Kearifan Lokal Masyarakat Samin Dalam Pe
Kearifan Lokal Masyrakat Samin Dalam Pembudayaan Nilai-Nilai Anti Korupsi
Di Indonesia
Sinda Eria Ayuni1
Abstrak
Di Indonesia terdapat beragam ajaran yang telah menjadi sebuah budaya di dalam
kehidupan sehari-hari para penganutnya, seperti halnya ajaran Samin yang pertama kali ada
di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Para penganut ajaran Samin atau masyarakat Samin
sangat konsekuen dalam menjalankan berbagai macam pantangan yang ada dalam
ajarannya, dan pantangan tersebut dianggap mampu melawan penyakit bangsa Indonesia
yang cenderung menyenangi hal instan seperti korupsi yang mampu membawa pengaruh
negatif pada kelangsungan hidup rakyat dan bangsa.
Kata Kunci : Masyarakat Samin, Ajaran Samin, Korupsi, Indonesia
Bangsa Indonesia telah merdeka 68 tahun lamanya, didalam memproklamasikan
kemerdekaan tersebut tak luput dari semangat para pejuang dan rakyat Indonesia untuk
melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Semangat-semangat besar tersebut yang mampu
mendorong Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Walaupun banyak rintangan menghadang dalam detik-detik proklamasi, akhirnya pernyataan
merdekapun dengan tegas terseru pada tanggal 17 agustus 1945 oleh Bung Karno. Hal
tersebut menjadi tombak awal masyarakat Indonesia untuk tetap mempertahankan
kemerdekaannya dengan cara menjadikan diri mereka sebagai diri yang berjiwa nasionalis.
Seiring dengan berjalannya waktu secara perlahan semangat nasionalisme masyarakat
Indonesia mulai surut dan memudar. Padahal nasionalisme bangsa Indonesia bukan
merupakan nasionalisme yang sempit dan muncul dari kesombongan bangsa, akan tetapi
nasionalisme bangsa Indonesia merupakan nasionalisme yang lebar, timbul dari pengetahuan
dunia dan suatu riwayat, serta nasionalisme Indonesia menerima hidupnya sebagai suatu
wahyu dan suatu bakti (Toto, 2001: 6). Kini juga dapat terlihat bahwa adanya salah tafsir di
dalam memahami nasionalisme Indonesia, sebab pada masa ini masyarakat menganggap
bahwa menjadi manusia pancasila dan mengingat nama pahlawan RI saja sudah cukup untuk
1
Mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Malang, Angkatan 2012.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 35
mencerminkan jiwa nasionalis, memang tidak ada yang salah dalam hal itu, namun semua itu
jelas masih memilikki kekurangan untuk membentengi diri dari globalisasi.
Efek globalisasi mengakibatkan krisis nasionalisme yang seharusnya menjadi
perhatian khusus sudah tidak lagi menjadi trend center publik, melainkan sudah lumrah
terjadi. Ini di gambarkan jelas akan banyaknya suatu kejadian yang mengakibatkan degradasi
moral seperti kasus korupsi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, korupsi ialah suatu
tindakan penyelewengan atau penggelapan uang. Dewasa ini banyak pula perilaku
menyimpang yang tidak sesuai dengan budaya lokal dan menyebabkan terkikisnya rasa
nasionalisme bangsa bahkan menghapus jati diri bangsa Indonesia yang terkenal akan budaya
timur yang sopan dan bertatakrama yang baik.
Sudah sepatutnya penyakit masyarakat Indonesia yang menyenangi suatu hal sak dek
sak nyek atau instan, sehingga mengakibatkan pengaruh negatif seperti korupsi yang perlu
menjadi perhatian khusus demi mempertahankan keutuhan serta persatuan bangsa Indonesia.
Maka, dengan adanya kondisi tersebut masyarakat Indonesia perlu mengoreksi kekurangan
dan kelebihan dari masing-masing individu, serta perlu belajar bersama dari berbagai macam
aspek, seperti lingkungan tempat mereka tinggal dan budaya yang ada di sekitar mereka
tinggal khususnya di Indonesia.
Namun selain dari banyak kasus yang melanda bangsa kita, ada sebagian suku atau
sekumpulan orang yang sangat menghargai, mencintai serta mengajarkan budaya lokal dan
mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi dan patut untuk kita tiru. Mereka akrab di panggil
sebagai masyarakat Samin. Dari aspek keberadaan masyarakat Samin dan tradisi yang berada
didalamnya, manusia akan mampu untuk mengenali diri, mengakrabkan diri, dan
mempertahankan dirinya demi mencapai satu kekuatan untuk hidup bersama di dalam
lingkungannya (Rosyid, 2008: 3) oleh karena itu kearifan lokal masyarakat Samin dan ajaran
Samin dapat di jadikan sebagai suatu komunitas yang mampu membangun kembali kesadaran
terhadap jiwa-jiwa yang tergoda oleh nafsu dunia yang hanya sementara ini .
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 36
Asal Ajaran Samin
Samin adalah suatu ajaran yang disebarkan oleh seorang penduduk bernama Samin
Surosentiko yang lahir pada tahun 1859 di Desa Ploso Kedhiren Randublatung Kabupaten
Blora dengan nama Raden Kohar, Ia mengubah namanya menjadi Samin Surosentiko karena
arti nama tersebut berbau wong cilik atau orang kecil. Orang kecil yang dimaksud adalah
orang miskin akan tetapi kemiskinannya bukan dalam materi melainkan berupa budaya
seperti sejarah, kesenian, dan adat istiadat(kartomihardjo, 1980). Kemudian pada tahun 1890
Surosentiko menyebarkan ajaran kebatinan dengan berasaskan kesusilaan yang menolak dan
menentang kapitalisme di masa penjajahan Belanda pada abad ke 19 di Indonesia. Ajaran ini
berpaham hindu, islam dan jawa akan tetapi hanya konsepnya saja yang sejalan dengan ajaran
Samin, kemudian ajaran tersebut disebarkan melalui ceramah atau lisan dikarenakan
masyarakat Samin tidak bisa membaca dan menulis. Sebab pada saat itu mereka
mengacuhkan dunia pendidikan formal akan tetapi mereka mendapatkan pendidikan berupa
ilmu pengetahuan tentang moral serta kehidupan dari orang tua dan para leluhurnya. Alasan
masyarakat Samin tidak bersekolah:
o Pertama, mereka tidak bersekolah karena muncul kekhawatiran jika terdidik pada lembaga
formal, anak mampu membaca dan menulis, sehingga memenuhi syarat formal menjadi
pekerja formal non-pertanian di luar pantauan orang tua sebagai embrio melepaskan ikatan
kekeluargaan. Ketidakaktifan dalam pendidikan formal merupakan bagian dari gerakan
simbolis menentang penjajah (masa moyangnya) berupa menjauhi aktivitas penjajah (sekolah
formal).
o Kedua, mengikuti pendidikan formal dan tidak menerima mata ajar agama selain agama
Adam. Dalam proses pembelajaran, peserta didik (warga Samin) dipaksa guru non-Adam
untuk melaksanakan perintah agama non-Adam, karena para guru beranggapan siswa harus
menerima mata ajar agama yang tertuang dalam perundangan dan konsekuensinya mendapat
nilai (angka) yang tertuang dalam rapot. Bagi wali siswa Samin yang tak mengevaluasi
proses pembelajaran di sekolah formal dan anaknya menerima pendidikan agama, secara
alami anak akan memahami dan terjadi konversi(pindah) agama. Tetapi bagi wali murid
Samin yang mengevaluasi pembelajaran agama di sekolah formal, jika putranya diwajibkan
menerima pelajaran agama non-Adam, mereka mewakilkan tokoh adatnya untuk ‘mengiba’
pada kepala sekolah agar tidak diberi mata ajar agama Budha.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 37
o Ketiga, sekolah formal dan mengikuti mata ajar agama Budha karena berprinsip bahwa
semua ajaran agama yang diajarkan di bangku pendidikan formal tak bertentangan dengan
prinsip hidup Samin (Rosyid, 2013). Namun, bukan berarti masyarakat Samin membedabedakan suatu agama, justru mereka saling menghargai agama yang dianut oleh masyarakat
sekitar. Kemudian ajaran Saminisme tersebut meluas ke Desa Kalirejo Kabupaten
Bojonegoro, Jawa Timur.
