PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG

(1)

(2)

THE EFFECT OF FUNCTIONAL CONTROL ON THE EFFECTIVENESS OF LOCAL BUDGET REGIONAL EMPLOYMENT BOARD

LAMPUNG PROVINCE By

Ria Liza Novita TH Ria Liza Novita TH

The problem discussed in this paper is whether the functional supervision influences the effectiveness of the implementation of the Budget Regional Employment Board of Lampung Province?

The purpose of this study was to determine the effect of functional supervision of the effectiveness of the implementation of the Regional budget Regional Employment Board on Lampung Province.

The analytical tool used is a qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis by using the formula set forth in the class interval frequency distribution form, further quantitative analysis using the formula product moment correlation and simple linear regression.

The Based on results of research and discussion can be drawn the conclusion that the functional supervision has a positive and significant relationship with the effectiveness of the implementation of the budget amounted to 0.742, is at the level of closeness in a strong criteria. Functional oversight positive and significant impact on the effectiveness of the implementation of the budget, with student t test results, obtained price t count 6.736, when compared with the t table = 2.042, then t count (6.736) > t table (2.042). To see significant can be seen that the value of

significance (Sig. 0,000) is smaller than the Sign. α = 0.05.

Keywords: Functional Supervision, Budget Implementation, Regional Employment Board


(3)

PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG Oleh

Ria Liza Novita TH

Permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini adalah apakah pengawasan fungsional berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung?

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengawasan fungsional terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung.

Alat analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan rumus interval kelas yang dituangkan dalam bentuk distribusi frekuensi, selanjutnya analisis kuantitatif dengan menggunakan rumus korelasi product moment dan regresi linier sederhana.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan bahwa pengawasan fungsional mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar 0,742, berada pada tingkat keeratan dalam kriteria kuat. Pengawasan fungsional berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan APBD, dengan hasil pengujian student t, didapat harga thitung sebesar 6,736, jika dibandingkan dengan ttabel = 2,042, maka thitung (6,736) >

ttabel(2,042). Untuk melihat signifikan dapat dilihat bahwa nilai signifikansi (Sig.

0,000) ternyata lebih kecil dari Sign. α = 0,05.

Kata Kunci : Pengawasan Fungsional, Pelaksanaan Anggaran, Badan Kepegawaian Daerah


(4)

(5)

(6)

(7)

i

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Batasan Masalah... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Pengawasan Fungsional ... 8

2.1.1. Pengertian Pengawasan Fungsional ... 8

2.1.2. Tujuan Pengawasan Fungsional ... 9

2.2. Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 10

2.2.1. Pengertian Efektivitas ... 10

2.2.2. Pengertian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 11

2.3. Kerangka Pemikiran... 13

2.4. Hipotesis... 16

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Konsep... 18

3.2. Definisi Operasional... 20

3.3. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data... 20

3.4. Populasi dan Sampel ... 21

3.4.1. Populasi ... 21

3.4.2. Sampel... 22

3.5. Pengolahan Data dan Analisisnya ... 22

3.5.1. Pengujian Persyaratan Instrumen... 22

3.5.2. Teknik Analisis Data... 24

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian... 29

4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 36


(8)

ii

4.3. Analisis Kualitatif ... 39

4.3.1. Pengawasan Fungsional ... 39

4.3.2. Efektivitas Pelaksanaan APBD ... 42

4.4. Analisis Kuantitatif ... 45

4.5. Pembahasan... 48

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 51

5.2. Saran... 52 DAFTAR PUSTAKA


(9)

1.1 Latar Belakang

Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak sendiri ternyata semakin jauh dari kenyataan, yang terjadi adalah ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan pemerintah pusat sebagai wujud ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi masyarakatnya. Pemerintah daerah tidak diberi keleluasaan untuk menentukan kebijakan sendiri, otonomi yang selama ini diberikan tidak disertai dengan pemberian infrastruktur yang memadai, penyiapan sumber daya manusia yang profesional dan pembiayaan yang adil. Akibatnya yang terjadi bukannya tercipta kemandirian daerah, tetapi justru ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat.

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi pemekaran yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung, senantiasa berusaha meningkatkan daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh


(10)

pemerintah pusat. Di dalam era reformasi saat ini memberi peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Peraturan Perundang-undangan yang telah ditetapkan untuk melaksanakan otonomi daerah adalah Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

Kedua Undang-undang tersebut pada dasarnya bukan hanya pada keinginan untuk melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat dominan mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah pada khususnya.


