Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan Diet Lansia dengan Hipertensi tahun 2015 di Lingkungan Kelurahan Tonja.

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT

KEPATUHAN PENATALAKSANAAN DIET LANSIA

DENGAN HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN

TONJA

Oleh:

NIM. 1102105076

KADEK CITA CITRA DEWI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

i

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT

KEPATUHAN PENATALAKSANAAN DIET LANSIA

DENGAN HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN

TONJA

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

NIM. 1102105076

KADEK CITA CITRA DEWI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Kadek Cita Citra Dewi NIM : 1102105076

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan ataupun pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari ini dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, 2014 Yang membuat pernyataan, Penulis


(4)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT

KEPATUHAN PENATALAKSANAAN DIET LANSIA

DENGAN HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN

TONJA

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

NIM. 1102105076

KADEK CITA CITRA DEWI

TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Ni Ketut Guru Prapti, S.Kep, MNS

NIP. 19780417 200812 2 001 NIP. 19820531 200812 1 001 Ns. I Kadek Saputra, S.Kep


(5)

iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI DENGAN JUDUL :

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT

KEPATUHAN PENATALAKSANAAN DIET LANSIA

DENGAN HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN

TONJA

OLEH: NIM. 1102105076 KADEK CITA CITRA DEWI

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI: ……….

TANGGAL: ………

TIM PENGUJI

1. Ns. Ni Ketut Guru Prapti, MNS. (Ketua) ……….. 2. Ns. I Kadek Saputra, S. Kep. (Sekretaris) ……….. 3. V.M. Endang Sri Purwadmi Rahayu, S. Kp.,M.Pd (Pembahas) ………..

MENGETAHUI

DEKAN KETUA

FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K). M.Kes

NIP. 19530131 1980031 004 NIP. 19501231 198003 1015 Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF


(6)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan Diet Lansia Dengan Hipertensi di Lingkungan Kelurahan Tonja.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Udayana. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran pembimbing dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis diberikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K). M. Kes., sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Ns. Ni Ketut Guru Prapti, MNS., sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan ini tepat waktu.

4. Ns. I Kadek Saputra, S. Kep., sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan ini tepat waktu.


(7)

viii

5. Kepada Lingkungan Kelurahan Tonja yang telah memberikan kesempatan penelitian pada instansi yang dipimpin.

6. Kedua orang tua saya Bapak (Kadek Suana), Ibu (Wayan Karmiati) beserta saudara dan teman-teman angkatan 2011 PSIK A, serta seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Juni 2015 Penulis


(8)

vi ABSTRAK

Dewi, Kadek Cita Citra. 2015. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan Diet Lansia dengan Hipertensi tahun 2015 di

Lingkunag Kelurahan Tonja. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu

Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. Ni Ketut Guru Prapti, S.Kep, MNS. (2) Ns. I Kadek Saputra, S.Kep.

Lanjut usia berisiko tinggi menderita penyakit degeneratif, salah satunya adalah penyakit hipertensi. Dari hasil wawancara didapatkan delapan dari 10 lansia di Lingkungan Kelurahan Tonja yang memiliki tekanan darah tinggi mengatakan tekanan darahnya sering meningkat karena tidak patuh menjalankan diet. Hal tersebut terjadi karena kurangnya dukungan keluarga dalam mengatur makanan yang dapat dikonsumsi oleh lansia dengan hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan penatalaksanaan diet pada lansia dengan hipertensi di Lingkungan Kelurahan Tonja Denpasar Utara. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 responden dengan teknik total sampling. Instrumen yang digunakan berupa kuisioner tentang dukungan keluarga dan kepatuhan penatalaksanaan diet. Hasil uji korelasi spearman rank mendapatkan hasil nilai p = 0,000 yang artinya p < 0,05 dan menunjukkan nilai (r) 0,849 yang artinya ada hubungan yang sangat kuat antara variabel dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan penatalaksanaan diet (rentang 0,80 - 1,000). Dari hasil penelitian tersebut diharapkan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan selalu melibatkan keluarga pasien khususnya dalam melaksanakan diet.

Kata Kunci: Lansia, Hipertensi, Dukungan Keluarga, Kepatuhan Penatalaksaan Diet. .


(9)

v ABSTRACT

Dewi, Kadek Cita Citra. 2015. Family Support Relationship Management Compliance with Level Diet Elderly with Hypertension 2015 in environment in Tonja village. Final, Nursing Science, Faculty of Medicine, University of Udayana. Supervisor (1) Ns. Ni Ketut Guru Prapti, S.Kep, MNS. (2) Ns. I Kadek Saputra, S.Kep.

Elderly has high risk of suffering from degenerative diseases, such as hypertension. From the interview result with eight of ten elderly in Tonja who have hypertension said their blood pressure often increases because of their disobedient diet. This happens due to lack of family support in organize food that can be consumed by the elderly with hypertension. This study aims to determine the relationship of family support on adherence to the dietary management of elderly with hypertension in Tonja North Denpasar. This is an observational study with cross sectional approach. The sample in this study amounted to 40 respondents with total sampling technique. Instrument used of a questionnaire about family support and compliance with dietary management. Spearman rank correlation test results get the value of p = 0.000, which means p <0.05 and showing values (r) 0.849, which means there is a very strong relationship between the variables of family support with the level of compliance with dietary management (range from 0.80 to 1.000). From the results of these studies are expected health workers in providing health services should always involve the patient's family, especially in implementing the diet.

Keyword: Elderly, Hypertension, Family Support, Adherence to Dietary Management.


