Uji Keseragaman Bobot 3.6.4. Uji Keseragaman Bobot 3.6.8. Uji Persentase

4 Campuran kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 45°C selama 48 jam. Hydrocolloid matrix kering kemudian dicetak dengan diameter 1 cm dan disimpan dalam aluminium foil yang diletakkan pada wadah plastik dengan penambahan silica gel pada suhu ruang. Uji Sterilitas Uji sterilitas dilakukan dengan meletakkan sediaan berdiameter 1 cm ke media Nutrien Agar pada cawan petri. Tiap petri kemudian dibungkus plastic wrap dan diinkubasi terbalik selama 24 jam. Uji Organoleptis Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati dan meneliti warna, kejernihan dan kehalusan dari hydrocolloid matrix piroksikam yang telah dibuat Shirsand et al.

2012. Uji Keseragaman Bobot

Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang 10 hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dari masing-masing formula satu persatu British Pharmacopoeia , 1993. Uji Ketebalan Uji ketebalan hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dihitung pada 5 titik berbeda keempat sudut dan bagian tengah dengan jangka sorong El-Gendy et al . 2009. Uji pH Larutan Sediaan Uji pH larutan sediaan dilakukan dengan merendam setiap formula hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dalam 20 mL akuades pada suhu 36,5 o C- 37,5 o C selama 24 jam British Pharmacopoeia , 1993. Uji Persentase Moisture Content Uji persentase moisture content dilakukan dengan mengondisikan setiap hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dalam sebuah desikator berisi silika selama 24 jam, kemudian ditimbang Toshkhani et al.

