TEKS RESENSI BUKU
TEKS RESENSI BUKU
ZAKAT PROFESI :
WACANA PEMIKIRAN DALAM
FIQIH KONTEMPORER
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Pembibing
: Abidatul Istiana
Kelas
: I A
Nama
: ARMAN ROSYADIO FIRMANSYAH
Nomor Induk
: P27820414 013
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
PRODI D-III KEPERAWATAN SIDOARJO
TAHUN AJARAN 2014/2015
(2)
TEKS RESENSI BUKU
ZAKAT PROFESI :
WACANA PEMIKIRAN DALAM FIQIH KONTEMPORER
1. Identitas ( Opsional )
Judul : Zakat Profesi : Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer
Penulis : Drs. Muhammad M.Ag Penerbit : Salemba Diniyah
Tahun : 2002
Tebal : 142 halaman + 17 halaman prakata dan daftar isi Bahasa : Indonesia
Sampul :Latar biru dan hitam
2. Orientasi
Buku ini ditulis oleh Drs. Muhammad M.Ag yang lahir di Pati , 10 April 1966. Beliau telah menempuh gelar kesarjanaannya di IKIP Yogyakarta (Universitas Negeri Yogyakarta) pada tahun 1990. Dan telah mendapat gelar Master diperoleh dari program Magister Studi Islam, konsentrasi Ekonomi Islam, Universitas Islam Indonesia pada tahun 1999. Saat ini sedang mengikuti program Doktoral Ilmu Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Jabatan yang pernah di pegang adalah sebagai Manajer Akademik Syari’ah Banking Institute Yogyakarta, Biro Akademik (1995-1997), MM Mitra Indonesia (1996-1997), Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Yogyakarta (1997-2001). Sekarang bekerja sebagai dosen tetap Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Yogyakarta (mengampu mata kuliah: Lembaga Keuangan Umat; Metodelogi Penelitian Muamalat; Mikroekonomi Islam; Makroekonomi Islam), dosen luar biasa IAIN Suna Kalijaga (mengampu mata kuliah : Lembaga Ekonomi Umat), dan dosen luar biasa ISID Gontor
(3)
(mengampu mata kuliah : Pengantar perbankan Syari’ah, Pergadaian Syari’ah; Islamic Public Finance). Karya ilmiah yang telah dipublikasikan, dalam bentuk buku, diantaranya: Prinsip-prinsip Akuntansi dalm Al-Qur’an, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah, Lembaga Umat Kontemporer, Teknik Penghitungan Bagi Hasil di Bank Syari’ah, Pengantar Teori Akuntansi Syari’ah; Kebijakan Moneter dan Fiskial dalam Ekonomi Islam. Aktif mengisi tulisan ilmiah pada jurnal Muqaddimah, jurnal Milah, serta sering menulis di surat kabar berkaitan dengan masalah ekonomi Islami dan perbankan syari’ah. Serta aktif menjadi pembicara seminar ekonomi islam dan Perbankan Syari’ah.
3. Tafsiran isi
Salah satu ajaran Rasulullah yang termasuk dalam rukun Islam adalah masalah zakat. Zakat merupakan ibadah yang memiliki akar sejarah yang cukup panjang, seperti ibadah sholat. Wasiat pertama yang diberikan Allah SWT kepada Nabi adalah zakat, untuk kemudian disampaikan kepada umatnya. Zakat adalah sebagai ibadah maliyah dan
ijtima’iyah (harta dan sosial). Akan tetapi, zakat tetap saja sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan kata lain, Zakat disamping memiliki dimensi spiritual (ibadah al-maly) juga ibadah dimensi sosial ekonomi. Dengan demikian, bagi setiap muslim yang telah menunaikan zakat, berarti telah meningkatkan keimanannya dan kesejahteraan sesamanya. Pengluaran zakat dibebankan atas harta atau kekayaan seorang muslim. Dan akhir-akhir ini mulai digulirkan tentang zakat profesi.
