EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DAN MEMPREDIKSI

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DAN MEMPREDIKSI

Oleh

DYAH EMI WAHYUNI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DAN MEMPREDIKSI

Oleh

DYAH EMI WAHYUNI

Penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan karakteristik model pembelajaran Problem Solving yang efektif dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Non Equivalent (pretest and posttest) Control Group Design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel dalam

penelitian ini adalah siswa SMA Persada Bandar Lampung kelas X2 dan kelas X3

semester genap Tahun Ajaran 2012-2013 yang memiliki karakteristik hampir sama. Analisis data menggunakan N-Gain dan uji-t.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rerata N-Gain keterampilan berkomunikasi untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,46 dan 0,61; dan rerata N-Gain keterampilan memprediksi untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,44 dan 0,67.


(3)

Berdasarkan uji-t diketahui bahwa kelas dengan pembelajaran Problem Solving memiliki keterampilan berkomunikasi dan keterampilan memprediksi yang lebih tinggi dibandingkan kelas dengan pembelajaran konvensional. Hal ini

menunjukkan bahwa pembelajaran Problem Solving efektif dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan memprediksi.

Kata kunci: pembelajaran Problem Solving, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan memprediksi


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Efektivitas Pembelajaran ... 10

B.Pembelajaran Konstruktivisme... 10

C. Model Pembelajaran Problem Solving ... 12

D. Keterampilan Proses Sains ... 15

E. Kerangka Berpikir………... 18

F. Anggapan Dasar ... 20

G. Hipotesis Umum ... 20

III. METODE PENELITIAN ... 26

A. Populasi dan Sampel Penelitian... 21


(7)

E.Instrumen Penelitian dan Validitas ... 23

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 24

G. Teknik Analisis Data ……….. 25

1. Perhitungan n-Gain ... 29

2. Uji normalitas ... 29

3. Uji homogenitas dua varians ... 30

4. Pengujian hipotesis ... 31

IV . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 34 34 B. Pembahasan ... 43

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Simpulan ... 51

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Silabus Kelas Eksperimen ... 56

2. Silabus Kelas Kontrol ……… 61

3. RPP Kelas Eksperimen ... 65

4. RPP Kelas Kontrol ……….. 88

5. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 95

6. Soal Pretest dan Posttet... 118


(8)

9. Perhitungan dan Analisis Data ... 146 10.Lembar Penilaian Aspek Aktivitas Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol ...

174 11. Lembar Observasi Guru Mengajar……... 190


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam BSNP 2006, pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Ilmu kimia merupakan cabang dari ilmu IPA yang mencari jawaban atas per-tanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuan, kimia sebagai proses (kerja ilmiah), dan kimia sebagai sikap. Oleh sebab itu pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses, produk, dan sikap (BNSP,2006).

Pembelajaran kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada topik larutan elektrolit dan nonelektrolit. Banyak sekali masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dihubungkan


(10)

dengan materi ini, misalnya pemanfaatan listrik untuk menangkap ikan disungai, perkaratan besi, pembakaran dan lain sebagainya. Namun yang terjadi selama ini pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit dalam pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas (SMA) lebih terkondisikan untuk dihafal oleh siswa tanpa memberikan pengalaman bagaimana proses ditemukannya konsep dan teori tersebut. Akibatnya, siswa mengalami kesulitan menghubungkannya dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar, dan tidak merasakan manfaat dari

pembelajaran larutan non-elektrolit dan elektrolit , sehingga keterampilan proses sains tidak berkembang.

Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di SMA Persada Bandar Lampung terkait dengan mata pelajaran kimia, bahwa selama ini pembelajaran kimia domi-nan dilakukan dengan metode ceramah, eksperimen dilakukan hanya untuk

membuktikan teori kimia yang sudah diberikan. LKS yang digunakan hanya berisi rangkuman materi dan latihan soal. LKS yang digunakan tidak membimbing siswa untuk menemukan konsep, sehinngga keterampilan proses sains tidak dilatihkan dalam memecahkan masalah secara ilmiah, mengemukakan hipotesis, merencanakan suatu eksperimen untuk menguji hipotesis, dan mengambil suatu kesimpulan dari sekumpulan data yang diperoleh siswa dari pelajaran kimia tersebut. Siswa hanya mencatat dan menghafal materi pembelajaran kimia sehingga siswa sulit untuk memahami materi kimia yang dapat menyebabkan minat siswa berkurang pada pembelajaran kimia.

