ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERI ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT DENGAN PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERI ALASAN DAN MENGINTERPRETASI
SUATU PERNYATAAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN
NONELEKTROLIT DENGAN PENERAPAN MODEL
PROBLEM BASED LEARNING

Oleh
NI KETUT NOVIA T

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

ABSTRAK

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERI ALASAN DAN MENGINTERPRETASI
SUATU PERNYATAAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN
NONELEKTROLIT DENGAN PENERAPAN MODEL
PROBLEM BASED LEARNING

Oleh
NI KETUT NOVIA T

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan memberikan alasan dan
menginterpretasi suatu pernyataan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit
melalui penerapan model problem based learning untuk siswa kelompok tinggi, sedang
dan rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X1 SMAN 1 Sidomulyo Lampung
Selatan Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimen
dengan desain one-shot case study. Analisis data menggunakan analisis deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan kemampuan memberikan alasan pada
kelompok tinggi seluruhnya berkriteria sangat baik. Pada kelompok sedang, sebagian
kecil berkriteria sangat baik dan cukup, sebagian besar berkriteria baik. Pada kelompok
rendah, separuhnya berkriteria baik dan cukup. Kemampuan menginterpretasi suatu
pernyataan pada kelompok tinggi seluruhnya berkriteria sangat baik. Pada kelompok

sedang, hampir separuh berkriteria sangat baik, sebagian besar berkriteria baik dan
sebagian kecil berkriteria cukup. Pada kelompok rendah, sebagian kecil berkriteria

Ni Ketut Novia T

sangat baik, dan baik, sebagian besar berkriteria cukup.

Kata kunci: problem based learning, memberikan alasan, menginterpretasi suatu
pernyataan, kelompok kognitif

Judul Skripsi

ANALISIS I(ETERAI}IPIIIIN IITDMBERI
AI"ASAN DAN MENGINTEKPRE'IASI SUATU
PEBI{YATAAN PADA IWTTERI UTRUTAN
ELDI{TROLIT DAN NONELEI$ROLIT DENGAN
PENEBAPAN IUODEL ?frOBLEI'T MSED
LEABNING

Nama Mahasiswa


A[ftptclre^'is0)

Nomor Pokok Mahasiswa

0915025096

Program Studi

Pendidikan Kimia

Jurusan

Pendidikan MIPA

trakultas

Keguruan dan llmu Pendidikan

MENYETUJUI


1. Komisi Pembimbing

Dra. Ila Kosllawati, F[.Si.
NrP 196507L7 L99005 2 001

Dra. ;EhansSranah Dlawati,
NIP 19660824 1.99L112 W2

2.|\etua Jurusan Pendidikan

MIPA

I
Dr. Caswita, M.Sl.
NrP 1967100/1 199505

1004

PERIIYATAAN


Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan

di

suatu pelguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan Saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pemah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

secara tertulis diacu dalam'naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyatakelak dikemudian hari terbuk ti adaketidakbenaran dalam
pernyataan Saya di atas, maka Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

2013


Ni Ketut Novia T
NPM 09t3023096

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
I.

viii

PENDAHULUAN ................................................................................

1

A. Latar Belakang..................................................................................

1


B. Rumusan Masalah ............................................................................

6

C. Tujuan Penelitian ..............................................................................

7

D. Manfaat Penelitian ...........................................................................

7

E. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................

8

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

9


A. Pembelajaran Konstruktivisme ........................................................

9

B. Model Problem Based Learning......................................................

10

C. Keterampilan Berpikir Kritis.............................................................

13

D. Konsep ..............................................................................................

17

E. Kemampuan Kognitif Siswa.............................................................

20


F. Kerangka Pemikiran .........................................................................

20

G. Anggapan Dasar ...............................................................................

22

H. Hipotesis Umum ...............................................................................

22

III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................

23

A. Subjek Penelitian ..............................................................................

23


II.

iv

B. Data Penelitian...........................................................

23

C. Metode dan Desain Penelitian...........................................................

24

D. Instrumen Penelitian ........................................................................

24

E. Validasi Instrumen Penelitian ...........................................................

25


F. Prosedur Penelitian ...........................................................................

26

G. Pengelompokkan Kemampuan Kognitif Siswa ...............................

28

H. Teknik Analisis Data........................................................................

29

1. Pengolahan Data Nilai Postest .....................................................
2. Pengolahan Data Kuesioner (Angket) ..........................................

29
32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................

33

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ...................................................

33

B. Pembahasan ......................................................................................

37

SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................

51

A. Simpulan ..........................................................................................

51

B. Saran .................................................................................................

51

V.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Pemetaan SK / KD ............................................................................

56

2. Silabus ...............................................................................................

61

3. RPP ....................................................................................................

67

4. Lembar Kerja Siswa 1 .......................................................................

82

5. Lembar Kerja Siswa 2 .......................................................................

90

6. Soal Posttest ...................................................................................... 102
7. Rubrik Jawaban Soal Posttest ...........................................................

104

v

8. Kuesioner (Angket) ........................................................................... 107
9. Penentuan Kelompok Siswa Berdasarkan Kemampuan Kognitif ....