Oleh sebab itu penulis menulis buku ini sekadar memberikan wacana pemikiran mengenai zakat terutama tentang zakat profesi. Buku ini terbagi atas enam bab, yaitu:
bab pertama, mempertanyakan tentang mengapa zakat profesi?, bab kedua, melakukan tujuan umum zakat, bab ketiga, menceritakan tentang litasan perkembangan zakat, bab keempat, melihat status hukum zakat, bab kelima, menghitung zakat sendiri dan mengenalkanakumtansi syari’ah(zakat), bab keenam, menunjukan efek zakat terhadap investasi, dan bab ketujuh sebagai akhir dari pembahasan buku. Adanya buku ini diharapkan dapat memberi wacana yang lebih jelas bagi pembaca untuk menunaikan kewajibannya sebagai muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT.
(4)
4. Evaluasi
Islam sebagai agama universal tidak hanya berisi ajaran mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa ibadah tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yang disebut dengan muamalah. Muamalah merupakan kegiatan manusia yang berperan sebagai khalifah di muka bumi, yang bertugas menghidupkan dan memakmurkan bumi dengan cara interaksi antar umat manusia, seperti kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan dalam upaya memudahkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena adanya berbagai macam kebutuhan, situasi dan lingkungan hidup yang berbeda-beda, maka terjadilah interaksi antara sesama warga masyarakat.
Untuk menjamin keselamatan, kemakmuran, dan kesejahteraan hidup dunia dan akhirat, islam mengatur kegiatan ekonomi (muamalah) tersebut dengan sistem ekonomi, yang dikenal dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi islam adalah sistem ekonomi yang dilandaskan kepada Al-Qur’an dan Hadist, yang menekankan kepada nilai-nila keadilan dan keseimbangan. Islam menginginkan sistem ekonominya terorganisir sedemikin rupa sehingga harta tidak hanya ada dalam genggaman orang yang kaya saja. Oleh karena itu pendistribusiannya harus diatur dengan baik sehingga yang mampu dapat membantu yang kurang mampu. Melalui lembaga seperti zakat, infak dan sedekah, orang yang mampu memberikan sebagian hartanya kepada yang berhak menerimanya.
Zakat merupakan salah satu ibadah kepada Allah SWT setelah manusia dikaruniai keberhasilan dalam bekerja dengan melimpahnya harta benda. Kepentingan zakat merupakan kewajiban agama seperti sholat dan menunaikan ibadah haji. Islam memandang bahwa harta kekayaan adalah mutlak milik Allah SWT, sedangkan manusia dalam hal ini hanya sebatas pengurusan dan pemanfaatannya saja. Dengan demikian, setiap muslim yang harta kekayaannyatelah mencapai nishab dan hawl, berkewajiban untuk mengeluarkan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat maal.
Di Indonesia, pelaksanaan pengeluaran zakat telah di perkuat dengan mendapat legalitas hukum, yaitu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999, temtang Pengelolaan Zakat. Di dalam Undang-Undang tersebut disebutkan jenis-jenis
(5)
harta yang wajib dizakati, selain itu, yaitu zakat hasil pendapatan dan jasa. Bentuk zakat baru tersebuut merupakan sebuah perkembangan dari hasil itjihad para ulama sekarang. Ketentuan zakat untuk para pekerja profesi, belum banyak dibahas secara tuntas dalam fiqih modern. Untuk mengetahui ap dan bagaimana zakat profesi, perlu dikaji dan diteliti dari segi kebenaran hukumnya dan nash, baik al-Qur’an, Sunah Rasulullah SAW atau hasil ijtihad ulama dahulu.
Dalam meneliti permasalahan tentang zakat profesi, penulis menggunakan pendekatan analitik kritis-rasional. Hal ini dilakukan menghindari terjadinya kerancuan fiqih dalam pelaksanaan zakat profesi, karena ijtihad dalam zakat yang sudah dilakukan ulama dahulu kurang sesuai lagi dengan era modern seperti sekarang.
