Perubahan-perubahan Pada Lansia Konsep Lansia .1 Pengertian Lansia

2.1.2 Perubahan-perubahan Pada Lansia

Menurut Pudjiastuti dan Utomo 2002 ada beberapa perubahan yang sering terjadi pada lansia yaitu perubahan dalam sistem muskuloskeletal, sistem saraf, sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem indera dan sistem integumen. a. Sistem Muskuloskeletal Ada beberapa perubahan yang terjadi didalam system musculoskeletal pada lansia diantaranya : 1. Jaringan penghubung kolagen dan elastin. Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi batang cross linking yang tidak teratur. Batangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan salah satu alas an penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Perubahan pada kolagen menyebabkan turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan rasa nyeri,penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk kemudian berdiri lagi, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi yang akhirnya membuat permukaan sendi menjadi rata, selanjutnya kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriosasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredan kejut tetapi juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya adalah kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan seperti ini sering terjadi pada sendi besar penumpu beratbadan, akibatnya adalah sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya kativitas sehari-hari. 2. Tulang Berkurangnya kepadatan tulang adalah salah satu bagian dari proses penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorpsi kembali. Sebgai akibat dari perubahan tersebut, jumlah tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan lain yang terjadi adalah penurunan estrogen sehingga produksi osteoklas tidak terkendali, penurunan penyerapan kalsium diusus, peningkatan kanal haversi sehingga tulang menjadi keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun. Dampak yang ditimbulkan akibat berkurangnya kepadatan tulang adalah osteoporosis dan osteoporosis yang lebih lanjut dapat menyebabkan nyeri, deformitas, dan juga fraktur. 3. Otot Perubahan srtuktur otot pada penuaan sangat bervariasi salah satunya adalah penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada ototmengakibatkan efek negative. Dampak perubahan morfologis otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional otot. 4. Sendi Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen, dan fasia pada lansia mengalami penurunan elastisitas. Ligament, kartilago, dan jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi. b. Sistem Saraf Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. Hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak. Akson, dendrit, dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedangkan yang masih hidup mengalami perubahan. Dendrite yang berfungsi untuk komunikasi antar sel saraf mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10 sehingga gerakan menjadi lamban. Akson dalam medulla spinalis menurun sebanyak 37. Perubahan pada sistem ini mengakibatkan penurunan fungsi kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflex, proprioseptif, perubahan postur dan peningkatan waktu reaksi. c. Sistem Respirasi Perubahan jaringan ikat paru akan mengalami perubahan saat terjadi proses penuaan. Kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru. Udara yang mengalir keparu berkurang. Perubahan pada otot, kartilago, dan sendi toraks mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang. d. Sistem Indera Perubahan sistem indera meliputi perubahan penglihatan, pendengaran, pengecap, penghidu, dan peraba. 1. Gangguan Penglihatan Sistem pengheliatan erat kaitannya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dan kaya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang 2. Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran pada lansia umumnya disebabkan oleh penurunan sel rambut koklea yang mengakibatkan kesulitan mendengar suara berfrekuensi tinggi. Selain itu perubahan telingan dalam dapat mengakibatkan penurunan kemampuan mebedakan pola titik nada. 3. Gangguan Pengecap Penurunan kemampuan pengecapan mengakibatkan peningkatan nilai ambang untuk identifikasi benda. 4. Gangguan Penghidu Degenerasi sel sensorik mukosa hidung yang menyebabkan penurunan sensitivitas nilai ambang terhadap bau. 5. Gangguan Peraba Penurunan kecepatan hantaran saraf mengakibatkan penurunan respon terhadap stimulus taktil, penyimpangan persepsi nyeri, resiko terhadap bahaya termal yang berlebihan. e. Sistem Integumen Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis, kering, dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbecak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasea dan glansula sudorifera. Menipisnya kulit ini tidak terjadi pada epidermisnya, tetapi pada dermisnya karena terdapat pada perubahan dalam jaringan kolagen serta jaringan elastisnya. f. Sistem Kardiovaskuler Menurut Stanley dan Beare 2007, dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik structural maupun fungsional. Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak disadari. Penurunan ini sering ditandai dengan penurunan aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Perubahan normal pada sistem kardiovaskular yang berhubungan dengan penuaan diantaranya : ventrikel kiri menebal yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan kontraktil jantung, katup jantung menebal dan membentuk penonjolan yang dapat menyebabkan gangguan aliran darah melalui katup, jumlah sel pademaker menurun yang umumnya penyebab terjadinya disritmia, arteri menjadi kaku dan tidak lurus pada kondisi dilatasi yang dapat mengakibatkan terjadinya penumpulan respon baroreseptor dan yang terakhir vena mengalami dilatasi sehingga katup-katup menjadi tidak kompeten yang dapat mengakibatkan edema pada ekstremitas bawah dengan penumpukan darah. Penatalaksanaan penyakit kardiovaskuler dapat dilakukan melalui pencegahan primer, sekunder dan tersier. 1. Pencegahan Primer: upaya yang dilakukan untuk mencegah penyakit kardiovaskelar melalui peningkatan kualitas hidup dengan meningkatkan aktifitas fisik secara teratur. Pencegahan primer diantaranya: a Merokok: merokok memiliki efek yang membahayakan bagi jantung dengan menurunkan kadar HDL, meningkatkan adhesivitas trombosit dan dan kadar fibrinogen, mengganti oksigen pada molekul hemoglobin dengan karbon dioksida, meningkatkan konsumsi oksigen miokardium dan menurunkan ambang batas fibrilasi ventrikel selamainfark miokardium. Sehingga semua pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang aspek yang membahayakan dari merokok. b Hiperlipidemia: kadar kolesterol total meningkat secara bertahap seiring bertambahnya usia. Untuk lansia dengan penyakit koroner, peningkatan kolesterol pada dasarnya meningkatkan resiko terjadinya kembali infark miokardium atau kematian. Penurunan kadar kolesterol melalui diet rendah lemak telah terbukti efektif pada lansia. c Diabetes Melitus dan Obesitas: Diabetes melitus dan obesitas adalah faktor risiko yang independen untuk penyakit kardiovaskular. Pengurangan berat badan sangat bermanfaat untuk diabetes, hipertensi dan hiperlipidemia. d Gaya Hidup Monoton: aktifitas fisik pada lansia secara umum mengalami penurunan. Dengan penurunan aktifitas fisik dapat terjadi penurunan tonus otot, kehilangan massa otot tak berlemak kemudian digantikan dengan jaringan lemak dan peningkatan risiko jantung. e Hipertensi: hipertensi merupakan factor risiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. Pencegahan primer dari hipertensi esensial terdiri atas mempertahankan berat badan ideal, diet rendah garam, pengurangan stress dan latihan aerobic secara teratur. Deteksi dini dan penatalaksanaan hipertensi yang efektif penting untuk mencegah terjadinya penyakit jantung hipertensif. 2. Pencegahan Sekunder Pencehagan sekunder dapat dilakukan melaui deteksi dini dan penanganan penyakit. Deteksi dini dan penanganan penyakit kardiovaskular harus dimulai dengan pengkajian riwayat dan pengkajian fisik yang seksama. 3. Pencegahan Tersier Untuk menyeimbangkan masalah kardiovaskular dengan gaya hidup memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara menyeimbangkan suplai energy tubuh dengan kebutuhan. Suatu program rehabilitas jantung yang terstruktur biasanya dimulai dari aktivitas dini dan progresif segera setelah system kardiovaskular stabil. Elemen pendidikan ditawarkan setelah klien siap untuk belajar. 2.2 Konsep Hipertensi 2.2.1 Pengertian Hipertensi