108

10. Hasil Tes Tertulis ............................................................................

110

11. Penentuan Tingkat Kemampuan Siswa............................................ 112
12. Hasil Pengolahan Data Kuisioner ...................................................

114

13. Lembar Penilaian Afektif ................................................................ 116
14. Lembar Penilaian Psikomotor .........................................................

120

15. Lembar Observasi Aktivitas Siswa..................................................

122

16. Surat Keterangan Penelitian............................................................. 126

vi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan suatu proses adanya perubahan yang bersifat permanen pada
diri seorang siswa yang meliputi aspek kompetensi, keterampilan dan perilaku
yang diakibatkan karena adanya proses pemberitahuan, pembiasaan dan pelatihan.
Belajar merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri sehingga proses belajar mengajar akan lebih bermakna bagi siswa. Hasil yang diharapkan dari proses belajar
ini adalah terlatihnya kemampuan proses berpikir siswa. Hal ini sesuai dengan
pendapat Whitehead (Arifin dkk, 2003), hasil yang nyata dalam pendidikan sebenarnya adalah proses berpikir yang diperoleh melalui pembelajaran dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu yang melatih proses berpikir siswa
yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

IPA merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif.
IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

2

penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006).

Cabang dari IPA salah satunya adalah ilmu kimia, dimana ilmu kimia mempelajari tentang struktur, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertainya.
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran sains yang mempunyai dimensi
produk, sikap, dan proses, artinya ketika kita ingin mempelajari konsep-konsep
kimia, maka kita juga harus tahu cara mendapatkan konsep tersebut. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa kimia merupakan salah satu wahana yang tepat untuk
melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa karena kimia berusaha untuk membangkitkan keingintahuan siswa melalui eksplorasi terhadap
rahasia alam yang tak ada habis-habisnya.

Berpikir kritis dalam ilmu kimia tidak dapat dilakukan dengan cara mengingat dan
menghafal konsep-konsep, tetapi mengintegrasikan dan mengaplikasikan konsepkonsep yang telah dimiliki. Ennis (1989) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan
pembuatan keputusan, sebagai apa yang harus dipercaya atau dilakukan.
Keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk
kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Menurut Halpen (Saputra,2012), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui
setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada
sasaran. Hal ini merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam

3

rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan
tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Sesorang yang mempunyai tingkat berpikir kritis yang baik umumnya mempunyai
tingkat kemampuan kognitif yang baik pula. Kemampuan kognitif merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kemampuan
kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengetahuan atau kemampuan siswa
terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah dipelajari dan dapat digunakan
sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan
kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006).
Lebih lanjut Nasution (1988) dalam Winarni (2006) mengemukakan bahwa secara
alami dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, menengah, dan rendah. Apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda
kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep)
akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya, karena hasil belajar
berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mencari dan memahami materi
yang dipelajari.

Materi larutan elektrolit dan nonelektrolit merupakan salah satu materi dalam
pembelajaran kimia. Salah satu Kompetensi Dasar (KD) pada materi larutan
elektrolit dan nonelektrolit ini adalah mengidentifikasi sifat larutan elektrolit dan
nonelektrolit berdasarkan data hasil percobaan. Pada KD ini terdapat konsep
kimia yang dapat ditemukan oleh siswa melalui analisis hasil praktikum. Oleh

4

karena itu, siswa perlu dilatihkan keterampilan berpikir kritisnya saat menganalisis hasil praktikum tersebut. Keterampilan berpikir kritis yang dilatih pada KD
ini adalah kemampuan dalam memberikan alasan dan menginterpretasi suatu
pernyataan .

Kemampuan memberikan alasan dalam materi larutan elektrolit dan nonelektrolit
menghendaki siswa untuk dapat memberikan alasan mengenai perbedaan kemampuan elektolit kuat dan elektrolit lemah dalam menghantarkan arus listrik dan
menjelaskan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa
kovalen polar. Kemampuan menginterpretasi suatu pernyataan dalam materi
larutan nonelektrolit dan elektrolit menghendaki siswa untuk dapat menginterpretasi suatu pernyataan yang mencakup kekuatan daya hantar listrik larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah.

Fakta pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan konsepkonsep, hukum-hukum, dan teori-teori secara verbal tanpa memberikan pengalaman bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut sehingga
tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. Aktivitas siswa dapat dikatakan
hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Mayoritas dalam proses pembelajaran, siswa dituntut untuk menghafal
sejumlah konsep yang diberikan oleh guru tanpa dilibatkan secara langsung dalam
penemuan konsep tersebut.

Hal ini diperkuat dengan hasil obervasi dan wawancara yang telah dilakukan
dengan guru kimia SMA Negeri 1 Sidomulyo Lampung Selatan, diperoleh informasi bahwa selama ini pembelajaran di sekolah umumnya dilakukan dengan

5

metode ceramah, dimana penyampaian materi pelajaran disampaikan langsung
secara lisan oleh guru. Dalam pembelajaran dengan metode ceramah siswa
cenderung menerima penjelasan-penjelasan dari guru tanpa dilibatkan langsung
dalam menemukan konsep dari materi tersebut. Hal ini menyebabkan kebanyakan
siswa kurang dapat memahami materi dan siswa cenderung hanya menghafal
materi.

Situasi pembelajaran yang baik perlu ditunjang dalam rangka mengembangkan
keterampilan berpikir kritis siswa. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran
yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri,
mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan yang
didapat. Untuk menghasilkan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis siswa, maka harus dipilih model pembelajaran yang
tepat. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk melatih
keterampilan berpikir kritis siswa adalah model Problem Based Learning.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurfatimah (2010) yang berjudul :
Penerapan Model Problem Based Learning Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa menunjukkan
hasil penelitian bahwa setelah penerapan model PBL dilakukan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Model PBL ini juga
memperoleh respon yang baik dari guru maupun dari siswa. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning untuk
mengatasi permasalahan yang muncul. Problem Based Learning (PBL)

6

diharapkan mampu menjadi model pembelajaran yang dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.
Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah
tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Menurut Ram (Nurfatimah,2010) PBL merupakan suatu model yang mengkolaborasikan problem solving dan penemuan konsep secara mandiri. Adapun tahapan
model pembelajaran Problem Based Learning adalah Introduction (pemuculan
masalah), Inquiry & Self-Directed Studi, Revisiting The Hypotheses, dan Self
Evaluation. Selain itu menurut Hmelo-Silver (Nurfatimah,2010) mengemukakan
bahwa PBL merupakan model pembelajaran dimana siswa difasilitasi untuk memecahkan masalah yang merupakan masalah yang nyata.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul
“Analisis Keterampilan Memberi Alasan dan Menginterpretasi Suatu Pernyataan
Pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit dengan Penerapan Model
Problem Based Learning”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam memberikan alasan pada materi
larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan penerapan model pembelajaran

7

problem based learning untuk siswa berkemampuan kognitif tinggi, sedang
dan rendah?
2. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam menginterpretasi pernyataan pada
materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan penerapan model pembelajaran problem based learning untuk siswa berkemampuan kognitif tinggi,
sedang dan rendah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam memberikan alasan pada materi
larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan penerapan model pembelajaran
problem based learning untuk siswa berkemampuan kognitif tinggi, sedang
dan rendah.
2. Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menginterpretasikan suatu pernyataan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan penerapan
model pembelajaran problem based learning untuk siswa berkemampuan
kognitif tinggi, sedang dan rendah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar bermanfaat bagi:
1. Siswa
Melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning siswa dapat
lebih mudah untuk memahami materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dan

8

diharapkan dapat menumbuhkan motivasi dan minat belajar siswa sehingga
dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa.
2. Guru
Memberikan informasi kepada guru-guru kimia SMA Negeri 1 Sidomulyo
mengenai tingkat keterampilan berpikir kritis siswanya yang meliputi kemampuan memberikan alasan dan menginterpretasi suatu pernyataan pada
materi larutan elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model problem
based learning.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Sidomulyo,
Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Keterampilan berpikir kritis yang akan diteliti adalah (a) membangun
keterampilan dasar dengan indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak yang berfokus pada sub indikator kemampuan memberikan alasan; (b) menyimpulkan dengan indikator mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi yang berfokus pada sub indikator menginterpretasikan suatu pernyataan.
3. Model Problem Based Learning yang digunakan adalah menurut Ram
(Nurfatimah, 2010) dengan tahap-tahap sebagai berikut: (1) Introduction
(pemunculan masalah), (2) Inquiry & Self-Directed Study, (3) Revisiting the
Hypothesis, (4) Self Evaluation.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan konstektual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diingat.
Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata (Trianto, 2009).

Menurut Von Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu
(2001) menyatakan bahwa: “Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri”. Konstruktivisme memahami hakikat belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara
memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya (Baharuddin, 2008).

Menurut Slavin dalam (Trianto, 2010) teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang
menyata-kan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

10

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah
payah dengan ide-ide.

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya.
Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti
hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu
tentang sesuatu (Suparno, 1997)
Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut:
1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami,
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar
bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri,
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia
fisik dan lingkungannya,
5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek
belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan
bahan yang sedang dipelajari.

B. Problem Based Learning

Problem Based Learning (PBL) sejak dahulu dikembangkan sekitar1970-an di
McMaster University di Kanada. Kini model ini sudah merambah ke berbagai
fakultas diberbagai lembaga pendidikan didunia. Dengan keunggulan model ini,
jenjang pendidikan yang lebih rendahpun sudah mulai menggunakan model ini.

11

Menurut Ram (Nurfatimah, 2010) PBL merupakan suatu model yang mengkolaborasikan problem solving dan penemuan konsep secara mandiri. Selain itu
menurut Hmelo-Silver (Nurfatimah,2010) mengemukakan bahwa PBL merupakan
model pembelajaran dimana siswa difasilitasi untuk memecahkan masalah yang
merupakan masalah yang nyata.
PBL dirumuskan oleh prof. Howard Barrows dan Kelson sebagai kurikulum dan
proses pembelajaran (Amir, 2009). Dalam kurikulumnya dirancang masalahmasalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat
mereka mahir memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta
memiliki kecakapan berpatisipasi dalam tim.