Teknik analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan ushul fiqih yang menganalisa dari sumber hukum islam yaitu Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah. Ayat-ayat serta hadits yang menerangkan hukum secara jelas yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penafsiran lain, dan yang hanya secara implisit mengatur pokok-pokok hukum atau garis besarnya saja, yang masih memerlukan penjelasan, penafsiran dan penjabaran secara rinci. Oleh karena itu, keumuman ayat dan hadits harus diperhatikan dan diterima sebagaimana adanya, selama tidak ada dalil lain yang benar dan tegas menunjukan dalil tersebut berlaku khusus.
Definisi Zakat
Ditinjau dari bahasa, kata zakat merupan kata dasar dari zaka yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji. Sedangkan dari segi istilah fiqih, zakat berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, di samping berarati mengeluarka jumlah tertentu itu sendiri”(Qardhawi, 1999;34). Menurut terminologi syari’at (istilah), zakat adalah namabagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu pula yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orong-orang yang berhak menerimanya.
Menurut Ali, zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslimyang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula(1988;39). Perumusan tersebuut senada dengan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 199 tentang Pengelolaan Zakat yaitu : “Zakat
(6)
adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya ".
Dari definisi tersebut di atas jelaslah bahwa zakat menurut treminologi fuqaha dan pakar tersebut, dimaksudkan sebagai penunaian, yakni penunaian hak yang wajib yang terdapat dalam harta.
Kedudkan Zakat dalam Islam
Diterangkan bahwa zakat adalah rukun islam terpenting setelah syahadat dan sholat, serta merupakan pilar berdirinya bangunan islam. Allah SWT telah menetapkan hukum dari zakat adalah wajib, baik dari kitabNya maupun dari Sunah Rasul-Nya serta ijma’ dari ulama.
Tujuan Zakat
Ditinjau dari pandangan Ali (1998) telah mengemukakan tentang pensyariatan zakat dari tujuan dan hikmahnya yang dapat dirasionalkan kepada sasran praktisnya. Tujuan dan hikmah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari masalah kesulitan hidup dan penderitaan.
b. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para gharimin, ibnu sabil dan mustahiq dan lainnya.
c. Membentangkan tali persaudaraan sesama umat islam.
d. Menghilangkan sifat dengki dan iri hati dari hati orong-orang miskin. e. Menghilangkan perbedaan antara si kaya dan si miskin.
f. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang. g. Menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada. h. Menghilangkan sifat kikir.
(7)
Zakat dalam Prespektif Sosial Ekonomi
Raharjo (1987) menyatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan ekonomi, zakat bisa berkembang menjadi konsep kemasyarakatan (muamalah), yaitu konsep tentang begaiman cara manusia melaksanakan kehidupan bermasyarakat, termasuk di dalamnya dalam bentuk ekonomi. Oleh karena itu, ada dua konsep yang selalu di kemukakan dalam pembahasan mengenai doktrin sosial-ekonomi Islam yang saling berkaitan, yaitu pelarangan riba dan perintah membayar zakat (QS. Al-Baqarah/2:276).
Jenis Harta yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya
Di dalam kitab-kita hukum (fiqih) Islam, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya digolongkan dalam kategori :
Emas, perak dan uang (simpanan) (QS. At-Taubah /9:34-35) Barang yang di perdagangkan (QS. Al-Baqarah/ 2:267) Hasil peternakan (QS Al-Baqarah/2:267)
Hasil bumi (QS Al-Baqarah/2:267)
Hasil tambang dan barang temuan (QS Al-Baqarah/2:267)
Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat yang dikenalkan kepada penghasilan para pekerja karena profesinya. Akan tetapi, pekerja profesi mempunyai pengertian luas, karena semua orang bekerja dengan kemampuanya masing-masing, dengan kata lain mereka bekerja karena profesinya.
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarka dari hasil usaha yang halal yang dapt mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah, melalui suatu keahlian tertentu. Dari definisi ini jelas ada point-poin yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pekerjaan yang dimaksud, yakni:
Jenis usahanya halal;
(8)
Diperoleh dengan cara yang mudah; Melalui suatu keahlian tertentu.