(11)

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung merupakan salah satu lembaga teknis yang mendukung pelaksanaan desentralisasi dan tugas pembantuan dalam bidang kepegawaian daerah, untuk itu diperlukan adanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah guna melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan. Proses penyelenggaraan pemerintahan di daerah didasarkan pada asas-asas sebagai berikut:

a. Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

b. Demokratisasi adalah kebebasan terhadap aspirasi dan kepentingan rakyat. c. Transparasi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan,

pelaksanaan anggaran daerah.

d. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana kegiatan pemerintah daerah, yang dituangkan dalam bentuk angka dan menunjukkan adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal dan biaya yang merupakan batas maksimal dalam satu periode anggaran (Halim, 2002:24). Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang meliputi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam setiap tahapannya memerlukan data yang lengkap dan akurat agar pelaksanaannya dapat


(12)

berjalan lancar dan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan realisasi dengan berpedoman pada aktivitas keuangan yang sudah disepakati, direncanakan dan disahkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku, sehingga jika terjadi pergeseran atau perubahan harus melalui kaidah yang berlaku.

Untuk mendukung pengelolaan keuangan daerah, dalam hal ini pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah agar berjalan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000, maka diperlukan adanya fungsi pengawasan karena pengawasan itu sendiri adalah suatu usaha untuk menjamin adanya penyelenggaraan tugas pemerintah secara berdaya guna dan berhasil guna. Selain itu juga fungsi pengawasan ditujukan untuk menjamin keamanan atas kekayaan dan keuangan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Untuk tercapainya sasaran tersebut maka perlu adanya usaha untuk meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan keuangan daerah. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai wujud tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna dan pengendalian (Mardiasmo, 2002:14). Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah melakukan pengawasan fungsional terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahnya sendiri.

Pengawasan fungsional sebagai bentuk kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan suatu pekerjaan atau kegiatan dilakukan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah ditetapkan. Guna menanggulangi


(13)

kemungkinan terjadinya penyimpangan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta peningkatan pendayagunaan aparatur negara dalam memberantas adanya unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2010) dengan judul Efektivitas Pengawasan Fungsional Terhadap Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, dalam penelitian tersebut permasalahan yang diangkat yaitu apakah efektivitas pengawasan fungsional berpengaruh terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaifullah (2009) tentang Pengaruh Pengawasan Fungsional Intern Terhadap Pelaksanaan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota Cimahi, dengan mengangkat permasalahan yaitu seberapa besar pengaruh Pengawasan Fungsional Intern terhadap Pelaksanaan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pada Pemerintah Kota Cimahi.

Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu terletak pada ruang lingkup tempat dan waktu, indikator-indikator dalam variabel penelitian, serta besarnya jumlah populasi dan sampel yang menjadi subyek penelitian. Selain hal tersebut, kuisioner dalam penelitian ini dikembangkan sendiri oleh penulis berdasarkan indikator-indikator variabel penelitian.

Berlandaskan pada kedua penelitian di atas, penulis ingin mengetahui secara lebih lanjut pengaruh dari pengawasan fungsional yang dilakukan oleh aparat


(14)

pemerintah dalam kaitannya dengan efektivitas pelaksanaan APBD yang telah dianggarkan. Atas dasar uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai pengawasan fungsional dan pengaruhnya terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung, dan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Pengawasan Fungsional terhadap Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah pengawasan fungsional berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung?”.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada :

1. Pengawasan fungsional sebagai bentuk pelaksanaan tugas dari aparatur pemerintahan yaitu Inspektorat Provinsi Lampung sebagai lembaga pengawas pada tingkat pemerintahan daerah. Pengawasan fungsional dilakukan melalui tahapan persiapan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan penyusunan laporan pemeriksaan.

2. Efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan wujud pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dilihat dari


(15)

aspek tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna dan pengendalian.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengawasan fungsional dan efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta untuk mengetahui pengaruh pengawasan fungsional terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain :

1. Bagi peneliti selanjutnya, yaitu dapat dijadikan sebagai referensi sepanjang berhubungan dengan objek penelitian yang sama.

2. Bagi Pemerintah Provinsi Lampung, yaitu sebagai bahan masukan dalam rangka mengefektifkan sistem pengawasan fungsional di bidang keuangan guna mengoptimalkan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.


(16)

2.1 Pengawasan Fungsional

2.1.1 Pengertian Pengawasan Fungsional

Menurut Halim dan Damayanti (2007:44) menyatakan Pengawasan dilihat dari metodenya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Pengawasan melekat yang dilaksanakan oleh pimpinan atau atasan langsung suatu instansi/unit kerja dalam lingkungan pemerintah daerah terhadap bawahannya.

b. Pengawasan fungsional yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional APBD yang meliputi BPKP, Itwilprop, Itwilkab/kota.

Pengertian pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa: “Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pengertian pengawasan fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah mengemukakan bahwa: “Pengawasan fungsional adalah


(17)

pengawasan yang dilaksanakan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian pengusutan, dan penilaian”.