Salah satu komponen yang penting dalam pembelajaran adalah penggunaan model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran dan kondisi


(11)

siswa. Salah satu upaya yang dilakukan agar pembelajaran kimia menjadi lebih menarik, mudah dipahami oleh siswa, serta siswa dapat terlatih dalam memecah-kan masalah adalah dengan menggunamemecah-kan model pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah (problem solving), karena dilihat dari karakteristik siswa, materi larutan non-elektrolit dan elektrolit dengan menggunakan model pem-belajaran tersebut akan memberikan siswa kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah kimia dengan strateginya sendiri. Penelitian yang mengkaji tentang penerapan model problem solving adalah hasil penelitian Purwani (2009), yang dilakukan pada siswa SMA kelas X di SMA Negeri 1 Jombang, menunjuk-kan bahwa pembelajaran dengan menggunamenunjuk-kan model pembelajaran problem solving memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir pada materi konsep mol. Kemudian hasil penelitian Lidiawati (2011), yang dilakukan pada siswa SMA kelas XI SMA Negeri 1 Abung, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model problem solving memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep materi koloid.

Model pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian materi pelajaran dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan atau

diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa diharuskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Mereka menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, membuat referensi dan merumuskan kesimpulan.


(12)

Pembelajaran dengan model problem solving dapat berlangsung lancar dengan ketersediaan LKS yang berisi masalah yang akan dipecahkan, menyusun hipotesis awal, melakukan percobaan untuk membuktikan hipotesis, diskusi dengan

menjawab pertanyaan-pertanyaan, dan menarik kesimpulan. Hal itu dapat membantu siswa untuk meningkatkan penguasaan konsep dengan menganalisis masalah yang ada sehingga siswa dapat menyelesaikannya.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), siswa harus menguasai standar kompetensi pada setiap jenjang pendidikannya dan standar kompetensi ini dijabarkan dalam bentuk kompetensi dasar. Salah satu standar kompetensi yang harus dicapai siswa kelas X semester genap adalah memahami sifat-sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit. Pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit, siswa diajak untuk mengamati fenomena yg terjadi dalam ke-hidupan sehari-hari mengenai larutan elektrolit dan non elektrolit, dan diajak untuk melakukan praktikum. Contohnya pada materi sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit, melalui praktikum, siswa bisa mendapatkan pengalaman langsung dalam mempelajari materi tersebut. Dengan demikian pembelajaran materi larutan elektrolit dan non elektrolit dapat menunjukkan keterampilan proses sains. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan keterampilan prosessains siswa adalah model pembelajaran problem solving. Salah satu indikator dalam keterampilan proses sains adalah keterampilan berkomunikasi dan memprediksi. Kedua keterampilan ini sesuai dengan tahapan-tahapan problem solving yaitu : adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan, mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah,


(13)

menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut , menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dan menarik kesimpulan.

Keterampilan berkomunikasi penting bagi siswa dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah yang kelak mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Melalui keterampilan berkomunikasi siswa dituntut mampu menjelaskan hasil percobaan; menggambar data empiris dengan grafik, tabel/diagram; membaca dan mengkompilasi informasi dalam grafik atau diagram; menyusun dan

menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas. Selain itu keterampilan

berkomunikasi menjadi sangat penting karena setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mengemukakan ide, membantu dalam proses penyusunan pikiran, juga merupakan dasar untuk memecahkan masalah.

Keterampilan memprediksi merupakan keterampilan meramal yang akan terjadi, berdasarkan gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mung-kin dapat diamati. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan.

Terampil memprediksi sekilas bukanlah keterampilan yang begitu penting untuk dikuasai siswa, namun sebaliknya keterampilan inilah yang harus menjadi dasar dalam pengamatan-pengamatan langsung yang mereka lakukan terhadap suatu permasalahan serta prospek kerja yang mungkin akan dijalani mereka di esok hari


(14)

yang sangat memerlukan keterampilan ini. Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung model pembelajaran problem solving ini mampu meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi siswa.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian guna melihat efektivitas model pembelajaran ini dalam upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan memprediksi siswa khususnya pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukanlah penelitian dengan judul

“Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving pada Materi Larutan non-elektrolit dan non-elektrolit dalam Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi dan Memprediksi ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi siswa pada materi larutan non-elektrolit dan non-elektrolit ?

2. Bagaimana karakteristik model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi siswa pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit ?


(15)

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk 1. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran problem solving dalam

meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi siswa pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit.

2. Mendeskripsikan karakteristik model pembelajaran problem solving yang efektif dalam meningkatkan ketreampilan berkomunikasi dan memprediksi pada pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan manfaat antara lain : 1. Siswa

Penerapan model pembelajaran problem solving dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan dapat menumbuhkan motivasi dan minat belajar siswa sehingga dapat mengembangkan keterampilan proses sains (KPS).