Dari kriteria tersebut dapat dijabarkan jenis-jenis usaha yang berhubungan dengan profesi sesorang. Apabila ditinjau dari bentuknya, usaha profesi tersebut bisa berupa :
Usaha fisik, seperti pegawai dan artis.
Usaha pikiran, seperti konsultan, desainer dan dokter. Usaha kedudukan, seperti komisi dan tunjangan jabatan. Usaha modal, seperti invertor.
Sedangkan apa bila ditinjau dari hasil usahanya profesi itu bisa berupa :
Hasil yang teratur dan pasti, baik setiap bulan, minggu atau hari ; seperti upah pekerja dan gaji pegawai.
Hasil yang tidak tetap dan tidak pasti, seperti kontraktor, pengacara, royalti pengarang, konsultan dan artis.
Qardhawi (1999; 482) memberikan definisi, bahwa maksud relatif banyak tersebut adalah “telah mencapai nishab” di tasa rata-ratapendapatan penduduk. Dengan demikian penghasilan yang telah mencapai nishab seperti gaji yang tinggi, wajib dikenakan zakat dan sedangkan yang belum memenuhi nishab, tidak wajib. Alasan ini dibenarkan, karena membebaskan orong-orang yang mempunyai gaji yang kecil dari kewajiban zakat dan mewajibkan membayar zakat bagi profesi yang berupah tinggi. Sehingga dengan adanya batasan ini, telah mendekati pada kesamaan dan keadilan.
Hal serupa telaha diterapkan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang pada masanya tersebut perekonomian sudah begitu maju walaupun belum dikatakan modern. Tetapu, penerapan zakat ini hanya sebatas pada pemberian hadiah dan gaji dari istana kepada para pegawainya, sehingga untuk zakat bagi para pekerja profesi swasta belum ada. Karena,umumnya, belum dilipat-lipat di atasnya seperti pendapatan yang terjadi pada masa sekarang.
(9)
Hukum diwajibkanya zakat pendapatan atau profesi adalah berdasarkan surah Al-Baqarah yat 267 serta surah At-Taubah ayat 34. Karena jika dilihat dari keumuman lafadz kedua ayat tersebut, dapat ditari kesimpulan bahwa wajib dikeluarkan zakat bagi harta benda yang dimiliki dari hasil usaha (profesi).
Pendapat Zakat Profesi 2,5%
Zakat profesi sebesar 2.5% telah disepakati oleh semua ulama daramulai shabat, tabi’in dan para fuqaha’. Mereka menganalogikan engan uang (zakat uang), karena pengasilan dari usaha berupa gaji uang.
Dinugkapkan oleh Qardhawi (1999: 488-489), bahwa penganalogian zakat profesi kepada pemberian atau gaji yang diberikan khalifah kepada tentara itu lebih kuat dari penganalogian kepada hasil pertanian. Menurutnya, yang lebih tepat dianalogikan kepada hasil pertanian adalah pendapatan dari gedung-gedung, pabrik-pabrik dan sejenisnya berupa medal-modal yang memberikan penghasilan sedangkan modal tersebut tetap utuh. Dan menurutnya zakat profesi dikeluarkan pada waktu diterima. Hal ini didasarkan ketentuan hukum syara’ yang berlaku umum, karena persyaratan hawl dalam seluruh harta termasuk harta penghasilan tidak berdasarkan nash yang mencapai tingkat shahih. Oleh karena itu, ia menegastkan bahwa zakat profesi hukumnya wajib, terkena persyaratan hawl tetapi dikeluarkan pada waktu diterima. Akan tetapi tidak semua orang memiliki profesi yang penghasilannya teratur dan pasti waktunya. Maka untuk menentukan kewajiban zakatnya , dikemukakan oleh Qardhawi(1999 : 474), ada dua kemungkinan :
a. Memberlakukan nishab (94 gram emas) pada setiap jumlah penghasilan diterima. Maka, penghasilan yang mencapai atau melebihi nishab, wajib dikenakn untuk membayar zakat profesi. Sedangkan yang belum mencpai nishab tidak diwajibkan untuk membayar zakat.
b. Mengumpulkan penghasilan berkali-kali itu dalam waktu tertentu sampai mencapai nishab (94 gram emas), dengan syarat tidak melebihi batas hawl. Akan tetapi, apabila setelah beberapa lama
(10)
mengumpulkan san belum mencapai nishab sampai sampai melewati batas hawl, bahkan mendekati hawl berikutnya, berarti tidak wajib membayar zakat. Karena dipandang penghasilannya masih kurang.