Dalam Wikipedia bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengikut ajaran Samin atau
Saminisme cepat meluas sehingga memiliki sekitar 2300 penganut, kemudian disuatu waktu
jumlahnya mencapai sekitar 2.305 keluarga yang bertahan sampai tahun 1917, ajaran tersebut
pada akhirnya tersebar di beberapa daerah seperti Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus,
Madiun, Sragen dan Grobogan dan yang terbanyak di Tapelan. Dengan kondisi seperti ini
membuat pemerintah Belanda yang awalnya meremehkan serta acuh terhadap ajaran Samin
menjadi khawatir akan ajaran yang dipelopori oleh Samin Surosentiko tersebut sehingga
Belanda menangkap dan memenjarakan para pengikut ajaran Samin.
Pada tahun 1908 Samin Surosentiko ditangkap oleh Belanda dan diasingkan di
Sawahlunto Sumatera Barat beserta delapan pengikutnya, diantaranya adalah Karjani,
Singotirto, Brawok, Engkrek, dan Ki Surokidin. Kemudian pada tahun 1914 Samin
Surosentiko meninggal dunia dalam pengasingannya. Akhirnya ajaran Saminisme tersebut di
lanjutkan serta di kembangkan keberadaannya oleh para pengikut ajaran Samin itu sendiri
dengan cara yang sama ketika Surosentiko mengahasut rakyat desa yang berada didaerah
penyebaran ajaran Samin agar tidak membayar pajak kepada pemerintah kolonial, kemudian
menyuruh untuk membantah serta menyangkal peraturan yang ditetapkan oleh Belanda.
Karena perbuatan itu dianggap sebagai upaya untuk menentang Belanda. Akan tetapi dalam
melakukan perbuatan tersebut sering kali membuat penganut ajaran Samin mendapat siksaan
dari Belanda, sehingga membuat para penganut Samin menggunakan strategi Nyamin yaitu
Nggendheng atau berpura-pura gila(Burhani, 2012). Ajaran Samin ini juga identik sekali
dengan perlawanan rakyat terhadap penjajah. Kemudian penganut ajaran Samin tidak mau
dipanggil Wong Samin karena keidentikannya melakukan perbuatan tidak terpuji menurut
pandangan para penjajah.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 38
Masyarakat Samin
Masyarakat Samin adalah sekelompok manusia yang dalam kebiasaannya sehari-hari
menganut ajaran samin. Biasanya mereka menyebut sesama penganut ajaran Samin dengan
Sedulur Sikep atau Wong Sikep, karena untuk menghilangkan konotasi negatif dari ajaran
Samin, sehingga sikep sendiri diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab dan jujur.
Meraka terkenal dengan keluguan dan kepolosan, serta kesederhanaanya. Mayoritas mata
pencaharian masyarakat Samin dahulu adalah bertani, baik di ladangnya sendiri atau merawat
tanah orang lain. Sekarang hanya sebagian saja Wong Sikep yang bertani, dan yang lainnya
adalah berdagang. Akan tetapi dalam sandang pangan, segala yang halal akan dikonsumsi
oleh wong sikep kecuali yang haram seperti hasil curian atau milik orang lain.
Di dalam berkomunikasi sehari-hari, masyarakat Samin menggunakan bahasa jawa
ngoko yang diwarisi dari para tetuah Sedulur Sikep, tetapi karena keadaan lingkungan sosial
di sekitar mereka yang mayoritas orang Jawa dan menggunakan bahasa jawa dalam
berinteraksi, masyarakat Samin menjadi lebih mengetahui bahwa bahasa jawa tidak hanya
ngoko, melainkan ada bahsa jawa krama dan madya sehingga masyarakat Samin dapat
memetakan diri ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau sebaya. Namun, ada yang
membedakan bahasa warga Samin dan non Samin yaitu bahasa masyarakat Samin yang
cenderung lugu dalam berbicara (Hari, 2012). Selain bahasa yang membedakan masyarakat
Samin dengan warga yang lain adalah cara berpakaian mereka yang selalu mengenakan kain
kasar yang berdominasi hitam, seperti laki-laki mengenakan ikat kepala, berbaju lengan
panjang tanpa kerah, sedangkan wanita membentuk kainnya menjadi kebaya berlengan
panjang. Namun itu dulu, sekarang Sedulur Sikep muda sudah tidak mengenakan pakaian
khas Samin, hanya sebagian komunitas Samin tua saja yang mengenakan pakaian khas Samin
tersebut.
Sikap masyarakat Samin dengan warga yang tidak menganut ajaran Samin “nonSamin” juga saling menghormati, walaupun pada awalnya sedulur sikep lebih mengindividu
atau bergerombol dengan sesama Sedulur Sikep, karena warga non-Samin dan Samin sendiri
memilikki prinsip hidup yang sebagian berbeda. Namun, pada akhirnya masyarakat Samin
menyadari bahwa sesama manusia memiliki ikatan persaudaraan dan harus saling
menghargai, sehingga mereka berbaur dengan warga non-Samin dengan rukun, akan tetapi
mereka harus pintar memilah mana yang baik dan mana yang buruk agar pantangan hidup
orang Samin dapat terealisasikan.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 39
Prinsip Ajaran Samin
Di dalam ajaran Samin terdapat berbagai macam ajaran yang sangat dijunjung tinggi
dan dijaga eksistensinya untuk digunakan sebagai pedoman hidup oleh para pengikutnya,
supaya hidup mereka lebih terarah, dan tingkah laku serta sikap mereka dapat dicontoh
dengan baik oleh para keturunan Wong Sikep. Pokok-pokok ajaran Saminisme adalah:
a. Agama iku gaman (Agama itu adalah pegangan atau senjata hidup)
b. Aja drengki srei, tukar padu,dahpen, kemeren. Aja kutil jumput, bedhog nyolong
(Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati. Jangan suka
mengambil milik orang lain/mencuri)
c. Sabar lan trokal empun ngantos drengki srei, empun ngatos riyo sapada empun
ngantos pek-pinepek, kutil jumput bedhog nyolong. Napa malih bedhog colong, napa
milik barang, nemu barang ten dalan mawon kulo simpangi (Sabar dan jangan
sombong, jangan menganggu orang, jangan takabur, jangan mengambil milik orang
lain, apalagi mencuri, mengambil barang sedangkan menjumpai barang tercecer
dijalan saja dijahui)
d. Wong urip kudu ngerti uripe, dadi wong, salawase dadi wong. Sebab urip siji digawa
salawase. (Manusia hidup harus memahami kehidupannya, sekali orang itu berbuat
baik, selamanya akan menjadi orang baik. Sebab hidup sekali dibawa selamanya)
e. Ibarate pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pangucap saka sanga
bundhelane ana pitu (Ibaratnya orang berbicara dari angka lima berhenti pada angka
tujuh dan angka sembilan juga berhenti pada angka tujuh, maksudnya ialah simbol
bahwa manusia dalam berbicara harus menjaga mulut) (Suyami, 2007:29)
Kelima pokok ajaran tersebut menyangkut tentang nilai-nilai kehidupan manusia, dimana
sifat pokok itu diambil dari beberapa prinsip agama hindu, dan agama Islam. Akan tetapi,
agama yang dianut oleh Wong Sikep pada terdahulu adalah agama Adam yang artinya Adam
adalah “ucapan” sedangkan agama diartikan sebagai ugeman atau pegangan hidup, agama ini
berasal dari ide gagasan para orang tua atau leluhurnya, dan diwariskan secara turun temurun
oleh para orang tua terhadap penerus ajaran Samin hingga pada saat ini(Rosyid 2008:198).
