2.6 Konsepsi Daya Saing
Menurut Michael Porter, suatu negara memperoleh keunggulan daya saing jika perusahaan yang ada di negara tersebut kompetitif. Daya saing suatu negara
ditentukan oleh kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya. Porter menawarkan Diamond Model sebagai piranti analisis
sekaligus kerangka dalam membangun dan memperkuat daya saing. Dalam perjalanan waktu, Diamond Model-nya Porter tak urung menuai kritik
dari berbagai kalangan. Pada kenyataannya ada beberapa aspek yang tidak termasuk dalam persamaan Porter ini, salah satunya adalah bahwa Diamond Model dibangun
dari studi kasus di sepuluh negara maju sehingga tidak terlalu tepat jika digunakan untuk menganalisis negara-negara sedang membangun.
Pemerintah perlu membantu negara dalam persaingan. Negara bersaing untuk berkembang. Hal ini merupakan salah satu dampak globalisasi. Negara bersaing
untuk tumbuh dan meningkatkan standar hidup rakyatnya, mengurangi kemiskinan, mengakomodasi urbanisasi, dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Dalam lingkungan yang kompetitif ini adalah pemerintah, secara bervariasi, yang menyediakan keunggulan distinctive kepada perusahaan berupa tingkat
tabungan yang tinggi, bunga rendah bagi investasi, perlindungan hak cipta, dan good governance. Selain itu, juga tenaga kerja yang komit, termotivasi, dan paham
teknologi, tingkat inflasi yang rendah, serta pasar domestik yang tumbuh dengan cepat.
2.7 Kerjasama Internasional
Holsti 1988:39 menyatakan bahwa secara ekstrim, interaksi dalam masyarakat internasional dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu kerjasama dan
konflik. Diantara ke dua kategori tersebut ada kategori ke tiga, yaitu kompetisi. Suatu kondisi interaksi dapat disebut sebagai konflik jika ditandai dengan adanya benturan
kebijakan politik luar negeri antarnegara dimana satu pihak pada akhirnya memperoleh kemenangan sedangkan yang lain dipaksa untuk menerima kekalahan.
Kondisi kompetisi berbeda dengan konflik, karena pada kondisi ini tidak terjadi benturan kebijakan secara frontal, melainkan hanya terjadi perebutanpersaingan
penguasaan terhadap suatu hal tertentu. Sedangkan kondisi kerjasama ditandai dengan adanya interaksi antaraktor yang bahu-membahu saling bantu untuk mencapai
tujuan tertentu. Kerja sama muncul sebagai hasil dari penyesuaian diri dalam perilaku para
aktor yang merupakan respons dari perilaku aktor lain. Kerja sama dapat dinegosiasikan melalui proses tawar-menawar secara eksplisit maupun implisit.
Dougherty dan Pfalztgraff 1997:418-419 mengemukakan bahwa kerja sama juga bisa dikatakan muncul sebagai hasil dari hubungan antara aktor yang kuat dengan
aktor yang lemah.
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN