PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-DYMETHYLBENZ(α)ANTHRACENE (DMBA)

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA(Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN

HISTOPATOLOGIS HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG

DIINDUKSI7,12-DYMETHYLBENZ(α)ANTHRACENE (DMBA)

Oleh

Desty Ariani 1018011050

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF GIVING MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) EXTRACT AGAINST DYMETHYLBENZ(α)ANTHRACENE (DMBA)

INDUCED HEPAR HISTOPATHOLOGY APPEARANCE IN Sprague dawley RATS

By

DESTY ARIANI

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) is one type of plant that originated from island of Papua but able to live well in other place. It reported to have various biological activities as hepatoprotector. Phaleria macrocarpa (PM) contain flavonoid and polifenol which are neutralize free radicals because of their antioxidant and antiinflammatory activity.

The aim of this research was to determine the influence of giving etanol 70% extract of Mahkota dewa fruit. In this study, twenty five rats (Rattus novergicus) Sprague dawley strain devided into five groups and given treatment for 14 days. G1 (only given aquadest), G2 (only given DMBA 30 mg/BW), G3 (given DMBA and PM extract 24 mg), G4 (given DMBA and PM extract 48 mg), G5 (given DMBA and PM extract 96 mg).

Result showed that total average of inflammation in G1 was 1,08; G2: 3,32; G3: 2,92; G4: 2,28; G5: 1,84. The conclusion of this research is that Mahkota dewa extract 24 mg, 48 mg, and 96 mg could act against DMBA-induced hepar inflammation in rats by mechanism related to its antioxidant and antiinflammatory properties.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG

DIINDUKSI 7,12-DYMETHYLBENZ(α)ANTHRACENE (DMBA)

Oleh

DESTY ARIANI

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) merupakan salah satu tanaman yang berasal dari Pulau Papua namun dapat hidup dengan baik di tempat lainnya. Dia dilaporkan dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologi seperti hepatoprotektor. Phaleria macrocarpa (PM) mengandung flavonoid dan polifenol yang dapat menetralkan radikal bebas karena aktivitas antioksidan dan antiinflamasinyanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% buah mahkota dewa. Pada penelitian ini, 25 tikus dibagi dalam 5 kelompok dan diberi perlakuan selama 14 hari. K1 (hanya diberi aquades), K2 (hanya diberi DMBA 30 mg/kgBB), K3 (diberi DMBA 30 mg/kgBB ekstrak PM 24 mg), K4 (diberi DMBA 30 mg/kgBB dan ekstrak PM 48 mg), dan K5 (diberi DMBA 30 mg/kgBB dan ekstrak PM 96 mg).

Hasil penelitian menunjukkan total rerata inflamasi pada K1 yaitu 1,08; K2: 3,32; K3: 2,92; K4: 2,28; K5: 1,84. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ekstrak mahkota dewa dapat bertindak melawan inflamasi hepar tikus yang diinduksi DMBA yang berkaitan dengan sifat antioksidan dan antiinflamasinya.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN...vi

I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Perumusan Masalah...3

C. Tujuan Penelitian ...3

D. Manfaat Penelitian...3

E. Kerangka Teori ...4

F. Kerangka konsep...7

G. Hipotesis...9

II. TINJAUAN PUSTAKA ...10

A. Intoksikasi hepar ...10

B. Mahkota dewa ...13

1. Klasifikasi...13

2. Deskripsi tanaman mahkota dewa...14


(7)

ii

III. METODE PENELITIAN ...20

A. Desain Penelitian...20

B. Tempat dan Waktu ...20

C. Populasi dan Sampel ...21

D. Kriteria inklusi dan eksklusi...22

E. Alat dan bahan ...23

1. Bahan penelitian...23

2. Bahan kimia ...23

3. Alat penelitian ...23

4. Alat pembuatan preparat histopatologi...24

F. Prosedur Penelitian ...24

1. Prosedur pemberian ekstrak etanol 70% mahkota dewa...24

2. Prosedur pemberian dosis ekstrak etanol 70% mahkota dewa...25

3. Prosedur pemberian dosis DMBA ...26

4. Prosedur penelitian ...26

G. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ...33

1. Identifikasi variabel ...33

2. Definisi operasional variabel...33

H. Analisis Data ...34

I. Etika penelitian ...35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...36

A. Hasil Penelitian ...36

1. Gambaran histopatologi hepar tikus...36

2. Analisis histopatologi kerusakan hepar tikus ...40

B. Pembahasan...42

V. KESIMPULAN DAN SARAN...50

A. Kesimpulan ...50


(8)

DAFTAR PUSTAKA ...52 LAMPIRAN...57


(9)

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori ...6

2. Kerangka konsep ...8

3. Peradangan pada hepatosit ...11

4. Perlemakan hepar ...12

5. Diagram alur penelitian ...32

6. Gambran histopatologi hepar ... 38


(11)

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Skor penilaian derajat peradangan ...31 2. Definisi operasional variabel... 33 3. Hasil persentase rerata skor sel radang pada hepar tikus yang diberi


(13)

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Hasil persentase rerata skor sel radang pada hepar tikus yang diberi

ekstrak buah mahkota dewa... 58

B. Uji statistik ... 59

C. Foto gambaran histopatologi hepar tikus ... 67


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ metabolisme terpenting dalam proses sintetis, penyimpanan, metabolisme, dan klirens banyak senyawa endogen. Salah satu fungsi hati adalah detoksikasi (menawarkan racun tubuh), sehingga hati mudah menjadi sasaran utama ketoksikan. Penyakit hati tergolong sebagai salah satu penyakit yang merupakan problem nasional di Indonesia dan negara berkembang pada umumnya, bahkan merupakan masalah yang hangat di negara–negara maju. Berdasarkan laporan dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) tipe A dan B di seluruh Indonesia, ternyata penyakit hepar menempati urutan ketiga setelah penyakit infeksi dan penyakit paru, bahkan penyakit hepar penyebab kematian tergolong tinggi (Akhirunnisa, 2010).

Hepatoprotektor yang saat ini digunakan, harganya tidak terjangkau bagi masyarakat dan mengandung bahan kimia sehingga diperlukan hepatoprotektor yang aman dan terjangkau bagi masyarakat. Salah satu kandungan yang diperlukan sebagai hepatoprotektor adalah antioksidan yang banyak dikandung oleh berbagai macam tanaman yang mudah didapat oleh masyarakat, murah, dan tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya (Situmorang, 2010). Selain itu, saat ini banyak penelitian dilakukan untuk mencari alternatif pengobatan terutama menggunakan bahan–bahan alam yang diyakini memiliki aktivitas farmakologi yang poten, toksisitas yang rendah,


(16)

dan lebih ekonomis dibandingkan dengan obat sintetis. Di sisi lain pengembangan obat bahan alam Indonesia yang potensial untuk obat masih harus dilakukan oleh para peneliti/akademisi sehingga ketergantungan bahan baku dari negara lain dapat dikurangi (Wahyunigsih, 2010).

Salah satu tumbuhan obat Indonesia yang sangat populer saat ini adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dari suku Thymelaceae yang mempunyai kandungan senyawa aktif yaitu flavonoid yang berpotensi sebagai antiinflamasi dan antioksidan kuat. Mahkota dewa tergolong tanaman perdu yang tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut (Simanjuntak, 2008).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hamid dkk. (2009) menyatakan bahwa kandungan flavonoid pada ekstrak daun sambung nyawa (Gynura procumbens) dapat berperan sebagai blocking agent dalam mencegah inisiasi tahap karsinogenesis hepar yang terinduksi 7,12 dimethylbenz(α)anthracene (DMBA). Selain itu, penelitian lainnya dilakukan oleh Meiyanto dkk. (2011) yang menggunakan ekstrak etanolik kulit jeruk keprok yang memiliki kandungan flavonoid dapat menghambat proliferasi sel hepar tikus akibat pemberian DMBA melalui penekanan ekspresi c–Mcy sel hepar tikus galur Sprague dawley. Namun, penelitian mengenai pengaruh ekstrak buah mahkota dewa terhadap histopatologi hepar tikus yang diinduksi DMBA masih jarang dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk melihat kerusakan hepar dan yang diinduksi oleh DMBA.


(17)

3 B. Perumusan Masalah

Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologis hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galurSprague dawleyyang diinduksi DMBA?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.

2. Tujuan khusus

Mengetahui pengaruh pemberian peningkatan dosis ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), 24 mg, 48 mg, dan 96 mg, terhadap gambaran histopatologis hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi oleh DMBA.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap hepar.


(18)

2. Bagi Pembangunan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan yang akan mendukung upaya pemeliharaan tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) sebagai salah satu tanaman berkhasiat obat. Dengan demikian akan mendukung upaya pemerintah untuk menyukseskan program tanaman obat atau obat herbal.

3. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila)

Meningkatkan iklim penelitian dibidang agromedicinesehingga dapat menunjang pencapaian visi FK Unila 2015 sebagai Fakultas Kedokteran Sepuluh Terbaik di Indonesia pada Tahun 2025 dengan kekhususanagromedicine.

4. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan bahan acuan untuk dilakukannya penelitian yang serupa yang berkaitan dengan efek buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa).

E. Kerangka Teori

7,12–dymethylbenz(α)anthracene (DMBA) merupakan karsinogen prototipe yang secara luas digunakan dan poten di selektif area yaitu kelenjar mama, kulit, ginjal, dan liver. Paparan DMBA menginduksi perubahan patologi klinik melalui toksisitas yang terjadi pada kulit, hepar, kelenjar mammae, dan ginjal. Pada hepar ditandai dengan adanya kerusakan parenkim hepatoseluler, lesi hati, tumor, dan kanker (Paliwal et al., 2011).

DMBA menyebabkan transformasi neoplastik melalui kerusakan deoxyribonucleic acid (DNA), akumulasi reactive oxygen species (ROS), dan memediasi inflamasi kronis (Manoharanet al., 2010). Kerusakan DNA menyebabkan pengaktifan onkogen


(19)

5 dan atau inaktivasi gen supresi tumor dan berbagai epigenetik yang menyebabkan progresi dari tumor (He & Karin, 2011). DMBA terbukti dapat menginduksi produksi ROS yang mengakibatkan peroksidasi lipid, kerusakan DNA, dan deplesi dari sel sistem pertahanan antioksidan (Kasolo et al., 2010). Mediator inflamasi kronis yang dihasilkan oleh makrofag yang teraktivasi akibat induksi DMBA dapat mengakibatkan nuclear factor kappa B (NF-kB) teraktivasi (Oktaviana dkk., 2012). NF-kB meregulasi ekspresi gen yang termasuk dalam beberapa proses yang mempunyai peranan penting di dalam perkembangan dan progresi dari kanker, yaitu proliferasi, migrasi, dan apoptosis (Dolcetet al., 2005).

Flavonoid adalah antioksidan yang kuat karena aktivitasnya sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Antioksidan di dalam mahkota dewa mempunyai aktivitas menetralkan radikal bebas sehingga mencegah kerusakan oksidatif pada sebagian besar biomolekul dan menghasilkan proteksi terhadap kerusakan oksidatif secara signifikan (Sreelatha & Padma, 2009). Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Waji & Sugrani, 2009).


(20)

DMBA Mahkota dewa

Kerusakan DNA Memediasi inflamasi kronis

Akumulasi ROS

Alkaloid Saponin Polifenol

Tanin Aktivasi

onkogen

Memediasi inflamasi kronis

Stress oksidatif Flavonoid

Aktivasi NF-kB

Regulasi ekspresi gen

Kerusakan hepatosit

Keterangan:

: memicu : menghambat


(21)

7 F. Kerangka Konsep

Tikus sebanyak 25 ekor, dikelompokkan dalam 5 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol normal, hanya yang diberi aquades dan pakan protein 14% untuk riset. Kelompok II sebagai kontrol patologis, yang telah diinduksi DMBA dengan dosis 30 mg/kgBB. Kelompok III adalah kelompok yang telah diinduksi DMBA 30 mg/kgBB dan diberikan ekstrak mahkota dewa dosis 24 mg, kelompok IV telah diinduksi dmba 30 mg/kgBB dan diberikan ekstrak mahkota dewa dengan dosis 48 mg, dan kelompok V telah diinduksi DMBA dan diberikan ekstrak mahkota dewa dengan dosis 96 mg. Masing–masing mahkota dewa diberikan secara peroral selama 15 hari. Setelah 15 hari, perlakuan diberhentikan. Selanjutnya tikus dilakukan dekapitasi dan dilakukan pembedahan. Setelah dilakukan laparotomi untuk mengambil organ hepar tikus, bangkai tikus dimusnahkan dengan cara pembakaran di tempat khusus.


(22)

Ekstrak Mahkota Dewa Kelompok 1 Kontrol normal Gambaran histopatologi hepar Kelompok 2 DMBA 30mg/kgBB intraperitoneal Gambaran histopatologi hepar Ekstrak Mahkota Dewa 24 mg

Kelompok 3 DMBA 30mg/kgBB intraperitoneal Gambaran histopatologi hepar Ekstrak Mahkota Dewa 48 mg

Kelompok 4 DMBA 30mg/kgBB intraperitoneal Gambaran histopatologi hepar Ekstrak Mahkota Dewa 96 mg

Kelompok 5 DMBA 30mg/kgBB intraperitoneal Gambaran histopatologi hepar Dianalisis


(23)

9 G. Hipotesis

1. Pemberian ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) berpengaruh terhadap gambaran histopatologis hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawleyyang diinduksi DMBA.

2. Pemberian peningkatan dosis ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), 24 mg, 48 mg, dan 96 mg berpengaruh terhadap gambaran histopatologis hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galurSprague dawleyyang diinduksi oleh DMBA.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Intoksikasi Hepar

Hepar memiliki fungsi vital dalam detoksikasi bahan toksik. Hal ini menyebabkan hepar menjadi sering terpapar dengan zat–zat toksik yang mengakibatkan kerusakan sel hepar (Anshor dkk., 2013). Kerusakan hati dapat meliputi struktur maupun gangguan fungsi hati. Kerusakan hati dapat disebabkan oleh infeksi, virus, obat, trauma, atau karena bahan kimia alami atau sintetik. Pemaparan oleh berbagai bahan toksik akan mempertinggi kerusakan hati. Radikal bebas adalah salah satu produk reaksi kimia dalam sel yang sangat reaktif karena mengandung elektron yang tidak berpasangan dan dapat menyebabkan kerusakan hati yang ditandai dengan peradangan akut pada sel–sel hati yaitu terjadinya steatosis dan nekrosis (Xiaoyueet al., 2007).

Dari sudut pandang patologik, hepar adalah organ yang secara inheren sederhana dengan berbagai respons yang terbatas terhadap cedera. Apapun penyebabnya, ditemukan lima respon umum hepar terhadap cedera, yaitu peradangan, degenerasi, nekrosis, fibrosis, dan sirosis (Kumar dkk., 2007).


(25)

11 a. Peradangan

Cedera hepatosit yang menyebabkan influks sel radang akut atau kronis ke hepar disebut hepatitis. Serangan terhadap hepatosit hidup yang mengekspresikan antigen oleh sel T yang telah tersensitisasi merupakan penyebab umum kerusakan hepar. Peradangan mungkin terbatas di saluran porta atau mungkin meluas ke parenkim (Kumar dkk., 2007).

Gambar 3.Peradangan pada hepatosit (Kumar dkk., 2007).

b. Degenerasi

Kerusakan akibat gangguan toksik atau imunologis dapat menyebabkan hepatosit membengkak, tampak edematosa, dengan sitoplasma iregular bergumpal dan rongga–rongga jernih yang lebar. Selain itu, bahan empedu yang tertahan dapat menyebabkan hepatosit tampak membengkak seperti berbusa degenerasi busa. Akumulasi butiran lemak di dalam hepatosit disebut steatosis. Butir–butir halus yang tidak menyebabkan nukleus tergeser disebut steatosis mikrovesikulardan ditemukan pada keadaan–keadaan seperti penyakit


(26)

hati alkoholik, sindrom Reye, dan perlemakan hati akut pada kehamilan (Kumar dkk., 2007).