Pendapat Zakat Profesi 20%
Pendapat ini timbul karena ketidakpuasan kepada pendapat yang mewajibkan zakat profesi hanya sebesar 2.5%. Karena melihat para pelaku ekonomi modern, konglomerat dan sebagainya yang dengan mudah dan cepat untuk mendapatkan penghasilan yang besar (berkali-kali lipat si atas rata-rata pendapatan masyarakat pada umumnya).
Berdasarkan ketidakadilan tersebut, Amien (1988) menyarankan agar presentase 2,5% itu ditinjau lagi, dan kalau perlu ditingkatkan, misalnya sampai 10% (‘usyur) atau 20% (khumus). Ketentuan itupun bukan untuk semua penghasilan setiap profesi, melainkan khusus untuk profesi yang mudah mendatangkan rizki. Karena jika diterapkan untuk pekerjaan yang berat dan penghasilannya sedikit akan terasa tidak adil, seperti petani, petani harus bekerja dengan fisik ang harus kuat, tetapi penghasilannya masih belum pasti, maka akan sangat terbebani jika menerapkan zakat profesi sampai 20%, itu sangat tidak adil.
Jalaludin (1989: 84), seorang pembaharu Islam memberikan argumen, ia emmbantah semua pendapat yang mangatakan bahwa zakat profesi tidak ada dalil yang tegas, yang hanya sebuah qiyas-qiyas-an saja. Ia berasumsi, bahwa al-Qrur’an itu ada dua kelompok nash, yaitu nash-nash tentang zakat dan nash-nash di luar zakat. Karena itu, ia menemukan dalil tegas tentang pelaksanaan zakat profesi ini yang tanpa menggunakan qiyas-qiyas (analogi), yaitu dalam surah al-Anfal yang menunjukan nash khumus
(perlimaan), yang terjemahan ayat berikut adalah :
“dan hendaklah kamu ketahui bahwa apa-apa yang dapat kamu rampas dalam peperangan, sesungguhnya yang seperlimanya untuk Allah, untuk Rasul, kerabat, anak-anak yatim, orong-orang miskin, dan orong-orang dalam perjalanan”
(11)
Dengan demikian, para konglomerat dan profesi lain yang mudah mendapatka rizki yang besar maka diwajibkan untuk membayar zakat sebesar 20% atau seperlima dari penghasilan sebagai ibadah dan santunan kepada kaum mustadh’afiin. Akhirnya,
khumus atau perlimaan bukan saja menyelesaikan ke-musykil-an fiqih tetapi juga menegakan keadilan Islam.
Neraca Kakayaan
Neraca kekayaan adalah suatu bentuk susunan dari elemen-elemen harta, utang dan modal sendiri pada akhir tahun buku. Berdasarkan Prinsip Akuntansi Indonesia isa dari neraca kakayaan adalah :
Harta / Aktiva :
Aktiva lancar (kas, bank, sertifikat saham, persediaan, dll) Aktiva tetap (tanah, gedung, peralatan, dll)
Aktiva adalah kekayaan atau sumber-sumber bumi yang dimiliki seseorang atau unit keluarga dan peusahaan.
Utang dan Modal Sendiri / Pasiva :
Utang (jangka panjang dan jangka pendek) Modal sendiri termasuk laba.
Dengan menggunakan prisip akuntansi indonesia, dari data-data yang dikumpulkan mulai dari harta lancar, harta tetap, utang dan modal sendiri. Setelah itu ditumukanlah hak milik kita sepenuhnya dan dikalikan 2.5% atau 20%, maka kita dapat menemukan nominal zakat profesi kita sendiri.