(10)

ix

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

KEASLIAN PENULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

ABSTRACT ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang……….. 1

1.2Rumusan Masalah………. 5

1.3Tujuan Penelitian………... 6

1.4Manfaat Penelitian………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lansia ... 8


(11)

x

2.3 Konsep Kepatuhan ... 25

2.4 Konsep Dukungan Keluarga ... 29

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep ... 36

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 37

3.3 Hipotesis ... 39

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 40

4.2 Kerangka Kerja ... 41

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

4.4 Populasi, Teknik Sampling Penelitian, dan Sampel... 42

4.5 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data ... 44

4.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 54

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 58

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 64

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 72

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 74


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi ... 18

Tabel 2 Defunisi Operasional ... 39

Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 59

Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 60

Tabel 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Menderita Hipertensi ... 61

Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Dukungan keluarga ... 62

Tabel 8 Hubungan Dukungan Kleuarga Berdasarkan Jenis Dukungan Keluarga ... 62

Tabel 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan Penatalaksanaan Diet ... 63

Tabel 10 Tabulasi Silang Antar Variabel ... 63

Tabel 11 Hasil Uji Statistik Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan Diet ... 64


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian ... 36 Gambar 2 Kerangka Kerja Penelitian ... 41


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian Lampiran 2 Anggaran Penelitian Lampiran 3 Penjelasan Penelitian

Lampiran 4 Permohonan Menjadi Responden Lampiran 5 Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 6 Kuesioner Penelitian

Lampiran 7 Kisi-kisi Kuesioner Penelitian

Lampiran 8 Master Tabel Uji Validitas dan Reabiliditas Kuesioner Dukungan Keluarga

Lampiran 9 Master Tabel Data Karakteristik Responden Lampiran 10 Data Skor Pernyataan Dukungan Keluarga

Lampiran 11 Data Skor Pernyataan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan Diet Lampiran 12 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Keluarga Lampiran 13 Hasil Uji Statistik Penelitian


(15)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

PJK : Penyakit Jantung Koroner Dinkes : Dinas Kesehatan

WHO : World Health Organization HDL : High Density Lipoprotein JNC : Joint National Committee SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas


(16)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi ... 18

Tabel 2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36 Tabel 3 Distribusi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Umur

Tabel 4 Distribusi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Menderita

Hipertensi

Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga

Tabel 8 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan Penatalaksanaan Diet

Tabel 9 Tabulasi Silang Antara Variabel Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan Diet dalam Bentuk Kategori

Tabel 10 Hasil Uji Statistik Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan Diet Lansia Hipertensi


(17)

(18)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian ... 36


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usia lanjut merupakan proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik maksimal, setelah itu tubuh akan mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada dalam tubuh. Sebagai akibatnya tubuh akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan dan penurunan fungsi tersebut yang sering dikatakan proses penuaan (Maryam dkk, 2008). Proses penuaan atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2008).

Proses penuaan pada lansia menimbulkan berbagai penyakit yang disebabkan karena organ-organ tubuh yang mengalami proses penuaan yang mengalami penurunan fungsi sehingga menjadi rentan terhadap timbulnya penyakit yang bersifat multiorgan (Pudjiastuti & Utomo, 2002). Lansia (lanjut usia) merupakan usia yang beresiko tinggi terhadap penyakit-penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), diabetes melitus, gout (reumatik), kanker dan salah satu penyakit paling sering diderita oleh lansia adalah hipertensi (Darmojo, 2010).


(20)

2

Lansia dengan tekanan darah tinggi mulai mengalami peningkatan, lebih dari separuh populasi orang berusia diatas 60 tahun dengan tekanan darah diatas 140 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan diatas 90 mmHg untuk tekanan darah diastoliknya (Palmer dan Williams, 2007). Diperkirakan pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan dan penderita tekanan darah tinggi diperkirakan mencapai 1,6 miliar orang di seluruh dunia, khususnya pada lansia akan mengalami peningkatan yaitu sekitar 1,2 miliar jiwa (Bandiyah,2009). Kejadian Hipertensi di Bali setiap tahunnya mengalami peningkatan pada tahun 2010 berjumlah 8.837, tahun 2011 berjumlah 17.779, tahun 2012 berjumlah 88.092 dan pada tahun 2013 penderita hipertensi berjumlah 108.295 (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Berdasarkan data puskesmas 1 Denpasar utara tahun 2011 didapatkan angka kejadian hipertensi pada lansia berjumlah 1415 orang lansia, dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan, dimana lansia yang mengalami hipertensi berjumlah 1495 orang lansia.

Peningkatan kejadian hipertensi pada lansia di masa sekarang ini dikarenakan terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat secara global. Mudahnya mendapatkan makanan siap saji membuat masyarakat lebih sering mengkonsumsi makanan siap saji sehingga kurang mengkonsumsi sayuran segar dan makanan yang berserat, hal tersebut membuat konsumsi garam, lemak, gula dan kalori semakin meningkat (Agrina, Rini dan Haritama, 2011). Disamping itu gaya hidup modern yang penuh dengan kesibukan membuat orang kurang olah raga, berusaha mengatasi stress dengan


(21)

3

merokok, dan minum alkohol atau kopi, dan kita ketahui bahwa semua hal tersebut termasuk dalam daftar penyebab meningkatnya resiko hipertensi.

Hipertensi merupakan faktor utama penyakit-penyakit kadiovaskular yang merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia, (Tumenggung, 2013). Hipertensi dikategorikan sebagai penyakit the silent disease karena klien dengan hipertensi tidak mengetahui atau bahkan tidak menyadari dirinya hipertensi sebelum memeriksa tekanan darahnya. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang berada diatas batas normal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastoliknya (Agrina, Rini, dan Hairitama, 2011). Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu lama dan terus menerus dapat memicu terjadinya stroke, serangan jantung, gagal jantung dan merupakan penyebab gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009)

Upaya pencegahan terhadap pasien hipertensi bisa dilakukan melalui mempertahankan berat badan, menurunkan kadar kolesterol, mengurangi konsumsi garam, diet tinggi serat, mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran serta menjalankan hidup secara sehat seperti mempertahankan berat badan ideal, diet rendah garam, pengurangan stress dan latihan atau olahraga fisik secara teratur (Ridwan, 2002). Indonesia sendiri kesadaran untuk melakukan pencegahan hipertensi, kekambuhan dan komplikasi dari hipertensi masih sangat rendah (Notoadmojo, 2003).

