Sahabat Pencari Ilmu, Yuk kita belajar tentang Makalah tentang Kebudayaan Masyarakat Samin Pati
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Adanya masyarakat samin dilatarbelakangi oleh seorang yang bernama Samin Surosentiko yang mempunyai nama kecilnya Raden Kohar atau Surowijoyo. Beliau lahir di Desa
Ploso Kediren kecamatan Randublarung kabupaten Blora 1859. Baliau turunan bangsawan yaitu putra dari Kyai Keti dari Rajekwesi. Beliau memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Setelah
dewasa, beliau membentuk pergerakan untuk membela rakyat kecil yang disebut “saminisme”. Raden Samin tidak terima atas perlakuan Blanda yang melakukan privatisassi hutan jati
milik warga dan harus membayar pajak pada kompeni. Oleh karena itu, beliau melakukan pencurian harta milik para saudagar kaya dan hasil pencurian tersebut dibagi-bagikan pada
rakyat jelata. Beliau juga member ceramah-ceramah pada warga di pendopo. Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak, menolak segala peraturan yang
dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini memusingkan pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap itu, sikap yang hingga sekarang dianggap menjengkelkan oleh
kelompok diluarnya. Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri hingga baru pada tahun 70an mereka baru tahu Indonesia telah merdeka.
Kelompok Samin ini tersebar sampai pantura timur Jawa Tengah, namun konsentrasi terbesarnya berada di kawasan Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur yang masing-
masing bermukim di perbatasan kedua wilayah. Jumlah mereka tidak banyak dan tinggal dikawasan pegunungan Kendeng diperbatasan dua propinsi. Kelompok Samin lebih suka disebut
wong sikep, karena kata Samin bagi mereka mengandung makna negatif. Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, suka mencuri, menolak membayar
pajak, dan acap menjadi bahan lelucon.
Sedangkan yang melatarbelakangi adanya masyarakat Samin yang tinggal di
Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo Pati adalah pindahnya orang Samin dari Blora. Mereka datang dan menetap di desa tersebut karena pekerjaan dan perkawinan.
Mereka mencari tempat yang tanahnya cocok untuk bercocok tanam karena orang Samin bermatapencaharian sebagai petani dan peternak. Selain itu, faktor lain yang
menyebabkan adanya masyarakat Samin di desa tersebut karena penyebarannya yang cukup rata di sepanjang pantura.
1.2. Rumusan masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan masyarakat samin ?
1.2.2. Bagaimana sikap hidup masyarakat samin yang berdomisili di Desa
Baturejo Sukolilo Pati ? 1.2.3.
Bagaimana kebudayaan yang ada pada masyarakat samin di desa tersebut?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui definisi masyarakat samin.
1.3.2. Mengetahui sikap hidup masyrarakat samin yang berdomisili di Desa
Baturejo Sukolilo Pati. 1.3.3.
Mengetahui kebudayaan pada masyarakat samin di Desa Baturejo Sukolilo Pati.
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Masyarakat Samin
Kata “Samin” yang sering disebut oleh masyarakat pada umunya sudah berkonotasi negatif. Samin diartikan sebagai orang aneh, bodoh, tidak mau mengikuti
perkembangan zaman dan teknologi, selalu mengisolasi diri, dan membentuk komunitas sendiri. Mereka tidak tinggal dalam satu wilayah khusus, melainkan
menyebar di daerah-daerah sekitar Blora, Pati, Purwodadi, dan Bojonegoro. Konsentrasi terbesar Sedulur Sikep memang di Sukolilo, Pati. Tetapi, mereka bermukim
di tengah masyarakat heterogen.
Masyarakat adalah suatu kelompok orang yang tinggal pada tempat tertentu dalam jangka waktu lama dan memiliki kebudayaan tertentu. Samin adalah sebuah
gerakan perlawanan masyarakat yang lahir pada masa penjajahan Belanda. Menurut Amrih Widodo gerakan Samin adalah gerakan perlawanan petani
terhadap kebijakan yang menindas rakyat kecil. Dalam pandangan Amrih, Samin adalah fenomena sosial yang tertua di Asia Tenggara sebagai gerakan petani-
protonasionalisme yang semakin mekar akibat makin ditancapkannya cengkeraman kekuasaan pemerintah kolonial pada akhir abad ke-19 M.