Namun, pada dewasa ini beberapa masyarakat Samin ada yang beragama Islam dan masih
terus menjalankan pantangan-pantangan yang sudah menjadi karakter dan budaya dalam
kehidupan Wong Sikep. Walaupun terdapat beberapa agama yang dianut dalam satu
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 40
komunitas yang disebut Saminisme ini realitanya sikap tepo sliro atau rasa saling
menghormati, dan tingkat kerukunan masyarakat Samin masih sangat dijunjung tinggi,
karena agama yang dianut masyarakat Samin tidak bertentangan dengan ajaran Samin itu
sendiri.
Eksistensi Pantangan Masyarakat Samin Dalam Pembudayaan Nilai-Nilai Anti Korupsi
Masyarakat Samin adalah masyarakat yang sangat konsekuen pada ajaran maupun
pantangan hidup mereka. Sikap pantang berbohong dan mengambil hak orang lain adalah
salah satu ajaran Samin yang bisa dikaitkan untuk memerangi beberapa kasus yang terjadi di
Indonesia, salah satunya seperti korupsi. Suatu perilaku yang mengakibatkan lunturnya rasa
nasionalisme rakyat terhadap bangsanya sendiri. Korupsi tersebut sepertinya sudah lumrah
terjadi di NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan rupanya sulit untuk diberantas
keberadaannya sehingga mengakibatkan banyak pengaruh negatif dalam bangsa, diantaranya:
pendidikan menjadi tidak berkualitas sehingga para peserta didik yang awalnya menjadi
harapan bangsa ketika lulus menjadi korban bangsa, pengangguran meningkat yang
mengakibatkan kemiskinan merajalela, tindak kejahatan terjadi dimana-mana, dsb. Rupanya
tindakan para manusia tidak bertanggung jawab ini bagaikan tikus yang keluar dari kandang,
melihat makanan yang disajikan dihadapan mereka langsung disantap tanpa meninggalkan
secuil sisa di piringnya.
Dalam hal yang memperihatinkan seperti ini siapa yang patut untuk disalahkan?
Masyarakat? Pemerintah? Ataukah hukum? Jika diulas kembali, masyarakat adalah individuindividu yang membentuk suatu kelompok untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Kemudian masyarakat menyerahkan atas segala persoalan nasib mereka dan bangsanya
terhadap pemerintah. Dengan ini masyarakat tidak patut untuk disalahkan karena sebenarnya
tingkah laku masyarakat ada untuk kepentingan bersama, bukan untuk merugikan satu sama
lain sebab setiap gerak-gerik masyarakat selalu diawasi hukum yang bersifat horizontal
maupun vertikal, akan tetapi jika dilihat pada sisi negatifnya pola pikir masyarakat sekarang
yang cenderung gegabah merupakan benih yang tak lepas dari kontrol para penguasa yang
tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini bukan berarti semua pemerintah atau penguasa itu
bersifat tak bertanggung jawab, namun semua pasti kembali memiliki sisi contohnya pada
dewasa ini jabatan tersebut disalah kaprahkan, jabatan sekarang disetarakan dengan nafsu
pribadi, dan pejabat sekarang cenderung bersifat feodalistik. Seharusnya pemerintah ada
untuk mengayomi rakyatnya dan menjadi contoh serta penengah, seperti yang tertera pada
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 41
UUD alinea ke 4 bahwa pemerintah ada “untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Akan tetapi hukum juga tidak
dapat disalahkan secara keseluruhan. Hukum Indonesia merupakan hasil pemikiran dan
persetujuan bersama yang berasaskan Undang-Undang Dasar 1945, tidak ada hukum yang
hanya memikirkan kepentingan para penguasanya saja, atau bahkan hanya memikirkan
kepentingan rakyatnya saja, melainkan mementingkan kepentingan bersama. Jika hukum
salah maka tidak mungkin masyarakat akan tunduk pada hukum yang berlaku. Dewasa ini,
cenderung banyak orang saling menyalahkan karena peran dari masing-masing individu yang
kurang akan kesadaran diri dalam jiwanya.
Dalam menangani kasus KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) banyak upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, salah satu diantaranya ialah menegakkan hukum tanpa
memandang
kedudukan,
apabila
terbukti
bersalah
melakukan
Tindak
Pidana
Korupsi(TIPIKOR) maka dikenakan UU no. 31 tahun 1999 dengan hukuman seumur hidup,
paling singkat 4tahun, paling lama 20 tahun, atau denda 200jt-1milyar. Dengan diadakan
Undang-Undang yang mengatur tentang TIPIKOR itu saja tidak cukup, perlu penanganan
yang mampu membuat pelaku korupsi menjadi jera. Diluar negeri ketika anak buah
pemerintah melakukan tindak pidana korupsi, maka pemerintah tersebut memecat anak
buanhnya dan ia juga mengundurkan diri dari jabatan yang diduduki karena malu telah gagal
menjalankan mandat yang diberikan oleh rakyatnya, lalu bagaimana dengan Indonesia yang
masyarakatnya kurang akan kesadaran diri?. Dengan ini ajaran yang dipelopori oleh Samin
Surosentiko dinilai mampu untuk membangun kesadaran rakyat akan hal yang dapat
merugikan dirinya sendiri maupun oranglain.
Wong sikep tidak mengenal korupsi, karena mereka selalu jujur tehadap hidup,
bertindak dan berperilaku sesuai ucapan, serta selalu bersikap saling menghormati terhadap
sesama, sebab para leluhurnya selalu mengajarkan jangan pernah menyakiti atau merugikan
orang lain apabila tidak ingin disakiti atau dirugikan. Bagi mereka takaran kesejahteraan itu
bersumber pada rasa, bukan persepsi. Jika sudah merasa sandang, pangan dan papan
tercukupi, Sedulur Sikep tidak akan mencari yang lebih(Widi, 2012).
Dalam menjalani hidup sebagai wong sikep tentu terdapat berbagai pantangan yang
perlu dijauhi dan dihindari. Pantangan tersebut dapat pula diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari masyrakat Indonesia, karena beberapa pantangan yang ada didalamnya
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 42
sesuai dengan nilai-nilai yang mampu memanusiakan manusia, diantaranya: drengki
(memfitnah), srei (serakah), panasten (mudah tersinggung/membenci sesama), dahwen
(mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati/syirik, ingin memiliki barang milik orang lain),
colong(mencuri), nyiyo marang sepodo (berbuat nista terhadap sesama) karena bejok reyot
iku dulure, waton menungso tur gelem di ndaku sedulur (menyia-nyiakan orang lain tak
boleh, cacat seperti apapun manusia adalah saudara, jika manusia mau dijadikan saudara)
(Rosyid, 2013). Menurut masyarakat Samin, yang terpenting dalam hidup manusia adalah
tabiatnya, bukan menurut materi atau pangkatnya, apabila dia seorang konglomerat, namun
tabiatnya buruk, maka akan buruk pula pekertinya.