Adapun pengertian pengawasan fungsional pemerintah daerah menurut Nurcholis (2007:312) menyatakan bahwa: “Pengawasan fungsional pemerintah daerah adalah pengawasan terhadap pemerintahan daerah yang dilakukan secara fungsional baik dilakukan oleh departemen sektoral maupun departemen yang menyelenggarakan pemerintahan umum (departemen dalam negeri)”.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilaksanakan oleh lembaga/badan/unit dalam melakukan pengawasannya melalui pemeriksaan, pengkajian penyusutan, dan penilaian terhadap pemerintahan daerah yang dilakukan oleh departemen sektoral maupun departemen yang menyelenggarakan pemerintahan umum (departemen dalam negeri). Pelaksanaan pengawasan fungsional meliputi beberapa tahapan yaitu pemeriksaan, pengkajian pengusutan, dan penilaian.

2.1.2 Tujuan Pengawasan Fungsional

Secara umum tujuan pengawasan fungsional adalah untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna menciptakan aparatur pemerintahan yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sedangkan secara khusus menurut Halim (2000:306) yaitu :


(18)

b. Menilai apakah kegiatan dengan pedoman akuntansi yang berlaku

c. Menilai apakah kegiatan dilaksanakan secara ekonomis, efisien, dan efektif d. Mendeteksi adanya kecurangan.

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pengawasan fungsional di instansi pemerintahan daerah adalah sebagai berikut :

a. Agar terlaksananya penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif.

b. Tidak terjadi penyimpangan atau hambatan-hambatan pelaksanaan keuangan daerah.

c. Terlaksananya tugas umum pemerintah dan pembangunan secara tertib di instansi pemerintah daerah.

2.2 Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

2.2.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif. Kata efektif sering diartikan sama dengan efisien, padahal keduanya mempunyai perbedaan. Admosudihardjo (1987:170) menyatakan bahwa: “Kita berbicara tentang efisiensi bilamana kita membayangkan hal penggunaan sumberdaya (resources) kita secara optimum untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu, dan kita berbicara tentang efektivitas bilamana kita hendak menekankan pada hasilnya atau efeknya, artinya sampai dimana prapta (obyektif) kita itu dapat di capai”.


(19)

Senada dengan pendapat di atas, Widjadja (1998:79) juga memberi batasan efektifitas sebagai: “Pencapaian sasaran menurut perhitungan terbaik”. Pengertian ini juga menunjuk pada hasil yang di peroleh, dimana dapat dikatakan efektif apabila pencapaian hasil sesuai dengan sasaran. Pengertian ini dikemukakan oleh H. Emerson seperti dikutip Handayaningrat (1996:16), yang menyatakan bahwa: “Effectiveness is measuring in term of actuating prescribed or objectives (efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya)”. Pendapat tersebut juga didukung oleh Komarudin (1994:126), yang menyatakan bahwa: “Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkatan keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”. Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo (2002:134) adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.

2.2.2 Pengertian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Daerah menganut sistem pengurusan yang sama dengan sistem pengurusan keuangan negara yang pada pokoknya yaitu : a. Pengurusan administrasi, yaitu wewenang untuk mengadakan

tindakan-tindakan dalam rangka penyelenggaraan rumah tangga daerah yang membawa akibat pengeluaran-pengeluaran yang membebani anggaran daerah. Pengurusan ini terdiri dari tindakan otorisator (penandatanganan SP2D) dan tindakan ordonator (penandatanganan SPM).


(20)

b. Pengurusan ke pemegang kas, yaitu wewenang untuk menerima, menyimpan, mambayar atau mengeluarkan uang dan barang, serta berkewajiban mempertanggungjawabkan kepada kepala daerah. Pengurusan ini dilaksanakan oleh pemegang kas daerah dan pemegang kas.

Pengertian keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai berikut: “Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”.

Adapun pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai berikut:“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah”.

Sedangkan pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Halim (2002:7) mengemukakan sebagai berikut: “Pengelolaan keuangan daerah merupakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.

Menurut Bastian (2001:70-71) mengatakan bahwa sesuatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik, hendaknya disertai dengan pelaksanaannya yang tertib dan disiplin, sehingga tujuan dan sasaran dapat dicapai secara berdaya guna dan berhasil guna.


(21)

Sumarsono (2010:121) mengemukakan bahwa pelaksanaan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

Mardiasmo (2002:14) mengemukakan bahwa tujuan dari pelaksanaan dan pengelolaan keuangan daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) meliputi:

a. Tanggung jawab.

b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan. c. Kejujuran.

d. Hasil guna. e. Pengendalian.

Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah tercapainya tujuan pengelolaan keuangan daerah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan daerahnya. Selanjutnya, dalam pelaksanaan APBD harus dilandaskan pada aspek tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna dan pengendalian.