Dari rumusn diatas,PBL ini terutama bercirikan ada masalah. Masalah dapat dikatakan sebagai apapun yang menghalangi kita dari mencapai tujuan. Masalah
yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia nyata kan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan
kecakapan siswa.berikut ini merupakan hal-hal yang harus diperhatika mengenai
masalah dalam PBL (Duch, 1996):
1. Masalah yang efektif harus membuat siswa tertarik dan termotifasi untuk
memecahkannya dengan pemahaman yang dalam dari konsep yang
diajarkan. Masalah ini harus berkaitan dengan kehidupan dunia nyata
sehingga siswa bersemangat dalam menyelesaikan masalah tersebut.
2. Masalah yang baik membuat siswa membuat keputusan atau pertimbangan
berdasarkan fakta, informasi, logika dan rasionalisasi. Siswa harus
mempertimbangkan semua keputusan dan alasan berdasarkan prinsip yang
telah diajarkan. Masalah harus membuat siswa mengidentifikasi asumsi
apa yang dibutuhkan , informasi apa yang relevan dan langkah/prosedur
apa yang dibutuhkan untuk memeahkan masalah tersebut.
3. Kerja sama dari setiap anggota kelompok sangat penting dalam keefektifan
dalam memecahkan masalah. Jangkauan dari masalah atau kasus harus
dikontrol sehingga siswa menyadari bahwa “memisahkan” upaya bukanlah
strategi pemecahan masalah yang efektif.

12

4. Pertanyaan awal dari masalah harus diikuti oleh satu atau lebih
karakteristik sehingga semua siswa dalam kelompok dapat
menggambarkannya dalam diskusi dari topik:
a. Membuka semua kemungkinan. Tidak terbatas untuk satu jawaban
benar.
b. Menghubungkan dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya.
c. Masalah yang konroversial dapat memunculkan berbagai macam opini.
Strategi ini dapat membuat siswa berperan dalam kelompoknya.
Menggambarkan pengetahuan yang satu dengan yang lainnya, daripada
bekerja secara individual pada permulaan masalah.
5. Isi dari permulaan harus tergabung menjadi masalah, menghubungkan
pengetahuan sebelumnya dengan konsep baru dengan disiplin ilmu yang
lain.
Siswa dalam memecahkan masalah bekerja sama dengan kelompok. Mereka mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan mencari
informasi-informsi yang relevan untuk solusinya. Dalam PBL siswa memiliki
peran sebagai problem solvers, sedangkan guru memiliki peranan sebagai tutor
atau pelatih. Guru mengarahkan siswa dalam mencari dan menemukan solusi
yang diperlukan dan juga sekaligus menentukan kriteria pencapaian proses pembelajaran ini.

Adapun kriteria PBL menurut Tan dalam Amir (2009) adalah :
1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran
2. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang
disajikan secara mengambang (ill-structured).
3. Masalah biasanya menurut perspektif majemuk (multiple perspective).
Solusinya menuntut siswa menggunakan dan mendapatkan konsep dari
beberapa bab materi atau lintas ilmu ke bidang lainnya.
4. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di
ranah pembelajaran yang baru.
5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learner).
6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu
sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting.
7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif dan kooperatif. Siswa bekerja
dalam kelompok, berinteraksi saling mengajarkan dan melakukan presentasi.

13

Pembelajaran berbasis masalah mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru
harus memfokuskan diri untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan dan kecakapan berpikir daam mempelajari dan menyerap materi pembelajaran. Dengan demikian PBL dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan
berbagai keterampilan dan kecakapan sains tingkat tinggi, serta meningkatkan
pencapaian hasil belajar.

Adapun tahapan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Ram
(Nurfatimah, 2010) adalah sebagai berikut :
1. Introduction (Pemunculan Masalah). Pada tahap ini siswa disajikan suatu
masalah yang harus mereka selesaikan.
2. Inquiry & Self-Directed Study. Siswa dengan bimbingan guru mencari
solusi untuk masalah yang disajikan. Pada tahap ini siswa diposisikan
sebagai problem solver. Siswa mencari materi-materi yang relevan dengan
masalah yang disajikan. Materi-materi tersebut kemudian dipelajari dan
dipahami. Informasi yang mereka peroleh digunakan untuk menemukan
solusi dari masalah yang disajikan. Pada akhirnya siswa akan membuat
suatu hipotesis mengenai solusi dari masalah tersebut.
3. Revisiting The Hypotheses. Hipotesis yang dibuat oleh siswa kemudian
direvisi lagi atau diperkuat lagi dengan cara mencari informasi tambahan
di luar proses pembelajaran. Informasi tambahan tersebut dikonsultasikan
kepada guru. Dari hasil pencarian informasi tambahan, hipotesis yang
mereka buat diharapkan menjadi lebih kuat. Hipotesis yang mereka buat
kemudian diuji kebenarannya.
4. Self Evaluation. Tahap ini dilakukan setelah hipotesis diuji kebenarannya.
Siswa mendiskusikan hasil dari hipotesis tersebut. Hal-hal yang didiskusikan termasuk materi-materi yang mendukung dari hipotesis tersebut. Pada
tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.