Dalam menegakkan hukum wong sikep tidak pernah memandang bulu dan itu selalu
di tegakkan pada siapapun yang melanggarnya. Walaupun masyarakat samin tidak memilikki
sanksi yang ditetapkan secara resmi dalam ajarannya akan tetapi sanksi yang diberikan
kepada pelaku pelanggaran mampu memberikan efek jera, salah satunya seperti memotong
tangan atau jari apabila mengambil hak orang lain. Seperti cerita terdahulu ketika anak dari
salah satu petuah Samin menemukan sebuah benda berharga di jalan, dan ia mengambil
benda tersebut hanya untuk dilihat, kemudian meletakkan kembali benda tersebut ketempat
semula, namun setiba dirumah nasib buruk menimpanya, tangan kananya dipotong oleh
orang tuanya yang selaku petuah ajaran Samin, walaupun hanya melihat dan meletakkan
kembali benda tersebut dianggap telah melanggar sebab telah merubah posisi daripada benda
tersebut. Dengan adanya peristiwa tersebut wong sikep tidak pernah memperdulikan barang
yang jatuh dijalan, karena dianggapnya telah melanggar pantangan yang telah ditetapkan
serta mampu merugikan diri sendiri dan orang lain.
Kejujuran merupakan suatu landasan penompang kehidupan sosial masyarakat Samin,
mereka selalu berbicara sesuai dengan fakta dan hati nurani, tidak seperti para pelaku korupsi
yang selalu menebar pesona perkataannya, dan selalu mengutamakan kepentingan nafsu diri
sendiri. Keadaan itu mengakibatkan masyarakat Samin yang awal mulanya tidak mengerti
akan krisis ekonomi dan moneter terkena imbas dari aksi para pejabat-pejabat tinggi Republik
Indonesia, bukan hanya wong sikep saja, melainkan seluruh rakyat Indonesia baik yang kaya
atau yang miskin. Timbulnya keinginan untuk korupsi dapat dihubungkan dengan
dilanggarnya nilai kemanusiaan yang dijadikan pantangan oleh wong sikep , seperti:
Iri hati; merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 43
Benci; merasa tidak suka dengan seseorang.
Serakah; selalu menginginkan lebih dan lebih dari keadaan yang telah
dimilikki.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulakan bahwa suatu keirihatian dapat menimbulkan suatu
kebincian yang mampu menimbulkan suatu keinginan untuk melebihkan diri dari seseorang
yang lebih dari diri sendiri dengan cara apapun. Sehingga tindak kejahatan kemanusiaan
terjadi dimana-mana dan membuat karakter bangsa menjadi hilang. Kini sudah sepatutnya
rakyat Indonesia bangkit dari keterpurukan yang diakibatkan oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Apabila masih memelihara para koruptor seharusnya Indonesia malu
dengan identitas bangsa yang kaya akan ragam budaya, dimana setiap budaya tersebut pasti
memilikki prinsip hidup.
Dalam sebuah negara, akan menjadi Negara yang kuat sentausa dan mempunyai
peranan yang menentukan dalam peraturan dunia apabila unsur-unsur pemerintahan,
kelompok elite yang menentukan kebijakan itu menghormati kepercayaan para leluhur, selalu
ingat akan sejarah yang membentuknya dan memelihara perkembangan ilmu pengetahuan
secara patut, apabila hal tersebut terealisasikan rakyat akan rukun bahagia, dan tidak ada
permusuhan di antaranya. Hal tersebut yang dikemukakan oleh Samin Surosentiko dalam
memberikan ajaran mengenai kenegaraan yang tertuang dalam Serat Pikukuh Kasajaten.
Pengimplementasian nila-nilai ajaran samin dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dinilai sangat mampu dijadikan contoh oleh masyarakat Indonesia yang kurang
akan kesadaran diri sehingga masyarakat Indonesia tidak lagi mengalami buta kesadaran dan
buta kemanusiaan. Dan penerapan nilai-nilai kemanusiaanpun perlu didasari oleh suatu
ideologi yang menjadi ciri khas bangsa yaitu pancasila. Adapun cara untuk menghapuskan
penyakit korupsi dalam bangsa dengan mengambil beberapa nilai-nilai ajaran samin, yaitu:
Menghindari perbuatan yang mampu merugikan diri sendiri dan orang lain
Berbuat jujur, berani berbicara yang telah diperbuat, dan berani berbuat yang
telah dibicarakan.
Menjadikan diri sebagai individu yang terbuka
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 44
Penegakkan hukum yang tidak memandang bulu.
Apabila nilai-nilai tersebut terealisasikan dalam kehidupan rakyat Indonesia maka tidak akan
ada lagi benih-benih tikus kantor atau tikus sistem. Dan masyarakatpun akan kembali percaya
terhadap sesama dan para penegak hukum serta elit politik yang ada di Indonesia, serta nilainilai ajaran samin tersebut akan membangun kembali semangat nasionalisme rakyat
Indonesia yang telah terdegradasi oleh krisis kesadaran.
Penutup
Ajaran masyrakat samin dan pantangan masyarakat samin memang sudah tidak asing
lagi didengar oleh telinga, namun tidak banyak masyarakat Indonesia yang mampu
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 45
mengimplementasikannya dalam kenyataan hidup berbangsa dan bernegara. Apalagi di era
global pada saat ini, penguatan moral dan kesadaran diri warga sudah banyak yang
terdegradasi hanya karena nafsu dunia. Hukum yang berlakupun sudah bukan hal baru untuk
dilanggar. Walaupun masyarakat samin dianggap kolot atau nyeleneh, akan tetapi tatanan
kehidupan masyarakat samin sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dalam budayanya.
Sehingga menjadi suatu nilai yang patut menjadi pedoman seluruh rakyat Indonesia,
sekelompok masyarakat yang memanusiakan manusia, dan selalu berusaha membuat satu
sama lain merasa aman dan dihargai. Bukan merugikan dan menjatuhkan satu sama lain.
Untuk itu sebagai Negara yang kaya akan beragam etnik dan budaya, seluruh warga
Indonesia wajib untuk menjaga dan mempertahankannya sehingga kebudayaan tersebut tetap
ada dan berkembang, dengan cara mengamalkan nilai-nilai budayanya dalam kehidupan
sehari-hari sebagai wujud melestarikan karakter bangsa. Bukan malah mengakui budayanya
ketika budaya tersebut telah diklaim oleh Negara lain.
Daftar Rujukan
Dekker, N & Sudomo, M. 1970. Masyarakat Samin: Suatu Tinjauan Singkat Sosio-Kulturil.
Malang: I.K.I.P
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 46
Sastroatmodjo, S. 2003. Masyarakat Samin: Siapakah Mereka?. Jogjakarta: Penerbit
NARASI
Mumfangati, Titi. 2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora
Jawa Tengah. Yogyakarta: Jarahnitra
Salatalohy, F & Pelu, R (Eds) . 2004. Nasionalisme Kaum Pinggiran. Yogyakarta: LkiS
Toto, Iman. 2001. Bung Karno Dan Tata Dunia Baru : Kenangan 100 Tahun Bung Karno.
Jakarta: Grasindo
Rosyid,2008. Samin Kudus: Bersahaja di Tengah Asketisme Lokal. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR
Rosyid. 2010. Kodifikasi Ajaran Samin. Yogyakarta: KEPEL
Widi.
H.
2012.
Jujur
Ala
Sedulur
Sikep,
(Online),
(http://regional.kompas.com/read/2012/04/16/02044683/Jujur.ala.Sedulur.Sikep.html)
, diakses 31 Maret 2013.
Blorakab. 2010. Sejarah Samin, (Online), ( http://www.blorakab.go.id/03_samin2.php),
diakses 31 Maret 2013.
