PENGARUH KOMUNIKASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN DINAS TATA KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

vi

Nama Mahasiswa : TENNI OKSOWELA

No. Pokok Mahasiswa : 0921011034

Konsentrasi : MPKD

Program Studi : Magister Manajemen

Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Lampung

MENYETUJUI Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Nova Mardiana, S.E., M.M. H. Habibullah Jimad, S.E., M.Si.

NIP. 19701106 199802 2 001 NIP. 19711121 199512 1 001

Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi

Universitas Lampung Ketua Program Studi,

Dr. H. Irham Lihan, S.E., M.Si. NIP. 19590906 198603 1 003


(2)

vi 1. Komisi Penguji :

1.1. Ketua Komisi Penguji :

(Pembimbing I) : Dr. Nova Mardiana, S.E., M.M. ……..

1.2. Anggota Komisi Penguji :

Penguji Utama : Dr. H. Irham Lihan, S.E., M.Si. ……..

1.3. Pembimbing II : H. Habibullah Jimad, S.E., M.Si. ……..

2. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Dekan,

Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. NIP. 19610904 198703 1 011

3. Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. NIP. 19530528 198103 1 002


(3)

vi

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis dengan judul “PENGARUH KOMUNIKASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN DINAS TATA KOTA BANDAR LAMPUNG” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiatisme.

2. Hak intelektual atau karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandarlampung, Mei 2012 Pembuat Pernyataan,

Tenni Oksowela NPM. 0921011034


(4)

vi

Penulis Tesis ini adalah Tenni Oksowela, dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Oktober 1985 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan H. Darwin Djafri, S.H. dan Hj. Sri Hayati. Penulis telah menikah dengan Ludy Catur Irawan pada bulan April Tahun 2011 dan telah memiliki seorang anak perempuan yang bernama Aradhya Ghassani yang lahir pada bulan Januari Tahun 2012.

Penulis memulai pendidikan dasar di SD. Kartika II-5 Bandar Lampung dan lulus pada Tahun 1998, kemudian melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada Tahun 2001, setelah itu melanjutkan ke SMU Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada Tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Teknologi Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan pada Tahun 2004 dan lulus pada Tahun 2008.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil pada penerimaan Tahun 2009 di Pemerintahan Daerah (Pemda) Kota Bandar Lampung dan ditempatkan di Dinas Tata Kota Bandar Lampung hingga sekarang.


(5)

vi Attitude is everything (Charles Swindoll)

Do as your say, say as you do (Dunbar Plumbing)

Some of my best wisdoms have come from the mistakes I have made (Dunbar Plumbing)


(6)

vi

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan hidayah Nya tesis yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Pegawai Di Lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung” dapat diselesaikan.

Penyusunan tesis ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan semua pihak baik secara moril maupun materiil.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Nova Mardiana, S.E., M.M. dan Bapak H. Habibullah Jimad, S.E., M.Si. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah sangat membantu penulis dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Dr. H. Irham Lihan, S.E., M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Lampung.

3. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Lampung.

4. Bapak Effendi Yunus, S.H. selaku Kepala Dinas Tata Kota Bandar Lampung beserta seluruh staf.

5. Kedua orang tua; H. Darwin Djafri, S.H. dan Hj. Sri Hayati, kakak dan adik; Diona Martina Lova dan Ari Vianko Sholehu, serta keponakan yang lucu; Naomi dan Kireina.


(7)

vi

7. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa angkatan X, khususnya MPKD Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Pascasarjana MM UNILA, yang sudah banyak membantu.

8. Serta semua pihak yang telah banyak membantu sampai terselesaikannya tesis ini.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga tesis yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Bandarlampung, Mei 2012 Penulis


(8)

ii

PENGARUH KOMUNIKASI TERHADAP KINERJA

PEGAWAI DI LINGKUNGAN DINAS TATA KOTA

BANDAR LAMPUNG

Oleh

TENNI OKSOWELA

Komunikasi mampu meningkatkan keharmonisan kerja dalam organisasi dan apabila komunikasi berlangsung tidak efektif maka koordinasi akan terganggu yang mengakibatkan terganggunya kinerja pegawai. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh komunikasi terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung.

Penelitian ini dilakukan di Dinas Tata Kota Bandar Lampung dengan menyebarkan kuesioner kepada 64 orang dan observasi langsung ke lapangan. Uji hipotesis menunjukkan bahwa nilai uji t sebesar 9.050 dengan nilai probabilitas (sig) sebesar 0.000 yang menunjukan bahwa komunikasi dan kinerja pegawai berpengaruh positip dan signifikan. Berdasarkan nilai koefesien determinasi (R2) diketahui bahwa 56.2% variasi variabel kinerja dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel komunikasi sedangkan sisanya (43.8%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka hipotesis yang menyatakan bahwa komunikasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung diterima.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar pegawai selalu memberitahu baik secara lisan maupun tulisan kepada pimpinan mengenai kemajuan dan permasalahan yang terjadi dalam melaksanakan tugas agar pimpinan dapat memberikan arahan dan pemecahan permasalahan untuk tugas-tugas berikutnya. Untuk meningkatkan kinerja, pimpinan perlu memotivasi pegawai agar pegawai kreatif dan memiliki kemauan untuk menggunakan kemampuan serta keterampilannya dalam menyelesaikan pekerjaan.


(9)

ii

COMMUNICATION EFFECT OF EMPLOYEES IN THE

PERFORMANCE OF PROCEDURES FOR DINAS TATA

KOTA BANDAR LAMPUNG

By

TENNI OKSOWELA

Communication can improve the working harmony within the organization and if the communication is not effective then the coordination will be disrupted resulting in disruption of performance of employees. Issues raised in this study is how the influence of communication on the performance of employees within Dinas Tata Kota Bandar Lampung in order to determine the effect of communication on the performance of employees within Dinas Tata Kota Bandar Lampung.

The research was carried out at Dinas Tata Kota Bandar Lampung by distributing questionnaires to 64 people and direct observation in the field. Hypothesis testing showed that the value of the t test for 9.050 with a probability value (sig) of 0.000 which shows that communication and employee performance has positive and significant. Based on the coefficient of determination (R2) note that 56.2% variation in performance variables can be explained by the variation of the communication variables while the rest (43.8%) is explained by other causes outside the model. Based on these calculations, the hypothesis which states that the communication has a positive effect on the performance of employees within Dinas Tata Kota Bandar Lampung is received.

Based on the results of the study, the authors suggest that employees are informed orally and in writing to the leaders on the progress and problems that occur in performing the tasks in order to provide direction and leadership of solving problems for the next tasks. To improve performance, leadership needs to motivate employees in order creative employees and have the ability and willingness to use his skills in completing the work.


(10)

(11)

xi

Halaman

ABSTRAK ...……….……….. i

ABSTRACT ………... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ………... iii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iv

LEMBAR PERNYATAAN ……… v

RIWAYAT HIDUP ……… vi

MOTTO ……….. vii

KATA PENGANTAR ……… viii

DAFTAR ISI ……….. x

DAFTAR TABEL ……….. xii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiv

I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ……… 6

1.3 Tujuan Penelitian ………. 6

1.4 Kegunaan Penelitian ……… 6

1.5 Kerangka Pemikiran ……… 7

1.6 Hipotesis ……….. 10

II LANDASAN TEORI ……… 11


(12)

xi

2.1.4 Jaringan Komunikasi Formal …..………... 24

2.2 Kinerja ………. 34

2.2.1 Pengertian Kinerja ………... 35

2.2.2 Faktor-Faktor Kinerja ……….. 35

2.2.3 Pengukuran Kinerja ………. 37

2.2.4 Penilaian Kinerja ………. 38

2.3 Penelitian Terdahulu ……… 42

III METODE PENELITIAN ……….. 45

3.1 Jenis Penelitian ……… 45

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ………... 45

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ………... 46

3.4 Data dan Teknik Pengumpulan Data ………... 47

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas ………... 48

3.6 Teknik Analisis Data ………... 50

3.7 Alat Analisis Data ……… 52

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 53

4.1 Gambaran Umum Dinas Tata Kota Bandar Lampung …. 53 4.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas ……… 58

4.3 Responden Penelitian ………... 61

4.4 Deskripsi Hasil Penelitian ……… 64

4.5 Hasil dan Analisis Model Regresi Linear ……… 73

V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 76

DAFTAR PUSTAKA ………. 78


(13)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Dan Masalah

Sumber daya manusia harus dikelola dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Peningkatan sumber daya manusia dalam setiap sendi organisasi, perusahaan atau pun pemerintahan menjadi suatu tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi apabila ingin mencapai suatu keberhasilan, mengingat perkembangan pembangunan yang dilaksanakan juga semakin pesat dan penuh tantangan.