Rendahnya kesadaran keluarga untuk memeriksakan tekanan darahnya secara rutin dan memiliki pola makan yang tidak sehat serta kurangnya olah raga


(22)

4

merupakan pemicu terjadinya peningkatan kasus hipertensi (Hamid, 2013). Keluarga merupakan support system utama bagi pasien hipertensi dalam mempertahankan kesehatannya, keluarga memegang peranan penting dalam perawatan maupun pencegahan. Peran keluarga yaitu mengenal gejala hipertensi, mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat untuk menolong klien hipertensi, mampu memberikan asuhan keperawatan pada anggota keluarga yang menderita hipertensi dalam mengatasi masalahnya dan meninngkatkan produktivitas keluarga yang mengalami hipertensi (Ridwan, 2002).

Dukungan keluarga merupakan suatu bentuk perilaku melayani yang dilakukan keluarga, baik dalam bentuk dukungan emosional (perhatian dan kasih sayang), dukungan penghargaan (menghargai dan memberikan umpan balik positif), dukungan informasi (saran, nasihat, informasi) maupun dukungan dalam bentuk instrumental (bantuan tenaga, uang dan waktu) (Menurut Bomar, 2004). Dukungan sosial dapat diberikan kepada anggota keluarga dalam merawat dan meningkatkan status kesehatannya adalah dengan memberikan rasa nyaman, perhatian, penghargaan, dan pertolongan atau memberikan pelayanan dengan sikap menerima kondisinya (Tumenggung, 2013).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 2 November 2014 di kelurahan Tonja, didapatkan delapan dari 10 lansia yang memiliki tekanan darah tinggi mengatakan tekanan darahnya sering meningkat karena tidak patuh menjalankan diet. Hal tersebut dikarenakan kurangnya dukungan dari


(23)

5

keluarga seperti misalnya, makanan mereka tidak dipisahkan secara khusus dengan keluarga yang tidak mengalami hipertensi, mereka juga mengatakan sulit melakukan terapi ramuan (air rebusan daun salam) karena tidak sempat membuat ramuannya. Semua lansia yang diwawancarai mengatakan sangat perlu dukungan dari keluarga seperti dorongan semangat, perhatian, nasihat, waktu, tenaga dan informasi dari keluarga untuk mendukung mereka dalam melaksanakan dietnya.

Berdasarkan hal tersebut, mengingat kepatuhan diet sangat berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi, dan dukungan keluarga sangat berperan penting dalam penatalaksanaan diet pada lansia dengan hipertensi, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan penatalaksanaan diet pada lansia dengan hipertensi pada tahun 2015, di lingkungan Kelurahan Tonja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut “ Apakah ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kepatuhan Penatalaksanaan Diet Pada Lansia dengan Hipertensi ?”


(24)

6

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Penatalaksanaan Diet Pada Lansia dengan Hipertensi

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pedidikan dan lamanya responden menderita hipertensi.

b. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada lansia dengan hipertensi c. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan diet pada lansia dengan hipertensi d. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan tingkat

penatalaksanaan diet pada lansia dengan hipertensi

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih konprehensif dan berkualitas dengan berfokus pada pemberian dukungan keluarga terhadap lansia dengan hipertensi.

b. Sebagai bahan masukan bagi perawat untuk meningkatkan perannya dalam memfasilitasi pasien lansia dengan hipertensi dan keluarganya


(25)

7

dengan cara memberikan informasi mengenai gejala kekambuhan pada lansia dengan hipertensi dan khususnya informasi mengenai penatalaksanaan diet hipertensi.

1.4.2 Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan dalam ilmu keperawatan khususnya di bidang medikal bedah dan keperawatan komunitas (gerontik) dalam bidang kepatuhan penatalaksanaan diet pada lansia dengan hipertensi dengan dukungan keluarga sebagai faktor yang mempengaruhi.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya, khususnya yang berfokus pada kepatuhan penatalaksanaan diet pada lansia hipertensi dengan dukungan kelurga sebagai salah satu cara pencegahan kekambuhan pada pasien dengan hipertensi.


(26)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia

Menurut Setianto (2004) seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit melainkan suatu tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi & Makhfudli, 2009).

World Health Organization (WHO), mendefinisikan lanjut usia dengan mengkategorikan lanjut usia menjadi empat, antara lain: usia pertengahan (middle age), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun; lanjut usia (elderly), yaitu seseorang yang berusia antara 60-74 tahun; lanjut usia tua (old), yaitu seseorang yang berusia antara 75-90 tahun; dan usia sangat tua (very old), yaitu seseorang yang berusia di atas 90 tahun (WHO, 2012).


(27)

9

2.1.2 Perubahan-perubahan Pada Lansia

Menurut Pudjiastuti dan Utomo (2002) ada beberapa perubahan yang sering terjadi pada lansia yaitu perubahan dalam sistem muskuloskeletal, sistem saraf, sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem indera dan sistem integumen.

a. Sistem Muskuloskeletal

Ada beberapa perubahan yang terjadi didalam system musculoskeletal pada lansia diantaranya :

1). Jaringan penghubung (kolagen dan elastin).

Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi batang cross linking yang tidak teratur. Batangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan salah satu alas an penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Perubahan pada kolagen menyebabkan turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan rasa nyeri,penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk kemudian berdiri lagi, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi yang akhirnya membuat permukaan sendi menjadi rata, selanjutnya kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif. Proteoglikan


(28)

10

yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriosasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredan kejut tetapi juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya adalah kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan.

Perubahan seperti ini sering terjadi pada sendi besar penumpu beratbadan, akibatnya adalah sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya kativitas sehari-hari.

2). Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang adalah salah satu bagian dari proses penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorpsi kembali. Sebgai akibat dari perubahan tersebut, jumlah tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan lain yang terjadi adalah penurunan estrogen sehingga produksi osteoklas tidak terkendali, penurunan penyerapan kalsium diusus, peningkatan kanal haversi sehingga tulang menjadi keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran


(29)

11

tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun.

Dampak yang ditimbulkan akibat berkurangnya kepadatan tulang adalah osteoporosis dan osteoporosis yang lebih lanjut dapat menyebabkan nyeri, deformitas, dan juga fraktur.

3). Otot

Perubahan srtuktur otot pada penuaan sangat bervariasi salah satunya adalah penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada ototmengakibatkan efek negative. Dampak perubahan morfologis otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional otot.