Burhani ,N. 2012. Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Samin,
(http://nusantaraislam.blogspot.com/perubahan-sosial-budaya-masyarakatsamin.html), diakses 31 Maret 2013
(Online),
Busroh, D. 2010. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Suyami, Ed. 2007. Kearifan Lokal Di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa
Tengah. Yogyakarta: Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Blora
Mardikantoro, H. 2012. Pilihan Bahasa Masyarakat Samin Dalam Ranah Keluarga. Jurnal
Humaniora, 24(3): 345-347.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 47
Di Indonesia
Sinda Eria Ayuni1
Abstrak
Di Indonesia terdapat beragam ajaran yang telah menjadi sebuah budaya di dalam
kehidupan sehari-hari para penganutnya, seperti halnya ajaran Samin yang pertama kali ada
di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Para penganut ajaran Samin atau masyarakat Samin
sangat konsekuen dalam menjalankan berbagai macam pantangan yang ada dalam
ajarannya, dan pantangan tersebut dianggap mampu melawan penyakit bangsa Indonesia
yang cenderung menyenangi hal instan seperti korupsi yang mampu membawa pengaruh
negatif pada kelangsungan hidup rakyat dan bangsa.
Kata Kunci : Masyarakat Samin, Ajaran Samin, Korupsi, Indonesia
Bangsa Indonesia telah merdeka 68 tahun lamanya, didalam memproklamasikan
kemerdekaan tersebut tak luput dari semangat para pejuang dan rakyat Indonesia untuk
melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Semangat-semangat besar tersebut yang mampu
mendorong Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Walaupun banyak rintangan menghadang dalam detik-detik proklamasi, akhirnya pernyataan
merdekapun dengan tegas terseru pada tanggal 17 agustus 1945 oleh Bung Karno. Hal
tersebut menjadi tombak awal masyarakat Indonesia untuk tetap mempertahankan
kemerdekaannya dengan cara menjadikan diri mereka sebagai diri yang berjiwa nasionalis.
Seiring dengan berjalannya waktu secara perlahan semangat nasionalisme masyarakat
Indonesia mulai surut dan memudar. Padahal nasionalisme bangsa Indonesia bukan
merupakan nasionalisme yang sempit dan muncul dari kesombongan bangsa, akan tetapi
nasionalisme bangsa Indonesia merupakan nasionalisme yang lebar, timbul dari pengetahuan
dunia dan suatu riwayat, serta nasionalisme Indonesia menerima hidupnya sebagai suatu
wahyu dan suatu bakti (Toto, 2001: 6). Kini juga dapat terlihat bahwa adanya salah tafsir di
dalam memahami nasionalisme Indonesia, sebab pada masa ini masyarakat menganggap
bahwa menjadi manusia pancasila dan mengingat nama pahlawan RI saja sudah cukup untuk
1
Mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Malang, Angkatan 2012.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 35
mencerminkan jiwa nasionalis, memang tidak ada yang salah dalam hal itu, namun semua itu
jelas masih memilikki kekurangan untuk membentengi diri dari globalisasi.
Efek globalisasi mengakibatkan krisis nasionalisme yang seharusnya menjadi
perhatian khusus sudah tidak lagi menjadi trend center publik, melainkan sudah lumrah
terjadi. Ini di gambarkan jelas akan banyaknya suatu kejadian yang mengakibatkan degradasi
moral seperti kasus korupsi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, korupsi ialah suatu
tindakan penyelewengan atau penggelapan uang. Dewasa ini banyak pula perilaku
menyimpang yang tidak sesuai dengan budaya lokal dan menyebabkan terkikisnya rasa
nasionalisme bangsa bahkan menghapus jati diri bangsa Indonesia yang terkenal akan budaya
timur yang sopan dan bertatakrama yang baik.
Sudah sepatutnya penyakit masyarakat Indonesia yang menyenangi suatu hal sak dek
sak nyek atau instan, sehingga mengakibatkan pengaruh negatif seperti korupsi yang perlu
menjadi perhatian khusus demi mempertahankan keutuhan serta persatuan bangsa Indonesia.
Maka, dengan adanya kondisi tersebut masyarakat Indonesia perlu mengoreksi kekurangan
dan kelebihan dari masing-masing individu, serta perlu belajar bersama dari berbagai macam
aspek, seperti lingkungan tempat mereka tinggal dan budaya yang ada di sekitar mereka
tinggal khususnya di Indonesia.
Namun selain dari banyak kasus yang melanda bangsa kita, ada sebagian suku atau
sekumpulan orang yang sangat menghargai, mencintai serta mengajarkan budaya lokal dan
mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi dan patut untuk kita tiru. Mereka akrab di panggil
sebagai masyarakat Samin. Dari aspek keberadaan masyarakat Samin dan tradisi yang berada
didalamnya, manusia akan mampu untuk mengenali diri, mengakrabkan diri, dan
mempertahankan dirinya demi mencapai satu kekuatan untuk hidup bersama di dalam
lingkungannya (Rosyid, 2008: 3) oleh karena itu kearifan lokal masyarakat Samin dan ajaran
Samin dapat di jadikan sebagai suatu komunitas yang mampu membangun kembali kesadaran
terhadap jiwa-jiwa yang tergoda oleh nafsu dunia yang hanya sementara ini .
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 36
Asal Ajaran Samin
Samin adalah suatu ajaran yang disebarkan oleh seorang penduduk bernama Samin
Surosentiko yang lahir pada tahun 1859 di Desa Ploso Kedhiren Randublatung Kabupaten
Blora dengan nama Raden Kohar, Ia mengubah namanya menjadi Samin Surosentiko karena
arti nama tersebut berbau wong cilik atau orang kecil. Orang kecil yang dimaksud adalah
orang miskin akan tetapi kemiskinannya bukan dalam materi melainkan berupa budaya
seperti sejarah, kesenian, dan adat istiadat(kartomihardjo, 1980). Kemudian pada tahun 1890
Surosentiko menyebarkan ajaran kebatinan dengan berasaskan kesusilaan yang menolak dan
menentang kapitalisme di masa penjajahan Belanda pada abad ke 19 di Indonesia. Ajaran ini
berpaham hindu, islam dan jawa akan tetapi hanya konsepnya saja yang sejalan dengan ajaran
Samin, kemudian ajaran tersebut disebarkan melalui ceramah atau lisan dikarenakan
masyarakat Samin tidak bisa membaca dan menulis. Sebab pada saat itu mereka
mengacuhkan dunia pendidikan formal akan tetapi mereka mendapatkan pendidikan berupa
ilmu pengetahuan tentang moral serta kehidupan dari orang tua dan para leluhurnya. Alasan
masyarakat Samin tidak bersekolah:
o Pertama, mereka tidak bersekolah karena muncul kekhawatiran jika terdidik pada lembaga
formal, anak mampu membaca dan menulis, sehingga memenuhi syarat formal menjadi
pekerja formal non-pertanian di luar pantauan orang tua sebagai embrio melepaskan ikatan
kekeluargaan. Ketidakaktifan dalam pendidikan formal merupakan bagian dari gerakan
simbolis menentang penjajah (masa moyangnya) berupa menjauhi aktivitas penjajah (sekolah
formal).
o Kedua, mengikuti pendidikan formal dan tidak menerima mata ajar agama selain agama
Adam. Dalam proses pembelajaran, peserta didik (warga Samin) dipaksa guru non-Adam
untuk melaksanakan perintah agama non-Adam, karena para guru beranggapan siswa harus
menerima mata ajar agama yang tertuang dalam perundangan dan konsekuensinya mendapat
nilai (angka) yang tertuang dalam rapot. Bagi wali siswa Samin yang tak mengevaluasi
proses pembelajaran di sekolah formal dan anaknya menerima pendidikan agama, secara
alami anak akan memahami dan terjadi konversi(pindah) agama. Tetapi bagi wali murid
Samin yang mengevaluasi pembelajaran agama di sekolah formal, jika putranya diwajibkan
menerima pelajaran agama non-Adam, mereka mewakilkan tokoh adatnya untuk ‘mengiba’
pada kepala sekolah agar tidak diberi mata ajar agama Budha.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 37
o Ketiga, sekolah formal dan mengikuti mata ajar agama Budha karena berprinsip bahwa
semua ajaran agama yang diajarkan di bangku pendidikan formal tak bertentangan dengan
prinsip hidup Samin (Rosyid, 2013). Namun, bukan berarti masyarakat Samin membedabedakan suatu agama, justru mereka saling menghargai agama yang dianut oleh masyarakat
sekitar. Kemudian ajaran Saminisme tersebut meluas ke Desa Kalirejo Kabupaten
Bojonegoro, Jawa Timur.