Umumnya setiap pemerintahan selalu menggunakan tenaga kerja manusia, meskipun pada proses pekerjaannya dibantu dengan mesin-mesin yang bersifat otomatis seperti komputer, laptop dan alat bantu lainnya. Kualitas tenaga kerja (sumber daya manusia) merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kualitas tenaga kerja bukan semata-mata didasarkan pada pandangan yang kualitatif, dalam arti hanya terbatas pada kualitas yang dapat diukur, yang biasanya diwujudkan pada tingkat pendidikan yang ditamatkan atau dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. Tetapi lebih luas dari pada itu, kualitas tenaga kerja dilihat dari segi tingkah laku tenaga kerja itu sendiri yang menyangkut kebiasaan kerja, adanya motivasi, keinginan untuk terus meningkatkan diri, berusaha membuat penemuan-penemuan baru, kreatif, komunikatif,


(14)

bersemangat untuk kerjasama, dan memiliki kinerja yang tinggi. Menurut Anoraga (1998: 17), ketenangan dan kegairahan kerja dipengaruhi oleh kepribadian pekerja (motivasi, komunikasi dan yang lainnya), lingkungan kerja, kesempatan untuk berkembang, fasilitas kerja dan rekan sekerja yang menyenangkan, kemudian yang terakhir adalah faktor kesejahteraan.

Tingkah laku pegawai dilingkungan kantor harus dibangun melalui komunikasi yang sehat. Komunikasi diperlukan untuk memelihara hubungan antar pegawai atau hubungan antara pegawai dengan pimpinan. Menurut Effendy (2002: 60), komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan sebagai panduan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tidak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau prilaku. Melalui komunikasi berbagai hal yang menyangkut kehidupan organisasi dapat disampaikan oleh satu pihak kepada pihak yang lain. Meskipun suatu organisasi telah menggunakan alat-alat komunikasi yang mutakhir dan memiliki pimpinan yang pandai berbicara yang dapat menyampaikan dengan cepat seluruh instruksi-instruksi, petunjuk, saran dan sebagainya, akan tetapi hal ini belum menjamin bahwa komunikasi telah dilakukan dengan baik (Nitisemito, 1991: 239). Hal ini memberikan pengertian bahwa meskipun suatu organisasi telah menggunakan alat-alat komunikasi yang modern dan memiliki pimpinan yang pandai berbicara masih memungkinkan terjadinya miss communication dan miss understanding.


(15)

Organisasi menurut Katz dan Kahn (dalam Muhammad, 1989: 66) adalah suatu sistem terbuka yang menerima energi dan lingkungannya dan merubah energi tersebut menjadi produk dari sistem dan mengeluarkan produk kepada lingkungannya. Maksudnya adalah bahwa organisasi adalah sebuah proses dimana berkumpulnya satu atau lebih orang untuk mencapai sebuah tujuan yang ingin dicapai. Dinas Tata Kota Bandar Lampung merupakan organisasi yang didalamnya terdiri dari sekumpulan unit-unit kerja yang kesemuanya dituntut untuk melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan tanggung jawabnya untuk mengembangkan serta memajukan kualitas dinas. Dinas Tata Kota Bandar Lampung (Distako) sebagai salah satu perangkat dalam struktur pemerintahan daerah Kota Bandar Lampung memiliki peran strategis dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dibidang Perencanaan dan Penataan Ruang Kota. Dalam melaksanakan perannya tersebut, pegawai yang memiliki kemampuan dan keahlian dibidangnya menjadi variabel utama dalam melaksanakan tugas dan fungsi Distako Bandar Lampung. Pegawai di lingkungan Distako Bandar Lampung berjumlah 64 orang dengan komposisi sebagai berikut : Tabel 1. Komposisi Pegawai Dinas Tata Kota Bandar Lampung

Berdasarkan Eselon Tahun 2012.

Eselon Jumlah Pegawai (Orang)

II 1

III 5

IV 15

Non Eselon 43

Total 64


(16)

Komunikasi dirasakan sangat penting dalam segala aspek kehidupan. Komunikasi mampu meningkatkan keharmonisan kerja dalam organisasi dan sebaliknya apabila komunikasi tidak efektif maka koordinasi akan terganggu dan mengakibatkan terganggunya proses pencapaian target dan tujuan dinas. Berdasarkan pengamatan peneliti di Dinas Tata Kota Bandar Lampung, dapat diketahui bahwa kinerja pegawai di kantor tersebut belum maksimal. Hal ini terlihat dari beberapa kejadian sebagai berikut :

Tabel 2. Kinerja Pegawai Dinas Tata Kota Bandar Lampung

No Kinerja Pegawai Keterangan

1 Penyelenggaraan administrasi yang kurang maksimal

Seringnya terjadi kehilangan surat penting Dinas yang dibutuhkan sebagai arsip Dinas disebabkan karena rendahnya tingkat pengarsipan surat penting dinas

2 Pegawai melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan persepsinya sendiri

Banyak tugas yang diberikan kepada pegawai yang dikerjakan sesuai dengan pengetahuan pegawai sendiri karena kurangnya rapat koordinasi antar pegawai dan pimpinan

Sumber : Dinas Tata Kota Bandar Lampung, 2012

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa kinerja pegawai Dinas Tata Kota belum maksimal. Penyelenggaraan administrasi yang kurang baik terlihat dari sering terjadinya kehilangan surat dinas yang penting sebagai arsip dinas, dimana dalam sebulan Dinas Tata Kota Bandar Lampung dapat mengalami kehilangan surat dinas dua hingga tiga kali. Kejadian ini memperlihatkan bahwa rendahnya tingkat pengarsipan surat penting dinas. Selanjutnya, seringnya pegawai melaksanakan tugas sesuai dengan persepsinya sendiri juga memperlihatkan bahwa kurangnya komunikasi


(17)

antara pimpinan dan pegawai. Hal ini terlihat dari rendahnya jumlah pelaksanaan rapat-rapat koordinasi antar pegawai dan pimpinan sehingga sering terjadinya kesalahan dari tugas yang dikerjakan. Kinerja yang belum maksimal seperti tersebut diatas memperlihatkan kurangnya komunikasi antar pegawai untuk mendapatkan hasil kerja yang terbaik.

Dengan adanya efektivitas komunikasi organisasi di Dinas Tata Kota diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap kinerja pegawai. Adanya komunikasi yang sehat dan baik antar pegawai diharapkan akan turut membantu perkembangan kinerja pegawai. Dengan adanya keterbukaan dan pengertian maka para pegawai akan merasa lebih akrab dapat dijadikan sebagai teman diskusi. Setiap individu dalam bekerja tidak hanya menginginkan sekedar gaji dan prestasi, tetapi bekerja juga merupakan pemenuhan kebutuhan akan interaksi sosial. Pegawai yang memiliki rekan kerja yang ramah dan mendukung, akan mengantarkan para pegawai pada hasil kerja yang baik pula.

Berdasarkan uraian di atas, nampak betapa pentingnya faktor komunikasi dalam meningkatkan kinerja pegawai. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti seberapa besar pengaruh tersebut terhadap kinerja pegawai dan menuliskan hasilnya dalam tesis berjudul “Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Pegawai Di Lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung”.


(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimana pengaruh komunikasi terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

Mengetahui pengaruh komunikasi terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai pendalaman tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan sumber daya manusia khususnya tentang penyampaian informasi (komunikasi) yang tepat bagi pegawai sehingga kinerjanya sesuai dengan yang diharapkan.

2. Manfaat Bagi Unit Kerja

Diharapkan dapat memberikan gambaran dan rekomendasi bagi pimpinan dan seluruh jajaran khususnya di lingkungan Dinas Tata Kota


(19)

Bandar Lampung dalam menentukan kebijaksanaan dan mengambil keputusan untuk meningkatkan kinerja para pegawai

3. Manfaat Bagi Penulis

Sebagai upaya lebih memahami masalah-masalah Sumber Daya Manusia serta mendekatkan antara teori-teori dan praktek di lapangan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Dalam pergaulan kehidupan manusia sehari-hari antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok tidak akan pernah terlepas dari proses komunikasi. Karena komunikasi adalah hal yang sudah biasa dilakukan, kebanyakan dari kita tidak menyadari bahwa kita telah melakukan kesalahan-kesalahan dalam berkomunikasi. Untuk itulah diperlukannya sebuah komunikasi yang mampu membangun kerjasama antara satu orang dengan orang lain, yakni dengan berkomunikasi efektif sehingga antara individu satu dengan yang lainnya akan saling memahami, saling toleransi, saling mengisi dan saling memberi. Dengan demikian, maka potensi dari masing-masing individu akan semakin berkembang.

Dalam kehidupannya, individu senantiasa berhubungan dengan organisasi, bahkan organisasi pun membutuhkan individu-individu untuk menggerakan organisasi tersebut. Dengan adanya komunikasi yang baik diyakini suatu organisasi akan berjalan dengan lancar dan berhasil mencapai tujuannya, begitu juga sebaliknya apabila kurang kondusifnya suasana komunikasi di suatu organisasi dapat dipastikan akan tersendatnya aktivitas


(20)

dan pencapaian tujuan sebuah organisasi. Organisasi yang berfungsi baik, ditandai oleh adanya kerjasama yang saling terkait, saling membutuhkan dan harmonis dari berbagai komponen.

Dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan, seorang pimpinan dapat melakukan komunikasi mengenai tujuan yang ingin dicapai. Apabila pegawai mengalami kesulitan dan membutuhkan petunjuk dari pimpinan maka pegawai juga akan melakukan komunikasi dengan pimpinannya. Semua komunikasi dalam pelaksanaan kerja ini ditujukan agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Hasil dari penelitian Fred T Allen dan Pitney Bowes (dalam Goldhaber, 1990: 5) mengungkapkan bahwa pegawai yang memiliki informasi yang lebih baik akan menjadi pegawai yang baik serta dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi yang baik dapat meningkatkan kinerja organisasi.

Menurut Gibson et al (1997: 57), terdapat tiga jenis komunikasi formal dalam organisasi yaitu komunikasi horizontal, komunikasi diagonal dan komunikasi vertikal (komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah). Berdasarkan pengamatan peneliti di objek penelitian (Dinas Tata Kota Bandar Lampung), komunikasi yang terjadi adalah komunikasi vertikal yaitu komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam suatu organisasi ke suatu tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah secara timbal balik (Robbins, 1996: 8). Komunikasi vertikal ini secara nyata tampak dalam struktur organisasi Dinas Tata Kota Bandar Lampung (Gambar 3), dimana arus komunikasi yang diperlihatkan dengan arah tanda panah, berjalan


(21)

melalui dua arah yaitu dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah dan dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Komunikasi vertikal ini memiliki dua pola yaitu komunikasi ke atas yang memungkinkan para pegawai mengungkapkan pendapat, ide atau gagasannya kepada pimpinannya dan komunikasi ke bawah yang memungkinkan pimpinan memberikan petunjuk atau arahan kepada pegawainya.

Melalui komunikasi yang efektif, diharapkan kinerja pegawai organisasi akan semakin baik pula, karena setiap individu dalam bekerja tidak hanya menginginkan sekedar gaji dan prestasi tetapi bekerja juga merupakan pemenuhan kebutuhan akan interaksi sosial. Komunikasi yang efektif, dapat membuat suatu organisasi semakin kokoh dan kinerja pegawai akan meningkat. Menurut Mangkunegara (2000: 67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja pegawai dapat diukur dari beberapa komponen yaitu kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan pekerjaan, kreativitas, kesadaran, inisiatif dan kualitas personal (Gomes, 2001: 142). Berdasarkan hal tersebut, diduga terdapat pengaruh positif antara komunikasi dengan kinerja pegawai.

Berdasarkan kerangka berpikir tersebut diatas, maka dapat digambarkan sebagai berikut :


(22)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Tata Kota Bandar Lampung

Keterangan :

Variabel komunikasi secara individual mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai

1.6 Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut : Komunikasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung

KINERJA a. Kuantitas Kerja b. Kualitas Kerja

c. Pengetahuan Pekerjaan d. Kreativitas

e. Kesadaran f. Inisiatif

g. Kualitas Personal (Gomes, 2001: 142) KOMUNIKASI

a. Bijaksana dan Kesopanan b. Penerimaan Umpan Balik c. Berbagi Informasi

d. Memberikan Informasi Tugas e. Mengurangi Ketidakpastian Tugas (Sriussadaporn-Charoenngam dalam Mas’ud, 2004: 74)


(23)

II. LANDASAN TEORI

2.1 Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Secara etimologis istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communication dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Perkataan communis tersebut dalam pembahasan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan partai komunis yang sering dijumpai dalam kegiatan politik. Arti communis di sini adalah sama dalam arti kata sama makna yaitu sama makna mengenai suatu hal. Kesamaan makna dalam proses komunikasi merupakan faktor penting karena dengan adanya kesamaan makna antara komunikan dan komunikator maka komunikasi dapat berlangsung dan saling memahami.

Menurut Trenholm dan Jensen (dalam Fajar, 2009: 31), komunikasi merupakan suatu proses dimana sumber mentransmisikan pesan kepada penerima melalui beragam saluran. Suatu proses yang mentransmisikan pesan kepada penerima pesan melalui berbagai media yang dilakukan oleh komunikator adalah suatu tindakan komunikasi. Selanjutnya menurut Weaver (dalam Fajar, 2009: 32), komunikasi adalah seluruh prosedur melalui pemikiran seseorang yang dapat mempengaruhi pikiran orang lain.


(24)

Effendy (2002: 60), menjelaskan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan sebagai panduan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tidak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau prilaku.

Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian tersebut, jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Komunikasi yang dimaksudkan di sini adalah komunikasi manusia atau dalam bahasa asing human communication yang sering pula disebut komunikasi sosial atau social communication. Komunikasi manusia sebagai singkatan dari komunikasi antar manusia dinamakan komunikasi sosial atau komunikasi kemasyarakatan karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat komunikasi dapat terjadi. Masyarakat terbentuk dari paling sedikit dua orang yang saling berhubungan dengan komunikasi sebagai penjalinnya.

Komunikasi dapat dilakukan secara langsung maupun menggunakan media. Contoh komunikasi langsung tanpa media adalah percakapan tata muka, pidato tatap muka dan lain-lain sedangkan contoh komunikasi menggunakan media adalah berbicara melalui telepon, mendengarkan berita lewat radio atau televisi dan lain-lain. Menurut Effendy (2003: 8), komunikasi dilakukan dengan tujuan untuk perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), perubahan perilaku


(25)

(behaviour change) dan perubahan sosial (social change). Sedangkan tujuan komunikasi menurut Cangara (2002: 22) adalah sebagai berikut : a. Supaya Yang Disampaikan Dapat Dimengerti,

Seorang komunikator harus dapat menjelaskan kepada komunikan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga dapat mengikuti apa yang dimaksud oleh pembicara atau penyampai pesan

b. Memahami Orang

Sebagai komunikator harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya dan tidak berkomunikasi dengan kemauan sendiri

c. Supaya gagasan dapat diterima orang lain

Komunikator harus berusaha agar gagasan dapat diterima oleh orang lain dengan menggunakan pendekatan yang persuasif bukan dengan memaksakan kehendak

d. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu

Menggerakkan sesuatu itu dapat berupa kegiatan yang lebih banyak mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki Menurut Effendy (2003: 8), komunikasi berfungsi untuk menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), dan mempengaruhi (to influence). Agar komunikasi berlangsung efektif, komunikator harus tahu khalayak mana yang akan dijadikan sasaran dan tujuan yang diinginkannya. Komunikator harus terampil dalam membuat pesan agar komunikan dapat menangkap pesan yang disampaikan komunikator dan untuk menciptakan komunikasi yang


(26)

efektif maka pesan dalam komunikasi harus berhasil menumbuhkan respon komunikan yang dituju.

Menurut Effendy (2002: 6), terdapat 5 (lima) komponen yang ada dalam komunikasi yaitu : komunikator (orang yang menyampaikan pesan), pesan (pernyataan yang didukung oleh lambang), komunikan (orang yang menerima pesan), media (sarana yang mendukung pesan apabila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya), dan efek (dampak sebagai pengaruh dari pesan). Komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya maka komunikasi berlangsung dan dengan kata lain hubungan antara mereka itu bersifat komunikatif. Sebaliknya jika ia tidak mengerti maka komunikasi tidak berlangsung dan dengan kata lain hubungan antara orang-orang itu tidak komunikatif.

Selanjutnya, Cangara (2006: 115) menggambarkan kaitan antara satu unsur dengan unsur yang lain dalam komunikasi yaitu sebagai berikut :

(Cangara, 2006: 115) Gambar 2. Unsur-Unsur Komunikasi.

SUMBER PESAN MEDIA PENERIMA

UMPAN BALIK

EFEK


(27)

1. Sumber

Sumber sering disebut pengirim pesan atau komunikator. Menurut Vardiansyah (2004: 19), komunikator adalah manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan untuk mewujudkan komunikasinya. Sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi, komunikator memegang peranan yang sangat penting terutama dalam mengendalikan jalannya komunikasi. Untuk itu, seorang komunikator harus terampil berkomunikasi dan juga kaya ide serta penuh dengan daya kreativitas.

Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari (a) satu orang, (b) banyak orang atau (c) massa. Apabila lebih dari satu orang (banyak orang) dimana mereka relatif saling kenal sehingga terdapat ikatan emosional yang kuat dalam kelompoknya, maka kumpulan banyak orang ini disebut dengan kelompok kecil. Apabila lebih dari satu orang atau banyak orang dan relatif tidak saling kenal secara pribadi sehingga ikatan emosionalnya kurang kuat maka disebut dengan massa (kelompok besar). Namun, apabila banyak orang dengan tujuan yang sama dan untuk mencapai tujuan tersebut terdapat pembagian kerja diantara para anggotanya maka wadah kerja yang terbentuk sebagai kesatuan banyak orang ini lazim disebut dengan organisasi.

2. Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan pada dasarnya


(28)

bersifat abstrak dan untuk membuatnya konkret agar dapat dikirim dan diterima oleh komunikan, manusia dengan akal budinya menciptakan sejumlah lambang komunikasi berupa suara, lambang, gerak-gerik, bahasa lisan dan bahasa tulisan. Suara, lambang dan gerak-gerik lazim digolongkan dalam pesan non-verbal sedangkan bahasa lisan dan bahasa tulisan dikelompokkan dalam pesan verbal (Vardiansyah, 2004: 23).

Hal yang paling penting diperhatikan adalah pesan yang disampaikan dapat dimengerti dan dipahami oleh komunikan. Mengingat hal ini maka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan bentuk pesan dan cara penyajian pesan termasuk juga penentuan saluran/media yang harus dilakukan oleh komunikator sebagai penyampai pesan.

3. Media

Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media, ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya misalnya dalam komunikasi antar pribadi panca indera dianggap sebagai media komunikasi. Selain indera manusia, ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat dan telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antar pribadi.

Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya.


(29)

Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam yaitu media cetak dan media elektronik. Selain media komunikasi tersebut, kegiatan dan tempat tertentu yang banyak ditemui dalam masyarakat pedesaan dapat juga dipandang sebagai media komunikasi sosial, misalnya rumah ibadah, balai desa, arisan, panggung kesenian dan pesta rakyat.

4. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih dan juga bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima adalah elemen terpenting dalam proses komunikasi karena menjadi sasaran dari komunikasi. Dalam proses komunikasi dapat dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat adanya sumber.

5. Efek

Efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Efek ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang (Cangara, 2006: 25). Menurut Vardiansyah (2004: 110), efek komunikasi dapat dibedakan atas efek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan konatif (tingkah laku).

Efek bisa terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku. Pada tingkat pengetahuan, efek bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi dan perubahan pendapat. Perubahan pendapat terjadi apabila terdapat perubahan penilaian terhadap suatu obyek


(30)

karena adanya informasi yang lebih baru. Perubahan sikap ialah adanya perubahan internal pada diri seseorang yang diorganisir dalam bentuk prinsip sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek baik yang terdapat di dalam maupun di luar dirinya. Berbeda dengan perubahan sikap, perubahan perilaku adalah perubahan yang terjadi dalam tindakan.

Dalam komunikasi antar pribadi dan kelompok, efek dapat diamati secara langsung. Sebaliknya dalam komunikasi massa, efek tidak begitu mudah diketahui sebab selain sifat massa tersebar juga sulit dimonitor pada tingkat mana efek tersebut terjadi. Komunikasi massa cenderung lebih banyak mempengaruhi pengetahuan dan tingkat kesadaran seseorang sedangkan komunikasi antar pribadi cenderung berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang.

6. Umpan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk dari pada pengaruh yang berasal dari penerima, tetapi sebenarnya umpan balik juga bisa berasal dari unsur lain seperti pesan dan media meskipun pesan belum sampai pada penerima. Contoh dari umpan balik adalah sebagai berikut sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan.


(31)

7. Lingkungan

Lingkungan adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan dimensi waktu.

Beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi yaitu :

a. Respect, merupakan sikap hormat dan menghargai terhadap lawan bicara. Melalui sikap ini, kita belajar untuk berhenti sejenak agar tidak mementingkan diri kita sendiri akan tetapi lebih mengutamakan kepentingan orang lain. Melalui informasi yang telah disampaikan, kita berusaha untuk memahami orang lain dan menjaga sikap bahwa kita memang butuh akan informasi tersebut b. Empati, yaitu kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada

kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Dalam hal ini, kita berusaha untuk memahami sikap seseorang serta ikut dalam kondisi yang sedang dialami oleh orang tersebut sehingga hubungan emosional pun akan lebih mudah terjalin.

c. Audible, yaitu dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Hal yang perlu dilakukan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti adalah sebagai berikut :

- Buat pesan untuk mudah dimengerti - Fokus pada informasi yang penting


(32)

- Antisipasi kemungkinan masalah yang akan muncul

d. Clarity, yaitu kejelasan dari pesan yang disampaikan. Kejelasan dari pesan dibutuhkan melalui symbol, bahasa yang baik, penegasan kata dan sebagainya. Penyampaian pesan tidak bisa hanya sekali saja akan tetapi harus berulang kali karena sifat pesan yang biasanya pesan yang lama akan kalah dengan pesan yang baru dan agar pesan yang lama tidak dilupakan maka perlu diingatkan kembali.

e. Humble, yaitu sikap rendah hati dimana melalui sikap rendah hati, seseorang akan lebih menghargai orang lain baik sikap, tindakan serta perkataannya. Melalui sikap ini, akan lebih memudahkan seseorang untuk menyampaikan pesan karena sikap ini lebih mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan sendiri.

2.1.2 Komunikasi Organisasi

Manusia merupakan makhluk sosial karena mereka hidup bersama-sama di dalam atau ditengah-tengah suatu masyarakat. Manusia hanya bisa bertahan hidup dalam masyarakat jika mereka menjalani kehidupan sebagai sebuah aktivitas interaksi dan kerjasama yang dinamis dalam suatu jaringan kedudukan dan perilaku. Aktivitas interaksi dan kerjasama itu terus berkembang secara teratur sehingga terbentuklah wadah yang menjadi tempat manusia berkumpul yang disebut organisasi.


(33)

Organisasi juga merupakan suatu kelompok yang mempunyai diferensiasi peranan atau kelompok yang sepakat untuk mematuhi seperangkat norma-norma. Menurut Pauce dan Faules (dalam Liliweri, 2004: 1), istilah organisasi sosial merujuk kepada pola-pola interaksi sosial seperti frekuensi dan lamanya kontak antara orang-orang, kecenderungan mengawali kontak, arah pengaruh antara orang-orang, derajat kerja sama, perasaan tertarik dan perilaku sosial orang-orang yang disebabkan oleh situasi sosial mereka.

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia dan dengan adanya komunikasi yang baik maka suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya apabila kurang atau tidak adanya komunikasi maka organisasi akan macet atau berantakan. Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi kapan pun juga setidak-tidaknya terdapat satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi yang menafsirkan suatu pertunjukan pesan (Pace dan Don F, 2005: 31).

Menurut Goldhaber (1986: 14), komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan menukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang sering


(34)

berubah-ubah. Komunikasi organisasi mempunyai peranan penting dalam memadukan fungsi-fungsi manajemen dalam suatu perusahaan yaitu : 1. Menetapkan dan menyebarluaskan tujuan perusahaan

2. Menyusun rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

3. Melakukan pengorganisasian terhadap sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dengan cara efektif

4. Memimpin, mengarahkan, memotivasi dan menciptakan iklim yang menimbulkan keinginan orang untuk memberikan kontribusi

5. Mengendalikan prestasi (dalam Purba, 2006: 112)

Menurut Sriussadaporn-Charoenngam, Nongluck dab Fredric M Jabin (dalam Mas’ud, 2004: 74), terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur komunikasi dalam organisasi yaitu :

1. Bijaksana dan Kesopanan, yaitu berkomunikasi dengan menggunakan pilihan kata yang tepat dan disampaikan dengan bahasa yang sopan dan halus

2. Penerimaan Umpan Balik, yaitu penerimaan tanggapan dari pesan atau isi pesan yang disampaikan

3. Berbagi Informasi, yaitu memberikan informasi baik informasi kemajuan maupun permasalahan yang ada kepada rekan sekerja maupun pimpinan

4. Memberikan Informasi Tugas, yaitu menyampaikan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tugas


(35)

5. Mengurangi Ketidakpastian Tugas, yaitu menyampaikan informasi yang jelas dan lengkap mengenai pelaksanaan tugas agar tugas dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan

2.1.3 Komunikasi Organisasi Internal

Komunikasi internal yang berkaitan dengan organisasi didefinisikan oleh Lawrence D Brennan (dalam Effendy, 2003: 122) sebagai pertukaran gagasan diantara para pimpinan dan pegawai dalam suatu organisasi dan lengkap dengan strukturnya yang khas serta adanya pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal di dalam organisasi yang menyebabkan pekerjaan berlangsung.

Organisasi sebagai kerangka kekaryaan menunjukkan adanya pembagian tugas antara orang-orang di dalam organisasi yang dapat diklasifikasikan sebagai tenaga pimpinan dan tenaga yang dipimpin. Untuk menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tujuan yang akan dicapai pimpinan, dibuat peraturan sedemikian rupa sehingga pimpinan tidak perlu berkomunikasi langsung dengan seluruh karyawan. Pimpinan membuat kelompok-kelompok menurut jenis pekerjaannya dan mengangkat seseorang sebagai penanggung jawab atas kelompoknya dimana jumlah kelompok serta besarnya kelompok tergantung pada besar kecilnya organisasi.