Gambar 4.Perlemakan hepar (Kumar dkk, 2007).

c. Nekrosis

Pada nekrosis, tersisa hepatosit yang mengalami mumifikasi dan kurang terwarnai, umumnya akibat iskemia atau nekrosis koagulasi. Kematian sel yang bersifat toksik atau diperantarai oleh sistem imun terjadi melalui apoptosis, yang hepatositnya menjadi ciut, piknotik, dan sangat eosinofilik. Selain itu, hepatosit dapat mengalami pembengkakan osmotik dan pecah yang disebut degenerasi hidropik atau nekrosis litik (Kumar dkk., 2007).

d. Fibrosis

Jaringan fibrosis terbentuk sebagai respons terhadap peradangan atau gangguan toksik langsung ke hepar. Pengendapan kolagen menimbulkan dampak permanen pada pola aliran darah hepar dan perfusi hepatosit. Pada tahap awal, fibrosis muncul di dalam atau sekitar saluran porta atau


(27)

13 vena sentralis, atau mengendap langsung di dalam sinusoid. Lambat laun jaringan fibrosa menghubungkan regio hepar dari ke-porta, porta-ke-sentral, atau sentral-ke-sentral yang disebut bridging fibrosis (Kumar dkk., 2007).

e. Sirosis

Berlanjutnya fibrosis dan cedera parenkim menyebabkan hepar terbagi–

bagi menjadi nodus hepatosit yang mengalami regenerasi dan dikelilingi oleh jaringan parut. Jaringan parut ini disebut sirosis (Kumar dkk., 2007).

B. Mahkota Dewa

1. Klasifikasi

Klasifikasi tumbuhan mahkota dewa menurut Kurniasih (2013) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Dicotyledon Kelas : Thymelaeacae Marga : Phaleria


(28)

2. Deskripsi Tanaman Mahkota Dewa

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) adalah jenis tanaman yang termasuk dalam famili Thymelaeaceae dan umumnya dikenal sebagai mahkota dewa (Hendra dkk., 2011). Tanaman ini berasal dari Pulau Papua, Indonesia, tumbuh di daerah tropis dan merupakan salah satu tanaman obat yang paling populer di Indonesia (Parhizkaret al., 2013). Ia berbunga pada April–Agustus. Bunga berbentuk terompet, putih, dan harum. Panjang dari pangkal tangkai hingga ujung 3–4 cm. Buahnya bulat, hijau ketika muda dan merah marun saat tua. Terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji. Besar buah umumnya seukuran bola pingpong. Tebal kulit 0,5–1 mm. Penampilan menarik membuat mahkota dewa banyak dipelihara sebagai tanaman hias (Wijayakusuma, 2008).

Mahkota dewa merupakan tanaman obat yang sudah dikenal dan saat ini semakin diminati masyarakat. Tanaman yang berasal dari Papua berkhasiat untuk mengobati luka, diabetes, lever, flu, alergi, sesak nafas, disentri, penyakit kulit, diabetes, jantung, ginjal, kanker, darah tinggi, asam urat, penambah stamina, ketergantungan narkoba, dan pemicu kontraksi rahim (Rohyami, 2008).

Penelitian tentang uji aktivitas dan karakterisasi senyawa aktif terus dikembangkan, terutama aktivitasnya sebagai antioksidan yang merupakan senyawa polifenol, flavonoid, alkaloid, dan saponin. Salah satu senyawa aktif yang ditemukan terdapat dalam ekstrak metanol daging buahnya yang merupakan senyawa flavonoid (Rohyami, 2008). Berbagai penelitian yang


(29)

15 telah dilakukan menunjukkan aktivitas biologi antikanker pada bagian buah tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tanaman lain dari mahkota dewa (Lisdawati, 2009).

Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat. Flavonoid merupakan sekelompok besar antioksidan bernama polifenol yang terdiri atas antosianidin, biflavon, katekin, flavanon, flavon, dan flavanolol. Kuersetin adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara biologis amat kuat dan merupakan senyawa kelompok flavonolol terbesar, 60–75% dari total flavonoid. Bila vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan 1, maka kuersetin memiliki antioksidan 4,7. Oleh karena itu, kuersetin dari flavonoid diduga menjadi faktor penyebab radikal bebas menjadi netral sehingga dapat menurunkan agen proinflamasi yang selanjutnya dapat mempengaruhi aktivitas NF-B (Waji & Sugrani, 2009).

Penggunaan tanaman obat harus berdasarkan asas manfaat dan keamanan. Jika bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit, tetapi tidak aman karena racun, harus dipikirkan kemungkinan timbulya keracunan akut maupun keracunan kronis yang mungkin terjadi. Belum diketahui dosis efektif yang aman dan bermanfaat. Untuk obat yang diminum, gunakan beberapa irisan buah kering (tanpa biji). Selama beberapa hari baru dosis ditingkatkan sedikit demi sedikit, sampai dirasakan manfaatnya. Untuk penyakit berat, seperti kanker dan psoriasis, dosis pemakaian kadang harus lebih besar agar mendapat manfaat perbaikan (Dalimartha, 2007).


(30)

C. Intoksikasi Hepar dan Ekstrak Mahkota Dewa

Kerusakan hepar karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis zat kimia yang terlibat, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut. Kerusakan hepar dapat terjadi setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan. Kerusakan dapat berbentuk nekrosis hepatosit, kolestasis, atau timbulnya disfungsi hepar secara perlahan. Radikal bebas merupakan suatu molekul yang sangat reaktif karena mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif karena kehilangan satu atau lebih elektron yang bermuatan listrik, dan untuk mengembalikan keseimbangannya maka radikal bebas berusaha mendapatkan elektron dari molekul lain atau melepas elektron yang tidak berpasangan tersebut (Amalina, 2009).

Salah satu radikal bebas adalah senyawa 7,12–dimetilbenz(α)antrasen (DMBA) yang banyak terdapat pada asap rokok, asap kendaraan bermtor, dan asap dapur. DMBA merupakan karsinogen sekunder (prokarsinogen) sehingga harus mengalami aktivasi metabolisme (biotransformasi) untuk menghasilkan karsinogen aktif. Proses metabolisme menghasilkan DMBA menjadi senyawa yang lebih toksik (Gao et al., 2007). Banyaknya paparan radikal bebas yang terdapat di lingkungan sehingga sangat besar kemungkinan radikal bebas tersebut berikatan dengan sel di dalam tubuh. DMBA dimetabolisme di hati dan akan menjadi senyawa yang reaktif setelah mengalami metabolisme, hal ini memungkinkan dapat menyebabkan kerusakan hati (Sari, 2008).


(31)

17 Supaya dapat berpotensi sebagai karsinogen, DMBA semestinya dimetabolisme di hepar tikus menjadi metabolit 7–hydoxy–DMBA oleh karena metabolit tersebut yang bersifat reaktif oksidan terhadap DNA sel. Beberapa studi memperlihatkan bahwa senyawa DMBA yang tidak mengalami biotransformasi menjadi 7–hydoxy–DMBA gagal dalam menyebabkan karsinoma (Nair & Varalakshmi, 2011). DMBA menurunkan aktivitas enzim antioksidan yang bersifat kemoprotektif terhadap radikal bebas seperti superoxide dismutase dan katalase pada hepar (Paliwal et al., 2011). Stres oksidatif adalah mekanisme umum yang berkontribusi terhadap inisiasi dan perkembangan kerusakan hati dalam berbagai gangguan hati. Kadar Aspartate Transaminase (AST), Alanine Transaminase (ALT), dan Alkaline Phosphatase (ALP) yang terdapat dalam sel hati merupakan indikasi dari kerusakan hepatoseluler yang ditemukan menurun pada tikus yang diinduksi DMBA (Sharmaet a.l, 2012).

Alur metabolisme DMBA melalui aktivasi enzim P450 menjadi intermediate reaktif yang dapat merusak DNA. Enzim sitokrom P450 CYP1A1 atau CYP1B1 dan enzim mikrosomal hidrolase pada metabolisme fase 1 merubah DMBA menjadi DMBA–3,4–diol–1,2–epoksida (DMBA–DE). DMBA–DE dan senyawa xenobiotic polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) lainnya mengakibatkan pembentukan radikal reaktif yang bersifat destruktif, imunotoksik, dan hepatotoksik (Gao et al., 2007). Aktivasi enzim tersebut dapat dihambat oleh senyawa flavonoid yang terkandung di dalam mahkota dewa (Anshor dkk., 2011).


(32)

DMBA menyebabkan transformasi neoplastik melalui kerusakan DNA, akumulasi ROS, dan memediasi inflamasi kronis (Manoharan et al., 2010). Kerusakan DNA menyebabkan pengaktifan onkogen dan atau inaktivasi gen supresi tumor dan berbagai epigenetik yang menyebabkan progresi dari tumor (He & Karin, 2011). DMBA terbukti dapat menginduksi produksi reactive oxygen species (ROS) yang mengakibatkan peroksidasi lipid, kerusakan DNA, dan deplesi dari sel sistem pertahanan antioksidan (Kasolo et al., 2010). Mediator inflamasi kronis yang dihasilkan oleh makrofag yang teraktivasi akibat induksi DMBA dapat mengakibatkan NF-kB teraktivasi (Oktaviana dkk., 2012). NF-kB meregulasi ekspresi gen yang termasuk dalam beberapa proses yang mempunyai peranan penting di dalam perkembangan dan progresi dari kanker, yaitu proliferasi, migrasi, dan apoptosis (Dolcet et al., 2005).

Inflamasi merupakan suatu proses fisiologis dalam menanggapi kerusakan jaringan akibat infeksi mikroba patogen, iritasi kimia, dan atau luka. Setelah terjadi kerusakan jaringan, sinyal kimia akan menginisiasi dan mempertahankan respon host yang dirancang untuk menyembuhkan jaringan yang rusak. Aktivasi dan migrasi leukosit ke lokasi kerusakan dan faktor pertumbuhan, sitokin, oksigen reaktif, dan nitrogen species diketahui memainkan peran penting dalam respon inflamasi. Proses inflamsi diperlukan untuk menjaga kekebalan tubuh, perbaikan optimal, dan regenerasi setelah cedera (Montanoet al., 2011).


(33)

19 Kandungan senyawa aktif yang terdapat pada tanaman mahkota dewa adalah alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, terpenoid, dan steroid. Golongan senyawa dalam tanaman yang berkaitan dengan aktivitas antikanker dan antioksidan antara lain adalah golongan alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin (Septiawati, 2008). Beberapa alkaloid yang diisolasi dari tumbuhan alami menunjukkan efek antiproliferasi antimetastasis pada berbagai jenis kanker baikin vitromaupunin vivo(Luet al., 2012).

Flavonoid adalah antioksidan yang kuat karena aktivitasnya sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Antioksidan di dalam mahkota dewa mempunyai aktivitas menetralkan radikal bebas sehingga mencegah kerusakan oksidatif pada sebagian besar biomolekul dan menghasilkan proteksi terhadap kerusakan oksidatif secara signifikan (Sreelatha & Padma, 2009). Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Waji & Sugrani, 2009).


(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode acak terkontrol dengan polapost testonly control group design. Sampel peneltitian menggunakan 20 ekor tikus putih yang telah diinduksi DMBA dan 5 ekor tikus putih normal galur Sprague dawley berumur 5 minggu yang dipilih secararandomyang dibagi menjadi 5 kelompok.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Animal House Fakultas Kedokteran UNILA, sedangkan pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan selama 15 hari di bulan Oktober dan November 2013.


(35)

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley berumur 5 minggu yang diperoleh dari laboratorium Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor.

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley merupakan tikus yang paling sering digunakan untuk percobaan. Tikus ini memiliki temperamen yang tenang sehingga mudah dalam penanganan. Tikus ini jarang hidup lebih dari 3 tahun (Putra, 2009).

Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 25 ekor tikus yang dipilih secara acak dan dibagi dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali (n=5), sesuai dengan rumus Frederer. Menurut Frederer , rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental adalah:

(t–1) (r–1)>15

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi:

(5–1) (r–1)>15 4n–4>15

4n>19 n>4,75


(36)

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor (n>4,75) dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih dari populasi yang ada.

D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

1. Kriteria inklusi a. Aktif bergerak

b. Memiliki berat badan 180–200 gram c. Berusia 5 minggu

2. Kriteria ekslusi

1. Tampak sakit (penampakan rambut kusam, rontok, atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus, genital)

2. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium


(37)

✄☎ E. Alat dan Bahan

1. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan ada dua yaitu DMBA dengan dosis 30 mg/kgBB dan ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarfa) dengan dosis 24 mg, 48 mg, dan 96 mg.

2. Bahan Kimia

Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi dengan metode paraffin meliputi: larutan formalin 10% untuk fiksasi, alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol absolut, etanol, xylol, pewarna hematoksilin dan eosin, dan entelan.

3. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 g, untuk menimbang berat tikus.

b. Spuit oral 1 cc

c. Minor setuntuk pembedahan tikus d. Kandang tikus

e. Botol minuman tikus f. Mikroskop cahaya g. Kamera digital


(38)

4. Alat Pembuat Preparat Histopatologi

Alat pembuat preparat histopatologi yang digunakan adalah object glass, deck glass, tissue cassette, rotarymicrotome, oven, water bath, platening table, autochnicom processor, staining jar, staining rak, kertas saring, histoplast,danparafin dispenser.

F. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Pemberian Ekstrak Etanol 70% Buah Mahkota Dewa Proses pembuatan ekstrak buah mahkota dewa dalam penelitian ini menggunakan etanol sebagai pelarut. Ekstraksi dimulai dari penimbangan daun mahkota dewa. Selanjutnya seluruh bagian tumbuhan dikeringkan dalam almari pengering, dibuat serbuk dengan menggunakan blenderatau mesin penyerbuk. Etanol dengan kadar 70% ditambahkan untuk melakukan ekstraksi dari serbuk ini selama kurang lebih 2 (dua) jam kemudian dilanjutkan maserasi selama 24 jam. Setelah masuk ke tahap filtrasi, akan diperoleh filtrat dan residu. Filtrat yang didapatkan akan diteruskan ke tahap evaporasi dengan rotary evaporator pada suhu 400C sehingga akhirnya diperoleh ekstrak kering (Sulistianto dkk., 2004).


(39)

✞✟ 2. Prosedur Pemberian Dosis Ekstrak Etanol 70% Buah Mahkota Dewa

Dosis ekstrak buah mahkota dewa pada ekperimen ini adalah 120 mg/kgBB yang didapat dari dosis mencit pada penelitian sebelumnya yang telah dikonversi ke dosis manusia terlebih dahulu (Rahmawati dkk., 2006).

Dosis tikus (200g) = 120 mg/kgBB /1000 = 0,12 mg/gBB x 200 = 24 mg/200gBB

Dosis untuk 200g tikus adalah 24 mg/200gBB. Dalam penelitian ini kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak diberikan ekstrak etanol 70% buah mahkota dewa. Dosis awal ekstrak etanol 70% buah mahkota dewa diambil dari dosis normal tikus, sedangkan dosis kedua diambil dari hasil pengalian 2x dosis pertama dan dosis ketiga diambil dari hasil pengalian 4x dari dosis awal.

Jadi, dosis yang digunakan untuk tiap tikus pada kelompok III adalah sebanyak 24 mg/200gBB, pada kelompok IV adalah 48 mg/200gBB, dan pada kelompok V adalah 96 mg/gBB.