Perbedaan antara Zakat Kekayaaan dan Zakat Penghasilan
Ada perbedaan pokok antara zakat kekayaan dan zakat penghasilan. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Zakat Kekayaan
(12)
Hak milik penuh kita tahun ini adalah hak milik kita tahun lalu ditambah penghasilan tahun ini dikurangi ongkos/biaya hidup tahun ini.
Perlu membuat neraca kekayaan setiap tahun.
Harta tetap dan piutang tidak lancar dizakati satu kali.
Sangat berguna untuk mengukur tingkat kekeyaan masyarakat. Membutuhkan pengetahuan akuntansi sederhana.
2. Zakat Penghasilan
Didasarkan pada penghasilan tanpa memperhitungkan utang. Tanpa menjumlahkan kekayaan tahun sebelumnya.
Tidak perlu membuat neraca kekayaan setiap tahun.
Tidak perlu menghitung harta tetap dan piutang tidak lancar. Berguna untuk mengukur pendapatan kotor(GBD) masyarakat. Praktis.
(1)
Zakat dalam Prespektif Sosial Ekonomi
Raharjo (1987) menyatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan ekonomi, zakat bisa berkembang menjadi konsep kemasyarakatan (muamalah), yaitu konsep tentang begaiman cara manusia melaksanakan kehidupan bermasyarakat, termasuk di dalamnya dalam bentuk ekonomi. Oleh karena itu, ada dua konsep yang selalu di kemukakan dalam pembahasan mengenai doktrin sosial-ekonomi Islam yang saling berkaitan, yaitu pelarangan riba dan perintah membayar zakat (QS. Al-Baqarah/2:276).
Jenis Harta yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya
Di dalam kitab-kita hukum (fiqih) Islam, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya digolongkan dalam kategori :
Emas, perak dan uang (simpanan) (QS. At-Taubah /9:34-35) Barang yang di perdagangkan (QS. Al-Baqarah/ 2:267) Hasil peternakan (QS Al-Baqarah/2:267)
Hasil bumi (QS Al-Baqarah/2:267)
Hasil tambang dan barang temuan (QS Al-Baqarah/2:267) Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat yang dikenalkan kepada penghasilan para pekerja karena profesinya. Akan tetapi, pekerja profesi mempunyai pengertian luas, karena semua orang bekerja dengan kemampuanya masing-masing, dengan kata lain mereka bekerja karena profesinya.
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarka dari hasil usaha yang halal yang dapt mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah, melalui suatu keahlian tertentu. Dari definisi ini jelas ada point-poin yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pekerjaan yang dimaksud, yakni:
Jenis usahanya halal;
(2)
Diperoleh dengan cara yang mudah; Melalui suatu keahlian tertentu.
Dari kriteria tersebut dapat dijabarkan jenis-jenis usaha yang berhubungan dengan profesi sesorang. Apabila ditinjau dari bentuknya, usaha profesi tersebut bisa berupa :
Usaha fisik, seperti pegawai dan artis.
Usaha pikiran, seperti konsultan, desainer dan dokter. Usaha kedudukan, seperti komisi dan tunjangan jabatan. Usaha modal, seperti invertor.
Sedangkan apa bila ditinjau dari hasil usahanya profesi itu bisa berupa :
Hasil yang teratur dan pasti, baik setiap bulan, minggu atau hari ; seperti upah pekerja dan gaji pegawai.
Hasil yang tidak tetap dan tidak pasti, seperti kontraktor, pengacara, royalti pengarang, konsultan dan artis.
Qardhawi (1999; 482) memberikan definisi, bahwa maksud relatif banyak tersebut adalah “telah mencapai nishab” di tasa rata-ratapendapatan penduduk. Dengan demikian penghasilan yang telah mencapai nishab seperti gaji yang tinggi, wajib dikenakan zakat dan sedangkan yang belum memenuhi nishab, tidak wajib. Alasan ini dibenarkan, karena membebaskan orong-orang yang mempunyai gaji yang kecil dari kewajiban zakat dan mewajibkan membayar zakat bagi profesi yang berupah tinggi. Sehingga dengan adanya batasan ini, telah mendekati pada kesamaan dan keadilan.