(36)

2.1.4 Jaringan Komunikasi Formal

Organisasi adalah komposisi sejumlah orang yang menduduki posisi atau peranan tertentu. Sejumlah orang tersebut saling bertukar pesan dan pertukaran pesan tersebut dilakukan melalui jalan tertentu yang disebut dengan jaringan komunikasi. Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan strukturnya misalnya mungkin hanya di antara dua orang, tiga atau lebih dan mungkin juga di antara keseluruhan orang dalam organisasi. Menurut Muhammad (2007: 107), jaringan komunikasi organisasi terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Jaringan Komunikasi Formal

Pesan yang mengalir melalui jalan resmi dan ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan, maka pesan tersebut merupakan jaringan komunikasi formal. Terdapat tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang mengikuti garis komunikasi yaitu komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari atasan kepada bawahan, dan komunikasi sesama karyawan yang sama tingkatnya.

2. Jaringan Komunikasi Informal

Pegawai yang berkomunikasi dengan yang lainnya tanpa memperhatikan posisi dalam organisasi, maka pengarahan arus informasi bersifat pribadi. Jaringan komunikasi tersebut lebih dikenal dengan desas-desus atau kabar angin. Informasi yang diperoleh dari desas-desus adalah yang berkenaan dengan apa yang didengar atau apa


(37)

yang dikatakan orang dan bukan apa yang diumumkan oleh yang berkuasa.

Pesan yang mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan merupakan pesan dalam jaringan komunikasi formal. Pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya mengalir dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas atau dari tingkat yang sama atau secara horizontal. Menurut Gibson et al (1997: 57), terdapat tiga jenis komunikasi formal dalam organisasi, yaitu :

1. Komunikasi Horizontal (Komunikasi Lateral/Menyamping)

Merupakan bentuk komunikasi secara mendatar dimana terjadi pertukaran pesan secara menyimpang dan dilakukan oleh dua pihak yang mempunyai kedudukan yang sama, posisi yang sama, jabatan yang se-level maupun eselon yang sama dalam suatu organisasi. Menurut Daft (2003: 148), komunikasi bentuk ini selain berguna untuk menginformasikan juga untuk meminta dukungan dan mengkoordinasikan aktivitas. Komunikasi horizontal diperlukan untuk menghemat waktu dan memudahkan koordinasi sehingga mempercepat tindakan (Robbins, 1996: 9). Kemudahan koordinasi ini terjadi karena adanya tingkat, latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang relatif sama antara pihak-pihak yang berkomunikasi serta adanya struktur formal yang tidak ketat.


(38)

2. Komunikasi Diagonal

Merupakan komunikasi yang berlangsung dari satu pihak kepada pihak lain dalam posisi yang berbeda, dimana kedua pihak tidak berada pada jalur struktur yang sama. Komunikasi diagonal digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level yang berbeda tetapi tidak mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain. Komunikasi diagonal merupakan saluran komunikasi yang jarang digunakan dalam organisasi, namun penting dalam situasi dimana anggota tidak dapat berkomunikasi secara efektif melalui saluran-saluran lain. Penggunaan komunikasi ini selain untuk menanggapi kebutuhan dinamika lingkungan organisasi yang rumit juga akan mempersingkat waktu dan

memperkecil upaya yang dilakukan oleh organisasi (Gibson et al, 1997: 59).

3. Komunikasi Vertikal

Merupakan komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Robbins (1996: 8), menjelaskan bahwa komunikasi vertikal adalah komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam suatu organisasi ke suatu tingkat yang lebih tinggi atau tingkat yang lebih rendah secara timbal balik. Dalam lingkungan organisasi, komunikasi antara atasan dan bawahan menjadi kunci penting kelangsungan hidup suatu organisasi. Menurut Stonner dan Freeman (1994: 158), dua per tiga dari komunikasi yang dilakukan dalam organisasi berlangsung secara vertikal antara atasan dan bawahan sehingga peran komunikasi


(39)

vertikal sangat penting dalam suatu organisasi. Pada dasarnya, komunikasi vertikal memiliki dua pola, yaitu :

a. Komunikasi Ke Atas (Upward Communication)

Komunikasi ke atas mengacu pada pesan atau informasi yang dikirim dari tingkat bawah ke tingkat atas dalam hirarki organisasi. Para pegawai menggunakan saluran komunikasi ini sebagai kesempatan untuk mengungkapkan ide atau gagasan yang mereka ketahui dan membantu para pegawai untuk menerima jawaban yang lebih baik tentang masalah dan tanggung jawabnya (Mulyana, 2005: 103). Komunikasi ke atas mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

1. Pimpinan dapat mengetahui kapan bawahannya siap untuk diberi informasi dan pimpinan dapat mempersiapkan diri menerima apa yang disampaikan bawahannya

2. Pimpinan memperoleh informasi yang berharga dalam pembuatan keputusan

3. Komunikasi ke atas dapat memperkuat apresiasi dan loyalitas pegawai terhadap organisasi dengan jalan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengajukan pertanyaan, ide dan saran tentang jalannya organisasi

4. Komunikasi ke atas dapat mendorong munculnya desas desus dan memberikan kesempatan bagi pimpinan untuk mengetahuinya


(40)

5. Komunikasi ke atas memberikan petunjuk bagi pimpinan apakah pegawainya menangkap arti dari komunikasi ke bawah yang dilakukannya

6. Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah-masalah pekerjaan dan memperkuat keterlibatan pegawai dalam tugas-tugasnya dan organisasi (Muhammad, 2007: 117).

Beberapa informasi yang harus diperoleh pimpinan dari pegawainya dalam komunikasi ke atas adalah :

a. Apa yang dilakukan pegawai, bagaimana pekerjaanya, hasil yang dicapainya, kemajuan mereka dan rencana masa yang akan datang

b. Menjelaskan masalah-masalah pekerjaan yang tidak terpecahkan yang mungkin memerlukan bantuan tertentu

c. Menawarkan saran atau ide bagi penyempurnaan unitnya masing-masing ataupun organisasi secara keseluruhan

d. Menyatakan bagaimana pikiran dan perasaan mereka mengenai pekerjaan, teman sekerja dan organisasi (Muhammad, 2007: 118).

Kenyataannya, informasi tersebut di atas tidak disampaikan pegawai kepada pimpinannya. Menurut Sharma (dalam Muhammad, 2007: 118), kesulitan menyampaikan informasi tersebut dikarenakan beberapa hal yaitu :

a. Kecenderungan pegawai untuk menyembunyikan perasaan dan pikirannya. Hasil studi memperlihatkan bahwa pegawai merasa


(41)

bahwa mereka akan mendapat kesukaran apabila menyatakan apa yang sebenarnya menurut pikiran mereka, sehingga cara yang terbaik adalah mengikuti saja apa yang disampaikan pimpinannya

b. Pegawai beranggapan bahwa pimpinan tidak tertarik pada masalah mereka. Pimpinan bisa saja tidak memberikan respon terhadap masalah pegawainya bahkan menahan komunikasi ke atas, hal ini dilakukan agar pimpinan tetap memiliki pandangan yang baik dari atasan yang lebih tinggi

c. Kurangnya penghargaan terhadap pegawai yang melaksanakan komunikasi ke atas. Seringkali pimpinan tidak memberikan penghargaan yang nyata kepada pegawai untuk memelihara keterbukaan komunikasi ke atas

d. Pegawai beranggapan bahwa pimpinan mereka tidak dapat menerima dan merespon terhadap apa yang dikatakan oleh mereka. Pimpinan terlalu sibuk untuk mendengarkan atau pegawai susah untuk menemuinya

Kombinasi dari perasaan dan kepercayaan pegawai tersebut menjadi penghalang yang kuat bagi pegawai untuk menyatakan ide, pendapat atau informasi kepada atasan. Selain sulitnya melaksanakan komunikasi ke atas, komunikasi yang disampaikan juga belum tentu efektif karena dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu :


(42)

a. Komunikasi ke atas lebih mudah digunakan oleh pembuat keputusan pengelolaan apabila pesan tersebut disampaikan tepat waktu

b. Komunikasi ke atas yang bersifat positif lebih mungkin digunakan oleh pembuat komunikasi yang bersifat negatif

c. Komunikasi ke atas akan lebih mungkin diterima apabila pesan tersebut mendukung kebijaksanaan yang baru

d. Komunikasi ke atas mungkin akan lebih efektif apabila komunikasi itu langsung kepada penerima yang berkaitan dengan pesan yang disampaikan

e. Komunikasi ke atas akan lebih efektif apabila komunikasi tersebut mempunyai daya tarik bagi penerima pesan

b. Komunikasi Ke Bawah (Downward Communication)

Menurut Lewis (dalam Muhammad, 2007: 108), komunikasi ke bawah dilakukan untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.

Secara umum, Muhammad (2007: 108) menyebutkan bahwa komunikasi ke bawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe yaitu :


(43)

1. Instruksi Tugas

Merupakan pesan yang disampaikan kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan tersebut bervariasi bisa berupa perintah langsung, diskripsi tugas, prosedur manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu melihat dan mendengar yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya.

2. Rasional

Merupakan pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas tersebut dengan aktivitas lain dalam organisasi. Kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi pimpinan mengenai bawahannya. Apabila pimpinan menganggap bawahannya pemalas atau hanya mau bekerja apabila dipaksakan maka pimpinan memberikan pesan yang bersifat rasional ini sedikit. Tetapi apabila pimpinan menganggap bawahannya merupakan orang yang dapat memotivasi diri sendiri dan produktif maka biasanya diberikan pesan rasional yang banyak.