C. Keterampilan Berpikir Kritis

Menurut Pressisen (Saputra, 2012), keterampilan adalah kecakapan untuk melaksanakan tugas, dimana keterampilan tidak hanya meliputi gerakan motorik,
tetapi juga melibatkan fungsi mental yang bersifat kognitif, yaitu suatu tindakan
mental dalam usaha memperoleh pengetahuan. Proses berpikir berhubungan

14

dengan pola perilaku yang lain dan membutuhkan keterlibatan aktif pemikir.
Pengertian ini mengindikasikan bahwa berpikir adalah upaya yang kompleks dan
reflektif bahkan suatu pengalaman yang kreatif .

Menurut Sembel (Suyanti, 2010), berpikir kritis merupakan sebuah proses berpikir yang bermuara pada tujuan akhir yang membuat kesimpulan ataupun keputusan yang masuk akal tentang apa yang harus kita percayai dan tindakan apa
yang akan kita lakukan. Ennis (1989) menyatakan bahwa berpikir kritis
merupakan suatu proses berpikir secara beralasan dan reflektif dengan
menekankan pembuatan keputusan, sebagai apa yang harus dipercaya atau
dilakukan. Terdapat enam komponen atau unsur dari berpikir kritis menurut Ennis
(1989) yang disingkat menjadi FRISCO, seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Unsur-unsur keterampilan berpikir kritis
No
1

Unsur
Focus

Keterangan
Memfokuskan pemikiran, menggambarkan
poin-poin utama, isu, pertanyaan, atau
permasalahan. Hal-hal pokok dituangkan di
dalam argumen dan pada akhirnya didapat
kesimpulan dari suatu isu, pertanyaan, atau
permasalahan tersebut.

2

Reasoning

Ketika suatu argumen dibentuk, maka harus
disertai dengan alasan (reasoning). Alasan dari
argumen yang diajukan harus dapat
mendukung kesimpulan dan pada akhirnya
alasan tersebut dapat diterima sebelum
membuat keputusan akhir.

3

Inference

Ketika alasan yang telah dikemukakan benar,
apakah hal tersebut dapat diterima dan dapat

15

mendukung kesimpulan
4

Situation

Ketika proses berpikir terjadi, hal tersebut
dipengaruhi oleh situasi atau keadaan baik
(keadaan lingkungan, fisik, maupun sosial).

5

Clarity

Ketika mengungkapkan suatu pikiran atau
pendapat, diperlukan kejelasan untuk membuat
orang lain memahami apa yang diungkapkan

6

Overview

Suatu proses untuk meninjau kembali apa yang
telah kita temukan, putuskan, pertimbangkan,
pelajari, dan simpulkan.

Moore dan Parker (dalam Liliasari, 2011) menyatakan bahwa berpikir kritis memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Menentukan informasi mana yang tepat atau tidak tepat.
Membedakan klaim yang rasional dan emosional.
Memisahkan fakta dari pendapat.
Menyadari apakah bukti itu terbatas atau luas.
Menunjukkan tipuan dan kekurangan dalam suatu argumentasi orang lain.
Menunjukkan analisis data atau informasi.
Menyadari kesalahan logika dalam suatu argumen.
Menggambarkan hubungan antara sumber-sumber data yang terpisah dan
informasi.
Memperhatikan informasi yang bertentangan, tidak memadai atau
bermaknaganda.
Membangun argumen yang meyakinkan.
Memilih data penunjang yang paling kuat.
Menghindari kesimpulan yang berlebihan.
Mengidentifikasi celah-celah dalam bukti dan menyarankan pengumpulan
informasi tambahan.

14. Menyadari ketidakjelasan.
15. Mengusulkan pilihan lain dan mempertimbangkannya dalam pengambilan
keputusan.
16. Mempertimbangkan semua pemangku kepentingan atau sebagiannya
dalam pengambilan keputusan.
17. Menyatakan argumen dan kontek untuk apa argumen itu.
18. Menggunakan bukti secara benar.
19. Menyusun argumen secara logis dan kohesif.
20. Menghindari unsur-unsur luar dalam penyusunan argumen.
21. Menunjukkan bukti untuk mendukung argumen yang meyakinkan.

16

Menurut Ennis (1989) terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis (KBKr)
yang dikelompokkan dalam lima kelompok keterampilan berpikir. Kelima kelompok keterampilan tersebut adalah: memberikan penjelasan sederhana (elementary
clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan
(interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Adapun kedua belas indikator tersebut
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Memfokuskan pertanyaan.
Menganalisis argumen.
Bertanya dan menjawab pertanyaan.
Mempertimbangkan kredibilitas sumber.
Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.
Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi.
Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi.
Membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan.
Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi.
Mengidentifikasi asumsi.
Memutuskan suatu tindakan.
Berinteraksi dengan orang lain.

