Diagnosa Taeniasis saginata Diagnosa Sistiserkosis

Adapun pemeriksaan coproantigen dan molekuler yang mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada pemeriksaan feses. Namun, pemeriksaan ini belum tersedia pada luar laboratorium penelitian. Metode serologis juga hanya tersedia pada lingkungan penelitian. Dengan metode serologis seperti ELISA dan PCR, dapat dibedakan spesies dari Taenia CFSPH, 2005.

2.7.2. Diagnosa Taeniasis saginata

Diagnosa Taenia saginata dapat menggunakan pita perekat tes Graham. Untuk Taenia saginata test ini sangat sensitif, namun tidak pada Taenia solium Garcia et al., 2003. Pemeriksaan diagnostik terbaik untuk taeniasis intestinal adalah deteksi koproantigen ELISA yang dapat mendeteksi molekul spesifik dari taenia pada sampel feses yang menunjukkan adanya infeksi cacing pita. Sensitivitas dari ELISA sekitar 95 dan efektivitasnya sekitar 99 Garcia et al., 2003; WHO, 2009.

2.7.3. Diagnosa Sistiserkosis

Pencitraan merupakan metode utama untuk neurosistiserkosis Wiria, 2008. Untuk mendiagnosa neurosistiserkosis dan mengevaluasi gejala neurologis dapat dipakai CT scan dan MRI CFSPH, 2005. CT scan adalah metode terbaik untuk mendeteksi kalsifikasi yang merupakan infeksi inaktif. CT lebih unggul daripada MRI, sebaliknya MRI lebih sensitif untuk menemukan kista di parenkim dan ekstraparenkim otak, termasuk dalam mendeteksi reaksi peradangan Wiria, 2008. Pada hasil dari pemeriksaan CT scan atau MRI, mungkin dijumpai nodul padat, kista, kista yang telah terkalsifikasi, lesi cincin, atau hidrosefalus Pearson, 2009a. Pada pemeriksaan radiologis, apabila dijumpai kista yang hidup, dinding kista tidak terlihat dan cairan sistiserkus memiliki kepadatan yang sama dengan cairan serebrospinal. Ketika parasit mulai kehilangan kemampuan untuk memodulasi respon imun, pada awalnya, akan terlihat peningkatan kontras sekitar kista. Pada akhirnya, akan terlihat gambaran peningkatan kontras seperti cincin atau nodul Garcia et al., 2002. Universitas Sumatera Utara Kista yang tidak aktif terkalsifikasi pada berbagai bagian tubuh, termasuk otak dan otot, mungkin dapat terlihat pada foto X-ray. Biopsi dapat dilakukan untuk nodul subkutan dan larva di mata dapat ditemukan pada pemeriksaan mata. Spesies dari larva dapat diidentifikasi setelah operasi CFSPH, 2005. Tes serologi kebanyakan menggunakan antigen yang tidak terfraksi yang menyebabkan positif dan negatif palsu. Hal ini diperkirakan karena aviditas kista dengan immunoglobulin yang menyebabkan positif palsu White, 1997. Pada manusia ada beberapa jenis pemeriksaan serologis termasuk enzyme-linked immunoelectrotransfer blot EITB, ELISA, fiksasi komplemen, dan hemaglutinasi CFSPH, 2005. Antibodi mungkin ditemukan pada serum atau cairan serebrospinal CFSPH, 2005. Namun, immunoblot assay CDC, yang menggunakan serum spesimen, sangat spesifik dan lebih sensitif dibandingkan pemeriksaan enzim immunoassay lainnya umumnya ketika terdapat lebih dari 2 lesi sistem saraf pusat, sensitivitas lebih rendah daripada hanya ada satu kista Pearson, 2009a. Dekade terakhir pemeriksaan standar dengan metode serologis untuk diagnosa sistiserkosis adalah immunoblot yang dibantu dengan pemeriksaan spesifik ELISA Garcia et al., 1999; Margono et al., 2003. Pemeriksaan EITB telah terbukti spesifik untuk infeksi T.solium. EITB sensitif pada kista parenkim aktif multipel atau neurosistiserkosis ekstraparenkim. Meskipun demikian sensitivitasnya rendah pada pasien dengan kista parenkimal atau kalsifikasi sehingga pada infeksi inaktif pemeriksaan serologi seringkali negatif. Pemeriksaan serologi berperan penting di daerah yang belum memiliki fasilitas CT dan MRI White, 1997. Pemeriksaan EITB menunjukkan spesifisitas dan sensitivitas yang masing-masing bernilai mendekati 100 dan 98 apabila pemeriksaan dilakukan pada neurosistiserkosis dengan 2 kista atau lebih yang masih hidup WHO, 2009. Pemeriksaan ELISA dengan menggunakan antigen rekombinan memiliki sensitivitas 90 dan spesifisitas 100. Namun, kelemahan ELISA adalah tidak dapat mendeteksi kista yang telah berdegenerasi WHO, 2009. Universitas Sumatera Utara Untuk menyatakan seseorang menderita sistiserkosis diperlukan beberapa kriteria, antara lain Wiria, 2008: Kriteria Mayor: a. Penemuan berdasarkan pemeriksaan pencitraan, di mana ditemukan sistiserkus berukuran 0,5–2 cm. b. Ditemukannya antibodi spesifik antisistiserkal menggunakan EITB. Kriteria Minor: a. Kejang. b. Peningkatan tekanan intrakranial. c. Kalsifikasi intraserebral pungtata. d. Nodul subkutan atau hilangnya lesi setelah pengobatan dengan anti parasit. Diagnosa dapat ditegakkan apabila dijumpai dua kriteria mayor, atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor, ditambah riwayat pajanan White, 1997.

2.8. Pencegahan