Hal serupa telaha diterapkan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang pada masanya tersebut perekonomian sudah begitu maju walaupun belum dikatakan modern. Tetapu, penerapan zakat ini hanya sebatas pada pemberian hadiah dan gaji dari istana kepada para pegawainya, sehingga untuk zakat bagi para pekerja profesi swasta belum ada. Karena,umumnya, belum dilipat-lipat di atasnya seperti pendapatan yang terjadi pada masa sekarang.
(3)
Hukum diwajibkanya zakat pendapatan atau profesi adalah berdasarkan surah Al-Baqarah yat 267 serta surah At-Taubah ayat 34. Karena jika dilihat dari keumuman lafadz kedua ayat tersebut, dapat ditari kesimpulan bahwa wajib dikeluarkan zakat bagi harta benda yang dimiliki dari hasil usaha (profesi).
Pendapat Zakat Profesi 2,5%
Zakat profesi sebesar 2.5% telah disepakati oleh semua ulama daramulai shabat, tabi’in dan para fuqaha’. Mereka menganalogikan engan uang (zakat uang), karena pengasilan dari usaha berupa gaji uang.
Dinugkapkan oleh Qardhawi (1999: 488-489), bahwa penganalogian zakat profesi kepada pemberian atau gaji yang diberikan khalifah kepada tentara itu lebih kuat dari penganalogian kepada hasil pertanian. Menurutnya, yang lebih tepat dianalogikan kepada hasil pertanian adalah pendapatan dari gedung-gedung, pabrik-pabrik dan sejenisnya berupa medal-modal yang memberikan penghasilan sedangkan modal tersebut tetap utuh. Dan menurutnya zakat profesi dikeluarkan pada waktu diterima. Hal ini didasarkan ketentuan hukum syara’ yang berlaku umum, karena persyaratan hawl dalam seluruh harta termasuk harta penghasilan tidak berdasarkan nash yang mencapai tingkat shahih. Oleh karena itu, ia menegastkan bahwa zakat profesi hukumnya wajib, terkena persyaratan hawl tetapi dikeluarkan pada waktu diterima. Akan tetapi tidak semua orang memiliki profesi yang penghasilannya teratur dan pasti waktunya. Maka untuk menentukan kewajiban zakatnya , dikemukakan oleh Qardhawi(1999 : 474), ada dua kemungkinan :
a. Memberlakukan nishab (94 gram emas) pada setiap jumlah penghasilan diterima. Maka, penghasilan yang mencapai atau melebihi nishab, wajib dikenakn untuk membayar zakat profesi. Sedangkan yang belum mencpai nishab tidak diwajibkan untuk membayar zakat.
b. Mengumpulkan penghasilan berkali-kali itu dalam waktu tertentu sampai mencapai nishab (94 gram emas), dengan syarat tidak melebihi batas hawl. Akan tetapi, apabila setelah beberapa lama
(4)
mengumpulkan san belum mencapai nishab sampai sampai melewati batas hawl, bahkan mendekati hawl berikutnya, berarti tidak wajib membayar zakat. Karena dipandang penghasilannya masih kurang. Pendapat Zakat Profesi 20%
Pendapat ini timbul karena ketidakpuasan kepada pendapat yang mewajibkan zakat profesi hanya sebesar 2.5%. Karena melihat para pelaku ekonomi modern, konglomerat dan sebagainya yang dengan mudah dan cepat untuk mendapatkan penghasilan yang besar (berkali-kali lipat si atas rata-rata pendapatan masyarakat pada umumnya).