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PASIEN GASTRITIS Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pada Pasien Gastritis Rawat Inap Di Rsud Sukoharjo.

0 1 13

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KEPATUHAN LANSIA DALAM MELAKSANAKAN SENAM LANSIA DI POSYANDU KONDANG WARAS DESA NGARGOREJO BOYOLALI.

2 26 9

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIA HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIA DENGAN DEMENSIA DI KELURAHAN MAGETAN KABUPATEN MAGETAN.

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH PUSKESMAS GALUR 1 KULON PROGO NASKAH PUBLIKASI - Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet pada Pasien Hipertensi di Wilayah Puskesmas Galur 1 Kulonpro

0 0 11

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET HIPERTENSI PADA LANSIA (Studi Di Dusun Mojongapit Desa Mojongapit Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

3 33 120

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN KONTROL PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MANISRENGGO KLATEN

0 0 19

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS MINGGIR SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PU

1 1 12

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIIT HIPERTENSI PADA LANSIA DI DUSUN DEPOK AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI DUSUN DEPOK AMBARKETAWANG GAMPING

0 0 11

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DUSUN PUNDUNG CAMBAHAN NOGOTIRTO SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan pada Lansia Penderita Hipertensi Di Dus

0 2 16

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN KELUARGA TENTANG HIPERTENSI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA HIPERTENSI

0 2 11