4). Sendi

Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen, dan fasia pada lansia mengalami penurunan elastisitas. Ligament, kartilago, dan jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi.

b. Sistem Saraf

Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan


(30)

12

penurunan reseptor proprioseptif. Hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak. Akson, dendrit, dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedangkan yang masih hidup mengalami perubahan. Dendrite yang berfungsi untuk komunikasi antar sel saraf mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lamban. Akson dalam medulla spinalis menurun sebanyak 37%. Perubahan pada sistem ini mengakibatkan penurunan fungsi kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflex, proprioseptif, perubahan postur dan peningkatan waktu reaksi.

c. Sistem Respirasi

Perubahan jaringan ikat paru akan mengalami perubahan saat terjadi proses penuaan. Kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru. Udara yang mengalir keparu berkurang. Perubahan pada otot, kartilago, dan sendi toraks mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.

d. Sistem Indera

Perubahan sistem indera meliputi perubahan penglihatan, pendengaran, pengecap, penghidu, dan peraba.


(31)

13

1). Gangguan Penglihatan

Sistem pengheliatan erat kaitannya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dan kaya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang

2). Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran pada lansia umumnya disebabkan oleh penurunan sel rambut koklea yang mengakibatkan kesulitan mendengar suara berfrekuensi tinggi. Selain itu perubahan telingan dalam dapat mengakibatkan penurunan kemampuan mebedakan pola titik nada.

3). Gangguan Pengecap

Penurunan kemampuan pengecapan mengakibatkan peningkatan nilai ambang untuk identifikasi benda.

4). Gangguan Penghidu

Degenerasi sel sensorik mukosa hidung yang menyebabkan penurunan sensitivitas nilai ambang terhadap bau.

5). Gangguan Peraba

Penurunan kecepatan hantaran saraf mengakibatkan penurunan respon terhadap stimulus taktil, penyimpangan persepsi nyeri, resiko terhadap bahaya termal yang berlebihan.


(32)

14

e. Sistem Integumen

Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis, kering, dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbecak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasea dan glansula sudorifera. Menipisnya kulit ini tidak terjadi pada epidermisnya, tetapi pada dermisnya karena terdapat pada perubahan dalam jaringan kolagen serta jaringan elastisnya.

f. Sistem Kardiovaskuler

Menurut Stanley dan Beare (2007), dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik structural maupun fungsional. Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak disadari. Penurunan ini sering ditandai dengan penurunan aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Perubahan normal pada sistem kardiovaskular yang berhubungan dengan penuaan diantaranya : ventrikel kiri menebal yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan kontraktil jantung, katup jantung menebal dan membentuk penonjolan yang dapat menyebabkan gangguan aliran darah melalui katup, jumlah sel pademaker menurun yang umumnya penyebab terjadinya disritmia, arteri menjadi kaku dan tidak lurus pada kondisi dilatasi yang dapat mengakibatkan terjadinya penumpulan respon baroreseptor dan yang terakhir vena mengalami dilatasi sehingga katup-katup menjadi tidak


(33)

15

kompeten yang dapat mengakibatkan edema pada ekstremitas bawah dengan penumpukan darah.

Penatalaksanaan penyakit kardiovaskuler dapat dilakukan melalui pencegahan primer, sekunder dan tersier.

1). Pencegahan Primer: upaya yang dilakukan untuk mencegah penyakit kardiovaskelar melalui peningkatan kualitas hidup dengan meningkatkan aktifitas fisik secara teratur. Pencegahan primer diantaranya:

a) Merokok: merokok memiliki efek yang membahayakan bagi jantung dengan menurunkan kadar HDL, meningkatkan adhesivitas trombosit dan dan kadar fibrinogen, mengganti oksigen pada molekul hemoglobin dengan karbon dioksida, meningkatkan konsumsi oksigen miokardium dan menurunkan ambang batas fibrilasi ventrikel selamainfark miokardium. Sehingga semua pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang aspek yang membahayakan dari merokok.

b) Hiperlipidemia: kadar kolesterol total meningkat secara bertahap seiring bertambahnya usia. Untuk lansia dengan penyakit koroner, peningkatan kolesterol pada dasarnya meningkatkan resiko terjadinya kembali infark miokardium atau kematian. Penurunan kadar kolesterol melalui diet rendah lemak telah terbukti efektif pada lansia.


(34)

16

c) Diabetes Melitus dan Obesitas: Diabetes melitus dan obesitas adalah faktor risiko yang independen untuk penyakit kardiovaskular. Pengurangan berat badan sangat bermanfaat untuk diabetes, hipertensi dan hiperlipidemia.

d) Gaya Hidup Monoton: aktifitas fisik pada lansia secara umum mengalami penurunan. Dengan penurunan aktifitas fisik dapat terjadi penurunan tonus otot, kehilangan massa otot tak berlemak kemudian digantikan dengan jaringan lemak dan peningkatan risiko jantung.

e) Hipertensi: hipertensi merupakan factor risiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. Pencegahan primer dari hipertensi esensial terdiri atas mempertahankan berat badan ideal, diet rendah garam, pengurangan stress dan latihan aerobic secara teratur. Deteksi dini dan penatalaksanaan hipertensi yang efektif penting untuk mencegah terjadinya penyakit jantung hipertensif. 2). Pencegahan Sekunder

Pencehagan sekunder dapat dilakukan melaui deteksi dini dan penanganan penyakit. Deteksi dini dan penanganan penyakit kardiovaskular harus dimulai dengan pengkajian riwayat dan pengkajian fisik yang seksama.

3). Pencegahan Tersier

Untuk menyeimbangkan masalah kardiovaskular dengan gaya hidup memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara menyeimbangkan


(35)

17

suplai energy tubuh dengan kebutuhan. Suatu program rehabilitas jantung yang terstruktur biasanya dimulai dari aktivitas dini dan progresif segera setelah system kardiovaskular stabil. Elemen pendidikan ditawarkan setelah klien siap untuk belajar.

2.2 Konsep Hipertensi 2.2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan systole, yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stres yang dialami. hipertensi dengan peningkatan tekanan systole tanpa disertai peningkatan tekanan diastole lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi yang terjadi karena peningkatan tekanan diastole tanpa disertai peningkatan tekanan systole lebih sering terjadi pada dewasa muda (Tambayong, 2000).