Berdasarkan ketidakadilan tersebut, Amien (1988) menyarankan agar presentase 2,5% itu ditinjau lagi, dan kalau perlu ditingkatkan, misalnya sampai 10% (‘usyur) atau 20% (khumus). Ketentuan itupun bukan untuk semua penghasilan setiap profesi, melainkan khusus untuk profesi yang mudah mendatangkan rizki. Karena jika diterapkan untuk pekerjaan yang berat dan penghasilannya sedikit akan terasa tidak adil, seperti petani, petani harus bekerja dengan fisik ang harus kuat, tetapi penghasilannya masih belum pasti, maka akan sangat terbebani jika menerapkan zakat profesi sampai 20%, itu sangat tidak adil.
Jalaludin (1989: 84), seorang pembaharu Islam memberikan argumen, ia emmbantah semua pendapat yang mangatakan bahwa zakat profesi tidak ada dalil yang tegas, yang hanya sebuah qiyas-qiyas-an saja. Ia berasumsi, bahwa al-Qrur’an itu ada dua kelompok nash, yaitu nash-nash tentang zakat dan nash-nash di luar zakat. Karena itu, ia menemukan dalil tegas tentang pelaksanaan zakat profesi ini yang tanpa menggunakan qiyas-qiyas (analogi), yaitu dalam surah al-Anfal yang menunjukan nash khumus (perlimaan), yang terjemahan ayat berikut adalah :
“dan hendaklah kamu ketahui bahwa apa-apa yang dapat kamu rampas dalam peperangan, sesungguhnya yang seperlimanya untuk Allah, untuk Rasul, kerabat, anak-anak yatim, orong-orang miskin, dan orong-orang dalam perjalanan”
(5)
Dengan demikian, para konglomerat dan profesi lain yang mudah mendapatka rizki yang besar maka diwajibkan untuk membayar zakat sebesar 20% atau seperlima dari penghasilan sebagai ibadah dan santunan kepada kaum mustadh’afiin. Akhirnya, khumus atau perlimaan bukan saja menyelesaikan ke-musykil-an fiqih tetapi juga menegakan keadilan Islam.
Neraca Kakayaan
Neraca kekayaan adalah suatu bentuk susunan dari elemen-elemen harta, utang dan modal sendiri pada akhir tahun buku. Berdasarkan Prinsip Akuntansi Indonesia isa dari neraca kakayaan adalah :
Harta / Aktiva :
Aktiva lancar (kas, bank, sertifikat saham, persediaan, dll) Aktiva tetap (tanah, gedung, peralatan, dll)
Aktiva adalah kekayaan atau sumber-sumber bumi yang dimiliki seseorang atau unit keluarga dan peusahaan.
Utang dan Modal Sendiri / Pasiva :
Utang (jangka panjang dan jangka pendek) Modal sendiri termasuk laba.
Dengan menggunakan prisip akuntansi indonesia, dari data-data yang dikumpulkan mulai dari harta lancar, harta tetap, utang dan modal sendiri. Setelah itu ditumukanlah hak milik kita sepenuhnya dan dikalikan 2.5% atau 20%, maka kita dapat menemukan nominal zakat profesi kita sendiri.
Perbedaan antara Zakat Kekayaaan dan Zakat Penghasilan
Ada perbedaan pokok antara zakat kekayaan dan zakat penghasilan. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Zakat Kekayaan
(6)
Hak milik penuh kita tahun ini adalah hak milik kita tahun lalu ditambah penghasilan tahun ini dikurangi ongkos/biaya hidup tahun ini.
Perlu membuat neraca kekayaan setiap tahun.
Harta tetap dan piutang tidak lancar dizakati satu kali.
Sangat berguna untuk mengukur tingkat kekeyaan masyarakat. Membutuhkan pengetahuan akuntansi sederhana.
2. Zakat Penghasilan
Didasarkan pada penghasilan tanpa memperhitungkan utang. Tanpa menjumlahkan kekayaan tahun sebelumnya.
Tidak perlu membuat neraca kekayaan setiap tahun.
Tidak perlu menghitung harta tetap dan piutang tidak lancar. Berguna untuk mengukur pendapatan kotor(GBD) masyarakat. Praktis.