Menurut Pawito 2007 : 87 ada beberapa kenyataan yang menarik pada masyarakat Samin : a pola komunikasi ditandai oleh komunikasi lisan, b diwarnai oleh
kecenderungan top-down dan terdapat nuansa arus balik, c berpegang teguh pada ketentuan atau norma agama yang dianut mereka disebut agama adam. Jadi pada
dasarnya, Samin adalah salah satu manifestasi dari gerakan revolusi perlawanan terhadap pemerintah kolonial dengan karakteristik dan strategi perjuangannya sendiri
yang khas. 2.2. Sikap Hidup Masyarakat Samin
a. Sikap Skeptis
Sikap skeptis merupakan sikap identik yang dimiliki oleh orang Samin. Skeptis adalah sikap kurang percaya, ragu-ragu terhadap keberhasilan ajaran Misalnya :
penderitaan dan pengalaman menjadikan orang Samin bersifat sinis dan skeptis. Dalam penggunaan sehari-hari, sikap skeptis pada orang Samin akan tampak jika
ditanya umur mereka maka mereka akan menjawab “satu”. Contoh lain, jika ditanyakan jumlah anak, mereka serempak menjawab, Loro, lanang lan wedok. Jawaban yang
bagi orang di luar penganut Saminisme boleh jadi mengesalkan.
Akan tetapi, dengar ucapan Icuk Bamban. Akeh sing ora ngerti apa kang aran Sikep. Wong Sikep dianggep aneh. Padhahal yen dinalar, wong Sikep iku maca
kasunyatan. Maca hak awake dhewek. Maca sing wujud. Wong sak dunya, ora ana kang beda. Lanang padha lanange. Wedhoke padha wedhoke. Wong lanang sikep rabi
karo wong wedok.
Banyak orang yang berpandangan bahwa orang Samin itu aneh. Namun ada juga yang berpendapat bahwa mereka adalah orang-orang yang membaca kenyataan,
membaca sesuatunya dari yang nyata. Dalam konteks itu, semua orang adalah sama. Semua orang itu bersaudara.
b. Keyakinan merupakan senjata atau pegangan hidup.
Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, yang penting adalah tabiat dalam hidupnya. Namun agama orang Samin tidak sama dengan agama-agama orang
lain pada umumnya. Pemerintahpun tidak mengakui agama yang dimiliki oleh orang Samin. Jadi, orang Samin dapat dikatakan tidak memiliki agama melainkan mereka
hanya memiliki suatu kepercayaan. Kepercayaan yang dimiliki mereka yakni Hidudharma. Beberapa ajaran kyai Samin yang ditulis dalam bahasa jawa baru yaitu
dalam bentuk puisi tradisional tembang macapat dan prosa gancaran. Secara historis ajaran Samin ini berlatar dari lembah Bengawan Solo Boyolali dan Surakarta.
Ajaran Samin berhubungan dengan ajaran agama Syiwa-Budha sebagai sinkretisme antara hindhu budha. Namun pada perjalannanya ajaran di atas dipengaruhi oleh
ajaran keislaman yang berasal dari ajaran Syeh siti jenar yang di bawa oleh muridnya yaitu Ki Ageng Pengging. Sehingga dapat dikatakan orang Samin merupakan bagian
masyarakat yang berbudaya dan religius.
Dalam keyakinan Hidudharma terdapat suatu ajaran bahwa manusia harus memahami kehidupannya, sebab roh hanya satu dan dibawa abadi
selamanya. Kalimat tersebut bermakna bahwa hidup di dunia itu hanya sekali maka kita harus benar-benar menjalani hidup sebaik mungkin dan
amal kita selama di dunia itu akan dipertanggungjawabkan nantinya.
c. Menghormati dan menghargai hak orang lain.
Dalam kenyataannya orang Samin memang terlihat kaku dan sulit menerima kebudayaan luar. Namun hal tersebut tidak menutup
kemungkinan bahwa orang Samin sangat menghormati dan menghargai hak orang lain. Bila berbicara harus menjaga mulut, jujur, dan saling
menghormati. Orang Samin juga dilarang berdagang karena terdapat unsur ‘ketidakjujuran’ di dalamnya. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam
bentuk apapun.
Dalam kehidupan sehari-hari orang Samin di Bombong, Kecamatan Sukolilo, Pati kukuh menggenggam keyakinan itu. Selain itu juga terdapat
aturan bahwa mereka tidak akan mengganggu orang, tidak berani bertengkar, apalagi iri hati, dan mengambil milik orang lain.
1.3. Penerapan Pranata Kebudayaan Masyarakat Samin a.