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik persisten lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. pada populasi lansia hipertensi didefinisikan sebagai keadaan dimanan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler (Smeltzer & Bare, 2002).


(36)

18

Sejalan dengan bertambahnya usia, hamper setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus meingkat sampai usia 80 tahun dan tekanan darah diastolic terus meningkat sampai usia 55-60tahun, kemudian berkurang secara perlahan bahkan dapat menurun drastis, sehingga penyakit yang paling sering diderita oleh lansia adalah hipertensi (Soenato, 2009).

Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistolik tanpa peningkatan tekanan diastolik lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi dengan peningkatan tekanan darah diastolic tanpa disertai peningkatan tekanan darah sistolik lebih sering terdapat pada usia dewasa muda (Tambayong, 2000).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut JNC VII klasifikasi hipertensi dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu:

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Derajat 1 Derajat 2

140-159 >160

90-93 > 100

2.2.3 Faktor Risiko Hipertensi

Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang tidak dapat diubah atau dikontrol seperti umur, jenis kelamin, riwayat


(37)

19

keluarga, genetik, dan factor yang dapat diubah yaitu kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, obesitas dan stres (Sugiharto, 2007).

2.2.4 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi ada duajenis yaitu penatalaksanaan farmakoterapi dan non farmakoterapi. Penatalaksanaan farmakoterapi bertujuan untuk mencegah komplikasi, penatalaksanaan hipertensi dengan obat dimulai dengan dosis yang paling rendah sesuai dengan kebutuhan dan usia (Riaz, 2012 dalam Prihandana 2012).

Penatalaksanaan non farmakoterapi dilakukan dengan memodifikasi perilaku dan gaya hidup yaitu dengan memodifikasi diet dan nutrisi, menurunkan berat badan dan meningkatkan aktifitas fisik seperti olah raga secara teratur (Manfrediniet al 2009 dalam Prihandana 2012).

2.2.5 Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah yang menetap dalam kisaran angka tinggi membawa resiko berbahaya. Biasanya akan menyebabkan munculnya berbagai komplikasi. Berikut paparan komplikasi yang bisaterjadi akibat dari hipertensi menurut Julianti (2009).

a. Kerusakan dan gangguan pada otak

Tekanan darah yang tinggi pada pemnbuluh darah otak mengakibatkan pembuluh darah sulit merenggang sehingga aliran darah ke otak berkurang dan menyebabkan otak berkurang dan menyebabkan otak


(38)

20

kekurangan oksigen. Pembuluh darah diotak sangat sensitive sehingga apabila terjadi kerusakan atau gangguan di otak akan menimbulkan perdarahan yang dikarenakan oleh pecahnya pembuluh darah.

b. Gangguan dan kerusakan mata

Tekanan darah tinggi melemahkan bahkan dapat merusak pembuluh darah dibelakang mata. Gejala yang sering timbul adalah pandangan kabur dan berbayang.

c. Gangguan dan kerusakan jantung

Akibat dari tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah dengan tenaga ekstra keras. Otot jantung semakin menebal dan lemah sehingga dapat kehabisan energi untuk memompa lagi. Gejalanya adalah pembengkakan pada pergelangan kaki, peningkatan berat badan, dan nafas yang tersengal-sengal.

d. Gangguan kerusakan ginjal

Ginjal memiliki fungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air dan zat yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu tinggi, pembuluh darah di ginjal akan rusak dan ginjal tidak mampu lagi untuk menyaring darah dan tidak dapat mengeluarkan zat sisa. Umumnya jika sudah terjadi kerusakan pada ginjal awalnya tidak akan menimbulkan gejala namun jika dibiarkan akan dapat menyebabkan komplikasi yang semakin serius.


(39)

21

2.2.6 Mekanisme Hipertensi Pada Lansia

ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai jawaban terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah. Gangguan pada sistem ini dapat mengakibatkan retensi cairan dan hipertensi.

Ciri khas sistem vaskular yang baik adalah semua pembuluh darah bersifat distensible (mudah merenggang). Ketika tekanan di arteriol meningkat keadan ini mengakibatkan arteriol berdilatasi dan karena itu menurunkan tekanan. Akibatnya terjadi peningkatan aliran darah tidak hanya karena peningkatan tekanan darah tapi juga karena penurunan tahanan (Guyton & Hall, 2002). Pada lansia terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer dan sistem koordinasi saraf. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah (Stanley, 2007).

Dengan pertambahan usia sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus lagi. Perubahan ini terjadi akibat peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Lapisan intima arteri menebal dengan peningkatan deposit kalsium, hal ini meningkatkan kekauan dan ketebalan pembuluh darah hal ini sering disebut arterosklerosis (Stanley, 2007).


(40)

22

Konsekuensinya aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (stroke volume), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer dan akhirnya meningkatkan tekanan darah pada lansia (Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.7 Diet Hipertensi

Diet merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hipertensi tanpa efek samping, karena metode pengendaliannya dilakukan secara alami (Utami, 2009). Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menuju normal. Disamping itu juga diet ditunjukan untuk menurunkan factor resiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah (Soenardi dkk, 2005).

a. Tujuan diet hipertensi menurut Purwanti (1997) dalam Novian (2013) yaitu:

1). Mengurangi asupan garam

Mengurangi asupan garam seiring juga diimbangi dengan asupan lebih banyak kalsium, magnesium, dan kalium. Umumnya kita mengkonsumsi lebih banyak garam daripada yang dibutuhkan oleh tubuh.idealnya kita cukup menggunakan sekitar satu sendok teh saja atau sekitar lima gram per hari.


(41)

23

2). Memperbanyak serat

Mengkonsumsi lebih banyak sayur yang mengandung banyak serat akan memperlancar buang air besar dan menahan sebagian asupan natrium. Sebaiknya penderita hipertensi menghindari makanan kalengan dan makanan siap saji dari restoran, yang dikhawatirkan mengandung banyak pengawet dan kurang serat.