3. Ideologi

Merupakan perluasan dari pesan rasional dimana dalam pesan rasional terdapat penjelasan tugas dan kaitannya dengan perpektif organisasi sedangkan pada pesan ideologi lebih pada mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas, moral dan motivasi.


(44)

4. Informasi

Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan praktik-praktik organisasi, peraturan-peraturan organisasi, keuntungan, kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan dengan instruksi dan rasional. Contoh dari pesan informasi adalah buku handbook.

5. Balikan

Merupakan pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari balikan ini adalah pembayaran gaji karyawan yang telah siap melakukan pekerjaannya atau apabila tidak ada informasi dari atasan yang mengkritik pekerjaannya berarti pekerjaannya sudah memuaskan. Sebaliknya apabila hasil pekerjaan karyawan kurang baik maka balikan yang diberikan mungkin berupa kritikan atau peringatan terhadap karyawan tersebut.

Semua bentuk komunikasi ke bawah tersebut dipengaruhi oleh struktur hierarki dalam organisasi. Pesan ke bawah cenderung bertambah karena pesan tersebut bergerak melalui tingkatan hierarki secara berturut-turut. Hal yang perlu diperhatikan juga dalam komunikasi ke bawah adalah pimpinan hendaknya mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan.


(45)

Menurut Katz dan Kahn (dalam Pace dan Don F, 2005: 185), terdapat lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan kepada bawahan, yaitu :

1. Informasi bagaimana melakukan pekerjaan

2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan 3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi 4. Informasi mengenai kinerja pegawai

5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas

Menurut Liliweri (2004: 86), terdapat beberapa masalah yang harus diperhatikan dalam melaksanakan komunikasi ke bawah yaitu : a. Pimpinan tidak terlalu paham mengenai downward

communication sehingga pimpinan memberikan instruksi secara alamiah saja tanpa banyak menjelaskan secara rinci sehingga terjadi umpan balik yang tidak dikehendaki dan hanya didiamkan saja

b. Pesan tidak lengkap dan tidak jelas

c. Kelebihan pesan membuat orang menjadi bingung

d. Pesan melewati banyak bagian yang tidak memiliki persepsi yang sama terhadap pesan

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, Davis (dalam Muhammad, 2007: 112) memberikan beberapa saran dalam melaksanakan komunikasi ke bawah, yaitu :

a. Pimpinan hendaklah sanggup memberikan informasi kepada pegawainya apabila dibutuhkan. Apabila pimpinan tidak


(46)

memiliki informasi yang dibutuhkan, pimpinan perlu mengatakan secara terus terang dan berjanji akan mencarikan jawabannya b. Pimpinan hendaklah membagi informasi yang dibutuhkan oleh

pegawainya

c. Pimpinan hendaklah mengembangkan suatu perencanaan komunikasi sehingga pegawai dapat mengetahui informasi yang diharapkannya

d. Pimpinan hendaklah berusaha membentuk kepercayaan diantara pengirim dan penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarahkan kepada komunikasi terbuka yang akan mempermudah adanya persetujuan antara pegawai dan pimpinannya.

2.2 Kinerja

Kinerja pada dasarnya merupakan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pegawai. Kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada pegawai. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi (Mathis dan Jackson, 2002: 78).


(47)

2.2.1 Pengertian Kinerja

Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam As’ad, 1991: 47) sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Sedangkan Suprihanto (dalam Srimulyo, 1999: 33) mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang pegawai pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang pegawai selama periode tertentu yang dibandingkan dengan kemungkinan misalnya standar, target atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah di sepakati bersama. Kinerja juga dapat didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000: 67).

2.2.2 Faktor-Faktor Kinerja

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Meskipun pegawai-pegawai bekerja pada tempat yang sama namun produktifitas mereka tidak sama dan secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor individu dan faktor situasi kerja (As’ad: 1991: 49). Selanjutnya, Gibson (dalam Srimulyo, 1999: 39) menyatakan bahwa terdapat tiga perangkat variabel yang mempengaruhi prilaku dan kinerja, yaitu :


(48)

a. Kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik)

b. Latar Belakang (Keluarga, Tingkat Sosial dan Penggajian) c. Demografis (Umur, Asal-Usul, Jenis Kelamin)

2. Variabel Organisasional, terdiri dari : a. Sumberdaya

b. Kepemimpinan c. Imbalan

d. Struktur dan Desain Pekerjaan 3. Variabel Psikologis, terdiri dari :

a. Persepsi b. Sikap c. Kepribadian d. Belajar e. Motivasi

Selanjutnya, Tiffin dan Me. Cormick (dalam Srimulyo, 1999: 40) terdapat dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja yaitu :

1. Variabel Individual, meliputi sikap, karakteristik, sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan serta faktor individual lainnya

2. Variabel Situasional

a. Faktor fisik dan pekerjaan (metode kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik)

b. Faktor sosial dan organisasi (peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial)


(49)

Sutemeister (dalam Srimulyo, 1999: 40) mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

1. Faktor Kemampuan

a. Pengetahuan (pendidikan, pengalaman, latihan dan minat) b. Keterampilan (kecakapan dan kepribadian)

2. Faktor Motivasi

a. Kondisi Sosial (organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan serikat kerja)

b. Kebutuhan Individu (fisiologis, sosial dan egoistic) c. Kondisi Fisik (lingkungan kerja)

2.2.3 Pengukuran Kinerja

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan kinerja pegawai, maka harus ada pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja tersebut mencakup indikator-indikator pencapaian kinerja. Menurut Faustino Cardoso Gomes (2001: 142), kinerja dapat diukur berdasarkan :

a. Quantity of work (kuantitas kerja), yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan

b. Quality of work (kualitas kerja), yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya

c. Job Knowledge (pengetahuan pekerjaan), yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya


(50)

d. Creativeness (kreativitas), yaitu keaslian gagasan yang dimunculkan dan tindakan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul

e. Dependability(kesadaran), yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja

f. Initiative (inisiatif), yaitu semangat untuk melaksanakan tugas baru dan memperbesar tanggung jawabnya

g. Personal Qualities (kualitas personal), yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi

2.2.4 Penilaian Kinerja

Menurut Vroom (dalam As’ad, 1991: 48), tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut dengan “level of performance”. Biasanya seseorang yang level of performance nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif dan sebaliknya seseorang yang level of performance nya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif. Penilaian kinerja adalah proses evaluasi seberapa baik pegawai mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standard dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para pegawai. Penilaian kinerja terkadang merupakan kegiatan pimpinan yang paling tidak disukai dan mungkin terdapat beberapa alasan untuk berperasaan demikian. Tidak semua penilaian kinerja bersifat positif dan mendiskusikan nilai dengan pegawai yang nilainya buruk bisa menjadi tidak menyenangkan.


(51)

Menurut Mathis dan Jackson (2002: 81), penilaian kinerja pegawai memiliki dua penggunaan yang umum di dalam organisasi dan keduanya bisa menjadi konflik yang potensial yaitu :

a. Penggunaan Administratif

Sistem penilaian kinerja merupakan hubungan antara penghargaan yang diharapkan diterima oleh pegawai dengan produktivitas yang dihasilkan mereka. Pegawai menerima kenaikan berdasarkan bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan mereka. Pimpinan berperan sebagai evaluator dari kinerja pegawai dan kemudian mengarahkan pada rekomendasi kompensasi pegawai atau keputusan lainnya. Apabila terdapat pegawai yang paling produktif tidak menerima imbalan yang lebih besar maka akan menyebabkan timbulnya persepsi adanya ketidakadilan dalam kompensasi pegawai. Penilaian kinerja juga dapat digunakan untuk membuat keputusan promosi, pemecatan, pengurangan dan penugasan pindah tugas. Keputusan pengurangan pegawai dapat dilakukan berdasarkan penilaian kinerja dengan catatan hasil dari penilaian kinerja harus didokumentasikan dengan jelas dan memperlihatkan perbedaan-perbedaan dari kinerja seluruh pegawai. Keputusan untuk mempromosikan, memberhentikan atau membayar orang secara berbeda berdasarkan penilaian kinerja dapat dilakukan dengan catatan penilaian kinerja harus didokumentasikan untuk dijadikan pembelaan yang kritis apabila terdapat pegawai yang menuntut akan keputusan tersebut.