2013. Uji Persentase

Moisture Absorption Uji persentase moisture absorption dilakukan dengan meletakkan sediaan dari uji persentase moisture content dalam dalam Climatic Chamber dengan suhu 28 o C, RH 85 selama 24 jam. Sediaan kemudian diambil dan ditimbang kembali Toshkhani et al. 2013. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 Uji Ketahanan Pelipatan Folding Endurance Uji ketahanan pelipatan dilakukan dengan melipat sediaan hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm secara berulang pada posisi yang sama hingga rusak Shirsand et al. 2012. Uji Keseragaman Kandungan Obat dalam Matrix Matrix berdiameter 1 cm dilarutkan dalam 15 mL metanol dan di-ad dengan PBS pH 6,4 dalam labu ukur 50 mL. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 354 nm menggunakan spektrofotometer UV Garg et al. 2014. Kadar ditentukan menggunakan persamaan kurva baku piroksikam. Evaluasi kadar piroksikam dalam matrix dihitung sebagai persen kadar piroksikam terukur terhadap kadar piroksikam teoritis dalam formula U.S. Pharmacopeial Convention, 2006. Uji Pelepasan Obat secara In Vitro Uji pelepasan piroksikam dari sediaan dilakukan menggunakan Franz Diffusion Cell pada suhu 37 ± 1 o C. Sebanyak 15 mL campuran metanol dan PBS pH 6,4 3:7 dimasukkan pada sel difusi sebagai kompartemen aseptor. Membran Millipore sebelumnya direndam dalam larutan aseptor selama 1 jam, kemudian hydrocolloid berdiameter 1 cm dipasang pada sel difusi. Pada tiap waktu tertentu kompartemen aseptor disampling dan diukur absorbansi sampel dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 354 nm. Kadar obat ditentukan dengan plot kurva baku piroksikam. Nilai dissolution efficiency dihitung sampai waktu ke- 360 menit DE 360 Pudyastuti dkk. 2014. Uji Stabilitas Hydrocolloid Matrix Piroksikam Setiap formula hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm disimpan dalam paparan suhu 37°C dan 45°C selama 4 minggu. Analisis fisik dan analisis kandungan obat pada hydrocolloid matrix dilakukan setiap akhir minggu Amjad et al. 2011. Uji Iritasi Kulit Uji iritasi kulit dilakukan dengan menggunakan kelinci albino dengan bobot 1,8 –2,2 kilogram. Punggung tiga ekor kelinci dicukur 24 jam sebelum pengujian. Dalam satu punggung diaplikasikan 1 kontrol positif etil asetat, 1 kontrol negatif dan 3 basis hydrocolloid matrix yang ditutup dengan hypafix selama 4 jam. Pengamatan dilakukan pada jam ke-4, 24, 48 dan 72 jam terhadap eritema dan udema yang terjadi pada kulit yang terpapar BPOM, 2014. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 Dasar Pemilihan Formula Optimal Formula optimal dipilih berdasarkan hasil evaluasi yang menunjukkan steril, organoleptis baik, nilai moisture content, moisture absorption, keseragaman kandungan dan DE 360 yang tinggi, dan stabilitas yang baik. Uji Aktivitas Hydrocolloid Matrix Piroksikam Enam tikus dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 3 tikus perlakuan diabetes yang memiliki kadar gula darah di atas 250 mgdL dan 3 tikus kontrol tidak diabetes. Setiap tikus dicukur bulunya dan diberi olesan krim depilatori pada bagian punggungnya dan didiamkan selama 5 menit, lalu dibilas dengan kapas yang dibasahi air bersih hingga tampak kulit punggung tikus. Tikus dibiarkan selama 48 jam sebelum diberi luka eksisi. Tikus dianestesi dengan menambahkan ketamin dosis 40-50 mgkgBB secara intramuscular pada bagian paha. Tiga puluh menit setelah disuntikkan ketamin, kulit punggungnya dibasahi dengan etanol 70. Pada tiap tikus diberi 5 luka eksisi menggunakan biopsy punch dengan diameter 5 mm pada punggung tikus yang sudah dicukur hari ke-0. Perlakuan berbeda diberikan pada masing-masing luka eksisi pada tikus, yaitu 1 kontrol, 2 basis dan 2 formula. Pemberian sediaan dilakukan tiap 24 jam sampai luka menutup. Luka eksisi kemudian dimonitor dan area luka dihitung. Setelah luka sembuh, tikus dieutanasia dengan injeksi ketamin dengan dosis 100 mgkgBB. Kulit punggung diambil dengan ukuran 2x2 cm dan disimpan dalam pot berisi formalin 10 untuk dilanjutkan dengan uji histopatologi. Uji Histopatologi Pengecatan Hematoxylin-Eosin HE Sampel yang digunakan adalah sampel kulit dari uji aktivitas yang memiliki wound closure sebesar 100. Sampel diuji dengan pengecatan hematoxylin-eosin, dan dilihat di bawah mikroskop cahaya Olympus tipe BH-2 yang terhubung dengan kamera OptiLab v.2.1 Micronos, Indonesia untuk melihat ada tidaknya perubahan struktur kulitnya. Uji hematoxylin-eosin dilakukan oleh Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Gadjah Mada. Tata Cara Analisis Hasil Analisis Kuantitatif a. Persentase moisture content : Moisture content = � �� � − � �� ℎ�� � �� ℎ�� � Toshkhani et al. 2013. b. Persentase moisture absorption : Moisture absorption = � �� ℎ��− � �� � � �� � � Toshkhani et al. 2013. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 c. Nilai dissolution efficiency DE pada uji pelepasan obat: � = �� � � Fudholi, 2013. d. Kecepatan penyembuhan luka pada tikus: Wound closure = ar a u a pa a ar −0−ar a u a pa a ar −n ar a u a pa a ar −0 x Thu et al. 2012. e. Data hasil tiap uji pengukuran diuji statistik menggunakan software R for statistic ver. 3.2.3. Analisis Kualitatif Pengamatan histopatologi akan memberikan perbandingan hasil secara mikroskopis antara struktur kulit penyembuhan luka eksisi dan struktur kulit normal tikus. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Hydrocolloid Matrix Piroksikam Formula sediaan hydrocolloid matrix merupakan modifikasi dari formula sediaan transdermal pada penelitian yang dilakukan oleh Pudyastuti dkk. 2014, di mana pada penelitian terdahulu digunakan zat aktif pentagamavunon, sedangkan pada penelitian ini digunakan zat aktif piroksikam. Sediaan hydrocolloid matrix divariasi pada salah satu polimernya yaitu PVP K-30, yang memiliki variasi 1,5, 2 dan 2,5. Uji Sterilitas Sediaan Hydrocolloid Matrix Piroksikam Uji sterilitas dilakukan untuk melihat kesterilan sediaan yang diproduksi. Sediaan yang digunakan untuk pengobatan ulkus kaki diabetik harus steril untuk meminimalisir terjadinya infeksi pada area luka. Hasil uji sterilitas pada Gambar 1 menunjukkan bahwa sediaan hydrocolloid matrix dari setiap formula steril, karena tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Bintik-bintik yang terlihat pada gambar merupakan bintik-bintik uap air yang mengembun pada kaca cawan petri. Uji Sifat Fisik Uji sifat fisik yang dilakukan adalah uji organoleptis, uji keseragaman bobot, uji ketebalan, uji larutan pH sediaan, uji persentase moisture content, uji persentase moisture absorption , dan uji ketahanan pelipatan. Formula PVP 1 dan PVP 2 memiliki karakteristik organoleptis yaitu warna kuning merata, dengan zat aktif piroksikam yang terdispersi homogen, dan halus. Formula PVP 3 memiliki karakteristik tekstur tidak rata, dan agak lengket yang mungkin disebabkan karena masih terdapatnya sisa-sisa air atau pelarut yang tidak menguap. 8 Gambar 1. Hasil uji sterilitas: a Kontrol negatif; b Basis; c PVP 1; d PVP 2; e PVP 3; O = tempat meletakkan sediaan Pembuatan formula hydrocolloid matrix dilakukan dengan metode penguapan pelarut atau solvent casting Pudaystuti dkk. 2014, sehingga dibutuhkan pengeringan yang baik, untuk dapat menghilangkan pelarut yang digunakan. Formula PVP 3 dengan konsentrasi PVP K-30 paling besar, memiliki sifat lengket pada sediaannya dibandingkan dengan formula lain. Hal ini juga dapat disebabkan karena sifat PVP K-30 yang higroskopis yang mudah menyerap kelembaban udara di sekitarnya sehingga permukaan matriks menjadi basah, lebih mudah lembab dan menjadi lengket Pudyastuti dkk. 2014. Hal ini dapat diminimalisir dengan membalik sediaan setelah pengeringan 2 hari sehingga sediaan dapat kering merata, namun, harus dipastikan pula sterilitasnya dengan melakukan pembalikan sediaan di LAF. Hydrocolloid matrix yang dibuat memiliki bobot dan ketebalan yang seragam, walaupun terdapat matriks yang lebih tipis dalam satu cawan petri yang sama. Hasil uji sifat fisik keseragaman bobot sediaan ditunjukkan pada Tabel II. Formula PVP 1 dan PVP 2 masing-masing menunjukkan bahwa sediaan memiliki bobot yang seragam, ditunjukkan dari kecilnya nilai standard deviation dan memiliki CV yang kurang dari 10 British 1 3 2 3 2 1 3 2 1 3 2 1 9 Pharmacopoeia , 1993 yaitu 3,50 dan 3,25 kecuali pada formula PVP 3 yang memiliki CV sebesar 13,84, yang menunjukkan adanya variasi bobot Shirsand et al. 2012, dikarenakan sifat lengket yang dimiliki formula tersebut, di mana masih terdapat sisa-sisa air yang menyebabkan bobot sediaan bertembah. Ketebalan sediaan yang ditemukan dalam penelitian ini berada di antara 0,16 mm sampai 0,29 mm, di mana tidak lebih dari 0,69 mm Thu et al. 2012. Sediaan memiliki nilai pH masing-masing formula adalah 6,9, 6,8 dan 6,9 yang sesuai dengan range pH kulit, yaitu 4-7 British Pharmacopoeia , 1993. Uji moisture content dilakukan dengan tujuan melihat berapa kandungan air yang terdapat dalam sediaan, sedangkan moisture absorption untuk melihat seberapa besar daya serap sediaan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan sediaan dalam menyerap cairan, terutama eksudat pada ulkus kaki diabetik. Pada basis, nilai moisture content diurutkan dari yang terendah adalah Basis 1 Basis 2 Basis 3, hal ini sudah sesuai dengan teori, di mana basis dengan proporsi PVP K-30 paling tinggi, banyak mengandung air, karena sifat PVP K- 30 yang higroskopis, sehingga mampu menarik lembab, namun, dapat disebabkan karena sediaan kurang kering sehingga masih terdapat air yang belum menguap yang mempengaruhi moisture content sediaan. Formula diurutkan dari yang terendah adalah PVP 3 PVP 1 PVP 2, hal tersebut tidak sesuai teori, di mana seharusnya PVP 3 memiliki moisture content paling tinggi, karena kurangnya pengendalian pengacau seperti suhu dan RH pada desikator, sehingga sulit dikontrol penyerapan airnya. Hasil uji moisture absorption basis diurutkan dari yang terendah yaitu Basis 3 Basis 2 Basis 1, sedangkan pada formula diurutkan dari yang terendah adalah PVP 1 PVP 3 PVP 2, baik basis dan formula belum sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa proporsi PVP tertinggi menghasilkan moisture absorption tertinggi. Hal ini dapat terjadi karena penyerapan sediaan bergantung dari moisture content, di mana sediaan yang memiliki moisture content tinggi akan cenderung menarik air lebih sedikit. Dari data uji moisture absorption , didapatkan data kecepatan moisture absorption dari setiap basis dan formula, basis 1 dan formula 2 memiliki kecepatan yang paling besar dalam menyerap kelembaban di lingkungan sekitar. Uji ketahanan pelipatan dilakukan untuk mengevaluasi fleksibilitas dari setiap formula. Nilai ketahanan pelipatan yang ditemukan dalam penelitian ini memiliki range 25- 77. Menurut penelitian transdermal film yang dilakukan oleh Pudyastuti dkk. 2014, sediaan transdermal film memiliki nilai ketahanan pelipatan lebih dari 300, dinyatakan elastis. Maka dapat disimpulkan, sediaan hydrocolloid matrix yang dibuat, kurang fleksibel dan elastis. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 Uji Keseragaman Kandungan Obat Uji keseragaman kandungan obat dilakukan pada setiap formula, dan didapatkan kandungan obat masing-masing 0,612±0,064 mg, 0,642±0,125 mg, dan 0,559±0,073 mg. Hasil tersebut didapatkan dengan mengonversikan nilai absorbansi yang didapat ke persamaan kurva baku y = 0,0482 x + 0,0009 dengan nilai R 0,9998. Hasil dari uji keseragaman kandungan dapat dilihat pada Tabel II. Masing-masing formula memiliki CV 10,458, 19,485 dan 13,074. Dari nilai SD dan CV tersebut menunjukkan bahwa kandungan obat tidak homogen, karena nilai SD dan CV relatif besar. Evaluasi kandungan obat dilihat pula dari kandungan obat terukur dibagi dengan kandungan obat teoritis, dan didapatkan hasil masing-masing 89,726, 95,174 dan 83,219 untuk formula PVP 1, PVP 2 dan PVP 3, di mana formula PVP 2 memiliki persen kandungan obat paling tinggi, dan formula PVP 3 memiliki persen kandungan obat paling rendah. Hal ini tidak sesuai teori di mana konsentrasi polimer paling banyak PVP 3 dapat mengikat lebih banyak zat aktif dibandingkan konsentrasi polimer paling sedikit PVP, ini dapat disebabkan karena ketidakhomogenan sediaan, di mana adanya variasi bobot pada setiap potongan sediaan. Range penerimaan keseragaman kandungan obat menurut U.S Pharmacopeial Convention 2006 adalah 85 - 115. Uji Pelepasan Obat secara In Vitro Hasil pengujian pelepasan obat piroksikam dari matriks hydrocolloid dilakukan selama 6 jam DE 360 menggunakan alat Franz Diffusion Cell. Hasil DE 360 uji pelepasan obat piroksikam dapat dilihat pada Tabel II. Uji pelepasan obat memiliki hasil data DE 360 masing-masing sebesar 33,69±13,39, 53,87±17,10, dan 63,83±16,21. Gambar 2. Grafik waktu vs release hydrocolloid matrix piroksikam 10 20 30 40 50 60 70 80 90 50 100 150 200 250 300 350 400 Rel e a s e Waktu Menit Grafik Waktu vs Release Obat Piroksikam Formula 1 Formula 2 Formula 3 11 Tabel II. Rata-rata hasil evaluasi sifat fisika kimia sediaan hydrocolloid matrix piroksikam Keterangan: a=disimpan dalam suhu 37 o C; b=disimpan dalam suhu 45 o C; =p-value 0.05 berbeda signifikan, tidak stabil For- mula M ing g u Organoleptis Bobot ± SD gram Kete- balan mm pH Moisture Content ± SD Moisture Absorption ± SD Kecepatan Moisture Absorption gjam Ketahanan Pelipatan Kandungan Obat ± SD mg DE 360 Warna Kejernihan Kehalusan Lain Basis 1 Tak berwarna Jernih Halus Tidak Lengket 0,024± 0,003 0,25 6,9 3,042± 1,811 6,290± 3,881 4,583x10 -5 24 - - Basis 2 Tak berwarna Jernih Halus Tidak Lengket 0,033± 0,003 0,32 6,9 4,805± 2,652 6,009± 3,765 1,833x10 -5 45 - - Basis 3 Tak berwarna Jernih Halus Lengket 0,014± 0,001 0,18 6,9 4,972± 3,066 5,614± 4,414 2,250x10 -5 44 - - PVP 1 Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,012± 0,0004 0,16 6,9 4,085± 2,081 6,712± 3,251 4,083x10 -5 77 0,612±0.064 33,69± 13,39 4 a Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,010± 0,002 0,20 7,1 1,211± 0,870 8,836± 3,937 3,750x10 -5 25 0,571±0.056 4 b Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,011± 0,003 0,15 7,2 1,010± 1,084 3,572± 1,934 1,667x10 -5 25 0,477±0.085 PVP 2 Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,016± 0,0005 0,28 6,8 5,166± 2,968 8,980± 3,608 7,250x10 -5 50 0,642±0.125 53,87± 17,10 4 a Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,015± 0,003 0,20 7,0 3,326± 2,082 1,955± 0,859 2,750x10 -5 25 0,655±0.088 4 b Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,013± 0,002 0,15 7,2 0,983± 1,013 4,850± 3,037 2,500x10 -5 40 0,651±0.045 PVP 3 Kuning Terdispersi Halus Lengket 0,026± 0,0036 0,29 6,9 2,607± 1,386 7,621± 3,635 7,000x10 -5 25 0,612±0.073 63,83± 16,21 4 a Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,010± 0,004 0,10 7,0 8,695± 9,055 1,400± 1,774 3,334x10 -6 25 0,533±0.034 4 b Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,013± 0,004 0,20 7,0 0,746± 0,787 3,806± 2,614 2,000x10 -5 15 0,531±0.034 12 Proses uji pelepasan obat dilakukan dengan penambahan metanol sebesar 30 pada medium disolusi yaitu PBS dengan pH 6,4, hal tersebut dilakukan karena zat aktif piroksikam yang sulit larut dalam air Dhawan et al. 2016, sehingga dibutuhkan ko-solven seperti metanol. Namun, adanya polimer PVP K-30 dapat pula meningkatkan kelarutan obat karena adanya mekanisme pembentukkan pori dan mencegah kristalisasi obat dalam matriks Kadajji and Betageri, 2011, karena PVP K-30 merupakan polimer hidrofilik yang mudah larut dalam cairan. Mekanisme PVP K-30 dapat meningkatkan kelarutan piroksikam dan mencegah kristalisasinya adalah dengan membentuk ikatan hidrogen antara gugus O-H dan satu gugus N-H pada piroksikam dengan gugus karbonil pada PVP K-30 Wu et al. 2008. Polimer HPMC sendiri berfungsi sebagai pengontrol pelepasan obat sehingga dapat meningkatkan disolusi obat dengan kelarutan yang buruk Rowe et al. 2009. Grafik pelepasan obat piroksikam dari sediaan hydrocolloid matrix ditunjukkan pada Gambar 2. Pada uji pelepasan obat dapat diurutkan dari DE 360 yang terendah yaitu PVP 1 PVP 2 PVP 3, hal tersebut dikarenakan penggunaan polimer hidrofilik seperti PVP K-30 dan HPMC menyebabkan permeabilitas matriks meningkat, sehingga semakin tinggi proporsi polimer hidrofilik, difusi obat melalui matriks juga lebih cepat Kandavilli et al. 2002. Formula PVP 3 memiliki proporsi polimer hidrofilik paling banyak, sehingga pelepasan matriks lebih cepat pada formula PVP 3. Formula PVP 1 memiliki DE 360 yang relatif kecil disebabkan karena proporsi polimer yang paling sedikit, hal ini menyebabkan pori yang terbentuk lebih sedikit, sehingga pelepasan matriks lebih lambat. Selain itu, matrix yang terlihat seperti suspensi padat, diduga adalah kristal piroksikam yang tidak larut dan ketika uji pelepasan, pelarut akan lebih mudah melarutkan polimer dalam matrix , dan tidak dapat melarutkan kristal zat aktif. Uji Stabilitas Hydrocolloid Matrix Piroksikam Uji stabilitas dilakukan dengan menempatkan sediaan pada 2 suhu berbeda yaitu 37 o C dan 45 o C dan didiamkan selama 4 minggu. Uji ini juga dilakukan untuk melihat apakah sediaan stabil secara fisik dilihat dari nilai keseragaman bobot, moisture content, dan moisture absorption maupun secara kimia dilihat dari kandungan obat selama waktu penyimpanan, dan pada suhu berapa sediaan sebaiknya disimpan. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa formula PVP 1 stabil secara kimia pada suhu 37 o C, namun tidak stabil secara fisik. Pada suhu 45 o C, formula PVP 1 stabil secara fisik yang ditunjukkan dengan nilai p-value uji keseragaman bobot dan moisture absorption 0.05. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 Formula PVP 2 stabil secara fisik dan kimia pada suhu 37 o C, dan stabil secara kimia pada suhu 45 o C, namun tidak stabil secara fisik pada suhu tersebut. Formula PVP 3 stabil secara fisik moisture content dan moisture absorption dan kimia pada suhu 37 o C dan 45 o C, namun tidak stabil secara keseragaman bobot. Hasil uji stabilitas dapat dilihat pada Tabel II. Parameter kritis yang digunakan pada penelitian ini adalah keseragaman kandungan obat, sehingga dapat disimpulkan bahwa formula PVP 1 stabil pada suhu 37 o C, formula PVP 2 stabil pada suhu 37 o C dan 45 o C, dan formula PVP 3 stabil pada suhu 37 o C dan 45 o C. Uji Iritasi Sediaan Hydrocolloid Matrix Piroksikam Uji iritasi sediaan dilakukan dengan menggunakan basis tanpa obat untuk melihat apakah sediaan yang dibuat akan mengiritasi penggunanya saat digunakan. Hasil menunjukkan tidak terdapat iritasi berupa eritema maupun udema pada bagian penempelan basis, dengan nilai indeks iritasi primer sebesar 0.0, sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan dapat digunakan tanpa mengiritasi penggunanya sangat ringan ISO 109939-10, 2002. Uji iritasi hanya menggunakan basis tanpa zat aktif karena piroksikam dinilai memiliki sifat anti-inflamasi Dhawan et al. 2016, sehingga kecil kemungkinan adanya iritasi saat digunakan. Data ditunjukkan pada Tabel III. Tabel III. Hasil uji iritasi basis hydrocolloid matrix piroksikam Jam Kelinci Eritema Udema Basis 1 Basis 2 Basis 3 Basis 1 Basis 2 Basis 3 24 1 2 3 48 1 2 3 72 1 2 3 Indeks Iritasi Primer 1 0,0 2 0,0 3 0,0 Kesimpulan Sangat ringan 14 Dasar Pemilihan Formula Optimal Kriteria formula optimal yang digunakan untuk uji aktivitas dilihat dari analisis fisik dan kimia, serta uji stabilitasnya. Analisis statistik digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antar formula.Analisis statistik menggunakan software R, dan didapatkan nilai p-value . Pada uji sifat fisik, seperti moiusture content , dan moisture absorption, memiliki nilai p-value 0,05, yang berati tidak terdapat perbedaan signifikan antara ketiga formula, begitu juga dengan uji sifat kimia yaitu kandungan obat dan pelepasan obat yang memiliki p-value 0,05, sehingga ketiga formula memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai formula optimal. Formula PVP 2 dipilih dengan pertimbangan memiliki rata-rata moisture content, moisture absorption dan kecepatan absorpsi yang paling tinggi, sehingga diharapkan dapat menyerap eksudat pada ulkus dengan baik. Selain itu, formula PVP 2 memiliki rata-rata kandungan obat paling tinggi, dan memiliki DE 360 yang berada pada angka 53,87±17,10. Uji Aktivitas Hydrocolloid Matrix Piroksikam Uji aktivitas ini dilakukan dengan menggunakan hewan uji tikus. Tikus yang digunakan memiliki kriteria sebagai berikut: tikus spesies Rattus novergicus dengan galur Wistar, berusia 2 bulan, memiliki bobot berkisar antara 160-200 gram. Tabel IV. Hasil uji aktivitas dan uji histopatologi Perla- kuan Hari Penyembuhan Rata-rata±SD hari Keterangan Tikus Non Diabetes Tikus Diabetes Tikus Non Diabetes Tikus Diabetes Kontrol 15±0.577 17±0.577 a Kontrol Non Diabetes Belum terdapat serat kolagen, jaringan ikat sudah terbentuk; Terdapat jaringan granulasi dan pembuluh darah yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi b Kontrol Diabetes Belum terdapat serat kolagen. Terdapat jaringan granulasi, dan terdapat jaringan ikat yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi 15 Tabel IV. Lanjutan Hasil uji aktivitas dan uji histopatologi Basis 15±0.000 16±0.577 c Basis Non Diabetes Belum terdapat serat kolagen, lapisan epidermis menutup sempurna; Terdapat jaringan granulasi dan pembuluh darah menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi d Basis Diabetes Serat kolagen belum terlalu rapat dan teratur, masih terdapat jaringan granulasi, dan jaringan ikat belum terbentuk sempurna menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap remodelling Formula 15±0.000 16±0.577 e Formula Non Diabetes Belum terdapat serat kolagen, terdapat jaringan granulasi; Jaringan ikat belum sempurna dan lapisan epidermis terbentuk sempurna yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi f Formula Diabetes Serat kolagen masih belum rapat dan masih terdapat jaringan granulasi; Lapisan epidermis dan jaringan ikat sudah terbentuk sempurna yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap awal remodelling Tanpa Perla- kuan - - g Kulit Sehat Bagian-bagian struktur kulit tikus lengkap tanpa jaringan granulasi, di mana terdapat bagian epidermis, dan jaringan ikat, susunan kolagen sangat teratur, karena tidak mengalami proses luka. 16 Tabel IV. Lanjutan Hasil uji aktivitas dan uji histopatologi Keterangan: 1 = epidermis 2 = jaringan granulasi 3 = pembuluh darah 4 = folikel rambut 5 = jaringan ikat 6 = kolagen Tikus yang digunakan berjumlah 6 ekor, yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu tikus diabetes dan tikus non diabetes. Pemberian hydrocolloid matrix dilakukan setiap 24 jam hingga luka sembuh. Luka dipantau setiap hari, dan dihitung wound closure hingga didapat wound closure 100. Rata-rata luka mencapai wound closure hingga 100 pada kelompok tikus non diabetes adalah 15 hari, sedangkan pada kelompok tikus diabetes, penutupan luka hingga 100 mencapai 16-17 hari. Data hari wound closure mencapai 100 yang ditunjukkan pada Tabel IV. Analisis statistik dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara wound closure kelompok tikus diabetes dengan kelompok tikus non diabetes. Hasil statistik antara kontrol dengan formula PVP 2 pada tikus diabetes menunjukkan bahwa penyembuhan luka kontrol lebih lama dibandingkan dengan formula PVP 2, namun formula PVP 2 tidak secara signifikan dapat mempercepat proses penyembuhan luka sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan belum dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada penderita diabetes. Uji Histopatologi Uji histopatologi dilakukan setelah penutupan luka mencapai 100. Uji ini dilakukan untuk melihat struktur kulit secara mikroskopis dan membandingkan struktur kulit dari kelompok tikus diabetes dengan struktur kulit dari kelompok tikus non diabetes. Interpretasi hasil uji histopatologi dapat dilihat pada Tabel IV. Dari hasil uji histopatologi, kontrol, basis dan formula pada tikus non diabetes masih dalam proses proliferasi, hal ini berarti bahwa luka sudah menutup, tetapi proses penyembuhan luka belum sempurna. Kontrol pada tikus diabetes juga masih dalam proses proliferasi, sedangkan basis dan formula pada tikus diabetes masuk dalam proses remodelling dan proses awal remodelling . KESIMPULAN Kombinasi polimer PVP K-30 dan polimer HPMC E6 sebesar 2 dan 4.5 merupakan formula optimal dalam pembuatan matriks hydrocolloid piroksikam. Kombinasi ini dapat menghasilkan matriks yang homogen, warna merata, dengan nilai moisture content sebesar 5,166, moisture absorption sebesar 8,980 dan DE 360 sebesar 53,87. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 Hydrocolloid matrix tidak mengiritasi, namun efektivitas matriks sebagai sediaan penyembuhan luka tidak berbeda signifikan dengan kontrol. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dilakukan pengujian moisture content dan moisture absoprtion lebih dari 24 jam dan keduanya dilakukan dengan climatic chamber sehingga didapatkan bobot konstan yang lebih presisi. Saran lain dapat dilakukan optimasi konsentrasi obat piroksikam agar sediaan yang terbentuk lebih jernih bukan terbentuk suspensi padat dan dapat meningkatkan pelepasan obat. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih ditujukan kepada PT. Dexa Medica yang telah memberi bantuan berupa zat aktif piroksikam dan PT. Erela yang telah memberi bantuan berupa eksipien dalam penelitian ini. Penelitian ini sebagian didanai dari grant penelitian DP2M DIKTI. DAFTAR PUSTAKA Amjad, M., Ehtheshamuddin, M., Chand, S., Hanifa, Sabreesh, M., Asia, R., and Kumar, G.S., 2011. Formulation and Evaluation of Transdermal Patches of Atenolol. ARPB , 12, 109-119. BPOM, 2014. Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo. Iritasi Akut Dermal . Jakarta, BPOM RI, 69-76. British Pharmacopoeia, 1993. British Pharmacopoeia Addendum . Dhawan, B., Aggarwal, G., and Harikumar, SL., 2016. Enhanced Transdermal Permeability of Piroxicam through Novel Nanoemulgel Formulation. International Journal of Pharm. Investigation , 42, 65-76. Dinh, T., Tecilazich, F., Kafanas, A., Doupis, J., Gnardellis, C., Leal, E., Tellechea, A., Pradhan, L., Lynos, T., Giurini, J., and Veves, A., 2012. Mechanisms Involved in the Development and Healing of Diabetic Foot Ulceration. Diabetes , 61, 2937-2947. El-Gendy, N. A., Abdelbary, G. A., El-Komy, M. H., and Saafan, A. E., 2009. Design and Evaluation of a Bioadhesive Patch for Topical Delivery of Gentamicin Sulphate. Current Drug Delivery , 61, 50-57. Francesko, A., Fernandes, M., Rocasalbas, G., Gautier, S., and Tzanov, T., 2015. Advanced Polymers in Medicine. Polymers in Wound Repair , Spain, Springer Publishing, 401- 431. Fudholi, A., 2013. Disolusi dan Pelepasan Obat. Garg, V., Singh, H., Singh, S. K., 2014. Development and Validation of A Sensitive UV Method for Piroxicam: Application for Skin Permeation Studies. International Journal of Recent Scientific Research , 55, 980-983. Hilton, J. R., Williams, D. T., Beuker, B., Miller, D. R., and Harding, K. G., 2004. Wound Dressing in Diabetic Foot Disease. Clinical Infectious Disease , 39, 100-103. International Standard ISO 10993-10, 2002. Biological Evaluation of Medical Devices, Part 10 – Tests for Irritation and delayed-type hypersensitivity . International Diabetes Federation, 2015. Indonesia, http:www.idf.orgmembership wpindonesia, diakses tanggal 24 Maret 2016. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 Kadajji, V., G., and Betageri, V., 2011. Water Soluble Polymers for Pharmaceutical Applications. Polymers , 3, 1972-2009. Kandavilli, S., Nair, V., and Panchagnula, R., 2002. Polymers in Transdermal Drug Delivery Systems. Pharmaceutical Technology , 2002, 62-80. Liu, Y., Min, D., Bolton, T., Nube, V., Twigg, S. M., Yue, D. K., and McLennan, S. V., 2009. Increased Matrix Metalloproteinase-9 Predicts Poor Wound Healing in Diabetic Foor Ulcers. Diabetic Care , 321, 117-119. Mazumder, M. K., Battacharya, P., and Borah, A., 2014. Inhibition of Matrix Metalloproteinase-2 and 9 by Piroxicam Confer Neuroprotection in Cerebral Ischemia: An in silico Evaluation of The Hypothesis. Medical Hypothesis , 83, 697- 701. McLennan, S. V., and Yue, D. K., 2008. Matrix Metalloproteinases and Their Roles in Poor Wound Healing in Diabetes. Wound Practice and Research , 163, 116-121. Park, C., Ma, K., Jang, S., Son, M., and Kang, M., 2014, Comparison of Piroxicam Pharmacokinetics and Anti-Inflammatory Effect in Rats after Intra-Articular and Intramuscular Administration. Biomol Ther ., 223, 260-266. Pudyastuti, B., Nugroho, A. K., dan Martono, S., 2014. Formulasi Matriks Transdermal Pentagamavunon-0 dengan Kombinasi Polimer PVP K30 dan Hidroksipropil Metilselulosa. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas , 112, 44-49. Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.., 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients . Shirsand, S.B., Ladhane, G.M., Prathap, S., and Prakash, P.V., 2012. Design and Evaluation of Matrix Transdermal Patches of Meloxicam. RGUHS J Pharm Sci ., 24, 58-65. Singh, N., Armstrong, D. G., and Lipsky, B. A., 2005. Preventing Foot Ulcers in Patients with Diabetes. Jama , 293, 217-28. Tapan, E., 2005. Penyakit Degeneratif. Thu H., Zulfakar, M. H., Ng, S., 2012. Alginate based bilayer hydrocolloid films as potential slow-release modern wound dressing. International Journal of Pharmaceutics , 4342012, 375-383. Toshkhani, S., Shilakari, G., and Asthana, A., 2013. Advancements in Wound Healing Biodegradable Dermal Patch Formulation Designing. Inventi Rapid: Pharm Tech. , 20133, 1-11. U.S. Pharmacopeial Convention, 2006. General Chapter:905Uniformity of Dosage Unit in U.S. Pharmacopeial Convention, USP 29 –NF 24. Wu, K., Li, J., Wang, W., and Winstead, D. A., 2008. Formation and Characterization of Solid Dispersions of Piroxicam and Polyvinylpyrrolidone Using Spray Drying and Precipitation with Compressed Antisolvent. Journal of Pharmaceutical Sciences , 987, 2422-2431. 19 LAMPIRAN Lampiran 1. Proposal Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus DM merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang, disebabkan adanya peningkatan kadar gula glukosa darah secara terus menerus kronis akibat kekurangan insulin baik kuantitatif maupun kualitatif Tapan, 2005. Prevalensi penderita DM di Indonesia menurut International Diabetes Federation 2015 sebesar 6,2, dengan rentang umur antara 20-79 tahun di maprauna merupakan umur produktif orang Indonesia. Wild, et al. 2004 memprediksikan adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia, dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Peningkatan populasi penderita DM akan berdampak pada peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25 penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup penderita Singh, Armstrong and Lipsky, 2005. Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80 karena ulkus kaki diabetik memiliki faktor risiko utama yaitu neuropati perifer yang memicu terjadinya kerusakan kulit dan jaringan subkutan, serta infeksi bakteri sehingga terjadi pembusukan luka dan proteolisis Bernard, 2007; Jeffcoat and Harding, 2003; Leung 2007. Ulkus kaki, secara normal dapat sembuh melalui suatu proses penyembuhan luka yang terjadi dalam beberapa tahap, namun menurut Tellechea et al. 2010, terdapat gangguan proses penyembuhan luka pada penderita diabetes. Penderita diabetes mengalami gangguan ekspresi dan aktivasi MMP terutama MMP-9, karena tingginya kadar glukosa dalam darah. MMP-9 merupakan enzim yang bertanggung jawab pada degradasi matriks ekstraseluler kolagen, protease ini mengalami peningkatan sehingga penyembuhan luka berjalan lebih lambat McLennan and Yue, 2008; Dinh et al., 2012. Piroksikam merupakan golongan nonsteroidal anti-inflammatory drugs NSAID dan tergolong dalam BCS kelas II di mana memiliki kelarutan yang kecil, yang bekerja sebagai inhibitor sintesis prostaglandin yaitu mediator nyeri untuk pengobatan rheumatoid arthritis dan osteoarthritis Aronson, 2009; Dhawan, Aggarwal and Harikumar, 2016. Mazumder, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 Battacharya and Borah 2014 menambahkan dalam studinya bahwa piroksikam juga memiliki sifat neuroprotektif dengan menghambat dan downregulation MMP-2 dan MMP-9. Berdasarkan sifat dan mekanisme tersebut, piroksikam berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat untuk mempercepat penyembuhan ulkus kaki diabetik. Wound dressing merupakan suatu bagian dalam manajemen penanganan ulkus kaki diabetik. Secara ideal, wound dressing untuk ulkus kaki diabetik dapat membuat pasien merasa nyaman, tidak membuat luka menjadi lebih buruk, dapat menjaga kebersihan dan kelembaban luka, juga dapat mengobati infeksi yang terjadi Hilton et al. , 2004; Hariani, dan Perdanakusuma, 2008. Penggunaan balutan yang efektif dan tepat, dapat membantu penanganan ulkus kaki diabetik, di mana ulkus banyak mengeluarkan eksudat, sehingga pemilihan sediaan menjadi sangat penting Hilton et al., 2004. Hydrocolloid yang merupakan salah satu jenis wound dressing patch, di mana material hydrocolloid didesain agar menciptakan sifat oklusif, mampu menjerat eksudat di dalam balutan dan mampu menghidrasi luka Hilton et al. , 2004. Hydrocolloid yang diaplikasi langsung pada area terinfeksi, di mana bagian stratum corneum dari kulit sudah rusak, seperti ulkus kaki diabetik, memiliki efek terapi lebih baik dan berfungsi sebagai wound healing Toshkhani, Shilakari and Asthana, 2013. Keefektifan suatu wound healing seperti hydrocolloid patch untuk menyembuhkan luka, bergantung dari polimer patch tersebut, di mana polimer merupakan bagian dari hydrocolloid patch yang berfungsi sebagai matrix former . Komponen polimer hidrofilik seperti polivinil pirolidon PVP dapat meningkatkan laju pelepasan obat pada suatu sediaan, sehingga yang menghasilkan laju disolusi yang tinggi dengan pembentukan pori dan mencegah kristalisasi obat dalam matriks Kandavilli, Nair and Panchagnula, 2002; Pudyastuti, Nugroho dan Martono, 2014. Penggunaan PVP diketahui untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi obat yang kelarutannya kecil, dan dapat digunakan untuk meningkatkan laju disolusi obat NSAIDs yang sukar larut Saeed et al. , 2006; Lyn, et al., 2011. Konsentrasi PVP sebagai pembawa obat ditetapkan dengan range 10-25 Rowe et al., 2009. PVP merupakan polimer hidrofilik yaitu komponen pembentuk hidrogel yang dapat digunakan sebagai matriks pembawa dalam sediaan yang kering, dan akan mengembang selama terjadinya pelepasan obat Hincal and Kas, 1998. Hydrocolloid merupakan sediaan yang disarankan sebagai salah satu pilihan dalam wound management, salah satu contohnya adalah Tegaderm Hydrocolloid yang mengandung polimer poliuretan, juga Comfeel yang mengandung polimer CMC dan Na alginat. Hydrocolloid yang banyak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 ditemukan, sebagian besar menggunakan polimer alami, maka, pada penelitian ini digunakan PVP sebagai polimer sintetik. Polimer sintetik dapat menunjukkan kekuatan mekanis yang lebih superior dibandingkan polimer alami karena mereka memiliki ikatan cross-link yang meningkatkan sifat mekanis dari sediaan Francesko et al., 2015. Maka, perlu dilakukan pengembangan hydrocolloid matrix piroksikam untuk ulkus kaki diabetik, yang mampu menjerat eksudat dan menjaga kelembaban luka, serta menghambat MMP-9 yang pemakaiannya juga dapat bertahan lama, sehingga memudahkan dan membuat pasien nyaman. Pemakaian hydrocolloid yang dapat bertahan lama bergantung dari pelepasan serta penghantaran obatnya, yaitu dengan waktu aksi yang panjang dan pelepasan obat yang terkontrol sehingga mempercepat penyembuhan ulkus kaki diabetik. Keefektifan polimer dalam menghantarkan obat dari sediaan untuk mencapai kadar efektif terapi perlu dioptimasi sehingga diketahui konsentrasi optimalnya. Maka, dalam penelitian ini dilakukan optimasi konsentrasi polimer polivinil pirolidon untuk memperoleh formula yang paling optimal.

1.2 Rumusan Masalah

a. Berapa konsentrasi PVP optimal pada hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan zat aktif piroksikam? b. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi PVP terhadap sifat dan stabilitas fisika kimia hydrocolloid matrix diabetic wound healing piroksikam?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui konsentrasi PVP optimal pada sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan zat aktif piroksikam. b. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi PVP terhadap sifat dan stabilitas fisika kimia hydrocolloid matrix diabetic wound healing piroksikam.

1.4 Urgensi Penelitian

Penelitian ini berguna dalam pengembangan sediaan berbentuk wound dressing patch piroksikam sebagai diabetic wound healing yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada penderita diabetes, mempermudah penderita dalam menggunakan penyembuh luka wound dressing patch piroksikam sehingga dapat mengurangi angka kejadian amputasi akibat ulkus diabetik.

1.5 Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu kefarmasian di Indonesia yang berkaitan dengan sediaan 22 wound dressing patch piroksikam sebagai penyembuh luka, yang secara khusus ditujukan kepada penderita diabetes dengan ulkus.

1.6 Luaran yang Diharapkan

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah konsentrasi polimer PVP yang optimal dalam sediaan hydrocolloid matrix piroksikam sebagai diabetic wound healing yang mampu mempercepat proses penyembuhan luka bagi penderita diabetes, serta pengaruh polimer PVP terhadap sifat dan stabilitas fisis dan kimia hydrocolloid matrix piroksikam.

1.7 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kefarmasian khususnya berkaitan dengan aktivitas piroksikam dalam sediaan hydrocolloid matrix sebagai diabetic wound healing untuk mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes, dan dapat pula dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan secara ilmiah mengenai sediaan hydrocolloid matrix piroksikam sebagai diabetic wound healing dalam mempercepat proses penyembuhan luka pada penderita diabetes. 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Luka

Luka merupakan suatu kerusakan atau gangguan terhadap struktur dan fungsi anatomi atau jaringan normal. Penyembuhan luka pada kondisi normal memiliki beberapa fase, yaitu fase akut hemostatis, inflamasi, fase proliferatif granulasi, epitalisasi dan fase remodeling. Proses ini merupakan respon fisiologi seluler normal yang menghasilkan suatu integritas anatomi dan fungsional jaringan yang kembali normal Lobmann, Schultz and Lehnert, 2005; Gabriel, et al. , 2015; Velnar, Bailey and Smrkolj, 2009. Fase hemostatis, ditandai dengan terjadinya konstriksi vaskuler dan pembentukan fibrin clot fibrin beku. Bekuan dan jaringan ini akan melepaskan sitokin pro-inflamasi dan growth factors. Sel-sel inflamasi akan bermigrasi menuju daerah luka kemotaksis dan memicu fase inflamasi Guo and DiPietro, 2010. Fase inflamasi ditandai dengan terjadinya infiltrasi dari neutrofil, makrofag, dan limfosit. Neutrofil bertugas untuk membersihkan mikroba dan debris seluler dalam luka. Makrofag bertugas dalam melepaskan sitokin yang memicu terjadinya respon inflamasi, juga bertugas membersihkan sel-sel apoptosis yang melakukan perbaikan, mendorong terjadinya regenerasi jaringan, dan mendorong ke arah fase proliferasi. Limfosit yang berperan aktif adalah limfosit T, yang akan mengalami puncak dalam fase proliferasi lanjut atau remodeling awal Guo and DiPietro, 2010. Fase proliferasi ditandai dengan proliferasi epitel dan reepitelialisasi. Proses ini mencakup munculnya fibroblas dan sel-sel endotel dan terjadinya pertumbuhan kapiler, pembentukkan kolagen, dan jaringan granulasi, yang terjadi di dalam dermis, sedangkan pada dasar luka, fibroblas akan memproduksi kolagen, glikoaminoglikan dan proteoglikan, yaitu komponen dari matriks ekstraseluler Guo and DiPietro, 2010. Fase remodeling yang ditandai dengan kembali normalnya luka karena terjadi regresi kapiler. Fase ini tergolong fase yang paling kritis karena terdapat proses remodeling matriks ekstraseluler untuk mencapai suatu jaringan normal kembali Guo and DiPietro, 2010.