Volume ekstrak etanol 70% buah mahkota dewa diberikan secara oral sebanyak 1 ml yang merupakan volume yang boleh diberikan berdasarkan pada volume normal lambung tikus yaitu 3–5 ml. Jika volume ekstrak


(40)

melebihi volume lambung, dapat berakibat dilatasi lambung secara akut yang dapat menyebabkan robeknya saluran cerna (Ngatidjan, 2006).

3. Prosedur Pemberian Dosis DMBA

Dosis DMBA yang digunakan dalam penelitian ini adalah dosis tunggal 30mg/kgBB intraperitoneal. Dosis ini merupakan dosis karsinogenik pada tikus.

4. Prosedur Penelitian

a. Tikus sebanyak 25 ekor, dikelompokkan dalam 5 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol normal, hanya yang diberi aquades dan pakan protein 14% untuk riset. Kelompok II sebagai kontrol patologis, diinduksi DMBA dengan dosis 30 mg/kgBB. Kelompok III adalah kelompok yang telah diinduksi DMBA 30 mg/kgBB dan diberikan ekstrak mahkota dewa dosis 24 mg, kelompok IV telah diinduksi dmba 30 mg/kgBB dan diberikan ekstrak mahkota dewa dengan dosis 48 mg, dan kelompok V telah diinduksi DMBA dan diberikan ekstrak mahkota dewa dengan dosis 96 mg. Masing–masing mahkota dewa diberikan secara peroral selama 15 hari

b. Setelah 15 hari, perlakuan dihentikan

c. Selanjutnya tikus dianastesi kemudian dilakukan dekapitasi dan dilakukan pembedahan


(41)

✡☛ d. Setelah dilakukan laparotomi untuk mengambil organ hepar tikus,

bangkai tikus dimusnahkan dengan cara pembakaran di tempat khusus.

5. Dilakukan pemeriksaan morfologi hepar secara mikroskopis a. Teknik pembuatan preparat:

1) Fixation

a) Memfiksasi spesimen berupa potongan organ hepar yang telah dipilih segera dengan larutan pengawet formalin 10%

b) Mencuci dengan air mengalir 2) Trimming

a) Mengecilkan organ ±3 mm

b) Memasukkan potongan organ hepar tersebut ke dalam embedding cassette

3) Dehidrasi

a) Menuntaskan air dengan meletakkan embedding cassette pada kertas tisu

b) Berturut–turut melakukan perendaman organ hepar dalam alkohol bertingkat 70%, 96%, alkohol absolut I, II, III masing–

masing selama 1 jam c) Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I, II, III masing–masing selama 30 menit


(42)

4) Impregnasi

Impregnasi dengan menggunakan paraffin I dan II masing–masing selama 1 jam di dalam inkubator dengan suhu 65,10C

5) Embedding

a) Menuangkan paraffin cair dalam pan

b) Memindahkan satu persatu dari embedding cassette ke dasar pan

c) Melepaskan paraffin yang berisi potongan hepar dari pan dengan memasukkan ke dalam suhu 4–60C beberapa saat d) Memotong paraffin sesuai dengan letak jaringan yang ada

dengan menggunakan scalpel/pisau hangat

e) Meletakkan pada balok kayu, ratakan pinggirnya dan buat ujungnya sedikit meruncing

f) Memblok paraffin siap dipotong dengan mikrotom 6) Cutting

a) Sebelum memotong, mendinginkan blok terlebih dahulu b) Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan

pemotongan halus dengan ketebalan 4–5 mikron

c) Memilih lembaran potongan yang paling baik, mengapungkan pada air dan menghilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yan lain ditarik menggunakan kuas runcing


(43)

✌✍ d) Memindahkan lembaran jaringan ke dalam water bath selama

beberapa detik sampai mengembang sempurna

e) Dengan gerakan menyendok mengambil lembaran jaringan tersebut dengan slide bersih dan menempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah, mencegah jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan

f) Mengeringkan slide. Jika sudah kering, slide dipanaskan untuk merekatkan jaringan dan sisa paraffin mencair sebelum pewarnaan

g) Staining(pewarnaan) denganHarris Hematoxylin Eosin Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut : Untuk pewarnaan, zat kimia yang pertama digunakan xilol I, II, III masing–masing selama 5 menit. Kedua, zat kimia yang digunakan alkohol absolut I, II, III masing–masing selama 5 menit. Zat kimia yang ketiga aquades selama 1 menit. Keempat, potongan organ di masukkan dalam zat warna Harris Hematoxylinselama 20 menit.

Kemudian memasukkan potongan organ dalam Eosin selama 2 menit. Secara berurutan memasukkan potongan organ dalam alkohol 96% selama 2 menit, alkohol 96%, alkohol absolut III


(44)

dan IV masing–masing selama 3 menit. Terakhir, memasukkan dalam xilol IV dan V masing–masing 5 menit. 7) Mounting

Setelah pewarnaan selesai menempatkan slide diatas kertas tisu pada tempat datar, menetesi dengan bahan mounting yaitu kanada balsam dan tutup dengancover glasscegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.

8) Membacaslidedengan mikroskop

Slide diperiksa di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Preparat histopatologi dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dikonsultasikan dengan ahli patologi anatomi. Gambaran kerusakan hepatosit tikus dilihat dengan melakukan pengamatan sediaan histopatologi menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x pada 5 lapangan pandang dimana setiap lapangan pandang diamati berupa infiltrasi sel radang yang terjadi pada hepatosit. Skala degenerasi bengkak keruh kemudian dihitung secara semikuantitatif dalam 5 lapang pandang berbeda.


(45)

✏1 Tabel 1.Skor penilaian derajat peradangan

Tingkat Perubahan Skor Tidak ada hepatosit yang mengalami peradangan 0 <10% hepatosit yang mengalami peradangan 1 10–33% hepatosit yang mengalami peradangan 2 34–66% hepatosit yang mengalami peradangan 3 >66–100% hepatosit yang mengalami

peradangan


(46)

K C

K K

C C

K K K K

Ekstrak B

K kstrak B Timbang berat badan tikus

K1 K2 K3 K4 K5

Tikus diberi perlakuan

1 K2 K3 4 5

ekok Cekok ekok` ekok Cekok

Aquades DMBA 30 mg/kgBB DMBA 30 mg/kgBB DMBA 30 mg/kgBB DMBA 30 mg/kgBB Setelah 2 bulan

Timbang berat badan tikus

Adaptasi 7 hari

1 2 3 4 5

Aquades Aquades Ekstrak BMD 24 mg MD 48 mg E MD 96 mg

1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari

Tikus dianastesi kemudian dilakukan dekapitasi dan pembedahan Lakukan laparotomi lalu hepar tikus diambil

Sampel hepar difiksasi dengan formalin 10%

Sampel hepar dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk pembuatan sediaan histopatologi

Pengamatan sediaan histopatologi dengan mikroskop Interpretasi hasil pengamatan


(47)

✓ ✓ G. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Identifikasi Variabel

a. Variabel independen adalah pemberian ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)

b. Variabel dependen adalah gambaran mikroskopis hepar 2. Definisi Operasional Variabel

Tabel 2.Definisi operasional variabel

Variabel Definisi Skala

Dosis ekstrak mahkota dewa

Gambar histopatologi hepar tikus

Dosis efektif mahkota dewa adalah 24 mg

• Kelompok I (kontrol negatif) = pemberian aquades

• Kelompok II (kontrol positif) = pemberian DMBA 30 mg/kgBB

• Kelompok III (perlakuan coba) = pemberian mahkota dewa dosis 24 mg + DMBA 30 mg/kgBB

• Kelompok IV (perlakuan coba) = pemberian mahkota dewa dosis 48 mg + DMBA 30 mg/kgBB

• Kelompok V (perlakuan coba) = pemberian mahkota dewa dosis 96 mg + DMBA 30 mg/kgBB

Gambaran kerusakan hepatosit tikus dilihat dengan melakukan pengamatan sediaan histopatologi menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x pada 5 lapangan pandang dimana setiap lapangan pandang diamati sel radang yang terjadi pada hepatosit

Kategorik

Numerik

H. Analisis Data

Analisis data penelitian diproses dengan program SPSS versi 20.0 for windows dengan tingkat signifikansi p=0,05, langkah–langkahnya sebagai berikut:


(48)

1. Uji normalitas Data (p>0,05)

Pengujian normalitas data menggunakanShapiro Wilk test untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak normal. Hasil uji normalitas ini untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data berdistribusi normal atau non parametrik bila data tidak berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas data (p>0,05)

Pengujian homogenitas data menggunakan uji Levene’s untuk mengetahui data homogen atau tidak homogen. Hasil uji homogenitas ini untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data homogen atau non parametrik bila data tidak homogen.

3. Uji parametrik (OneWay ANOVA)

Untuk menguji perbedaan pengaruh kelompok I, kelompok II, kelompok III, kelompok IV, kelompok V.

4. Uji non–parametrik (Kruskal Wallis)

Untuk menguji perbedaan pengaruh kelompok I, kelompok II, kelompok III, kelompok IV, kelompok V dan merupakan uji alternatif dari OneWay ANOVA.

5. AnalisisPost Hoc

Bila pada ujiOneWay ANOVAmenghasilkan nilai p<0,05. 6. UjiMannWhitney Test

Bila pada ujiKruskal Wallismenghasilkan nilai p<0,05 atau sebagai uji non– parametrik uji T tidak berpasangan.


(49)

✖✗ I. Etika Penelitian

Implikasi etik pada hewan, pengelolaan binatang coba pada penelitian ini mengikuti animal ethics. Hal yang perlu dilaksanakan sesuai dengan etik antara lain megikuti prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu replacement, reduction, dan refinement (Ridwan, 2013). Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Dalam hal ini, peneliti tetap menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur Spargue Dawley dan tidak digantikan dengan hewan coba lainnya. Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini, peneliti menghitung jumlah minimum menggunakan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1)>15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan. Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian. Pada dasarnya prinsip refinement berarti membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi. Yang pertama adalah bebas dari rasa lapar dan haus, dengan memberikan akses makanan dan air minum yang sesuai dengan jumlah yang memadai baik jumlah dan komposisi nutrisi untuk kesehatannya.


(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pemberian ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) berpengaruh terhadap gambaran inflamasi hepar tikus putih yang diinduksi DMBA

2. Pemberian peningkatan dosis ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), 24 mg, 48 mg, dan 96 mg berpengaruh terhadap gambaran inflamasi hepar tikus putih yang diinduksi DMBA yaitu semakin meningkatnya dosis dapat menghambat jumlah sel radang walaupun belum bisa mencapai pada kondisi normal.

B. Saran

1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut toksisitas dan efektivitas pada ekstrak mahkota dewa

2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang potensi zat–zat aktif dalam tanaman mahkota dewa selain buahnya, seperti daunnya


(51)

✘ ✙ 3. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut efek buah mahkota dewa

pada hepar dengan variabel lain, seperti makroskopis hepar

4. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut efek buah mahkota dewa pada organ lain selain hepar


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Akhirunnisa DV. 2010. Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) pada tikus jantan yang diinduksi parasetamol. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Amalina N. 2009.Uji toksisitas akut ekstrak valerian (Valeriana officinalis) terhadap hepar mencit BALB/C. Karya tulis ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Anshor T, dominius A, Irwanda, Imiawan MI. 2013. Supresi Ekspresi CYP1A1 dan CYP1A2 pada hepatocelluler carcinoma melalui potensi formula herbal terkombinasi Gynura procumbens dan kulit jeruk pontianak (Citrus nobilis var. Microcarpa) sebagai agen kemopreventif keganasan hepar. IMKU. 2(1): 1–11.

Arini S, Nurmawan D, Alfiani F, Hertiani T. 2003. Daya antioksidan dan kadar flavonoid hasil ekstraksi etanol–air daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Buletin Penalaran Mahasiswa UGM. 1(10): 2– 6.

Astuti S. 2008. Isoflavon kedelai dan potensinya sebagai penangkap radikal bebas. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 2(13): 126–36.

Cahyono JB. 2007. Obat inhibitor COX-2 dan penyakit kardiovaskuler. Deka Media. 1(20): 19–22.

Dahlan S. 2011. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. hlm. 102–11.

Dalimartha S. 2007. Atlas tumbuhan obat Jilid 3. Jakarta: Puspa Swara. hlm. 47-8. Dewi MR. 2010. Pengaruh hepatoprotektor madu terhadap kerusakan histologis sel

hepar mencit (Mus musculus) yang diberi perlakuan natrium siklamat. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Dolcet X, Llobet D, Pallares J, Matias GX. 2005. NF-kB in development and progression of human cancer. Virchows Archiv. 446(5): 475–82.


(53)

53 Ekawati RA. 2007. Potensi atioksidan daun salam (Eugenia polyantha Wight.) pada lingkungan agrobiofisik yang berbeda. Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Fiqriyana MA. 2010. Pengaruh pemberian ekstrak Euchema spinom terhadap kadar glukosa dalam darah dan aktivitas superoksida dismutase (SOD) pada tikus terpapar multiple low doses streptozotocin (MLD-STZ). Skripsi. Malang: Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Brawijaya.

Gao J, Lauer FT, Mitchaell LA, Burchiel SW. 2007. Microsomal epoxide hydralse is required for 7,12–dymethylbenz(a)anthracene (DMBA)–induced immunotoxicity in mice. Toxicol Science. 98(1):134–134.

Georgieva NV. 2005. Oxidative stress as a factor of disrupted ecological oxidative balance in biological systems–a review. Bulg.J.Vet.Med. 8(1): 1–11.

Hamid IS, Sugiyanto, Meiyanto E, Widyarini. 2009. Ekspresi CYP1A1 dan GSTµ hepatosit terinduksi 7,12-dimetilbenz(a)antrasena dan pengaruh pemberian ekstrak etanolik Gynura procumbers. Majalah Farmasi Indonesia. 20(4): 198–206.

He G, Karin M. 2011. NF-κB and STAT3 - key players in liver inflammation and cancer. Cell research. 21(1): 159-68.

Hendra R, Ahmad S, Sukari A, Shukor MY, Oskoueian E. 2011. Flavonoid analyses and antimicrobial activity of various parts of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl fruit. International Journal of Molecular Science. 12(6): 3422-31.

Hidayat A, Christijani W, Marianti A. 2013. Pengaruh vitamin E terhadap kadar SGPT dan SGOT tikus putih galur wistar yang dipapar timbal. Unnes Journal of Life Science. 2(1): 110–15.

Kasolo JN, Bimeya GS, Ojok L, Ochieng J, Okwal-okeng JW. 2010. Phytochemicals and uses of Moringa oleifera leaves in Ugandan rural communities. Journal of Medical Plant Research. 4(9): 753-7.

Kawasaki T, Igarashi K, Koeda T, Sugimoto K, Nakagawa K, Hayashi S, Yamaji R, Inui H, Fukusato T, Yamanouchi T. 2009. Rats fed fructosed enriched diets have charactheristies of non-alcoholic hepatic steatosis. The journal of nutrition. 11(139): 2067-71.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Robbins buku ajar patologi Edisi ke–7. Jakarta: EGC. hlm. 664-5.

Kurniasih. 2013. Budidaya mahkota dewa dan rosella. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. hlm. 12-13.


(54)

Lavenia A. 2010. Penghambatan peroksidasi lipid oleh ekstrak kulit batang mahoni (Swietenia macrophylla King) pada tikus hiperurisemia. Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Lisdawati V. 2009. Kajian terhadap prospek pengebangan bahan bioaktif buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) sebagai kandidiat new chemical entity (NCE) untuk pengobatan kanker (sitostatiska). Buletin Penelitian Kesehatan. 1(37): 24-34.

Lu JJ, Bao JL, Chen XP, Huang M, Wang YT. 2012. Alkaloids isolated from natural herbs as the anticancer agents. Hindawi Publishing Corporation. 10(12): 1-12.

