Bagian Tanaman. Jarak pagar dibudidayakan sebagai tanaman pagar untuk Buah. Bagian buah terdiri atas kulit buah, kulit biji dan biji. Kulit buah maupun Biji. Biji jarak pagar dapat dipres sampai mengeluarkan minyak jarak dan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ciri Morfologi Jatropha curcas L. Jarak pagar Jatropha curcas Linn. adalah tanaman perdu semak famili Euphorbiaceae yang berasal dari Amerika Selatan. Dari berbagai pustaka disebutkan bahwa jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko, kemudian menyebar ke Afrika dan Asia. Di Meksiko, tanaman tumbuh secara alami di kawasan hutan pinggiran pantai. Di Afrika dan Asia, jarak pagar hanya ditemukan sebagai tanaman pagar atau pembatas lahan pertanian. Jarak pagar menyebar di Malaka setelah tahun 1700-an dan di Filipina sebelum tahun 1750 Heller 1996. Di Indonesia, tanaman ini diperkenalkan oleh Jepang pada tahun 1942 sebagai tanaman pekarangan. Beberapa nama daerah jarak pagar yaitu jarak kosta atau jarak budeg Sunda, jarak gundul atau jarak pager Jawa, kelekhe paghar Madura, jarak pager Bali, lulu mau, paku kase, dan jarak pageh Nusa Tenggara, kuman nema Alor, jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, dan tondo utomene Sulawesi, serta ai huwa kamala, balacai dan kadoto Maluku Hambali et al. 2006. Jarak pagar termasuk dalam divisi Spermatophyta, sub-divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Jatropha, dan species Jatropha curcas L. Nurcholis dan Sumarsih 2007. Genus Jatropha memiliki 175 spesies Liu et al. 2007; dari jumlah ini lima spesies terdapat di Indonesia, yaitu J. Curcas L dan J. gossypiifolia yang sudah digunakan sebagai tanaman obat sedangkan J. integerrima Jacq, J. multifida dan J. podagrica Hook digunakan sebagai tanaman hias Hasnam 2006. Diantara jenis tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai penghasil minyak bakar biofuel adalah jarak pagar Hariyadi 2006. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman multiguna yang pemanfaatannya sangat luas. Menurut Heller 1996, manfaat lain tanaman jarak pagar dibedakan berdasarkan bagian-bagian dari tanaman jarak pagar antara lain:

a. Bagian Tanaman. Jarak pagar dibudidayakan sebagai tanaman pagar untuk

memagari kebun dan lahan, menjaga tanaman kebun dari hewan yang mengganggu seperti ternak atau kambing Henning 2007. Di daerah Cape Verde, jarak pagar ditanam di daerah gersang kering untuk mengontrol erosi tanah akibat air atau angin, dan kayunya digunakan sebagai bahan bakar. Di daerah Madagaskar, Pulau Comore, Papua Nugini, dan Uganda jarak pagar digunakan sebagai tanaman penunjang untuk vanila.

b. Buah. Bagian buah terdiri atas kulit buah, kulit biji dan biji. Kulit buah maupun

kulit biji digunakan untuk kayu bakar dan bahan baku pupuk organik.