2. Guru

Pembelajaran dengan model problem solving diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan pemecahan masalah bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran kimia di sekolah, dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif, efisien dan mempermudah guru dalam pelaksanaan pembelajaran serta dapat


(16)

3. Sekolah

Penerapan model problem solving dalam pembelajaran merupakan alternatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E.Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Model pembelajaran dikatakan efektif apabila secara statistik keterampilan berkomunikasi dan memprediksi menunjukkan perbedaan N-Gain yang signifikan antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen.

2. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang selama ini digunakan di SMA Persada Bandar Lampung. Guru mengajarkan konsep secara langsung tanpa membimbing siswa untuk menemukan konsep (metode ceramah), guru melakukan tanya jawab dengan siswa, kemudian guru

memberi latihan. Pratikum dilakukan pada submateri-submateri tertentu dan pratikum hanya untuk membuktikan konsep.

3. Model pembelajaran problem solving meliputi mengorientasikan siswa pada masalah, mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut, menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dan menarik kesimpulan. 4. Keterampilan berkomunikasi yang diukur merupakan keterampilan proses

sains tingkat dasar yang meliputi mampu membaca dan mengkompilasi infor-masi dalam grafik atau diagram, menggambar data empiris dengan grafik,


(17)

tabel, atau diagram, menjelaskan hasil percobaan, menyusun dan menyampai-kan laporan secara sistematis dan jelas.

5. Keterampilan memprediksi adalah dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan..


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan ting-kat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran diting-katakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa me-nunjukan perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

Kriteria keefektifan menurut Wicaksono (2008) mengacu pada:

a. Ketuntasan belajar, pembelajaran, dapat dikatakan tuntas apabila

sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 dalam peningkatan hasil belajar.

b. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembe-lajaran (gain yang signifikan).

c. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan.

B.Pembelajaran Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori


(19)

konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).

Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah pemaduan data baru dengan stuktur kognitif yang ada. Akomodasi ialah penye-suaian stuktur kognitif terhadap situasi baru, dan equilibrasi ialah penyepenye-suaian kembali yang terus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Bell, 1994).

Prespektif kognitif-konstruktivis, yang menjadi landasan pembelajaran problem solving, banyak meminjam pendapat Piaget (1954). Prespektif ini mengatakan, seperti yang dikatakan Piaget, bahwa pelajar dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengeta-huannya sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi dan berubah secara konstan selama pelajar mengkonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka untuk mendasarkan diri pada dan memodifikasi pengetahuan sebelumnya. Keyakinan Piaget ini berbeda dengan keyakinan Vygotsky dalam beberapa hal penting. Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui anak terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, Vygot-sky menekankan pentingnya aspek sosial belajar. VygotVygot-sky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Salah satu ide kunci yang berasal


(20)

dari minat Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yakni tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual, menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memiliki tingkat perkembangan potensial, yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman sebaya-nya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara kedua tingkat perkem-bangan inilah yang disebutnya sebagai zone of proximal development (Arends, 2007).

C.Model Pembelajaran Problem Solving

Salah satu pembelajaran kontruktivisme adalah pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran problem solving (metode pemecahan masalah). Menurut Sriyono (1992), model pembelajaran problem solving adalah suatu cara mengajar dengan menghadapkan siswa kepada suatu masalah agar dipecahkan atau

diselesaikan. Metode ini menuntut kemampuan untuk melihat sebab akibat, mengobservasi masalah, mencari hubungan antara berbagai data yang terkumpul kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah.

Menurut Sukarno (1981) dengan menggunakan model pembelajaran problem solving, anak dapat dilatih untuk memecahkan masalah secara ilmiah, melatih mengemukakan hipotesis, melatih merencanakan suatu eksperimen untuk


(21)

yang diperoleh anak-anak dari pelajaran sains itu, juga segi-segi lainnya yang terdapat pada sains.

Djamarah dan Zain (2010) mengemukakan bahwa salah satu model mengajar adalah model pembelajaran problem solving. Namun model pembelajaran problem solving bukan hanya sekedar model mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Langkah-langkah dalam penggunaan model pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:

1. Mengorientasikan siswa pada masalah. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain-lain.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dengan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawab-an ini tentu saja diperlukjawab-an metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas diskusi, dan lain-lain.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Dengan model pembelaran problem solving siswa harus berpikir, mencobakan hipotesis dan bila berhasil memecahkan masalah tersebut, siswa akan mempelajari sesuatu yang baru. Dalam memecahkan masalah harus dilalui berbagai langkah seperti mengenal setiap unsur dalam masalah itu, mencari aturan-aturan yang berkenaan dengan masalah itu dan harus berpikir kritis sehingga siswa akan terlatih dalam memecahkan masalah-masalah baru (Nasution, 2008).


(22)

Model pembelajaran problem solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari model pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:

a. Model pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran.

Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.

b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Model pembelajaran ini menempatkan masalah sebagai kunci dari proses

pembelajaran.

c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran problem solving menurut Dzamarah dan Zain (2010) adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan model pembelajaran problem solving

a. Model ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.

b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. c. Model ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara

kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi da-lam rangka mencari pemecahannya.

2. Kekurangan model pembelajaran problem solving

a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan ting-kat berfikir siswa, tingting-kat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pe-ngalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru


(23)

b. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain

c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa. 3. Cara-Cara Mengatasi Kelemahan-Kelemahan Metode Problem Solving

a. Masalah yang diajukan untuk diselesaikan, carilah masalah yang aktual, sering terjadi. Untuk itu juga perlu kiranya memperoleh input dari peserta diklat terlebih dahulu. Bagaimana menurut pendapat mereka tentang masalah itu. Apakah kemampuan dan pengetahuan peserta diklat diperkirakan masih sanggup untuk menyelesaikannya.

b. Diusahakan agar melihat sesuatu masalah dari sudut lain, dalam arti masalah itu harus diolah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan prior knowledge dan kemampuan peserta diklat.

c. Uraikanlah suatu masalah menjadi unsur-unsur sebab akibat, dan pilihlah mana yang betul-betul relevan serta cocok dengan keadaan peserta diklat. Jangan sampai terjadi kekaburan bagi peserta diklat tentang dari mana mereka harus memulai tugasnya.

d. Cara menyelesaikan masalah, peserta didik bisa dibantu dengan membuat model pohon masalah, atau memetakan masalah (problem mapping) dan masing-masing dicarikan alternatif penyelesaiannya.

D.Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains ( Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains. KPS penting dimiliki guru untuk digunakan sebagai jembatan untuk menyampaikan


(24)

pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan atau informasi yang telah dimiliki siswa.

Menurut Semiawan (1992) berpendapat bahwa terdapat empat alas an mengapa pendekatan keterampilan sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu : perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret. Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100%, tapi bersifat relative. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

Menurut Indrawati (1999) mengemukakan bahwa KPS merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan.

Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam me-mahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat pen-ting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau me-ngembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

KPS bukan tindakan instruksional yang berada di luar kemampuan siswa. tetapi dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut pendapat Tim Action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999)


(25)

keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi, klasi-fikasi, pengukuran, berkomunikasi dan inferensi.

Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains dasar

Keterampilan dasar Indikator Observasi

Klasifikasi

Pengukuran

Berkomunikasi

Inferensi

Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek

Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukur-an ke satupengukur-an pengukurpengukur-an lain

Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa. Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan inormasi

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan.


(26)

Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang diapli-kasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh ka-rena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

E.Kerangka Berpikir

Materi larutan non-elektrolit dan elektrolit merupakan salah satu materi pelajaran kimia yang berkaitan langsung dengan pengetahuan alam yang sering dijumpai di lingkungan. Melalui pembelajaran dengan model pembelajaran problem solving, siswa diajak untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan larutan elektrolit dan nonelek-trolit serta menuntun siswa untuk menemukan konsep secara sistematis, sehingga pemahaman siswa terhadap materi larutan non-elektrolit dan elektrolit akan lebih mendalam dan siswa dapat menerapkan pengetahuannya.

Tahap awal pembelajaran problem solving adalah mengorientasikan siswa pada masalah . Guru memulai pembelajaran dengan menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran. Kemudian guru mengajukan fenomena untuk memunculkan masalah dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa dalam rangka memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah tesebut. Siswa diberikan fakta-fakta tentang larutan non-elektrolit dan elektrolit agar siswa mampu mendeskrip-sikan teori-teori larutan non-elektrolit dan elektrolit dengan menentukan jenis dan sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit. Setelah itu siswa di minta menentukan per-masalahan yang timbul dari fakta-fakta yang diberikan. Dalam


(27)

pelaksanaan-nya, setelah diberikan pertanyaan-pertanyaan yang menggali rasa keingintahuan siswa, siswa mulai memikirkan adanya suatu masalah tertentu mengenai materi larutan non-elektrolit dan elektrolit.. Lalu pada tahap dua diminta mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini setelah siswa merumuskan masalah, guru mendorong siswa agar mendapatkan informasi yang sesuai dan sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan penjelasan dari permasalahan yang diajukan atau menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifik. Fakta yang terjadi pada kelas eksperimen sesuai dengan kegiatan akomodasi yang dikemukakan Piaget yaitu terjadi penyesuaian stuktur kognitif siswa terhadap situasi baru. Dengan kata lain, karena siswa sudah mengalami asimilasi pada tahap satu, siswa ingin memahami konsep baru atau permasalahan yang timbul melalui kegiatan akomodasi. Pada tahap tiga siswa diminta me-netapkan jawaban sementara dari masalah. Pada tahap ini, setelah melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi siswa akan mengalami ketidakseimbangan struktur kognitif (coqnitive disequilibrium) yaitu ada fakta-fakta yang telah dimiliki siswa sebelumnya (pengetahuan lama siswa) yang tidak sesuai dengan pengetahuan baru siswa. Pada tahap empat model pembelajaran problem solving ini, siswa diminta untuk menguji kebenaran hipotesis atau jawaban sementara dari masalah yang telah dirumuskan. Pada tahap ini siswa melakukan percobaan yang bertujuan memberi kesempatan siswa untuk memanfaatkan panca indera se-maksimal mungkin untuk mengamati fenomena-fenomena yang terjadi. Kegiatan ini mampu meningkatkan kemampuan psikomotor siswa. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi sebanyak-banyaknya sehingga dapat meningkatkan keterampilan afektif siswa. Kemudian