Manoharan S, Muneeswaran M, Baskaran N. 2010. Chemopreventive efficacy of berberine 7,12-dimethylbenz[a]anthracene (DMBA) induced skin carcinogenesis in Swiss albino mice. Pharmacope Foundation. 1(4): 521-9. Meiyanto E, Diah AP, Adhi, Darma AP, Ikawati M. 2011. Potensi kemopreventif

ekstrak etanolik kulit jeruk keprok (Citrus reticulata) pada karsinogenesis sel hepar tikus galur Sprague dawley terinduksi DMBA. Pharmacon. 1(12): 9-13.

Montano C, Moron BE, Guerrero P,Lazaro L. 2011. A review on the dietary flavonoid kaempferol. Bentham science.11(4): 298–344.

Muljono DH. 2004. Keterlibatan mitokondria pada penyakit hati. Jakarta: Lembaga Biologi Molekul Eijkman. hlm. 145–64.

Nair S, Varalakshmi KN. 2011. Anticancer, cytotoxic potential of Moringa oleifera extracts on HeLa cell line. Journal of Natural Pharmaceuticals. 2(3): 138-42.

Oktaviana KT. 2012. Pengaruh ekstrak metanol daun kelor (Moringa oleifera) tehadap penghambatan aktivasi NF-kB pada hepar tikus wistar model hepatocellular carcinoma (HCC) yang diinduksi DMBA. Faculty of Medicine Brawijaya University. 2(12): 14-21.

Paliwal R, Sharma V, Pracheta, Sharma SH. 2011. Hepatoprotective and antioxidant potential of Moringa oleifera pods against DMBA-induced hepatocarcinogenesis in male mice. International journal of drug development of research. 4(9): 753-7.

Paliwal R, Sharma V, Sharma S, Yadav S, Sharma S. 2011. Antinephrotoxic effect of administration of Moringa oleifera lam in amelioration of DMBA-induced renal carcinogenesis in Swiss albino mice. Biology and Medicine. 3(2): 27-35.


(55)

55 Parhizkar S, Zainudin CZ, Dollah MA. 2013. Effect of Phaleria macrocarpa on

sexual function of rats. Avicenna Journal of Phytomedicine: 4(3): 371-7. Rahayu WP. 2012. Aktivitas antiproliferatif jintan hitam (Nigell sativa) pada sel

paru yang diindksi 7,12–dimetilbenz[a]antrasena. Makara Kesehatan. 2(16): 51–56.

Reanmongkol W, Wattanapiromsakul C. 2007. Evaluation of the analgesic, antipyretic and anti-inflammatory activities of the extracts from the pericarp of Garcinia mangostana Linn. in experimental animals. Songklanakarin journal of science and technology. 30(6): 739-45.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. Artikel pengmbangan pendidikan keprofesian (P2KB). 63(3): 112–16.

Rohyami Y. 2008. Penentuan kandungan flavonoid dari ekstrak metanol daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl). Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM). 1(5): 1–16.

Sari W. 2008. Care yourself: hepatitis. Jakarta: Penebar plus. hlm. 27–28.

Septiawati T. 2008. Daya hambat ekstrak etanol buah mahkota dewa terhadap aktivitas α-glukosidase secara in vitro. Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Sharma V, Paliwal R, Janmeda P, Sharma S. 2012. Chemopreventive efficacy of Moringa oleifera pods against 7,12–dimethylbenz[a]anthracene induced hepatic carcinogenesis in mice. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 13: 2563-9.

Simanjuntak P. 2008. Identifikasi senyawa kimia dalam buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) thymelaceae. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 1(6): 23-8.

Situmorang TS. 2010. Pengaruh pemberian jus pepaya (Carica papaya L.) sebagai hepatoprotektor terhadap hepar mencit yang dipapar parasetamol. Skripsi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Sreelatha S, Padma PR. 2009. Antioxidant activity and total phenolic content of Moringa oleifera leaves in two stages of maturity. Plant foods for human nutrition. 64(4): 303-11.

Wahyuningsih MHS. 2010. Potensi pengembangan obat bahan alam Indonesia untuk penyakit kanker: tantangan dan harapan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. hlm. 5.

Waji RA, Sugrani A. 2009. Makalah kimia organik bahan alam flavonoid (quercetin). Makasar: Universitas Hasanuddin. hlm. 8–9.


(56)

Wijayakusuma H. 2008. Atasi kanker dengan tanaman obat. Jakarta: Niaga Swadaya. hlm. 50.

Winarsi H. 2007. Antioksidan alami dan radikal bebas. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 13–14.

Xiaoyue P, Hussain FN, Iqbal J, Feuerman M, Hussain MM. 2007. Inhibiting proteasomal degradation of microsomal trigliseride transfer protein prevents CCl4–induced steatosis. JBC papers. 282(23): 17078–89.

Zuhryyah S. 2008. Gambaran histopatologi organ hati dan ginjal tikus pada intoksikasi akut insektisida (metoflutherin, D–phenothrin, D–allethrin dengan dosis bertingkat. Skripsi. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.


(1)

3. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut efek buah mahkota dewa pada hepar dengan variabel lain, seperti makroskopis hepar

4. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut efek buah mahkota dewa pada organ lain selain hepar


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Akhirunnisa DV. 2010. Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) pada tikus jantan yang diinduksi parasetamol. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Amalina N. 2009.Uji toksisitas akut ekstrak valerian (Valeriana officinalis) terhadap hepar mencit BALB/C. Karya tulis ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Anshor T, dominius A, Irwanda, Imiawan MI. 2013. Supresi Ekspresi CYP1A1 dan CYP1A2 pada hepatocelluler carcinoma melalui potensi formula herbal terkombinasi Gynura procumbens dan kulit jeruk pontianak (Citrus nobilis var. Microcarpa) sebagai agen kemopreventif keganasan hepar. IMKU. 2(1): 1–11.

Arini S, Nurmawan D, Alfiani F, Hertiani T. 2003. Daya antioksidan dan kadar flavonoid hasil ekstraksi etanol–air daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Buletin Penalaran Mahasiswa UGM. 1(10): 2– 6.

Astuti S. 2008. Isoflavon kedelai dan potensinya sebagai penangkap radikal bebas. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 2(13): 126–36.

Cahyono JB. 2007. Obat inhibitor COX-2 dan penyakit kardiovaskuler. Deka Media. 1(20): 19–22.

Dahlan S. 2011. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. hlm. 102–11.

Dalimartha S. 2007. Atlas tumbuhan obat Jilid 3. Jakarta: Puspa Swara. hlm. 47-8. Dewi MR. 2010. Pengaruh hepatoprotektor madu terhadap kerusakan histologis sel

hepar mencit (Mus musculus) yang diberi perlakuan natrium siklamat. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Dolcet X, Llobet D, Pallares J, Matias GX. 2005. NF-kB in development and progression of human cancer. Virchows Archiv. 446(5): 475–82.


(3)

Ekawati RA. 2007. Potensi atioksidan daun salam (Eugenia polyantha Wight.) pada lingkungan agrobiofisik yang berbeda. Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Fiqriyana MA. 2010. Pengaruh pemberian ekstrak Euchema spinom terhadap kadar glukosa dalam darah dan aktivitas superoksida dismutase (SOD) pada tikus terpapar multiple low doses streptozotocin (MLD-STZ). Skripsi. Malang: Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Brawijaya.

Gao J, Lauer FT, Mitchaell LA, Burchiel SW. 2007. Microsomal epoxide hydralse is required for 7,12–dymethylbenz(a)anthracene (DMBA)–induced immunotoxicity in mice. Toxicol Science. 98(1):134–134.

Georgieva NV. 2005. Oxidative stress as a factor of disrupted ecological oxidative balance in biological systems–a review. Bulg.J.Vet.Med. 8(1): 1–11.

Hamid IS, Sugiyanto, Meiyanto E, Widyarini. 2009. Ekspresi CYP1A1 dan GSTµ hepatosit terinduksi 7,12-dimetilbenz(a)antrasena dan pengaruh pemberian ekstrak etanolik Gynura procumbers. Majalah Farmasi Indonesia. 20(4): 198–206.

