3.2 51.97
24.87 52.15
D3.3 21.59
12.05 44.19
Lampiran 5. Kadar bahan organik dalam tanah pada tiap plot pengambilan sampel
Stasiun Berat
awal Berat akhir
Kadar air Bo gr
Ba gr OC = Bo - BaBo100
AI.1 16.85
14.08 16.44
AI.2 18.39
16.77 8.81
AI.3 19.48
15.61 19.87
A2.1 19.05
15.47 18.79
A2.2 30.09
25.57 15.02
A2.3 27.38
23.48 14.24
A3.1 10.81
8.86 18.04
A3.2 12.95
10.44 19.38
A3.3 19.04
15.88 16.60
BI.1 20.91
17.34 17.07
BI.2 17.49
14.77 15.55
BI.3 18.58
16.19 12.86
B2.1 22.66
19.23 15.14
B2.2 17.23
14.57 15.44
B2.3 17.45
15.12 13.35
B3.1 20.27
17.38 14.26
B3.2 20.19
16.81 16.74
B3.3 17.29
14.92 13.71
CI.1 13.25
11.18 15.62
CI.2 20.89
17.51 16.18
CI.3 8.97
7.4 17.50
C2.1 14.22
12.24 13.92
C2.2 21.48
18.38 14.43
C2.3 18.2
16.04 11.87
C3.1 20.17
17.57 12.89
C3.2 20.98
18.08 13.82
C3.3 22.5
18.8 16.44
DI.1 11.78
10.34 12.22
DI.2 8.34
6.37 23.62
DI.3 7.54
5.4 28.38
D2.1 14.84
12.11 18.40
D2.2 30.14
26.05 13.57
D2.3 9.22
8.19 11.17
D3.1 17.11
14.78 13.62
D3.2 21.8
18.47 15.28
D3.3 8.99
8.01 10.90
Lampiran 6. Analisis vegetasi mangrove tiap stasiun a. Kategori Pohon
Spesies Kindha Kr
Fr Np
Nypa fruticans 0.07
8 1
19 0.03
3 1
9 0.11
13 2
29 0.12
15 2
31 0.12
15 2
31 0.19
23 4
39 0.16
20 3
36 0.02
2 7
Jumlah 0.81
100 16
200 b. Kategori Anakan
SPESIES K
indha KR
F FR
BA D
DR NP
A1 Avicennia
marina 0.08
14 0.67 18
223.65 2.98
30 63
Aegiceras corniculatum
0.09 17 1.00
27 135.75
1.81 18
62 Avicennia
alba 0.04
7 0.33 9
78.03 1.04
11 27
Rhizophora apiculata
0.01 2 0.33
9 5.10
0.07 1
12 Sonneratia
alba 0.17
31 0.67 18
126.43 1.69
17 66
Rhizophora mucronata
0.03 5 0.33
9 11.46
0.15 2
15 Sonneratia
caseolaris 0.13
24 0.33 9
153.98 2.05
21 54
JUMLAH 0.56
100 4.33 100
734.39 9.79
100 300
A2 Sonneratia
caseolaris 0.15
48 0.33 25
77.95 1.04
62 134
Sonneratia alba
0.12 39 0.67
50 34.16
0.46 27
116 Avicennia
alba 0.04
13 0.33 25
14.41 0.19
11 49
JUMLAH 0.31
100 1.33 100
126.51 1.69
100 300
A3 Xylocarpus
granatum 0.27
87 1.00 75
44.51 0.59
71 233
Avicennia marina
0.04 13 0.33
25 18.31
0.24 29
67 JUMLAH
0.41 100 1.67
100 62.82
0.84 100
300 B1
Rhizophora apiculata
0.51 75 0.27
38 0.80
0.36 36
149 Aegiceras
corniculatum 0.12
14 0.67 25
31.13 0.42
19 57
Rhizophora mucronata
0.05 6 0.67
25 15.21
0.20 9
40 Xylocarpus
granatum 0.04
5 0.33 13
60.51 0.81
36 53
JUMLAH 1.29
100 3.67 100
107.65 2.23
100 300
B2 Aegiceras
corniculatum 0.20
27 0.67 17
39.73 0.53
13 57
Avicannia marina
0.08 11 1.00
25 20.78
0.28 7
42 Sonneratia
alba 0.23
31 1.00 25
175.72 2.34
56 111
Avicennia alba
0.20 27 0.67
17 68.07
0.91 22
65 Rhizophora
apiculata 0.01
2 0.33 8
3.90 0.05
1 11
Rhizphora mucronata
0.01 2 0.33
8 7.96
0.11 3