2.2. Luka pada Penderita Diabetes

Ulkus kaki diabetikum adalah keadaan di mana ditemukannya suatu infeksi, tukak atau destruksi ke jaringan kulit paling dalam pada kaki penderita Diabetes Mellitus DM. Infeksi yang terjadi dapat disebabkan karena adanya abnormalitas saraf dan adanya gangguan pembuluh darah arteri 24 perifer Roza, Afriant dan Edward, 2015. Keadaan hiperglikemia secara terus menerus menyebabkan terjadinya hiperglisolia, yang merupakan keadaan sel yang banyak mengandung glukosa. Hiperglisolia kronik yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan homeostatis biokimiawi sel yang berpotensi terjadinya komplikasi kronik DM Roza, Afriant dan Edward, 2015. Ulkus kaki diabetikum terjadi karena adanya aksi simultan dari beberapa faktor penyebab. Faktor utama penyebab terjadinya ulkus adalah neuropati perifer dan iskemik dari gangguan vaskular perifer. Neuropati pada pasien diabetes dimanifestasikan pada saraf motorik, otonomik, dan sensorik Pendsey, 2010. Neuropati motorik akan mempengaruhi otot-otot yang terdapat pada kaki. Neuropati sensorik dialami dengan hilangnya sensasi nyeri dan tekanan, juga propriosepsi atau sensasi dalam merasakan posisi kaki, sedangkan neuropati otonom ditandai dengan keringnya kulit, tidak berkeringat, meningkatnya pengisian kapiler sekunder yang dteruskan dengan timbulnya fisura, kerak kulit dan rentannya kaki terhadap trauma yang minimal Singh, Armstrong and Lipsky, 2005. Secara iskemik, kaki penderita diabetes akan terasa lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit yang tipis, halus dan tanpa rambut, dan tidak ada rest pain akibat neuropati Edmonds, 2006. Wagner-Meggit 1986 mengklasifikasikan kelas-kelas luka diabetik berdasarkan kedalaman luka yang dialami, yang dibagi dalam 6 kelas grade. Grade 0 merupakan tingkatan luka di mana kulit penderita masih terlihat utuh. Grade 1 adalah luka yang tergolong masih dangkal, sedangkan grade 2 merupakan luka yang dalam hingga tendon, tulang maupun persendian. Grade 3 merupakan luka yang juga dalam dengan abses atau osteomielitis. Grade 4 ditandai dengan munculnya gangren sebagian, dan grade 5 ditandai dengan munculnya gangren pada keseluruhan bagian. Gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik tersebut, menurut Tellechea et al. 2010 disebabkan karena empat faktor yaitu hiperglikemia yang berlangsung terus menerus, lingkungan pro-inflamasi, penyakit arteri perifer, serta neuropati perifer. Bagan pada Gambar 1. menjelaskan bahwa pada penderita DM, timbul gejala-gejala seperti disebutkan di atas. Gejala- gejala tersebut menyebabkan perubahan fungsi sel imun, respon inflamasi yang kurang baik, disfungsi sel endotelial, dan gangguan neovaskularisasi. Dalam hal ini, inflamasi dan neovaskularisasi merupakan hal penting dalam penyembuhan luka, namun, pada penderita DM, proses respon inflamasi akut dan angiogenesis terganggu, yang menyebabkan terjadinya penyembuhan luka abnormal. Penyembuhan luka yang terhambat dikarakterisasi dengan adanya peningkatan dari matriks metalloproteinase MMP, penurunan dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 tissue inhibitors of metalloproteinase TIMP, dan penurunan dari beberapa faktor pertumbuhan Liu, et al., 2009. Lobmann, Schultz and Lehnert 2005 menjelaskan hubungan gangguan fungsi sel, ketidak seimbangan inflamasi, protease, sitokin, dan faktor pertumbuhan. Pada ulkus kaki diabetik terjadi peningkatan apoptosis fibroblas, dan penurunan proliferasi sel fibroblas, dan reaksi inflamasi memanjang, serta adanya neutrofil granulosit dalam jumlah besar dalam luka. Neutrofil granulosit dan sel inflamantori mensekresi sitokin proinflamasi terutama TNF- α dan interleukin-1 β IL-1β, di mana ketika dalam keadaan berlebih, kedua sitokin ini menstimulasi produksi yang tinggi dan abnormal dari matrix metaloproteinase MMP dan radikal bebas, yang merupakan bahan bakar utama dalam proses terjadinya inflamasi Lobmann, Schultz and Lehnert, 2005; Gibson, et al., 2009. Radikal bebas, berfungsi sebagai pembunuh bakteri dan bertugas untuk membersihkan luka, namun, jika berlebihan, dapat menyebabkan kerusakan jaringan Gibson, et al., 2009. Gambar 1. Gangguan penyembuhan luka pada penderita diabetes Tellechea, et al., 2010. Studi telah mengemukakan bahwa hiperglikemia sendiri memiliki efek yang merusak pada tahap penyembuhan luka dengan adanya formasi dari advance glycation end-products AGEs yang menginduksi produksi molekul inflamantori TNF- α, IL-1β dan gangguan pada sintesis kolagen Tsourdi, et al., 2013. Advance glycation end-products AGEs merupakan modifikasi dari protein atau lipid yang secara non-enzimatik terglikosilasi dan teroksidasi 26 setelah adanya kontak dengan gula aldosa. AGE merupakan molekul berfloresen, memproduksi ROS, berikatan spesifik dengan reseptor sel yang spesifik, dan membentuk cross-links Goldin, et al. , 2006. Matriks metalloproteinase MMP merupakan famili dari enzim pendegradasi matriks ekstraseluler. MMP-9 merupakan biomarker pro- inflamasi, yang merupakan famili dari endoproteinase yang mengandung zinc , yang berimplikasi pada remodeling sel kronis, migrasi, adhesi dan apoptosis. MMP-9 diproduksi karena aktivasi dari sel inflamantori seperti neutrofil polimorfonuklear dan makrofag serta sel luka, seperti sel epitel, fibroblas, dan sel endotelial vaskuler Sachwani, et al., 2016; Gibson, et al., 2009. MMP merupakan protease utama yang terlibat dalam regulasi remodeling matriks ekstraseluler. MMP secara normal memiliki peran dalam penyembuhan luka seperti membersihkan matriks ekstraseluler yang rusak dan membersihkan bakteri pada tahap inflamasi, mendegradasi membran yang mengelilingi kapiler sehingga sel endotelial vaskuler dapat bermigrasi menuju luka dan menciptakan pembuluh darah baru pada luka angiogenesis, serta mensintesis kontraksi parut matriks ekstraseluler, dan membentuk matriks ekstraseluler yang baru Gibson, et al., 2009. Namun, walaupun MMP memiliki peranan penting dalam penyembuhan luka, ketika MMP terutama MMP-9 ditemukan dalam kadar yang tinggi, dalam waktu yang lama dan pada tempat yang tidak tepat, protease ini akan mulai mendegradasi protein lain yang bukan substratnya. Penyimpangan sintesis dari MMP dan perubahan keseimbangan dari enziminhibitor menunjukkan adanya kekacauan dari matriks ekstraseluler. Penyimpangan ini menyebabkan kerusakan dari protein-protein seperti faktor pertumbuhan, dan protein matriks ekstraseluler yang berperan penting dalam penyembuhan luka dan akhirnya menghasilkan luka yang tidak sembuh Muller, et al. , 2008; Gibson, et al., 2009. Luka kronis mungkin disebabkan karena terjadinya fase inflamasi yang berlebihan, ini didukung dengan adanya studi yang menyatakan bahwa MMP banyak ditemukan pada eksudat dari luka kronis dibandingkan luka akut Liu, et al. , 2009. Mekanisme peningkatan sekresi MMP-9 belum diketahui secara tepat, namun, dikaitkan dengan peningkatan inflamasi, hal itu terjadi karena MMP-9 diekspresikan kemungkinan besar oleh neutrofil dan makrofag, di mana kedua tipe sel ini penting dalam respon inflamasi. Peningkatan level MMP-9 meperlihatkan variasi luka kronis yang sulit disembuhkan, termasuk ulkus kaki diabetes Dinh, et al., 2012; Liu, et al., 2009. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27

2.3. Piroksikam

Gambar 2. Struktur Molekul Piroksikam Redasani, Shinde and Surana, 2014. Piroksikam 4- hydroxy-2- methyl-N-2- pyridinyl- 2H- 1,2- benzothiazine-3 carboxamide 1,1-dioxide ; PX merupakan salah satu obat NSAID dan berasal dari kelas oksikam. Piroksikam memiliki rumus molekul C 15 H 13 N 3 O 4 S, dan berbentuk kristalin solid berwarna putih International CHEMTREC, 2015. Piroksikam dikenal sebagai analgesik dan obat anti- inflamasi dan secara luas diketahui sebagai treatment untuk penyakit rheumatic . Penelitian terbaru mengatakan bahwa Piroksikam juga dikenal sebagai kemoterapetik kanker Park, et al., 2014; Dkhil, 2011; Mealey, 2013. Piroksikam bekerja secara tidak selektif pada enzim cyclooxygenase -1 COX-1 dan COX-2. Siklooksigenase COX merupakan suatu enzim kunci proinflamasi yang mengonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin. Interaksi antara piroksikam dengan enzim siklooksigenase, ditunjukkan dengan adanya ikatan hidrogen antara gugus karboksamida dari piroksikam dan residu Serin530 dan dan residu Tirosin355 dari enzim COX-1, sedangkan pada enzim COX-2 ditunjukkan dengan adanya ikatan hidrogen antara gugus benzotiazine dari piroksikam dengan residu Arginin120 dan Tirosin355 dari enzim. Dari analisis ini, interaksi-interaksi yang terbentuk memiliki binding energy yang sama, di mana menyatakan bahwa piroksikam merupakan obat yang tidak selektif terhadap enzim COX-1 maupun COX-2 Campione, et al. , 2015. Prostaglandin PGE 2 berkontribusi terhadap rasa sakit dan berbagai penyakit inflamasi Chiong et al ., 2013. Selain itu, PGE 2 juga dapat meningkatkan regulasi dari MMP-9 dengan menginduksi ekspresi dan sekresi dari MMP-9 Yen, Khayrullina, and Winstead, 2008. Piroksikam memiliki 2 nilai pKa yaitu 1,8 dan 5,2 tergantung dari gugus piridil dan enol, dan bergantung dari pH-nya, maka obat dapat berbentuk kationik, netral maupun anionik. Transport pasif dari piroksikam melewati kulit mamalia relatif rendah Wahtoni, Pamudji dan Darijanto, 2012. Piroksikam merupakan obat yang tergolong dalam BCS kelas II di mana memiliki kelarutan yang kecil, selain itu memiliki karakteristik polimorfisme. 28 Strukturnya mengandung satu gugus O-H dan satu gugus N-H yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus karbonil pada polimer PVP Dhawan, Aggarwal and Harikumar, 2016; Wu, et al. , 2008. Piroksikam memiliki massa molekul 331,35 gmol, dan titik lebur sebesar 199 o C. Piroksikam merupakan molekul yang sukar larut dalam air dingin, dan kelarutannya dalam etanol hangat sebesar 5 mgml. Piroksikam memiliki logP sebesar 1,8 Santa Cruz Biotechnology, 2016; International CHEMTREC, 2015. Dalam studi terbaru, potensi inhibisi MMP-2 dan MMP-9 dari Piroksikam telah diselidiki, dari ikatan inhibitor pada daerah endopeptidase yang aktif. Piroksikam membentuk ikatan hidrogen dengan residu Prolin421, Tirosin432, Leusin188, dan alanin189 pada sisi aktif MMP-9, di mana memiliki energi ikatan yang tinggi, namun dari semua interaksi tersebut, ikatan dengan residu Prolin421 merupakan interaksi yang paling kritis karena dapat membentuk dua ikatan hidrogen sekaligus. Piroksikam menunjukkan dapat memberikan efek neuroproteksi dengan menghambat MMP-2 dan MMP-9, sehingga menghambat remodeling matriks ekstraseluler dan mengurangi gangguan barier sawar darah otak Mazumder, Battacharya and Borah, 2014.