c. Biji. Biji jarak pagar dapat dipres sampai mengeluarkan minyak jarak dan

menyisakan bungkil. Minyak jarak terutama sebagai salah satu sumber bahan baku biodiesel. Hasil samping pembuatan biodiesel berupa gliserin dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun. Bungkil jarak pagar dapat diolah menjadi arang briket yang merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan untuk bahan bakar rumah tangga. Manfaat lain jarak pagar adalah ekstrak biji, daun dan kulit pohon jarak pagar dapat digunakan sebagai obat tradisional. Ekstrak metanol dari daun jarak pagar dapat melindungi sel limfoblastoid pada manusia melawan efek cytopathic dari virus human immunodeficiency virus HIV. Daun yang masih muda aman dimakan jika dikukus atau direbus. Air rebusannya dapat digunakan untuk mengobati batuk dan sebagai antiseptik setelah melahirkan. Daunnya digunakan juga sebagai teh untuk obat malaria Henning 2007. Di beberapa wilayah tertentu di Meksiko jarak pagar dapat dimakan karena tidak mengandung phorbol ester sehingga tidak beracun. Minyak jarak pagar berguna sebagai obat pencuci perut, penyakit kulit dan rematik. Phorbol ester dari minyaknya digunakan untuk mengontrol berbagai hama. Di Nigeria jarak pagar digunakan untuk stik permen karet. Getah dari batang digunakan untuk menghentikan pendarahan pada luka Heller 1996, Henning 2007. Getah mengandung agen antimikroba Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus pyogenes dan Candida albicans. Tanaman jarak pagar adalah tanaman perdu dengan tinggi 1 -7 meter dengan sistem perakaran berupa akar tunggang berwarna putih kecoklatan. Batang berwarna putih kotor, berkayu, silindris, dan bergetah Hariyadi 2006 dengan percabangan tidak teratur yang terdiri atas cabang primer, cabang sekunder, dan cabang terminal. Cabang primer merupakan batang utama dan percabangan yang pertama kali terbentuk. Cabang yang terbentuk pada cabang primer disebut sebagai cabang sekunder yang merupakan tempat tumbuh dari cabang terminal. Cabang terminal adalah cabang tempat tumbuhnya daun, bunga, dan buah. Oleh karena itu, jumlah cabang terminal ditentukan oleh jumlah cabang primer dan sekunder. Dalam budidaya, jumlah cabang primer dibatasi 3 – 5 cabangtanaman, dan tiap cabang primer dibatasi tiga cabang sekunder. Jumlah cabang terminal dalam satu tanaman lebih dari 40 – 45 cabang akan menyebabkan produksi menurun, sehingga setiap cabang sekunder hanya dibatasi tiga cabang terminal Ferry 2006. Daun berwarna hijau lebar daun 6 – 16 cm dan panjang tangkai daun 4 – 15 cm. Struktur daun berupa daun tunggal, berbentuk bulat telur elips, berlekuk, bersudut tiga atau lima, dan tulang daun menjari dengan 5 – 7 tulang utama Hariyadi 2006. Jarak pagar adalah tanaman monosius dengan bunga berkelamin satu uniseksual dan jarang yang hermaphrodite. Bunga tersusun dalam malai inflorescence dengan lima kelopak bunga sepal dan lima mahkota bunga petal yang berwarna hijau–kekuningan atau coklat–kekuningan. Bunga jantan mempunyai 10 benang sari stamen dengan pola tersusun dalam dua lingkaran whorl masing-masing terdiri atas lima benang sari yang menyatu membentuk tabung. Bunga betina berukuran lebih besar dibanding bunga jantan terdiri atas bakal buah ovarium dengan lima lokus ruang yang masing–masing berisi satu bakal biji ovulum. Tangkai putik stilus melekat pada pangkal bunga dengan kepala putik stigma terpecah tiga Hasnam 2006. Hariyadi 2006 menyatakan bahwa dalam satu bunga umumnya terdapat tiga ovulovarium. Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m di atas permukaan laut. Curah hujan berkisar antara 300-2380 mmtahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20-26 o C. Tanaman jarak memiliki sistem perakaran yang mampu menyerap air sehingga toleran terhadap kekeringan. Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah berpasir, tanah berbatu, tanah lempung, atau tanah liat. Tanaman ini dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik, tidak tergenang dan pH tanah 5.0-6.5 Hariyadi 2006. Perbanyakan jarak pagar dapat dilakukan secara generatif dengan biji secara langsung atau melalui pembibitan sebelum penanaman Achten et al. 2008, secara vegetatif dengan stek Swamy dan Singh 2006; Fieke et al. 2007 atau melalui kultur jaringan Datta et al. 2007. Eksplan yang dapat digunakan dalam perbanyakan kultur jaringan jarak pagar yaitu bagian hipokotil, epikotil, pucuk, daun, dan tangkai daun Sujatha dan Mukta 1996; Wei Qin et al. 2004. Perbanyakan vegetatif dapat berasal dari stek cabang maupun stek pucuk. Penggunaan stek cabang sebagai bahan tanaman perlu memperhatikan diameter, umur yang dicirikan dengan berkayu dan belum berkayu dan panjang stek. Stek cabang yang cukup baik pertumbuhannya adalah stek yang berdiameter 2 cm, berkayu berwarna hijau keabuabuan Ferry 2006. Menurut Santoso dan Purwoko 2008 pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar yang berasal dari biji dan stek batang memiliki pertumbuhan vegetatif tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang skunder yang sama. Tanaman berasal dari stek lebih cepat berbunga dibandingkan tanaman dari biji. Namun menurut Heller 1996, perbanyakan tanaman dari stek menunjukkan umur yang lebih pendek dan ketahanan kekeringan dan penyakit yang lebih rendah dibanding yang diperbanyak dari biji. Hal ini menurut Kumar dan Sharma 2008 mungkin disebabkan tanaman yang dihasilkan dari stek tidak menghasilkan akar tunggang karena itu kurang toleran terhadap kekeringan. Tanaman dari stek menghasilkan akar-tunggang palsu yang dapat menembus hanya 12 atau 23 kedalaman tanah dibandingkan akar tunggang yang dihasilkan tanaman yang tumbuh dari biji. Akar tunggang tanaman yang berasal dari biji langsung, diyakini dapat mencapai lapisan tanah yang lebih dalam. Sebagai tanaman menyerbuk silang, tanaman jarak pagar membutuhkan agensia polinator biasanya serangga untuk memfasilitasi terjadinya penyerbukan silang. Aktivitas polinator yang tinggi akan mendukung terjadinya persilangan antar individu tanaman Heliyanto 2007. Adikadarsih dan Hartono 2007 mengemukakan bahwa penggunaan biji jarak pagar untuk benih harus berasal dari buah yang berwarna kuning hingga kuning kehitaman karena memiliki daya berkecambah dan daya tumbuh yang tinggi yaitu masing-masing 89 dan 81. Biji jarak pagar merupakan biji berkeping dua dikotil. Secara umum biji jarak tersusun atas kulit shell dan isi biji kernel yang di dalamnya terdapat embrio. Kulit menempel sekitar 28.82 dari biji, dan isi sekitar 71.19. Isi biji terdiri atas embrio, kotiledon atau daun biji Santoso et al. 2007. Kultur Jaringan Tanaman Menurut Zulkarnain 2009, kultur jaringan adalah istilah umum yang ditujukan pada budidaya secara in vitro terhadap berbagai tanaman yang meliputi batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, protoplas, dan embrio. Bagian-bagian tersebut disebut eksplan, diisolasi dari kondisi in vivo dan dikulturkan pada medium buatan yang steril sehingga dapat beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap. Gunawan 1992 menyebutkan kultur jaringan atau teknik kultur jaringan in vitro adalah suatu metode pembiakan vegetatif yang dilakukan dengan cara menumbuhkan sel, jaringan atau organ, dalam media aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut memperbanyak diri dan beregenerasi kembali menjadi tanaman lengkap. Hartmann et al. 1990, menggunakan istilah yang lebih spesifik, yaitu mikropropagasi terhadap pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam upaya perbanyakan tanaman. Hartmann dan Kester 1983 menyatakan bahwa proses yang menginduksi pembentukan jaringan dari sel atau kalus menjadi tunas, tunas adventif atau akar hingga akhirnya menjadi tanaman lengkap yang sempurna disebut organogenesis. Menurut Zhang dan Lemaux 2005 pada kultur in vitro organogenesis tunas berasal dari differensiasi sel somatik bukan dari sel embrio. Organogenesis tersebut dikendalikan oleh keberadaan gen pada eksplan yang berespon terhadap pemberian zat pengatur tumbuh sehingga mempengaruhi pembelahan sel dan proses diferensiasinya. Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat ditempuh dengan dua cara yaitu 1 melalui multiplikasi tunas dari mata tunas aksilar, dan 2 melalui pembentukan tunas adventif dan embrio somatik secara langsung maupun tidak langsung melalui pembentukan kalus Wattimena et al. 1992. Metode yang pertama yaitu perbanyakan tunas dari mata tunas aksilar lebih banyak digunakan dalam usaha perbanyakan tanaman. Telah banyak penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa metode tersebut lebih cepat dan sedikit atau tidak terjadi penyimpangan genetik, sedangkan morfogenesis tidak langsung melalui pembentukan kalus dapat menyebabkan tingkat penyimpangan genetik yang lebih tinggi dan waktu perbanyakan yang lebih lama. Keberhasilan teknik kultur jaringan ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan dan perubahan bentuk jaringan yang dikulturkan yang dipengaruhi oleh faktor genotipe dari bakal tanaman yang dikulturkan, media dan zat pengatur tumbuh, faktor lingkungan dan faktor fisiologi jaringan yang digunakan sebagai eksplan George dan Sherrington 1984. Kultur Jaringan Tanaman Jarak Pagar Perbanyakan jarak pagar dapat dilakukan secara generatif dengan biji biji secara langsung atau pembibitan sebelum penanaman Achten et al. 2008, secara vegetatif dengan stek Swamy dan Singh 2006; Fieke et al. 2007 dan melalui kultur in vitro atau kultur jaringan Datta et al. 2007. Dalam pelaksanaan kultur in vitro dengan tujuan untuk perbanyakan vegetatif tanaman diperlukan beberapa langkah umum seperti penyiapan eksplan, sterilisasi baik alat–alat yang digunakan maupun eksplan, pembuatan media, penanaman dan regenerasi tanaman menjadi planlet dan aklimatisasi Gunawan 1992. Sebelum melakukan kultur in vitro untuk suatu tanaman kegiatan pertama yang perlu dilakukan adalah memilih tanaman induk yang hendak diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies dan varietas serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Hampir semua bagian tanaman yang masih muda yang keadaan sel-selnya masih aktif membelah merupakan bagian tanaman yang paling baik untuk eksplan Wattimena et al. 1992. Pada tanaman jarak pagar Jatropha curcas L. eksplan yang dapat digunakan berupa hipokotil, epikotil, pucuk, daun dan tangkai daun Sujatha et al. 2008; Wei Qin et al. 2004. Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kultur in vitro adalah kontaminasi yang dapat terjadi setiap saat dalam masa kultur. Inisiasi eksplan yang bebas kontaminan merupakan langkah yang sangat penting. Bahan tanam dari lapangan mengandung debu, kotoran dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya. Kontaminan hidup dapat berupa cendawan, bakteri, serangga, tungau serta spora Gunawan 1992. Pemilihan metode sterilisasi harus tepat karena sterilisasi hanya mengeliminasi kontaminan dan tidak mematikan jaringan eksplan. Sterilisasi eksplan biasa dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia berupa sabun, bakterisida dan fungisida seperti deterjen, benlate, dithane 45, agrimicyn, HgCl 2 , dan Na hipoklorit. Sterilisasi tanaman jarak pagar Jatropha curcas L. dapat dilakukan dengan merendam biji jarak yang telah dikupas dalam larutan 0.15 HgCl 2 selama 25 menit dan dibilas dengan air steril Wei Qin et al. 2004. Kondisi fisik media ada dua macam yaitu media padat dan media cair. Media cair tidak menggunakan bahan pemadat berupa agar. Media padat terdiri atas unsur hara, hormon, vitamin, gula dan sukrosa, dan dalam media harus ada pelarut yang berupa air dan atau pemadat agar, gelrite. Keuntungan penggunaan media padat agar adalah : 1 agar membeku pada suhu 45 C dan mencair pada suhu 100 µ C, sehingga dalam kisaran suhu kultur, media dalam keadaan stabil, 2 tidak dicerna oleh enzim, 3 tidak bereaksi dengan persenyawaan- persenyawaan penyusun media. Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu komponen media yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan teknik kultur jaringan tanaman jarak pagar, terutama keseimbangan antara auksin dan sitokinin karena merupakan agen yang mengatur pertumbuhan. Kombinasi penggunaan auksin dan sitokinin dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jarak pagar. Penggunaan IBA 0.1 mgl dan BA 0.5 mgl dapat menginduksi pembentukan tunas dari epikotil Wei Qin et al. 2004. Penelitian Sujatha dan Mukta 1996 menyimpulkan bahwa penggunaan IBA 4.9 M dan BA 2.22 µ M merupakan kombinasi terbaik untuk menginduksi tunas adventif. Sujatha et al. 2008 menggunakan eksplan stek batang stem segment yang ditanam pada media MS dan BAP 2 mgl untuk menginduksi tunas, sedangkan dengan penambahan IAA 0.5 mgl, adenin sulphat 25 mgl, glutamine 100 mgl dan arang aktif 0.2 dapat meningkatkan proliferasi tunas. Kombinasi penggunaan sitokinin dan auksin disamping dapat menginduksi tunas juga dapat menginduksi kalus. Pada percobaan Lu Wei et al. 2003 penggunaan media MS dengan 1 mgl IBA dan 0.5 BA mgl dapat menginduksi pembentukan kalus pada daun. Pemberian GA3 dapat dilakukan untuk mempercepat pemanjangan tunas Deore dan Johnson 2008, sedangkan adenin sulfat dapat membantu proses pertumbuhan embrio somatik Jha et al. 2007 dan meningkatkan vigoritas planlet Shrivastava dan Banerjee 2008. Untuk menginduksi perakaran dapat digunakan media tanpa zat pengatur tumbuh Sujatha dan Mukta 1996; Jha et al. 2007, diberi NAA 1,0 mgl Sujatha et al. 2008, IBA 0.1-0.3 mgl Deore dan Johnson 2008 atau pada media ½ MS dikombinasikan dengan IBA 3.0 mgl Shrivastava dan Banerjee 2008. Keberhasilan dalam aklimatisasi planlet yang telah berakar berkisar 80-100 Sujatha dan Mukta 1996; Jha et al. 2007; Deore dan Jhonson 2008; Shrivastava dan Banerjee 2008. Saat ini Karyanti et al. 2008 telah berhasil menginduksi tunas dari eksplan daun yang berasal dari bibit asal biji yang dikecambahkan dengan menggunkan BAP 4.0 ppm dan 5.0 ppm atau kinetin 15.0 ppm dan 20.0 ppm. Selain itu, Kalimuthu et al. 2007 menggunakan varietas lokal di Coimbatore, India untuk menghasilkan 30-40 tunas adventif per eksplan dalam waktu 30-40 hari dengan menggunakan BAP 1.5 mgl, Kinetin 0.5 mgl, dan IAA 0.1 mgl, sedangkan Datta et al. 2007 menumbuhkan eksplan tunas aksilar pada media yang mengandung BA 5 mgl dan adenin sulfat 22.5 mgl untuk menghasilkan tunas adventif dengan produksi 6.2 + 0.6 tunas per eksplan. Biji jarak diambil dari Ramakhrishna Mission, Narendrapur, West Bengal, India. Multiplikasi tunas terbaik dari tunas aksilar ditemukan pada media dengan BA 0.5 mgl dan IBA 0.1 mgl yang menghasilkan 5.9 tunas pada minggu ke-6. Akar dihasilkan setelah 5 minggu pada media dengan IBA 0.5 mgl yang disubkultur ke media tanpa ZPT. Shrivastava dan Banerjee 2008 menggunakan bahan tanaman dari Bhopal, India untuk menginisiasi tunas dengan BA 3 mgl, IBA 1 mgl, adenin sulfat 25 mgl, glutamin 50 mgl, L-Arginin 15 mgl, dan asam sitrat 25 mgl. Perakaran dipacu pada media ½ MS yang ditambah IBA 1-4 mgl dan naphtalene acetic acid NAA 1-4 mgl. Rajore dan Batra 2005 melaporkan regenerasi tanaman jarak pagar yang efisien dengan menggunakan eksplan tunas apikal dari varitetas lokal di Jaipur, India. Multiplikasi tunas terbaik diperoleh pada media MS dengan BAP 2 mgl dan IAA 0.5 mgl dengan tambahan adenin sulfat, glutamin, dan arang aktif. Penelitian yang dilakukan oleh Kaewpoo dan Te-chato 2009 mengemukakan bahwa semua jenis eksplan tunas aksilar, tunas apikal, dan batang yang dikulturkan dengan BA 0.5 mgl dan IBA 0.25 mgl memberikan hasil terbaik pada pembentukan tunas. Tunas aksilar mampu diinduksi sampai 5.3 tunas baru per eksplan, sedangkan eksplan tunas apikal menghasilkan 5.3 tunas per eksplan dan eksplan batang menghasilkan 5.1 tunas per eksplan. Organogenesis dengan menggunakan eksplan daun muda dari hasil