(28)

siswa diminta memprediksi gejala yang akan terjadi berdasarkan gejala yang ada atau gejala yang telah diamati sebelumnya. Sehingga diharapkan dapat

meningkatkan keterampilan proses sains siswa yaitu keterampilan memprediksi. . Pada tahap kelima yakni menarik kesimpulan, ketika siswa telah mendapatkan kesimpulan dari permasalahan diharapkan siswa dapat mengkomunikasikan hasilnya dengan yang lain dan memberikan penjelasan sederhana dari data yang didapat untuk menyelesaikan masalah.

Dalam proses model pembelajaran problem solving, siswa diajak mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Sehingga guru dapat melatihkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi kepada siswa sebagai salah satu komponen dalam Keterampilan Proses Sains (KPS). KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikasp-sikap ilmiah dan ke-mampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka keterampilan berkomunikasi dan memprediksi yang dibelajarkan dengan model pembelajaran problem solving akan lebih efektif daripada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional.


(29)

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa-siswa kelas X semester genap SMA Persada Bandar Lampung tahun ajaran 2012-2013 yang menjadi populasi mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam penguasaan konsep kimia.

2. Perbedaan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan memprediksi siswa kelas X semester genap SMA Persada Bandar Lampung pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit semata-mata karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.

G.Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah pembelajaran model problem solving pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit lebih efektif dalam

meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan memprediksi pada siswa daripada pembelajaran konvensional.


(30)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Persada Bandar Lampung, Tahun Ajaran 2012-2013 yang berjumlah 128 siswa dan tersebar dalam empat kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu. Dengan pertimbangan kemampuan kognitif siswa yang sama, maka dipilihlah X2 dan

X3 sebagai sampel penelitian. Selanjutnya ditentukan kelas X3 sebagai kelas

eksperi-men yang dalam pembelajarannya eksperi-menggunakan model pembelajaran problem solving, dan X2 sebagai kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran

konven-sional.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran problem solving dan pembelajaran konvensional.

b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan berkomunikasi dan keterampilan memprediksi.


(31)

C. Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif dan data sekunder yang bersifat kualitatif. Data kuantitatif yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah pembela-jaran diterapkan (postest) siswa. Data kualitatif berupa data kinerja guru dan aktivitas belajar siswa.

Sumber data kuantitatif dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Data hasil pretest dan postest kelompok eksperimen 2. Data hasil pretest dan postest kelompok kontrol

D. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah non equivalent control group design yaitu desain kuasi ekperimen dengan melihat perbedaan pretest maupun posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (Purwanto, 2007). Di dalamnya terdapat langkah-langkah yang

menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian yaitu:

Tabel 2. Desain penelitian

Pretest Perlakuan Postest Kelas eksperimen O1 X1 O2


(32)

Keterangan :

X1 : Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran problem solving

O1 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest

O2 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi posttest

E. Instrumen Penelitian dan Validitas

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 2010). Ada beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

a. Silabus dan Renacana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

b. LKS kimia berbasis problem solving dan LKS kimia yang digunakan di sekolah tempat penelitian dengan materi larutan non-elektrolit dan elektrolit, yang berjumlah dua LKS yaitu LKS 1 berisi sub materi larutan non-elektrolit dan elektrolit dan LKS 2 berisi sub materi sifat hantar listrik larutan elektrolit. c. Soal-soal pretest dan posttest yang masing-masing terdiri dari dua bagian, yaitu

soal-soal keterampilan berkomunikasi dan memprediksi dalam bentuk soal uraian. Soal pretest dan posttest pada penelitian adalah materi larutan non-elektrolit dan non-elektrolit yabg terdiri 6 butir soal uraian. Dalam pelaksanaannya kelas kontrol dan kelas eksperimen diberikan soal yang sama.


(33)

Untuk mengetahui instrumen yang digunakan valid atau tidak, maka dilakukan pengukuran validitas instrumen. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secar tepat.