2.4. Sediaan Penyembuh Luka

Sediaan penyembuh luka merupakan bagian penting dalam suatu pelayanan farmasi. Fungsi utamanya adalah untuk menjaga luka tetap kering dengan membuat eksudat luka menguap dan mencegah masuknya bakteri jahat masuk ke dalam luka. Pengobatan luka modern ini, secara dasar, dilakukan dengan menciptakan sebuah keadaan lingkungan lembab untuk luka, sirkulasi oksigen yang baik agar sel dan jaringan dapat beregenerasi, dan mencegah masuknya bakteri, sehingga sel dapat tetap bergerak, demi tercapainya perawatan luka yang baik Boateng et al. , 2007. Sebuah sediaan penyembuh luka yang ideal harus memiliki sifat lembab. Dengan menjaga luka tetap lembab dengan penggunaan sediaan penyembuh luka, dapat dikaitkan dengan peningkatan laju penyembuhan, mengurangi nyeri, mengurangi infeksi, namun dapat tetap terjangkau oleh masyarakat. Sediaan juga harus mampu menyembuhkan dengan menyerap eksudat. Hal tersebut dibutuhkan karena dalam beberapa kasus, luka akan memproduksi banyak eksudat, sehingga dibutuhkan sediaan yang dapat menyerap eksudat tersebut. Sediaan yang dibutuhkan adalah yang memiliki kapasitas besar untuk dapat mengambil eksudat tersebut, dan diharapkan semakin kecil frekuensi untuk mengganti sediaan dengan yang aplikasi yang baru. Sediaan penyembuh luka juga harus mampu menjaga hidrasi. Hal 29 tersebut dibutuhkan karena pada fase penyembuhan, dibutuhkan sediaan yang dapat menjaga kelembaban luka dalam pembentukkan kembali jaringan baru, karena ketika eksudat meningkat, maka absorbent akan cenderung mendehidrasi lukajaringan yang luka Ovington, 2007. Hilton et al. 2004 mengatakan bahwa sebuah sediaan penyembuh luka atau wound dressing yang ideal untuk penderita ulkus kaki diabetik adalah sediaan yang sederhana sehingga tidak memakan banyak ruang, terutama jika penderita mengenakan alas kaki. Sediaan juga harus dapat bekerja secara optimal terutama di tempat tertutup, dan banyak mengalami gesekan, sediaan juga tidak menambah infeksi, dan dapat menyerap eksudat luka, atau bahkan dapat mengeringkan luka. Berkaitan dengan kenyamanan pasien, sediaan sebaiknya dapat diganti secara periodik tertentu dan mudah diaplikasi. Bentuk penyembuh luka atau balutan memiliki karakteristik tersendiri yang penggunaannya disesuaikan dengan luka. Bentuk nonadherent atau low- adherence dressings merupakan perawatan standar untuk ulkus kaki diabetik. Balutan ini didesain untuk luka atraumatik dan untuk menyediakan suasana lembab untuk luka. Jenis balutan luka ini tidak didesain secara spesifik untuk luka infeksi tetapi dapat digunakan secara aman sebagai rangkaian perawatan menggunakan antibiotik. Bentuk hydrocolloids merupakan balutan semipermeabel, bersifat oklusif untuk eksudat luka, dan absorben. Balutan tipe ini merupakan sebuah lapisan absorben pada sebuah film atau foam . Material hydrocolloid didesain agar menciptakan sifat oklusif, mampu menjerat eksudat di dalam balutan dan mampu menghidrasi luka dan menciptakan lingkungan yang lembab. Penggunaan balutan ini pada luka yang banyak mengeluarkan eksudat dapat menyebabkan kulit di sekitarnya menjadi basah. Balutan ini cocok digunakan untuk luka infeksi. Namun, balutan ini mungkin lebih tepat digunakan sebagai sediaan preventif daripada untuk pengobatan terutama untuk luka infeksi. Bentuk lain yaitu hydrogels. Balutan jenis ini mirip dengan hydrocolloid , di mana digunakan untuk memfasilitasi autolisis pada jaringan yang nekrosis, tetapi memiliki perbedaan, di mana, jenis ini mampu memberikan lembab, maksudnya, lembab berasal dari balutan, untuk luka yang kering, sehingga dapat membuat luka menjadi basah. Penggunaannya pada pasien ulkus kaki diabetik dapat menjadi tambahan dalam pengobatan pada kondisi nekrosis atau jaringan yang mati. Bentuk foam merupakan salah satu perawatan yang memiliki area yang luas untuk absorbsi, mampu membuat suatu isolasi suhu, dan mudah untuk dibentuk dalam aplikasinya. Jenis ini dapat menjadi pilihan dalam pengobatan karena sifat absorben dan kenyamanannya dalam aplikasi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 Bentuk alginates adalah absorben yang baik, di mana penggunaannya dengan meletakkan alginate pada luka, yaitu pada luka yang berlubang. Balutan ini akan menciptakan kondisi hemostatis, dan atraumatik dalam perubahannya. Dalam penggunaannya, jika diperlukan penggantian atau pengobatan telah selesai, maka sangat penting untuk memastikan bahwa semua alginate telah dimabil dari lubang luka, karena jika tidak, dapat menyebabkan timbulnya luka atau infeksi baru. Balutan ini mungkin dapat bersifat bakteriostatik, dan secara aman dapat digunakan pada ulkus kaki yang terinfeksi. Bentuk lain adalah iodine preparations yang biasanya digunakan sebagai antiseptik dan diaplikasikan pada luka infeksi lokal, yang dikombinasi dengan antibiotik sistemik. Balutan ini tersedia dalam 2 preparasi yaitu cadexomer-iodine dan povidone-iodine , di mana iodine bersifat barkerisidal. Balutan iodine merupakan absorben yang baik, dan berfungsi dalam mencegah baretan pada kulit yang lukanya mengeluarkan eksudat. Bentuk silver-impregnated dressings digunakan untuk penggunaan topikal, yang bersifat antimikroba, yang sistem penghantarannya dengan silver nitrate atau silver sulfadiazine . Silver nitrate memiliki efek sitotoksik pada sel host, balutan sering digunakan untuk perawatan jaringan yang mengalami hipergranulasi, namun aplikasinya dapat membuat tidak nyaman. Silver sulfadiazine juga memiliki aksi antimikroba, banyak digunakan pada luka bakar kronis Hilton et al., 2004.

2.5. Sediaan

Hydrocolloid Wound Dressing Sediaan yang dapat digunakan untuk luka sangat banyak ditemui, namun, setiap luka memiliki karakteristiknya tersendiri, sehingga dibutuhkan sediaan yang sesuai untuk menyembuhkan luka. Patch merupakan sebuah sistem penghantaran yang memiliki backing adhesive, elastomer, dan gelling agents yang biasanya diaplikasikan pada bagian luar tubuh. Komposisi patch , secara pasif berdifusi atau secara aktif melakukan transport dari bagian patch ke bagian tubuh tempat aplikasi sediaan tersebut. Patch sering disebut juga extended release filmsystem dan dapat digunakan sebagai wound dressing Food and Drug Administration, 2009. Hydrocolloid patch merupakan sediaan dengan formula yang mengandung elastomer, adhesive , dan gelling agents . Sediaan atau balutan hydrocolloid patch bersifat tahan air, dan mampu membuat nyaman pemakainya, dan fleksibel. Hydrocolloid patch bertujuan agar cairan luka eksudat dapat dijerat dan diserap, dan nantinya hydrocolloid matrix akan membentuk massa viskos, gel koloidal pada lapisan luka, di mana akan meningkatkan kelembaban pada daerah luka, mekanisme tersebut yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 menyebabkan hydrocolloid matrix secara cepat menjadi lebih lembut dan bermassa spongy pada daerah luka. Gel yang terbentuk bersifat kohesif, sehingga sediaan akan tetap utuh. Pada tahap awal, balutan akan menahan uap air untuk keluar dari luka, tetapi lama kelamaan hydrocolloid matrix akan lebih permeabel dan luka akan secara bertahap menjadi lebih kering Bryant and Nix, 2016; Woodford, 2008. Hydrocolloid patch banyak digunakan sebagai manajemen pengobatan pressure ulcer yang sudah mencapai kategori atau stage II dan III, di mana pada pada stage II kulit terluar dari luka melepuh sebagian, dan pada stage III, di mana kulit pada luka sudah melepuh semua bagian, dan terlihat bagian lemaknya Fletcher et al., 2011. Pelepasan obat dari suatu formulasi yang mengandung polimer, dapat melalui satu atau beberapa proses, yaitu a hidrasi polimer oleh cairan eksudat, dengan adanya kontak antara sediaan yang kering dengan eksudat yang berpenetrasi ke dalam polimer dan b pengembangan dan pembentukkan gel, di mana gel akan bertindak sebagai barrier pada saat obat berdifusi, c difusi obat melalui gel yang mengembang tersebut, dilakukan oleh aktivitas hidrolitik dari enzim yang terdapat di eksudat luka dan d erosi akhir dari polimer gel Boateng et al. , 2008. Hydrocolloid patch bekerja dengan menciptakan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Hydrocolloid patch menciptakan lingkungan luka yang lembab, dan dapat mendorong terjadiya angiogenesis, dan meningkatkan fibroblas, menstimulasi produksi jaringan granulasi dan sintesis kolagen. Selain itu, hydrocolloid patch juga membantu rehidrasi jaringan yang nekrosis. Hydrocolloid patch yang tahan terhadap air dan bersifat adhesive dapat menjadi barrier bagi virus dan bakteri, sehingga balutan tetap utuh dan tidak cacat, dan melindungi dari kerusakan yang lebih parah Fletcher et al. , 2011. Ukuran yang tepat untuk balutan hydrocolloid patch harus dapat membentang utuh sampai menutupi periwound atau bagian sekitar luka yang masih dalam keadaan baik Bryant and Nix, 2016. Hydrocolloid patch dapat diaplikasikan pada daerah luka hingga 7 hari Nazzarko, 2002.