2.3 Kerangka Pemikiran

Tujuan pembentukan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah dalam pelaksanaan


(22)

pembangunan dan pelayanan masyarakat. Hal ini erat kaitannya dengan kegiatan pemerintah yang difokuskan kepada pelayanan masyarakat.

Oleh sebab itu, harus disusun suatu perencanaan panjang yang baik mempertimbangkan dengan seksama skala prioritas pembangunan. Selanjutnya dalam pelaksanaannya haruslah terarah pada sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan cara berdaya guna dan berhasil guna. Agar pelaksanaannya terarah diperlukan suatu APBD. Dalam mempergunakan APBD secara efisien dan efektif maka diperlukan suatu pengawasan. Pengawasan merupakan salah satu unsur penting dalam rangka meningkatkan pendayagunaan aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah, agar terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Salah satu pengawasan dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah adalah adanya Pengawasan Fungsional. Adapun pengertian pengawasan fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah mengemukakan bahwa: “Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilaksanakan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian, pengusutan dan penilaian”.

Adapun objek dari pengawasan fungsional adalah Anggaran yang direalisasikan kedalam APBD merupakan rancangan Keuangan Daerah baik dari segi penerimaan maupun pengeluaran yang cerminkan pilihan kebijakan dimasa yang


(23)

akan datang. Keuangan daerah harus dikelola secara efisien dan efektif sesuai dengan sasaran yang telah direncanakan.

Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo (2002:134) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.“

Adapun pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai berikut:“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah”. Sedangkan pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Halim (2002:7) mengemukakan sebagai berikut: “Pengelolaan keuangan daerah merupakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.

Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai bentuk kegiatan guna tercapainya tujuan pengelolaan keuangan daerah yang meliputi tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna dan pengendalian yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan daerahnya.

Sedangkan menurut Halim dan Theresia (2007:40) menyatakan bahwa: ”Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah merupakan sesuatu yang penting untuk mendapatkan kepastian mengenai keberhasilan atau ketepatan suatu


(24)

kegiatan pengelolaan keuangan daerah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Proses pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dapat dilakukan melalui pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh unit-unit pengawasan yang ada”.

Oleh karena itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah perlu dilaksanakan dan dikelola secara tertib dan sistematis dengan perundang-undangan yang berlaku dan disertai pengawasan fungsional. Sehingga keefisienan dan keefektifan yang dilaksanakan pemerintah daerah dapat tercapai, disamping itu hal ini dimaksudkan untuk menyediakan suatu laporan pertanggungjawaban keuangan daerah yang akurat, dapat dipercaya dan tepat waktu, serta menciptakan adanya pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan sebuah paradigma penelitian sebagai berikut:

Gambar 1. Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian merupakan dugaan sementara yang digunakan sebelum dilakukannya penelitian dalam hal pendugaannya menggunakan statistik untuk

Variabel X Pengawasan Fungsional :

• Pengawasan

• Pengkajian

• Pengusutan

• penilaian

(Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001)

Variabel Y

Efektivitas Pelaksanaan APBD :

• Tanggung jawab

• Mampu memenuhi kewajiban keuangan

• Kejujuran

• Hasil guna

• Pengendalian Mardiasmo (2002:14)


(25)

menganalisisnya. Dengan demikian, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Pengawasan fungsional berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung”.


(26)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanasi, karena dalam penelitian ini menggunakan dua variabel. Metode eksplanasi adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan dua variabel yang diteliti, yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang kemudian menjelaskan hubungan atau pengaruh kedua variabel tersebut.

Singarimbun (2003:46) mengatakan mengenai metode eksplanasi yaitu: “Apabila peneliti menjelaskan hubungan atau pengaruh kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis maka dinamakan penelitian penjelasan (Eksplanatory Research).”

3.1 Definisi Konsep

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu pengawasan fungsional sebagai variabel bebas dan efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai variabel terikat. Untuk mempermudah pengukuran variabel-variabel tersebut, penulis menggunakan definisi operasional sebagai berikut: 1. Variabel bebas (Independent Variabel) adalah pengawasan fungsional, yaitu

pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas dan fungsi dalam melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian,


(27)

pengusutan, dan penilaian dalam hal ini melakukan pengawasan adalah Inspektorat Provinsi Lampung. Indikator pengawasan optimal yaitu:

a. Pemeriksaan, merupakan bentuk kegiatan dengan cara melihat dengan teliti untuk mengetahui keadaan (baik tidaknya, salah benarnya, dan sebagainya) pengawas harus melakukan pengawasan berdasarkan jadwal pada saat pengawasan yang dilakukan, penyusunan program kerja tahunan, pengumpulan dan penelaahan dari informasi terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

b. Pengkajian, merupakan kegiatan dari pengawas untuk melakukan pengkajian terhadap dokumen dan jumlah tenaga ahli diperlukan dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

c. Pengusutan merupakan kegiatan dari pengawas dengan cara mengamati atau mengecek dengan cermat untuk mencari adanya bahan bukti pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

d. Penilaian merupakan kegiatan dari pengawas untuk menilai tingkat keberhasilan dari pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 2. Variabel terikat (Dependent Variabel) adalah efektivitas pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditentukan dan direncanakan sebelumnya, yang pengukurannya dilihat dari tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna dan pengendalian.