13 JUMLAH
1.23 100 5.00
100 0.00
4.22 100
300 B3
Rhizophora apiculata
0.65 62 1.00
43 116.72
1.56 52
157 Avicannia
alba 0.03
3 0.33 14
5.89 0.08
3 19
Sonneratia alba
0.01 1 0.33
14 35.11
0.47 16
31 Aegiceras
corniculatum 0.36
34 0.67 29
66.24 0.88
30 92
JUMLAH 1.05
100 2.33 100
223.96 2.99
100 300
C1 Aegiceras
floridum 0.03
13 0.33 25
8.44 0.11
15 53
Brugiera gymnorrhiza
0.01 7 0.33
25 5.10
0.07 9
40 Xylocarpus
granatum 0.16
80 0.67 50
44.51 0.59
77 207
JUMLAH 0.68
100 2.33 100
58.04 0.77
100 300
C2 Xylocarpus
granatum 0.04
13 0.67 29
34.24 0.46
21 62
Xylocarpus molluccensis
0.23 71 1.00
43 91.48
1.22 56
169 Avicennia
marina 0.04
13 0.33 14
21.18 0.28
13 40
Ceriops tagal 0.01
4 0.33 14
17.91 0.24
11 29
JUMLAH 1.08
100 3.33 100
164.81 2.20
100 300
C3 Xylocarpus
granatum 0.03
3 0.33 10
59.32 0.79
13 26
Xylocarpus moluccensis
0.15 16 0.33
10 112.02
1.49 24
50 Aegiceras
corniculatum 0.08
9 0.67 20
37.82 0.50
8 37
Bruguiera gymnorrhiza
0.52 57 1.00
30 195.38
2.61 42
130 Ceriops
decandra 0.13
15 1.00 30
0.78 0.13
13 57
JUMLAH 1.56
100 4.33 100
405.32 6.18
100 300
D1 Rhizophora
mucronata 0.13
10 0.33 9
7.96 0.11
4 23
Rhizophora apiculata
0.95 72 1.00
27 96.89
1.29 44
144 Aegiceras
corniculatum 0.15
11 1.00 27
8.76 0.12
4 42
Sonneratia alba
0.01 1 0.33
9 6.45
0.09 3
13 Avicennia
alba 0.03
2 0.33 9
9.00 0.12
4 15
Avicennia marina
0.05 4 0.67
18 88.69
1.18 41
63 JUMLAH
1.32 100 3.67
100 217.75
2.90 100
300 D2
Bruguiera gymnorrhiza
0.15 8 1.00
27 32.01
0.43 20
55 Ceriops
decandra 1.43
78 1.00 27
47.37 0.63
29 135
Xylocarpus granatum
0.01 1 0.33
9 5.10
0.07 3
13 Rhizophora
apiculata 0.07
4 0.33 9
25.08 0.33
16 28
Ceriops tagal 0.03
1 0.33 9
5.10 0.07
3 14
Aegiceras 0.07
4 0.33 9
22.05 0.29
14 26
corniculatum Xylocarpus
molluccensis 0.08
4 0.33 9
24.52 0.33
15 29
JUMLAH 1.89
100 4.00 100
161.23 2.15
100 300
D3 Rhizophora
apiculata 0.97
70 1.00 25
28.26 0.38
20.00 114
Aegiceras corniculatum
0.21 15 0.67
17 20.62
0.27 14.00
46 Bruguiera
gymnorrhiza 0.09
7 1.00 25
4.86 0.06
3.00 35
Xylocarpus mollucensis
0.03 2 0.33
8 72.77
0.97 50.00
61 Ceriops tagal
0.01 1 0.33
8 2.87
0.04 2.00
11 Rhizophora
mucronata 0.08
6 0.67 17
14.73 0.20
10.00 33
JUMLAH 1.40
100 4.00 100
144.11 1.92
100 300
c. Kategori Semai, semak dan herba
Stasiun A1 Spesies
∑ K
Kr F
Fr Np
Acanthus ilicifolius
17 5.67
52 0.33
25 77
Avicennia marina 6
2.00 18
0.33 25
43 Acanthus
ebracteatus 8
2.67 24
0.33 25
49 Nypa fruticans
2 0.67
6 0.33
25 31
Stasiun A2 Spesies
∑ K
Kr F
Fr Np
Acanthus ebracteatus
40 13.33
63 1.00
60 123
Acanthus ilicifolius
24 8.00
38 0.67
40 78
Stasiun A3 Spesies
∑ K
K F
Fr Np
Acanthus ilicifolius
22 7.33