Dalam Wikipedia bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengikut ajaran Samin atau
Saminisme cepat meluas sehingga memiliki sekitar 2300 penganut, kemudian disuatu waktu
jumlahnya mencapai sekitar 2.305 keluarga yang bertahan sampai tahun 1917, ajaran tersebut
pada akhirnya tersebar di beberapa daerah seperti Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus,
Madiun, Sragen dan Grobogan dan yang terbanyak di Tapelan. Dengan kondisi seperti ini
membuat pemerintah Belanda yang awalnya meremehkan serta acuh terhadap ajaran Samin
menjadi khawatir akan ajaran yang dipelopori oleh Samin Surosentiko tersebut sehingga
Belanda menangkap dan memenjarakan para pengikut ajaran Samin.
Pada tahun 1908 Samin Surosentiko ditangkap oleh Belanda dan diasingkan di
Sawahlunto Sumatera Barat beserta delapan pengikutnya, diantaranya adalah Karjani,
Singotirto, Brawok, Engkrek, dan Ki Surokidin. Kemudian pada tahun 1914 Samin
Surosentiko meninggal dunia dalam pengasingannya. Akhirnya ajaran Saminisme tersebut di
lanjutkan serta di kembangkan keberadaannya oleh para pengikut ajaran Samin itu sendiri
dengan cara yang sama ketika Surosentiko mengahasut rakyat desa yang berada didaerah
penyebaran ajaran Samin agar tidak membayar pajak kepada pemerintah kolonial, kemudian
menyuruh untuk membantah serta menyangkal peraturan yang ditetapkan oleh Belanda.
Karena perbuatan itu dianggap sebagai upaya untuk menentang Belanda. Akan tetapi dalam
melakukan perbuatan tersebut sering kali membuat penganut ajaran Samin mendapat siksaan
dari Belanda, sehingga membuat para penganut Samin menggunakan strategi Nyamin yaitu
Nggendheng atau berpura-pura gila(Burhani, 2012). Ajaran Samin ini juga identik sekali
dengan perlawanan rakyat terhadap penjajah. Kemudian penganut ajaran Samin tidak mau
dipanggil Wong Samin karena keidentikannya melakukan perbuatan tidak terpuji menurut
pandangan para penjajah.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 38
Masyarakat Samin
Masyarakat Samin adalah sekelompok manusia yang dalam kebiasaannya sehari-hari
menganut ajaran samin. Biasanya mereka menyebut sesama penganut ajaran Samin dengan
Sedulur Sikep atau Wong Sikep, karena untuk menghilangkan konotasi negatif dari ajaran
Samin, sehingga sikep sendiri diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab dan jujur.
Meraka terkenal dengan keluguan dan kepolosan, serta kesederhanaanya. Mayoritas mata
pencaharian masyarakat Samin dahulu adalah bertani, baik di ladangnya sendiri atau merawat
tanah orang lain. Sekarang hanya sebagian saja Wong Sikep yang bertani, dan yang lainnya
adalah berdagang. Akan tetapi dalam sandang pangan, segala yang halal akan dikonsumsi
oleh wong sikep kecuali yang haram seperti hasil curian atau milik orang lain.
Di dalam berkomunikasi sehari-hari, masyarakat Samin menggunakan bahasa jawa
ngoko yang diwarisi dari para tetuah Sedulur Sikep, tetapi karena keadaan lingkungan sosial
di sekitar mereka yang mayoritas orang Jawa dan menggunakan bahasa jawa dalam
berinteraksi, masyarakat Samin menjadi lebih mengetahui bahwa bahasa jawa tidak hanya
ngoko, melainkan ada bahsa jawa krama dan madya sehingga masyarakat Samin dapat
memetakan diri ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau sebaya. Namun, ada yang
membedakan bahasa warga Samin dan non Samin yaitu bahasa masyarakat Samin yang
cenderung lugu dalam berbicara (Hari, 2012). Selain bahasa yang membedakan masyarakat
Samin dengan warga yang lain adalah cara berpakaian mereka yang selalu mengenakan kain
kasar yang berdominasi hitam, seperti laki-laki mengenakan ikat kepala, berbaju lengan
panjang tanpa kerah, sedangkan wanita membentuk kainnya menjadi kebaya berlengan
panjang. Namun itu dulu, sekarang Sedulur Sikep muda sudah tidak mengenakan pakaian
khas Samin, hanya sebagian komunitas Samin tua saja yang mengenakan pakaian khas Samin
tersebut.
Sikap masyarakat Samin dengan warga yang tidak menganut ajaran Samin “nonSamin” juga saling menghormati, walaupun pada awalnya sedulur sikep lebih mengindividu
atau bergerombol dengan sesama Sedulur Sikep, karena warga non-Samin dan Samin sendiri
memilikki prinsip hidup yang sebagian berbeda. Namun, pada akhirnya masyarakat Samin
menyadari bahwa sesama manusia memiliki ikatan persaudaraan dan harus saling
menghargai, sehingga mereka berbaur dengan warga non-Samin dengan rukun, akan tetapi
mereka harus pintar memilah mana yang baik dan mana yang buruk agar pantangan hidup
orang Samin dapat terealisasikan.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 39
Prinsip Ajaran Samin
Di dalam ajaran Samin terdapat berbagai macam ajaran yang sangat dijunjung tinggi
dan dijaga eksistensinya untuk digunakan sebagai pedoman hidup oleh para pengikutnya,
supaya hidup mereka lebih terarah, dan tingkah laku serta sikap mereka dapat dicontoh
dengan baik oleh para keturunan Wong Sikep. Pokok-pokok ajaran Saminisme adalah:
a. Agama iku gaman (Agama itu adalah pegangan atau senjata hidup)
b. Aja drengki srei, tukar padu,dahpen, kemeren. Aja kutil jumput, bedhog nyolong
(Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati. Jangan suka
mengambil milik orang lain/mencuri)
c. Sabar lan trokal empun ngantos drengki srei, empun ngatos riyo sapada empun
ngantos pek-pinepek, kutil jumput bedhog nyolong. Napa malih bedhog colong, napa
milik barang, nemu barang ten dalan mawon kulo simpangi (Sabar dan jangan
sombong, jangan menganggu orang, jangan takabur, jangan mengambil milik orang
lain, apalagi mencuri, mengambil barang sedangkan menjumpai barang tercecer
dijalan saja dijahui)
d. Wong urip kudu ngerti uripe, dadi wong, salawase dadi wong. Sebab urip siji digawa
salawase. (Manusia hidup harus memahami kehidupannya, sekali orang itu berbuat
baik, selamanya akan menjadi orang baik. Sebab hidup sekali dibawa selamanya)
e. Ibarate pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pangucap saka sanga
bundhelane ana pitu (Ibaratnya orang berbicara dari angka lima berhenti pada angka
tujuh dan angka sembilan juga berhenti pada angka tujuh, maksudnya ialah simbol
bahwa manusia dalam berbicara harus menjaga mulut) (Suyami, 2007:29)
Kelima pokok ajaran tersebut menyangkut tentang nilai-nilai kehidupan manusia, dimana
sifat pokok itu diambil dari beberapa prinsip agama hindu, dan agama Islam. Akan tetapi,
agama yang dianut oleh Wong Sikep pada terdahulu adalah agama Adam yang artinya Adam
adalah “ucapan” sedangkan agama diartikan sebagai ugeman atau pegangan hidup, agama ini
berasal dari ide gagasan para orang tua atau leluhurnya, dan diwariskan secara turun temurun
oleh para orang tua terhadap penerus ajaran Samin hingga pada saat ini(Rosyid 2008:198).