perkecambahan in vitro telah berhasil didapatkan oleh Deore dan Johnson 2008. Biji yang digunakan asal klon elit dari Kakinada, South of Andhra Pradesh, India. Induksi kalus terbaik terjadi pada media MS ditambah TDZ 0.5 mgl, BA 0.5 mgl dan IBA 0.1 mgl. Perbanyakan dan perpanjangan tunas dilakukan pada media yang mengandung BA 1 mgl ditambah kinetin 0.5 mgl, IAA 0.25 mgl, dan GA 3 µ 0.25 mgl. Kemudian planlet dipindahkan ke media perakaran terbaik yaitu IBA 0.1 mgl selama 30 hari. Induksi tunas pada daun jarak pagar juga didapatkan oleh Karyanti et al. 2008 dalam media MS yang mengandung BAP 4 atau 5 mgl dan kinetin 15 atau 20 mgl, yang mampu memproduksi pembentukan tunas tertinggi. Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan Zat pengatur tumbuh ZPT adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah 1 M bersifat mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman Wattimena 1988, sedangkan menurut Beyl 2005 zat pengatur tumbuh akan memberikan pengaruh pada selang konsentrasi 0.001-101 µ M. Zat pengatur tumbuh juga menstimulasi pembelahan dan perkembangan sel, kadang-kadang jaringan atau eksplan dapat memproduksi zat pengatur tumbuh sendiri endogen, tetapi biasanya zat pengatur tumbuh harus ditambahkan dari luar ke medium kultur jaringan untuk pertumbuhan dan perkembangan dari kultur Beyl 2005. Menurut Gunawan 1992 pemberian zat pengatur tumbuh dari luar adalah untuk mengubah nisbah zat pengatur tumbuh yang ada pada tanaman. Perubahan nisbah selanjutnya mengubah laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Zulkarnain 2009 untuk mendapatkan hasil yang maksimum dari perlakuan zat pengatur tumbuh maka komponen medium lainnya harus berada pada kadar yang optimum. Menurut Wattimena 1988, zat pengatur tumbuh dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu auksin, sitokinin, asam absisik ABA, etilen dan retardan. Jenis zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin. Efek perbandingan auksin dan sitokinin terhadap morfogenesis dari kultur jaringan yang dijelaskan oleh Skoog dan Miller 1957 masih digunakan sebagai dasar untuk manipulasi tanaman sampai sekarang. Efek dari zat pengatur tumbuh sangat tergantung pada jenis dan konsentrasi yang digunakan dan jaringan target Beyl 2005. Menurut Gunawan 1992, sitokinin yang sering digunakan pada kultur jaringan adalah kinetin, zeatin, BA, BAP, 2iP, dan PBA. Auksin terdiri atas IAA, 2,4-D, IBA, NAA dan 2,4,5 T. Zat pengatur tumbuh sitokinin dapat merangsang berbagai tanggap biologi bila diberikan secara eksogen terhadap seluruh tanaman atau organ tanaman yang mempengaruhi pembelahan sel, morfogenesis, memacu perkembangan kuncup samping tanaman dikotil, menghambat gugurnya daun dan mempunyai kemampuan menunda penuaan Salisbury dan Ross 1995. Pengaruh dominansi meristem apikal dapat dihilangkan dengan penambahan zat pengatur tumbuh terutama sitokinin ke dalam medium Wattimena et al. 1992. Auksin berperan pada proses perkembangan tanaman, merangsang pemanjangan dan pembesaran sel, dominansi apikal, induksi akar dan embrio somatik Beyl 2005. Embriogenesis Somatik Menurut Zulkarnain 2009 embriogenesis somatik adalah proses perkembangan embrio lengkap dari sel-sel vegetatif atau sel-sel somatik yang diperoleh dari berbagai sumber eksplan. Inisiasi dan diferensiasi embrio somatik tidak melibatkan proses seksual. Embriogenesis somatik adalah proses terbentuknya embrio somatik. Embrio somatik adalah proses berkembangnya sel somatik menjadi embrio tanaman tanpa melalui fusi gamet, artinya bukan zigot, tetapi berasal dari tubuh tanaman Gunawan 1992. Embriogenesis somatik memiliki dua pola perkembangan yaitu 1 embriogenesis langsung direct embryogenesis, dimana embrio langsung terbentuk pada eksplan tanpa melalui proses pengkalusan, 2 embriogenesis tak langsung indirect embryogenesis dimana sebelum terbentuk embrio, eksplan membentuk kalus terlebih dahulu. Embriogenesis langsung secara in vitro