33 0.33
25 58
Acanthus ebracteatus
44 14.67
67 1.00
75 142
Stasiun B1 Spesies
∑ K
Kr F
Fr Np
Acantus ebracteatus
19 6.33
59 0.67
67 126
Nypa fruticans 13
4.33 41
0.33 33
74 Stasiun B2
Spesies ∑
K Kr
F Fr
Np Acanthus
ebracteatus 14
4.67 78
0.67 50
128 Sonneratia alba
2 0.67
11 0.33
25 36
Nypa fruticans 2
0.67 11
0.33 25
36 Stasiun B3
Spesies ∑
K Kr
F Fr
Np Acanthus
ebracteatus 18
6.00 50
1.00 43
93 Acanthus ilicifolius
13 4.33
36 0.67
29 65
Rhizophora apiculata
2 0.67
6 0.33
14 20
Aegiceras corniculatum
3 1.00
8 0.33
14 23
Stasiun C1 Spesies
∑ K
Kr F
Fr Np
Acanthus ebracteatus
36 12.00 100
0.67 100
200 Stasiun C2
Spesies ∑
K Kr
F Fr
Np Acanthus ilicifolius
2 0.67
11 0.33
25 36
Acanthus ebracteatus
16 5.33
89 1.00
75 164
Stasiun C3 Spesies
∑ K
Kr F
Fr Np
Acanthus ebracteatus
31 10.33
100 0.67
100 200
Stasiun D1 Spesies
∑ K
Kr F
Fr Np
Aegiceras corniculatum
9 3.00
38 0.33
20 58
Rhizophora apiculata
9 3.00
38 1.00
60 98
Avicennia alba 6
2.00 25
0.33 20
45 Stasiun D2
Spesies ∑
K Kr
F Fr
Np Ceriops
decandra 4
1.33 24
0.33 17
40 Rhizophora
apiculata 2
0.67 12
0.33 17
28 Nypa
fruticans 5
1.67 29
0.67 33
63 Acanthus
ilicifolius 3
1.00 18
0.33 17
34 Rhizophora
mucronata 3
1.00 18
0.33 17
34 Stasiun D3
Spesies ∑
K Kr
F Fr
Np Aegiceras
corniculatum 1
0.33 6
0.33 20
26 Rhizophora
apiculata 14
4.67 88
1.00 60
148 Bruguiera
gymnorrhiza 1
0.33 6
0.33 20
26 Keterangan :
K = Kerapatan
Kr = Kerapatan relatif
F = Frekuensi
Fr = Frekuensi relatif
D = Dominansi
Dr = Dominansi relatif
Np = Nilai Penting
Lampiran 7. Kualitas lingkungan pada wilayah pengamatan
Stasiun pH
ppt T air
o
C T udara
o
C Salinitas
ppm Cahaya
dibawah kanopi lux
Cahaya diatas
kanopi lux
A1 6.9
27 25
25.0 17
117 A2
6.2 32
34 12.4
610 625
A3 5.8
31 34
12.4 520
600 B1
6.8 31
32 12.4
69 603
B2 6.9
30 27
15.7 679
850 B3
5.9 33
32 15.7
614 764
C1 5.5
30 28
15.7 72
603 C2
6.5 31
32 15.7
26 561
C3 5.8
31 30
15.7 51
759 D1
5.8 31
30 25.5
51 759
D2 6.9
29 30
25.5 164
874 D3
6.2 29
28 25.5
29 158
Stasiun Substrat
Air Organik
Pasir Debu
Liat Kelas
A1 63.81
15.04 1.72
42.96 55.32
Liat berdebu
A2 63.81
16.02 1.3
38.63 60.07
Liat A3
63.81 18.01
5.34 31.37
63.29 Liat
B1 63.07
15.16 6.57
33.16 60.28
Liat B2
63.07 14.64
0.75 31.37
67.88 Liat
B3 63.07
14.90 1.35
33.41 65.24
Liat C1
63.07 16.44
6.96 30.71
62.33 Liat
C2 63.07
13.41 0.6
32.48 66.92
Liat C3
63.07 14.39
14.67 32.08
53.25 Liat
D1 38.04
21.41 24.99
34.44 40.57
Liat D2
38.04 14.38
7.94 38.58
53.47 Liat
D3 38.04
13.26 4.63
31.94 63.43
Liat
: Data sekunder Yuwono et al. 2007 : Data sekunder Nordhaus et al. 2009
Lampiran 8. Analisis PCA
Principal Component Analysis
Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 3.3182 2.7595 1.1106 1.0630 0.9541 0.3958 0.2165 0.1506
Proportion 0.332 0.276 0.111 0.106 0.095 0.040 0.022 0.015 Cumulative 0.332 0.608 0.719 0.825 0.921 0.960 0.982 0.997
Eigenvalue 0.0318 0.0000 Proportion 0.003 0.000
Cumulative 1.000 1.000 Variable PC1 PC2
kelimpahan -0.014 0.231 pH -0.348 -0.264
suhu 0.139 0.399 salinitas 0.168 -0.375
lux -0.139 0.389 air 0.381 0.314
organik 0.458 0.022 pasir 0.517 -0.134
debu -0.125 -0.439 liat -0.418 0.341
Lampiran 9. Analisis regresi kerapatan mangrove dan kepadatan P. erosa CUBIC
Model Summary
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.235 .055
-.034 7.199
The independent variable is kerapatan_pohon. Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
kerapatan_pohon 6.864
84.463 .084
.081 .936
kerapatan_pohon 2 306.377
835.668 .881
.367 .716
kerapatan_pohon 3 -1403.501
2148.848 -1.008
-.653 .518
Constant 4.603
1.845 2.494
.018
Model Summary
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.382 .146
.066 6.844
The independent variable is kerapatan_anakan. Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
kerapatan_anakan 28.628
16.779 2.320
1.706 .098
kerapatan_anakan 2 -21.130
16.089 -4.048
-1.313 .198
kerapatan_anakan 3 4.121
4.282 1.821
.962 .343
Constant -3.435
4.706 -.730
.471
Model Summary
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.306 .094
.009 7.050
The independent variable is kerapatan_semai_semak_herba.
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
kerapatan_semai_semak_h erba
-1.386 1.032
-1.759 -1.343
.189 kerapatan_semai_semak_h
erba 2 .120
.087 4.678
1.381 .177
kerapatan_semai_semak_h erba 3
-.003 .002
-2.809 -1.248
.221 Constant
7.986 3.441
2.321 .027
Correlations
kelimpahan pohon
anakan seedling
kelimpahan Pearson Correlation
1 .040
.044 .174
Sig. 2-tailed .817
.799 .309
N 36
36 36
36 pohon
Pearson Correlation .040
1 -.346
.013 Sig. 2-tailed
.817 .039
.940 N
36 36
36 36
anakan Pearson Correlation
.044 -.346
1 -.348
Sig. 2-tailed .799
.039 .038
N 36
36 36
36 seedling
Pearson Correlation .174
.013 -.348
1 Sig. 2-tailed
.309 .940
.038 N
36 36
36 36
. Correlation is significant at the 0.05 level 2-tailed.
Lampiran 10. Kuisioner sosial masyarakat Pewawancara
: Tanggal wawancara :
KUISIONER RISET SOSIAL SEGARA ANAKAN 1.
Informasi Umum 1.1.Profil Rumah Tangga
a. Kecamatan :
b. Desa :
c. Status Kependudukan :
AsliPendatang d. Jumlah Anggota Keluarga
:
1.2.Struktur Keluarga
a. Nama :
b. Sex :
Laki-lakiPerempuan c. Umur
: d. Pendidikan
: e. Pekerjaan Utama
: f. Pekerjaan sampingan
: g. Pendapatan kalkulasi per bulan
:
2. Potensi Kerang Totok