Namun, pada dewasa ini beberapa masyarakat Samin ada yang beragama Islam dan masih
terus menjalankan pantangan-pantangan yang sudah menjadi karakter dan budaya dalam
kehidupan Wong Sikep. Walaupun terdapat beberapa agama yang dianut dalam satu
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 40
komunitas yang disebut Saminisme ini realitanya sikap tepo sliro atau rasa saling
menghormati, dan tingkat kerukunan masyarakat Samin masih sangat dijunjung tinggi,
karena agama yang dianut masyarakat Samin tidak bertentangan dengan ajaran Samin itu
sendiri.
Eksistensi Pantangan Masyarakat Samin Dalam Pembudayaan Nilai-Nilai Anti Korupsi
Masyarakat Samin adalah masyarakat yang sangat konsekuen pada ajaran maupun
pantangan hidup mereka. Sikap pantang berbohong dan mengambil hak orang lain adalah
salah satu ajaran Samin yang bisa dikaitkan untuk memerangi beberapa kasus yang terjadi di
Indonesia, salah satunya seperti korupsi. Suatu perilaku yang mengakibatkan lunturnya rasa
nasionalisme rakyat terhadap bangsanya sendiri. Korupsi tersebut sepertinya sudah lumrah
terjadi di NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan rupanya sulit untuk diberantas
keberadaannya sehingga mengakibatkan banyak pengaruh negatif dalam bangsa, diantaranya:
pendidikan menjadi tidak berkualitas sehingga para peserta didik yang awalnya menjadi
harapan bangsa ketika lulus menjadi korban bangsa, pengangguran meningkat yang
mengakibatkan kemiskinan merajalela, tindak kejahatan terjadi dimana-mana, dsb. Rupanya
tindakan para manusia tidak bertanggung jawab ini bagaikan tikus yang keluar dari kandang,
melihat makanan yang disajikan dihadapan mereka langsung disantap tanpa meninggalkan
secuil sisa di piringnya.
Dalam hal yang memperihatinkan seperti ini siapa yang patut untuk disalahkan?
Masyarakat? Pemerintah? Ataukah hukum? Jika diulas kembali, masyarakat adalah individuindividu yang membentuk suatu kelompok untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Kemudian masyarakat menyerahkan atas segala persoalan nasib mereka dan bangsanya
terhadap pemerintah. Dengan ini masyarakat tidak patut untuk disalahkan karena sebenarnya
tingkah laku masyarakat ada untuk kepentingan bersama, bukan untuk merugikan satu sama
lain sebab setiap gerak-gerik masyarakat selalu diawasi hukum yang bersifat horizontal
maupun vertikal, akan tetapi jika dilihat pada sisi negatifnya pola pikir masyarakat sekarang
yang cenderung gegabah merupakan benih yang tak lepas dari kontrol para penguasa yang
tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini bukan berarti semua pemerintah atau penguasa itu
bersifat tak bertanggung jawab, namun semua pasti kembali memiliki sisi contohnya pada
dewasa ini jabatan tersebut disalah kaprahkan, jabatan sekarang disetarakan dengan nafsu
pribadi, dan pejabat sekarang cenderung bersifat feodalistik. Seharusnya pemerintah ada
untuk mengayomi rakyatnya dan menjadi contoh serta penengah, seperti yang tertera pada
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 41
UUD alinea ke 4 bahwa pemerintah ada “untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Akan tetapi hukum juga tidak
dapat disalahkan secara keseluruhan. Hukum Indonesia merupakan hasil pemikiran dan
persetujuan bersama yang berasaskan Undang-Undang Dasar 1945, tidak ada hukum yang
hanya memikirkan kepentingan para penguasanya saja, atau bahkan hanya memikirkan
kepentingan rakyatnya saja, melainkan mementingkan kepentingan bersama. Jika hukum
salah maka tidak mungkin masyarakat akan tunduk pada hukum yang berlaku. Dewasa ini,
cenderung banyak orang saling menyalahkan karena peran dari masing-masing individu yang
kurang akan kesadaran diri dalam jiwanya.
Dalam menangani kasus KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) banyak upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, salah satu diantaranya ialah menegakkan hukum tanpa
memandang
kedudukan,
apabila
terbukti
bersalah
melakukan
Tindak
Pidana
Korupsi(TIPIKOR) maka dikenakan UU no. 31 tahun 1999 dengan hukuman seumur hidup,
paling singkat 4tahun, paling lama 20 tahun, atau denda 200jt-1milyar. Dengan diadakan
Undang-Undang yang mengatur tentang TIPIKOR itu saja tidak cukup, perlu penanganan
yang mampu membuat pelaku korupsi menjadi jera. Diluar negeri ketika anak buah
pemerintah melakukan tindak pidana korupsi, maka pemerintah tersebut memecat anak
buanhnya dan ia juga mengundurkan diri dari jabatan yang diduduki karena malu telah gagal
menjalankan mandat yang diberikan oleh rakyatnya, lalu bagaimana dengan Indonesia yang
masyarakatnya kurang akan kesadaran diri?. Dengan ini ajaran yang dipelopori oleh Samin
Surosentiko dinilai mampu untuk membangun kesadaran rakyat akan hal yang dapat
merugikan dirinya sendiri maupun oranglain.
Wong sikep tidak mengenal korupsi, karena mereka selalu jujur tehadap hidup,
bertindak dan berperilaku sesuai ucapan, serta selalu bersikap saling menghormati terhadap
sesama, sebab para leluhurnya selalu mengajarkan jangan pernah menyakiti atau merugikan
orang lain apabila tidak ingin disakiti atau dirugikan. Bagi mereka takaran kesejahteraan itu
bersumber pada rasa, bukan persepsi. Jika sudah merasa sandang, pangan dan papan
tercukupi, Sedulur Sikep tidak akan mencari yang lebih(Widi, 2012).
Dalam menjalani hidup sebagai wong sikep tentu terdapat berbagai pantangan yang
perlu dijauhi dan dihindari. Pantangan tersebut dapat pula diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari masyrakat Indonesia, karena beberapa pantangan yang ada didalamnya
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 42
sesuai dengan nilai-nilai yang mampu memanusiakan manusia, diantaranya: drengki
(memfitnah), srei (serakah), panasten (mudah tersinggung/membenci sesama), dahwen
(mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati/syirik, ingin memiliki barang milik orang lain),
colong(mencuri), nyiyo marang sepodo (berbuat nista terhadap sesama) karena bejok reyot
iku dulure, waton menungso tur gelem di ndaku sedulur (menyia-nyiakan orang lain tak
boleh, cacat seperti apapun manusia adalah saudara, jika manusia mau dijadikan saudara)
(Rosyid, 2013). Menurut masyarakat Samin, yang terpenting dalam hidup manusia adalah
tabiatnya, bukan menurut materi atau pangkatnya, apabila dia seorang konglomerat, namun
tabiatnya buruk, maka akan buruk pula pekertinya.
