dengan kata lain sengketa bisnis. Akan tetapi berdasarkan regulasi yang ada, Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan
umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU dan
sengketa HAKI. Mekanisme beracara melalui Pengadilan Niaga mempunyai karakteristik sebagai berikut: prosesnya sangat formal, keputusan dibuat oleh pihak
ketiga yang ditunjuk oleh negara hakim, para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan, sifat keputusan memaksa dan mengikat coercive and binding, orientasi
pada fakta hukum mencari pihak yang salah, proses persidangan bersifat terbuka, dan waktunya singkat.
2. Arbitrase
Penyelesaian sengketa bisnis secara ajudikasi selain dilakukan melalui mekanisme pengadilan litigasi, juga melalui Arbitrase yang merupakan lembaga
penyelesaian sengketa yang bersifat ajudikasi tapi bukan merupakan proses pengadilan litigasi melainkan termasuk ke dalam proses non litigasi. Hal ini
dikarenakan Arbitrase tidak termasuk sebagai Badan Peradilan bukan pengadilan tapi lembaga penyelesaian sengketa, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang
Kekuasaan Kehakiman Pasal 10 yang menentukan bahwa hanya ada 4 badan peradilan di Indonesia yaitu: Peradilan Umum meliputi Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi, Peradilan Agama meliputi Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, Peradilan Militer meliputi Pengadilan Militer dan Pengadilan Tinggi
Militer serta Peradilan Tata Usaha Negara meliputi Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Kesemuanya berpuncak di Mahkamah
Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Konstitusi. Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” bahasa Latin yang berarti
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”. Dalam
proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase didasarkan pada asas-asas: asas kesepakatan artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa
oramg arbiter, asas musyawarah yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk
diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara
arbiter itu sendiri, asas limitatif artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian
perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang
perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dan asas final and binding yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat yang
tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian
arbitrase. Oleh karena itu didasarkan pada asas-asas tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan
mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil, tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.
3. Negosiasi