Soal uraian pretest dan posttes menggunakan uji validitas isi dengan cara judgment (penilaian). Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si. dan Bpk Drs. Tasviri Efkar, M.S. sebagai Pembimbing penelitian untuk memvalidasinya.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan

a. Meminta izin kepada Kepala SMA Persada Bandar Lampung untuk melaksanakan penelitian.

b. Menentukan populasi dan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan


(34)

b. Tahap pelaksanaan penelitian

Pada tahap pelaksanaannya, penelitian dilakukan dalam dua kelas yaitu kelas

eksperimen yang diterapkan pembelajaran problem solving dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.

Urutan prosedur pelaksanaanya sebagai berikut :

1. Melakukan pretest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi larutan non-elektrolit dan

elektrolit sesuai dengan model pembelajaran yang telah ditetapkan masing-masing kelas.

1.1. Kelas eksperimen

Sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran, guru mengelompokkan siswa dalam 5 kelompok secara heterogen berdasarkan kemampuan kognitif siswa yang telah teramati berdasarkan nilai ujian akhir semester ganjil.

a) Tahap 1 : Mengorientasikan siswa pada masalah

Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan suatu fenomena sebagai langkah permasalahn bagi siswa.

b) Tahap 2 : Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah.

Guru membimbing siswa untuk mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah

c) Tahap 3 : Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut

Guru membimbing siswa dalam menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut.


(35)

d) Tahap 4 : Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut

1) Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan bersama dengan teman sekelompokknya. Meminta siswa pada setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi dan pengamatannya.

2) Guru membimbing siswa dalam diskusi kelompok.

3) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan pendapat dan melengkapi jawaban.

e) Tahap 5 : Membuat kesimpulan

1) Guru membimbing siswa dalam menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusi siswa dan guru.

2) Guru memberikan penguatan dari kesimpulan siswa tentang materi yang telah dipelajari.

1.2. Kelas control a). Kegiatan awal

Guru membuka pelajaran dan menyampaikan tujuan pembelajaran. b). Kegiatan inti

1) Guru memberikan uraian materi dan penjelasan kepada siswa.

2) Siswa mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang penting. 3) Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan soal.

4) Siswa mengerjakan latihan soal yang diberikan guru. 5) Guru bersama siswa membahas latihan tersebut. c). Kegiatan akhir

1) Guru meminta siswa untuk menyimpulkan materi yang baru saja mereka dapatkan.


(36)

2) Guru memberikan tugas kepada siswa.

3) Melakukan posttest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas control.

4) Analisis data

5) Penulisan pembahasan dan simpulkan

Prosedur pelaksanaan penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan seperti sebagai berikut :

Diagram 1. Prosedur pelaksanaan penelitian Mempersiapkan Instrumen

Menentukan Populasi dan Sampel

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Analisis Data

Kesimpulan

Validasi Instrumen Observasi Pendahuluan

Pretest

Pembelajaran Konvensional

Posttest

Pretest

Pembelajaran Problem Solving


(37)

G. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti, yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Nilai pretest dan postest dirumuskan sebagai berikut:

……… (1)

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan menghitung N-Gain yang selanjut-nya digunakan untuk menguji kenormalan dan homogenitas dua varians.

1. Perhitungan N-Gain

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran metode problem solving dalam

meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi siswa, maka dilakukan analisis skor gain ternormalisasi. Rumus N-Gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut :

………(2)

Kriteria interpertasi indeks gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu: g ≥ 0,7 (indeks gain tinggi)

0,3 ≤ g < 0,7 (indeks gain sedang) g < 0,3 (indeks gain rendah)

100 x skor t ot al

siswa diperoleh yang

skor siswa


(38)

2. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.

Hipotesis untuk uji normalitas :

Ho = data penelitian berdistribusi normal H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal

Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :

X2 =

e e o

f

f

f

)

2

(

………(3) Keterangan : X2 = uji Chi- kuadrat

fo = frekuensi observasi fe= frekuensi harapan

Kriteria : Terima Ho jika X2 hitung X2 tabel

3. Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk uji homogenitas dua varians ini, rumusan hipotesisnya adalah :

H0: σ12= σ22 Data N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians

homogen.

H1: σ12≠ σ22 Data N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang


(39)

Sedangkan untuk uji homogenitas kedua varians kelas sampel, digunakan uji kesamaan dua varians, dengan rumusan statistik :

Keterangan:

varians skor kelompok I varians skor kelompok II = varians terbesar

= varians terkecil

Dengan kriteria uji adalah terima Ho jika FHitung < FTabel pada taraf nyata 5%

(Sudjana,2002).