Dalam menegakkan hukum wong sikep tidak pernah memandang bulu dan itu selalu
di tegakkan pada siapapun yang melanggarnya. Walaupun masyarakat samin tidak memilikki
sanksi yang ditetapkan secara resmi dalam ajarannya akan tetapi sanksi yang diberikan
kepada pelaku pelanggaran mampu memberikan efek jera, salah satunya seperti memotong
tangan atau jari apabila mengambil hak orang lain. Seperti cerita terdahulu ketika anak dari
salah satu petuah Samin menemukan sebuah benda berharga di jalan, dan ia mengambil
benda tersebut hanya untuk dilihat, kemudian meletakkan kembali benda tersebut ketempat
semula, namun setiba dirumah nasib buruk menimpanya, tangan kananya dipotong oleh
orang tuanya yang selaku petuah ajaran Samin, walaupun hanya melihat dan meletakkan
kembali benda tersebut dianggap telah melanggar sebab telah merubah posisi daripada benda
tersebut. Dengan adanya peristiwa tersebut wong sikep tidak pernah memperdulikan barang
yang jatuh dijalan, karena dianggapnya telah melanggar pantangan yang telah ditetapkan
serta mampu merugikan diri sendiri dan orang lain.
Kejujuran merupakan suatu landasan penompang kehidupan sosial masyarakat Samin,
mereka selalu berbicara sesuai dengan fakta dan hati nurani, tidak seperti para pelaku korupsi
yang selalu menebar pesona perkataannya, dan selalu mengutamakan kepentingan nafsu diri
sendiri. Keadaan itu mengakibatkan masyarakat Samin yang awal mulanya tidak mengerti
akan krisis ekonomi dan moneter terkena imbas dari aksi para pejabat-pejabat tinggi Republik
Indonesia, bukan hanya wong sikep saja, melainkan seluruh rakyat Indonesia baik yang kaya
atau yang miskin. Timbulnya keinginan untuk korupsi dapat dihubungkan dengan
dilanggarnya nilai kemanusiaan yang dijadikan pantangan oleh wong sikep , seperti:
Iri hati; merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 43
Benci; merasa tidak suka dengan seseorang.
Serakah; selalu menginginkan lebih dan lebih dari keadaan yang telah
dimilikki.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulakan bahwa suatu keirihatian dapat menimbulkan suatu
kebincian yang mampu menimbulkan suatu keinginan untuk melebihkan diri dari seseorang
yang lebih dari diri sendiri dengan cara apapun. Sehingga tindak kejahatan kemanusiaan
terjadi dimana-mana dan membuat karakter bangsa menjadi hilang. Kini sudah sepatutnya
rakyat Indonesia bangkit dari keterpurukan yang diakibatkan oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Apabila masih memelihara para koruptor seharusnya Indonesia malu
dengan identitas bangsa yang kaya akan ragam budaya, dimana setiap budaya tersebut pasti
memilikki prinsip hidup.
Dalam sebuah negara, akan menjadi Negara yang kuat sentausa dan mempunyai
peranan yang menentukan dalam peraturan dunia apabila unsur-unsur pemerintahan,
kelompok elite yang menentukan kebijakan itu menghormati kepercayaan para leluhur, selalu
ingat akan sejarah yang membentuknya dan memelihara perkembangan ilmu pengetahuan
secara patut, apabila hal tersebut terealisasikan rakyat akan rukun bahagia, dan tidak ada
permusuhan di antaranya. Hal tersebut yang dikemukakan oleh Samin Surosentiko dalam
memberikan ajaran mengenai kenegaraan yang tertuang dalam Serat Pikukuh Kasajaten.
Pengimplementasian nila-nilai ajaran samin dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dinilai sangat mampu dijadikan contoh oleh masyarakat Indonesia yang kurang
akan kesadaran diri sehingga masyarakat Indonesia tidak lagi mengalami buta kesadaran dan
buta kemanusiaan. Dan penerapan nilai-nilai kemanusiaanpun perlu didasari oleh suatu
ideologi yang menjadi ciri khas bangsa yaitu pancasila. Adapun cara untuk menghapuskan
penyakit korupsi dalam bangsa dengan mengambil beberapa nilai-nilai ajaran samin, yaitu:
Menghindari perbuatan yang mampu merugikan diri sendiri dan orang lain
Berbuat jujur, berani berbicara yang telah diperbuat, dan berani berbuat yang
telah dibicarakan.
Menjadikan diri sebagai individu yang terbuka
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 44
Penegakkan hukum yang tidak memandang bulu.
Apabila nilai-nilai tersebut terealisasikan dalam kehidupan rakyat Indonesia maka tidak akan
ada lagi benih-benih tikus kantor atau tikus sistem. Dan masyarakatpun akan kembali percaya
terhadap sesama dan para penegak hukum serta elit politik yang ada di Indonesia, serta nilainilai ajaran samin tersebut akan membangun kembali semangat nasionalisme rakyat
Indonesia yang telah terdegradasi oleh krisis kesadaran.
Penutup
Ajaran masyrakat samin dan pantangan masyarakat samin memang sudah tidak asing
lagi didengar oleh telinga, namun tidak banyak masyarakat Indonesia yang mampu
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 45
mengimplementasikannya dalam kenyataan hidup berbangsa dan bernegara. Apalagi di era
global pada saat ini, penguatan moral dan kesadaran diri warga sudah banyak yang
terdegradasi hanya karena nafsu dunia. Hukum yang berlakupun sudah bukan hal baru untuk
dilanggar. Walaupun masyarakat samin dianggap kolot atau nyeleneh, akan tetapi tatanan
kehidupan masyarakat samin sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dalam budayanya.
Sehingga menjadi suatu nilai yang patut menjadi pedoman seluruh rakyat Indonesia,
sekelompok masyarakat yang memanusiakan manusia, dan selalu berusaha membuat satu
sama lain merasa aman dan dihargai. Bukan merugikan dan menjatuhkan satu sama lain.
Untuk itu sebagai Negara yang kaya akan beragam etnik dan budaya, seluruh warga
Indonesia wajib untuk menjaga dan mempertahankannya sehingga kebudayaan tersebut tetap
ada dan berkembang, dengan cara mengamalkan nilai-nilai budayanya dalam kehidupan
sehari-hari sebagai wujud melestarikan karakter bangsa. Bukan malah mengakui budayanya
ketika budaya tersebut telah diklaim oleh Negara lain.
Daftar Rujukan
Dekker, N & Sudomo, M. 1970. Masyarakat Samin: Suatu Tinjauan Singkat Sosio-Kulturil.
Malang: I.K.I.P
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 46
Sastroatmodjo, S. 2003. Masyarakat Samin: Siapakah Mereka?. Jogjakarta: Penerbit
NARASI
Mumfangati, Titi. 2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora
Jawa Tengah. Yogyakarta: Jarahnitra
Salatalohy, F & Pelu, R (Eds) . 2004. Nasionalisme Kaum Pinggiran. Yogyakarta: LkiS
Toto, Iman. 2001. Bung Karno Dan Tata Dunia Baru : Kenangan 100 Tahun Bung Karno.
Jakarta: Grasindo
Rosyid,2008. Samin Kudus: Bersahaja di Tengah Asketisme Lokal. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR
Rosyid. 2010. Kodifikasi Ajaran Samin. Yogyakarta: KEPEL
Widi.
H.
2012.
Jujur
Ala
Sedulur
Sikep,
(Online),
(http://regional.kompas.com/read/2012/04/16/02044683/Jujur.ala.Sedulur.Sikep.html)
, diakses 31 Maret 2013.
Blorakab. 2010. Sejarah Samin, (Online), ( http://www.blorakab.go.id/03_samin2.php),
diakses 31 Maret 2013.
Burhani ,N. 2012. Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Samin,
(http://nusantaraislam.blogspot.com/perubahan-sosial-budaya-masyarakatsamin.html), diakses 31 Maret 2013
(Online),
Busroh, D. 2010. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Suyami, Ed. 2007. Kearifan Lokal Di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa
Tengah. Yogyakarta: Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Blora
Mardikantoro, H. 2012. Pilihan Bahasa Masyarakat Samin Dalam Ranah Keluarga. Jurnal
Humaniora, 24(3): 345-347.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Sinda Eria Ayuni | 47