2.6. Polimer Polivinil Pirolidon PVP

Administrasi dari sebuah pengobatan topikal untuk luka, merupakan hal yang penting dalam sejarah pengobatan. Penggunaan polimer merupakan suatu hal yang menarik, di samping zat aktifnya, karena berfungsi untuk melindungi area yang terinfeksi atau area yang mengalami luka, seperti luka trauma, diabetik, maupun luka statis vena. Selain itu, berfungsi untuk mengaktivasi proliferasi sel, dan menstimulasi proses penyembuhan Valenta and Auner, 2004. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 Polimer yang digunakan harus biokompatibel dan kompatibel secara kimia dengan obat dan komponen lainnya. Polimer dapat digunakan sebagai matriks dalam sebuah patch dan wound dressing dan digunakan sebagai skin adhesives pada sistem penghantaran transdermal Valenta and Auner, 2004. Polimer dapat digunakan dalam sistem penghantaran transdermal dan dermal, di mana pada penelitian ini bagian yang dibuat adalah matrix , di mana pemilihan polimer perlu diperhatikan terutama untuk membuat sediaan bekerja efektif. Tantangan yang ada adalah desain dari matriks polimer, dengan optimasi dari penambahan obat, tidak hanya dilihat dari pelepasan obatnya tetapi juga sifat adhesi dan kohesinya, sifat fisika kimia, dan kompatibilitas dan stabilitas dari komponen lainnya dengam kulit. Monolithic solid-state sering digunakan dalam sistem pasif transdermal. Contoh polimernya adalah PVP-EC, HPMC, organogels, matriks asam akrilat Kandavilli, Nair and Panchagnula, 2002. Polivinil pirolidon PVP merupakan polimer larut air yang memiliki berat molekul dengan range 40.000 sampai dengan 360.000. PVP disintesis dengan polimerisasi vinilpirolidon dalam air atau isopropanol Kadajji and Betageri, 2011. Berikut adalah struktur PVP: Gambar 3. Struktur Molekul PVP Kadajji and Betageri, 2011. PVP memiliki struktur molekul C6H9On, yang berbentuk padatan serbuk berwarna putih pucat International CHEMTREC, 2015. PVP memiliki gugus karbonil pada setiap monomernya, dan berulang pada keseluruhan polimernya. Gugus karbonil ini nantinya akan berikatan secara ikatan hidrogen dengan gugus O-H dan N-H pada piroksikam sehingga dapat meningkatkan kelarutannya Wu et al., 2008. Kebanyakan dari zat aktif adalah senyawa dengan kelarutan yang kecil, termasuk piroksikam, di mana menyebabkan bioavailabilitasnya rendah. Cara yang mudah untuk meningkatkan disolusinya adalah dengan menambahkan agen solubilitas seperti PVP Kadajji and Betageri, 2011. PVP merupakan polimer hidrofilik, atau polimer water souble, yang merupakan komponen pembentuk hidrogel, di mana hidrogel ini dapat menyerap air lebih dari 30 bobotnya. Hidrogel yang terbentuk, dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 digunakan sebagai matriks pembawa dalam sediaan yang kering, dan akan mengembang selama terjadinya pelepasan obat, sehingga PVP dapat digunakan sebagai polimer pembentuk matriks untuk obat hidrofobik. Suatu sistem matriks dengan pelepasan obat yang terkontrol, obat akan tersuspensi, dan terperangkap dalam suatu membran polimer. Obat dan polimer membentuk suatu microcapsule atau hollow fibre , sehingga obat yang lepas dikontrol oleh sifat masing-masing microcapsule atau hollow fibre . Pelepasan obat juga tergantung dari laju pengembangan polimer matriks, seperti pada Gambar 4 dan 5 Hincal and Kas, 1998. PVP memiliki massa molekul 111,14 gmol, titik didih 90 o C, dan titik leleh 13,9 o C. PVP mudah larut dalam air, etanol dan kloroform International CHEMTREC, 2015. PVP adalah salah satu dari sekian banyak bahan tambahan dalam bidang kefarmasian yang dapat digunakan secara luas Buhler, 2005. Menurut Rowe et al. 2009 fungsi PVP sebagai pembawa obat berada pada range konsentrasi 10-25 dari seluruh bobot sediaan. Semua kelas dari PVP dapat digunakan sebagai polimer hidrofilik untuk menstabilkan suspensi yang terbentuk. Fungsi yang paling penting dan utama polimer dalam suspensi adalah sebagai pelindung koloid, di mana akan menghidrofil partikel solid yang tunggal dan memisahkannya secara sterik. Selain itu, PVP mencegah kristalisasi zat aktif sehingga dapat meningkatkan kelarutannya Kadajji and Betageri, 2011. PVP K-30 digunakan karena memiliki fungsi secara khusus sebagai film-forming agent dibanding PVP K- 15, PVP K-60, maupun PVP K-90 GreenCo Group, 2011.

2.7. Polimer Hidroksipropil Metilselulosa HPMC

Gambar 4. Struktur Molekul HPMC Rowe et al. 2009. HPMC banyak digunakan sebagai polimer dalam formulasi sediaan topikal karena sifatnya yang tidak beracun, tidak mengiritasi, dan kompatibel dengan berbagai macam bahan obat ataupun eksipien. Fungsi HPMC antara lain sebagai bioadhesive material , agen pelepasan terkontrol dan agen penstabil, dapat mendukung sistem penghantaran obat dalam hydrocolloid . PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 Selain itu, HPMC juga berfungsi sebagai dissolution enhancer sehingga dapat meningkatkan disolusi obat-obatan dengan kelarutan dalam air yang buruk, seperti piroksikam Rowe et al. 2009.

2.8. Landasan Teori

Luka adalah keadaan di mana ditemukannya suatu infeksi, tukak atau destruksi ke jaringan kulit paling dalam. Secara normal, tubuh akan memproses luka melalui suatu proses yang dapat membuat kulit kembali normal dengan 4 fase, namun penyakit diabetes dapat menyebabkan gangguan terhadap penyembuhan luka, di mana menghambat fase proliferasi dan remodelling . Faktor utama penyebab ulkus kaki diabetik adalah neuropati perifer gangguan saraf sensorik, motorik dan otonom dan iskemik, yang menyebabkan terjadinya gangguan ikatan kolagen atau collagen cross-linking , gangguan fungsi matriks metalloproteinase, dan gangguan imunologi dan penderita diabetes memiliki sifat kulit yang mudah mengelupas dan mengalami infeksi. Pada ulkus kaki diabetik terjadi peningkatan apoptosis fibroblas, dan penurunan proliferasi sel fibroblas, reaksi inflamasi memanjang, dan adanya neutrofil granulosit dalam jumlah besar dalam luka. Neutrofil granulosit mensekresi sitokin proinflamasi terutama TNF- α dan interleukin-1 β IL-1β, di mana kedua sitokin ini merangsang sintesis matrix metaloprotease MMP terutama MMP-9, yang menyebabkan degradasi matriks protein dan faktor pertumbuhan sehingga penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak terkoordinasi. Selain itu, sekresi mediator inflamasi PGE 2 juga meningkatkan sekresi MMP-9. Mekanisme ini juga menyebabkan sekresi eksudat yang berlebihan pada ulkus. Piroksikam dapat memberikan efek neuroproteksi dengan menghambat MMP-2 dan MMP-9, sehingga menghambat remodeling matriks ekstraseluler. Penghambatan MMP-9 oleh piroksikam diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan ulkus kaki diabetik pada pasien DM. Selain itu, penghambatan enzim COX oleh piroksikam mengakibatkan terhambatnya sistesis prostaglandin PGE 2 , serta dapat mengurangi skresi MMP-9. Hydrocolloid patch merupakan salah satu jenis wound dressing yang aplikasinya langsung pada kulit dan langsung mengenai luka dan cocok digunakan untuk ulkus kaki diabetik, di mana memiliki stratum corneum yang sudah rusak, dapat menghasilkan efek terapi yang baik dan dapat membuat luka menjadi sembuh. Hydrocolloid patch mendorong terjadiya angiogenesis, dan meningkatkan fibroblas, menstimulasi produksi jaringan granulasi dan sintesis kolagen. Selain itu, hydrocolloid patch juga membantu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 rehidrasi jaringan yang nekrosis, sehingga penyembuhan luka akan berjalan lebih cepat. Hydrocolloid patch memiliki bagian bernama matrix yang dapat menjerat eksudat yang dikeluarkan oleh luka dan memberi kelembaban untuk ulkus kaki diabetik serta dapat memberikan proteksi pada luka selama penggunaan. Selain itu, hydrocolloid matrix akan menahan uap air yang keluar dari luka, sehingga tetap menjaga kelembaban luka. Hydrocolloid matrix juga dapat menghantarkan obat selama periode waktu yang diinginkan, jika digunakan polimer yang sesuai, di mana dapat menghantarkan obat secara terkontrol dan juga berfungsi sebagai pelindung yang mencegah hilangnya obat, dan lapisan dalam bertugas sebagai adhesive yaitu pengontrol laju. HPMC sebagai sistem matriks wound dressing mampu menghasilkan penghantaran obat yang larut maupun sukar larut air secara terkontrol. PVP merupakan sebuah polimer hidrofilik yang beraksi sebagai carrier drugs yang memainkan peranan penting dalam meningkatkan kelarutan obat dalam matriks. Kelarutan obat menjadi tinggi yang dapat dilihat dari penetrasi obat dalam medium disolusi, sehingga dapat memperpanjang waktu aksi obat dan mengontrol pelepasannya. Konsentrasi PVP yang optimal sebagai polimer hydrocolloid matrix akan meningkatkan penghantaran piroksikam pada luka. Dengan adanya sediaan ini, diharapkan pasien lebih mudah menggunakan sediaan dan meningkatkan kepatuhan pasien sehingga dapat mengurangi prevalensi amputasi ulkus kaki diabetik. 2.9. Hipotesis a. Konsentrasi polimer PVP tertentu menghasilkan hydrocolloid matrix piroksikam diabetic wound healing yang optimal. b. Peningkatan konsentrasi polimer PVP memberikan pengaruh terhadap sifat dan stabilitas fisika kimia hydrocolloid matrix piroksikam diabetic wound healing . PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Optimasi Konsentrasi Polivinil Pirolidon PVP sebagai Polimer Hydrocolloid Matrix Diabetic Wound Healing dengan Zat Aktif Piroksikam ” ini termasuk penelitian eksperimental murni. 3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.2.1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas: variasi konsentrasi polivinil pirolidon PVP dalam sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing . b. Variabel tergantung: Sifat dan stabilitas fisika kimia sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing.

c. Variabel pengacau:

1 Variabel pengacau terkendali: produsen obat dan bahan kimia untuk formula, prosedur pembuatan dan pengujian, kondisi penyimpanan, serta wadah penyimpanan hydrocolloid matrix . 2 Variabel pengacau tak terkendali: kondisi ruangan selama pembuatan dan pengujian sediaan.