He G, Karin M. 2011. NF-κB and STAT3 - key players in liver inflammation and cancer. Cell research. 21(1): 159-68.

Hendra R, Ahmad S, Sukari A, Shukor MY, Oskoueian E. 2011. Flavonoid analyses and antimicrobial activity of various parts of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl fruit. International Journal of Molecular Science. 12(6): 3422-31.

Hidayat A, Christijani W, Marianti A. 2013. Pengaruh vitamin E terhadap kadar SGPT dan SGOT tikus putih galur wistar yang dipapar timbal. Unnes Journal of Life Science. 2(1): 110–15.

Kasolo JN, Bimeya GS, Ojok L, Ochieng J, Okwal-okeng JW. 2010. Phytochemicals and uses of Moringa oleifera leaves in Ugandan rural communities. Journal of Medical Plant Research. 4(9): 753-7.

Kawasaki T, Igarashi K, Koeda T, Sugimoto K, Nakagawa K, Hayashi S, Yamaji R, Inui H, Fukusato T, Yamanouchi T. 2009. Rats fed fructosed enriched diets have charactheristies of non-alcoholic hepatic steatosis. The journal of nutrition. 11(139): 2067-71.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Robbins buku ajar patologi Edisi ke–7. Jakarta: EGC. hlm. 664-5.

Kurniasih. 2013. Budidaya mahkota dewa dan rosella. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. hlm. 12-13.


(4)

Lavenia A. 2010. Penghambatan peroksidasi lipid oleh ekstrak kulit batang mahoni (Swietenia macrophylla King) pada tikus hiperurisemia. Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Lisdawati V. 2009. Kajian terhadap prospek pengebangan bahan bioaktif buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) sebagai kandidiat new chemical entity (NCE) untuk pengobatan kanker (sitostatiska). Buletin Penelitian Kesehatan. 1(37): 24-34.

Lu JJ, Bao JL, Chen XP, Huang M, Wang YT. 2012. Alkaloids isolated from natural herbs as the anticancer agents. Hindawi Publishing Corporation. 10(12): 1-12.

Manoharan S, Muneeswaran M, Baskaran N. 2010. Chemopreventive efficacy of berberine 7,12-dimethylbenz[a]anthracene (DMBA) induced skin carcinogenesis in Swiss albino mice. Pharmacope Foundation. 1(4): 521-9. Meiyanto E, Diah AP, Adhi, Darma AP, Ikawati M. 2011. Potensi kemopreventif

ekstrak etanolik kulit jeruk keprok (Citrus reticulata) pada karsinogenesis sel hepar tikus galur Sprague dawley terinduksi DMBA. Pharmacon. 1(12): 9-13.

Montano C, Moron BE, Guerrero P,Lazaro L. 2011. A review on the dietary flavonoid kaempferol. Bentham science.11(4): 298–344.

Muljono DH. 2004. Keterlibatan mitokondria pada penyakit hati. Jakarta: Lembaga Biologi Molekul Eijkman. hlm. 145–64.

Nair S, Varalakshmi KN. 2011. Anticancer, cytotoxic potential of Moringa oleifera extracts on HeLa cell line. Journal of Natural Pharmaceuticals. 2(3): 138-42.

Oktaviana KT. 2012. Pengaruh ekstrak metanol daun kelor (Moringa oleifera) tehadap penghambatan aktivasi NF-kB pada hepar tikus wistar model hepatocellular carcinoma (HCC) yang diinduksi DMBA. Faculty of Medicine Brawijaya University. 2(12): 14-21.

Paliwal R, Sharma V, Pracheta, Sharma SH. 2011. Hepatoprotective and antioxidant potential of Moringa oleifera pods against DMBA-induced hepatocarcinogenesis in male mice. International journal of drug development of research. 4(9): 753-7.

Paliwal R, Sharma V, Sharma S, Yadav S, Sharma S. 2011. Antinephrotoxic effect of administration of Moringa oleifera lam in amelioration of DMBA-induced renal carcinogenesis in Swiss albino mice. Biology and Medicine. 3(2): 27-35.


(5)

Parhizkar S, Zainudin CZ, Dollah MA. 2013. Effect of Phaleria macrocarpa on sexual function of rats. Avicenna Journal of Phytomedicine: 4(3): 371-7. Rahayu WP. 2012. Aktivitas antiproliferatif jintan hitam (Nigell sativa) pada sel

paru yang diindksi 7,12–dimetilbenz[a]antrasena. Makara Kesehatan. 2(16): 51–56.

Reanmongkol W, Wattanapiromsakul C. 2007. Evaluation of the analgesic, antipyretic and anti-inflammatory activities of the extracts from the pericarp of Garcinia mangostana Linn. in experimental animals. Songklanakarin journal of science and technology. 30(6): 739-45.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. Artikel pengmbangan pendidikan keprofesian (P2KB). 63(3): 112–16.

Rohyami Y. 2008. Penentuan kandungan flavonoid dari ekstrak metanol daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl). Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM). 1(5): 1–16.

Sari W. 2008. Care yourself: hepatitis. Jakarta: Penebar plus. hlm. 27–28.

Septiawati T. 2008. Daya hambat ekstrak etanol buah mahkota dewa terhadap aktivitas α-glukosidase secara in vitro. Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Sharma V, Paliwal R, Janmeda P, Sharma S. 2012. Chemopreventive efficacy of Moringa oleifera pods against 7,12–dimethylbenz[a]anthracene induced hepatic carcinogenesis in mice. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 13: 2563-9.

Simanjuntak P. 2008. Identifikasi senyawa kimia dalam buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) thymelaceae. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 1(6): 23-8.

Situmorang TS. 2010. Pengaruh pemberian jus pepaya (Carica papaya L.) sebagai hepatoprotektor terhadap hepar mencit yang dipapar parasetamol. Skripsi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Sreelatha S, Padma PR. 2009. Antioxidant activity and total phenolic content of Moringa oleifera leaves in two stages of maturity. Plant foods for human nutrition. 64(4): 303-11.

Wahyuningsih MHS. 2010. Potensi pengembangan obat bahan alam Indonesia untuk penyakit kanker: tantangan dan harapan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. hlm. 5.

Waji RA, Sugrani A. 2009. Makalah kimia organik bahan alam flavonoid (quercetin). Makasar: Universitas Hasanuddin. hlm. 8–9.


(6)

Wijayakusuma H. 2008. Atasi kanker dengan tanaman obat. Jakarta: Niaga Swadaya. hlm. 50.

Winarsi H. 2007. Antioksidan alami dan radikal bebas. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 13–14.

Xiaoyue P, Hussain FN, Iqbal J, Feuerman M, Hussain MM. 2007. Inhibiting proteasomal degradation of microsomal trigliseride transfer protein prevents CCl4–induced steatosis. JBC papers. 282(23): 17078–89.

Zuhryyah S. 2008. Gambaran histopatologi organ hati dan ginjal tikus pada intoksikasi akut insektisida (metoflutherin, D–phenothrin, D–allethrin dengan dosis bertingkat. Skripsi. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.


Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian ekstrak etanol buah muda mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi nekrosis sel hepar tikus putih jantan (Rattus norvegicus strain wistar) yang diinduksi parasetamol

2 7 26

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN MAKROSKOPIS HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 11 58

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ISONIAZID

4 40 83

PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) DENGAN EKSTRAK DAUN CEPLUKAN (Physalis angulata L) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMP

0 11 87

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarfa) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ALANIN AMINOTRANSFERASE (ALT) TIKUS PUTIH (Rattus norwegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ISONIAZID

1 12 49

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

6 25 78

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

5 36 70

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

2 8 70

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Mahkota Dewa Terhadap Gambaran Histopatologi Paru Tikus Putih yang Diinduksi 7,12-Dimethylbenz[α]anthracene (DMBA)

0 7 60

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI 7,12-

4 21 67