(52)

b. Penggunaan Untuk Pengembangan

Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik bagi pegawai yang merupakan kunci bagi pengembangan diri pegawai di masa mendatang. Saat pimpinan mengidentifikasi kelemahan, potensi dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, pimpinan dapat member tahu pegawai mengenai kemajuan mereka, mendiskusikan keterampilan apa yang perlu pegawai kembangkan dan melaksanakan perencanaan pengembangan. Peran pimpinan disini adalah sebagai Pembina dan tugas pembina adalah memberikan penghargaan kinerja yang baik berupa pengakuan, menerangkan tentang peningkatan yang diperlukan dan menunjukkan pada pegawai bagaimana caranya meningkatkan diri. Tujuan dari umpan balik pengembangan adalah untuk mengubah atau mendorong tingkah laku seseorang dan bukan membandingkan individu-individu sebagaimana dalam kasus penggunaan administratif untuk penilaian kinerja. Fungsi pengembangan dari penilaian kinerja juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan pegawai mana yang ingin berkembang

Penilaian harus dihindari adanya “like dan dislike” dari penilai agar obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan kepegawaian dalam memberikan umpan balik kepada pegawai tentang kinerja mereka. Menurut Handoko (dalam Thoyib, 1998: 21) terdapat enam metode penilaian kinerja pegawai, yaitu :


(53)

1. Rating Scale

Evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai yang membandingkan hasil pekerjaan pegawai dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan

2. Checklist

Metode ini bertujuan untuk mengurangi beban penilai dimana penilai tinggal memilih kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja pegawai. Penilai biasanya adalah atasan langsung dan adanya pemberian bobot menyebabkan dapat di skor. Metode ini biasanya memberikan gambaran prestasi kerja secara akurat apabila daftar penilaian berisi item-item yang memadai.

3. Critical Incident Method(Metode Peristiwa Kritis)

Penilaian yang dilakukan berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku pegawai sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut dengan peristiwa kritis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada pegawai dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.

4. Field Review Method(Metode Peninjauan Lapangan)

Metode ini bekerja sebagai berikut kepala personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang kinerja pegawai, kemudian informasi tersebut disampaikan kepada para peninjau lapangan yang digunakan untuk mempersiapkan evaluasi kinerja pegawai. Selanjutnya hasil evaluasi dari peninjau lapangan diserahkan


(54)

kepada kepala personalia untuk di review, perubahan, persetujuan dan serubahan dengan pegawai yang dinilai. Kepala personalia dapat mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan organisasi.

5. Tes dan Observasi Prestasi Kerja

Metode ini dilakukan apabila jumlah pegawai terbatas dan penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes tersebut dapat dalam bentuk tertulis maupun peragaan keterampilan.

6. Method Ranking

Penilai membandingkan satu pegawai dengan pegawai yang lain siapa yang paling baik dan menempatkan setiap pegawai dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan dari metode ini adalah adanya kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subjek kesalahan kesan terakhir dan hallo effect. Kebaikan dari metode ini adalah penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif diantara para pegawai meskipun kelemahan berupa subjek kesalahan kesan terakhir dan hallo effect masih ada.

2.3 Penelitian Terdahulu

Pada dasarnya penelitian terdahulu di bidang manajemen sumber daya manusia dapat digunakan untuk menjadi dasar melakukan penelitian selanjutnya yang bersifat pengembangan atau pengujian ulang terhadap


(55)

hasil yang telah diperoleh, apakah masih mempunyai hasil yang sama setelah diuji pada waktu yang berbeda atau mempunyai hasil yang berbeda sama sekali. Hasil penelitian yang terdahulu dapat dipakai sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya meskipun terdapat perbedaan pada objek atau variabel yang diteliti dan tempat yang diteliti. Penelitian terdahulu tersebut dapat dipakai sebagai gambaran bagi peneliti selanjutnya untuk melaksanakan penelitian. Berikut adalah hasil penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai :

Tabel 3. Hasil Penelitian Terdahulu.

Peneliti Judul Variabel Hasil

Wahyu, Wahdana (2008)

Pengaruh Disiplin Kerja dan Motivasi Kerja Perawat Terhadap Efektivitas Organisasi Rumah Sakit Daerah Soreang Kabupaten Bandung Jawa Barat Variabel Bebas Disiplin Kerja dan Motivasi Kerja Variabel Terikat Efektivitas Organisasi Terdapat pengaruh positif disiplin kerja dan motivasi kerja perawat secara bersama-sama terhadap efektivitas organisasi Rumah Sakit Daerah Soreang Kabupaten Bandung Jawa Barat Kartarina,

Putri (2007)

Pengaruh Motivasi Kerja dan Komunikasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Bappeda Provinsi Lampung

Variabel Bebas Motivasi Kerja dan Komunikasi Variabel Terikat Kinerja

Hasil yang diperoleh dari perhitungan Regresi Linear menunjukan bahwa terdapat pengaruh dari motivasi kerja dan komunikasi terhadap kinerja pegawai pada Bappeda Provinsi Lampung Keswara, Dhanu Pengaruh Gaya Kepemimpinan Variabel Bebas Gaya

Hasil yang diperoleh dari perhitungan


(56)

Peneliti Judul Variabel Hasil (2005) Terhadap Motivasi

Kerja Karyawan Pada Hotel Royal Palace Bandung

Kepemimpinan Variabel Terikat Motivasi Kerja

Rank Spearman menunjukan bahwa antara variabel gaya kepemimpinan dengan variabel motivasi kerja karyawan mempunyai

pengaruh yang besar yaitu sebesar 0.53 (terdapat hubungan yang kuat)


(57)

(58)

45

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian sensus, menurut Arikunto (1996: 115) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian maka penelitiannya merupakan populasi studi atau juga disebut populasi studi sensus.

3.2 Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung yang berjumlah 64 orang, karena sedikitnya jumlah populasi maka peneliti menggunakan metode total sampling yaitu seluruh populasi menjadi anggota yang akan diamati sebagai sampel. Sampel yang besar cenderung memberikan atau lebih mendekati nilai sesungguhnya terhadap populasi atau dapat dikatakan semakin kecil pula kesalahan.


(59)

46

3.3 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan indikator masing-masing variabel disajikan dalam Tabel 5. Untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi orang atau sekelompok orang digunakan skala Likert. Dengan skala Likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel yang kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini, skala Likert yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. SS (Sangat Setuju) diberi skor 5 b. S (Setuju) diberi skor 4 c. RR (Ragu-ragu) diberi skor 3 d. TS (Tidak Setuju) diberi skor 2 e. STS (Sangat Tidak Setuju) diberi skor 1

Tabel 4. Variabel, Definisi Operasional dan Indikator Variabel.

Variabel Definisi Operasional Indikator Variabel Komunikasi Proses penyampaian suatu pesan

dalam bentuk lambang bermakna sebagai pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan sebagai panduan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tidak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau prilaku (Effendy, 2002: 60)

1. Bijaksana dan Kesopanan

2. Penerimaan Umpan Balik

3. Berbagi Informasi 4. Memberikan Informasi

Tugas 5. Mengurangi

Ketidakpastian Tugas

(Sriussadaporn-Charoenngam dalam Mas’ud, 2004: 74)


(60)

47

Variabel Definisi Operasional Indikator Variabel Kinerja Hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000: 67)

1. Kuantitas Kerja 2. Kualitas Kerja

3. Pengetahuan Pekerjaan 4. Kreativitas

5. Kesadaran 6. Inisiatif

7. Kualitas Personal (Gomes, 2001: 142)

3.4 Data Dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Studi Pustaka

Metode studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang relevan dari buku-buku, jurnal, artikel, peraturan perundang-undangan yang terkait dan bahan-bahan lain yang dapat menunjang penelitian.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang dilakukan dengan meminta dokumen-dokumen yang dimiliki Dinas Tata Kota Bandar Lampung yang menjadi objek penelitian. Dokumen yang dibutuhkan antara lain struktur organisasi, data jumlah pegawai, data komposisi pegawai menurut bagian, pendidikan, pangkat, jabatan dan lain-lain.


(61)

48 c. Kuesioner

Metode kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data primer yang dilakukan dengan memberikan daftar pertanyaan secara tertulis kepada responden. Bentuk kuesioner yang akan digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

d. Wawancara

Metode wawancara digunakan untuk mengumpulkan data primer yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara lisan kepada responden.

3.5 Uji Validitas Dan Reliabilitas

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian di sini menggunakan rumus korelasi product moment (Arikunto, 1987: 17) yaitu :

= ∑ − ∑ ∑

n∑X2− ∑X 2 n∑Y2− ∑Y 2 Keterangan :

r = Koefesien korelasi antara variabel X dan Y n = Jumlah sampel


(62)

49 Y = Nilai dari variabel dependen Tarif Nyata = 5%

Pengukuran validitas dari masing-masing pertanyaan pada kuesioner, dilakukan dengan jalan mengkorelasikan skor item butir-butir pertanyaan terhadap total skor pada setiap faktor dari masing-masing responden yang diuji coba. Korelasi yang dibentuk kemudian dibandingkan dengan nilai tabel.

Apabila nilai korelasi yang di dapat dari perhitungan lebih besar dari pada nilai korelasi tabel, maka butir pertanyaan yang diuji nilai korelasinya dinyatakan valid dan begitu pula sebaliknya

b. Uji Reliabilitas

Suatu kuesioner dikatakan reliabel apabila jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten dari waktu ke waktu. Pada penelitian ini, koefesien reliabilitas dilihat dengan menggunakan Cronbach Alpha.