Pada penelitian ini, indikator yang dikembangkan adalah :
Tabel 2. Indikator Keterampilan berpikir kritis yang dilatihkan

No
1

2

Kelompok

Indikator

Sub Indikator

Membangun

mempertimbangkan

kemampuan

apakah sumber dapat

dasar

dipercaya atau tidak

Menyimpulkan

mendeduksi dan

Menginterpretasi suatu

mempertimbangkan hasil

pernyataan

deduksi

Kemampuan memberikan alasan

17

D. Konsep

Menurut Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan
pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep menyediakan skema-skema terorganisasi untuk menentukan hubungan di dalam dan di
antara kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses
mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasigeneralisasi. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita
dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep
lain yang berhubungan.

Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada
definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya
konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak
ada satu-pun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan
konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.
Lebih lanjut lagi, Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) mengemukakan
bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk
menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian
konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta
Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut
variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh.

Tabel 3. Analisis konsep materi larutan elektrolit dan non elektrolit

Label

Definisi konsep

Jenis

konsep (1)

(2)

konsep

Atribut
Kritis (4)

Variabel (5)

(3)
Larutan

Campuran homogen terdiri dari

Konsep

• larutan

• sifat

dua zat atau lebih, dimana salah

konkrit

• zat

menghantark

satunya bertindak sebagai zat

terlarut

an listrik

terlarut sedangkan yang lainnya
sebagai zat pelarut dan

Posisi konsep
Super

Koordinat

Sub ordinat

ordinat (6)

(7)

(8)

• materi

Contoh

Non contoh

(9)

(10)

• campuran

• larutan

• larutan

• campuran

zat tunggal

elektrolit

garam

antara minyak

• larutan non

• larutan

dan air

• zat

elektrolit

gula

• campuran

pelarut

• larutan asam

• larutan

susu dengan

mempunyai sifat dapat

basa

NaOH

air

menghantarkan arus listrik

• larutan

(elektrolit) atau tidak dapat

garam

menghantarkan listrik (non
elektrolit).
Larutan

Larutan yang dapat

Konsep

• larutan

• jumlah ion

elektrolit

menghantarkan listrik, ditandai

konkrit

elektrolit

• kerapatan

dengan timbulnya gelembung gas

• larutan

ion

sertanyala lampu pada
elektrolittester yang dapat bersifat

• larutan

• larutan non

• larutan

• larutan

• air

elektrolit

elektrolit kuat

NaCl

• larutan gula

• larutan

• larutan

dalam air

elektrolit

elektrolit

HCl

• larutan

kuat

lemah

• larutan

alkohol dalam

19

elektrolit kuat atau elektrolit

• larutan

lemah.

elektrolit

H2SO4

air

lemah
Larutan

Larutan yang dapat

Konsep

• larutan

• konsentrasi

• larutan

• larutan

• larutan

• urea

elektrolit

menghantarkan listrik ditandai

konkrit

elektrolit

larutan

elektrolit

elektrolit

NaCl

• larutan gula

kuat

dengan timbulnya gelembung gas

kuat

• jumlah ion

lemah

• larutan

dan nyala lampu yang terang pada

• kerapatan

elektrolittester.

ion

HCl

Larutan

Larutan yang dapat

Konsep

• larutan

• konsentrasi

• larutan

• larutan

• larutan

elektrolit

menghantarkan listrik ditandai

konkrit

elektrolit

larutan

elektrolit

elektrolit

CH3COO

lemah

dengan timbulnya gelembung gas

lemah

• jumlah ion

kuat

H

• larutan

• urea

• larutan HCl

elektrolit

• larutan

• larutan NaCl

dan nyala lampu yang redup atau

• kerapatan

hanya timbul gelembung gas pada

ion

• alkohol

elektrolittester.
Larutan

Larutran yang tidak dapat

Konsep

• larutan

• jumlah ion

non

menghantarkan listrik, ditandai

konkrit

non

• kerapatan

elektrolit

dengan lampu tidak menyala dan

elektrolit

ion

tidak adanya gelembung gas pada
elektrolittester.

• larutan

gula
• alkohol

20

E. Kemampuan Kognitif Siswa

Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengetahuan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah
dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006).

Lebih lanjut Nasution (Winarni 2006) mengemukakan bahwa secara alami dalam
satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan menjadi 3
kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, menengah, dan
rendah. Menurut Anderson dan Pearson (Winarni 2006), apabila siswa memiliki
tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama,
maka hasil belajar (pemahaman konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat
kemampuannya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa
dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari.