3.2.2. Definisi Operasional

a. Hydrocolloid matrix piroksikam: sediaan yang mengandung PVP, HPMC, etanol, propilen glikol, acetone, dan akuades sebagai basis yang kemudian ditambahkan zat aktif piroksikam lalu dibentuk hydrocolloid film . b. PVP: polimer yang ditambahkan ke dalam hydrocolloid matrix piroksikam dengan tiga konsentrasi berbeda yaitu sebesar 1,5; 2; dan 2,5. c. Sifat fisika kimia hydrocolloid matrix : parameter kualitas fisik matrix yang meliputi organoleptis, keseragaman bobot matrix , ketebalan matrix , pH, persentase moisture absorption , ketahanan pelipatan folding endurance , keseragaman kandungan obat dalam matrix , pelepasan obat dari matrix , dan iritabilitas matrix . d. Stabilitas fisika kimia hydrocolloid matrix : parameter kestabilan hydrocolloid matrix meliputi, perubahan fisik dan kandungan obat setelah diberi perlakuan suhu yang berbeda selama penyimpanan. e. Sterilitas hydrocolloid matrix piroksikam: uji mikrobiologi yang menunjukkan bahwa hydrocolloid matrix yang dibuat steril. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 f. Organoleptis: uji penampakan fisik hydrocolloid matrix piroksikam, yang memiliki warna seragam, keruh, dan halus. g. Keseragaman bobot sediaan: uji terkait variasi bobot hydrocolloid matrix piroksikam yang menunjukkan hasil homogen dengan nilai CV 10. h. Ketebalan sediaan: uji terkait variasi ketebalan hydrocolloid matrix piroksikam yang menunjukkan hasil homogen dengan target ketebalan 0,5 mm. i. pH larutan sediaan: uji terkait pH larutan hydrocolloid matrix piroksikam yang berada pada range pH 4-7. j. Persentase moisture content sediaan: uji terkait kelembaban yang terkandung dalam hydrocolloid matrix piroksikam, ditunjukkan dengan nilai persentasi moisture content terendah dipertimbangkan sebagai formula optimal. k. Persentase moisture absorption sediaan: uji terkait penyerapan kelembaban oleh hydrocolloid matrix piroksikam sampai mencapai titik jenuh yang ditunjukkan dengan nilai persentase moisture absorption . Formula dengan nilai persentase moisture absorption tertinggi dipertimbangkan sebagai formula optimal. l. Folding endurance sediaan: uji untuk mengetahui fleksibilitas hydrocolloid matrix piroksikam ditunjukkan oleh formula dengan nilai ketahanan pelipatan sampai 300 kali. m. Keseragaman kandungan obat dalam hydrocolloid matrix : uji untuk mengetahui keseragaman dan dispersi obat dalam sediaan, ditunjukkan dengan nilai CV 2. n. Pelepasan obat dari hydrocolloid matrix piroksikam: uji untuk mengetahui pelepasan obat dari sediaan, ditunjukkan oleh formula optimal dengan nilai pelepasan obat paling mendekati 100 dalam waktu uji tertentu. o. Iritabilitas sediaan: uji untuk mengetahui iritabilitas hydrocolloid matrix piroksikam yang menunjukkan bahwa sediaan tidak mengiritasi kulit yaitu dengan tidak terdapatnya eritema atau edema pada kulit. p. Formula hydrocolloid matrix optimum: merupakan hydrocolloid matrix yang memenuhi kriteria semua sifat dan stabilitas fisika kimia. q. Tikus putih galur Wistar jantan terinduksi aloksan: merupakan tikus putih galur Wistar jantan yang menderita diabetes dengan kadar glukosa darah 250 mgdL akibat diinduksi aloksan sebanyak 125 mgkgBB. 38 r. Uji aktivitas hydrocolloid matrix piroksikam: uji yang menunjukkan bahwa sediaan memiliki aktivitas diabetic wound healing , dilihat dari kecepatan penyembuhan luka dengan nilai wound closure 100 dan dihitung lamanya waktu penyembuhan pada luka eksisi tikus diabetes setelah diaplikasikan sediaan hydrocolloid matrix piroksikam dibandingkan dengan tikus yang tidak diinduksi aloksan dan diberi perlakuan yang sama dengan tikus diabetes. s. Uji histopatologi: pengamatan morfologi kulit tikus hasil perlakuan dan kulit tikus kontrol secara mikroskopik menggunakan mikroskop cahaya dengan bantuan zat pewarna. 3.3. Subjek dan Bahan Penelitian 3.3.1. Subjek Penelitian a. Populasi: tikus putih galur Wistar jantan yang terinduksi aloksan, dan yang tidak terinduksi aloksan, serta kelinci albino jantan. b. Sampel: 3 ekor tikus putih galur Wistar jantan yang terinduksi aloksan dan 3 ekor tikus putih galur Wistar jantan tidak terinduksi aloksan dengan berat badan 150-180 g, serta 3 ekor kelinci albino jantan dengan berat badan 1,8-2,2 kg.

3.3.2. Bahan Penelitian

Piroksikam yang diperoleh dari PT. Sanbe Farma, etanol 96, PVP, propilen glikol, etanol, acetone, akuades, silika gel, PBS pH 6,4, krim Veet ® , kapas Medisoft ® Cotton Ball , membran Milipore, aloksan, etanol 70, alkohol 70, ketamin, Nutrient Agar Oxoid , larutan formalin, larutan Harris Hematoxylin, larutan acid alkohol, larutan ammonium, larutan stok Eosin alkohol 1, larutan working Eosin, injeksi fenobarbital.

3.4. Alat Penelitian

Gelas beker, spuit injeksi, jarum suntik, tube eppendorf, sentrifugator, MicroLab, Spektrofotometer UV-Vis, Universal Testing Machine, pH meter, timbangan, mortir, stamper, aluminium foil, batang pengaduk, gelas ukur, autoklaf, oven, kabinet LAF, cawan petri, bunsen, jarum ose, hotplate magnetic stirrer, stirrer , jangka sorong, termometer, pinset, gunting, biopsy punch , kaca objek dan kaca penutup, pipet tetes, plastic wrap , kaca bundar, dan mikroskop cahaya. 39

3.5. Skema Kerja Penelitian

3.6. Tata Cara Penelitian 3.6.1. Sterilisasi Ruang, Alat, dan Bahan Kabinet LAF dibersihkan dengan menggunakan etanol 70 kemudian lampu UV dinyalakan selama 24 jam. Proses ini dilakukan sebelum proses pembuatan hydrocolloid matrix piroksikam. Cawan petri disterilisasi dengan uap air menggunakan autoklaf dengan suhu 212 o C selama 15 menit. Proses selanjutnya adalah pembuatan sediaan hydrocolloid matrix. Sediaan yang telah dibuat disterilisasi secara terminal dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 115 o C selama 15 menit. 3.6.2. Pembuatan patch hydrocolloid piroksikam diabetic wound healing Dasar dari pemilihan formula dalam penelitian ini adalah formula transdermal oleh Pudyastuti, Nugroho dan Martono, 2014 sebagai berikut: Tabel 1. Formula Hydrocolloid Film Formula Hydrocolloid Film Pentagamavunon 7,32 mg PVP 300 mg HPMC 675 mg Propylene glicol 1,5 mL Etanol 2,15 mL Akuades 2,15 mL Pudyastuti, Nugroho dan Martono, 2014. Sterilisasi Ruangan Bahan dan Alat Pembuatan hydrocolloid matrix piroksikam diabetic wound Uji Sterilitas sediaan hydrocolloid matrix piroksikam diabetic wound Uji Sifat dan Stabilitas Fisika Kimia hydrocolloid matrix piroksikam diabetic wound Uji Aktivitas Formula Optimal hydrocolloid matrix piroksikam diabetic wound Tata Cara Hasil Analsis 40 Modifikasi formula yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut: Tabel 2. Formula hydrocolloid matrix Piroksikam Hasil Modifikasi Formula PIR 1 PIR 2 PIR 3 Piroksikam 0,09 g 0,09 g 0,09 g PVP 0,375 g 0,5 g 0,625 g HPMC 1,125 g 1,125 g 1,125 g Propylene glycol 2,5 g 2,5 g 2,5 g Acetone 3,51 g 3,51 g 3,51 g Etanol 8,7 g 8,65 g 8,6 g Akuades 8,7 g 8,65 g 8,6 g PVP dan HPMC ditimbang sesuai dengan formula. HPMC dilarutkan dalam akuades dan etanol dan diaduk dengan stirrer hingga terbentuk gel dan kemudian didiamkan. Piroksikam ditimbang sebanyak 0,09 gram dan dilarutkan dalam 4,5 mL acetone. PVP dilarutkan dengan larutan obat piroksikam dan diaduk dengan stirrer, kemudian ditambahkan propylene glycol . Larutan HPMC ditambahkan ke dalam larutan PVP dan diaduk hingga homogen. Campuran gel tersebut kemudian dituang ke dalam cawan petri sebanyak 12,5 gram. Gel tersebut kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 45°C selama 48 jam. Hydrocolloid matrix yang terbentuk kemudian disimpan dalam suhu ruang Pudyastuti, Nugroho dan Martono, 2014.

3.6.2. Uji Sterilitas

Kabinet LAF dibersihkan dengan menggunakan etanol 70 lalu disinari lampu UV selama 24 jam. Proses ini dilakukan selama 24 jam sebelum proses pembuatan hydrocolloid matrix piroksikam . Peralatan yang akan digunakan juga disterilkan sebelumnya menggunakan autoklaf pada 121 o C selama 15 menit. Nutrient Agar Oxoid sebanyak 21 gram ditambah 750 mL akuades diaduk homogen dengan batang pengaduk. Media dipanaskan dengan hotplate magnetic stirrer sampai tercampur homogen. Media dituangkan ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 15 mL, kemudian seluruh media dalam tabung reaksi disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit dengan tekanan 1 kgfcm 2 dan suhu 121 o C. Media yang telah steril kemudian dituang ke cawan petri dan dibiarkan memadat. Hydrocolloid matrix piroksikam disiapkan, kemasannya dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70. Hydrocolloid matrix piroksikam diambil dari wadah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 penyimpanannya secara aseptis dekat nyala bunsen, kemudian diletakkan di permukaan media agar. Tiap petri diberi label dan dibungkus plastic wrap , lalu diinkubasi terbalik dalam LAF selama 24 jam.

3.6.3. Uji Organoleptis

Dilakukan dengan mengamati dan meneliti warna, kejernihan dan kehalusan dari hydrocolloid matrix piroksikam yang telah dibuat Shirsand et al.

2012. 3.6.4. Uji Keseragaman Bobot

Sebanyak 10 hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1x1 cm dari masing-masing formula satu persatu ditimbang dan dihitung rata-rata bobot sediaan British Pharmacopoeia , 1993. 3.6.5. Uji Ketebalan Ketebalan hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dihitung pada 5 titik berbeda keempat sudut dan bagian tengah dengan jangka sorong, kemudian dihitung rata-ratanya El-Gendy et al . 2009.

3.6.6. Uji pH Larutan Sediaan

Setiap formula hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm direndam dalam 20 mL akuades pada suhu 36,5 o C- 37,5 o C selama 24 jam, kemudian pH larutan tersebut diukur dengan pH meter British Pharmacopoeia , 1993.

3.6.7. Uji Persentase

Moisture Content Setiap hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dikondisikan dalam sebuah desikator berisi silika selama 24 jam. Setelah itu masing-masing hydrocolloid matrix ditimbang sampai didapatkan bobot yang tetap dan konstan Toshkani et al.

2013. 3.6.8. Uji Persentase

Moisture Absorption Setiap hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm yang sudah diuji moisture content -nya diletakkan dalam desikator berisi 100 mL larutan jenuh kalium klorida yang setara dengan 80-90 RH selama 24 jam. Sediaan kemudian diambil dan ditimbang kembali Toshkani et al . 2013.

3.6.9. Uji Ketahanan Pelipatan

Folding Endurance Hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dilipat secara berulang pada posisi yang sama hingga rusak. Jumlah pengulangan pelipatan tanpa merusak sediaan merupakan nilai dari ketahanan pelipatan Shirsand et al. 2012.

3.6.10. Pembuatan Kurva Baku Piroksikam

42 Sebanyak 20 mg piroksikam ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan dilarutkan dalam 15 mL metanol. Kemudian ditambah dengan PBS pH 6,4 untuk memperoleh konsentrasi 200 µgmL. Dari larutan stok tersebut diambil 10 mL dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, lalu dilarutkan dengan pelarut yang sama untuk memperoleh konsentrasi 20 µgmL. Dari larutan intermediet tersebut, diambil 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; 8,0; dan 9,0 mL, dipindahkan ke dalam labu takar 10 mL dan dilarutkan dengan pelarut yang sama untuk memperoleh konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 µgmL. Panjang gelombang maksimal ditentukan dari larutan intermediet konsentrasi 20 µgmL yang dibaca menggunakan spektrofotometer UV pada rentang 200-400 nm. Kemudian seluruh larutan seri dianalisis pada panjang gelombang maksimal Garg et al.

2014. 3.6.11. Uji Keseragaman Kandungan Obat dalam