Apabila nilai koefesien reliabilitas mendekati 1, maka berarti butir pertanyaan dimaksud semakin reliabel. Batas seberapa besar nilai koefesien bisa menunjukkan pertanyaan yang diuji reliabel atau tidak adalah apabila nilai Cronbach Alpha > 0.6 (Nunnaly, 1967: 84 dalam Ghozali, 2007: 42).


(63)

50 3.6 Teknik Analisis Data

a. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif adalah metode analisis yang menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi menggunakan metode-metode tertentu yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data sehingga membentuk informasi yang berguna.

b. Analisis Kuantitatif

Model Analisa yang digunakan untuk menguji hipotesis tentang pengaruh antara variabel bebas (komunikasi) terhadap variabel terikat (kinerja) digunakan metode regresi linear berganda. Untuk mengetahui pengaruh variabel komunikasi (X) terhadap kinerja (Y), digunakan regresi linear berganda dengan rumus sebagai berikut

Y = a + bX + et Keterangan :

Y = Kinerja X = Komunikasi a = Intercept

b = koefesien regresi c = kesalahan penggunaaan


(64)

51 Pengujian Hipotesis

a. Uji t

Uji t berfungsi untuk mengetahui pengaruh secara individu antara variable bebas (X) dengan variable terikat (Y). Uji t dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

= −

Keterangan :

bi : Nilai koefesien regresi

Bi : Nilai koefesien regresi untuk populasi Sbi : Kesalahan baku koefesien regresi

Setelah dilakukan analisis data dan diketahui hasil perhitungannya, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai t hitung dengan t tabel, dimana :

a. Apabila nilai t hitung < t tabel, maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak

b. Apabila nilai t hitung > t tabel, maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima

Atau dengan melihat nilai signifikan t, yaitu :

a. Signifikansi t > 0.05 maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak

b. Signifikansi t < 0.05 maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima


(65)

52 b. Koefesien Determinasi (R2)

Koefesien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefesien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Dalam kenyataan, nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif walaupun yang dikehendaki harus bernilai positip. Menurut Gujarati (2003: 42), jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2 negatif maka nilai adjusted R2 dianggap bernilai nol.

3.7 Alat Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan Metode Regresi Linear Berganda dengan bantuan program SPSS 16.0 untuk dapat memberikan kejelasan hasil penelitian dan untuk menjawab tujuan penelitian.


(66)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian hasil analisa kualitatif dan kuantitatif, maka berikut ini dikemukakan simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian :

a. Kesimpulan

- Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan program SPSS 16.0 dan diperkuat dengan hasil tabulasi data kuesioner dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa komunikasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung diterima.

- Kontribusi yang diberikan oleh variabel komunikasi terhadap kinerja adalah 56.2% dan selebihnya dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.

b. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diberikan sebagai alternatif perbaikan di masa yang akan datang adalah sebagai berikut : 1. Pegawai hendaknya selalu memberitahu baik secara lisan maupun tulisan

kepada atasan mengenai kemajuan dan permasalahan yang terjadi dalam melaksanakan tugas. Hal tersebut perlu dilakukan agar pimpinan dapat mengetahui kemajuan dan permasalahan yang ada sehingga dapat


(67)

memberikan arahan dan pemecahan permasalahan untuk tugas-tugas berikutnya.

2. Untuk meningkatkan kinerjanya, pimpinan hendaknya selalu memotivasi pegawai agar memiliki kemauan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam menyelesaikan pekerjaan. Selain itu, pegawai hendaknya kreatif dalam memecahkan permasalahan yang ada. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang aspek lain dari hubungan

komunikasi dengan kinerja yang lebih luas baik dalam bentuk, ukuran, jenis, sampel ataupun populasi yang berbeda.


(68)

(69)

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji. 1998. Psikologi Kerja. Rinka Cipta, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Renika Cipta, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 1987. Analisis Parametrik. Pradnya Paramita, Jakarta.

As’ad, Mochammad. 1991. Psikologi Industri. Ed : 4. PT. Liberty, Yogyakarta.

Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Cangara, Hafied. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. CV. Rajawali, Jakarta.

Daft, Richard L. 2003. Manajemen.Edisi Ke Lima. Erlangga, Jakarta.

Effendy, Onong Uchjana. 2003.Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Cetakan ke-19. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Effendy, Onong Uchjana. 2002. Dinamika Komunikasi. PT Remaja Rosda Karya, Bandung.

Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro, Semarang.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian hasil analisa kualitatif dan kuantitatif, maka berikut ini dikemukakan simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian :

a. Kesimpulan

- Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan program SPSS 16.0 dan diperkuat dengan hasil tabulasi data kuesioner dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa komunikasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan Dinas Tata Kota Bandar Lampung diterima.

- Kontribusi yang diberikan oleh variabel komunikasi terhadap kinerja adalah 56.2% dan selebihnya dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.

b. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diberikan sebagai alternatif perbaikan di masa yang akan datang adalah sebagai berikut : 1. Pegawai hendaknya selalu memberitahu baik secara lisan maupun tulisan

kepada atasan mengenai kemajuan dan permasalahan yang terjadi dalam melaksanakan tugas. Hal tersebut perlu dilakukan agar pimpinan dapat mengetahui kemajuan dan permasalahan yang ada sehingga dapat


(2)

memberikan arahan dan pemecahan permasalahan untuk tugas-tugas berikutnya.

2. Untuk meningkatkan kinerjanya, pimpinan hendaknya selalu memotivasi pegawai agar memiliki kemauan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam menyelesaikan pekerjaan. Selain itu, pegawai hendaknya kreatif dalam memecahkan permasalahan yang ada. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang aspek lain dari hubungan

komunikasi dengan kinerja yang lebih luas baik dalam bentuk, ukuran, jenis, sampel ataupun populasi yang berbeda.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji. 1998. Psikologi Kerja. Rinka Cipta, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Renika Cipta, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 1987. Analisis Parametrik. Pradnya Paramita, Jakarta.

As’ad, Mochammad. 1991. Psikologi Industri. Ed : 4. PT. Liberty, Yogyakarta.

Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Cangara, Hafied. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. CV. Rajawali, Jakarta.

Daft, Richard L. 2003. Manajemen.Edisi Ke Lima. Erlangga, Jakarta.

Effendy, Onong Uchjana. 2003.Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Cetakan ke-19. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Effendy, Onong Uchjana. 2002. Dinamika Komunikasi. PT Remaja Rosda Karya, Bandung.

Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro, Semarang.


(5)

Gibson, Ivan Cevich dan Donhelly. 1997. Organisasi Jilid 1. Terjemahan : Darkasih. Erlangga, Jakarta.

Goldhaber, Gerald M. 1990. Organizational Communication. Wm. C. Brown Publisher, Dubuque.

Goldhaber, Gerald M. 1986. Organizational Communication. Erlangga, Jakarta.

Gomes, Faustino Cardoso. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Andy Offset, Yogyakarta.

Gujarati, D. 2003. Basic Econometric. Mc-Grawhill, New York.

Liliweri, Alo. 2004. Dasar-Dasar Komuni8kasi Antar Budaya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Mangkunegara, AA Prabu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mas’ud, Fuad 2004. Survei Diagnosis Organisasional Konsep dan Aplikasi. Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

Mathis, Robert L dan Jackson John H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat, Jakarta.

Muhammad, Arni. 2007. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara, Jakarta.

Muhammad, Arni. 1989. Komunikasi Organisasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Mulyana, D. 2005. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Remaja Rosda Karya, Bandung.

Nitisemito, Alex S. 1990. Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia, Jakarta.


(6)

Nunnaly, J. 1967. Psychometric Methods.McGraw-Hill, New York. Hlm. 84. Pace, R. Wayne, Don F. Faules. 2005. Komunikasi Organisasi. Remaja Rosda

Karya, Bandung.

Purba, Amir, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Pustaka Bangsa Perss, Medan.

Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi. Alih Bahasa : Dr. Hadyana Pudjaatmaka. Jilid 1 dan 2. PT. Plenhallindo, Jakarta.

Srimulyo, Koko. 1999. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Terhadap Kinerja Perpustakaan Di Kotamadya Surabaya. Tesis Tidak Diterbitkan. Program Pasca Sarjana Manajemen Universitas Airlangga, Surabaya.

Stoner, James AF dan Edward R Freeman. 1994. Manajemen. Jilid 2, Edisi Ke Lima. Alih Bahasa : Wilhemus W Bakowatun dan Benyamin Molan. Editor : Heru Suteso. Intermedia, Jakarta.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. CV. Alfabeta, Bandung.

Thoyib, Moh. 1998. Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Operasional PT. Timah Pangkal Pinang Bangka Sumatera Selatan. Tesis Tidak Diterbitkan. Program Pasca Sarjana Manajemen Universitas Airlangga, Surabaya.

Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi : Pendekatan Taksonomi Konseptual. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Werbel, J. D., dan Gould, S. 1984. A Comparison of The Relationship of Commitment to Turnover in Recent Hires and Tenured Employees. Journal of Applied Psychology.