F. Kerangka Pemikiran

Tingkat kemampuan kognitif siswa dipengaruhi dengan perencanaan yang matang
sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan. Siswa dengan kemampuan kognitif
tinggi akan memperoleh hasil yang tinggi pula. Pembelajaran kimia di sekolah
cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori
secara verbal tanpa memberikan pengalaman bagaimana proses ditemukannya
konsep, hukum, dan teori tersebut sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri

21

siswa. Pembelajaran dengan penerapan model problem based leaning pada materi
larutan elektrolit dan nonelektrolit memiliki beberapa kelebihan antara lain, dapat
meningkatkan semangat belajar siswa karena siswa dilibatkan secara aktif dalam
proses pembelajaran dalam artian siswa lebih mendominasi dibandingkan guru
sehingga siswa dapat mengembang-kan ide-ide atau daya pikir yang mereka
miliki dan membantu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, dimana
akhirnya meningkatkan semangat guru dan siswa untuk belajar, pembelajaran
akan menjadi lebih bermakna karena pembelajaran dilakukan secara bertahap
dimulai dari Introduction (Pemunculan Masalah). Pada tahap ini siswa disajikan
suatu masalah yang harus mereka selesaikan. Selanjutnya Inquiry & Self-Directed
Study. Siswa dengan bimbingan guru mencari solusi untuk masalah yang
disajikan. Pada tahap ini siswa diposisikan sebagai problem solver. Siswa mencari
materi-materi yang relevan dengan masalah yang disajikan. Informasi yang
mereka peroleh digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang disajikan.
Pada akhirnya siswa akan membuat suatu hipotesis mengenai solusi dari masalah
tersebut. Selanjutnya Revisiting The Hypotheses. Hipotesis yang dibuat oleh siswa
kemudian direvisi lagi atau diperkuat lagi dengan cara mencari informasi
tambahan di luar proses pembelajaran. Informasi tambahan tersebut
dikonsultasikan kepada guru. Dari hasil pencarian informasi tambahan, hipotesis
yang mereka buat diharapkan menjadi lebih kuat. Hipotesis yang mereka buat
kemudian diuji kebenarannya. Self Evaluation. Tahap ini dilakukan setelah
hipotesis diuji kebenarannya. Siswa mendiskusikan hasil dari hipotesis tersebut.
Hal-hal yang didiskusian termasuk materi-materi yang mendukung dari hipotesis
tersebut. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Dengan

22

berpikir apabila pembelajaran dengan penerapan model problem based learning
pada pembelajaran kimia dikelas diharapkan siswa dapat melatihkan kemampuan
memberikan alasan dan menginterpretasi suatu pernyataan sehingga keterampilan
berpikir kritis siswa akan tinggi sebanding dengan semakin tinggi-nya
kemampuan kognitif siswa.

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas X1 di SMA Negeri 1
Sidomulyo tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subjek penelitian mempunyai
tingkat kemampuan kognitif yang heterogen.

H. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah semakin tinggi kemampuan kognitif
siswa, maka akan semakin tingi pula kemampuan siswa dalam memberikan alasan
dan menginterpretasi suatu pernyataan.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri I Sidomulyo Lampug
Selatan tahun ajaran 2012/2013 sebanyak satu kelas yaitu kelas X1 dengan jumlah
siswa 37 siswa. Siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan kognitifnya ke
dalam tiga kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan kelompok ini
berdasarkan hasil ulangan mata pelajaran kimia yang telah dilakukan sebelumnya
oleh guru mata pelajaran kimia.

Oleh karena ingin didapatkan kelas dengan tingkat kemampuan kognitif yang berbeda, maka dipilih teknik purposive sampling dalam pengambilan subjek penelitian. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan
pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan
ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Syaodih, 2009).

B. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data primer yaitu data hasil tes setelah pembelajaran (posttest), lembar
aktivitas siswa dan kuesioner (angket) siswa.

24

2. Data sekunder, yaitu nilai ulangan harian mata pelajaran kimia.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain
penelitian yang digunakan adalah one shot case study . Pada desain ini hanya
diberi suatu perlakuan kemudian diobservasi. Menurut Sugiyono (2012),
penelitian dengan desain ini digambarkan sebagai berikut ini:

X

Keterangan:

O

X = Perlakuan yang diberikan
O = Nilai Postes (Sesudah perlakuan)

D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Silabus dan RPP
Pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit
2. Lembar observasi aktivitas siswa
Lembar observasi aktifitas siswa digunakan untuk memperoleh informasi
mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan dengan
menggunakan model Problem Based Learning serta keterampilan berpikir
kritis siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Pengisian lembar
observasi dilakukan dengan cara memberikan check list pada kolom yang telah
disediakan.

25

3. Lembar Kerja Siswa
Pada penelitian ini menggunakan 2 buah lembar kerja siswa (LKS). LKS 1
membahas tentang daya hantar listrik larutan elektrolit dan nonelektrolit
melalui percobaan, LKS 2 membahas tentang sifat dan jenis ikatan larutan
elektrolit dan nonelektrolit.
4. Tes tertulis.
Tes tertulis yang digunakan berupa posttest yang terdiri dari 4 soal dalam
bentuk uraian pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Soal uraian ini
digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa yang meliputi
kemampuan memberikan alasan dan menginterpretasikan suatu pernyataan.
5. Kuesioner (Angket)
Pada penelitian ini, kuesioner diberikan kepada siswa secara langsung yang
berjumlah 6 pertanyaan dan digunakan untuk memperoleh informasi mengenai
keterlaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan dengan menggunakan
model pembelajaran Problem Based Learning dan keterampilan berpikir kritis
siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Dalam kuesioner ini,
jawaban pertanyaan yang disediakan untuk semua pertanyaan adalah “ ya atau
tidak”.