(28)

3.2 Definisi Operasional

Tabel 1. Operasional Variabel Penelitian

No. Variabel Indikator Nomor

Pertanyaan a. Pengawasan

1) Jadwal pengawasan yang dilakukan

1,2 2) Penyusunan program kerja

pengawasan tahunan

3 3) Pengumpulan dan penelaahan dari

informasi

4,5 b. Pengkajian

1) Dokumen yang diperlukan 6

2) Jumlah tenaga ahli yang diperlukan

7 c. Pengusutan

Mencari bahan bukti 8

d. Penilaian 1. Pengawasan

Fungsional

Tingkat keberhasilan 9,10

a. Tanggung jawab 1,2

b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan

3,4

c. Kejujuran 5,6

d. Hasil guna 7,8

2. Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

e. Pengendalian 9,10

3.3 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari literatur-literatur; buku-buku, koran, peraturan perundangan dan lain-lain yang menyangkut kajian penelitian yaitu pengawasan fungsional dan efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.


(29)

2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi yang telah ditentukan melalui:

a. Observasi, yaitu pengumpulan data melalui pengamatan langsung dan mencatat informasi-informasi dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung dan Inspektorat Provinsi Lampung.

b. Wawancara, yaitu kegiatan mengumpulkan data melalui tanya jawab secara langsung antara penulis dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini baik secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Adapun pihak-pihak yang akan dihubungi yaitu; Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung dan Pegawai Inspektorat Provinsi Lampung. c. Angket, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi atau data dari responden mengenai masalah yang diteliti. Angket ini dilakukan dengan cara menyebar daftar pertanyaan tertulis yang dilengkapi dengan jawaban yang dapat dipilih oleh responden dari Pengawas Inspektorat Provinsi Lampung.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Sugiyono, (2002:89) mengemukakan bahwa populasi adalah: “wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, dan kemudian ditarik kesimpulannya.


(30)

Dalam penelitian ini unit analisis yang digunakan adalah pegawai pengawas fungsional Inspektorat Provinsi Lampung yang berjumlah 39 orang.

3.4.2 Sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penentuan sampel angket yaitu dengan mengambil seluruh pegawai Pengawas Fungsional pada Inspektorat Provinsi Lampung. Jadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 39 responden dengan menggunakan metode Total Sampling yaitu teknik pengambilan sampel untuk seluruh anggota populasi atau sensus (Arikunto, 2002:112).

3.5 Pengolahan Data dan Analisisnya

3.5.1 Pengujian Persyaratan Instrumen

Uji coba instrumen diberlakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan tersebut benar-benar valid, yang dimaksud valid adalah data yang terkumpul sesuai dengan data yang ada di lapangan, sedangkan yang dimaksud reliabel adalah untuk mengetahui apakah suatu alat ukur yang digunakan mampu memberikan hasil pengukuran yang konsisten dalam waktu dan tempat yang berbeda. Untuk uji coba, maka perlu diperhatikan beberapa cara dan pelaksanaan uji coba. Setelah diadakan uji coba instrumen, untuk mengetahui dan memilih butir-butir item yang valid, jika butir-buitr tersebut valid, maka butir tersebut dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Uji coba instrumen yang dilakukan melalui uji validitas dan realibilitas instrumen.


(31)

1. Uji Validitas Angket

Untuk mengetahui tingkat kesahihan atau kevalidan dari suatu instrumen, maka dilakukan pengujian validitas instrumen terlebih dahulu. Menurut Ghozali (2001:42) uji validitas adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner.

Pengambilan keputusannya bahwa setiap indikator valid apabila nilai r hitung

lebih besar atau sama dengan r tabel. Untuk menentukan nilai r hitung, dibantu

dengan program SPSS yang dinyatakan dengan nilai Coorrected Item Total Correlation.

Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut : a. Jika rhitung > rtabel, maka kuiseoner valid

b. Jika rhitung < rtabel, maka kuesioner tidak valid.

2. Uji Reliabilitas Angket

Reliabilitas menurut Ghozali (2001:47) adalah alat ukur untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel konstruk. Cara menghitung tingkat reliabilitas suatu data yaitu dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach Reliabilitas merupakan tingkat keandalan alat ukur (kuesioner). Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang apabila dicobakan berulang-ulang pada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama,


(32)

cara mengukurnya dengan menggunakan rumusAlpha Cronbach dimana pada pengujian reliabilitas ini menggunakan bantuan komputer program SPSS.