3). Menghentikan kebiasaan buruk

Menghentikan kebiasaan merokok, minum kopi dan alcohol dapat mengurangi beban jantung, sehingga jantung dapat bekerja dengan baik. Rokok dapat meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah dengan mengendapkan kolesterol pada pembulih darah jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras. Sedangkan alcohol dapat memacu tekanan darah dan kopi dapat memacu detak jantung. 4). Perbanyak kalsium

Makanan yang mengandung banyak kalsium dapat diperoleh dari makanan seperti misalnya pisang, sari jeruk, jagung dan brokoli. 5). Penuhi kebutuhan magnesium

Sumber makanan yang banyak mengandung magnesium seperti misalnya kacang tanah, kacang polong, dan makanan laut.

6). Lengkapi kebutuhan kalsium

Melengkapi kebutuhan kalsium sesuai dengan kebutuhan tubuh dapat mencegah terjadinya komplikasi pada penyakit hipertensi. Makanan


(42)

24

yang mengandung kalsium misalnya keju rendah lemak dan ikan salmon.

7). Manfaatkan sayur dan bumbu dapur

Sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk mengontrol tekanan darah seperti: tomat, wortel, seledri, bawang putih, dan kunyit.

b. Macam Diet Rendah Garam

Menurut Ignatius dalam Novian (2013) diet rendah garam dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1). Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na)

Diet rendah garam I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi berat. Pada diet rendah garam I makanan tidah ditambahkan garam dan hindari makanan yang tinggi kadar natriumnya.

2). Diet Rendah Garam II (600-1200 mg Na)

Diet rendah garam II diberikan pada pasien dengan edema, asites dan hipertensi tidak berat, pemberian makanan sehari sama dengan Diet rendah garam I. pada pengolahan boleh menggunakan setengah sendok teh garam dapur (2 gr) dan hindari makanan yang tinggi kadar natriumnnya.

3). Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na)

Diet rendah garam III diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari dengan diet


(43)

25

rendah garam I. pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sendok teh (4 gr) garam dapur.

2.3 Konsep Kepatuhan 2.3.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang dapat mentaati peraturan, kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan (Notoatmojo, 2003).

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mendukung Kepatuhan

Menurut Notoatmojo (2003), ada beberapa factor yang dapat mendukung sikap patuh diantaranya:

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu kegiatan dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian atau prosesperubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya yang berupa rohani (cipta, rasa dan karsa) dan jasmani.

Domain peendidikan dapat diukur dari:

1) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowladge)

2) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude)


(44)

26

b. Akomodasi

Akomodasi merupakan suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami cirri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan.

d. Perubahan model terapi

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien diharapkan dapat berperan aktif dalam penyusunan program tersebut.

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut Notoatmojo (2003) ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan yaitu:

a. Pemahaman tentang intruksi

Intruksi akan dipatuhi jika seseorang yang diberikan intruksi tersebut dapatmemahami intruksi yang diberikan. Hal ini disebabkan karena kelsalahan dalam memberikan informasi, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien. Kesalahpahaman sering terjadi pada lansia yang mengalami hipertensi. Instruksi tenaga kesehatan untuk melakukan diet rendah garam ini sering


(45)

27

disalah artikan oleh lanjut usia penderita hipertensi yaitu sering kali mereka tidak menambahkan garam pada makanannya.

b. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan pasien dapat meingkatkan kepatuhan, sepanjang pendidikan tersebut diperoleh secara mandiri lewat tahapan-tahapan tertentu. Semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur-umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti saat berusia belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur-umur tertentu dan akan menurunkan kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia yang semakin lanjut. Lanjut usia akan mengalami kemunduran daya ingat, sehingga terkadang lansia tidak mematuhi diet hipertensi yang disarankan, namun hanya menuruti keinginannya yaitu makanmakanan sesuai rasa yang diinginkannya.

c. Kesakitan dan pengobatan

Pada penyakit kronis perilaku kepatuhan lebih rendah, hal ini dikarenakan karena tidak adanya akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang yang jelas. Saran mengenai gaya hidup, kebiasaan yang lama, pengobatan yang kompleks dan pengobatan dengan efek samping.


(46)

28

d. Keyakinan sikap dan kepribadian

Orang yang patuh dan tidak patuh memiliki kepribadian yang berbeda. Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas, sangat tidak memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lemah, memiliki kehidupan social yang lebih rendah, dan memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri.

e. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan kepada anggota keluarga yang sakit. Seseorang yang tidak mendapatkan pendampingan dari orang lain, mengalami isolasi sosial akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan.

f. Tingkat ekonomi

Tingkat ekonomi merupakan kemampuan financial untuk memenuhi segala kepatuhan hidup, akan tetapi ada kalanya seseorang yang sudah pensiun dan suadah tidak bekerja biasanya ada sumber keuangan lain yang dapat digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi menengah keatas terkadang mengalami ketidakpatuhan.


(47)

29

g. Dukungan sosial

Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan ketidakpatuhan dan mereka seringkalidapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

2.4 Konsep Dukungan Keluarga 2.4.1 Pengertian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit yang merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan dimana sifat dan jenis dukungan keluarga berbeda-beda dalam berbagai tahap siklus kehidupan, namun demikian dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi untuk meniningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2002).

2.4.2 Fungsi Keluarga

Menurut Achjar (2010) fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa fungsi keluarga diantaranya:

a. Fungsi Keluarga Afektif

Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga


(48)

30

baik senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan kasih saying.

b. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini oleh anak, memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. Fungsi ini mengajarkan pada anak mengenai cara keluarga memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan belajar disiplin, mengenal budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu berperan dalam masyarakat. c. Fungsi Perawatan Kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara merawat dan memelihara anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarganya.

d. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dan dana keluarga. Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan kelurga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.


(49)

31

e. Fungsi Biologis

Fungsi biologis tidak hanya ditunjukan untuk meneruskan keturunan tetapi juga berfungsi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.

f. Fungsi Psikologis

Fungsi fisiologis, terlihat bagaimana keluarga memberikankasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan untuk memberikan identitas keluarga.

g. Fungsi Pendidikan

Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.