4. Pengujian hipotesis

Rumusan hipotesis adalah sebagai berikut : 1) Hipotesis 1 (keterampilan berkomunikasi)

H0 µ1x≤ µ2x : Rata-rata N-Gain keterampilan berkomunikasi yang diterapkan

pembelajaran dengan metode problem solving kurang dari atau sama dengan dengan pembelajaran konvensional siswa SMA Persada Bandar Lampung.

H1 µ1x> µ2x: Rata-rata N-Gain keterampilan berkomunikasi yang diterapkan


(40)

dibandingkan dengan pembelajaran konvensional siswa SMA Persada Bandar Lampung.

2) Hipotesis 2 (keterampilan memprediksi)

H0 µ1y≤ µ2y : Rata-rata N-Gain keterampilan memprediksi yang diterapkan

pembelajaran dengan metode problem solving lebih rendah atau sama dengan penguasaan konsep pembelajaran konvensional siswa SMA Persada Bandar Lampung.

H1 µ1y> µ2y : Rata-rata N-Gain keterampilan memprediksi yang diterapkan

pembelajaran dengan metode problem solving lebih tinggi

dibandingkan dengan yang diberi pembelajaran konvensional siswa SMA Persada Bandar Lampung.

Keterangan:

µ1 : Rata-rataN-Gain (x,y) pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit pada kelas

yang diterapkan pembelajaran dengan metode problem solving

µ2 : Rata-rata N-Gain (x,y) pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit pada

kelas dengan pembelajaran konvensional x: keterampilan berkomunikasi

y : keterampilan memprediksi

Uji hipotesis dilakukan dengan uji perbedaan dua rata-rata yang bergantung pada homogenitas kedua varians data. Dikarenakan kedua varians kelas sampel homogen ( ), maka uji hipotesis dilakukan dengna menggunakan rumus sebagai berikut :


(41)

Keterangan:

= Rata-rata gain berkomunikasi larutan non-elektrolit dan elektrolit /

keterampilan memprediksi yang diterapkan pembelajaran metode problem solving.

= Rata-rata gain keterampilan berkomunikasi larutan non-elektrolit dan elektrolit/ keterampilan memprediksi yang diterapkan pembelajaran konvensional.

S = Simpangan baku gabungan

= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan pembelajaran metode problem solving

= Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

= Simpangan baku siswa yang diterapkan pembelajaran metode problem solving

= Simpangan baku siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika t < t1-α dengan derajat kebebasan

d(k) = n1 + n2– 2 dan tolak H0 untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf

signifikan α = 5% peluang (1- α ).


(42)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam pene-litian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran Problem Solving efektif dibandingkan pembelajaran konvensional pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi.

2. Dengan model pembelajaran Problem Solving pada tahap pengumpulan data, siswa dapat dilatih untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi dari hasil diskusi yang menggunakan LKS berbasis model pembelajaran Problem Solving. Dengan demikian model pembelajaran

Problem Solving efektif dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa: 1. Model pembelajaran Problem Solving hendaknya diterapkan dalam


(43)

karena terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan memprediksi siswa.

2. Agar penerapan model pembelajaran Problem Solving berjalan efektif, hendaknya guru menguasai materi kimia dan langkah-langkah pembelajaran Problem Solving dengan benar, serta guru harus memiliki kreativitas dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan maksimal. 3. Agar penerapan model pembelajaran Problem Solving berjalan maksimal,

hendaknya guru mempersiapkan lebih awal hal-hal yang menunjang proses pembelajaran yang akan dilakukan siswa dan lebih memperhatikan

pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Solving.

Kendala :

1. Tidak semua siswa dapat merumuskan masalah dengan tepat.

2. Waktu yang digunakan untuk melaksanakan penelitian kurang dikarenakan kurang adanya kerja sama dari siswa.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I. 2007. Learning To Teach. Edisi VII. Pustaka pelajar. Yogyakarta. Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Bell, G. M. E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, B.S. dan A. Zein. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, S.B. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif . Rineka Cipta. Jakarta.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7

Indrawati dan Setiawan, wanwan. 2010. Pembelajaran inovatif Kreatif dan Inovatif untuk siswa sekolah dasar. [Online]. Tersedia di

http://www.p4tkipa.org/data/pakem/pdf. [22 Februari 2010].

Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.


(45)

Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam

Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Meltzer, D.E. 2002. Relation between Student’ Problem-Solving Performance and Representation Format. American Journal of Physic. 73. No.5. P.465.

Nur, M. 1996. Proses Belajar Mengajar dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Purba, M. 2006. Kimia SMA Kelas X. Erlangga. Jakarta. Sudjana, N. 2005. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.

Semiawan, Cony. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Jakarta : Gramedia. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Bandung.

Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. Agung (ed). 5 April 2008. 2 Juli 2011,


(1)

31

dibandingkan dengan pembelajaran konvensional siswa SMA Persada Bandar Lampung.