3.5.2 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanasi karena menjelaskan pengaruh kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Singarimbun (1995:5) dalam buku Metode Penelitian Survei yang menyatakan bahwa: “Apabila peneliti menjelaskan pengaruh kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, maka dinamakan penelitian penjelasan (explanatory research)”.

1. Analisis Kualitatif

Untuk menganalisis variabel univariat dari masing-masing variabel digunakan Tabel Distribusi Frekuensi. Teknik pengukuran yang dipakai dalam penelitian ini adalah berupa angket yang dibuat berdasarkan indikator kedua variabel dengan menggunakan skala interval. Peneliti menggunakan skala interval yang terdiri dari 5 nilai dalam arti pada setiap pertanyaan disediakan 5 alternatif jawaban yang menunjukkan arti kategori:

a. Sangat baik (5) b. Baik (4)

c. Cukup baik (3) d. Tidak baik (2) e. Sangat tidak baik (1)


(33)

Untuk mengetahui setiap kategori tesebut, terlebih dahulu penulis tentukan intevalnya, yaitu: Interval = jawaban alternatif Jumlah dah Skor teren -nggi Skor terti (Sugiyono, 2003:29)

Dengan demikian dapat diperoleh interval untuk setiap kategori jawaban yaitu:

80 , 0 5 1 5  

Interval dari masing-masing kategori dapat ditentukan dengan skor berikut: Tabel 2. Interval Jawaban dan Kategori Jawaban

Kategori Jawaban Interval Jawaban Pengawasan

Fungsional

Efektivitas Pelaksanaan Anggaran

4,24– 5,04 Sangat baik Sangat efektif

3,43– 4,23 Baik Efektif

2,62– 3,42 Cukup baik Cukup efektif

1,81– 2,61 Kurang baik Kurang efektif

1,00– 1,80 Tidak baik Tidak efektif

2. Analisis Kuantitatif

Kemudian, untuk menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan rumus Korelasi Product Moment, sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2003:212): “Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari dua variabel atau lebih adalah sama”.


(34)

Berikut adalah rumus untuk menghitung koefisien korelasi, yaitu:



    2 2 2

2 x n y y

x n y x xy n rxy Keterangan:

rxy = nilai koefisien

∑ x = total skor untuk variabel bebas ∑ y = total skor variabel terikat

∑ xy = total skor untuk variabel bebas dan variabel terikat ∑ x2 = total kuadrat skor varibel bebas

∑ y2 = total kuadrat skor variabel terikat n = jumlah responden

(Sugiyono, 2003:212)

Kuat tidaknya hubungan antar variabel dinyatakan dalam koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi dapat diperoleh dari rumus Pearson Product Moment tersebut. Nilai koefisien nantinya akan terletak antara –1≤ 0 ≤ 1. Nilai r yang diperoleh bertanda positif menunjukkan korelasi antara nilai x dan y positif. Dan sebaliknya jika nilai r yang bertanda negatif, menunjukkan korelasi antara x dan y negatif.

Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan tabel berikut:

Tabel 3. Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefesien korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00– 1,99 Sangat Rendah

0,20– 0,399 Rendah

0,40– 0,599 Sedang

0,60– 0,799 Kuat

0,80– 1,000 Sangat Kuat


(35)

Dalam menentukan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan rumusKoefisien Determinasi yang dikemukakan oleh Sugiyono, yaitu: R = (r)2 x 100%

Keterangan:

R = koefisien determinasi r = koefisien korelasi (Sugiyono, 2003:216)

Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap rendahnya nilai R, digunakan kriteria yang dikemukakan oleh Guilford sebagaimana seperti dikutip Jalaludin Rahmat, sebagai berikut:

Tabel 4. Pedoman untuk memberikan penafsiran Koefisien Determinasi Besarnya Nilai R Interpretasi

> 81% Sangat Tinggi

50% - 81% Tinggi/Kuat

17% - 49% Cukup Berarti

5% - 16% Rendah tapi Pasti

< 4% Rendah Sekali

(Rahmat, 1997:29)

Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengetahui bagaimana variabel terikat (y) dapat diprediksikan melalui menaikkan atau menurunkan keadaan variabel bebas (x). Rumusnya adalah:

Y = a + bX Keterangan:

Y = Subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan)

b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan atau penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, bila b (-) maka terjadi penurunan

X = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu (Sugiyono, 2003:244)


(36)

Menurut Sugiyono (2003:245) harga a dan b dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: a = n X) ( . b

Y 



   2 2 x x n y x xy n b

Guna menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan Hipotesis Alternatif (Ha)

sebagai berikut:

Ha : r ≠ 0 Ada pengaruh antara pengawasan fungsional terhadap efektivitas

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Uji t untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan rumus :

t =

2 ) r ( 1 ( 2 -n r  Keterangan :

t = Pengujian koefisien korelasi r = Koefisien korelasi parsial n = Jumlah sampel yang diteliti


(37)

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan interpretasi pada bab terdahulu, terutama hasil analisa data dan uji hipotesis maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Pengawasan fungsional mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar 0,742, berada pada tingkat keeratan dalam kriteria kuat. Besarnya nilai koefisien determinasi R2 = (0,742)2 = 0,551 atau 55,1%, mengandung arti bahwa variabel pengawasan fungsional menjelaskan perubahan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar 55,1% dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model.