2.4.3 Jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) terdapat empat jenis dukungan keluarga diantaranya:

a. Dukungan Emosional

Dukungan emosional dapat diartikan sebagai sebuah tempat yang damai dan aman untuk istirahat juga dapat membantu penguasaan pemulihan terhadap rasa emosi. Dukungan yang dapat diberikan berupa dukungan simpati dan empati, rasa percaya, cinta, dan penghargaan. Hal tersebut sangat berarti karena setiap orang tentu membutuhkan adanya afeksi dari


(50)

32

orang lain sehingga pasien tidak merasa menanggung bebannya sendiri namun ada tempat untuk berbagi dan membantunya memecahkan masalah (Setiadi, 2008). Dukungan emosional yang dapat diterima adalah ungkapan rasa empati, kepedulian, perhatian, cinta, kepercayaan, rassa aman, perasaan diterima apa adanya dan selalu mendampingi pasien (Yusra, 2011).

Dukungan emosional pada lansia dengan hipertensi terhadap kepatuhan penatalaksanaan diet dapat berupa pemberian dorongan semangat dari keluarga kepada pasien untuk mentaati diet yang harus dijalankan oleh pasien sehingga pasien lebih semangat untuk melaksanakan dietnya. Keluarga sangat berperan besar dalam memberikan dukungan kepada pasien karena dalam memberikan dukungan emosional keluarga dapat memberikan perhatian berupa selalu mendampingi pasien dalam pengaturan diet yaitu memperhatikan makanan dan minuman yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh pasien.

b. Dukungan penghargaan atau penilaian

Dukungan ini menunjukan penghargaan positif kepada individu yaitu berupa mendorong pasien untuk maju, persetujuan terhadap ide maupun perasaan individu, perbandingan positif antara individu dengan orang lain. Hal tersebut dapat diartikan bahwa dukungan keluarga dalam merawat pasien dengan hipertensi dapat meningkatkan status psikososial, semangat, motivasi dan peningkatan harga diri, karena dianggap dapat membentuk perilaku yang sehat pada pasien hipertensi,


(51)

33

karena pasien akan merasa masih dianggap dan diperlukan bagi keluarga sehingga diharapkan dapat membentuk perilaku yang sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatannya (Yusra, 2011). Pemberian dukungan seperti penghargaan kepada pasien hipertensi yang menjalankan diet, keluarga dapat memberikan pujian atas usaha yang telah dilakukan pasien untuk mematuhi aturan makan/diet yang sesuai dengan anjuran. c. Dukungan instrumental

Dukungan ini adalah bentuk dukungan yang diitunjukan secara langsung biasanya dalam bentuk konkret dengan memberikan uang, waktu, barang, dan bantuan berupa jasa atau tenaga (Weny, 2008 dalam Winantari, 2011) dukungan instrumental bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi pasien, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain (Setiadi, 2008).

Adanya dukungan instrumental yang cukup untuk pasien dengan hipertensi diharapkan tekanan darah pasien dapat terkontrol dengan baik. Dukungan instrumental kepada pasien hipertensi yang menjalankan diet dapat berupa kesediaan keluarga dalam membiayai makanan dan minuman yang dianjurkan untuk pasien dan keluarga diharapkan menyediakan waktu dan tenaga serta berperan aktif dalam pengaturan diet pasien.


(52)

34

d. Dukungan Informasional

Dalam dukungan informasional keluarga berfungsi sebagai keloketor dan diseminator informasi munculnya suatu stressor karenga informasi yang diberikan dapt menyumbangkan aksi sugesti yang khusus kepada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasihat, saran, petunjuk dan pemberian informasi (Friedman, 2000). Dukungan ini dapat diberikan kepada pasien hipertensi yaitu berupa pemberian nasihat baik dengan mengingatkan kepada pasien untuk selalu menjalankan program pengobatan atau perawatan tentunya keluarga dapat selalu mengingatkan pasien mengenai pentingnya mentaati diet yang sudah diberikan oleh pelayan kesehatan untuk mencegah komplikasi yang dapat ditimbulkan dari hipertensi.

2.4.5 Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet Pada Lansia Dengan Hipertensi

Menurut Friedman (2002), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Perilaku mendukung dari keluarga sangat diperlukan untuk penderita hipertensi untuk menghadapi penderitaan yang membutuhkan perhatian. Keluarga membatasi yang dikonsumsi oleh pasien hipertensi seperti memberikan terapi diet rendah garam, diet rendah kolesterol, lemak terbatas serta tinggi serat. Dukungan emosional yang meliputi rasa empati, kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga


(53)

35

yang sakit. Perhatian yang berlebih menjadikan penderita hipertensi merasa tidak sendiri dalam menghadapi penyakitnya, penyakit hipertensi merupakan penyakit seumur hidup sehingga perawatannya harus dilakukan seumur hidup. Peran serta keluarga yang dilakukan dengan baik diharapkan dapat membantu penderita hipertensi dalam melakukan perawatan sehari-hari, sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dukungan keluarga sangat penting dalam meningkatkan dan menyemangati pasien (Friedman, 2002). Bagi keluarga diharapkan untuk selalu memperhatikan pasien untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan serta menjalani pola makan yang sehat dan seimbang untuk menjaga agar tidah terjadi kekambuhan maupun komplikasi dari hipertensi.


(1)

baik senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan kasih saying.

b. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini oleh anak, memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. Fungsi ini mengajarkan pada anak mengenai cara keluarga memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan belajar disiplin, mengenal budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu berperan dalam masyarakat. c. Fungsi Perawatan Kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara merawat dan memelihara anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarganya.

d. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dan dana keluarga. Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan kelurga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.


(2)

e. Fungsi Biologis

Fungsi biologis tidak hanya ditunjukan untuk meneruskan keturunan tetapi juga berfungsi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.

f. Fungsi Psikologis

Fungsi fisiologis, terlihat bagaimana keluarga memberikankasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan untuk memberikan identitas keluarga.

g. Fungsi Pendidikan

Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.