2) Hipotesis 2 (keterampilan memprediksi)

H0 µ1y≤ µ2y : Rata-rata N-Gain keterampilan memprediksi yang diterapkan pembelajaran dengan metode problem solving lebih rendah atau sama dengan penguasaan konsep pembelajaran konvensional siswa SMA Persada Bandar Lampung.

H1 µ1y> µ2y : Rata-rata N-Gain keterampilan memprediksi yang diterapkan pembelajaran dengan metode problem solving lebih tinggi

dibandingkan dengan yang diberi pembelajaran konvensional siswa SMA Persada Bandar Lampung.

Keterangan:

µ1 : Rata-rataN-Gain (x,y) pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit pada kelas yang diterapkan pembelajaran dengan metode problem solving

µ2 : Rata-rata N-Gain (x,y) pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit pada kelas dengan pembelajaran konvensional

x: keterampilan berkomunikasi y : keterampilan memprediksi

Uji hipotesis dilakukan dengan uji perbedaan dua rata-rata yang bergantung pada homogenitas kedua varians data. Dikarenakan kedua varians kelas sampel homogen ( ), maka uji hipotesis dilakukan dengna menggunakan rumus sebagai berikut :


(2)

32

Keterangan:

= Rata-rata gain berkomunikasi larutan non-elektrolit dan elektrolit /

keterampilan memprediksi yang diterapkan pembelajaran metode problem solving.

= Rata-rata gain keterampilan berkomunikasi larutan non-elektrolit dan elektrolit/ keterampilan memprediksi yang diterapkan pembelajaran konvensional.

S = Simpangan baku gabungan

= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan pembelajaran metode problem solving

= Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

= Simpangan baku siswa yang diterapkan pembelajaran metode problem solving = Simpangan baku siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika t < t1-α dengan derajat kebebasan d(k) = n1 + n2 – 2 dan tolak H0 untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf signifikan α = 5% peluang (1- α ).


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam pene-litian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran Problem Solving efektif dibandingkan pembelajaran konvensional pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi.

2. Dengan model pembelajaran Problem Solving pada tahap pengumpulan data, siswa dapat dilatih untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi dari hasil diskusi yang menggunakan LKS berbasis model pembelajaran Problem Solving. Dengan demikian model pembelajaran

Problem Solving efektif dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan memprediksi.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa: 1. Model pembelajaran Problem Solving hendaknya diterapkan dalam


(4)

52

karena terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan memprediksi siswa.

2. Agar penerapan model pembelajaran Problem Solving berjalan efektif, hendaknya guru menguasai materi kimia dan langkah-langkah pembelajaran Problem Solving dengan benar, serta guru harus memiliki kreativitas dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan maksimal. 3. Agar penerapan model pembelajaran Problem Solving berjalan maksimal,

hendaknya guru mempersiapkan lebih awal hal-hal yang menunjang proses pembelajaran yang akan dilakukan siswa dan lebih memperhatikan

pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Solving.

Kendala :

1. Tidak semua siswa dapat merumuskan masalah dengan tepat.

2. Waktu yang digunakan untuk melaksanakan penelitian kurang dikarenakan kurang adanya kerja sama dari siswa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I. 2007. Learning To Teach. Edisi VII. Pustaka pelajar. Yogyakarta. Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Bell, G. M. E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, B.S. dan A. Zein. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, S.B. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif . Rineka Cipta. Jakarta.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7

Indrawati dan Setiawan, wanwan. 2010. Pembelajaran inovatif Kreatif dan Inovatif untuk siswa sekolah dasar. [Online]. Tersedia di

http://www.p4tkipa.org/data/pakem/pdf. [22 Februari 2010].

Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.


(6)

Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam

Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Meltzer, D.E. 2002. Relation between Student’ Problem-Solving Performance and Representation Format. American Journal of Physic. 73. No.5. P.465.

Nur, M. 1996. Proses Belajar Mengajar dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Purba, M. 2006. Kimia SMA Kelas X. Erlangga. Jakarta. Sudjana, N. 2005. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.

Semiawan, Cony. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Jakarta : Gramedia. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Bandung.

Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. Agung (ed). 5 April 2008. 2 Juli 2011,


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DAN MEMPREDIKSI PADA MATERI KOLOID

0 8 43

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI LARUTAN NONELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT SERTA REDOKS

0 3 56

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT SERTA REDOKS

1 22 43

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

0 10 48

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN INFERENSI PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT SERTA REDOKS

2 45 50

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN

0 6 42

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DISERTAI MEDIA ANIMASI PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN PENGUASAAN KONSEP

1 28 56

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

1 17 48

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR DAN MEMBERIKAN PENJELASAN LANJUT PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

0 3 43

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMFOKUSKAN PERTANYAAN PADA LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

1 21 49