2. Pengawasan fungsional berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan APBD, dimana koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,744 dengan konstanta sebesar 0,848. Hal ini mengandung arti bahwa apabila pengawasan fungsional ditingkatkan satu unit, maka akan mengakibatkan efektivitas pelaksanaan APBD pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung meningkat sebesar 0,744 unit pada konstanta 0,848. Begitu juga dengan hasil pengujian student t, didapat harga thitung sebesar 6,736, jika

dibandingkan dengan ttabel = 2,042, maka thitung (6,736) > ttabel(2,042). Untuk


(38)

lebih kecil dari Sign. α = 0,05. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan pengawasan fungsional berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung, dapat diterima.

5.2 Saran

Berdasarkan pada hasil analisis data secara kualitatif dan kuantitatif terdapat beberapa hal yang kondisinya belum baik sehingga perlu direkomendasikan untuk perbaikan kebijakan khususnya kebijakan dalam efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai berikut :

1. Dalam hal variabel pengawasan fungsional setelah dilakukan penelusuran instrumen variabel yang mengukur pengawasan fungsional ditemukan item yang skornya paling rendah dibandingkan dengan skor yang lainnya, yaitu pada item nomor 4, tentang setiap pengawasan dilakukan sesuai dengan pengumpulan informasi dari objek yang dipantau, untuk itu segenap pengambil kebijakan maupun pimpinan dari aparat pengawas fungsional, dalam hal ini Inspektorat Provinsi Lampung hendaknya memberikan pengarahan secara intensif kepada aparat pengawas fungsional untuk benar-benar memperhatikan informasi, data dan bukti-bukti otentik dari objek yang dipantau dalam proses pengawasan di lapangan.

2. Dalam hal variabel efektivitas pelaksanaan APBD setelah dilakukan penelusuran instrumen variabel yang mengukur efektivitas pelaksanaan APBD ditemukan item yang skornya paling rendah dibandingkan dengan skor yang


(39)

lainnya, yaitu pada item nomor 1, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung sudah sesuai dengan tanggung jawab masing-masing pengguna anggaran, untuk itu pimpinan melalui bagian tata usaha keuangan hendaknya memberikan bimbingan dan pembinaan mengenai prosedur penggunaan anggaran sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan untuk masing-masing SKPD, sehingga masing-masing pengguna anggaran mampu mempertanggungjawabkan apa yang diembannya.


(40)

Admosdirdjo, Prajudi, S. 1987. Administrasi Dan Manajemen Umum. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Bastian. 2001. Akuntansi Pemerintah Dengan Sistem Dana. Edisi Ketiga. YKPN. Yogyakarta.

Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Undip. Semarang.

Halim, Abdul. 2002.Akuntansi Sektor Publik akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Salemba Empat. Jakarta.

Halim, Abdul dan Theresia Damayanti. 2007. Seri Bunga Rampai, Pengolahan Keuangan Daerah. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Handayaningrat, Soewarno. 1986. Pengantar Studi Ilmu Adminstrasi dan Manajemen. CV Haji Masagung. Jakarta.

Komarudin. 1994. Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Nawawi, Hadari. 1995. Pengawasan Fungsional di Lingkungan Aparatur Pemerintahan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nurcholis. 2007. Audit Sektor Publik. Bumi Aksara:Jakarta.

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.


(41)

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. PT Midas Surya Grafindo. Yogyakarta.

Sugiyono. 2003.Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Sumarsono, Sonny. 2010. Manajemen Keuangan Pemerintah. Edisi Pertama Graha Ilmu. Jakarta.

Syaifulah, Ahmad. 2009. Pengaruh Pengawasan Fungsional Intern Terhadap Pelaksanaan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota Cimahi. Jurnal Skripsi. Undip. Bandung.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Widjaja, AW. 1998. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Wijayanti, Asih. 2010. Efektivitas Pengawasan Fungsional Terhadap Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Jurnal Skripsi. Unila. Bandar Lampung.