E. Validitas Instrumen Penelitian

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan
dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat . Untuk itu,
perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian
instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian validitas

26

isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan
dengan menganalisis kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran,
indikator,kisi-kisi soal dengan butir-butir pertanyaan posttest. Bila antara unsurunsur itu terdapat kesesuaian, maka instrumen dianggap valid dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.
Mekanisme kerja judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu
peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini peneliti meminta bantuan Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si dan Dra. Chansyanah Diawati, M.Si sebagai
dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya.

F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:
1. Observasi Pendahuluan
a. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan
informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, metode yang
digunakan guru kimia dalam mengajar, dan sarana-prasarana yang ada di
sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan
penelitian.
b. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan
karakteriktik siswa dan pertimbangan dari guru mata pelajaran kimia.
2. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

27

1. Tahap persiapan
 Menyusun perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses
pembelajaran di kelas, antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan instrumen tes.
 Meminta data nama dan niai siswa pada materi sebelumnya, untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah.
2. Tahap pelaksanaan penelitian
 Pelaksanaan proses pembelajaran pada subyek penelitian dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning.
 Memberikan posttest.
 Memberikan kuesioner (angket) kepada siswa setelah pembelajaran mengenai materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.
3. Tahap analisis data
 Menganalisis jawaban tes tertulis siswa dan jawaban kuesioner (angket)
untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan berfikir kritis siswa.
 Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian.
 Penarikan kesimpulan

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan
di bawah ini.

28

Observasi

Menentukan subyek

Membuat instrumen

Validasi instrumen
Pembelajaran Problem Based

Postest

Kuesioner

Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 1. Bagan prosedur pelaksanaan penelitian
G. Pengelompokan Kemampuan Kognitif Siswa
Berdasarkan kemampuan akademik siswa dikelompokkan menjadi tiga kategori
yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan siswa dilakukan dengan
tahapan membuat daftar distribusi frekuensi, setelah itu menghitung rata-rata nilai
ulangan harian mata pelajaran kimia dan standar deviasi. Berikut ini rumus untuk
mencari rata-rata (mean):



Keterangan :

= Nilai rata-rata siswa

29

∑ fi.xi = Jumlah frekuensi dikalikan dengan nilai siswa


= Jumlah frekuensi

Rumus untuk mencari standar deviasi sebagai berikut:






Keterangan : SD

= Standar Deviasi

Fxi2 = Jumlah semua frekuensi dikalikan dengan kuadrat nilai
n

= Jumlah subyek

Setelah itu mengelompokkan siswa dengan kriteria pengelompokkan menurut
sudijono (2008) pada tabel 4.
Tabel 4 Kriteria pengelompokkan siswa
Kriteria pengelompokkan
Nilai ≥ mean + SD
Mean – SD ≤ nilai < mean + SD
Nilai < mean – SD

Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh jumlah siswa dari kelompok tinggi,
sedang, dan rendah berturut-turut adalah 2, 29, dan 6 siswa. Adapun perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 108.

H. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data hasil penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Pengolahan data nilai posttest

30

a. Memberi skor pada setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk uraian
berdasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.
b. Mengelompokkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan keterampilan
memberikan alasan dan menginterpretasikan suatu pernyataan.
c. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan keterampilan
memeberikan alasan dan menginterpretasikan suatu pernyataan.
d. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:





e. Menentukan kriteria kemampuan siswa untuk nilai siswa pada keterampilan
memberikan alasan dan menginterpretasikan suatu pernyataan berdasarkan
tabel 5.
Tabel 5. Kriteria Tingkat Kemampuan
Nilai
81-100
61-80
41-60
21-40
0-20

Kriteria
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Kurang sekali
(Arikunto, 2010)

f. Menghitung rata-rata nilai siswa pada keterampilan keterampilan memberikan
alasan dan meninterpretasikan suatu pernyataan dengan

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI LARUTAN NONELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT SERTA REDOKS

0 3 56

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DAN MEMPREDIKSI

0 6 45

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENGANALISIS KEMAMPUAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN

0 2 43

ANALISIS KEMAMPUAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN PADA MATERI ASAM BASA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

0 7 44

ANALISIS KETERAMPILAN MENJAWAB PERTANYAAN DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLITMELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

0 4 45

PENDEKATAN ILMIAH PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN ELABORASI

1 9 57

Pendekatan Ilmiah pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit dalam Meningkatkan Keterampilan Fleksibilitas

0 5 187

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS BELAJAR KIMIA SISWA SMA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT.

0 1 23

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION MENGGUNAKAN MEDIA KOMIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT.

0 4 9

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING BERPENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN LARUTAN NONELEKTROLIT

0 1 33