2.4.3 Jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) terdapat empat jenis dukungan keluarga diantaranya:

a. Dukungan Emosional

Dukungan emosional dapat diartikan sebagai sebuah tempat yang damai dan aman untuk istirahat juga dapat membantu penguasaan pemulihan terhadap rasa emosi. Dukungan yang dapat diberikan berupa dukungan simpati dan empati, rasa percaya, cinta, dan penghargaan. Hal tersebut sangat berarti karena setiap orang tentu membutuhkan adanya afeksi dari


(3)

orang lain sehingga pasien tidak merasa menanggung bebannya sendiri namun ada tempat untuk berbagi dan membantunya memecahkan masalah (Setiadi, 2008). Dukungan emosional yang dapat diterima adalah ungkapan rasa empati, kepedulian, perhatian, cinta, kepercayaan, rassa aman, perasaan diterima apa adanya dan selalu mendampingi pasien (Yusra, 2011).

Dukungan emosional pada lansia dengan hipertensi terhadap kepatuhan penatalaksanaan diet dapat berupa pemberian dorongan semangat dari keluarga kepada pasien untuk mentaati diet yang harus dijalankan oleh pasien sehingga pasien lebih semangat untuk melaksanakan dietnya. Keluarga sangat berperan besar dalam memberikan dukungan kepada pasien karena dalam memberikan dukungan emosional keluarga dapat memberikan perhatian berupa selalu mendampingi pasien dalam pengaturan diet yaitu memperhatikan makanan dan minuman yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh pasien.

b. Dukungan penghargaan atau penilaian

Dukungan ini menunjukan penghargaan positif kepada individu yaitu berupa mendorong pasien untuk maju, persetujuan terhadap ide maupun perasaan individu, perbandingan positif antara individu dengan orang lain. Hal tersebut dapat diartikan bahwa dukungan keluarga dalam merawat pasien dengan hipertensi dapat meningkatkan status psikososial, semangat, motivasi dan peningkatan harga diri, karena dianggap dapat membentuk perilaku yang sehat pada pasien hipertensi,


(4)

karena pasien akan merasa masih dianggap dan diperlukan bagi keluarga sehingga diharapkan dapat membentuk perilaku yang sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatannya (Yusra, 2011). Pemberian dukungan seperti penghargaan kepada pasien hipertensi yang menjalankan diet, keluarga dapat memberikan pujian atas usaha yang telah dilakukan pasien untuk mematuhi aturan makan/diet yang sesuai dengan anjuran. c. Dukungan instrumental

Dukungan ini adalah bentuk dukungan yang diitunjukan secara langsung biasanya dalam bentuk konkret dengan memberikan uang, waktu, barang, dan bantuan berupa jasa atau tenaga (Weny, 2008 dalam Winantari, 2011) dukungan instrumental bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi pasien, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain (Setiadi, 2008).

Adanya dukungan instrumental yang cukup untuk pasien dengan hipertensi diharapkan tekanan darah pasien dapat terkontrol dengan baik. Dukungan instrumental kepada pasien hipertensi yang menjalankan diet dapat berupa kesediaan keluarga dalam membiayai makanan dan minuman yang dianjurkan untuk pasien dan keluarga diharapkan menyediakan waktu dan tenaga serta berperan aktif dalam pengaturan diet pasien.


(5)

d. Dukungan Informasional

Dalam dukungan informasional keluarga berfungsi sebagai keloketor dan diseminator informasi munculnya suatu stressor karenga informasi yang diberikan dapt menyumbangkan aksi sugesti yang khusus kepada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasihat, saran, petunjuk dan pemberian informasi (Friedman, 2000). Dukungan ini dapat diberikan kepada pasien hipertensi yaitu berupa pemberian nasihat baik dengan mengingatkan kepada pasien untuk selalu menjalankan program pengobatan atau perawatan tentunya keluarga dapat selalu mengingatkan pasien mengenai pentingnya mentaati diet yang sudah diberikan oleh pelayan kesehatan untuk mencegah komplikasi yang dapat ditimbulkan dari hipertensi.

2.4.5 Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet Pada Lansia Dengan Hipertensi

Menurut Friedman (2002), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Perilaku mendukung dari keluarga sangat diperlukan untuk penderita hipertensi untuk menghadapi penderitaan yang membutuhkan perhatian. Keluarga membatasi yang dikonsumsi oleh pasien hipertensi seperti memberikan terapi diet rendah garam, diet rendah kolesterol, lemak terbatas serta tinggi serat. Dukungan emosional yang meliputi rasa empati, kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga


(6)

yang sakit. Perhatian yang berlebih menjadikan penderita hipertensi merasa tidak sendiri dalam menghadapi penyakitnya, penyakit hipertensi merupakan penyakit seumur hidup sehingga perawatannya harus dilakukan seumur hidup. Peran serta keluarga yang dilakukan dengan baik diharapkan dapat membantu penderita hipertensi dalam melakukan perawatan sehari-hari, sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dukungan keluarga sangat penting dalam meningkatkan dan menyemangati pasien (Friedman, 2002). Bagi keluarga diharapkan untuk selalu memperhatikan pasien untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan serta menjalani pola makan yang sehat dan seimbang untuk menjaga agar tidah terjadi kekambuhan maupun komplikasi dari hipertensi.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PASIEN GASTRITIS Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pada Pasien Gastritis Rawat Inap Di Rsud Sukoharjo.

0 1 13

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KEPATUHAN LANSIA DALAM MELAKSANAKAN SENAM LANSIA DI POSYANDU KONDANG WARAS DESA NGARGOREJO BOYOLALI.

2 26 9

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIA HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIA DENGAN DEMENSIA DI KELURAHAN MAGETAN KABUPATEN MAGETAN.

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH PUSKESMAS GALUR 1 KULON PROGO NASKAH PUBLIKASI - Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet pada Pasien Hipertensi di Wilayah Puskesmas Galur 1 Kulonpro

0 0 11

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET HIPERTENSI PADA LANSIA (Studi Di Dusun Mojongapit Desa Mojongapit Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

3 33 120

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN KONTROL PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MANISRENGGO KLATEN

0 0 19

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS MINGGIR SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PU

1 1 12

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIIT HIPERTENSI PADA LANSIA DI DUSUN DEPOK AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI DUSUN DEPOK AMBARKETAWANG GAMPING

0 0 11

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI DUSUN PUNDUNG CAMBAHAN NOGOTIRTO SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan pada Lansia Penderita Hipertensi Di Dus

0 2 16

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN KELUARGA TENTANG HIPERTENSI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA HIPERTENSI

0 2 11