(1)

28 Menurut Sugiyono (2003:245) harga a dan b dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: a = n X) ( . b Y 



   2 2 x x n y x xy n b

Guna menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan Hipotesis Alternatif (Ha)

sebagai berikut:

Ha : r ≠ 0 Ada pengaruh antara pengawasan fungsional terhadap efektivitas

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Uji t untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan rumus :

t =

2 ) r ( 1 ( 2 -n r  Keterangan :

t = Pengujian koefisien korelasi r = Koefisien korelasi parsial n = Jumlah sampel yang diteliti


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan interpretasi pada bab terdahulu, terutama hasil analisa data dan uji hipotesis maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Pengawasan fungsional mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar 0,742, berada pada tingkat keeratan dalam kriteria kuat. Besarnya nilai koefisien determinasi R2 = (0,742)2 = 0,551 atau 55,1%, mengandung arti bahwa variabel pengawasan fungsional menjelaskan perubahan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar 55,1% dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model.

2. Pengawasan fungsional berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan APBD, dimana koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,744 dengan konstanta sebesar 0,848. Hal ini mengandung arti bahwa apabila pengawasan fungsional ditingkatkan satu unit, maka akan mengakibatkan efektivitas pelaksanaan APBD pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung meningkat sebesar 0,744 unit pada konstanta 0,848. Begitu juga dengan hasil pengujian student t, didapat harga thitung sebesar 6,736, jika

dibandingkan dengan ttabel = 2,042, maka thitung (6,736) > ttabel(2,042). Untuk


(3)

52 lebih kecil dari Sign. α = 0,05. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan pengawasan fungsional berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung, dapat diterima.

5.2 Saran

Berdasarkan pada hasil analisis data secara kualitatif dan kuantitatif terdapat beberapa hal yang kondisinya belum baik sehingga perlu direkomendasikan untuk perbaikan kebijakan khususnya kebijakan dalam efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai berikut :

1. Dalam hal variabel pengawasan fungsional setelah dilakukan penelusuran instrumen variabel yang mengukur pengawasan fungsional ditemukan item yang skornya paling rendah dibandingkan dengan skor yang lainnya, yaitu pada item nomor 4, tentang setiap pengawasan dilakukan sesuai dengan pengumpulan informasi dari objek yang dipantau, untuk itu segenap pengambil kebijakan maupun pimpinan dari aparat pengawas fungsional, dalam hal ini Inspektorat Provinsi Lampung hendaknya memberikan pengarahan secara intensif kepada aparat pengawas fungsional untuk benar-benar memperhatikan informasi, data dan bukti-bukti otentik dari objek yang dipantau dalam proses pengawasan di lapangan.

2. Dalam hal variabel efektivitas pelaksanaan APBD setelah dilakukan penelusuran instrumen variabel yang mengukur efektivitas pelaksanaan APBD ditemukan item yang skornya paling rendah dibandingkan dengan skor yang


(4)

53 lainnya, yaitu pada item nomor 1, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung sudah sesuai dengan tanggung jawab masing-masing pengguna anggaran, untuk itu pimpinan melalui bagian tata usaha keuangan hendaknya memberikan bimbingan dan pembinaan mengenai prosedur penggunaan anggaran sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan untuk masing-masing SKPD, sehingga masing-masing pengguna anggaran mampu mempertanggungjawabkan apa yang diembannya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Admosdirdjo, Prajudi, S. 1987. Administrasi Dan Manajemen Umum. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Bastian. 2001. Akuntansi Pemerintah Dengan Sistem Dana. Edisi Ketiga. YKPN. Yogyakarta.

Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Undip. Semarang.

Halim, Abdul. 2002.Akuntansi Sektor Publik akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Salemba Empat. Jakarta.

Halim, Abdul dan Theresia Damayanti. 2007. Seri Bunga Rampai, Pengolahan

Keuangan Daerah. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Handayaningrat, Soewarno. 1986. Pengantar Studi Ilmu Adminstrasi dan

Manajemen. CV Haji Masagung. Jakarta.

Komarudin. 1994. Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Nawawi, Hadari. 1995. Pengawasan Fungsional di Lingkungan Aparatur Pemerintahan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nurcholis. 2007. Audit Sektor Publik. Bumi Aksara:Jakarta.

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.


(6)

Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. PT Midas Surya Grafindo. Yogyakarta.

Sugiyono. 2003.Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Sumarsono, Sonny. 2010. Manajemen Keuangan Pemerintah. Edisi Pertama Graha Ilmu. Jakarta.

Syaifulah, Ahmad. 2009. Pengaruh Pengawasan Fungsional Intern Terhadap Pelaksanaan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota Cimahi. Jurnal Skripsi. Undip. Bandung.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Widjaja, AW. 1998. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Wijayanti, Asih. 2010. Efektivitas Pengawasan Fungsional Terhadap Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Jurnal Skripsi. Unila. Bandar Lampung.