umumnya terjadi pada sel-sel eksplan yang masih muda juvenil sedangkan embriogenesis tak langsung terjadi pada sel-sel yang telah mengalami diferensiasi, pembelahan sel, dan transformasi menjadi sel embriogenik. Sel-sel embriogenik yang akan menjadi embrio adalah sel-sel yang berukuran kecil, dengan isi sitoplasma yang penuh atau tanpa vakuola. Pada embriogenesis tak langsung, kalus yang diperoleh dari inisiasi awal akan memiliki kemampuan beregenerasi membentuk embrio somatik yang tinggi dibandingkan dengan kalus hasil subkultur. Embriogenesis somatik telah dipelajari pada 200 spesies yang tergolong Gymnospermae maupun Angiospermae Evans et al. 1981. Menurut Evans et al. 1981, bahwa terdapat dua macam kalus yang dapat terbentuk dalam kultur in vitro suatu tanaman, yaitu: 1 kalus embriogenik dan 2 kalus non embriogenik. Kalus embriogenik adalah kalus yang mempunyai potensi untuk beregenerasi menjadi tanaman, baik melalui organogenesis langsung membentuk organ maupun embriogenesis melalui pembentukan embrio somatik. Kalus non embriogenik adalah kalus yang sedikit atau tidak mempunyai kemampuan untuk beregenerasi membentuk tanaman. Embriogenesis somatik merupakan jalur regenerasi tanaman yang lebih disukai untuk tujuan rekayasa genetika, karena tanaman yang dihasilkan dapat berasal dari satu sel. Secara genetik, tanaman regeneran yang berasal dari satu sel lebih stabil dibandingkan dengan jalur regenerasi lainnya. Penggunaan auksin yang tinggi akan mempercepat dan memperbanyak jumlah embrio somatik yang terbentuk. Jenis auksin yang biasa digunakan untuk induksi embriogenesis adalah 2,4 – dichlorophenoxyacetic acid 2,4–D dan napthalene acetic acid NAA. Hormon 2,4–D cenderung menginduksi embrio somatik secara tidak langsung melalui fase kalus, sehingga jumlah embrio yang dihasilkan banyak. Kelemahannya embrio yang dihasilkan banyak yang abnormal, sehingga lebih sulit dikecambahkan menjadi planlettanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlettanaman, tetapi jumlahnya lebih sedikit Bhojwani dan Razdan 1989. Penggunaan jenis eksplan yang bersifat meristematik umumnya memberikan keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi. Eksplan yang digunakan dapat berupa aksis embrio zigotik muda dan dewasa, kotiledon, mata tunas, epikotil maupun hipokotil Vesco dan Guerra 2001. Kalimuthu et al. 2007 menyatakan bahwa embrio somatik pada tanaman jarak pagar didapatkan dari jenis eksplan kotiledon dan diinduksi dari media yang mengadung zat pengatur tumbuh BAP 2 mgl. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 – Juni 2010, di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Umum, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian – IPB, Dramaga, Bogor. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jarak pagar genotipe IP-1P. Bahan eksplan yang digunakan berupa kotiledon dan hipokotil yang telah ditanam dalam kondisi in vitro, stek tunas dan daun tanaman jarak pagar dewasa hasil stek. Media yang digunakan adalah media MS Murashige dan Skoog 1962. Zat pengatur tumbuh meliputi 1-napthalene acetic acid NAA, indole acetic acid IAA, benzyl amino purin BAP, kinetin, dan picloram. Bahan lain yang digunakan adalah agar–agar, gula, alkohol 96, bahan kimia komponen media MS, Betadine, aquadest dan spirtus. Bahan untuk sterilisasi tanaman adalah deterjen, Bayclin sodium hipoklorit, agrept bakterisida, dithane fungisida, dan air steril. Alat yang digunakan diantaranya adalah peralatan gelas, timbangan analitik, autoklaf, laminar air flow cabinet, peralatan diseksi, mikroskop stereo kamera, dan rak kultur. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap pekerjaan yang saling berkesinambungan : a sterilisasi alat–alat gelas, alat–alat tanam dan aquadest, b pembuatan larutan stok dan media, dan c sterilisasi sumber eksplan. Percobaan pendahuluan dilakukan untuk sterilisasi, optimasi media dan penyediaan eksplan.

a. Sterilisasi Alat dan Lingkungan Kerja